Anda di halaman 1dari 15

Dara

KARYA: BINTANG PRADIPTA


DISADUR OLEH ADITYA RAHMAN

JAKARTA
SINOPSIS
Dara: seorang wanita yang memutuskan pergi dari rumah setelah mendapat perlakuan yang
sewenang-wenang dari Bapaknya. Dara bertahan hidup dengan caranya sendiri; menjadi
penyanyi keliling dan tinggal di gubuk dalam kebun terbengkalai pinggiran kampung yang jauh
dari rumah. Kebun terbengkalai itu mempertemukan Dara pada Kunthara, Kala, dan warga
kampung. Dengan hadirnya Dara, kebun itu kembali hidup, merubah kesunyian menjadi
wahana huru-hara penyimpan nafsu yang berujung petaka.

TOKOH

Dara
Kala
Kunthara
Pak RT
Pedagang
Warga 1
Warga 2
Warga 3

PADA MALAM HARI, SEORANG WANITA MEMBAWA KOTAK SUARA BERTULISKAN “PENYANYI
KELILING” BERTEDUH DI WARUNG
Pak RT : Kamu sedang apa di sini?
Dara : Berteduh
Pak RT : Rumahmu di mana?
Dara : Saya tidak punya tempat tinggal tetap.
Pak RT : Mau tinggal di rumah saya?
Dara : Tidak perlu. Saya akan pergi.
Pak RT : Sudah malam. Sebaiknya, kamu tidur di kebun, ada bangunan
kosong di sana
Dara : Di sebrang jembatan ini?
Pak RT : Ya, kamu dapat tinggal di sana, beberapa saat. Biar saya bilang
ke warga kampung bahwa kamu akan menempati bangunan itu.
Dara : Baik, Terima kasih, Pak.
Pak RT : Jika butuh bantuan, jangan sungkan temui saya.
PAK RT KEMBALI KE KAMPUNG
DARA MENEMPATI GUBUK.

ESOK HARI DI WAKTU MALAM. DARA KEMBALI KE GUBUK SETELAH NYANYI KELILING.
KUNTHARA BERDIRI DI DEPAN GUBUK DARA.
Dara : Kamu siapa?
Kunthara : Ah, perkenalkan, Kunthara. Tukang kebun yang bekerja di rumah orang paling
kaya sekampung ini.
Dara : Ada urusan apa dengan saya? Kamu mengikuti saya?
Kunthara : Ya, saya mengikutimu dari kampung. Begini, istri saya bunting. Saya tidak dapat
jatah. Sekarang saya butuh selangkangan.
Dara : Lalu kenapa datang pada saya?
Kunthara : Kamu wanita yang cantik, di kampung ini tak ada Wanita yang lebih cantik
darimu, sungguh. Berapa hargamu?
Dara : Kamu tidak dapat menikmati tubuh saya. Lebih baik kamu pergi sekarang!
Cepat!
Kunthara : Saya membayar, tidak secara cuma-cuma. Kamu akan dapat uang. Bagaimana?
Tunggu sebentar, saya akan kembali membawa uang.

KUNTHARA PERGI.
KUNTHARA KEMBALI KE GUBUK DARA.
Kunthara : Bagaimana? kamu menunggu saya, kan?
Dara : Saya tidak menjual tubuh saya. Tapi jika kamu memaksa, silakan, tentunya kita
lakukan dengan terhormat. Karena saya punya beberapa persyaratan yang harus
kamu patuhi.
Kunthara : Syarat?
Dara : Ya, Syarat. Pertama, kamu harus menggunakan pengaman. Kedua, saya tidak
mau mengulum kemaluan dan kemaluan saya dikulum. Ketiga, saya tidak mau
dicium dan mencium. Keempat, saya tidak mau kamu tidur di atas tubuh saya
dan saya tidak mau tidur di atas tubuhmu. Terakhir, kita hanya melakukan satu
kali permainan, tidak lebih.
Kunthara : Pelacur rendahan sepertimu tidak pantas mengajukan persyaratan!
Dara : Jangan panggil saya pelacur! Saya penyanyi keliling. Pekerjaan kita sama-sama
rendah. Meski begitu kamu dan saya pun sama-sama manusia.
Kunthara : Jangan banyak bicara, sebaiknya kamu nikmati saja permainan kita.

TARSO MENCARI KUNTHARA KE KEBUN.


Tarso : Kun.. Kun.. Itu kau bukan? Ayo ronda! Suruh ronda di kampung, malah ke
kebun.
KUNTHARA MENINGGALKAN DARA.
Dara : Bangsat! Dasar pemerkosa! Saya memang penyanyi keliling. Tidak semua
penyanyi keliling melacur. Saya punya harga diri.
Bapak, lelaki itu seperti Bapak. Lelaki itu pantas mendapatkan ini
DARA MENGELUARKAN SURAT.

DI SAMPING JEMBATAN PAGI HARI, WARUNG DIBUKA.


KALA DUDUK DI DEPAN WARUNG. DARA BERNYANYI MENGHAMPIRI KALA, MEREKA BERDUA
MENARI BERSAMA.
DARA KEMBALI KE KEBUN. KALA MENGIKUTI.
Dara : Siapa kamu?
Kala : Kala.
DARA DUDUK DI JEMBATAN. KALA MENYUSUL.
Kala : Lalu, siapa kamu?
Dara : Dara. Hanya saya sudah tidak Dara.
Kala : Kamu melacur juga?
Dara : Tidak. Tapi tidak sedikit juga orang menganggap saya pelacur.
Kala : Zaman sekarang orang-orang sering melabeli orang lain
sembarangan.
Dara : Sebenarnya, saya ingin melacur. Namun, saya takut orang-orang mendapat
masalah setelah menikmati tubuh saya.
Kala : Kenapa begitu?
Dara : Kamu tidak perlu tahu alasannya, yang jelas saya pembawa masalah.
Kala : Lalu bagaimana nasib orang yang sudah menidurimu? Apa dia mendapat
masalah juga?
Dara : Dia mendapat masalah. Orang itu adalah Bapak saya, dia memerkosa saya
sebelum genap dua pekan saya akil baligh
Kala : Dunia semakin gila.
Dara : Dunia memang sudah gila.
Kala : Tidakkah Ibumu tahu?
Dara : Ibu saya setiap pagi berjualan kancut di pasar, sementara bapak tidak bekerja.
Dia memerkosa saya setiap pagi sebelum Ibu pulang dari pasar. Dilakukannya itu
berulang-ulang di mana saja; di dapur, di kamar, bahkan di sumur belakang
rumah.
Kala : Apa kamu memberi tahu Ibumu?
Dara : Saya tidak mungkin bilang kepadanya.
Kala : Kamu diancam?
Dara : Saya tidak punya niat untuk mengadu.
Kala : Kenapa?
Dara : Saya takut Ibu tahu.
Dara : Apabila saya bercerita kepada teman-teman, saya takut mereka mengejek saya,
mengatai saya pelacur atau apa pun itu, dan lambat laun Ibu akan tahu bukan?
Kala : Kamu takut Ibumu marah?
Dara : Ya, Saya takut Ibu marah, saya takut Ibu kecewa kepada saya. Saya teramat
sayang kepada Ibu.
Kala : Karena kamu akan dikira menggoda Bapakmu?
Dara : Bukan, bukan begitu. Saya takut Ibu kecewa karena saya tidak mendengarkan
nasihatnya.
Kala : Nasihat? Nasihat apa?
Dara : Nasihat Ibu kepada saya pada hari akil baligh saya. Dia meminta agar saya
menjaga tubuh saya, menjaga kemaluan saya. Dia bilang saya harus tetap suci
sampai saya menemukan lelaki jodoh saya. Ibu bilang, itu takdir saya sebagai
perempuan. Kalau saya rusak, tidak ada lelaki yang sudi mengawini saya. Ibu juga
berpesan, bahwa perempuan harus seperti Kartini.
Kala : Ibumu perempuan yang baik.
Dara : Dia memang perempuan yang baik, Ibu yang baik.
Kala : Lalu bagaimana bisa Bapakmu berhenti memerkosamu?
Dara : Saya hanya bercerita kepadamu. Ketika terakhir kali Bapak ingin memerkosa
saya, saya tak tahan. Saya tusuk beberapa kali dia dengan pisau. Hari itu Bapak
tidak sempat berbuat apa-apa. Dia keburu kesakitan.
Saya begitu ketakutan sampai saya tidak bisa berpikir jernih. Saya pergi begitu
saja dari rumah, hanya pisau, dan beberapa helai pakaian yang saya bawa. Saya
sungguh ketakutan.
Saya tidak tahu lagi keadaan Ibu dan keributan apa yang ada di rumah setelah
itu.
Kala : Dan kamu malah melacur?
Dara : Tidak, Saya tidak pernah melacur. Saya tidak sekolah, Tapi saya tetap membaca.
Sangat sulit mencari pekerjaan tanpa ijazah. Sekeras apa pun saya kerja, tidak
ada yang tahan melihat kerja saya, tapi saya tetap bekerja.
Kala : Perempuan sebaiknya di rumah.
Dara : Tidak, perempuan harus melakukan apa pun sesuka hatinya, meski itu di
rumah. Tetapi, semenjak di luar saya jadi tahu kalau saya itu cantik. Orang-orang
menggoda saya. Karena saya tidak bisa kerja di mana-mana lagi, saya memilih
seperti ini, bekerja sebagai penyanyi keliling.
Kala : Lalu bagaimana bisa kamu tinggal di kebun ini?
Dara : Malam itu hujan, tadinya saya berteduh di warung. Saya pikir lagi, jika berteduh
di warung tidak akan bisa tidur sampai siang. Akhirnya saya berjalan,
menemukan kebun ini, beserta gubuknya. Jadi saya menempati gubuk ini
sementara. Jika uang saya cukup, saya akan membeli rumah di kota atau sekedar
ngontrak di sana.
Kala : Kamu perempuan yang hebat. Lalu, bagaimana dengan pembawa masalah itu?
Apa karena kamu menusuk orang yang akan menyetubuhi kamu?
Dara : Kamu hanya perlu tahu itu, Kala.
Kala : Sebenarnya, saya sangat tertarik denganmu. Tapi saya takut kamu melakukan
hal semacam itu pada saya.
Dara : Ya, sebaiknya kamu tidak perlu berpikiran semacam itu. Lebih baik kamu
pulang! Saya takut ada orang yang melihat pembicaraan kita.
Kala : Tidakkah kamu tertarik dengan saya juga, Dara?
KALA PERGI MENINGGALKAN DARA.

SORE HARI, DARA MELAWATI KAMPUNG, KEMBALI KE KEBUN


TARSO DATANG KE WARUNG
Pedagang : Kopi atuh!
Tarso : Iya Teh, kaya biasa ya.
KUNTHARA DATANG
Pedagang : Kopi atuh
Kunthara : Nanti, Teh.
So, Pegel
DARA KEMBALI KE KEBUN
Kunthara : So, kau lihat wanita tadi?
Tarso : Lihat.. Penyanyi keliling cantik itu.
Kunthara : Nah, itu dia, penyanyi keliling itu Cuma kedok, So. Di luar dia seorang pelacur.
Tarso : Kau pernah lihat dia melacur?
Kunthara : Belum, tapi kata orang dia melacur di kampung sebelah.
Pedagang : Siapa yang melacur?
Kunthara : Penyanyi keliling itu, Teh.
Tarso : Jangan asal ngomong! Itu Namanya fitnah.
Kunthara : Kau ini dibilangin ngeyel. Selain itu, dia juga tinggal di kebun. Di gubuk bekas
almarhum Udin.
Tarso : Bodoh wanita itu. Kenapa tidak tinggal di rumah saya saja.
KALA DATANG.
Kala : Pulang udah sore! Bukannya gosip.
KUNTHARA PERGI KE KAMPUNG
Tarso : Iya, iya.. Saya juga mau pulang. Lagipula nanti malam kita bertugas ronda.
TARSO PERGI KE KAMPUNG
Kala : Teh kopi hideung satu
Pedagang : Iya. Mau kemana lagi?
Kala : Biasa, Teh.
KALA KE KEBUN MENGHAMPIRI DARA
Kala : orang-orang kampung membicarakanmu.
Dara : Ya, saya sudah tahu.
Kala : orang-orang kampung mengetahui kamu tinggal di sini.
Dara : Saya sudah bilang ke Pak RT, dia mengizinkan. Malah saya juga suruh tinggal di
rumahnya, tapi saya menolak.
Kala : Dasar buaya tua.
Dara : Hussh.. Dia RT yang baik.
Kala : Kebaikannya hanya untuk Wanita saja, selebihnya tidak. Dara, kamu terlihat
pucat. Apa kamu sakit?
Dara : Saya sakit sejak lama.
Kala : Sakit apa? Sudah periksa ke rumah sakit? Mau saya antar ke sana?
Dara : Tidak perlu. Saya sudah terbiasa dengan kesakitan sejak lama.
Kala : Kamu harus ke dokter. Biar saya antar.
Dara : Tidak perlu, orang sakit bisa bertambah sakit kalau bertemu dokter.
Kala : Cobalah sekali-kali kamu bertemu dokter, barangkali dia bisa menyembuhkan
penyakitmu.
Dara : Hampir bertemu, tepatnya di kampung sebelah. Namun ditolak begitu saja.
Malah, saya dipermalukan. Jadi saya langsung pergi meninggalkan kampung itu.
Kala : Begitulah mereka, lebih suka mendahulukan uang, untuk orang seperti kita ini,
ya, harus menerima dengan ikhlas. Apa kamu tidak punya kartu Kesehatan dari
pemerintah? Dengan kartu itu, penderitaan orang sakit berkurang sedikit.
Dara : Punya, tapi cicilannya tak pernah dibayar sama Ibu. Kartu itu juga tertinggal di
rumah.
Kala : Tenang.. Tenang.. Saya punya cukup uang untuk membawamu ke dokter.
Dara : Tidak perlu. Simpan saja uang itu untuk istrimu.
Kala : Istri saya? Dia bekerja juga. Uangnya lebih banyak dari saya. Dia pasti tidak
terlalu membutuhkan uang saya.
Dara : Dasar lelaki tidak bertanggung jawab. Sebenarnya, apa pekerjaanmu? Saya
lihat, tiap hari kamu nongkrong di warung atau luntang-lantung keliling
kampung.
Kala : Akhir-akhir ini pekerjaan saya hanya mencari kerja. Tapi saya punya uang.
Dara : Apakah banyak?
Kala : Jumlah tidak penting, yang terpenting kita bersyukur.
Dara : Halah.. Saya mau pergi keliling.
Kala : Bukannya kamu sakit? dan sudah pergi keliling?
Dara : Saya tambah sakit jika tidak pergi nyanyi keliling. Lagipula jika malam, saya
berkeliling hanya sebentar. Saya pergi.

DARA PERGI LEBIH DAHULU. KALA MENYUSUL.


DI KAMPUNG KALA BERTEMU KUNTHARA
Kunthara : Sepertinya kau sering bertemu dengan penyanyi keliling itu?
Kala : Tidak. Saya hanya bertemu di jalan.
Kunthara : Halah pembohong.
Kala : Serius. Nah, Tarso bilang kau ke kebun pada malam hari. Kau sudah mencoba
perempuan itu, bukan?
Kunthara : Belum sempat. Keburu si Tarso datang. Padahal sedikit lagi, benar-benar hanya
sedikit.
Kala : Dasar mesum!
Kunthara : Orang-orang di kampung ini sedang ramai membicarakan dia. Tapi Pak RT,
begitu melindunginya. Pantas saja dia langsung lewat, tak pernah nyanyi di sini.
Nahh, Kau tertarik dengan dia juga bukan?
Kala : Tidak, saya sudah memiliki istri. Saya lelaki setia. Tapi jika penyanyi itu mau
dengan saya, ya, tidak saya tolak. Sebagai lelaki normal saya suka dirayu.
Kunthara : Dasar Gila! Ngomong-ngomong, bagaimana dengan istrimu? Dia masih jadi
pembantu, kan?
Kala : Tentu saja, jika tidak begitu dari mana saya bisa membeli kopi ini. Lalu,
bagaimana dengan istrimu? Apa dia sudah melahirkan?
Kunthara : Mungkin 2 bulan lagi.
Kala : Waktu yang lama untuk menunggu. Karena itu kamu jadi kesepian, mencari
perempuan terdekat, ya?
Kunthara : Memang lama, jika saya terus di sini bersama kau.
TARSO DATANG
Tarso : Hei, kalian belum bersiap untuk ronda?
Kala : Malam ini, ada dangdut di kampung sebelah. Kalian ikut?
Tarso : Kita kan bertugas ronda.
Kala : Yang lain juga ikut pergi. Kampung ini aman-aman saja tanpa dijaga. Ayo pergi!
Tarso : Ayo
PEDAGANG MENUTUP WARUNG.
Kunthara : Saya tetap di sini. di kampung ini ada penyanyi, tak perlu pergi ke kampung
sebelah
KALA DAN TARSO PERGI.
PEDAGANG IKUT PERGI.
Kunthara : Mau ke mana, Teh?
Pedagang : Dangdutan atuh.

DARA PULANG KE GUBUK.


KUNTHARA KE KEBUN.
DARA MENODONGKAN PISAU PADA KUNTHARA.
Kunthara : Tenang.. Tenang.. Taruh dulu pisaunya.
Sekarang tidak ada yang mengganggu kita.
Dara : Baik, saya mau. Tapi pelan-pelan.
LAMPU PADAM

PAGI HARI DI KAMPUNG


PEDAGANG BUKA WARUNG, WARGA KAMPUNG DUDUK DI DEPAN WARUNG.
Warga 1 : Kunthara sakit, aneh sakitnya.
Warga 2 : Aneh bagaimana?
Warga 3 : Kata istrinya, anunya sakit
Pedagang : Siapa teh yang sakit?
Warga 1 : Si Kunthara.
Pedagang : Pantas saja jarang keliatan. Biasanya nongkrong terus di sini,
walaupun ga beli apa-apa.
Warga 2 : Eh.. Itu si Kunthara.
Warga 3 : Mau kemana, So?
Tarso : Nganter Kunthara ke Rumah Sakit.
Kunthara : Sakit, So.
TARSO BERJALAN DENGAN KUNTHARA KE RUMAH SAKIT.
Warga 1 : Ini teh uangnya, gorengan 6.
Pedagang : Terima kasih, Teh.
Warga 3 : Saya gorengan 4 sama nasi uduknya 2 teh, ini uangnya.
Warga 2 : Saya gorengan 2 sama nasi uduknya 2, kopi itemnya 1.
Pedagang : Terimakasih, Teh.
WARGA 1, 2, DAN 3 PUN PULANG KE RUMAH MASING-MASING

TARSO DAN KUNTHARA PULANG DARI RUMAH SAKIT


Tarso : Kun, Kun, makanya jangan sembarang main.
Kunthara : Abisnya enak, So
PEDAGANG MELIHAT TARSO DAN KUNTHARA BERJALAN KE DALAM KAMPUNG.
WARGA KAMPUNG DUDUK DI DEPAN WARUNG.
Pedagang : Teh, sudah tau belum? di gubuk bekas almarhum Udin ada penyanyi
keliling?
Warga 3 : Penyanyi keliling?
Pedagang : iya, Teh. Cantik, montok, aduhai lah pokonya
Warga 2 : Udah lama tinggal di sana?
Pedagang : Sekitar 2 mingguan, mungkin.
Warga 2 : Saya curiga si Kunthara anunya sakit karena bermain dengan
penyanyi keliling itu.
Warga 1 : Mungkin, karena istrinya bunting, jadi dia tak bernafsu.
Warga 2 : Ya, dia jadi mencari wanita lain, yang montok.
Warga 1 : Kita ke rumah Kunthara saja, kita belum tau pasti si Kunthara sakit
apa, ayo kita jenguk ke rumahnya.
Warga 2 : Saya lihat dia pergi bersama Tarso
Pedagang : Sudah pulang, Teh.
Warga 1 : Ayo kita ke rumah Kunthara!
Warga 3 : Nanti sore aja ke rumah Kuntharanya, jam segini orang sakit pasti
sedang tidur.
Warga 2 : Ya, nanti sore, sekalian jenguk istrinya.
Pedagang : Beritahu saya, Teh nanti, Kunthara sakit apa.
Warga 2 : Iya.
WARGA 1, 2, DAN 3 PULANG.

TARSO DATANG, DUDUK DI DEPAN WARUNG.


DARA BANGUN KESIANGAN, KEMUDIAN BERGEGAS PERGI NYANYI KELILING.
Pedagang : Melamun aja?
Tarso : Eh, iya. Kopi, Teh.
Pedagang : Iya Aa.
Ini kopinya. Si Kunthara sakit apa?
KALA DATANG
Kala : Teh, gorengan anget ada?
Pedagang : Eh si Aa. Belum ada Aa. Ngopi aja ya Aa?
Kala : Bikin, seperti biasa, Teh.
PEDAGANG KEMBALI KE WARUNG, MEMBUAT KOPI
Kala : di mana Kunthara? beberapa hari ini saya tidak melihat dia.
Tarso : Dia sakit. Badannya berkeringat, kadang demam. Sakitnya aneh, tidak seperti
biasanya.
Kala : Mungkin karena dia sembarangan bermain dengan beragam perempuan
Tarso : Ya mungkin begitu. Tapi ada juga yang menyebutkan bahwa dia sakit setelah
bermain dengan penyanyi keliling itu.
Kala : Penyanyi keliling yang tinggal di kebun?
Tarso : Yang cantik, montok, aduhai itu.
Kala : Sialan. Sudah saya duga sebelumnya. Pantas saja, waktu itu dia tidak datang
dangdutan di kampung sebelah.
Pedagang : Ini kopinya Aa, biasa kopi hideung.
Kala : Taruh di sana, Teh.
KALA MENCARI DARA KE KEBUN. DARA TIDAK ADA.
KALA MENINGGALKAN KEBUN
Tarso : Perempuan itu pergi sejak tadi. Kau ingin ke mana lagi?
Kala : Rumah Kunthara
Warga : Kunthara sakit, jangan diganggu.
KALA TERUS BERJALAN.

DARA PULANG KE GUBUKNYA. KALA SUDAH ADA DI SANA LEBIH DULU


Kala : Benarkah kamu bermain-main dengan Kunthara?!
Dara : Tidak.
Kala : Saya mendengar kabar itu dari banyak orang tentang kamu dan Kunthara
Dara : Kabar bohong.
Kala : Sebaiknya kamu bicara jujur.
Dara : Tidak terjadi apa-apa.
Kala : Ah, Kunthara hampir melakukan itu denganmu. Kamu tidak menolak, bukan?
Tapi keburu si Tarso datang ke kebun ini.
Dara : Saya menolak. Dia akan memerkosa saya.
Kala : Pembohong. Wanita jalanan sepertimu memang pantas disebut pelacur.
Dara : Bangsat. Saya bukan pelacur
Kala : Kamu mengaku saja! Berapa biayanya biar saya bayar.
Dara : Saya bukan pelacur! sebaiknya kamu pergi!
Kala : Kamu memang pembawa masalah. Selain itu, kamu juga pembawa penyakit.
Dara : Bukan saya, tapi orang itu yang mencari masalahnya sendiri dan mencari
kesakitannya sendiri.
Kala : Kamu pasti menggodanya lebih dulu. Dasar perempuan jalanan.
KALA LANGSUNG MENDEKATI DARA. DARA MELAWAN.
Dara : Semua lelaki sama saja. Hanya mau ini.
DARA MENGAMBIL PISAUNYA, MENUSUK KALA.
KALA TERIAK MINTA BANTUAN.
PEDAGANG MENDENGAR TERIAKAN KALA DAN BERLARI KE ARAH KEBUN, LALU MEMINTA
BANTUAN.
DARA BERLARI.
Pedagang : Tolong! Tolong Kala!
Bawa barang-barang penyanyi itu!
SEBAGIAN WARGA MENYELAMATKAN KALA, SEBAGIAN LAGI MENGEJAR DARA.
Pedagang : Panggil Pak RT, cepat!
Dara : Saya bukan pembunuh. Dia akan memerkosa saya lebih dulu. Dia permerkosa!
Tarso : Perempuan ini pembunuh. Lebih baik kita gantung saja dia di atas pohon!
Kantor polisi terlalu jauh.
PAK RT DATANG.
Pak RT : Tenang-tenang. Jangan main hakim sendiri. Kita harus tahu kejadian yang
sebenarnya. Biarkan dia menjelaskan.
Dara : Lepaskan saya dulu! Saya tidak akan lari, jangan samakan saya dengan maling
begini.
Benar. Saya menusuk Kala. Dia melecehkan saya. Tapi saya menyelamatkan dia
dari penyakit, seumur hidupnya. Saya memang penyanyi keliling. Tapi saya
bukan pelacur. Jangan menuduh saya sembarangan.
Warga : Dia pelacur! membawa penyakit pada Kunthara. Lihat! Sekarang si Kunthara
terkena HIV.
Dara : Sekali lagi saya tegaskan, saya bukan pelacur! Sebelum kejadian malam itu,
Kunthara juga pernah mencoba memerkosa saya,
tapi keburu petugas ronda datang ke kebun. Lalu pada malam hari, saat saya
tidur, Kunthara tiba-tiba datang. Saya terpaksa melakukan itu, karena teringat
bapak.
Sejak lama saya mengidap penyakit kelamin. Penyakit itu diberikan oleh Bapak
saya sendiri. Orang-orang menjauhi saya. Terpaksa saya harus berpindah-pindah
tempat untuk hidup, dari satu kampung ke kampung lain. Sampai akhirnya saya
bertemu kampung dan kebun ini. Tapi sungguh tidak ada niatan untuk saya
melacur atau menggoda orang-orang.
Pak RT : Sebaiknya kamu jelaskan ke kantor polisi. Hukum harus ditegakan seadil-
adilnya.
Dara : Baik, bawa saya ke kantor polisi. Sudah saya rasakan hidup begitu sepi setiap
harinya. Orang-orang yang tahu keadaan saya menjauhi saya. Padahal, penyakit
ini tidak menular hanya karena berdekataan.
Mungkin di penjara saya ditempatkan sendirian, dengan begitu tidak ada orang
yang akan menjauhi saya. Saya bisa lega hidup dalam kesendirian.
Saya berharap jangan menjauhi orang-orang seperti saya. Karena jika dijauhi
semakin hacurlah hidup orang itu.
LAMPU PADAM.
SELESAI.

TOKOH

Dara : Fatimah Jahro


Kala : Luthfi Nur Hidayat
Kunthara : Aditya Rahman
Pak RT : M Sandi Muamar Ravi
Pedagang : Riana Ulfani
Warga 1 : Khotimah Istiroyani
Warga 2 : Trisha Hana Maulidya
Warga 3 : Syahna Raulina

Anda mungkin juga menyukai