Anda di halaman 1dari 4

Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur

Oleh: Mufathirul Hamidiyah, Lc

‫ الذي مل يلد ومل يولد ومل يكن له كفوا أحد‬,‫احلمد هلل األحد الفرد الصمد‬
‫ ومفتاح ابب اليسار؛‬,‫ وترايق األغيار‬,‫وسر األسرار‬
ّ ,‫اللهم صل وسلم على نور األنوار‬
:‫ أما بعد‬.‫سيدان حمَ ِّّم ٌد املختار وآله األطهار وأصحابه األخيار عدد نعم هللا وأفضاله‬
Segala puja dan puji hanyalah patut dihatursembahkan kepada Allah SWT, yang atas rahmat
dan izin-Nya lah hingga saat ini kita semua masih mampu menjalani kesempatan hidup di
alam dunia ini untuk semata-mata mengabdi dan menyembah kepada-Nya.

Selanjutnya, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Kepada ahli bait-nya, para sahabatnya dan sesiapa saja yang teguh
memegang ajarannya hingga datangnya hari kiamat.

Para pendengar sekalian yang dirahmati Allah SWT….

Sembari mengingat berbagai limpahan nikmat serta hidayah yang diberikan oleh Allah SWT
dalam kehidupan ini. Kami mengajak dan mewasiatkan kepada diri kami pribadi dan kepada
para pendengar sekalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT dengan cara menunjukkan
berbagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT sendiri
memerintahkan kita semua untuk bersyukur atas limpahan nikmat dan kasih sayang-Nya
kepada kita, melalui firman-firman Nya:

“Ingat-lah selalu kepada Allah, hingga Allah pun ingat kepadamu. Dan bersyukurlah
kepada-Nya serta jangan sekali-kali engkau berbuat kekufuran!” (QS. Al Baqarah: 152)

“Allah SWT tidak akan menimpakan adzab kepadamu selagi engkau bersyukur dan
senantiasan beriman kepada-Nya” (QS. An Nisa’: 143)

“Dan ingatlah ketika Rabb-mu memaklumkan kepadamu bahwa apabila engkau bersyukur
(atas limpahan nikmat dan hidayah dari-Ku) niscaya Aku akan menambahkannya. Dan
apabila engkau kufur, sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih” (QS. Ibrahim: 7)
Juga melalui lisan Rasul-Nya, sebagaimana disebutkan dalam berbagai riwayat hadits dalam
kitab-kitab pada ulama’:

“Ada empat hal yang apabila seseorang telah mendapatkannya, maka sesungguhnya ia
telah mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat; hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang
senantiasa berdzikir, badan yang sabar (dan kuat) ditempa ujian dan istri yang mampu
menjaga diri serta harta suaminya” (HR. Ibnu Abi Dunya, Ath Thabrani)

“Tidaklah Allah SWT memberikan nikmat pada seorang hamba, kemudian hamba tersebut
sadar bahwa nikmat tersebut berasal dari Allah SWT, kecuali Allah SWT menetapkan
baginya pahala syukur. Dan tidaklah Allah SWT mengetahui rasa penyesalan dalam hati
seorang hamba atas dosa yang telah diperbuatnya, kecuali Allah SWT akan mengampuninya
sebelum ia beristighfar. Dan seandainya ada seseorang yang membeli pakaian dengan
uangnya, kemudian memakainya dan dia memuji Allah atas nikmat pakaian yang
didapatnya, maka Allah SWT akan melimpahkan ampunan kepadanya bahkan sebelum ia
kembali naik ke atas hewan tunggangannya” (HR. Ibnu Abi Dunya, Ath Thabrani)

Para pendengar sekalian yang dirahmati Allah SWT….

Seringkali dalam berbagai kesempatan, kita mendengar anjuran untuk bersyukur kepada
Allah SWT. Sayangnya anjuran untuk selalu bersykur itu kurang dilengkapi dengan deskripsi
dan cara bagaimana sesungguhnya cara mengolah hati ini agar mampu sampai pada suatu
kondisi (maqam) syukur yang sesungguhnya. Karenanya pada kesempatan ini kami ingin
mengetengahkan beberapa konsep syukur yang dipahami oleh para ulama’ sebagai bahan
referensi kita untuk latihan mengolah hati agar senantiasa bersyukur kepada Allah SWT.
Mengapa kita perlu merujuk pada konsep yang dipahami oleh para ulama’? terlebih ulama
yang masa hidupnya lebih dekat kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini tentu tidak lepas dari
manifestasi pengamalan atas firman Allah SWT dalam Al Qur’an:
Para pendengar sekalian yang dirahmati Allah SWT….

Ibnul Jauzy (seorang ulama’ mu’tabar dalam Madzhab Hanbaly) dalam karya beliau Minhaajul
Qashidin wa Mufidus Shadiqin menjelaskan bahwa ‘Syukur’ adalah sebuah maqom
(kedudukan) yang harus dilalui oleh seorang salik (orang yang menempuh perjalanan
spiritual) menuju Allah SWT. Menurut beliau ‘syukur’ itu sendiri tidak akan terwujud kecuali
memenuhi 3 aspek; aspek ilmu, aspek haal (keadaan) dan aspek amal.

1) Aspek Ilmu; dapat kita pahami sebagai pengetahuan atas bentuk nikmat apa yang kita
terima dan rasakan, kemudian pengetahuan bahwa nikmat tersebut memiliki dampak
yang luar biasa dalam kehidupan kita dan terakhir pengetahuan akan siapa yang
memberikan nikmat tersebut kepada kita.

2) Aspek Keadaan (Haal); adalah kondisi kita ketika menerima dan sadar sepenuhnya
atas nikmat yang kita terima. Umumnya seseorang yang menerima karunia nikmat
akan merasakan kebahagiaan, suka cita dan penerimaan yang luar biasa atas nikmat
dan bertambahnya cinta kepada sang pemberi nikmat. Pada saat menghadirkan
kebahagiaan dan kesukacitaan ini-lah pada umum-nya kita akan mengucapkan kalimat
tahmid ‘Alhamdulillah’ sebagai ungkapan atas kebahagiaan dan kesyukuran.

3) Aspek Amal; adapun amal, ia menempati posisi puncak pada aspek yang menentukan
terwujudnya syukur dalam diri seorang hamba. Yang dimaksud amal disini adalah
bagaimana kita selaku penerima nikmat mempergunakan nikmat yang diberikan itu
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemberi nikmat atau sesuai dengan fungsi yang
memang sudah melekat pada nikmat dan karunia yang diberikan.

Para pendengar sekalian yang dirahmati Allah SWT….

Setelah mengkaji sedikit tentang konsep syukur dengan 3 aspek pentngnya dari Ibnul Jauzy,
sekrang mari kta coba untuk menerapkan konsep tersebut dalam konteks semakin dekatnya
bulan suci Ramadhan. Tentunya kita semua sepakat bahwa masih adanya waktu dan
kesempatan bagi kita untuk merasakan bulan Ramadhan ini adalah sebuah nikmat luar biasa
yang sangat layak dan pantas kita syukuri.

Aspek Ilmu; kita menyadari bahwa waktu dan kesempatan yang


diberikan oleh Allah SWT berupa hadirnya bulan Ramadhan ini adalah
Bulan Ramadhan wujud pemberian kesempatan bagi kita untuk meningkatkan taqwa
melalui berbagai aktiftas ibadah yang didukung dengan suasana yang
kondusif, aman dan nyaman. Dan bagi kita kesempatan ini memiliki
signifikansi yang luar biasa untuk memperbaiki kualitas pribadi baik
dari sisi spiritual, kesehatan jasmani serta mental kita, bagaimana
dengan menjalani puasa itu kita memupuk empati dalam hati kita
terhadap kondisi saudara-saudara kita yang masih dalam keadaan
kekurangan. Dan tentunya kita sepenuhnya sadar bahw Sang Pemberi
atas kesempatan ini hanyalah Allah SWT. Tidak ada siapa pun yang
dapat menjamin sampai kapan kita akan hidup, karena hanya Allah lah
yang menentukan masa hidup seorang hamba.

Aspek Haal; kita perlu menghadirkan perasaan suka cita, bahagia dan
yang lebih penting lagi adalah kondisi siap yang harus diwujudkan
dalam diri kita untuk menjalani bulan Ramadhan

Aspek Amal; adapun amal maka kita bisa memaksimalkan waktu yang
ada dengan berbagai macam ibadah yang memang dianjurkan untuk
dilaksanakan selama bulan Ramadhan (membaca Al Qur’an, sahur,
menyegerakan berbuka, menjaga lisan, menjaga pandangan, shalat
sunnah dan lain sebagainya) dan yang paling penting adalah jangan
sampai kita salah fokus dengan terlalu memperhatikan hal-hal
sekunder seperti menu berbuka puasa. Karena akan miris sekali ketika
Allah SWT memberikan waktu dan kesempatan untuk menjalani ibadah
Ramadhan dan justru kita menghabiskan fokus dan waktu kita untuk
hal-hal yang sebenarnya bukan menjadi tujuan, bukan menjadi fokus
perintah Allah SWT (Naudzubillah in Dzalik)

Para pendengar sekalian yang dirahmati Allah SWT….

Ketika kita mampu mewujudkan 3 aspek ini dalam usaha mensyukuri berbagai nikmat Allah
SWT yang dilimpahkan kepada kita, insya Allah kesyukuran itu akan menjadi nyata dalam diri
kita. Terlebih lagi apabila kita terbiasa sadar atas nikmat Allah SWT meskipun kecil. Mudah-
mudahan dengan memahami konsep ini kita diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah SWT
untuk menjadi hamba yang senantiasa bersyukur. Karena faktanya, kata Allah SWT, hanya
sedikit hamba Allah yang masuk pada golongan orang-orang yang bersyukur:

“Dan hanya sedikit hamba-ku yang masuk dalam kategori orang-orang yang senang
bersykur” (QS. Saba’:13)

Anda mungkin juga menyukai