Anda di halaman 1dari 18

Bab 1

SIFAT-SIFAT FISIK BAHAN-BAHAN PERTANIAN


Tinjauan Instruksional Khusus:
Mahasiswa diharapkan mampu memahami pengertian dan sifat-sifat fisik bahan pertanian beserta contoh penerapannya dalam proses rancangbangun dan penanganan bahan.

Pendahuluan; pertanian

SUB-POKOK BAHASAN: Status dan perkembangan

mekanika

bahan

Kajian dan penerapan mekanika bahan pertanian secara elementer telah dimulai pada periode antara dua perang dunia ketika Jannsen[146] dan kemudian Gutjar[147] memasukkan kelakuan mekanis bahan dalam teori silo. Studi tentang hukum-hukum pemampatan (compaction) pada tanaman berserat (forage) dan analisis tentang proses pemotongan bahan oleh Goriachkin juga dimulai pada periode ini. Studi-studi tentang mekanika bahan pertanian ini kemudian berkembang pada periode setelah 1945 dimana riset-riset mulai dilakukan secara intensif di seluruh dunia. Topik tentang mekanika produk pertanian terus mengalami perkembangan, tidak lagi hanya yang berkaitan dengan mekanika pembebanan dan metode aplikasinya, tetapi juga studi mengenai sifat-sifat bahan yang relevan dengan keteknikan pertanian. Bersamaan dengan kebutuhan mekanisasi dan otomatisasi dalam proses produksi pertanian, kajian tentang sifat-sifat panas, optik dan kelistrikan, beserta aplikasinya, saat ini telah menjadi salah satu bagian dalam tema bahasan mekanika bahan pertanian. Yang harus selalu diperhatikan adalah bahwa sifat-sifat mekanis, panas, optik dan listrik dari bahan-bahan pertanian sangat dipengaruhi oleh kandungan lengas bahan sehingga investigasi tentang adsorpsi dan desorpsi lengas oleh bahan-bahan merupakan salah satu bagian penting dalam setiap kajian tentang bahan-bahan pertanian. Teknik pertanian telah lama banyak mengandalkan pada data dan pengetahuan empiris. Keserbaragaman produk, kompleksitas dari struktur biologis dan variasi yang berkelanjutan dari sifat-sifat bahan, berdampak pada interaksi dan hubungan yang sangat rumit, sehingga suatu teori atau rumusan yang baku sangat susah untuk dijabarkan. Kemajuan akan sangat dimungkinkan apabila lebih banyak hasil-hasil penelitian yang sistematis dikumpulkan
4

sedemikian sehingga melalui analisis dan korelasi bisa dilakukan generalisasi. Salah satu pekerjaan penting dalam studi-studi tentang mekanika bahan pertanian dimasa mendatang adalah elaborasi dari metode kalkulasi yang memungkinkan penggunaan hukum-kukum material dan sifat fisik bahan yang telah diketahui didalam disain dan simulasi mesin-mesin dan teknologi proses. Elaborasi dan penerapan metode kalkulasi ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit karena hukum-hukum bahan yang terlibat sangat komplek (tergantung pada banyak faktor, dan pada umumnya tidak linier). Dalam kebanyakan cabang produksi pertanian, mekanisasi sudah merupakan hal yang umum. Meskipun demikian mekanisasi masih mempunyai implikasi negatif dalam beberapa hal seperti: kehilangan (losses) yang tinggi dalam tahap panen, kerusakan bahan selama operasi mekanis, dll. Sampai saat ini tingkat kehilangan yang tinggi masih terjadi khususnya pada proses pengumpulan dan penanganan (handling) untuk buah-buahan dan sayuran. Mekanisasi juga masih dirasakan berdampak negatif dalam proses pembenihan. Reduksi tingkat kehilangan karena kerusakan, dan pemeliharaan kualitas produk, dimungkinkan dengan cara menerapkan hukum-hukum dan sifat-sifat bahan yang relevan. Pengetahuan akan sifat-sifat bahan pertanian memungkinkan dilakukannya pengembangan disain mesin-mesin dan teknologi proses yang lebih moderen dengan karakteristik kualitas kerja yang lebih sempurna, termasuk tingkat kehilangan yang rendah dan tingkat operasi yang lebih efisien. Untuk keperluan tersebut, pengetahuan tentang mekanika bahan pertanian sangatlah penting. Bentuk dan ukuran Disain dan kinerja beberapa tipe mesin pertanian (misal, ayakan, mesin penabur, dll) sangat berkaitan dengan bentuk dan ukuran obyeknya. Pada beberapa kasus, suatu proses mungkin tidak hanya tergantung pada bentuk (a) dan ukuran (b), tetapi misalnya, juga, pada orientasi (c), pemadatan (d), dan lain-lain. Hubungan ini secara umum dapat ditulis dalam bentuk F=f(a,b,c,d, ) (1) Contoh sederhana, penentuan jumlah buah dengan ukuran tertentu yang dapat dimasukkan kedalam sebuah kontainer. Apabila variabel-variabel pada persamaan (1) tersebut ditunjukkan dengan x1, x2, , xn, maka diperoleh bentuk regresi plinomial F=b1x1+b2x2+b3x3++bnxn (2) Untuk mengevaluasi persamaan (2), efek dari setiap variabel x pada F
5

harus ditentukan, dengan pengukuran spesimen yang disampling dari bahan aktual, dengan korelasi majemuk dan analisis variansi[1]. Bentuk-bentuk dari biji-bijian, buah-buahan dan tanaman pada umumnya tidak beraturan (irregular), sedemikian sehingga jumlah data pengukuran yang sangat besar diperlukan untuk mendiskripsikannya secara akurat. Meski demikian, dari praktek pengukuran-pengukuran menunjukkan bahwa keragaman bentuk secara umum dapat dijelaskan dengan baik oleh poros orthogonal yang ditentukan sesuai tujuan: misalnya, benih biasanya dikarakteristikkan oleh panjang, lebar dan tebal. Pada beberapa kasus, karakteristik suatu produk cukup dinyatakan dengan dua atau bahkan satu dimensi saja. Ukuran bahan-bahan pertanian tidak seragam, melainkan tersebar disekitar nilai reratanya. Dengan demikian, sangatlah penting untuk menyatakan distribusi dari suatu ukuran disamping reratanya. Kualitas prosesing suatu bahan (misal, pencacahan dan penggilingan) ditentukan oleh rerata ukuran dan standar deviasi dari pruduk hasil proses. Distribusi ukuran pada umumnya ditunjukkan dalam bentuk diagram distribusi (Gb. 1) atau dengan menggunakan skala probabilitas (Gb. 2). Keuntungan dari metode yang terakhir adalah pada distribusi normal maka diperoleh suatu garis lurus, dan nilai standar deviasi serta reratanya bisa dibaca dengan mudah. Secara umum, belum ditemukan suatu metode terapan untuk menyatakan dengan tepat bentuk dari produk-produk pertanian. Bentuk suatu tanaman dan produknya pada umumnya diperbandingkan dengan basis dimensi longitudinal dan penampang melintang, untuk memetakan bentuk-bentuk standarnya. Beberapa bentuk standar bahan pertanian telah ditetapkan misalnya untuk apel, persik, kentang, dll[1].

Gb.1. Distribusi ukuran cacahan rumput untuk dua jenis mata pisau. (1) silinder; (2) 6

flywheel

Gb.2. Distribusi ukuran butiran gandum pada skala probabilitas. (1) tebal; (2) lebar; (3) panjang

Komparasi visual bentuk suatu produk terhadap bentuk standar adalah sangat mudah tetapi tidak lepas dari kesalahan, tergantung dari subyektivitas pengamat. Karenanya, dalam kasus dimana teknologi proses sangat dipengaruhi oleh bentuk, penggunaan indek pengukuran yang obyektif sangat disarankan. Bentuk suatu produk mempengaruhi koefisien pengepakan kedalam kontainer. Gambar 3 memperlihatkan beberapa cara yang memungkinkan posisi suat item terhadap item lain. Koefisien pengepakan didefinisikan sebagai rasio volume bahan Vfr terhadap volume total V0, atau =V fr / V 0

Gb.3. Pengepakan buah-buahan dalam kontainer

Nilai teoritis koefisien pengepakan dapat dihitung dengan mudah apabila bahan diasumsikan berbentuk bola (sphere). Untuk ketiga kasus pada Gb. 3, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: 1=/6=0.5236; 2=/(33)=0.6046;
7

3=(2)/6=0.7405. Dalam praktek, koefisien pengepakan dipengaruhi oleh penyimpangan bentuk item dari bentuk bola, perubahan betuk atau deformasi dan oleh kurang idealnya pengepakan pada dinding-dinding samping kontainer. Tujuan dari pengukuran indeks untuk membuat karakteristik suatu bentuk mungkin berbeda, tergantung bahan dan tujuan perlakuan. Indeksindeks yang umum digunakan adalah kebulatan (roundness), rasio kebulatan (roundness ratio), kebundaran (sphericity), rasio aksial (axial ratio), derajat ketidaksamaan (degree of inequality), dll. Kebulatan dapat didefinisikan dengan beberapa cara (Gb. 4). Berdasarkan salah satu definisi, kebulatan=Fm/Fc dimana Fm adalah luasan proyeksi terbesar dari obyek, dan Fc lingkaran luar yang membatasi luasan obyek. Berdasarkan definisi lainnya, kebulatan rerata = r/nR dimana r adalah jari-jari lengkungan, R jari-jari lingkaran dalam dari obyek, dan n adalah jumlah sudut.

Gb.4. Definisi kebulatan dan kebundaran

Rasio kebulatan, juga diilustrasikan pada Gb. 4, adalah rasio dari jadi-jadi pada sudut terkecil terhadap rata-rata jara-jari obyek. Rasio aksial, dari sudut pandang teknologi proses, adalah perbandingan antara sumbu terpendek dengan sumbu terpanjang obyek.

Kebundaran dapat dinyatakan dengan pertsamaan kebundaran=di/dc dimana di adalah diameter bundaran yang volumenya identik dengan volume obyek, dan dc adalah diameter lingkaran yang melingkupi bundaran. Apabila
8

diasumsikan bahwa volume obyek setara dengan triaksial elipsoidnya, dan diameter dari lingkaran yang melingkupi setara dengan sumbu terpanjang dari elip, maka diperoleh persamaan berikut:
kebundaran =[ / 6 . abc / / 6 .c 3 ]1/3= abc 1/3 / c

dimana a, b, c adalah panjang sumbu-sumbu ellipsoid. Berdasar persamaan tersebut, kebundaran adalah rasio dari rata-rata diameter geometris obyek dengan diameter terpanjangnya. Berdasar persamaan lainnya, kebundaran=di/dc dimana di adalah diameter terbesar lingkaran dalam, dan dc adalah diameter terkecil dari lingkaran yang melingkupi bundaran (Gb. 4). Diameter padanan dari suatu obyek yang berbentuk tidak beraturan dinyatakan dengan diameter suatu bundaran yang mempunyai volume sama
d e = 6G /
3

dimana G adalah massa (berat) dan berat volume dari obyek. Dalam perancangan mesin-mesin penyekala (sizing), adalah penting untuk menyatakan rata-rata proyeksi luasan melintang dari produk yang diukur dari berbagai posisi, seperti pada Gb. 5[2]. Rata-rata luasan proyeksi yang diperoleh dengan cara ini dikaitkan dengan volume obyek dengan persamaan

F m=KV 2 /3
dimana K=1.21 untuk bundaran dan lebih besar untuk benda benda cembung lainnya. Apabila nilai K mendekati nilai 1.21 maka benda tersebut semakin mendekati bundar. Gambar 6 memperlihatkan hubungan antara Fm dan V untuk wortel, kentang dan lemon[2].

Gb.5. Penentuan rerata luasan proyeksi melintang produk-produk pertanian

Gb.6. Hubungan antara rerata luas proyeksi dan volume

Teori distribusi. Ukuran individu partikel-partikel produk borongan (bulk), misalnya biji-bijian, umbi-umbian, sekam, dll, dipahami sebagai suatu kuantitas acak, dan distribusinya dapat dijelaskan dengan persamaan-persamaan matematik-statistik, atau berdasarkan hubungan empiris. Distribusi beberapa produk bulk secara praktis sesuai dengan distribusi normal Gauss (Gb. 7). Fungsi distribusi normal dapat diperlakukan secara matematis dengan sangat mudah, sehingga sangat penting dalam studi teoritis. Kurva distribusi normal adalah simetris dan dapat dinyatakan dengan persamaan

y= y 0 e
adalah

x 2/2 2 x

x dimana adalah rerata nilai, dan

standar deviasi. Luas area dibawah kuva


2

y 0 e xx /2 dx= y 0 2
y= 1/ 2e
x 2 /2 2 x

Dengan demikian, persamaan dari kurva dengan unit luasan dibawahnya adalah (4)

Gb.7. Distribusi normal Gaussian

Standar deviasi dapat dihitung dengan persamaan

10

x 2 x = x 2 1/ 2 e x /2 dx 2 x

Kurva adalah simetris terhadap rerata aritmatis; probabilitas suatu nilai untuk menyimpang dari nilai rerata adalah identik baik kearah lebih kecil maupun lebih
x besar. Ordinat dari kurva mencapai nilai terbesar pada titik dengan nilai
y max =1 / 2

Kurva mempunyai dua titik ubahan (inflection), dimana absisnya bernilai x 1,2= x x Apabila pusat dari system koordinat dipilih mewakili rerata aritmatiknya, maka persamaan dari kuva menjadi lebih sederhana:

y= 1/ 2ex

/2 2

Dalam kasus terakhir ini, probabilitas dari suatu kuantitas acak xi yang terletak diantara interval a b adalah
b

P ax ib = 1/ 2 ex
a

/22

dx

(5) Integral dari

x 2 /2 2

tidak dapat dinyatakan dengan term fungsi

elementer; oleh karenanya tabel-tabel telah disusun untuk menghitung nilai-nilai integral dari
z 0
2

z = 1/ 2 ez /2 dz
Dengan memperkenalkan substitusi x/=z dan dx/=dz, maka persamaan (5) dapat ditulis
b /

P ax ib = 1 / 2 ez
a/

/2

dz= b/ a/

(5a) Dalam praktek telah dibuktikan bahwa kuantitas acak yang diperoleh dari proses alamiah selalu menunjukkan distribusi normal. Misalnya, ukuran, kekuatan tegangan dan regangan, tahanan gesek, dll, untuk banyak produk (bijian, buah, umbi) menunjukkan distribusi yang demikian. Pada saat yang sama, suatu kumpulan kuantitas acak bahan buatan (artificial) dapat dinyatakan dalam banyak kasus hanya dengan log-normal atau persamaan empiris lainnya. Hal ini misalnya untuk, panjang potongan rajangan, ukuran bahan hasil proses pencacahan, dll. Hubungan log-normal yang menggambarkan distribusi yang tidak simetris, dapat memberikan bentuk distribusi normal apabila koordinat x
11

dinyatakan dalam dimensi log. Dengan demikian, distribusi ukurannya (misal untuk kumpulan bijian) dapat dinyatakan dengan
x 0
2

x N x = N / 2 x e[ln x / /2 dx

dimana N adalah jumlah partikel dalam agregat. Dalam praktek, sangat susah untuk menentukan jumlah partikel dalam bentuk fraksi individual. Misalnya dalam kasus analisis penyaringan. Untuk kasus yang demikian, disarankan untuk mengubahnya menjadi persamaan dengan basis distribusi berat. Berat dari suatu partikel yang diasumsikan sebagai kubus berdimensi x adalah
s x =x 3 n x

sehingga berat total adalah

S= s x dx atau
0

x S= N / 2 x 2 e[ ln x/ / ] /2 dx

yang integrasinya memberikan


S= N 3 e 9 x
2

/2

(6) Proporsi berdasarkan berat dari partikel-partikel yang berada pada interval anatara x dan x+x dapat dinyatakan dengan fungsi distribusi kepadatan (density), dalam bentuk q(x)x, dimana q(x) adalah
92 /2
0
2

q x =s x / S= x / 2 . e x

x x 2 e[ ln x/ / ] / 2 dx

Integrasi persamaan ini menghasilkan fungsi distribusi berdasar berat:

Q x =1 / 2 3 . e9 x
(7)

/2

x x 2 e[ ln x/ / ] /2 dx x

Dengan memperkenalkan notasi:


z=ln x / / 3 x

persamaan (7) dapat dinyatakan dengan persamaan yang lebih sederhana

Q x =1 / 2 ez
x

/2

dz

(7a)
x yang nilainya dapat diperoleh dalam tabel integral. Parameter

dan dapat

ditentukan dengan metode momen. Pernyataan untuk momen order pertama adalah
0 k

M 1= xq x dx= x i pi
i=1

dan untuk momen order kedua adalah

12

M 2 = x2 q x dx= x 2 p i i
i=1

dimana pi adalah kuantitas relative dari bahan yang tertahan pada ayakan ke-i. Dengan persamaan momen-momen tersebut maka rerata dan simpangannya dapat dinyatakan dengan

x =M 1 / M 2

dan

= ln M 2 / M 2 1

Plot-plot data percobaan pada lembar Gauss dalam banyak kasus menunjukkan kurva distribusi yang tidak lurus, tetapi berubah (inflect) pada ujung-ujungnya. Penjelasannya adalah bahwa pada distribusi teoritis nilainilainya adalah berada antara mendekati nol sampai tak terhingga; namun pada kenyataan misalnya bijian (grain) yang lebih besar dari mesh ayakan mungkin tidak ada. Penyimpangan hasil dari distribusi log-normal dapat diperbaiki dengan cara penormalan (renorming). Dalam hal ini batas atas dari ukuran adalah tidak tak terhingga, tetapi ukuran terbesar dari bijian yang ada (xmax). Fungsi distribusi berat Q*(x) untuk kumpulan bijian sampai batas ukuran xmax mempunyai kaitan dengan fungsi ideal Q(x) sebagai berikut
Q x =Q x /Q x max =1/ Q x

(8) Distribusi ukuran produk pertanian yang berupa akar/umbian biasanya dinyatakan dengan hukum Rosin-Rammler-Bennet, yang dinyatakan dengan persamaan

D x =1e
(9)

x / x0 n

dimana D(x) adalah berat komulatif bahan berukuran dibawah x, x0 karakteristik ukuran bijian, dimana sisa diatas ayakan adalah 36.8% (1/e), dan n adalah eksponen yang mencirikan keseragaman kumpulan bahan, dengan nilai bervariasi antara 0.5 dan 1.3. Satu bentuk fungsi distribusi paling sederhana dinyatakan oleh Schuman dengan persamaan
D x =100 x / K n

(10) dimana K adalah modulus ukuran (karakteristik ukuran, dimana semua bijian secara teoritis relatif lebih kecil), n adalah modulus distribusi.

Luas permukaan
Luas permukaan bagian-bagian tertentu dari bahan pertanian sangat
13

berperan penting dalam berbagai teknologi proses. Luas permukaan daun menentukan kapasitasnya untuk melakukan fotosintesis dan laju pertumbuhannya, dan berperan penting dalam menentukan hubungan tanamantanah-air. Luas permukaan biji-bijian dan buah-buahan juga sangat penting dalam tes-tes tertentu, misalnya dalam pengukuran respirasi, dalam penentuan warna dan pemantulan cahaya, dalam fenomena transfer panas, dll. Dalam perkembangan terakhir luas permukaan bahan, disamping warna, juga sangat menentukan dalam pengembangan image-sensor unatuk keperluan otomatisasi dan robotisasi mesin-mesin pertanian. Berbagai metode digunakan dalam penentuan luas permukaan daun. Image dari suatu daun bisa dicetak dengan cara kontak langsung pada suatu kertas sensitif-cahaya, dan permukaan yang yang diperoleh kemudian diukur dengan planimeter. Metode yang lebih cepat adalah mengukur panjang dan lebar daun dan membaca luas permukaannya dari suatu plot yang memberikan luas sebagai produk dua dimensi. Metode empiris seperti itu, untuk kasus daun tembakau adalah seperti ditunjukkan pada Gb. 8. Metode seperti ini jelas memerlukan kemiripan (similarity) bentuk daun untuk ukuran-ukuran lainnya, dan keakuratannya tergantung pada tingkat kemiripannya. Luas permukaan daun juga dapat diukur secara cepat dan akurat dengan menggunakan planimeter udara, air-flow planimeter (Gb.9)[7]. Komponenkomponen penting dari instrumen adalah satu pompa rotary berkecepatan konstan dan dua plat buah plat berlubang (100 lubang per cm2) yang dipasang diatas corong sedotan (suction funnel). Satu dari plat berlubang dapat dibukatutup secara arbitrary dengan sebuah bidang geser. Pengukuran dilakukan sebagai berikut. Pertama, grid mengukuran ditutup semua dan dicatat penurunan tekanannya. Kemudian daun diletakkan pada plat berlubang dan plat geser dibuka sampai nilai tekanannya sama dengan besarnya penurunan tekanan. Luas permukaan daun sama dengan luas permukaan grid pengukuran, yang dapat dibaca secara langsung pada penutup atau bidang geser.

14

Gb.8. Luas permukaan daun tembakau sebagai fungsi panjang dan lebar, untuk dua varietas berbeda

Gb.9. Skema diagram air-flow planimeter

Luas permukaan untuk buah-buahan dapat ditentukan dengan pengukuran langsung, dengan perhitungan, atau dari plot-plot yang berdasarkan pengukuran dimensi linier (beberapa diameter), dalam dimensi kuadrat (beberapa beberapa penampang melintang), atau berdasarkan berat. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan menguliti kulit buah dan menjumlahkan luas-luas individual sayatan. Cara ini relatif lambat, dan disarankan hanya untuk perbandingan. Apabila bentuk buah cukup mirip dengan ellipsoide (misalnya seperti buah prem), luas permukaan f dapat didekati dengan
f =ac

dimana a dan c adalah panjang sumbu orthogonal minor dan mayor. Luas permukaan buah-buahan sering ditentukan dengan basis diameter atau berat. Dengan mengetahui diameter dan beratnya, luas permukaannya dapat dihitung dengan persamaan empiris, atau dibaca dari suatu plot seperti pada Gb.10[8]. Untuk buah yang berbentuk bola, hubungan antara luas permukaan dan berat dinyatakan dengan
f = 4 . 836 / 2/3 G 2 /3

dimana adalah berat volumetris. Luas permukaan untuk telur mentah dapat ditentukan dengan persamaan f =kG 2/ 3 (cm2) dimana nilai dari k antara 4.6 dan 5 (cm unit). Untuk luas permukaan kentang,
15

dapat digunakan nilai k =4.76.

Gb.10. Hubungan antara luas permukaan dan berat produk

Volume dan kepadatan


Volume dan kepadatan (density) berbagai produk pertanian berperan sangat penting dalam berbagai teknologi proses dan dalam evaluasi kualitas produk. Volume dan kepadatan obyek-obyek yang besar seperti buahbuahan biasanya diukur dengan metode perpindahan air (Gb.11). Pertama-tama berat buah diukur (diudara), kemudian ditenggelamkan dalam air, dan berat air yang terpindahkan diukur. Volume buah adalah V =G w / w dimana Gw adalah berat air yang dipindahkan. Berat spesifik dari buah adalah fr =G fr w / Gw dimana Gfr adalah berat buah di udara. Volume dan berat spesifik dari biji-bijian yang relatif kecil biasanya diukur dengan metode piknometer. Disarankan untuk menggunakan toluene (C6H5CH3) karena cairan ini sangat sedikit terserap oleh bijian dan mempunyai tegangan permukaan yang kecil, sehingga cairan tidak masuk terlalu dalam kedalam bijian; disamping itu tenaga dissolusinya rendah.

16

Gb.11. Pengukuran volume

Saat ini, suatu piknometer berdasar perbandingan udara (air-comparison pycnometer) telah dipakai secara luas (missal, buatan Beckman Instruments, Inc.). Alat ini terdiri atas dua kamar (chamber), dua piston, satu katup yang mengubungkan dua chamber dan satu manometer differensial. Apabila suatu produk dimasukkan dalam chamber, maka volume chamber berkurang dan tekanannya menjadi lebih tinggi. Volume produk yang diletakkan dalam chamber dapat dibaca secara langsung. Alat ini menunjukan volume riil dari sampel: apabila bahan bersifat porous terhadap udara, maka specimen bisa dilapisi dengan lilin, untuk mencegah penetrasi dan masuknya udara kedalam bahan. Satu sifat penting dari bahan-bahan porous dan kumpulan bijian (bulk) adalah porositasnya, yaitu rasio volume rongga dalam tumpukan terhadap volume totalnya. Porositas mempunyai peran penting dalam proses pengeringan dan proses penghawaan (ventilation), karena tahanan udara dari lapisan tumpukan dan pergerakan udaranya sangat tergantung pada porositas bahan. Porositas juga bisa dukur dengan air-comparison pycnometer (Gb.12). Kerja pycnometer adalah sbb[4]: Volume bahan sampel (biasanya 300 cc) dimasukkan kedalam chamber pengukuran sebelah kiri, dan level air diatur pada tanda tertentu dimana katup 5 dan 6 terbuka. Katup 5 ditutup dan air dipompa kedalam tabung pengukuran sampai kedua permukaan air mencapai level ketinggian yang sama. Kemudian katup 6 ditutup dan nilai yang terbaca pada skala, dikalibrasi kedalam unit cm3. Alat ini memperbandingkan kemampuan pemadatan (compressability) volume udara yang terpadatkan oleh bijian, dengan kemampuan pemadatan volume udara tanpa bijian. Masing-masing tabung pengukuran memiliki satu chamber pembantu (berbentuk bola), satu di bagian atas dan satu di bagian bawah. Ketika air dipompa keatas, chamber pembantu di bawah terisi dengan air, mendorong udara dalam tabung keatas

17

dan kemudian ke ruang ekspansi atas (2), sementara chamber pembantu pada tabung disampingnya terisi udara. Sensitifitas alat mencapai optimal apabila volume sebenarnya yang diukur, mendekati sama dengan volume terbaca pada chamber pembantu. Dalam hal ini keakuratan pembacaan alat adalah 0.1 cm3. Porositas dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi berat spesifik dan berat volum vw dari bahan, sebagai berikut =1 vw / Berat volume bahan butiran (granuler) tergantung pada bentuk dari bijian. Satu jenis bijian mungkin mempunyai bentuk-bentuk yang sangat berbeda, sedemikian sehingga berat volume dan porositas fraksi tunggalnya mungkin berbeda. Bijian yang besar dan flat mempunyai berat volume maksimum, bijian yang kecil dan bulat mempunyai berat volume minimum[38]. Porositas bahan pada umumnya bervariasi linier sebagai fungsi berat volume. Posisi dari garis lurus dipengaruhi oleh berat spesifik bijian. Perbedaan berat spesifik berbagai produk pertanian tidak terlalu besar: sehingga hubungan porositas-berat volume dapat dinyatakan dengan suatu pendekatan, dengan kurva yang sama untuk bijian yang berbeda. Hubungan ini ditunjukkan pada Gb.13[3].

Gb.12. Skema konstruksi air-comparison pycnometer, (1,2) Skala; (3,4) Chamber; (5,6,7) Katup; (8) Bola karet

Gb.13. Porositas produk sebagai fungsi berat volume

Panas dan pemuaian hygroscopic


Produk-produk pertanian berubah dalam ukuran, sebagaimana bahan metal, sebagai akibat dari perubahan suhu: memuai dengan kenaikan suhu dan menyusut dengan penurunan suhu. Produk pertanian selalu mengandung air (lengas), kuantitasnya bervariasi sesuai kondisi luarnya (misal, kelembaban
18

relatif udara) atau sebagai akibat suatu perlakuan (misal, pengeringan). Volume produk berubah, mengembang atau menyusut, dengan berubahnya kandungan lengas. Fenomena panas dan pemuaian hygroscopic sangat penting terutama karena perubahan panas dan lengas dapat menyebabkan terjadinya stress pada gradient suhu dan lengas dalam bahan. Stress tersebut dapat menyebabkan retaknya produk, sehingga kualitas dan harganya menurun. Jika koefisien pemuaian berbeda dalam arah utama pada suatu bahan anisotropic, stress dapat muncul selama perubahan suhu dan kandungan lengas, bahkan ketika tidak ada perkembangan gradient suhu dan lengas (misal, selama pengeringan lambat terhadap kayu). Untuk mencirikan sifat pemuaian, digunakan kedua koefisien baik pemuaian linier dan pemuaian volumetris. Perubahan panjang relatif suatu bahan karena perubahan suhu adalah L=L 0 dan perubahan relatif volumenya adalah V = v V 0 dimana dan v masing-masih adalah koefisien panas pemuaian linier dan volumetris, dan L0 dan V0 masing-masing adalah panjang dan volume awal. Perubahan panjang dan volume yang disebabkan oleh perubahan lengas dapat dinyatakan:
L=L0

dan

V = 0 V 0

dimana dan v masing-masing adalah koefisien panas linier dan volumetric dari suatu pemuaian hygroscopic. Apabila koefisien pemuaian linier identik pada ketiga arah orthogonal, maka v3 dan v3, dan dalam kasus yang berlawanan, v1+2+3 dan v1+2+3. Relatif sedikit data berkaitan dengan suhu dan pemuaian hygroscopic dapat ditemukan dalam literatur. Beberapa data untuk gandum, cantel dan padi diringkas dalam uraian berikut. Koefisien panas pemuaian volumetris untuk biji cantle dapat diperoleh dari persamaan empiris[41]

v =19 .760 . 254 U 105


untuk interval suhu antara 18-43 oC, dan

v =22 .520 .515 U 105


untuk interval suhu antara 43-74 oC, dimana U adalah persen kandungan lengas (wet basis). Koefisien panas pemuaian untuk gabah pada interval suhu 30-70oC adalah[88]

v =9 . 361 . 097 U 2 0 . 0329 U 3 106 C1


Koefisien panas pemuaian linier untuk cantle[41] diperoleh nilai =3.4X10-5.
19

Koefisien volumetris pemuaian hygroskopis untuk gabah pada interval suhu 0-70
o

C diperoleh[88]

v =0 . 01065 . 9105 , U 1
dimana adalah suhu (oC). Gambar 14 memperlihatkan perubahan volume relatif dari biji gandum sebagai fungsi kadar lengas[23]. Dari kurva tersebut dimungkinkan untuk menentukan koefisien pemuaian volumetris untuk suatu nilai kadar lengas: nilainya sedikit lebih tinggi daripada yang diperoleh untuk padi. Perbandingan pertama. Sebagai antara koefisien retakan pemuaian yang panas pada dan pemuaian selama higroskopis menunjukkan bahwa yang terakhir adalah sekitar 100 kali dari yang akibatnya, terjadi bijian pengeringan disebabkan terutama oleh gradien lengas, adapun stress yang disebabkan oleh gradien suhu pada banyak kasus bisa diabaikan.

Gb.14. Perubahan volume biji gandum sebagai fungsi dari kadar lengas dan koefisien pemuaian volumetris

Kecenderungan suatu partikel membentuk kebolaan disebut SPHERICITY. Hal ini ditentukan dengan perbandingan partikel dengan bentuk bola berdasarkan l u a s pemukaan, volume dan perbandingan sumbu panjang atau diameter. Rumus sphericity : I = Ap/As = dn/ds Ket : 1.Ap : luas permukaan partikel 2.As : luas permukaan bola dengan volume yang sama 3.Dn : diameter partikel kerakal 20

4.Ds : diameter bola yang melingkari objek Kebulatan (Sphericity): perbandingan luas permukaan bola yang mempunyai volume yang sama dengan partikel, dengan luas permukaan dari partikel tersebut.

Sphericity dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara diameter bola yang mempunyai volume sama dengan objek dengan diameter bola terkecil yang dapat mengelilingi objek. Seperti halnya nilai kebundaran, nilai kebulatan suatu bahan juga berkisar antara 0-1. Apabila nilai kebulatan suatu bahan hasil pertanian mendekati 1 maka bahan tersebut mendekati bentuk bola (bulat) (Mohsenin, 1970).

Definition and calculation of sphericity of particles


See, for example, http://en.wikipedia.org/wiki/Sphericity.
6Vp DpA p

Sphericity s is defined as s =

where Vp is the volume of the object, Ap is

its surface area, and Dp is the diameter of a sphere with the same volume (Dp3/6). For a sphere of diameter d, Vp = d3/6, Ap = d2, Dp = d, and so s = 1. For a cylinder of diameter d and length L, Vp = d2L/4, Ap = dL + d2/2 , Dp = (6d2L/4)1/3, For a cube of width a, Vp = a3, Ap = 6a2, and c = a3, and so
( 1 / 3 ) a 6a 2 = 6 ( 6 / ) 6a 3

s =

( )

(1 / 3)

= 0.806

21

Anda mungkin juga menyukai