Anda di halaman 1dari 23

Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,danwa syukuran yang berarti

berterima kasih keapda- Nya. Bila disebut kata asy-syukru, maka artinya ucapan terimakasih,
syukranlaka artinya berterimakasih bagimu, asy- syukru artinya berterimakasih, asy-syakir
artinya yang banyak berterima kasih. Menurut Kamus Arab - Indonesia, kata syukur diambil
dari kata syakara, yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-
Nya.  Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.
Menurut bahasa syukur adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta
mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan
dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan. Berdasarkan pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah bersyukur dan berterima kasih kepada
Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang,
lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan. Untuk itu seorang mukmin, di tuntut
ia menyikapi nikmat-nikmat Allah Swt  tersebut dengan bersyukur. Ia sadar bahwa nikmat
tersebut adalah pemberian dari yang Maha Kuasa, dipergunakan dalam rangka ketaatan
kapada Allah Swt  dan tidak menyebabkan mereka sombong dan lupa kepada yang
memberikan nikmat tersebut. Dan barang siapa yang mensyukuri nikmat-Nya, maka Allah
pun akan membalasnya. Sebagaimana firman Allah Swt: “Dan ketika Tuhanmu
memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih’.” (QS. Ibrahim: 7) Adapun Ulama tasawuf terdahulu, mereka membagi-bagi syukur itu
atas tiga bagian yaitu:
1. Syukur dengan Hati. Syukur hati yaitu menggambarkan dan selalu merasakan Kurnia
Allah Swt, kemahamurahan dan anugrah-Nya. Serta merealisasikan perasaan tersebut
menjadi perasaan cinta kepada Allah Swt, Kitab suci-Nya dan Rasul Nya. Rasulullah Saw
bersabda dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya: "Empat perkara,
barang siapa diberi keempatnya berarti ia telah mendapatkan kebaikan dunia akhirat: hati
yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berzikir, diri yang selalu bersabar  menghadapi bala'
dan istri yang tidak berkhianat pada dirinya dan pada harta suaminya.” (‘Ash-Shabru wats
Tsawabu'alaihi, tilisan Ibnu Abi Dunya hal. 36.)
2. Syukur dengan Lisan. Adapun syukur dengan lisan adalah penilaian hati, getaran hati
yang menjalar kepada anggota badan melalui mulutnya yang senantiasa basah, memuji
nikmat-Nya dan menyebut nama Allah Swtberupa wirid dan dzikir seperti tahmid, takbir,
tasbih dan bentuk puji-pujian yang lain terhadap Allah Swt. Termasuk dalam katagori syukur
pada lisan ini ialah seorang yang sentiasa memuji-muji nikmat Allah di hadapan manusia
lainya, mengajak manusia untuk sama-sama bersyukur dan menzhohirkan kesyukuran itu
melalui ibadat dan majlis-majlis ilmu yang bertujuan untuk mengajak manusia supaya taat
dan patuh kepada Allah Swt.
3. Syukur dengan Seluruh Anggota Tubuh. Selanjutnya yang termasuk dengan bersyukur
pada seluruh anggota adalah kita telah menyadari bahwa seluruh anggota badan, jiwa dan
raga milik Allah Swt semata. Kemudian kita menggunakan dan memakainya untuk hal-hal
kebaikan juga. Dari mulai mata, telinga, tangan, kaki, mulut dan sebagainya itu semua milik
AllahSwt dan kita harus menggunakannya untuk keridhoan Allah Swt juga. Itulah tadi
bentuk-bentuk kesyukuran, maka hendaknya kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah
Swt yakni dengan terus memuji, baik itu dengan hati, lisan ataupun anggota badan. Maka
syukur nikmat bisa berarti bahwa kita sentiasa ingat, sadar, memahami, mengerti,
mengucapkan, melaksanakan dan senantiasa memandang kepada Yang Memberi Nikmat
yaitu Allah Swt.  Sahabat bacaan madani yang di rahmati Allah Swt. Inilah salah satu sikap
dari orang yang beriman. Mereka menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah, mereka
memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya
kekayaan dan harta benda yang disyukuri. Karena orang-orang yang beriman mengetahui
bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan,
keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada
mereka. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran. Mudah-mudahan kita
termasuk orang-orang yang bersyukur. Aamiin. 

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2016/07/makna-syukur-dalam-pandangan-


agama-islam.html
Terima kasih sudah berkunjung.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, ada dua hal berbeda yang silih
berganti yaitu kesenangan dan kesusahan. Menurut beberapa orang,
kalau hidup itu indah karena adanya perbedaan tersebut.

Coba kita bayangkan andai saja seseorang selalu merasakan kesenangan


terus atau sebaliknya selalu merasakan kesusahan terus, tentu bukan
sesuatu yang baik kan?

Ketika kita merasakan kesenangan, maka kita diharapkan untuk selalu


ingat dimana kita dulu pernah merasakan susah.

Sebaliknya, ketika kita merasakan kesusahan maka ingatlah bahwa suatu


saat akan ada kesenangan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,


sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (QS Alam Nasyrah :
5-6)

Maka ketika kita dalam masa-masa sulit, selalu ingatlah kepada Allah
SWT.

Allah SWT berfirman:

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)


kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku" (QS Al Baqarah : 152)
Nikmat-nikmat yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia
merupakan pemberian yang terus menerus dan bermacam-macam
bentuknya, baik lahir maupun batin.

Namun, manusia saja yang kurang pandai dalam memelihara nikmat,


sehingga ia merasa seakan-akan belum pernah diberikan sesuatu apapun
oleh Allah SWT.

Mengapa orang terkadang merasa tidak mendapatkan sesuatu apapun


dari Allah? Jawabannya adalah karena dia tidak pernah bersyukur atas
apa-apa yang ada padanya.

http://masirul.com/bersyukur/

Di dalam hal syukur ini, dapatlah diambil suatu pengertian bahwa Allah SWT. selalu
bersyukur, artinya adalah Allah SWT. akan selalu membalas harnba-hamba-Nya yang
senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. dan pembalasan itu dinamakan dengan syukur. 

Telah berkata seorang Ulama', "Barangsiapa yang tidak menghadap kepada Allah SWT.
dengan cara kelembutan- kelembutan karunia kebaikan-Nya niscaya dia akan dibelenggu
dengan berbagai rantai percobaan dan juga ujian. 

Barangsiapa yang tidak mau bersyukur dengan segala nikmat Allah, maka sesungguhnya ia
telah menunjukkan kepada hilangnya sebuah nikmat, dan barangsiapa yang telah bersyukur
dengan segala nikmat itu, maka ia telah mengikatnya dengan suatu tali nikmat tersebut. 

Apabila manusia mau mensyukuri akan nikmat Allah SWT., maka Allah akan menambah
nikmat-Nya, dan apabila manusia itu tidak mau berterima kasih kepada nikmat-Nya, maka
sesungguhnya Allah akan mencabut dan juga mengurangi nikmat dari manusia tersebut
sebagai hukuman atas kekufurannya, sebab sudah ditegaskan di dalam Al-Qur'an,
sebagaimana dengan firman-Nya: 

Artinya : ''Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu dan jika kamu mengingkari(nikmat)-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat
pedih". (QS. Ibrahim : 7). 

Bersyukur itu terbagi menjadi tiga bagian, yang diantaranya bersyukur dengan lisan,
maksudnya ialah mengakui segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT.
kepada ... dengan sikap merendahkan diri. bersyukur dengan badan, yakni Bersikap selalu
sepakat serta melayani (mengabdi) kepada Allah SWT. bersyukur dengan hati, yaitu :
Mengasingkan diri di hadapan Allah SWT. dengan cara konsisten menjaga akan keagungan
Allah SWT.. 

Bersyukurnya orang dengan lisan itu biasanya adalah syukur... yang berilmu, ini dapat
direalisasikan dengan bentuk... Sedangkan syukur dengan badan itu biasanya adalah... orang
yang beribadah, kenyataan ini dapat direalisasikan dengan bentuk perbuatan. Akan tetapi
syukur dengan ... adalah syukurnya orang yang ahli ma'rifat, dan sebagai ... ini dapatlah
direalisasikan dengan cara semua... ihwal secara konsisten. 

Manusia pada umumnya adalah mempunyai sifat lalai dan ... tidak menyadari bahwa nilai
suatu nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya. Maka dia baru terasa apabila...
nikmat itu dicabut dari dirinya, maka dia barulah merasakan dan menyadarinya, contohnya
adalah nikmat berupa kesehatan jasmani dan juga kesehatan rohani dan sebagaimana
dalam hal ini Allah telah berfirman mengenai hidup...Kehidupan di dalam surat An-Naml
ayat 40 yang artinya: 

Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia". 

Ketahuilah bahwa syukur itu adalah merupakan suatu tujuan yang sangat tinggi dari segala
maqam, sebab bersyukur itu sendiri adalah bukan merupakan sebuah alat, dan syukur itu
sendiri terdiri dari tiga perkara., menurut pendapat dari Imam Al-Ghazali, antara lain:
Pengetahuan tentang nikmat, bahwa seluruh nikmat dari Allah SWT. dan Allah SWT. sendiri
yang telah memberikan nikmat yang berupa ilmu pengetahuan tersebut kepada orang yang
dikehendaki-Nya, adapun untuk sampainya sebuah nikmat tersebut, maka yang lain itu
hanyalah sebagai perantara saja. 
Sebagai akibat dari pengetahuannya itu yang telah mendiH rong manusia untuk selalu
senang dan juga mencintai kepada yang telah memberi nikmat tersebut di dalam bentuk
kepatuhannya kepada perintah Allah SWT., ternyata itu yang merupakan sikap jiwa yang
tetap dan tidak berubah. 
Suatu sikap yang hanya terjadi jika seseorang telah mengenal Allah dan juga kebijaksanaan-
Nya di dalam men- ciptakan seluruh makhluk-Nya, dan sikap seperti ini hanya - diberikan
kepada hamba Allah yang dikehendaki-Nya, yakni berupa perbuatan yang bukan maksiat
kepada Allah SWT.. 
Yang dimaksud dengan syukur menurut pendapat Syibli adalah memperhatikan kepada
(Dzat) yang telah memberikan sebuah kenikmatan, bukan pada kenikmatan Allah SWT.,
sedangkan menurut pendapat seseorang bahwa syukur yanj; dimaksud di sini adalah
mengatur sesuatu yang telah ada dan mencari sesuatu yang belum ada. 

Akan tetapi menurut pendapat dari Abu Utsman yang dimaksud dengan syukurnya orang
awam itu ialah orang ... bersyukur kepada orang yang telah memberikan makanan dan juga
pakaian kepadanya, akan tetapi syukurnya orang yang, khusus itu adalah orang bersyukur
kepada sesuatu yang telah mengandung sebuah arti di dalam hati. 

Yang dimaksud dengan syukurnya kedua mata adalah dengan cara menutupi akan cacatnya
teman yang pernah diketahui atau dilihat, sedangkan yang dimaksud dengan syukurnya
telinga adalah menutupi akan cacatnya seorang teman yang pernah di dengarnya, juga
menurut yang lainnya yang maksud dengan syukur adalah merasa sangat senang dengan
pemberian yang belum pernah didapatkannya, itu adalah menurut satu pendapat. 

Sebagian dari Ulama' mengatakan bahwa panjangkanlah ... itu dengan cara bersyukur,
apabila tanganmu telah l m perpendek untuk menghindari suatu balasan. 

Ada empat perbuatan yang tidak akan menghasilkan buah menurut satu pendapat, empat
perbuatan itu di antaranya sebagai berikut : 
Orang tuli yang berbicara. 
Orang yang meletakkan (memberikan) kenikmatan kepada orang tidak bersyukur. 
Orang yang menanam biji-bijian di tanah yang sangat keras. 
Orang yang menyalahkan sebuah lampu di tengah sinar matahari. 
Ada satu pendapat yang mengatakan bahwa memuji itu merupakan kepada jiwa, sedangkan
bersyukur itu ditujukan kepada kenikmatan panca indera. Menurut dari sebagian para
ulama, memuji itu adalah sebagian dari permulaan, akan tetapi .... itu adalah merupakan
sebuah tebusan. 

Telah disebutkan di dalam sebuah hadits shoheh, bahwasanya permulaan dari orang-orang
yang dipanggil ke dalam alam itu adalah orang-orang yang telah memuji kepada Allah di
dalam segala hal atau juga di dalam segala keadaannya. 

Namun menurut dari sebagian yang lain bahwasanya memuji kepada Allah SWT. itu
ditujukan pada sesuatu yang telah diberikan, tapi yang dinamakan syukur itu ialah ditujukan
kepada sesuatu yang telah dikerjakannya. 
Ibnu Qudamah Al-Muqadari berkata yang berkata dengan hal yang demikian tersebut, yaitu
syukur dapat terjadi dengan lesan atau lidah, yaitu dengan cara melahirkan rasa terima
kasih tadi melalui ucapan, dalam bentuk pujian. Dara bersyukur dengan perbuatan adalah
mempergunakan nikmat Allah menurut yang telah dikehendaki oleh yang memberikannya
yakni menurut peraturan-peraturan Allah Subhanahu Wa Ta'alah. 

Adapun dalil-dalil yang berhubungan dengan syukur ini ialah: 

Dalam surat Luqman ayat 12, artinya adalah sebagai beriJ kut : "Sesungguhnya telah Kami
berikan hikmah kepadla Luqman, (yaitu) bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 

Terdapat di dalam surat Ad-Dahr atau Al-Inssan ayat 31 yang artinya adalah sebagai berikut:
"Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula
yang kufur". 

Surat Al-Baqarah ayat 152, yang artiriya adalah : "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pulal kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku". 

Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, yakni artinya "Orang yang memberi makan dan yang
bersyukur (kepada nikmat Allah) adalah seperti orang puasa dan sabar". Hadits yang telah
diriwayatkan oleh Thabrani dan Ahmad artinya adalah sebagai berikut: "Orang yang paling
bersyukur kepada Allah di antara kamu sekalian adalah orang yang paling bersyukur kepada
manusia". 

Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, artinya : "Hai barangsiapa yang telah diberikan
kebaikan maka hendaklah ia menyebutkannya. Barangsiapa yang menyebutkannya maka ia
telah mensyukurinya, dan barangsiapa yang me¬nyembunyikannya maka ia telah kufur".
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2013/01/pengertian-syukur-dan-macam-macamnya_

Makalah Pengertian Syukur


OLEH MAS ZAIN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT.Atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya akhirnya makalah
ini dapat penulis selesaikan dengan baik, shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan kitaNabi Muhammad s.a.w.
Dalam penulisan makalah ini hingga selesai, sangat mustahil bisa berjalan dengan lancar dan
baik, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena seperti telah kita ketahui bersama, bahwa
pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang saling membutuhkan satu sama
lain.
Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan perasaan yang setulus-tulusnya penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat:
1.    Drs. HA. Barowi TM, M.Ag. selaku dosen mata kuliah ilmu tasawuf
2.    Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
Semoga besar pahala yang diberikan Allah SWT. Kepada mereka sehingga semua
pengorbanan dan budi pekerti baiknya bernilai ibadah disisi-Nya.
Akhir kata hanya kepada Allah tempat penulis kembalikan semuanya.Serta  berserah diri,
mohon ampun dan petunjuk-Nya. Amin.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................i
1.    BAB I
Pendahuluan:
A.    Latar belakang.................................................................................1
B.    Rumusan masalah............................................................................1
C.    Tujuan penulisan..............................................................................1

2.    BAB II
PEMBAHASAN:

1.    Pengertian syukur......................................................................2


2.    Cara mensyukuri nikmat dan karunia Allah..............................4
3.    Hikmah dari bersyukur..............................................................5
4.    Sebab-sebab kurang bersyukur..................................................7

3.     BAB III


PENUTUP:
A.    Kesimpulan..................................................................................11
B.    Saran ...........................................................................................11
C.    Penutup........................................................................................11

4.    DAFTAR PUSTAKA.....................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
    Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab.  Kata ini  dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah 
(menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
    
    Pengertian   kebahasaan   ini  tidak  sepenuhnya  sama  dengan pengertiannya menurut asal
kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.
    
    Dalam   Al-Quran   kata  "syukur"  dengan  berbagai  bentuknya ditemukan sebanyak enam
puluh empat  kali.  Ahmad  Ibnu  Faris dalam  bukunya  Maqayis Al-Lughah menyebutkan
empat arti dasar dari kata tersebut yaitu,
1.    Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau
puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda
yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan
ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuh barwaqah). Barwaqah adalah
sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
2.    Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat
asy-syajarat.
3.     Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
4.     Pernikahan, atau alat kelamin.
Untuk lebih jelasnya maka, akan kami bahas dalam pembahasan selanjutnya pada bab-bab
berikutnya.

B.    Rumusan masalah


1.    Jelaskan pengertian syukur?
2.    Jelaskan bagimana cara kita mensyukuri nikmat dan karunia Allah?
3.    Jelaskan hikmah bagi orang-orang yang mau bersukur? 
4.    Jelaskan sebab orang kurang bersyukur?

C.    Tujuan penulisan


1.    Agar mengetahui pengertian syukur.
2.    Agar mengetahui cara mensyukuri nikmat dan karunia Allah.
3.    Agar mengetahui hikmah dari bersyukur.
4.    Agar mengetahui sebab-sebab kurang bersyukur.

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian syukur
Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa syukuran yang berarti
berterima kasih keapda-Nya .Bila disebut kata asy-syukru, maka artinya ucapan terimakasih,
syukranlaka artinya berterimakasih bagimu, asy-syukru artinya berterimakasih, asy-syakir
artinya yang banyak berterima kasih .
Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara, yaskuru, syukran
dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya . Syukur berasal dari kata
syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya . 
 Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta
mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan
dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan. 
Dalam kamus besar Bahasa indonesia, memiliki 2 arti:
1.    Rasa berterima kasih kepada allah.
2.    Untunglah atau merasa lega senang dll.
Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu sebagai berikut disertai
penafsirannya masing-masing.
1.    Surah al-Furqan, ayat 62 
‫ش ُكورً ا‬ ُ َ‫ار خ ِْل َف ًة لِ َمنْ َأ َرا َد َأنْ َي َّذ َّك َر َأ ْو َأ َراد‬
َ ‫وه َُو الَّذِي َج َع َل اللَّ ْي َل َوال َّن َه‬  
َ
artinya:
“Dan Dia(pula)yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur ”. (QS. Al-Furqan: 62).
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah telah menjadikan malam dan
siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi orang yang hendak mengambil
pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri
nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan
kehidupan akhirat maka dia akan kehilangan waktu untuk melakukan-Nya. Jadi arti syukur
menurut al-Maragi adalah mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya
dengan mengingat limpahan karunia-Nya.
Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur dengan mengingat-Nya.
Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-
Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa syukur adalah bersyukur
atas segala nikmat Rabb yang telah dilimpahkan-Nya pada waktu itu.
Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur adalah bersyukur atas
segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan memikirkan tentang ciptaan-Nya.
2.    Surah Saba, ayat :13 
َ ‫ش ْكرً ا َو َقلِي ٌل مِنْ عِ َباد‬
‫ِي ال َّش ُكو ُر‬ ُ ‫ت اعْ َملُوا َآ َل دَاوُ و َد‬ ٍ ‫ور َراسِ َيا‬ ٍ ‫ب َوقُ ُد‬ ِ ‫ان َك ْال َج َوا‬
ٍ ‫يب َو َت َماثِي َل َو ِج َف‬ َ ُ‫َيعْ َمل‬
ِ ‫ون لَ ُه َما َي َشا ُء مِنْ َم َح‬
َ ‫ار‬
artinya:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang
Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang
tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).
dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba: 13).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia anugrahkan kepada
Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as untuk membuat istana-istana
yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga, kaca dan pualam. Juga piring-piring
besar yang cukup untuk sepuluh orang dan tetap pada tempatnya, tidak berpindah tempat.
Allah berkata kepada mereka “agar mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia
limpahkan kepada kalian”.
Kemudian Dia menyebutkan tentang sebab mereka diperintahkan bersyukur yaitu
dikarenakan sedikit dari hamba-hamba-Nya yang patuh sebagai rasa syukur atas nikmat Allah
swt dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai kehendak-Nya.
Menurut al-Maragi arti kata asy-Syukurdi atas adalah orang yang berusaha untuk bersyukur.
Hati dan lidahnya serta seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa syukur dalam bentuk
pengakuan, keyakinan dan perbuatan. Dan ada pula yang menyatakan asy-syukur adalah
orang yang melihat kelemahan dirinya sendiri untuk bersyukur.
Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy-syukur adalah berterima kasih atas
segala pemberian dari Tuhan yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy
dan Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa rasa
syukurnya itu dilakukan dengan taat menjalankan perintah-Nya.
3.    Surah al-Insan, ayat 9 
ُ ‫ِإ َّن َما ُن ْط ِع ُم ُك ْم ل َِوجْ ِه هَّللا ِ اَل ُن ِري ُد ِم ْن ُك ْم َج َزا ًء َواَل‬
‫ش ُكورً ا‬
artinya:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.
(QS. Al-Insaan: 9)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak meminta dan mengharapkan dari kalian balasan dan
lain-lainnya yang mengurangi pahala, kemudian Allah memperkuat dan menjelaskan lagi
bahwa Dia tidak mengharapkan balasan dari Hamba-Nya, dan tidak pula meminta agar kalian
berterimakasih kepada-Nya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah
bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang
diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun
perbuatan.

2.    Cara mensyukuri nikmat dan karunia Allah.


Rasulullah shollallahu Alaihi Wa Sallam dikenal sebagai abdan syakuura (hamba Allah yang
banyak bersyukur). Setiap langkah dan tindakan beliau merupakan perwujudan rasa
syukurnya kepada Allah.Suatu ketika Nabi memegang tangan Muadz bin Jabal dengan mesra
seraya berkata :
“Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu”. Beliau melanjutkan
sabdanya, “Wahai Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap sehabis
shalat berdo’a : Allahumma a’innii `alaa dzikrika wa syukrika wa husni `ibaadatika (Ya
Allah,tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik
dalam beribadat kepada-Mu)”.
Mengapa kita perlu memohon pertolongan Allah dalam berdzikir dan bersyukur ? ., Tanpa
pertolongan dan bimbingan Allah amal perbuatan kita akan sia-sia. Sebab kita tidak akan
sanggup membalas kebaikan Allah kendati banyak menyebut asma Allah; Menyanjung,
memuja dan mengaungkan-Nya. Lagi pula, hakikat syukur bukanlah dalam mengucapkan
kalimat tersubut, kendati ucapan tersebut wajib dilakukan sebanyak-banyaknya.
Al Junaid seorang sufi, pernah ditanya tentang Makna (hakikat) syukur. Dia berkata, “Jangan
sampai engkau menggunakan nikmat karunia Allah untuk bermaksiat kepada-Nya”.
 Kita taat dengan menggunakan karunia dan izin Allah. Bahkan ketaatan itu sendiri
merupakan karunia dan hidayah Allah. Sebaliknya, seseorang yang melakukan maksiat pun
sudah pasti dengan menyalahgunakan nikmat Allah dan akibat kesalahannya sendiri.
Ketika kita menerima pemberian Allah kita memuji-Nya, tetapi ini sama sekali belum
mewakili kesyukuran kita. Pujian yang indah dan syahdu saja belum cukup, dia baru
dikatakan bersyukur bila diwujudkan dalam bentuk amal shaleh yang diridhai Allah.
Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata, “Perumpamaan orang yang memuji syukur kepada
Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur dengan ketaatannya, sama halnya dengan
orang yang berpakaian hanya mampu menutup kepala dan kakinya, tetapi tidak cukup
menutupi seluruh tubuhnya. Apakah pakaian demikian dapat melindungi dari cuaca panas
atau dingin ?”
Syukur sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja
Nyata.
Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah. 
1.    bersyukur dengan hati nurani. Kata hati alias nurani selalu benar dan jujur. Untuk itu,
orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari
banyaknya nikmat Allah. Dengan detak hati yang paling dalam, kita sebenarnya mampu
menyadari seluruh nikmat yang kita peroleh setiap detik hidup kita tidak lain berasal dari
Allah. Hanya Allahlah yang mampu menganugerahkan nikmat-Nya.
2.    Bersyukur dengan ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang
paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah. Dalam sebuah
hadis, Rasulullah bersabda, ``Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10
kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan,
barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.
3.    Bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang
diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif. Menurut
Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang harus dimaksimalkan untuk bersyukur.
Antara lain, mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki. Seluruh anggota ini
diciptakan Allah sebagai nikmat-Nya untuk kita. Lidah, misalnya, hanya untuk mengeluarkan
kata-kata yang baik, berzikir, dan mengungkapkan nikmat yang kita rasakan. Allah
berfirman, ``Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur).`` (QS Aldhuha [93]: 11).

3.    Hikmah bagi orang-orang yang mau bersukur


Adapun hikmah bagi orang bersyukur sangat banyak diberikan oleh Allah swt, bahkan Allah
sangat mengetahui tanda-tanda orang yang bersyukur. balasan yang diberikan Allah di dunia
dan diakhirat. Ada banyak ayat-ayat al-qur’an yang memaparkan tentang apa yang akan
diperoleh atau didapatkan bagi orang yang beryukur, diantaranya seperti dalam surat Ali-
Imran ayat 144 dan 145 sbb : ‘’ Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, yang
sebelumnya telah berlalu beberapa orang Rasul. Apakah jika wafat atau terbunuh kamu
berbalik kebelakang. Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka tidaklah ia memberi
mudarat kepada  Allah sedikitpun, dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang
yang bersyukur. setiap diri tidaklah akan mati kecuali seizin Allah sebagai ketentuan yang
telah ditetapkan waktunya. Barang siapa yang menghendaki pahala dunia, Kami akan
memberikan itu kepadanya dan barang siapa yang menghendaki pahala diakhirat, Kami
berikan pula kepadanya dan Kami akan memberi balasan bagi orang-orang yang
bersyukur.’’(Ali-Imran: 144-145) .   ‘’ Barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.’’ ( Lukman : 12). Ayat ini
merupakan Makiyah, tema utamanya adalah mengajarkan ajakan kepada tauhid dan
kepercayaan akan niscaya Kiamat serta pelaksanaan prinsip-prinsip dasar agama. Adapun
tafsiran ayat-ayat diatas menunjukan al-qur’an yang penuh hikmah dan Muhsin yang
menerapkan hikmah dalam kehidupanya, serta orang-orang kafir yang bersikap sangat jauh
dari hikmah kebijaksanaan. Dan sesungguhnya Kami Yang Maha Perkasa dan Bijaksana
telah menganugerahkan dan mengajarkan juga mengilhami hikmah kepada Lukman,  ‘’
Bersyukurlah Kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah , maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur
yakni yang tidak bersyukur, maka akan merugi adalah dirinya sendiri. Dia sedikit pun tidak
merugikan allah, sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena
sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak butuh kepada apapun, Lagi Maha Terpuji oleh
Makhluk di langit dan di bumi.’’ Kata syukur yang berasal dari kata syakara berarti pujian
atas kebaikan serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan
menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai
dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan
untuk memuji-Nya dengan mengfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan
penganugerahnya, ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh
penganugerahnya, sehingga penggunaannya mengarah sekaligus menunjuk penganugerah.
Tentu saja untuk maksud ini,yang bersyukur perlu mengenal siapa penganugerahnya (Allah
swt) mengetahui nikmat yang dianugerahkan kepadanya, serta fungsi dan cara menggunakan
nikmat itu sebagaimana yang dikehendaki-Nya, sehingga yang dianugerahkan nikmat itu
benar-benar menggunakan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Peangugerah. Hanya
dengan demikian, anugerah dapat berfungsi sekaligus menunjuk kepada Allah, sehingga ini
pada giliranya mengantar kepada pujian kepada-Nya yang lahir dari rasa kekaguman atas
diri-Nya dan kesyukuran atas anugerah-Nya. Firmannya :usykur lillah adalah hikmah itu
sendiri yang  dianugerahkan kepadanya itu. Dari kata ‘’ Bersyukurlah kepada Allah.’’
Sedangkan menurut Al-Biqa’I yang menulis bahwa ‘’Walaupun dari segi redaksional ada
kalimat Kami katakana kepadannya, tetapi makna akhirnya adalah Kami anugerahkan
kepadanya syukur.’’ Sayyid Qutub menulis bahwa ‘’ Hikmah, kandungan dan
konsekuensinya adalah syukur kepada Allah.’’ Bahwa hikmah adalah syukur, karena dengan
bersyukur seperti diatas, seseorang mengenal Allah dan mengenal anugerah-Nya. Dengan
mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh kepada-Nya, dan dengan mengenal dan
mengetahui fungsi anugerah-Nya, seseorang akan memiliki pengetahuan yang benar lalu atas
dorongan kesyukuran itu, ia akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya,
sehingga amal yang lahir adalah amal yang tepat pula .‘’ Dan tanah yang baik , tanaman-
tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah yang tidak subur, tanaman-tanaman yang
tidak subur, tanaman-tanaman hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulanngi tanda-
tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.’’ (Al-A’raf : 58)  ‘’(Dan
demikianlah telah Kami uji) Kami telah coba (sebagian mereka dengan sebagian lainnya)
yakni orang yang mulia dengan orang yang rendah, orang yang kaya dengan orang yang
miskin, untuk Kami lombakan siapakah yang berhak paling dahulu keimanan, (supaya
mereka berkata: ) orang-orang yang  mulia dan orang-orang kaya yaitu mereka yang ingkar
(‘’Orang-orang semacam inikah) yakni orang miskin (diantara kita yang diberi anugerah oleh
Allah kepada Mereka???’’) hidayah artinya jika apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang
miskin dan orang-orang rendahan itu dinamakan hidayah, niscaya orang-orang mulia dan
orang-orang kaya itu tidak akan mampu mendahuluinya.(’’Tidaklah Allah lebih mengetahui
orang-orang yang bersyukur (Kepada)Nya.’’) Kepada-Nya, lalu Dia memberikan hidayah
kepada mereka. Memang betul. (Al-An’am : 53). Ayat ini termasuk ayat Makiyah.
Berdasarkan asbabun nuzul ayat ini diturunkan berkenaan enam orang periwayat tentang
Abdullah Ibnu Mas’ud dan empat orang lainnya. Mereka (kaum musyrikin) berkata kepada
kepada Rasulullah saw : ‘’Usirlah mereka (yakni para pengikut Nabi) sebab kami merasa
malu menjadi pengikutmu seperti mereka.’’ Akhirnya hamper saja Nabi saw terpengaruh oleh
permintaan mereka,akan tetapi sebelum terjadi Allah swt menurunkan Firman-Nya : ‘’Dan
janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya s/d Firman-Nya : ‘’
Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya) .   ‘’
Dan (ingatlah juga), tatkala tuhan mu mema’lumkan : ‘’ Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepada mu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-ku)
maka sesungguhnya azabku sangat pedih.’’ (Ibrahim : 7). 
4.    Sebab-sebab kurang bersyukur.
Allah menyebutkan dalam kitab-Nya, bahwa makhluk tidak akan mampu menghitung
nikmat-nikmatNya kepada mereka. Allah befirman:

“Dan seandainya kalian menghitung nikmat Alloh, kalian tidak akan (mampu)
menghitungnya.” (an-Nahl: 18)
Maknanya, mereka tidak akan mampu bersyukur atas nikmat-nikmat Allah dengan cara yang
dituntut. Karena orang yang tidak mampu menghitung nikmat Allah, bagaimana mungkin dia
akan mensyukurinya?
Barangkali seorang hamba tidak dikatakan menyepelekan jika dia mengerahkan segenap
usahanya untuk bersyukur, dengan mewujudkan ubudiyah (penghambaan) kepada Alloh,
Robb semesta alam, sesuai dengan firmanNya,

“Maka bertakwalah kalian kepada Alloh, menurut kemampuan kalian.” (at-Taghobun: 16)
Sikap meremehkan yang kami maksudkan adalah, jika seorang manusia senantiasa berada
dalam nikmat Allah siang dan malam, ketika safar maupun mukim, ketika tidur maupun
terjaga, kemudian muncul dari perkataan, perbuatan dan keyakinannya sesuatu yang tidak
sesuai dengan sikap syukur sama sekali. Sikap peremehan inilah yang kita ingin mengetahui
sebagian sebab-sebabnya. Kemudian kita sampaikan obatnya dengan apa yang telah Allah
bukakan. Dan taufiq hanyalah di tangan Allah.
Di antara sebab-sebab ini:
1.     Lalai dari nikmat Allah.
Sesungguhnya banyak manusia yang hidup dalam kenikmatan yang besar, baik nikmat yang
umum maupun khusus. Akan tetapi dia lalai darinya. Dia tidak mengetahui bahwa dia hidup
dalam kenikmatan. Itu karena dia telah terbiasa dengannya dan tumbuh berkembang padanya.
Dan dalam hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan selain kenikmatan. Sehingga dia
menyangka bahwa perkara (hidup) ini memang seperti itu saja. Seorang manusia jika tidak
mengenal dan merasakan kenikmatan, bagaimana mungkin dia mensyukurinya? Karena
syukur, dibangun di atas pengetahuan terhadap nikmat, mengingatnya dan memahami bahwa
itu adalah nikmat pemberian Alloh kepadanya.
Sebagian salaf berkata, “Nikmat dari Alloh untuk hambaNya adalah sesuatu yang majhulah
(tidak diketahui). Jika nikmat itu hilang barulah dia diketahui.” [Robii’ul Abror
4/325].Sesungguhnya banyak manusia di zaman kita ini senantiasa berada dalam kenikmatan
Allah, mereka memenuhi perut mereka dengan berbagai makanan dan minuman, memakai
pakaian yang paling indah, bertutupkan selimut yang paling baik, menunggangi kendaraan
yang paling bagus, kemudian mereka berlalu untuk urusan mereka tanpa mengingat-ingat
nikmat dan tidak mengetahui hak bagi Allah. Maka mereka seperti binatang, mulutnya
menyela-nyela tempat makanan, lalu jika telah kenyang dia pun berlalu darinya. Dan
semacam ini pantas bagi binatang.
Jika kenikmatan telah menjadi banyak dengan mengalirnya kebaikan secara terus-menerus
dan bermacam-macam, manusia akan lalai dari orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat
itu. Dia menyangka bahwa orang lain seperti dia, sehingga tidak muncul rasa syukur kepada
Pemberi nikmat. Oleh karena itu, Alloh memerintahkan hambaNya untuk mengingat-ingat
nikmatNya atas mereka – sebagaimana telah dijelaskan. Karena mengingat-ingat nikmat akan
mendorong seseorang untuk mensyukurinya. Allah berfirman:
Yang artinya:
“Dan ingatlah nikmat Alloh padamu, dan apa yang telah diturunkan Alloh kepadamu, yaitu
al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Alloh memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkanNya itu.” (al-Baqarah: 231)

2.    Kebodohan terhadap hakikat nikmat


Sebagian orang tidak mengetahui nikmat, tidak mengenal dan tidak memahami hakikat
nikmat. Dia tidak tahu bahwa dirinya berada dalam kenikmatan, karena dia tidak mengetahui
hakikat nikmat. Bahkan mungkin dia memandang pemberian nikmat Allah kepadanya sangat
sedikit sehingga tidak pantas untuk dikatakan sebagai kenikmatan. Maka orang yang tidak
mengetahui nikmat, bahkan bodoh terhadapnya, tidak akan bisa mensyukurinya.
Sesungguhnya ada sebagian manusia yang jika melihat suatu kenikmatan diberikan
kepadanya dan juga kepada orang lain, bukan kekhususan untuknya, maka dia tidak
bersyukur kepada Allah. Karena dia memandang dirinya tidak berada dalam suatu
kenikmatan selama orang lain juga berada pada kenikmatan tersebut. Sehingga banyak orang
yang berpaling dari mensyukuri nikmat Allah yang sangat besar pada dirinya yang berupa
anggota badan dan indera, dan juga nikmat Allah yang sangat besar pada alam semesta ini.
Ambilah sebagai contoh, nikmatnya penglihatan. Ini merupakan nikmat Allah yang sangat
agung yang banyak dilalaikan oleh manusia. Siapakah yang mengetahui kenikmatan ini,
memperhatikan haknya dan menyukurinya? Alangkah sedikitnya mereka itu. Seandainya
seseorang mengalami kebutaan, lalu Allah mengembalikan penglihatannya dengan suatu
sebab yang Allah takdirkan, apakah dia akan memandang penglihatannya pada keadaan yang
kedua ini sebagaimana kelalaiannya terhadap yang pertama? Tentu tidak, karena dia telah
mengetahui nilai kenikmatan ini setelah dia kehilangan nikmat tersebut. Maka orang ini
mungkin akan bersyukur kepada Allah atas nikmat penglihatan ini, akan tetapi dengan cepat
dia akan melupakannya. Dan ini adalah puncak kebodohan, karena rasa syukurnya
bergantung kepada hilang dan kembalinya nikmat tersebut. Padahal sesuatu (kenikmatan)
yang langgeng lebih berhak disyukuri dari pada (kenikmatan) yang kadang-kadang terputus.
[Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hlm 288].
3.    Pandangan sebagian manusia kepada orang yang berada di atasnya
Jika seorang manusia melihat kepada orang yang diatasnya, yaitu orang-orang yang diberi
kelebihan atasnya, dia akan meremehkan karunia yang Allah berikan kepadanya. Sehingga
dia pun kurang dalam melaksanakan kewajiban syukur. Karena dia melihat bahwa apa yang
diberikan kepadanya adalah sedikit, sehingga dia meminta tambahan untuk bisa menyusul
atau mendekati orang yang berada diatasnya. Dan ini ada pada kebanyakan manusia. Hatinya
sibuk dan badannya letih dalam berusaha untuk menyusul orang-orang yang telah diberi
kelebihan atasnya berupa harta dunia. Sehingga keinginannya hanyalah untuk mengumpulkan
dunia. Dia lalai dari bersyukur dan melaksanakan kewajiban ibadah, yang sebenarnya dia
diciptakan untuk hal tersebut (ibadah).
Telah datang suatu hadits dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang
diberi kelebihan atasnya dalam masalah harta dan penciptaan, hendaknya dia melihat kepada
orang yang lebih rendah darinya, yang dia telah diberi kelebihan atasnya.” [Riwayat Muslim
(2963) dan lihat Jami’ul Ushul (10/142)]
4.     Melupakan masa lalu
Di antara manusia ada yang pernah melewati kehidupan yang menyusahkan dan sempit. Dia
hidup pada masa-masa yang menegangkan dan penuh rasa takut, baik dalam masalah harta,
penghidupan atau tempat tinggal. Dan tatkala Allah memberikan kenikmatan dan karunia
kepadanya, dia enggan untuk membandingkan antara masa lalunya dengan kehidupannya
sekarang agar menjadi jelas baginya karunia Robb atasnya. Barangkali hal itu akan
membantunya untuk mensyukuri nikmat-nikmat itu. Akan tetapi dia telah tenggelam dalam
nikmat-nikmat Allah yang sekarang dan telah melupakan keadaannya terdahulu. Oleh karena
itu engkau lihat banyak orang yang telah hidup dalam kemisinan pada masa-masanya yang
telah lalu, namun mereka kurang bersyukur dengan keadaan mereka yang engkau lihat
sekarang ini.
Setiap manusia wajib untuk mengambil pelajaran dari kisah yang ada dalam hadits shohih
[Hadits panjang dari Abu Huroiroh, “Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Isroil,
orang yang punya penyakit kusta, orang yang botak dan orang yang buta...” diriwayatkan
oleh al-Bukhori (3277) dan Muslim (2946)] (yang maknanya).
Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Isroil yang ingin Alloh uji. Mereka adalah
orang yang punya penyakit kusta, orang yang botak dan orang yang buta. Maka ujian itu
menampakkan hakikat mereka yang telah Allah ketahui sebelum menciptakan mereka.
Adapun orang yang buta, maka dia mengakui pemberian nikmat Allah kepadanya, mengakui
bahwa dahulu dia adalah seorang yang buta lagi miskin, lalu Allah memberikan penglihatan
dan kekayaan kepadanya. Dia pun memberikan apa yang diminta oleh pengemis, sebagai
bentuk syukur kepada Allah. Adapun orang yang botak dan orang yang berpenyakit kusta,
mereka mengingkari kemiskinan dan buruknya keadaan mereka sebelum itu. Keduanya
berkata tentang kekayaan itu, ‘Sesungguhnya aku mendapatkannya dari keturunan.
Inilah keadaan kebanyakan manusia. Tidak mengakui keadaannya terdahulu berupa
kekurangan, kebodohan, kemiskinan dan dosa-dosa, (tidak mengakui) bahwasanya Allah lah
yang memindahkan dia dari keadaannya semula kepada kebalikannya, dan memberikan
kenikmatan tersebut.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam sebuah hadist dikatakan :
`Sungguh aneh perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan ia bersabar dan ketika diberi
nikmat ia bersyukur`
Syukur berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga dalam ibadah dan amal perkataan.
Agar dapat bersyukur diperlukan:
1. Ilmu
2. Kondisi spiritual
3. Amal perbuatan
Pemberi segala nikmat adalah ALLAH, namun seringkali kita menganggap bahwa semua itu
karena diri sendiri dan mengenyampingkan Allah. Bersyukur bukan tentang nikmat yang
diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi nikmat itu sendiri. Kita memberikan kegembiraan
kita kepada pemberi nikmat akan nikmat tsbt. Namun seringkali syukur kita masih
ditempatkan kepada nikmat & pemberian nikmat tsbt, bukan kepada ALLAH.

B.    Saran
Syukur sejati terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja
Nyata. Jadi sudah sepatutnyalah kita untuk selalu bersyukur bahkan dalam keadaan sakit pun.
Kita sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan rasa syukur. Dan semoga kita dapat
dengan mudah menyatakan rasa syukur kita kepada Allah. Muda-mudahan dengan meningkat
rasa syukur, nikmat kita akan bertambah.
Dalam makalah ini pastilah jauh dari kesempurnaan berangkat dari itu kritik dan saran dari
bapak dosen sunguh teramat penting bagi kami guna untuk membangun mental kami,
membangun semangat dan kualitas kami didalam kami berkarya bisa lebih baik dan lebih
baik ari hasil saat ini yang telah kami peroleh.
C.    Penutup 
    Alhamdulillahirobbil aalamin segala puji rahmat kehadirat-Nya yang telah milimpahkan
berjuta rahmat kepada kami semua sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ilmiah kami
yaitu makalah yang telah bapak tugaskan kepada kami, semoga apa yang kami tulis ini
bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para kaula muda (Agen Of Cheng) agar mampu
menerapkan dan mengamalkan dalam kinerja yang riel dimasyarakat,karna banyak sekali
ketimpangan dan kesalah fahaman persepsi-persepsi yang terjadi dalam masyarakat modern
ini,semoga atas terselesaikanya tugas ini kami tidak hanya menulisnya saja akan tetapi kami
benar-benar mampu mengimplementasikanya,inilah yang dapat kami sampaikan kurang
lebihnya mohon maaf

DAFTAR PUSTAKA
    
Ahmad warson al-munawwir. kamus al-munawwir Arab-Indonesia,(Surabaya pustaka
progresif,1984), hal 785-786.

Mahmud yunus, Kamus Arab-Indonesia,(Jakarta:Hidakarya Agung,1972) hal 201.

Departemen Agama RI, Alquran dan terjemah,(Jaakarta: Intermass 1992) hal 409.

Imam Jalaludin Al-mahalli & Imam Jalaludin As-suyuthi, 1996, Tafsir Jalalalain Berikut
Asbabun Nuzul, Surat AL-Fatihah s-d surat al-an’am, bandung: sinar baru al-gensindo,
hal:399

M.Quraish shihab,2002,tafsir al-misbah:pesan, kesan dan keserasian al-qur’an, jakarta:lentera


hati, surat lukman: 12 hal:120

Imam jalaluddin al-mahalli & imam jalaluddin as-suyuthi, 1996, tafsir jalalin berikut
asbabunnuzul,surat al-fatihah s-d surat al-an’am, Bandung: sinar baru algesindo:555

MAKALAH PENGERTIAN SYUKUR, PEMBAGIAN, KOMPONEN, KEUTAMAAN, URGENSI,


BAHAYA KUFUR NIKMAT, DAN MENANAMKAN SYUKUR DALAM DIRI
PENGERTIAN SYUKUR, PEMBAGIAN, KOMPONEN, KEUTAMAAN, URGENSI, BAHAYA KUFUR
NIKMAT, DAN MENANAMKAN SYUKUR DALAM DIRI

KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok yang diberikan oleh Bapak Amin Efendi, M.Pd.I  selaku dosen
pengempu mata kuliah Akhlak 1.
            Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan
masukan dari berbagai pihak,untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak,yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.
            Kami mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah
ini.Karena kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari harapan dari dosen pengempu,maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
            Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami
khususnya,serta kepada semua pembaca umumnya untuk kemajuan pengatahuan
khususnya pada bidang pendidikan.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Allah sangat sayang terhadap makhluk ciptaan- Nya ini. Bumi dihamparkannya dengan
tanaman, udara yang bersih, hewan peliharaan, ada air sungai, danau, lautan dan gunung
yang sarat dengan rahasia, semuanya dikhidmatkan dan diperuntukan bagi kelangsungan
kehidupan manusia.         
Hamba yang baik dan senantiasa memelihara kedekatanya dengan Allah SWT lalu berusaha
mensyukuri setiap nikmat dan karunia Allah SWT, niscaya akan Allah beri sesuatu yang lebih
bernilai dan bermanfaat, baik berupa kenikmatan dan keberkahan hdup di dunia maupun di
akhirat. Sebaliknya, jika ia menelantarkan rasa syukur kepada Allah, maka Dia akan
mencabut nikmat tersebut dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih buruk sebagai
bentuk azab atas kufur nikmat.
Kenikmatan akan senantiasa langgeng dengan disyukuri, bahkan terus bertambah dan tidak
pernah putus hingga rasa syukur terhenti. Kenikmatan apapun bentuknya merupakan
karunia Allah yang harus disyukuri.
Manusia secara kodrati memang tidak pernah puas. Jika diberi segunung emas, dia akan
minta dua buah gunung. Demikian seterusnya, maka kapan ia puas? Kapan ia bersyukur.
Disinilahpentingnya menanamkan sifat syukurkepada diri dan anak didik kita.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian, pembagian dam komponen syukur?
2.      Bagaimana keutamaan dan urgensi syukur?
3.      Bagaimana bahayasyukur dan cara menanamkan syukurdalam diri?
C.    Tujuan
1.         Untuk mengetahuai pengertian, pembagian dan komponen sukur.
2.         Untuk mengetahui bagaimana keutamaan dan urgensi syukur.
3.         Untuk mengetahui bahaya syukur dan cara menanamkan syukur dalam diri.

BAB II
PEMBAHASAN

     A. Pengertian, Pembagian Dan Komponen syukur


         Pengertian syukur
            Syukur adalah memuji dzat yang memberi kenikmatan atas limpahan kebaikan yang
dianugrahkan. Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran, yang berarti
berterimakasih kepada-Nya. Menurut kamus Arab-Indonesia, kata syukur diambil dari kata
syakara,yaskuru,syukran dan tasyakara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya. Syukur
dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya.[1]
            Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormai serta
mengagungkan Tuhan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan,
dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan dengan perbuatan. Ada tiga ayat tentang
pengertian syukur yaitu:
1)      Surah al-furqan: 62  
‫ار ِخ ْلفَةًلِ َم ْنَأ َرا َدَأ ْنيَ َّذ َّك َرَأوْ َأ َرا َد ُش ُكورًا‬
َ َ‫َوهُ َوالَّ ِذي َج َعاَل للَّ ْيلَ َوالنَّه‬
“Dan Dia(pula)yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur ”.
2)      surah saba: 13

ٍ ‫اريبَ َوتَ َماثِيلَ َو ِجفَانٍ َك ْال َج َوابِ َوقُد‬


‫ُور َرا ِسيَاتٍا ْع َملُواَآلَدَا ُوو َد ُش ْكرًا َوقَلِيلٌ ِم ْن ِعبَا ِديَال َّش ُكو ُر‬ ِ ‫يَ ْع َملُونَلَهُ َمايَ َشا ُء ِم ْن َم َح‬
artinya:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang
Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang
tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).
dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”.
3)      Surah al-Insan: 9
ْ ُ‫ِإنَّ َمان‬
‫ط ِع ُم ُك ْملِ َوجْ ِهاللَّ ِهاَل نُ ِري ُد ِم ْن ُك ْم َجزَ ا ًء َواَل ُش ُكورًا‬

artinya:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih”.

·         Pembagian dan komponen syukur


Al-Raghib membagi syukur kepada tiga macam:
1)      (Al-lisan), bersyukur dengan lisan. Orang yang bersyukur akan senantiasa memuji
Tuhannya. Mengucapkan hamdlah jika mendapat nikmat, beristighfar jika melakukan
kesalahan, mengucapkan subhannallah jika melihat ciptaan-Nya. Sehingga bentuk syukur
dengan lisan adalah dengan memuji sang pemberi nikmat yaitu Allah SWT.
2)      (Syukur al-Qalb), bersyukur dengan hati. Maksudnya adalah mengingat dan
menggambarkan kenikmatan itu semata karena anugerah Allah SWT yang maha Kuasa.
Ditambah dengan menampakkan kecintaan dan pengagungan kepada Allah SWT yang maha
pemberi nikmat dengan tanpa menyandarkan kenikmatan tersebut kepada kekuatan diri
sendiri.
3)      (Syukr sairi al-Jawarih), syukur anggota badan atau bersyukur denngan amal.
Maksudnya membalas kenikmatan sesuai dengan haknya. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan perbuatan ketaatandan menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat kepada
Allah dan tidak untuk memaksiati Allah.
 Kemudian syukur memiliki tingkatan:
1.      Bersyukur atas sesuatu yang disukai
2.      Bersyukur atas sesuatu yang dibenci
3.      Bersyukur dengan hanya melihat Pemberi nikmat[2]
B.     Keutamaan Syukur Dan Urgensi [3]
1)      Keutamaan syukur dalam al-qur’an
Di dalam al-qur’an, Allah memerintahkan hambanya untuk mengingat dzat-Nya dan
bersyukur atas nikmat-nikmatnya. Sebagaimana firman-Nya pada:

(QS. Al-Baqarah: 152)


“ karena itu, ingatlah kamu kepadaku niscaya Aku ingat pula kepadamu,dan bersyukurlah
kepadaku,dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-ku”
      Allah juga mengaitkan syukur dengan keimanan dan mengatakan bahwa tidak ada alasan
bagi-Nya makhluk bila ia bersyukur dan beriman. Artinya, Allah tidak akn menyiksa umta
manusia bila mereka memenuhi tujun dari penciptaan mereka yaitu bersyukur dan beriman.
Allah berfirman:
 (QS. An-Nisa: 147)
“ mengapa Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui “
2)      Keutamaan Syukur Dalam Sunnah
      Diriwayatkan bahwa Sa’id bin Jubair berkata, “orang yang pertama kali masuk surga
adalah orang yang memuji Allah baik dalam kondisi senang maupun susah.”
Abu Zubair Yahya bin Atharid Al-Quraisy dari ayahnya berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidaklah Allah akan memberi rezeki kepada seorang hamba kemudian ia bersyukur kecuali
rezeki itu akan ditambah” (HR. Ibnu Abu Ad-Dunya), karena Allah berfirman, “sesungguhnya
jika kamu bersyukur,pasti kami akan menambah nikmat kepadamu” (QS. Ibrahim: 7)
3)      Keutamaan Syukur Dalam Atsar Sahabat Dan Generasi Setelahnya
Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepada seorang lelaki dari Hamdzan, “Nikmat itu
terhubung dengan syukur, syukur itu berkait dengan adanya tambahan, dan keduanya
terikat dalam satu ikatan. Tambahan nikkmat dari Allah hanya akan putus bila seorang
hamba putus dari rasa syukur.[4]

C.    Bahaya Kufur Nikmat, Dan menanamkan Syukur Dalam Diri[5]


·         Kufur Nikmat Menyebabkan Rahmat Menjadi Laknat

َ ْ‫وا َم ْك َر هّللا ِ فَالَ يَْأ َمنُ َم ْك َر هّللا ِ ِإالَّ ْالقَوْ ُم ْالخَ ا ِسرُونََأ َولَ ْم يَ ْه ِد لِلَّ ِذينَ يَ ِرثُونَ اَألر‬
‫ض ِمن بَ ْع ِد َأ ْهلِهَا‬ ْ ُ‫َأفََأ ِمن‬
ُ ُ ْ ُ
َ‫ص ْبنَاهُم بِذنُوبِ ِه ْم َونَطبَ ُع َعلَى قلوبِ ِه ْم فَهُ ْم الَ يَ ْس َمعُون‬ ‫َأ‬
َ ‫ن لوْ نَ َشاء‬ َّ ‫َأ‬

"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiada orang
yang merasa aman dari azab Allah kecuali mereka adalah orang-orang yang merugi. Dan
apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai negeri sesudah (lenyap)
penduduknya, bahwa kalau kami menghendaki tentu kami azab mereka karena dosa-
dosanya. Dan kami kunci mati hati mereka, sehingga mereka tidak dapat mendengar
(pelajaran lagi) (QS. Al-A'raaf: 99-100)”
Sebelum turun peringatan itu, Allah 'Azza wa Jalla lebih dulu berjanji akan menurunkan
berkah-Nya dari langit dan dari bumi pada suatu negeri yang masyarakatnya beriman serta
bertaqwa, sebagai sarana pemakmuran dan penentraman kehidupan.
َ‫اوَأحْ ِسن َك َماَأحْ َسن‬ َ َ‫صيبَ َك ِمنَال ُّد ْني‬ َ ‫َوا ْبتَ ِغفِي َماآتَا َكاللَّهُال َّد‬
ِ َ‫اراآْل ِخ َرةَ َواَل تَن َسن‬
ْ ْ َّ
َ‫ضِإنَّاللهَاَل يُ ِحبُّال ُمف ِس ِدين‬ ‫َأْل‬ ْ
ِ ْ‫اللَّهُِإلَ ْي َك َواَل تَب ِْغالفَ َسا َدفِيا ر‬
"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat. Dan janganlan kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia. Dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) yang  telah berbuat baik kepadamu. Jangan berbuat kerusakan
di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan." (QS Al-Qashash: 77).
Dalam hal ini kufurnya nikmat, lalainya manusia terhadap nikmat yang ada dapat
menyebabkan berbagai macam bencana pada diri dan negeri, pada diri misalnya
menyebabkan hancurnya usaha, rumah tangga, dan sebagainya juga pada negeri, tidak
terjaga, lalai, dan serakahnya manusia terhadap nikmat alam dapat menimbulkan banjir,
tanah longsor,kebakaran hutan dan lain sebagainya.
·         Menanamkan syukur dalam diri
caranya agar kita dapat menjadi orang yang senantiasa bersyukur? Kita dapat menjadi
hamba Allah yang mudah bersyukur dengan membiasakan diri melakukan hal-hal berikut ini.
a. Melihat ke bawah untuk urusan duniawi. Dengan melihat ke bawah, kita akan mengetahui
bahwa kita jauh lebih beruntung dan jauh lebih kaya dibandingkan jutaan manusia di muka
bumi ini.Banyak saudara kita yang tidak dapat makan, tidak memiliki tempat tinggal,
menderita penyakit parah, hidup di daerah konflik, atau mengalami musibah bencana alam.
Dibandingkan dengan mereka, bukankah apa yang ada pada diri kita jauh lebih baik? Jadi,
tidak ada alasan kita tidak bersyukur bukan?
b. Selalu mengingat nikmat yang kita terima dari Allah. Kita tidak mungkin dapat
menghitung nikmat yang kita terima dari Allah SWT saking banyaknya nikmat tersebut.
Namun, selalu mengingat sebagian nikmat tersebut akan membawa kita pada rasa syukur.
c. Selalu mengucapkan alhamdulillah. Ucapan alhamdulilllah yang kita ucapkan setiap kali
mendapatkan karunia dari Allah akan mengingatkan kita betapa Allah adalah Maha Pengasih
dan Penyayang, yang selalu memberikan yang terbaik bagi manusia. Ucapann ini akan
mengingatkan kita agar tidak lupa bersyukur.
d. Membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang kita
ucapkan setiap kali menerima kebaikan dari orang akan membiasakan kita untuk senantiasa
bersyukur atas hal baik yang kita terima.
e. Berhenti mengeluh. Ketika menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan, kita kerap
kali tergoda untuk mengeluh. Mulailah mengubah kebiasaan ini. Lebih baik berhenti
mengeluh dan segera produktif berkarya sehingga hasil yang baik akan kita dapat dan kita
pun akan lebih mudah bagi kita untuk bersyukur.
BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari materi diatas dapat di simpulkan bahwa syukur adalah salah satu ungkapan terimakasih
seseorang kepada sang pemberi nikmat, yang dapat di aplikasikan melalui lisan, hati, juga
perbuatan, yang memilik ikeutamaan pada al-qur’an, as-sunnah, dan atsar sahabat. Seorang
yang senantiasa bersyukur niscaya Allah tambah kenikmatannya, sedangkan seorang yang
kufur niscaya Allah ambil kenikmatannya,serta dapat menimbulkan bahaya dan bencana.
     Untuk menanamkan syukur pada diri, maka harus membiasakan diri dengan perbuatan
kebajikan, tidak mengutamakan dunia, senantiasa mengucap hamdalah, tidak mengeluh dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Ulya Ali Ubaid, Sabar dan Syukur, Jakarta: AMZAH ,2012


Karman Supriana, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003
file:///H:/Kiat Ampuh untuk Menjad Pribadi yang Mudah Bersyukur_Renunga Islami.htm

Anda mungkin juga menyukai