Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No.

3 [Desember 2012] 199-206


Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

KEHILANGAN GULA DALAM SISTEM TEBANG MUAT ANGKUT DI


PABRIK GULA SINDANG LAUT DAN TERSANA BARU, CIREBON

Sucrose Content Loss in the Harvest-Loading-Transport System at PG Sindang


Laut and PG Tersana Baru, Cirebon

Tajuddin Bantacut*, Sukardi, Irfan Ardiansyah Supatma

Departemen Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Institut Pertanian Bogor
Jl. Darmaga - Bogor 1660
*Penulis Korespondensi: email tajuddin@ipb.ac.id

ABSTRAK

Susut rendemen gula di lini produksi dari saat tebu ditebang sampai akhir pengolahan dapat
mencapai 35%. Kehilangan terbesar terjadi saat tebang dan sebelum giling yaitu 5-25%. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem tebang muat
angkut, menganalisa pola penyusutan rendemen tebu sebelum giling, merekomendasikan sistem
tebang muat angkut terbaik sesuai dengan kondisi pabrik gula yang menjadi objek penelitian.
Pengelolaan tebang muat angkut (TMA) di kedua pabrik gula adalah dengan menggunakan
sistem TMA manual. Waktu rata-rata tebu menunggu setelah ditebang adalah 3.3 jam dengan
kisaran antara 0.25 jam sampai 48 jam. Pemuatan adalah 0.9 jam dengan kisaran antara 0.5 jam
sampai 1.5 jam. Pengangkutan dari kebun ke pabrik adalah 0.83 jam dengan kisaran 0.25 jam
sampai 2 jam. Nilai briks tebu rata-rata kebun PG Sindang Laut adalah 18.73%. Nilai rata-rata
tersebut memiliki kisaran terendah adalah 16.04% sedangkan tertinggi adalah 22.20%. Pabrik
Gula Tersana Baru memiliki nilai briks tebu rata-rata diatas PG Sindang Laut, yaitu 20.12%. Nilai
tersebut memiliki rentang antara 18% sampai 23%. Berdasarkan faktor penting dalam sistem
tebang-muat-angkut, penebangan yang sesuai di kedua pabrik gula adalah dengan tenaga
manusia, proses pemuatan dengan mekanisasi dan proses pengangkutan dari kebun ke pabrik
dengan menggunakan truk. Untuk alat angkut lori diganti dengan menggunakan truk karena
dapat mempercepat waktu menunggu tebu. Perubahan tersebut dapat mengurangi waktu siklus
selama 12.77 jam. Mengacu pada pola penyusutan rendemen, maka rendemen di masing-masing
pabrik gula meningkat sebesar 0.83%.

Kata kunci: nilai briks, pabrik gula, sistem tebang muat angkut, susut rendemen

ABSTRACT

The loss of sucrose in the cane sugar production could reach 35%. Harvesting, loading and trans-
porting the sugarcane contribute significantly to the total lost prior to milling, ranging from 5–25%. The
aims of this research were to identify factors that influence the harvest-loading-transport system, to analyze
the pattern of sucrose content loss in sugar cane before milling, and to recommend means of improving the
harvest-loading-transport system according to the exixting condition of sugar factories. The implementa-
tion of the harvest-loading-transport system can be influenced by many factors, among them are the fac-
tors determining the chopping schedule (T-score) which consist of planting time, difference between below
purity level and upper purity level, average sucrose content, difference between upper sucrose content and
below sucrose content, maturity factor, increase coefficient, durability coefficient, shoot auger pest, plant
condition, and distance. The felling system is determined by the plantation layout, infrastructure (road,
bridge conditions), topography, climate and weather, and equipment for fire tackling.

Keywords: cane sugar production, sucrose content, sucrose losses, harvest-loading-transport

199
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

PENDAHULUAN 2009; Rakkiyappan, 2009; Saxena, 2010).


Penelitian tersebut banyak memberikan
Gula adalah produk sangat penting perhatian pada faktor kehilangan gula secara
bagi ketahanan pangan nasional yang terpisah dengan fokus pada area sub-tropis.
memiliki tingkat konsumsi tinggi dan ragam Penelitian ini melakukan observasi terhadap
penggunaannya sangat luas. Setiap tahun kehilangan gula secara terpadu dalam
konsumsinya meningkat seiring dengan sistem TMA secara keseluruhan, sehingga
laju pertumbuhan penduduk dan konsumsi dapat menjadi acuan untuk perbaikan yang
bahan pangan masyarakat. Konsumsi gula sesuai untuk pabrik gula. Sistem TMA yang
nasional terus meningkat yang pada tahun dikembangkan sesuai dengan kondisi pabrik
2007 berkisar 3.50 juta ton setiap tahun. gula dapat meminimalisasi penyusutan
Pada tahun yang sama produksi nasional rendemen dalam sistem TMA di pabrik gula.
hanya mencapai 2.40 juta ton (Barani, 2007). Tujuan penelitian ini adalah
Keadaan yang sama terjadi pada tahun 2009 mengidentifikasi faktor-faktor yang
dengan produksi 2.52 juta ton, sedangkan berpengaruh dalam sistem TMA,
total konsumsi mencapai 4.55 juta ton terdiri menganalisa pola penyusutan rendemen
dari konsumsi langsung 2.70 juta ton dan tebu sebelum giling, merekomendasikan
konsumsi industri 1.85 juta ton. Kecukupan sistem tebang muat angkut terbaik sesuai
gula dipenuhi melalui impor sebanyak 2.03 dengan kondisi PG Sindang Laut dan PG
juta ton. Proyeksi pertumbuhan tahun 2014 Tersana Baru.
berdasarkan pada pertambahan penduduk
serta perkembangan industri (terutama METODE PENELITIAN
makanan dan minuman) meningkatkan
konsumsi menjadi 5.32 juta ton yakni 2.96 Kerangka Penelitian
juta ton konsumsi langsung dan 2.36 juta Sistem TMA tebu meliputi pene-
ton konsumsi industri. Upaya peningkatan bangan, pemuatan, pengangkutan, dan
produksi yang rasional tanpa membangun disiplin antrian yang digunakan. Banyak
pabrik baru hanya mampu meningkatkan faktor yang mempengaruhi dalam memben-
produksi menjadi 3.60 juta ton sehingga tuk sistem TMA yang dilaksanakan dalam
pemenuhan kebutuhan melalui impor masih suatu pabrik gula. Sistem yang biasa
sebesar 1.72 juta ton (Bantacut, 2010). digunakan adalah sistem manual, mekanis,
Banyak upaya peningkatan produksi dan atau semi-mekanis.
yang harus dan dapat dilakukan, termasuk Kesesuaian sistem TMA yang
upaya mengurangi susut panen, pasca digunakan akan mempengaruhi produk-
panen dan pengolahan. Notojoewono (1984) tivitas pabrik secara keseluruhan. Sistem yang
menyatakan kehilangan gula dari saat tebang sesuai dapat menekan tingkat kerusakan dan
sampai akhir pengolahan dapat mencapai meminimalkan waktu menunggu tebu dalam
35%. Kehilangan yang terjadi pada saat tebang proses tersebut. Semakin sesuai sistem maka
sampai giling berkisar 5-25%. Kehilangan ini akan semakin kecil penyusutan rendemen
terutama disebabkan keterlambatan giling tebu pada proses tebang muat angkut. Pada
sehingga tebu menjadi rusak. Kerusakan akhirnya, rendemen gula yang dihasilkan
tebu tidak hanya menyebabkan kehilangan dapat meningkat.
gula, tetapi juga menyebabkan pengolahan Analisis sistem TMA dilakukan
menjadi menjadi lebih sulit (Suman et al., dengan mengamati proses yang berjalan
2000; Siddhant et al., 2009). di pabrik gula. Pengamatan dilakukan
Tingginya kehilangan gula sebelum dengan mengikuti alur proses, mulai dari
giling disebabkan adanya permasalahan penebangan, pemuatan tebu ke alat angkut,
manajemen tebang muat angkut (TMA) pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik,
sehingga waktu menunggu tebu menjadi dan sistem antrian di pelataran tebu (cane
lebih lama dan tidak sesuai dengan baku yard). Berdasarkan pengamatan terhadap
nilai. Selain itu pelaksanaan tebangan yang sistem tebang muat angkut pabrik gula maka
tidak sesuai juga mempengaruhi penurunan akan didapatkan kesesuaian sistem yang
produktivitas. Perhatian terhadap susut digunakan.
pasca panen secara umum dan TMA Analisa penyusutan rendemen
secara khusus telah banyak menjadi dilakukan berdasarkan pengukuran parameter
perhatian peneliti (Solomon, 2000; Jyoti, mutu gula tebu yang meliputi nilai briks dan

200
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

pol tebu. Pengukuran dilakukan di kebun, pada adalah teknik operation research. Dengan
saat tebu ditebang dan di pelataran tebu pada penelitian ini diharapkan dapat disusun
saat tebu sampai di pabrik. Selain itu dilakukan rekomendasi yang dapat diterapkan oleh
juga pengukuran waktu menunggu tebu antara manajemen TMA.
kebun dan pabrik. Dari data yang didapatkan
akan dibuat persamaan penyusutan mutu tebu HASIL DAN PEMBAHASAN
sebelum giling.
Sistem Tebang Muat Angkut di PG Sindang
Tahapan Penelitian Laut dan PG Tersana Baru
Pengamatan sistem dilakukan untuk
menganalisa kesesuaian sistem tebang-muat- Ketentuan Dalam Sistem Tebang Muat
angkut yang telah dilaksanakan. Pengamatan Angkut
dimulai dari proses penebangan tebu, Pelaksanaan sistem TMA dapat
pemuatan tebu ke alat angkut, pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
tebu dari kebun ke pabrik dan disiplin adalah faktor-faktor yang menentukan jadwal
antrian yang dilaksanakan di pelataran tebang (T-score) yang meliputi masa tanam,
tebu. Setelah dilakukan pengamatan sistem selisih harkat kemurnian bawah dan harkat
kemudian dilaksanakan pengambilan data kemurnian atas, rendemen rata-rata, selisih
di PT PG Rajawali II unit PG Sindang Laut antara rendemen atas dan rendemen bawah,
dan unit PG Tersana Baru. Pengambilan faktor kemasakan, koefisien peningkatan,
data dari berbagai sumber dikelompokan koefisien daya tahan, hama penggerek pucuk,
menjadi data primer dan data sekunder. kondisi tanaman, dan jarak. Layout kebun,
Kegiatan pengumpulan data dimulai dengan prasarana (kondisi jalan dan jembatan),
melakukan analisa kebutuhan data jadwal topografi, iklim dan cuaca, dan peralatan
tebang-muat-angkut dan analisa kebutuhan penanggulangan kebakaran menentukan
data penentuan rendemen baik di kebun sistem tebangan yang akan digunakan (Pabrik
maupun di pelataran tebu (cane yard) pabrik Gula Sindang Laut 2007 dan Pabrik Gula
gula. Setelah diketahui data jadwal tebang, Tersana Baru, 2007).
maka dilakukan observasi di kebun tebu
yang ditebang, yang meliputi nama kebun, Teknik dan Cara Tebang Muat Angkut
varietas tebu, kondisi kebun, jarak kebun (Standard Operasional Procedure)
ke pabrik, jumlah tenaga penebang, waktu Sistem tebang yang digunakan
penebangan, kuota tebang, dan pengukuran dalam Standard Operasional Procedure
briks dan pol tebu. (SOP) di PG Sindang Laut dan PG Tersana
Tebu yang telah ditebang dimuat ke Baru adalah penebangan secara manual
alat angkut, selanjutnya dibawa ke pabrik. dengan tenaga manusia. Penebangan
Jumlah alat angkut dihitung berdasarkan dilaksanakan mengacu pada jadwal
kuota tebang setiap kebun. Dalam pemuatan tebang yang telah tersusun berdasarakan
dan pengangkutan dilakukan pengamatan perhitungan T-score dan disesuaikan pula
waktu siklus pada proses tersebut. Waktu dengan kapasitas giling pabrik sehingga
siklus adalah waktu yang diperlukan untuk tidak menyebabkan kekurangan dan
melakukan satu kali kegiatan pemuatan kelebihan tebu. Penyesuaian tebangan
atau pengangkutan. Pengamatan dilakukan dengan kapasitas giling diimplementasikan
terhadap waktu siklus pemuatan per alat melalui pembatasan “keper” (surat kuota
angkut tebu dan waktu siklus perjalanan angkutan tebu) dan sisa pagi sebesar 14%
tebu dari kebun ke pabrik. Waktu siklus dari kapasitas giling atau tiga jam kapasitas
perjalanan dari kebun ke pabrik dilakukan giling. Kedua Pabrik Gula menerapkan
dengan mensinkronisasikan antara waktu waktu tunda maksimal antara tebu setelah
keberangkatan alat angkut dari kebun dan ditebang dan tebu masuk gilingan adalah 24
waktu kedatangan alat angkut di pelataran jam.
tebu pabrik gula. Pemanenan atau penebangan dilakukan
Pengolahan dan analisis data terhadap tebu segar. Pelaksanaan penebangan
dilakukan untuk mendapatkan sistem tebang dilakukan dengan penerapan tebang rata
muat angkut terbaik dan model matematis tanah untuk plant cane (PC), keprasan 1, dan
penyusutan rendemen tebu sebelum giling. keprasan 2, yaitu dengan tinggi maksimal
Alat bantu matematik yang digunakan tunggak 5 cm. Tebu yang telah ditebang dan

201
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

yang akan digiling harus bersih dari sogolan malam hari adalah tebu yang tersedia di
(tebu muda), pucuk, dan daun kering. lori-lori yang berada di pelataran tebu. Tebu-
Kandungan sampah maksimal yang diizinkan tebu yang tersedia dari lori terebut berasal
adalah 5%. Pengangkutan tebu yang dilakukan dari truk-truk yang datang ke pelataran
oleh PG Sindang Laut dan PG Tersana baru pada saat pabrik masih menggiling tebu-
menggunakan truk dengan kapasitas 5.5–6.0 tebu sisa malam hari. Selanjutnya jika tebu
ton/unit. Selain truk, kedua pabrik gula persediaan telah habis digiling, maka yang
menggunakan lori sebagai alat angkut. Pada terjadi adalah direct feeding. Untuk memenuhi
dasarnya kedua Pabrik Gula menggunakan persediaan tebu giling malam hari, dilakukan
prinsip First In First Served. pemindahan tebu ke lori pada saat terjadi
antrian panjang atau pada saat sore hari.
Pelaksanaan Tebang muat Angkut PG
Sindang Laut dan PG Tersana Baru Permasalahan
a. Kondisi Kebun
Kondisi Penebangan, Pemuatan, dan Bahan non tebu adalah semua bahan
Pengangkutan asing selain tebu, bersabut atau tidak bersabut,
Pabrik gula menggunakan sistem yang tidak atau sedikit mengandung gula.
tebang dan sistem muat secara manual Bahan yang bersabut misalnya daun tebu,
yaitu dengan tenaga manusia. Pelaksanaan pucuk tebu, kelaras/kelopak tebu, akar
penebangan dilakukan dengan penerapan tebu, sogolan yang masih muda (tidak/
tebang rata tanah untuk PC, keprasan 1, dan sedikit bergula), gulma dan kayu. Bahan tak
keprasan 2, yaitu dengan tinggi maksimal bersabut misalnya, tanah, pasir, batu dan
tunggak 5 cm. Kandungan sampah maksimal bahan logam. Bahan-bahan non gula yang
yang diizinkan adalah 5%. Setelah ditebang terdapat dalam tebu yang akan diolah harus
tebu diikat untuk memudahkan pemuatan dipisahkan atau dibersihkan sampai pada
tebu ke truk yang dilakukan oleh penebang. batas yang tidak merugikan.
Waktu proses pemuatan berkisar antara 0.5– Sebagaimana diketahui, kotoran
1.5 jam/truk tergantung pada banyaknya bersabut akan menurunkan rendemen tebu
tenaga muat. Proses pemuatan dilakukan karena akan menaikan kadar sabut dengan
secepatnya setelah proses tebang tebu. Akan menurunkan kadar nira tebu. Ini berarti,
tetapi proses pemuatan juga dipengaruhi sebagian gula yang seharusnya dapat
oleh tersedianya alat angkut di kebun tebu diperoleh hilang dalam ampas. Akibatnya
yang akan ditebang. ada bagian non-gula yang larut, sehingga
Proses pengangkutan tebu dilakukan menurunkan harkat kemurnian nira tebu.
dengan menggunakan truk dan lori. PG Kotoran tidak bersabut mungkin tidak larut,
Sindang Laut memiliki komposisi alat akan tetapi akan merusak peralatan sehingga
angkut, yaitu 90% truk dari total alat angkut akan menurunkan performa peralatan
dan sisanya 10% dengan menggunakan dan menambah untuk biaya perbaikan.
lori. PG Tersana Baru memiliki komposisi Kotoran seperti tanah yang tidak larut akan
alat angkut, yaitu 83% truk dan 17% lori. mempersulit proses pemurnian sehingga
Pengangkutan dengan menggunakan lori sukar untuk mendapatkan nira jernih.
tersebut dilakukan untuk kebun-kebun Kebersihan tebu dari unsur nontebu
yang masih terjangkau oleh rel-rel lori, atau dapat diawali dengan kondisi kebersihan
kebun-kebun yang yang letaknya dekat kebun yang akan ditebang. PG Sindang Laut,
dengan pabrik. Kapasitas angkut masing- kondisi kebun yang kotor mencapai 56.52%,
masing, yaitu untuk truk berkapasitas 6 sedangkan kondisi kebun yang cukup bersih
ton/unit dan untuk lori berkapasitas 2.5 hanya mencapai 30.43%. Sisanya adalah
ton/unit. kebun yang terbakar yakni sekitar 13%
Sistem antrian yang ada di masing- bahkan terkadang lebih.
masing PG adalah FIFO (First In First Out), Pada daerah PG Tersana Baru kebun
dimana tebu yang datang lebih dahulu ke tebu dengan kondisi kotor mencapai 60.61%,
pelataran pabrik maka akan digiling lebih roboh dan kotor sebanyak 15.15%, dan
dahulu juga. Dalam pelaksanaannya sistem kondisi kebun yang bersih hanya 6.06%
ini hanya terjadi pada direct feeding, yaitu tebu dan kebun yang mendekati bersih/cukup
yang masuk ke gilingan tanpa dipindahkan bersih seluas 12.12%. Data bagian tanaman
ke lori. Tebu-tebu untuk persediaan giling PG Tersana Baru mencatat kebun tebu yang

202
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

roboh mencapai 1000 ha. Jelas hal tersebut manual disebabkan kondisi topografi dan
dapat mengakibatkan penyusutan rendemen layout kebun yang sulit dijangkau jika
tebu karena tebu yang roboh akan cepat menggunakan penebangan mekanis. Kondisi
mengalami kematian. yang terdapat di kedua PG adalah kebun
kotor atau kebun terbakar, trash besar, tebu
b. Umur Tebu roboh. Sistem pembayaran berdasarkan
Berdasarkan pengamatan selama satu tonase (berat tebu). Kondisi kebun kotor
periode pada parameter umur tebang di PG mengakibatkan penebang memiliki produk-
Sindang Laut, komposisi tebu yang ditebang tivitas rendah.
tertinggi sebanyak 35% adalah pada saat Sistem pengupahan berdasarkan
umur 13 bulan. Selanjutnya 25% untuk umur tonase akan memicu pekerja menebang
12 bulan, 20% untuk umur 11 bulan, 15% tebu sebanyak mungkin. Dalam kondisi
untuk umur 14 bulan, dan sisanya 5% dengan ideal sistem ini sangat mendukung untuk
umur tebang tebu 9 bulan. Untuk PG Tersana menjadikan produktivitas tinggi. Akan
Baru, umur tebang tebu yang terbanyak tetapi dengan kondisi kebun yang kotor,
adalah 12 bulan mencapai 41%, tebu yang penebang pun mengesampingkan kualitas
ditebang pada usia 13 bulan mencapai 33%, tebu, banyak sampah atau kotoran yang ikut
tebu yang ditebang pada usia 11 bulan, 9 dalam batang-batang tebu karena hal tersebut
bulan dan 8 bulan mencapai 8%, dan untuk juga menambah bobot tebu yang akhirnya
tebu yang ditebang pada saat umur 14 bulan pembayaran upah pun menjadi lebih tinggi.
mencapai 2%. Uppal et al. (2008) membuktikan bahwa
Berdasarkan hasil pengamatan yang pembersihan buku-buku tebu sebelum
diperoleh dari masing-masing pabrik gula, digiling dapat meningkatkan kemurnian,
didapatkan umur tebu yang ditebang adalah pol, dan menurunkan gula pereduksi.
8 sampai 14 bulan. Hal tersebut menunjukan Proses pemuatan dengan tenaga
bahwa tebu yang ditebang termasuk dalam manusia memakan waktu antara 0.5-2 jam
rentang rendemen yang terlalu lebar. per truk (kapasitas 6 ton). Hal tersebut
dipengaruhi oleh banyaknya tenaga muat.
c. Tunggak Tebu Berbeda dengan pemuatan dengan mekanis
SOP untuk tinggi tunggak maksimal yang memiliki waktu proses yang lebih
yang diperbolehkan adalah 5 cm. Pengamatan singkat dan dapat mangurangi kebutuhan
selama satu periode untuk PG Sindang tenaga kerja. Pemuatan yang dilakukan
Laut, persentasi tertinggi, yaitu sebesar 48% secara manual ini dapat mengurangi
adalah tinggi tunggak antara 5-10 cm. Tinggi kotoran atau bahan non tebu ikut dalam
tunggak antara 10 sampai 20 cm mencapai gilingan. Karena pada saat akan dimuat,
22%, sedangkan tinggi tunggak yang tidak biasanya penebang membersihkan dahulu
melebihi 5 cm adalah 30%. Untuk PG Tersana tebu-tebu tersebut. Pengangkutan dengan
Baru, tinggi tunggak yang tidak melebihi 5 menggunakan truk berkapasitas 6 ton sudah
cm adalah sebesar 54%, sisanya sebesar 41% cukup efektif dilakukan. Karena sesuai
adalah tinggi tunggak antara 5-10 cm dan 5% dengan infrastruktur jalan yang tersedia.
dengan tinggi tunggak diatas 20 cm.
Berdasarkan pengamatan tersebut, Penyusutan Rendemen
kedua pabrik gula masih belum bisa Susut rendemen gula akibat
mencapai tebang tandas/rata tanah yang penundaan giling lebih besar daripada
maksimal. Hal tersebut menggambarkan kehilangan yang terjadi dalam proses
kedua pabrik gula belum bisa melaksanakan pengolahan. Adapun jenis penundaan yang
prosedur yang sesuai dengan SOP yang telah terjadi adalah sebagai berikut:
mereka buat. a. Di kebun, yaitu pada waktu penebangan,
memotong, menumpuk tebu, dan memuat
Analisis Sistem Tebang Muat Angkut pada alat pengangkut,
b. Penundaan akibat pengangkutan dapat
Teknik dan Cara Tebang, Muat, dan Angkut disebabkan oleh jarak, keadaan jalan,
Penebangan tebu dilakukan dengan cuaca, dan arus lalu lintas dari kebun ke
cara manual. Tebu ditebang oleh tenaga pabrik,
manusia dengan menggunakan arit/parang c. Di pabrik, yaitu penundaan karena
sebagai alat menebang. Penggunaan teknik menunggu untuk digiling.

203
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

Berdasarkan pengukuran yang Sebenarnya hidrolisa (inversi) tetap berjalan


dilakukan, mutu tebu setelah ditebang terus dan ini terbukti dari meningkatnya
memiliki nilai briks rata-rata 20.29% dan pol kadar gula inversi. Ghasemnejad dan Jamshidi
rata-rata 17.13%. Setelah sampai di caneyard, (2011) mengkuantifikasi pengaruh kerusakan
tebu mengalami penyusutan mutu dengan mekanis (luka atau pecah) sangat besar.
nilai briks rata-rata 19.59% dan pol rata-rata Berdasarkan hasil pengukuran
16.24% (parameter yang sama digunakan juga mutu tebu dengan parameter nilai briks
oleh Uppal, 2003 dan Solomon et al., 2007). dan pol yang dilakukan di kebun dan di
pelataran serta waktu siklus antara kebun
Hubungan Penyusutan Briks dan Pol dan pelataran tebu, maka dapat diketahui
Terhadap Waktu Menunggu Tebu penyusutan mutu tebu dengan lebih jelas.
Kehilangan gula atau rusaknya tebu Kuantifikasi dengan persamaan matematik
(cane deterioration) antara proses pemanenan dapat memudahkan perbandingan antara
dan sebelum pengolahan sudah lama masing-masing nilai dan faktor penyebabnya
diketahui. Kehilangan gula segera terjadi (Andrady, 2000; Ghasemnejad dan Jamshidi,
sejak penebangan (Wood and Du Toit, 1972) 2011). Proses pengkuantifikasian grafik
dengan tingkat kehilangan gula dalam pasca dilakukan dengan cara mencari persamaan
panen sebelum pengolahan dapat bervariasi regresi yang sesuai dengan masing-masing
antara 5–25 % (Clarke dalam Mochtar et garis grafik penyusutan mutu tebu.
al., 1988). Tebu setelah ditebang, maka Untuk menentukan kurva regresi
sukrosa yang terkandung di dalamnya akan yang paling sesuai, yaitu dengan memilih
terhidrolisis oleh enzim invertase menjadi nilai determinasi (R2) yang terbesar. Hines
gula sederhana (glukosa dan fruktosa). Kedua dan Montgomery (1990), menyatakan nilai
produk invertase ini adalah gula perduksi koefisien R2 memberikan pemahaman
sehingga tidak dapat dikristalkan dan akan sejauh mana jenis kurva yang dipilih sesuai
dipisahkan sebagai molases dalam proses dengan data yang diplotkan. Semakin tinggi
pemusingan. Kulkarni dan Warne (2004) nilai R2 mendekati satu, maka semakin
menemukan bahwa bakteri juga berperan kecil nilai penyimpangan yang terjadi
aktif hingga 50% dalam proses invertase antara persamaan kurva dengan data yang
gula. Larrahondo et al. (2002) menekankan diplotkan.
bahwa varitas membedakan tingkat susut Penyusutan nilai briks memiliki pola
gula. Oleh karena itu, pengembangan varitas kurva logarithmic dengan nilai R2=0.978 dan
dapat mengacu pada ketahanan terhadap persamaan kurva y = 0.186 ln(x) + 0.054.
kerusakan selama TMA. variabel y merupakan nilai penyusutan
Sampai sekitar 24 jam pertama setelah briks dan x merupakan waktu siklus dengan
tebang, kadang-kadang terlihat seolah-olah satuan jam dengan batas nilai x kurang dari
kualitas tebu naik (nilai nira) namun ini sama dengan 60 jam. Gambar 1 merupakan
adalah kenaikan semu. Ini terjadi karena kurva penyusutan nilai briks terhadap
ada satu atau lebih zat organik dalam nira waktu.
yang sifat optis aktifnya berubah (memutar Penyusutan nilai pol juga memiliki
bidang polarisasi kekanan) dalam waktu itu. pola kurva logaritmik dengan nilai R2=0.776

Gambar 1. Kurva penyusutan nilai briks terhadap waktu

204
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

dan persamaan kurva y = 0.388 ln(x) + 0.037. satuan jam dengan batas x kurang dari sama
Variabel y merupakan nilai penyusutan pol dengan 60 jam.
dan x merupakan waktu siklus dengan satuan Berdasarkan faktor penting dalam
jam. Kedua persamaan tersebut memiliki sistem TMA, penebangan yang sesuai di
batas x atau waktu kurang dari sama dengan kedua pabrik gula adalah dengan tenaga
60 jam. Nilai R2 tersebut mengindikasikan manusia, proses pemuatan dengan mekanis
bahwa persamaan ini dapat digunakan dan proses pengangkutan dari kebun ke
untuk meramalkan penyusutan pol selama pabrik dengan menggunakan truk. Untuk
proses TMA (Santoso, 1999). alat angkut lori diganti dengan menggunakan
truk karena dapat mempercepat waktu
Rekomendasi Sistem Tebang Muat Angkut menunggu tebu. Perubahan tersebut dapat
Pabrik Gula mengurangi waktu siklus selama 12.77 jam.
Berdasarkan faktor penting dalam Mengacu pada pola penyusutan mutu,
sistem tebang muat angkut, penebangan maka rendemen di masing-masing pabrik
yang sesuai di kedua pabrik gula adalah gula meningkat sebesar 0.83%. Peningkatan
dengan tenaga manusia, proses pemuatan produksi gula per hari untuk PG sindang
dengan mekanis dan proses pengangkutan laut sebesar 14.93 ton dan PG Tersana Baru
dari kebun ke pabrik dengan menggunakan sebesar 24.89 ton.
truk. Untuk alat angkut lori diganti Kesesuaian sistem tebang-muat-
dengan menggunakan truk karena dapat angkut tidak hanya dilakukan secara teknis.
mempercepat waktu menunggu tebu. Tetapi perlu dilakukan perhitungan secara
Perubahan tersebut dapat mengurangi ekonomis sehingga diketahui kelayakan
waktu siklus selama 12.77 jam. Mengacu ekonomisnya. Untuk menanggulangi
pada pola penyusutan mutu, maka permasalahan sisa tebu dan produktivitas
rendemen di masing-masing pabrik gula penebang, perlu dilakukan pengkajian
meningkat sebesar 0.83%. Peningkatan sistem upah penebang. Hal ini dimaksudkan
produksi gula per hari untuk PG sindang untuk memastikan bahwa kondisi-kondisi
laut sebesar 14.93 ton dan PG Tersana Baru yang tidak sesuai dengan baku prosedur
sebesar 24.89 ton. dapat dihindari.

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Sistem TMA yang digunakan oleh Andrady AL. 2000. Assesment of


kedua pabrik gula adalah sistem manual. Biodegradability in Organic Polymers.
Sistem tebang manual berarti pelaksanaan dalam Hamid, S. H. (ed). Handbook of
penebangan dan pemuatan dilakukan Polymer Degradation. Marcel Dekker
menggunakan tenaga manusia. Penggunaan inc., New York
sistem tebang manual, telah sesuai dengan Bantacut T. 2010. Swasembada Gula: Prospek
kondisi topografi dan layout kebun. dan Strategi Pencapaiannya. Pangan
Berdasarkan pengukuran yang 19(3): 245-256
dilakukan, mutu tebu setelah ditebang Ghasemnejad MHM and Jamshidi A. 2011.
memiliki nilai briks rata-rata 20.29% dan pol Forecast Model of Sugar Loss Due
rata-rata 17.13%. Setelah sampai di caneyard, to Mechanical Harvesting of the
tebu mengalami penyusutan mutu dengan sugarcane crop. Australian Journal of
nilai briks rata-rata 19.59% dan pol rata-rata Basic and Applied Sciences 5(12): 1190-
16.24%. 1194
Penyusutan nilai briks memiliki pola Hines WW, Montgomery DC, Rudiansyah
kurva logaritmik dengan nilai R2=0.978 dan (Penterjemah). 1990. Probabilita dan
persamaan kurva y = 0.186 ln(x) + 0.054. Statistik dalam Ilmu Rekayasa dan
Variabel y merupakan nilai penyusutan briks Manajemen, Edisi Ke-2. UI Press,
dan x merupakan waktu siklus dengan satuan Jakarta
jam. Penyusutan nilai pol juga memiliki pola Jyoti SB, Uppal SK, Thind KS, and Batta
kurva logarithmic dengan nilai R2 = 0.776 SK. 2009. Post harvest quality
dan persamaan kurva y = 0.388 ln(x) + 0.037. deterioration in sugarcane under
Variabel y merupakan nilai penyusutan different environmental conditions.
pol dan x merupakan waktu siklus dengan Sugar Tech. 11(2): 154-160

205
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 199-206
Kehilangan Gula dalam Sistem Tebang Muat Angkut [Bantacut, dkk]

Kulkarni VM and Warne D. 2004. Reduction of Santoso S. 1999. SPSS: Mengolah Data
Sugar Loss due to ‘Cut-to-Mill’Delay by the Statistik Secara Profesional. Elex Media
Application of A Unique New Chemical Komputindo, Jakarta.
Composition Called Sucroguard. Proc S Saxena P, Srivastava, RP, Sharma, ML.
Afr Sug Technol Ass. pp. 78 2010. Impact of cut to crush delay and
Larrahondo JE, Briceño CO, Rojas M, bio-chemical changes in sugarcane.
and Palma AE. 2002. Postharvest Australian Journal of Crop Science
sugar losses in sugar cane: varietal 4(9):692-699
differences and effect of harvesting Siddhant R, Srivastava P, Singh SB, Sharma
method In Conference paper Advances in ML. 2009. Post-harvest sugar losses in
the chemistry and processing of beet and sugarcane varieties at high ambient
cane sugar: Proceedings of the 2002 Sugar temperature under subtropical
Processing Research Conference held in condition. Sugar Tech. 11(2): 222-224
New Orleans, Louisiana, USA, 10-13 Solomon S. 2000. Post-Harvest cane
March 2002 pp. 219-226 deterioration and its milling
Mochtar M, Nyoman K, Nurai dan Martoyo. consequences. Sugar Tech. 2(1-2): 1-18
1988. Beberapa Aspek Pra dan Pasca Solomon S, Shrivastava AK, Singh P, Singh
Panen yang Perlu Diperhatikan dalam I, Sawnani A, and Prajapati CP. 2007.
Rangka Maksimalisasi Perolehan Gula An assessment of postharvest sucrose
Dari Tebu. Seminar Budidaya Tebu Lahan losses in sugarcane billets under
Kering, Pasuruan, 23 – 25 September sub-tropical conditions. Book chapter;
1988. Pusat Penelitian Perkebunan Conference paper XXVI Congress,
Gula Indonesia, Pasuruan International Society of Sugar Cane
Notojoewono. 1984. Tebu Rakyat Intensifikasi Technologists, ICC, Durban, South
dan Koperasi Unit Desa. BP3G, Africa, 29 July - 2 August, 2007 pp.
Pasuruan 1513-1521
Pabrik Gula Sindang Laut. 2007. Rencana Suman A, Solomon S, Yadav DV, Gaur A,
Kerja Tebang Angkut Tahun 2007 and Singh M. 2000. Post-harvest loss
Berdasarkan Taksasi Maret. PT PG in sugarcane quality due to endophytic
Rajawali II Unit PG Sindang Laut, microorganisms. Sugar Tech. 2(4): 21-25
Cirebon Uppal SK. 2003. Post harvest losses in
Pabrik Gula Tersana Baru. 2007. Program sugarcane. Sugar Tech. 5(2): 93-94
Kerja Tebang Angkut Tahun 2007. PT Uppal SK, Bhatia S, and Thind KS. 2008.
PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru, Pre milling cane preparation for high
Cirebon sugar recovery and reduction of post
Rakkiyappan P, Shekinah DE, Gopala- harvest losses in sugarcane. Sugar
sundaram P, dan Mathew MD, Tech. 10(4): 346-349
and Asokan, S. 2009. Post-harvest Wood RA and Du Toit JL. 1972. Deterioration
deterioration of sugarcane with special Losses in Whole Stalk Sugarcane.
reference to quality loss. Sugar Tech. Proceedings of The South African Sugar
11(2): 167-170 Technologists’ Association - June 1972

206

Anda mungkin juga menyukai