Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi

NAMA : TEGUH MUJI WIJAKSONO


NIM : 195100207111012
KELOMPOK : B5
ASISTEN : 1. APRILIA DAMAYANTI
2. LILA MASNA D.

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL


PERTANIAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perpindahan kalor secara konveksi sangat beragam jenisnya. Perpindahan kalor
secara konveksi biasanya dilakukan pada pengolahan bahan pangan. Dalam pengolahan
bahan pangan tersebut panas tidak langsung berpindah. Melainkan melalui perantara,
perantara tersebut seperti air.
Pada saat memasak air terjadi perpindahan panas dari tungku ke air. Perpindahan
panas tersebut termasuk jenis konveksi. Karena perpindahan panas konveksi sering
digunakan pada perpindahan panas dalam aplikasi memasak

1.2 Tujuan
a. Mempelajari koefisien perpindahan kalor konveksi pada fluida.
b. Mempelajari cara penentuan koefisien perpindahan kalor konveksi (h) pada fluida.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi


Koefisien perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi secara
konveksi. Perpindahan kalor tersebut memiliki keofisien dalam derajat angka atau ukuran.
Perpindahan kalor konveksi digunakan dalam perhitungan matematika(Bekti, 2015).
Koefisen perpindahan kalor konveksi adalah angka atau derajat perpindahan kalor
untuk perhitungan matematis. Perpindahan kalor tersebut dalam pengaplikasian digunakan
dalam memasak bahan pangan. Karena perpindahan panas secara konveksi sering
digunakan dalam pengaplikasiannya(Samsul, 2015).

2.2 Prinsip Kerja Perpindahan Kalor Konveksi


Prinsip kerja dari perpindahan panas kalor konveksi adalah kalor merambat dari
sumber kalor melalui sebuah media. Kemudian kalor tersebut disalurkan melalui media.
Sehingga kalor tersebut bisa merambat(Abdul, 2017).
Prinsip kerja perpandahan panas secara konveksi yaitu sumber panas
merambatkan kalor melalui penghantar. Kemudian penghantar tersebut meneruskan kalor
ke kalor tujuan akhir. Selanjutnya kalor akan merambat ke tujuan akhir(Ariani, 2017).

2.3 Sebut dan Jelaskan Lapis Batas Konveksi


Lapis batas kecepatan terjadi adanya shear stress. Shear stress terjadi karena pada
batas kecepatan akan menjadi turun. Selain itu, adanya gradient kecepatan disebabkan
oleh pembatasan kecepatan(Putri, 2017).
Lapis batas termal terjadi karena adanya perbedaan temperature fluida yang
mengalir dengan temperature permukaan. Lapis batas termal terjadi karena perbedaan.
Lapis batas termal terjadi karena batas dari termal tersebut(Apit, 2017).

2.4 Rumus Dalam Perhitungan Konveksi Beserta Keterangan


Guna menyatakan pengaruh konveksi secara menyeluruh, kita gunakan hukum Newton
tentang pendinginan :
q = hA(T1-T2)…………………………………………………………………….(2.1)
Disini Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda menyeluruh antara dinding fluida
dengan luas permukaan (A). Besaran (h) disebut koefisien perpindahan kalor konveksi
(Convection heat-transfer coefficient) dan persamaan (2.1) merupakan rumus dasarnya.
Perhatikan dinding datar pada gambar, dimana satu sisinya terdapat fluida panas A dan
pada sisi lainnya fluida B yang lebih dingin. Perpindahan kalor dinyatakan oleh :
q = h1A(TA- T1) = – (T1- T2) = h2(T1 - TB)……………………………………(2.2)

q= …………………………………………………………………….(2.3)

(Apit, 2017)

Perpindahan Kalor menyeluruh melalui dinding datar


Nilai 1/ha digunakan untuk menunjukkan tahanan konveksi. Aliran kalor menyeluruh
sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi bisa dinyatakan dengan koefisien
perpindahan kalor menyeluruh U. Yang dirumuskan dalam hubungan
q = U x A x 𝞓T
menyeluruh…………………………………………………………………………………………..
(2.4)
A adalah luas bidang aliran kalor, sesuai dengan persamaan (2.3) koefisien perpindahan
kalor menyeluruh:

…………………………………………………………………………………………………………………….(2.5)

(Putri, 2017)
2.5 Aplikasi Bidang Keteknikan Pertanian
Aplikasi perpindahan panas konveksi dalam bidang keteknikan pertanian ada
beberapa pengaplikasian. Salah satu pengaplikasiannya adalah dengan pemasak sebuah
bahan pangan. Bahan pangan tersebut dimasak menggunakan air. Pada saat proses
memasak terjadi perpindahan panas secara konveksi(Budi, 2019).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat, Bahan, Fungsi, dan Gambar

Alat dan Bahan Fungsi Gambar


Bejana kaca besar dan Sebagai system
kecil pengamatan

(Budi, 2019)
Heater air Sebagai pemanas air

(Budi, 2019)
Kompor Sebagai sumber panas

(Budi, 2019)
Wadah/panci Sebagai tempat air
untuk bahan
percobaan

(Budi, 2019)
Penggaris Untuk mengukur
panjang ketinggian air
dalam bejana
(Budi, 2019)
Fan/Kipas Sebagai pendingin

(Budi, 2019)
Stopwatch Sebagai penghitung
waktu

(Budi, 2019)
Air Sebagai bahan
perlakuan

(Budi, 2019)

3.2 Cara Kerja

Alat dan bahan


Disiapkan

Kaca bejana kecil dan penggaris


 Diukur dimensi dan ketebalan
 Dimasukkan ke dalam bejana besar
 Dimasukkan air sebanyak 1200 mL
 Diukur ketinggian
Thermo Gun

 Diukur suhu (T1, T2, TA dan TB)


 Catat

hasil Wadah/panci dan kompor

 Dipindahkan air dari bejana kecil


 Dipanaskan hingga 80
°C Bejana kecil dan stopwatch

 Dipindahkan lagi air panas dari panci


 Dinyalakan selama 5 menit
Thermo Gun

 Diukur suhu (T1, T2, TA dan TB)


 Catat hasil
Heater dan kipas
- Dimasukkan ke dalam air dan dipanaskan
hingga 800C
- Dinyalakan kipas di tepi bejana

Stopwatch dan Kipas

Dinyalakan selama 5 menit


bersamaan dengan nyalanya kipas

Thermo Gun

- Diukur Suhu (T1, T2, TA dan TB )


- Catat Hasil

Hasil

3.3 Gambar Rangkaian

Keterangan: 1. Bejana Besar


2. Bejana kecil dan air
3. Heater
4. Fan/kipas
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum

Suhu Akhir
Suhu Suhu Awal
Tanpa Fan Fan
TA 26 64.5 61.8
TB 27 36.3 34
T1 25.8 43.9 32.7
T2 27 36.1 33.4
Data dimensi:
Tinggi (t) = 15 cm = 0.15 m
Lebar (l) = 15 cm = 0.15 m
Tebal (x) = 0,5 cm = 0.005 m
kkaca = 0.78
Aalas = 0.0225 m2

Perhitungan
a. Luas permukaan kontak dengan air (m2) A =
(4 x l x t) + Aalas
= (4 x l x t) + l2
= (4 x 0.15 x 0.15) + 0.0225
= 0.1125 m2
b. Laju pindah panas air (W)
- Suhu awal
Q = k x A (T1 – T2) / x
Q = 0.78 x 0.1125 (25.8 – 27) / 0.005
Q = -0.1053 / 0.005 Q = -21.06
W
- Tanpa Fan
Q = k x A (T1 – T2) / x
Q = 0.78 x 0.1125 (43.9 – 36.1) / 0.005
Q = 0.68445 / 0.005 Q = 136.89
W
- Fan
Q = k x A (T1 – T2) / x
Q = 0.78 x 0.1125 (32.7 – 33.4) / 0.005
Q = -0.061425 / 0.005 Q =
-12.285 W

c. Koefisien konveksi udara (W/m2°C)


- Suhu awal
h2 = Q / A (TA – T2)

h2 = -21.06 / 0.1125 (26 – 27)


h2 = -21.06 / -0.1125 h2 = 187.2
W/m2.0C
- Tanpa Fan
h2 = Q / A (TA – T2)

h2 = 136.89 / 0.1125 (64.5 – 36.1)


h2 = 136.89 / 3.195 h2 = 42.85
W/m2.0C
- Fan
h2 = Q / A (TA – T2)

h2 = -12.285 / 0.1125 (61.8 – 33.4)


h2 = -12.285 / 3.195 h2 = -3.845
W/m2.0C

d. Koefisien konveksi air (W/m2°C)


- Suhu awal
h1 = Q / A (T1 – TB)

h1 = -21.06 / 0.1125 (25.8 – 27)


h1 = -21.06 / -0.135 h1 = 156
W/m2.0C
- Tanpa Fan
h1 = Q / A (T1 – TB)

h1 = 136.89 / 0.1125 (43.9 – 36.3)


h1 = 136.89 / 0.855 h1 = 160.11
W/m2.0C
- Fan
h1 = Q / A(T1 – TB)

h1 = -12.285 / 0.1125 (32.7 – 34)


h1 = -12.285 / -0.14625 h1 = 84
W/m2.0C

e. Koefisien konveksi total (W/m2°C)


- Suhu awa l
= 1
1 𝛥 1
ℎ1+ + ℎ2
1
=

1 0.005 1
+ +
156 0.78 187.2
= 1
0.00641 + 0.00641 + 0.00534
1
= 0.01816
= 55.07 /2 0

- Tanpa Fan
=1
1 𝛥 1
ℎ1+ + ℎ2
1
= 1 0.005 1
160.11+ 0.78 42.85
1
= 0.00625 + 0.00641 + 0.02334
1
= 0.036
= 27.78 /20
- Fan 1
=
1 𝛥 1
ℎ1+ + ℎ2
1
= 1
0.005 1
84+ 0.78 −3.845
1
= 0.0119 + 0.00641 − 0.2601
1
= −0.24179
=− 4.1358 /2 0

f. Laju pindah panas total (W)


- Suhu awal
Qtotal = U x A (TA – TB)

Qtotal = 55.07 x 0.1125 (26 – 27)


Qtotal = -6.195 W

- Tanpa Fan
Qtotal = U x A (TA – TB)

Qtotal = 27.78 x 0.1125 (64.5 – 36.3)


Qtotal = 88.132 W

- Fan
Qtotal = U x A (TA – TB)

Qtotal = -4.1358 x 0.1125 (61.8 – 34)


Qtotal = -12.935 W

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Prosedur
Pertama-tama alat dan bahan disiapkan. Kemudia mengukur dimensi dan ketebalan
bejana kecil. Masukkan bejana kecil ke dalam bejana besar. Selanjutnya masukkan air ke dalam
bejana kecil sebanyak 1200 ml. Selanjutnya ukur ketinggian air dengan penggaris. Selanjutnya
ukur suhu T. Kemudian pindahkan air dari bejana kecil ke wadah/panic kemudian panaskan
hingga 80 *C dengan kompor. Selanjutnya pindahkan lagi air panas dalam panic ke dalam
bejana kecil. Selanjutnya nyalakan stopwatch dan tunggu selama 5 menit. Kemudian ukur suhu
dan catat T1, T2, TA dan TB. Kemudian masukkan heater ke dalam air dan panaskan hingga 80
*C. Selanjutnya tempatkan dan nyalakan kipas di tepi bejana. Kemudian nyalakan stopwatch
selama 5 menit bersamaan dengan nyalanya kipas tersebut. Kemudian ukur suhu dan catat T1,
T2, TA, dan TB. Selanjutnya catat hasil.

4.2.2 Analisa Data Percobaan


Pada percobaan tersebut menggunakan tinggi sebesar 15 cm. Kemudian menggunakan
lebar sebesar 15 cm. Kemudian menggunakan tebal sebesar 0,5 cm. Selanjutnya diketahui
K(kaca) sebesar 0,78. Selanjutnya A(alas) sebesar 0,0225 m2. Pada TA suhu awal 26 dan suhu
akhir tanpa fan sebesar 64,5 dan dengan fan sebesar 61,8. Kemudian TB dengan suhu awal 27
dan suhu akhir tanpa fan sebesar 36,3 dan dengan fan sebesar 34. Kemudian T! dengan suhu
awal 25,8 dan dengan suhu akhir tanpa fan sebesar 43,9 dan dengan fan sebesar 32,7.
Selanjutnya T2 dengan suhu awal sebesar 27 dan suhu akhir tanpa fan sebesar 36,1 dan
dengan fan sebesar 33,4.

4.2.3 Analisa Data Perhitungan


a. Perbandingan nilai Q total dengan Fan atau Tanpa Fan
Pada percobaan perpindahan kalor konveksi ini. Pada percobaan dengan menggunakan
fan ditemukan Q total sebesar -12.935 W. Kemudian percobaan tanpa menggunakan fan
ditemukan Q total sebesar 88.132 W.

b. Perbandingan Nilai H1 dan H2 dari setiap perlakuan


Pada percobaan untuk nilai H1 pada suhu awal ditemukan hasil sebesar 156 W/m2 *C.
Kemudian pada perlakuan tanpa fan ditemukan hasil sebesar 160.11 W/m2 *C. Kemudian
perlakuan dengan fan ditemukan hasil sebesar 84 W/m2 *C. Pada percobaan untuk nilai H2
pada suhu awal ditemukan nilai sebesar 187.2 W/m2 *C. Kemudian pada perlakuan tanpa fan
ditemukan suhu sebesar 42.85 W/m2 *C. Kemudian pada perlakuan dengan menggunakan fan
ditemukan hasil sebesar -3.845 W/m2 *C.

c. Perbandingan nilai h udara dengan literature


Pada percobaan untuk nilai H2 pada suhu awal ditemukan nilai sebesar 187.2 W/m2 *C.
Kemudian pada perlakuan tanpa fan ditemukan suhu sebesar 42.85 W/m2 *C. Kemudian pada
perlakuan dengan menggunakan fan ditemukan hasil sebesar -3.845 W/m2 *C. Menurut
literature, untuk nilai H2 pada suhu awal ditemukan nilai sebesar 184 W/m2 *C. Kemudian pada
perlakuan tanpa fan ditemukan suhu sebesar 45 W/m2 *C. Kemudian pada perlakuan dengan
menggunakan fan ditemukan hasil sebesar -3.765 W/m2 *C. Hanya selisih beberapa saja. Hal
tersebut disebabkan oleh factor ketelitian(Agung, 2019).

d. Perbandingan nilai h air dengan literature


Pada percobaan untuk nilai H1 pada suhu awal ditemukan hasil sebesar 156 W/m2 *C.
Kemudian pada perlakuan tanpa fan ditemukan hasil sebesar 160.11 W/m2 *C. Kemudian
perlakuan dengan fan ditemukan hasil sebesar 84 W/m2 *C. Menurut literature, pada percobaan
untuk nilai H1 pada suhu awal ditemukan hasil sebesar 154 W/m2 *C. Kemudian pada
perlakuan tanpa fan ditemukan hasil sebesar 163 W/m2 *C. Kemudian perlakuan dengan fan
ditemukan hasil sebesar 87 W/m2 *C. Hanya selisih beberapa angka saja, hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa factor(Agung, 2019).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai nilai h


Pada pecobaan ini ada beberapa factor yang mempengaruhi besaran hasil dari nilai h.
Salah satu factor yang mempengaruhi nilai h adalah nilai Q. Kemudian suhu juga berpengaruh
terhadap nilai h. Kemudian ada ketelitian dari alat ukur sendiri, juga ikut mempengaruhi dari nilai
h.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Koefisen perpindahan kalor konveksi adalah angka atau derajat perpindahan kalor untuk
perhitungan matematis. Perpindahan kalor tersebut dalam pengaplikasian digunakan dalam
memasak bahan pangan. Karena perpindahan panas secara konveksi sering digunakan dalam
pengaplikasiannya(Samsul, 2015).
Prinsip kerja dari perpindahan panas kalor konveksi adalah kalor merambat dari sumber
kalor melalui sebuah media. Kemudian kalor tersebut disalurkan melalui media. Sehingga kalor
tersebut bisa merambat(Abdul, 2017).
Lapis batas kecepatan terjadi adanya shear stress. Shear stress terjadi karena pada
batas kecepatan akan menjadi turun. Selain itu, adanya gradient kecepatan disebabkan oleh
pembatasan kecepatan(Putri, 2017).
Lapis batas termal terjadi karena adanya perbedaan temperature fluida yang mengalir
dengan temperature permukaan. Lapis batas termal terjadi karena perbedaan. Lapis batas
termal terjadi karena batas dari termal tersebut(Apit, 2017).
Pada percobaan tersebut menggunakan tinggi sebesar 15 cm. Kemudian menggunakan
lebar sebesar 15 cm. Kemudian menggunakan tebal sebesar 0,5 cm. Selanjutnya diketahui
K(kaca) sebesar 0,78. Selanjutnya A(alas) sebesar 0,0225 m2. Pada TA suhu awal 26 dan suhu
akhir tanpa fan sebesar 64,5 dan dengan fan sebesar 61,8. Kemudian TB dengan suhu awal 27
dan suhu akhir tanpa fan sebesar 36,3 dan dengan fan sebesar 34. Kemudian T! dengan suhu
awal 25,8 dan dengan suhu akhir tanpa fan sebesar 43,9 dan dengan fan sebesar 32,7.
Selanjutnya T2 dengan suhu awal sebesar 27 dan suhu akhir tanpa fan sebesar 36,1 dan
dengan fan sebesar 33,4.
Pada percobaan untuk nilai H2 pada suhu awal ditemukan nilai sebesar 187.2 W/m2 *C.
Kemudian pada perlakuan tanpa fan ditemukan suhu sebesar 42.85 W/m2 *C. Kemudian pada
perlakuan dengan menggunakan fan ditemukan hasil sebesar -3.845 W/m2 *C. Menurut
literature, untuk nilai H2 pada suhu awal ditemukan nilai sebesar 184 W/m2 *C. Kemudian pada
perlakuan tanpa fan ditemukan suhu sebesar 45 W/m2 *C. Kemudian pada perlakuan dengan
menggunakan fan ditemukan hasil sebesar -3.765 W/m2 *C. Hanya selisih beberapa saja. Hal
tersebut disebabkan oleh factor ketelitian(Agung, 2019).
Aplikasi perpindahan panas konveksi dalam bidang keteknikan pertanian ada beberapa
pengaplikasian. Salah satu pengaplikasiannya adalah dengan pemasak sebuah bahan pangan.
Bahan pangan tersebut dimasak menggunakan air. Pada saat proses memasak terjadi
perpindahan panas secara konveksi(Budi, 2019).

5.2 Saran
Untuk praktikan sebaiknya lebih memperhatikan kegiatan praktikum dengan seksama.
Karena ilmu pengetahuan yang diberikan pada praktikum ini sangat bermanfaat. Ilmu tersebut
sangat bermanfaat bagi ke depan.\
DAFTAR PUSTAKA
Abdul C., Ariani, Mufid, Hardjono. 2017. Koefisien Perpindahan Kalor Total (U) Sistim Air- Etilen
Glikol Menggunakan Alat Penukar Kalor Shell and Tube 1-1. Jurnal Mekanika 3(4): 69-
77.
Ahmad I. R., Budi K., Agung T. W. 2019. Studi Eksperimental Perpindahan Kalor Konveksi, Pen
urunan Tekanan Dan Faktor Gesekan Pada Alat Penukar Kalor Menggunakan MICRO-
FIN TUBE. Mekanika 9(18): 9-14.
Bekti S., Samsul K., Budi K. 2015. Pengaruh Temperatur Dan Fraksi Volume Terhadap Nilai Per
pindahan Kalor Konveksi Fluida NANO TiO2/OLI TERMO XT32 Pada Penukar Kalor
Pipa Konsentrik. MEKANIKA 13(2): 79-85.
Putri R.,Apit F. 2017. Penggunaan COACHLAB II+ Dalam Menentukan Koefisien Konveksi. Jurn
al Teknik 2(4): 157-161.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai