Anda di halaman 1dari 3

SUDAHKAH KITA BERSYUKUR ?

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, kita sebagai umat Islam harus menyakini
sesungguhnya segala kebaikan dan kenikmatan yang ada pada kita adalah karunia dari Allah.
Sebagaimana Firman Nya berikut ini :

‫َو َما ِب ُك ْم مِّنْ ِّنعْ َم ٍة َف ِم َن هّٰللا ِ ُث َّم ِا َذا َم َّس ُك ُم الضُّرُّ َف ِا َل ْي ِه َتجْ ـَٔر ُْو ۚ َن‬
Artinya:  “Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka datangnya dari Allah…” (Q.S.
an-Nahl [16]: 53)

Betapa melimpahnya kenikmatan yang Allah berikan kepada kita, yang tidak terhingga
jumlahnya. Allah telah memberikan kita kehidupan, mulai saat kita masih didalam perut ibu
sampai sekarang, nikmat kesehatan yang lebih banyak kita nikmati dibandingkan saat kita
sakit, nikmat makanan, minuman, pakaian, nikmat negeri yang aman dimana kita bisa
melakukan ibadah secara tenang tanpa khawatir adanya bom, penembakan, teror seperti
saudara-saudara kita di luar sana dan masih banyak nikmat yang lainnya. Jika kita berusaha
menghitung nikmat yang Allah yang dikaruniakan kepada kita, niscaya kita tidak akan
mampu menghitungnya. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi…
 
‫َواِ ْن تَ ُع ُّد ْوا< نِ ْع َمةَ هّٰللا ِ اَل تُحْ ص ُْوهَا‬
Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya.” (Q.S. an-Nahl [16]: 18).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, pada hakikatnya kita semua tidak bisa mensyukuri
setiap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Bagaimana mungkin kita bisa mensyukurinya,
menghitunganya saja kita tidak mampu. Sungguh hanya sedikit hamba-Ku yang bersyukur,
Allah berfirman,
‫ي ال َّش ُك ْو ُر‬
َ ‫َوقَلِ ْي ٌل ِّم ْن ِعبَا ِد‬

Artinya: “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (Q.S. Saba’ [34]:
13). Ibnu Katsir berkata, “Yang dikabarkan ini sesuai kenyataan.” Artinya, sedikit sekali
yang mau bersyukur.
Apakah Makna Syukur?

Secara bahasa, “Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas
kebaikannya tersebut”. Atau dalam bahasa Indonesia, bersyukur artinya berterima kasih.
Sedangkan istilah syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnul
Qayyim, “Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui
lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat.
Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan,
berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah”. Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu
enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari
Allah. Semisal Qarun yang berkata,

ْ‫ال اِنَّ َمٓا اُ ْوتِ ْيتُهٗ َع ٰلى ِع ْل ٍم ِع ْن ِد ۗي‬


َ َ‫ق‬ 
 Artinya: “Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang
aku miliki” (Q.S. al-Qashash [28]: 78).

Syukur Merupakan Ibadah.

Hadirin Rahimakumullah, syukur adalah bentuk ibadah kita kepada Allah. Banyak ayat di
dalam al-Qur’an, yang memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur
ini adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Allah berfirman,

‫ࣖ فَ ْاذ ُكر ُْونِ ْٓي اَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوا< لِ ْي َواَل تَ ْكفُر ُْو ِن‬
Artinya: “Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku
dan janganlah kalian ingkar” (Q.S. al-Baqarah [2]: 152). Allah juga berfirman, “Hai orang-
orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu
menyembah” (Q.S. al-Baqarah [2]: 172).

Maka orang yang bersyukur adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan orang yang
enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap
perintah Allah.

Seorang muslim yang sejati itu tidak pernah terlepas dari tiga keadaan. Yang keadaan itu
menunjukkan tanda kebahagiaan baginya, yang pertama yaitu bila dia mendapat nikmat maka
dia bersyukur, yang kedua bila mendapat kesusahan maka dia bersabar, dan yang ketiga bila
berbuat dosa maka dia beristighfar. Jika ketiga keadaan tersebut ada pada seorang muslim
maka insyaAllah dia akan mendapatkan kebahagiaan.

Rasulullah bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya


adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila
mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan
baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu
merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari
Abu Yahya Shuhaib bin Sinan).

INTI SARI

1. Kaum muslimin yang dirahmati Allah, Syukur adalah akhlaq yang mulia, yang muncul
karena kecintaan dan keridho’an yang besar terhadap Sang Pemberi Nikmat. Syukur tidak
akan mungkin bisa terwujud jika tidak diawali dengan keridho’an. Seseorang yang diberikan
nikmat oleh Allah walaupun sedikit, tidak mungkin akan bersyukur kalau tidak ada
keridho’an. Orang yang mendapatkan penghasilan yang sedikit, hasil panen yang minim atau
pendapatan yang pas-pasan, tidak akan bisa bersyukur jika tidak ada keridho’an. Demikian
pula orang yang diberi kelancaran rizki dan harta yang melimpah, akan terus merasa kurang
dan tidak akan bersyukur jika tidak diiringi keridho’an.

2. Maka dari itu kita sebagai orang muslim hendaknya selalu bersyukur dalam kondisi
apapun, dan syukur yang sebenarnya tidaklah cukup dengan mengucapkan “alhamdulillah”.
Syukur tidak hanya dilisan. Namun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan hati, lisan
dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah, “Syukur (yang
sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan.
Bagaimana caranya bersyukur dengan hati?, yaitu dengan  mengakui dan meyakini bahwa
nikmat tersebut semata-mata datangnya dari Allah dan bukan dari selain-Nya, sehingga
muncul kecintaan kita kepada Allah. Kemudian meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di
jalan yang Allah ridhai. Adapun bersyukur dengan lisan adalah dengan memuji dan
menyanjung Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut pada kita dengan
mengatakan “Alhamdulillâh”. Sementara tugasnya anggota badan adalah menggunakan
nikmat tersebut untuk mentaati Dzat yang kita syukuri (yaitu Allah) dan menahan diri agar
jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.

Anda mungkin juga menyukai