Anda di halaman 1dari 113

ANALISIS UMUR FATIK RANGKA PENYANGGA AILERON

FLIGHT CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS


101KG DI PT MMF

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat lulus pendidikan


Program Studi Diploma IV Teknik Pesawat Udara Angkatan Ke-12 A

Oleh

READY KRESNA NANDA SUPRAPTO


NIT. 21417067

PROGRAM STUDI TEKNIK PESAWAT UDARA


POLITEKNIK PENERBANGAN INDONESIA CURUG
Agustus 2021
ABSTRAK

ANALISIS UMUR FATIK RANGKA PENYANGGA AILERON FLIGHT


CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS 101 KG DI PT MMF

Oleh

READY KRESNA NANDA SUPRAPTO

NIT. 21417067

Program Studi DIV Teknik Pesawat Udara

PT. Merpati Maintenance Facility mempunyai beberapa pesawat yang sudah tidak
layak terbang. Tercatat ada 6 pesawat yang sudah tidak layak terbang di kawasan
hanggar PT. MMF Salah satu upaya pemanfaatannya yaitu dirancang menjadi
Simulator. Akan tetapi dalam proses perancangannya perlu diperhatikan bagian-
bagian yang mengalami pembebanan, seperti pada rangka dan bracket. Pada
bagian ini seringkali mengalami fatik rangka. Penelitian ini mengkaji tentang
umur fatik rangka penyangga aileron flight control simulator menggunakan
metode elemen hingga. Desain dan perhitungan umur fatik rangka menggunakan
perangkat lunak Solidworks 2020. Dalam penelitian ini menggunakan 3 variabel
desain yaitu: Desain Awal, Desain Baru, dan Desain Alternatif. Sedangkan
material yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 variasi yaitu ASTM
A36 dan A500.

Kata kunci: metode elemen hingga, prediksi umur fatik, Simulator, solidworks,
ASTM A36, ASTM A500

ii
ABSTRACT

FATIGUE ANALYSIS OF SUPPORT FRAME OF AILERON FLIGHT CONTROL


SIMULATOR WITH LOAD CAPACITY: 101KG AT PT.MMF

PT. Merpati Maintenance Facility has several aircraft that are no longer
airworthy. It was recorded that there were 6 aircraft that were no longer
airworthy in the hangar area of PT. MMF One of the efforts to use it is to design
it as a Simulator. However, in the design process, it is necessary to pay attention
to the parts that are subjected to loading, such as the frame and bracket. This
section often experiences skeletal fatigue. This study examines the fatigue life of
the Aileron Flight Control Simulator supporting frame using the finite element
method. Design and calculation of the fatigue life of the frame using Solidworks
2020 version. In this study, 3 design variables were used, namely: Initial Design,
New Design, and Alternative Design. While the material used in this study uses 2
variations, namely ASTM A36 and A500.

Keywords: finite element method, fatigue life prediction, Flight Simulator,


solidworks, ASTM A36, ASTM A500

iii
PENGESAHAN PEMBIMBING

Tugas Akhir: “ANALISIS UMUR FATIK RANGKA PENYANGGA AILERON


FLIGHT CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS 101 KG DI PT MMF” telah
diperiksa dan disetujui untuk diuji sebagai salah satu syarat lulus pendidikan
Program Studi Diploma IV Teknik Pesawat Udara Angkatan ke-12, Politeknik
Penerbangan Indonesia Curug – Tangerang

NAMA : READY KRESNA NANDA


SUPRAPTO

NIT : 21417067

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

OKA FATRA, ST., S.SiT., MT. IWAN ENGKUS K., S, ST., MS, ASM
Penata (III/c) Penata Muda Tk. I (III/b)
NIP.19811221 200212 1 005 NIP. 19900204 201012 1 003

KETUA PROGRAM STUDI

WIRA GAUTHAMA, ST., S.SiT., M.Pd.


Penata Tk. I (III/d)
NIP. 19700908 199403 1 001

iv
PENGESAHAN PENGUJI

Tugas Akhir: “ANALISIS UMUR FATIK RANGKA PENYANGGA AILERON


FLIGHT CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS 101 KG DI PT MMF” telah
dipertahankan dihadapan Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Diploma IV
Teknik Pesawat Udara Angkatan ke-12, Politeknik Penerbangan Indonesia Curug-
Tangerang. Tugas akhir ini telah dinyatakan LULUS Program Diploma IV pada
tanggal 18 Agustus 2021.

KETUA SEKRETARIS

LILIES ESTHI RIYANTI S.SiT, MT. FATAH FATURAHMAN, S.ST.


Penata (III/c) Penata Muda Tk. I (III/b)
NIP. 19820720 200502 2 001 NIP. 19880604 201012 1 004

ANGGOTA

OKA FATRA, ST., S.SIT., MT.


Penata (III/c)
NIP.19811221 200212 1 005

v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ready Kresna Nanda Suprapto

NIT : 21417067

Program Studi : Diploma IV Teknik Pesawat Udara

Menyatakan bahwa tugas akhir berjudul ANALISIS UMUR FATIK RANGKA


PENYANGGA AILERON FLIGHT CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS
101 KG DI PT MMF merupakan karya asli saya bukan merupakan hasil
plagiarisme.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik dari Politeknik
Penerbangan Indonesia (PPI) Curug.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Tangerang, Agustus 2021

Yang Membuat Pernyataan

Ready Kresna Nanda Suprapto

vi
Dipersembahkan kepada

Bapak Suprapto dan Ibu Asmah

Mas Sena dan Mba Ajeng

vii
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR

Tugas akhir D.IV yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan
Politkenik Penerbangan Indonesia, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan
bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku
di Politeknik Penerbangan Indonesia. Referensi kepustakaan diperkenankan
dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin
pengarang dan harus disertai dengan kaidah ilmiah untuk menyebutkan
sumbernya.

Sitasi hasil penelitian Tugas akhir ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia
sebagai berikut:

Suprapto, R. K. N. (2021): Analisis Umur Fatik Rangka Penyangga Aileron


Flight Control Simulator Berkapasitas 101kg di PT MMF, Tugas Akhir
Program Diploma IV, Politeknik Penerbangan Indonesia.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tugas akhir haruslah


seizin Ketua Program Studi Teknik Pesawat Udara, Politeknik Penerbangan
Indonesia.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan. Tugas akhir dengan judul “ANALISIS UMUR FATIK
RANGKA PENYANGGA AILERON FLIGHT CONTROL SIMULATOR
BERKAPASITAS 101 KG DI PT MMF” diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat lulus pendidikan Diploma IV Teknik Pesawat Udara Angkatan ke-12 di
Politeknik Penerbangan Indonesia, Curug, Tangerang.

Penulis sangat berterimakasih kepada Bapak Oka Fatra dan Bapak Iwan Engkus
K. sebagai Pembimbing, atas segala saran, bimbingan dan nasihatnya selama
penelitian berlangsung. Penulis juga sangat berterimakasih kepada Bapak L. A. N.
Wibawa sebagai referensi utama terhadap penelitian ini.

ix
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................... iv
PENGESAHAN PENGUJI ..................................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................. vi
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR ................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ............................................................. xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... xvi
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 3
C. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
D. Tujuan ....................................................................................................... 4
E. Manfaat ..................................................................................................... 4
F. Batasan Masalah ...................................................................................... 4
G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5
Bab II Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
A. Penelitian Sebelumnya (State of the Art) ................................................. 7
B. Metode Elemen Hingga ............................................................................ 7
C. Tegangan dan Regangan ........................................................................ 11
D. Deformasi ............................................................................................... 12
E. Faktor keamanan .................................................................................... 13
F. Pemilihan Material .................................................................................. 13
G. Welding ................................................................................................... 16
H. Fatik ........................................................................................................ 18
Bab III Metodologi Penelitian............................................................................... 21

x
A. Diagram Alir........................................................................................... 21
B. Studi Literatur......................................................................................... 22
C. Data Spesifikasi ...................................................................................... 22
D. Solidworks .............................................................................................. 22
E. Pemodelan Rangka ................................................................................. 23
F. Kekuatan Material................................................................................... 23
G. Welding ................................................................................................... 23
H. Elemen Hingga ....................................................................................... 24
I. S-N Diagram ........................................................................................... 26
Bab IV Pembahasan .............................................................................................. 28
A. Pemodelan Rangka ................................................................................. 28
B. Kekuatan Material .................................................................................. 29
C. Welding ................................................................................................... 30
D. Perhitungan Tegangan yang diizinkan ................................................... 35
E. Elemen Hingga ....................................................................................... 37
F. Analisis Statik Desain Awal ................................................................... 44
G. Analisis Statik Desain Baru .................................................................... 48
H. Analisis Statik Desain Alternatif ............................................................ 55
I. Analisis Fatik .......................................................................................... 65
Bab V Kesimpulan ................................................................................................ 73
A. Kesimpulan ............................................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76
LAMPIRAN .......................................................................................................... 79

xi
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar II.1 Proses analisis FEM (Cornelis, 2017) .............................................. 8


Gambar II.2 Jenis-jenis elemen (Kurowski, 2018) ................................................ 9
Gambar II.3 Aspect Ratio (Petrock, 2020) ........................................................... 10
Gambar II.4 Persamaan Von Mises (Hidayah, 2019) ........................................... 12
Gambar II.5 Grafik hubungan tegangan dan regangan (Hibbeler, 2015) ............ 14
Gambar II.6 Poisson ratio (Pritchard et al., 2013) ............................................... 16
Gambar II.7 Welding Path dan pembebanan (Doane, 2016) ............................... 17
Gambar II.8 kurva S-N fatik (Charkaluk & Seghir, 2015) .................................. 19
Gambar III.1 Diagram alir penelitian ................................................................... 21
Gambar IV.1. Profil besi hollow (Suprapto & Wibawa, 2021a) .......................... 28
Gambar IV.2. Aileron hinge bracket .................................................................... 29
Gambar IV.3 Gaya yang bekerja pada Hinge Bracket ......................................... 32
Gambar IV.4 Perbandingan nilai tegangan yang diizinkan ................................. 37
Gambar IV.5. Fitur memasukan data material pada solidworks .......................... 38
Gambar IV.6 Letak kondisi batas......................................................................... 38
Gambar IV.7 Pembebanan pada rangka penyangga aileron ................................ 39
Gambar IV.8 Metode H-Adaptive pada proses meshing ..................................... 40
Gambar IV.9 Grafik perbandingan aspect ratio terhadap besarnya elemen ........ 43
Gambar IV.10 Von mises stress Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm ............. 45
Gambar IV.11 Displacement Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm ................. 45
Gambar IV.12 Von mises stress Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm .......... 47
Gambar IV.13 Displacement Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm .............. 47
Gambar IV.14 Von mises stress penambahan 1 support ...................................... 48
Gambar IV.15 Von mises stress penambahan 2 support ...................................... 49
Gambar IV.16 Von mises stress penambahan 3 support ...................................... 49
Gambar IV.17 Von mises stress penambahan 3 support ...................................... 50
Gambar IV.18 Perbandingan jumlah support terhadap tegangan ........................ 50
Gambar IV.19 Von mises stress Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm.............. 52
Gambar IV.20 Displacement Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm .................. 52

xii
Gambar IV.21 Von mises stress Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm........... 54
Gambar IV.22 Displacement Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm ............... 54
Gambar IV.23 Von Mises Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm................ 56
Gambar IV.24 Displacement Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm .......... 56
Gambar IV.25 Von Mises Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm................ 58
Gambar IV.26 Displacement Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm .......... 58
Gambar IV.27. Grafik perbandingan jenis material terhadap safety factor ......... 64
Gambar IV.28 Grafik kurva SN ........................................................................... 65
Gambar IV.29 Batas ketahanan Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
menggunakan ASME SN Curve ........................................................................... 66
Gambar IV.30 Batas ketahanan Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
menggunakan ASTM A36 SN Curve ................................................................... 67
Gambar IV.31 Batas ketahanan Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
menggunakan ASME SN Curve ........................................................................... 68
Gambar IV.32 Batas ketahanan Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
menggunakan ASTM A36 SN Curve ................................................................... 69
Gambar IV.33 Batas ketahanan Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
menggunakan ASME SN Curve ........................................................................... 70
Gambar IV.34 Batas ketahanan Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
menggunakan ASTM A36 SN Curve ................................................................... 70
Gambar IV.35 Batas ketahanan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm
menggunakan ASME SN Curve ........................................................................... 71
Gambar IV.36 Batas ketahanan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm
menggunakan ASTM A36 SN Curve ................................................................... 71
Gambar IV.37 Grafik perbandingan umur fatik rangka ....................................... 72

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Karakteristik Material ASTM A36 ..................................................... 29


Tabel IV.2 Karakteristik Material ASTM A500 ................................................... 30
Tabel IV.3 AWS D1.1 ........................................................................................... 30
Tabel IV.4 Parameter Pembebanan ....................................................................... 40
Tabel IV.5 Variabel ukuran elemen pada Desain Awal ........................................ 42
Tabel IV.6 Perbandingan Mesh Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm .............. 44
Tabel IV.7 Perbandingan Mesh Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm ........... 46
Tabel IV.8 Detail Mesh Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm ........................... 51
Tabel IV.9 Detail Mesh Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm ........................ 53
Tabel IV.10 Detail Mesh Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm .................. 55
Tabel IV.11 Detail Mesh Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm .................. 57

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Spesifikasi Pesawat Fokker-27 .........................................................79


A.1 PK-MFF (F-27/MK 500).....................................................................79
A.2 PK-MFG (F-27/MK 500) ....................................................................80
A.3 PK-MFQ (F-27/MK 500) ....................................................................81
A.4 PK-MFY (F-27/MK 500) ....................................................................82
A.5 PK-MFV (F-27/MK 500) ....................................................................83
A.6 PK-MFW (F-27/MK 500) ...................................................................84
Lampiran B. Pengukuran .......................................................................................85
B.1 Pengukuran dimensi aileron (a) ..........................................................85
B.2 Pengukuran dimensi aileron (b) ..........................................................85
B.3 Pengukuran dimensi aileron (c) ..........................................................86
Lampiran C. Kondisi saat ini .................................................................................87
Lampiran D. Daftar harga bahan di pasaran ..........................................................88
D.1 Besi hollow hitam 40 mm x 40 mm x 1 mm .......................................88
D.2 Besi hollow hitam 50 mm x 50 mm x 1,2 mm ...................................89
D.3 Besi hollow hitam 40 mm x 40 mm x 2 mm .......................................89
D.4 Besi hollow hitam 50 mm x 50 mm x 2 mm ......................................89
Lampiran E. Proses Simulasi .................................................................................90
E.1 Memasukan data material ....................................................................90
E.2 Menentukan kondisi batas ..................................................................90
E.3 Menentukan besar dan tipe mesh .........................................................91
E.4 Menentukan arah dan besar gaya .........................................................91

xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian


pertama kali
pada halaman

MMF Merpati Maintenance Facility 1

LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 2

ASTM American Standard Testing and Material 2

MEH Metode Elemen Hingga 21

FEM Finite Element Method 21

AWS American Welding Society 44

LAMBANG

𝐹 Gaya 22

𝑘 Konstanta kekakuan 23

𝑑 Perubahan posisi 23

𝜀 Regangan 26

𝜎 Tegangan 26

𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 Kekuatan luluh material 28

𝜆 Modulus Elastisitas 30

𝑣 Poisson ratio 31

𝑓𝑠 Gaya geser 32

xvi
𝑓𝑏 Gaya bengkok 32

𝑓𝑟 Gaya resultan 32

𝑤 Required Weld Size 33

𝐹𝐸𝑋𝑋 Kekuatan elektroda 33

𝑁 Jumlah siklus 34

xvii
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
PT. Merpati Maintenance Facility mempunyai sejarah sebagai bagian dari
Merpati Nusantara Airlines. Sebagai salah satu maskapai penerbangan di
Indonesia, Merpati Nusantara Airlines telah resmi berhenti pada tanggal 1
Februari 2014 dan meninggalkan beberapa pesawat yang secara ekonomis
sudah tidak mungkin dihidupkan lagi. Tercatat ada 6 pesawat yang sudah
tidak layak terbang di kawasan hanggar PT. MMF (Lampiran A). Salah satu
upaya pemanfaatannya yaitu dirancang menjadi Simulator. Akan tetapi
dalam proses perancangannya perlu diperhatikan bagian-bagian yang
mengalami pembebanan, seperti pada rangka dan bracket. Pada penelitian
sebelumnya yaitu “Desain dan Analisis Tegangan Rangka Alat Simulasi
Pergerakan Kendali Terbang Menggunakan Metode Elemen Hingga” telah
dilakukan perancangan dan analisa tegangan statis yang bekerja pada flight
control simulator (Suprapto & Wibawa, 2021a), Namun dalam
kenyataannya rangka flight control simulator tidak hanya mendapatkan
beban statis, karena dengan adanya pergerakan dari Aileron menyebabkan
rangka ini mengalami pembebanan berulang (repeated loading). Dalam
suatu penelitian yang berjudul “Analisis Fatik Berbantuan Komputer” pada
tahun 2011 dijelaskan bahwa pembebanan berulang akan melemahkan suatu
bagian dari rangka dalam waktu tertentu meskipun beban yang terjadi pada
rangka tersebut sangat kecil. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut
terhadap rangka flight control simulator ini. seperti pada rangka penyangga
aileron yang mengalami beban dinamis yang berulang (Tomlin & Meyer,
2011) (Raj, 2017). komponen tersebut harus mampu menahan beban statis
dan dinamis berulang akibat pergerakan aileron.

Kemampuan komponen menahan beban berulang ditunjukkan dengan


ketahanan melewati 1 juta siklus (Ari & Wibawa, 2020). Ketahanan suatu

1
material dipengaruhi oleh besarnya alternating stress. Semakin tinggi
alternating stress yang bekerja, membuat siklus komponen menjadi rendah.
Hal ini terjadi karena alternating stress akan menyebabkan konsentrasi
tegangan tekan atau tarik pada permukaan material. Sehingga permukaan
material akan mengalami deformasi elastis yang akan mengubah jarak antar
atom (Wijayanto et al., 2009). Perubahan jarak antar atom ini akan
menyebabkan Microscopic Damage. Kecilnya kerusakan yang ditimbulkan
Microscopic Damage ini tidak bisa dilihat oleh kasat mata, Sehingga
kegagalan pada material ini bisa terjadi tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda
yang kasat mata (Wibawa & Diharjo, 2020).

Adapun kegagalan yang terjadi tiba-tiba ini disebut dengan fatik atau
kelelahan (Wibawa, 2020). Fatik mempunyai pengaruh besar pada suatu
rancangan. Seperti pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 di
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tentang Prediksi
Umur Fatik Struktur Crane disebutkan bahwa fatik merupakan penyebab
terbanyak kegagalan suatu rancangan komponen atau struktur (Wibawa,
2019). Sehingga fenomena fatik ini perlu dianalisis pada saat perancangan
suatu komponen agar tidak menimbulkan kegagalan desain.

Salah satu penyebab kegagalan desain adalah pemilihan material. Seperti


pada aileron hinge bracket pesawat F/A 18 (Galea et al., n.d.), yang desain
awalnya menggunakan material aluminium dengan harapan mendapatkan
bobot yang ringan. Namun jenis material ini mempunyai grafik S/N curve
yang relatif rendah dibandingkan dengan beberapa jenis logam seperti Steel
dan ASTM A36. Nilai pada grafik S/N curve ini akan berdampak pada
jumlah siklus yang didapatkan. Pada grafik S/N curve menyatakan bahwa
ASTM A36 bertahan hingga 1 juta siklus jika beban yang diterima sebesar
200 MPa. Sehingga dipilih material composite yang mempunyai nilai grafik
S/N diatas material tersebut. Untuk itu variabel material ini perlu
diperhatikan dalam perancangan suatu komponen (Suprapto & Wibawa,
2021a).

2
Dari permasalahan di atas, untuk memastikan rancangan rangka penyangga
pada aileron flight control simulator di PT MMF aman digunakan,
perancang tertarik untuk menganalisis fatik pada rangka penyangga. Oleh
karena itu perancang akan membuat tugas akhir dengan judul “Analisis
Umur Fatik Rangka Penyangga Aileron Flight Control Simulator
Berkapasitas 101 Kg di PT MMF” yang nantinya diharapkan dapat
mengatasi masalah-masalah yang terjadi.

B. Identifikasi Masalah
Dengan adanya pemaparan masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi
masalah yang ada sebagai berikut.

1. Bagaimana beban fluktuatif yang terjadi pada penyangga aileron?


2. Bagaimana pemilihan bahan yang tepat terhadap rancangan rangka?
3. Bagaimana merancang flight control simulator?
4. Bagaimana kemampuan komponen dalam ketahanan melewati 1 juta
siklus?
5. Apakah Microscopic Damage akan yang terjadi pada rangka?
6. Apakah fatik dapat menyebabkan kerusakan pada penyangga aileron?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis merumuskan bagaimana
merancang “ANALISIS UMUR FATIK HINGE BRACKET AILERON
FLIGHT CONTROL SIMULATOR BERKAPASITAS 101,055 KG DI PT
MMF”, mengenai.

3
1. Bagaimana merancang rangka penyangga aileron flight control
simulator yang mampu menahan beban 101,055 kg?
2. Bagaimana pengaruh bahan terhadap keamanan rancangan rangka
penyangga aileron flight control simulator?
3. Bagaimana pengaruh rancangan terhadap umur fatik rangka
penyangga aileron flight control simulator?
D. Tujuan
Tujuan dari desain rangka penyangga aileron flight control simulator,
sebagai berikut.

1. Dapat merancang rangka penyangga aileron flight control simulator


yang mampu menahan beban 101,055 Kg.
2. Dapat menentukan bahan yang aman terhadap rangka penyangga
aileron flight control simulator.
3. Dapat menentukan rancangan terbaik berdasarkan umur fatik rangka
penyangga aileron flight control simulator.
E. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu didapatkan data mengenai rancangan
rangka penyangga aileron, jenis bahan yang digunakan, dan umur fatik dari
rancangan rangka yang dibuat. Dengan adanya data yang didapatkan,
diharapkan akan menjadi acuan untuk mengembangkan penelitian dalam
dunia manufaktur yang baik di masa mendatang.

F. Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut.

4
1. Rancangan alat simulasi flight control mechanism khusus dibuat untuk
PT. MMF.
2. Tingkat kemanan rangka dalam menahan beban berulang yaitu 2 (dua)
3. Hanya membahas tentang rangka penyangga aileron pada flight
control simulator di PT. MMF.
4. Besarnya pembebanan yang dilakukan merujuk pada penelitian
sebelumnya.
5. Hasil analisis studi akan dilakukan dengan menggunakan program
Solidworks 2020.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan laporan penelitian tugas akhir maka
dibuatkan sistematika penulisan yang merangkum bab-bab yang akan ditulis
pada laporan tugas akhir. Sistematika penulisannya yaitu sebagai berikut.

1. Bab 1 Pendahuluan
Pada pendahuluan akan dijelaskan masalah mengenai penelitian yang
penulis lakukan. Penjelasan tersebut meliputi masalah bagaimana
merancang rangka penyangga aileron flight control simulator,
identifikasi masalah pada rancangan, tujuan melakukan penelitian ini,
manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini, serta ruang
lingkup penelitian yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian
tugas akhir.

2. Bab 2 Landasan Teori


Pada bab ini merupakan penjelasan mengenai teori, definisi, dan
konsep yang akan diangkat dalam pengerjaan tugas akhir, contohnya
teori mengenai tegangan yang bekerja pada rangka, teori fatik rangka.
Di dalam landasan teori dikemukakan hasil penelitian sebelumnya dan
penelitian yang sejenis dari buku maupun jurnal ilmiah dengan tujuan
sebagai acuan dalam menyelesaikan tugas akhir.

5
3. Bab 3 Metodologi Penelitian
Dalam bab ini menjelaskan mengenai diagram alir penelitian, skema
analisis, dan metode yang dipakai dalam penyusunan tugas akhir.

4. Bab 4 Pembahasan
Dalam bab ini akan membahas dengan rinci tentang kekuatan
material, perhitungan pengelasan, pembebanan, analisis statik hingga
analisis fatik. Pada bab ini seluruh hasil penelitian akan dipaparkan.

5. Bab 5 Kesimpulan
Dalam bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan yang
didapatkan selama pelaksanaan tugas akhir beserta saran dengan
tujuan mengembangkan dan memberi lahan penelitian kepada peneliti
selanjutnya.

6. Daftar Pustaka
Bagian ini berisi sumber-sumber yang dijadikan sebagai acuan dalam
mengerjakan penelitian tugas akhir.

6
Bab II
Tinjauan Pustaka

A. Penelitian Sebelumnya (State of the Art)


Dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan sejumlah penelitian-
penelitian mengenai elemen hingga salah satunya pada flight control
simulator (Suprapto & Wibawa, 2021b). Penelitian ini menggunakan
perangkat lunak Solidworks 2017. Model 3 dimensi telah dibuat dengan 2
ukuran profil besi hollow yang telah ditentukan yaitu 40 mm x 40 mm x 1
mm dan 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Jenis material pada penelitian ini ada 2
jenis yaitu ASTM A36 dan A500. Dengan berat beban total kedua aileron
202,11 Kg menghasilkan nilai faktor keamanan untuk ukuran profil 50 mm
x 50 mm x 1,2 mm menggunakan material ASTM A36 dan A500 secara
berturut turut 2,162 dan 2,724. Sedangkan untuk ukuran profil 40 mm x 40
mm x 1 mm menggunakan material ASTM A36 dan A500 secara berturut
turut 1,06 dan 1,336. Namun pada penelitian ini masih menggunakan jenis
weldment mesh dan belum dilakukan pengujian umur fatik rangka. Pada
penelitian ini nantinya akan menggunakan jenis solid mesh yang dinilai
akan menghasilkan pengukuran yang lebih akurat dan melakukan pengujian
umur fatik agar menghasilkan suatu desain yang lebih kuat dari sebelumnya.

B. Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga (MEH) atau biasa disebut Finite Element Method
(FEM) merupakan metode penyelesaian suatu masalah dengan
menggunakan pembagian terhadap objek menjadi bagian-bagian kecil yang
terhingga. Bagian kecil ini sering disebut dengan elemen yang nantinya
akan dianalisa dengan hasilnya digabungkan kembali untuk menghasilkan
penyelesaian keseluruhan sistem.

Membagi suatu objek untuk dianalisis disebut “diskritasi atau discretizing”.


Sebuah elemen terdiri dari beberapa titik yang disebut dengan node atau

7
nodal. Secara umum langkah-langkah dalam metode elemen hingga data
diringkas sebagai berikut.

1. Melakukan pemodelan, dengan menggunakan perangkat lunak CAD


2. Lalu membagi pemodelan ke dalam elemen-elemen kecil
3. Membuat formula atau persamaan matriks menjabarkan sifat-sifat
setiap elemen. Nantinya setiap persamaan matriks akan gabungkan
untuk menemukan formula sistem secara keseluruhan.

Gambar II.1 Proses analisis FEM (Cornelis, 2017)


Pada dasarnya, pengembangan matriks pada persamaan elemen hingga
didapatkan dari konsep koefisien kekakuan yang digunakan dalam analisis
rangka. Dengan menggunakan metode-metode tersebut, akan
menghasilkan sebuah persamaan yang menggambarkan sifat dari elemen
tersebut. Persamaan ini dapat dinotasikan dalam bentuk matriks seperti
berikut.

8
𝑓1 𝑘11 ⋯ 𝑘1𝑛 𝑑1 (1)
{𝑓2 } = [ ⋮ ⋱ ⋮ ] {𝑑2 }
𝑓𝑛 𝑘𝑛1 ⋯ 𝑘𝑛𝑛 𝑑𝑛

Atau dalam bentuk singkatnya sebagai berikut.

{𝑓} = [𝑘]{𝑑} (2)

Dimana:

𝑓 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖

𝑘 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑘𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛

𝑑 = 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 (𝑑𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡)

Gambar II.2 Jenis-jenis elemen (Kurowski, 2018)


Ada 3 jenis elemen yang dapat digunakan dalam analisis elemen hingga
yaitu solid element, shell element dan beam element. Ketiga elemen ini
mempunyai kegunaan masing-masing dalam kegunaannya. Solid element
berfungsi sebagai representasi dari objek padat (solid). Shell element
merupakan bentuk penggambaran dari plat baja, informasi ketebalan plat
harus diberikan ketika mengerjakan elemen ini. Mirip dengan solid

9
element, Shell element juga dapat memetakan ke dalam geometri
lengkung.

Tetrahedron adalah jenis elemen yang umum digunakan pada solid


element. Tetrahedron bisa disebut juga piramida segitiga, merupakan
polihedron yang terdiri dari empat sisi segitiga, enam rusuk dan empat
sudut.

Gambar II.3 Aspect Ratio (Petrock, 2020)


Salah satu metode untuk memeriksa kualitas mesh yaitu dengan Aspect
Ratio. Dalam situs resmi solidworks dijelaskan bahwa Aspect Ratio adalah
rasio antara tepi terpanjang dan garis normal terpendek (SOLIDWORKS
Help, 2021). Sehingga secara teori Aspect Ratio elemen tetrahedral yang
sempurna adalah 1,0. Akan tetapi untuk geometri umum, tidak mungkin
membuat jaring elemen tetrahedral yang sempurna. Contohnya seperti
pada geometri melengkung, plat tipis, dan sudut tajam. Beberapa elemen
yang dihasilkan bisa saja memiliki beberapa tepi lebih panjang daripada
yang lain. Ketika nilai Aspect ratio membesar, keakuratan hasil akan
menurun (SOLIDWORKS Help, 2021). Aspect ratio dapat dinotasikan
seperti berikut.

𝐿𝑜𝑛𝑔𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 (3)


𝐴𝑠𝑝𝑒𝑐𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑆ℎ𝑜𝑟𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙

10
C. Tegangan dan Regangan
Yang menjadi dasar dalam ilmu mekanika bahan yaitu tegangan normal dan
regangan. Konsep ini dapat meninjau sebuah batang prismatis yang sedang
mengalami gaya aksial dengan bentuk yang paling sederhana. Asudmsi
yang digunakan yaitu tegangan terbagi rata di seluruh potongan melintang,
dapat dinotasikan bahwa resultan gaya yang bekerja sama dengan tegangan
𝜎 dikalikan dengan luas penampang A dari batang tersebut.

Persamaan tegangan adalah:

𝐹 (4)
𝜎=
𝐴
Dimana:

𝜎 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝐹 = 𝑔𝑎𝑦𝑎

𝐴 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔

Sedangkan regangan merupakan suatu bentuk tanpa satuan demi


menyatakan perubahan bentuk. Regangan dapat dinyatakan dalam bentuk
presentasi atau tidak dengan presentasi. Regangan adalah hasil
perbandingan antara perubahan panjang suatu objek dengan panjang semula.

Persamaan regangan adalah:

Δ𝐿 (5)
𝜀=
𝐿
Dimana:

𝜀 = 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝐿 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑘

Δ𝐿 = 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑏𝑗𝑒𝑘

11
Von Mises menyatakan bahwa akan terjadi kegagalan dalam struktur apabila
tegangan normal itu tidak bergantung dari orientasi atau sudut 𝜃 (invariant)
kedua deviator tegangan melampaui nilai kritis tertentu.

Bentuk persamaan kriteria luluh Von Mises:

(6)
1
𝜎𝑣𝑜𝑛 𝑚𝑖𝑠𝑒𝑠 = √ [(𝜎1 − 𝜎2 )2 + (𝜎2 − 𝜎3 )2 + (𝜎3 − 𝜎1 )2 …
2

Gambar II.4 Persamaan Von Mises (Hidayah, 2019)


Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa kegagalan akan terjadi apabila
tegangan akan terjadi apabila telah melampaui yield strength material dalam
uji tarik uniaksial.

D. Deformasi
Semua rangka akan mengalami perubahan jika terkena beban luar, baik
perubahan ukuran maupun perubahan bentuk. Bertambahnya ukuran dari
sebuat rangka/struktur disebut elongasi atau perpanjangan, sedangkan
sebaliknya dapat dikatakan kontraksi atau pemendekan. Jika suatu rangka
mengalami deformasi yang masing-masing elemennya masih berada pada
sifat elastis, maka kondisi tersebut dapat dikatakan kondisi kekakuan
(condition of rigidity). Nilai batas deformasi dapat dipakai sebagai
perbandingan dimensi atau ukuran dari konstruksi tersebut. Kekakuan atau

12
stiffness sangat diperlukan dalam rancangan. Stiffness merupakan
kemampuan suatu rangka atau elemen dalam mempertahankan bentuknya.

E. Faktor keamanan
Kekuatan suatu struktur pada umumnya akan mengacu pada ultimate
strength yang dimiliki material tersebut. Akan tetapi dalam hal perancangan
suatu alat atau bahan, yield strength dapat diasumsikan sebagai beban
maksimal yang dapat diterima oleh suatu rangka. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kondisi kritis material terhadap pembebanan tergantung
pada nilai yield strength material tersebut. Dengan adanya tuntutan bahwa
rancangan alat mengharuskan memiliki jaminan aman digunakan atau tidak
akan terjadi suatu kegagalan rangka selama menerima beban, maka
dibutuhkan suatu perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan
tingkat keamanan rangka.

Faktor keamanan rangka dapat dicari dengan perbandingan antara tegangan


luluh pada material dengan tegangan Von Mises maksimum seperti berikut.

𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ (7)


𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 =
𝜎𝑣𝑜𝑛 𝑚𝑖𝑠𝑒𝑠𝑠
Nilai faktor keamanan bermacam-macam untuk setiap jenis pembebanan
seperti pada pembebanan statis nilai faktor keamanannya yaitu 1,25 hingga
2. Sedangkan pada pembebanan dinamis nilai faktor keamanan yang perlu
dicapai yaitu 2-3. (Suprapto & Wibawa, 2021b)

F. Pemilihan Material
Pemilihan material harus didasari dengan pengetahuan dari sifat suatu
material. Sifat suatu mateial merupakan aspek yang membatasi kekuatan
material. Setiap bahan atau material mempunyai karakteristik yang berbeda
tergantung pada elemen penyusun material tersebut. Tentunya diperlukan
adanya pemilihan material untuk memilih jenis material apa yang akan
digunakan. Namun pada proses produksinya nilai kekuatan material bisa
berubah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pemanasan, tipe
cetakan dll. Dalam hal ini manufaktur telah memberikan standar bagi

13
material yang akan dipasarkan. Salah satunya yaitu American Standard
Testing and Material (ASTM).

Hal yang sering digunakan pada prosedur pemilihan suatu material yaitu
pertama mengklasifikasikan berdasarkan kebutuhan kemampuan dan sifat
material yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya. Setelah
diklasifikasikan, selanjutnya material yang terpilih ditinjau kembali hingga
mendapatkan material yang sesuai dengan kebutuhan alat. Berikut adalah
beberapa hal yang perlu diperhitungkan dalam penyeleksian material.

1. Yield strength
Yield strength atau Kekuatan luluh yaitu nilai batas tegangan ketika
material mengalami deformasi plastis. Dengan kata lain jika suatu
beban menghasilkan tegangan yang masih berada di bawah nilai
kekuatan luluh, maka material tersebut masih bisa kembali ke bentuk
semula seperti pada warna jingga muda pada Gambar II-2.

Gambar II.5 Grafik hubungan tegangan dan regangan (Hibbeler,


2015)
Sedangkan jika sudah melewati batas dari kekuatan luluh material
tersebut tidak dapat kembali lagi ke bentuk semula atau bisa disebut

14
plastis seperti pada warna jingga tua pada Gambar II-2. (Hibbeler,
2015)

2. Ultimate strength
Ultimate strength atau bisa disebut kekuatan tarik merupakan nilai
stress maksimum yang dapat diterima oleh material ketika sedang
diregangkan atau ditarik, sebelum material tersebut fracture atau
patah. Ultimate strength pada dasarnya dapat diketahui dengan
melakukan pengujian terhadap material dan mencatat perubahan
regangan dan tegangan. Pada umumnya Ultimate strength merupakan
titik tertinggi dalam sebuah grafik tegangan dan regangan seperti pada
Gambar II-2.

3. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas merupakan nilai yang digunakan suatu material
untuk mengukur ketahanannya ketika mengalami deformasi elastis.
Modulus elastisitas dapat dinotasikan sebagai gradien atau kemiringan
dari grafik tegangan dan regangan di area deformasi elastis.

𝜎 (8)
𝜆=
𝜀

Dimana:

𝜆 = 𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝐸𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

𝜎 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝜀 = 𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

4. Poisson ratio
Pada saat suatu benda ditarik atau diregangkan dalam satu arah, maka
pada kenyataanya benda tersebut akan mengalami perubahan bentuk
lebih tipis pada arah lateral. Sedangkan jika benda tersebut diberi gaya
tekan dalam satu arah, maka benda akan cenderung menjadi lebih
lebar pada arah lateral. (Pritchard et al., 2013)

15
Gambar II.6 Poisson ratio (Pritchard et al., 2013)
Poisson ratio secara sederhana dapat dinotasikan sebagai
perbandingan antara regangan lateral dan aksial pada nilai mutlak

𝜀𝑒 (9)
𝑣=| |
𝜀𝑎
Standar poisson ratio pada umumnya berkisar 0,25 – 0,35. Untuk
nilai poisson ratio tertinggi ada pada material karet dengan nilai
0,5. Sedangkan nilai terkecil ada pada material beton dengan nilai
0,1. Untuk material baja mempunyai nilai poisson ratio 0,3. Hal
tersebut menyatakan bahwa jika ada satu cm per cm deformasi ke
arah tegangan yang diberikan, maka akan terdapat 1 cm per cm
deformasi yang tegak lurus terhadap arah gaya yang diberikan
(Pritchard et al., 2013).

G. Welding
Pengelasan las listrik atau bisa disebut SMAW (Shielded Metal Arc
Welding) merupakan proses welding yang mencairkan material dasar dan
elektroda menggunakan panas. Panas atau heat tersebut diakibatkan karena
lompatan ion listrik antara anoda dengan katoda. Dengan kata lain teknik
pengelasan ini memanfaatkan perbedaan potensial antara elektroda dengan

16
material untuk menciptakan panas. Panas yang diproduksi dengan adanya
perbedaan tegangan ini besarnya dapat mencapai 4000° hingga 4500°
Celcius.

Penghitungan required weld size dimulai dengan menghitung besarnya


shear force. Selanjutnya diperlukan hitungan gaya bending dan gaya
resultan untuk mendapatkan 𝑓𝑏 dan 𝑓𝑟 . Setelah mendapatkan besarnya nilai
shear force, bending force, dan resultan force, langkah terakhir yaitu
menghitung Required Weld Size dengan rumus (Doane, 2016):

Gambar II.7 Welding Path dan pembebanan (Doane, 2016)


1. Shear Force
Pembebanan shear yang terjadi pada daerah pengelasan dapat dihitung
dengan membagi gaya yang bekerja pada desain dengan dua kali
welding path.

𝐹 ( 10 )
𝑓𝑆 =
2𝐿

2. Bending Force
Bending force atau beban bengkok adalah akibat dari gaya yang tegak
lurus dengan lengan kuasa. Bending force dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut.

17
(𝐹)(𝑒) ( 11 )
𝑓𝑏 = 2.25
𝐿2

3. Resultan Force
Resultant Force merupakan penjumlahan dari gaya-gaya yang bekerja
yaitu gaya geser dan gaya bengkok. Karena gaya merupakan besaran
vektor maka, tidak bisa dijumlahkan seperti penjumlahan pada
umumnya. Bentuk penjumlahan yang dapat digunakan yaitu seperti
berikut.

( 12 )
𝑓𝑟 = √𝑓𝑠2 + 𝑓𝑏2

4. Required Weld Size


Langkah terakhir yaitu perhitungan welding size. Dengan sejumlah
perhitungan gaya yang telah dilakukan perhitungan minimum welding
size dapat dilakukan dengan cara membagi resultan gaya dengan
kekuatan elektroda yang dipakai.

𝑓𝑟 ( 13 )
𝑤=
0,707 𝜙(0,6 𝐹𝐸𝑥𝑥 )

H. Fatik
Fatik merupakan kegagalan rangka akibat dari pembebanan dinamis yang
bersifat fluktuatif dengan beban maksimal di bawah yield strength. Fatik
menjadi kegagalan terbesar pada material logam yaitu mencapai nilai 90 %
(Amiruddin & Lubis, 2018). Dalam kasus fatik ini terdapat 3 tahap yaitu:
permulaan adanya keretakan, penyebaran keretakan, dan failure atau patah.
Initiation crack atau awal retak dimulai dengan retak yang terjadi pada
permukaan material yang lemah atau dimana konsentrasi tegangan pada
permukaan terjadi biasanya pada goresan atau lubang. Selanjutnya,
penyebaran retak atau crack propagation terjadi dengan ditandainya

18
perubahan microcracks menjadi macrocraks yang nantinya akan berujung
pada kegagalan atau failure. Pada kesimpulannya kegagalan fatik dimulai
dengan terjadinya keretakan pada permukaan benda. Hal ini membuktikan
bahwa fatik akan sangat peka terhadap kekuatan material dan kondisi
permukaan benda (Dietre, 1992).

Sedangkan penyampaian data rekayasa fatik bisa didapat dengan kurva S-N
dengan N adalah jumlah siklus atau umur fatik rangka hingga terjadinya
failure dan S adalah besarnya tegangan yang diberikan kepada benda.
Konsep ini sudah diterapkan secara umum untuk perancangan suatu bahan.
Ketentuan pada konsep ini yaitu tegangan yang diaplikasikan harus berada
pada daerah elastis dan memiliki umur lebih dari 1000 siklus (Bi & Pikey,
2020).

Gambar II.8 kurva S-N fatik (Charkaluk & Seghir, 2015)


Uji spesimen dibutuhkan untuk menentukan umur fatik atau total siklus
hingga terjadinya kegagalan pada kurva S-N tersebut. Pada diagram ini
digunakan skala semi-logaritma yaitu dengan ukuran skala tegangan
normal dan skala pada jumlah siklus pada diagram merupakan skala
logaritma. Benda akan dikatakan Low Cycle Fatigue atau disingkat LCF
jika umur fatik benda tersebut tidak mampu mencapai 10.000 siklus.
Sedangkan jika umur fatik benda uji dapat melebihi 10.000 siklus maka
benda tersebut bisa dikategorikan sebagai High Cycle Fatigue atau

19
disingkat HCF. Hal yang menarik adalah jika benda tersebut mampu
melewati 1 juta siklus. Karena benda yang dapat melewati 1 juta siklus
sudah dapat dianggap sebagai unlimited endurance atau benda tersebut
tidak akan mengalami kegagalan fatik (Charkaluk & Seghir, 2015).

Jika dengan menggunakan skala logaritma, kurva S-N dapat dinotasikan


ke dalam bentuk persamaan Basquin slope yaitu seperti:

𝑆1 1 ( 14 )
𝑁1 = 𝑁2 ( )𝑏
𝑆2
Dengan menyederhanakan persamaan dan mendefinisikan nilai b yaitu
menjadi:

− log 𝑆1 + log 𝑆2 ( 15 )
𝑏=
log 𝑁2 − log 𝑁1

Lalu dalam melakukan penentuan kurva S-N secara manual dapat dimulai
dengan menentukan fatigue ratio adalah langkah awal untuk menentukan
batas ketahanan (𝑆𝑒 ) suatu material. Nilai batas ketahanan suatu material
dapat dicari dengan menghubungkan fatigue ratio (𝑓𝑠 ) dan ultimate
strength (𝑆𝑢𝑡 ) (Schijve, 1967). Nilai fatigue Ratio berbeda-beda untuk
setiap jenis material. Sehingga perlu adanya penentuan nilai fatigue ratio
agar perhitungan ketahanan suatu material yang dihasilkan menjadi akurat.

𝑆𝑒 = 0,5 𝑆𝑢𝑡 ( 16 )

Setelah menemukan nilai dari batas ketahanan fatik (𝑆𝑒 ), langkah


selanjutnya yaitu mencari tingkat ketahanan pada 1000 cycles (𝑆1000 ).
Untuk kasus material baja (steel) nilai 𝑆1000 yaitu 90% dari kekuatan
material (𝑆𝑢𝑡 ). Jika 𝑆𝑒 dan 𝑆1000 sudah ditemukan, grafik S-N curve bisa
dibuat.

𝑆1000 = 0,9 𝑆𝑢 ( 17 )

20
Bab III
Metodologi Penelitian

A. Diagram Alir
Diagram alir merupakan suatu langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam
melakukan analisa ilmiah. Keberhasilan suatu program dalam menganalisa
tergantung pada langkah-langkah yang dibuat dalam diagram alirnya. Pada
tugas akhir ini langkah-langkah yang dibuat, mengacu pada diagram alir
berikut.

Gambar III.1 Diagram alir penelitian

21
B. Studi Literatur
Penelitian analisis umur fatik rangka dimulai dengan melakukan studi
literatur. Studi literatur merupakan suatu langkah awal yang penting untuk
keseluruhan metode penelitian, ini merupakan dasar dari melakukan analisa.
Studi literatur bertujuan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber
telah tervalidasi dan terverifikasi, yang berhubungan dengan tema yang
akan dibahas, contohnya buku-buku kegagalan fatik rangka, jurnal yang
membahas analisis umur fatik, diktat atau skripsi sejenis.

Dengan adanya studi literatur penelitian menjadi terarah dan berdasar.


Dalam melakukan studi literatur, penulis bertujuan untuk mengetahui umur
fatik yang dimiliki suatu rangka akibat dari beban dinamis.

C. Data Spesifikasi
Data spesifikasi Rangka penyangga aileron merupakan penghubung antara
beban dengan rangka utama flight control simulator. Rangka penyangga ini
difungsikan agar aileron dapat digunakan. Kekuatan dari rangka penyangga
aileron dalam menahan beban aileron disesuaikan dengan karakteristik
material dan dimensi profil yang digunakan. Geometri atau ukuran dari
aileron yang dipakai dalam penelitian ini merupakan geometri asli dari
aileron pesawat Fokker-27 di PT. Merpati Maintenance Facility yang
didapat dengan cara pengukuran di lapangan (Lampiran B). Adapun nilai
beban yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan dari penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 101,055 kg untuk satu buah aileron (Suprapto &
Wibawa, 2021).

D. Solidworks
Pada penelitian ini digunakan perangkat lunak Solidworks sebagai alat
pemodelan dan perhitungan. Perangkat lunak ini mampu memberikan
visualisasi desain dengan ukuran dan material yang nyata. Solidworks dapat
menggambarkan setiap detail dari desain yang diinginkan.

22
Tidak hanya pemodelan, perangkat lunak ini juga mampu menganalisa
tegangan statik, thermal, buckling, maupun umur fatik pada suatu
komponen. Metode perhitungan yang dilakukan oleh Solidworks yaitu
metode elemen hingga.

E. Pemodelan Rangka
Pemodelan rangka merupakan suatu proses penggambaran rangka yang
diharapkan mendekati bentuk aslinya. Pemodelan dilakukan dengan
Computer Aided Design (CAD), salah satu perangkat lunak CAD yang
sering dilakukan dalam sebuah penelitian teknik yaitu Solidworks.

Langkah pemodelan dimulai dengan menggambar wujud 2 dimensi suatu


komponen. Dan merubahnya menjadi benda 3 dimensi dengan
menggunakan fitur Extrude (memberikan dimensi pada sumbu z).
Pemodelan ini nantinya akan mengacu pada standar ISO (International
Organization for Standardization) dan penelitian sebelumnya.

F. Kekuatan Material
Dalam melakukan perancangan diperlukan tahapan pemilihan material.
Pemilihan material harus berdasarkan sifat atau karakteristik dari sebuah
material. Sehingga perlu adanya pertimbangan dalam memilih material
yaitu:

1. Yield strength
2. Ultimate strength
3. Modulus Elastisitas
4. Poisson ratio
G. Welding
Perhitungan pengelasan merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan
demi menciptakan desain rangka yang detail. Perhitungan pengelasan dalam
penelitian ini meliputi perhitungan required weld size serta pemilihan
elektroda.

23
Penghitungan required weld size dimulai dengan menghitung besarnya
shear force. Selanjutnya diperlukan hitungan gaya bending dan gaya
resultan untuk mendapatkan 𝑓𝑏 dan 𝑓𝑟 . Setelah mendapatkan besar nilai
shear force, bending force, dan resultant force, langkah terakhir yaitu
menghitung Required Weld Size. Sedangkan untuk pemilihan elektroda
perlu disesuaikan sifat dari suatu material yang digunakan.

H. Elemen Hingga
Metode elemen hingga dalam menganalisa tegangan statik dan dinamis pada
penelitian ini. Jumlah persamaan menggunakan metode elemen hingga pada
umumnya adalah cukup besar. sehingga perhitungan dengan metode ini
perlu dilakukan dengan menggunakan komputer. Hal ini untuk menghemat
waktu dan biaya serta agar hasil yang didapat bisa akurat. Solidworks
adalah salah satu contoh perangkat lunak yang dapat melakukan metode
elemen hingga dan sudah terbukti dengan adanya penelitian-penelitian yang
menggunakan perangkat lunak Solidworks (Wahyu et al., 2015) (Wahyudi
& Fahrudi, 2017)

Langkah-langkah melakukan metode elemen hingga pada perangkat lunak


Solidworks yaitu sebagai berikut.

1. Material
Data material seperti yield strength, tensile strength, dan density
dimasukan nilainya pada fitur custom material. Lalu pilih material
pada bagian apply material.

2. Fix Geometri
Selanjutnya yaitu menentukan bagian komponen yang diasumsikan
sebagai titik diam. Umumnya pada bagian pengelasan (bonded
contact).

24
3. Penyambungan (Joint Connection)
Langkah selanjutnya dalam melakukan analisa elemen hingga adalah
menentukan jenis sambungan yang akan dipakai pada penelitian.
Berikut adalah pilihan sambungan yang diberikan:

a. Spring
b. Pin
c. Bolt
d. Bearing
e. Bonded contact
Pemilihan sambungan disesuaikan dengan desain yang dibuat, agar
proses analisis menjadi akurat.

4. Pembebanan (Loading)
Pembebanan diawali dengan memilih bagian komponen yang terkena
beban. Setelah itu memasukan data beban yang sudah didapatkan.
Kemudian memilih arah (direction) dari beban yang diaplikasikan.

Dalam pembebanan perlu juga dimasukan beban internal. Beban


internal yang dimaksud adalah beban dari rangka penyangga aileron.
Cara memasukan beban internal yaitu dengan memberikan gravitasi
pada simulasi.

5. Meshing
Pada perangkat lunak solidworks mempunyai 3 jenis mesh. Langkah
awal dalam proses Meshing yaitu dengan cara memilih jenis mesh
yang dipakai. Setelah itu diperkirakan ukuran elemen terbesar. Karena
ukuran mesh akan menentukan apakah mesh yang dibuat termasuk
pada good mesh atau tidak.

Pada penelitian ini akan dipilih 1 jenis mesh dengan 3 ukuran mesh
yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui
perbandingan hasil analisa dengan 3 ukuran mesh yang berbeda.

25
Dengan harapan pemilihan ukuran mesh yang paling kecil akan
mendapatkan hasil yang terbaik.

6. Analisis Statik
Setelah melakukan meshing langkah selanjutnya adalah melakukan
analysis static. Analisis statik dapat ditemukan dalam fitur Run Study.
Hasil dari analisis statik pada perangkat lunak Solidworks yaitu:

a. Von mises stress


b. Displacement
Pada perangkat lunak ini, nilai analisis yang dihasilkan berupa grafik.
Untuk nilai maksimum dilambangkan dengan warna merah tua.
Sedangkan untuk nilai minimum divisualisasikan dengan warna biru
tua.

7. Faktor Keamanan Rangka


Setelah mendapatkan tegangan maksimum pada sebuah rangka, faktor
keamanan rangka dapat dicari. Caranya dengan membandingkan nilai
tegangan maksimum dengan kekuatan luluh yang dimiliki oleh suatu
material dalam menahan beban. Relasi antara tegangan dan kekuatan
luluh dapat digunakan sebagai indikator kegagalan atau keberhasilan
sebuah rancangan. Suatu rancangan akan dinilai dapat menahan beban
statik apabila faktor keamanan lebih dari atau sama dengan 1 (satu).
Sedangkan untuk menahan beban dinamis faktor keamanan harus
mencapai nilai 2 (dua) (Wibawa, 2020).

I. S-N Diagram
Perkiraan batas kelelahan dapat digunakan sebagai bagian dari prosedur
untuk memperkirakan seluruh kurva S-N, pada umumnya buku desain
teknik mesin menyarankan prosedur semacam itu. Penulis pertama-tama
akan mempertimbangkan metodologi umum yang diterapkan, yang
diilustrasikan pada Gambar. Kemudian penulis akan meringkas metode
yang direkomendasikan dalam buku desain Juvinall (2006) dan Budynas

26
(2011), di mana yang terakhir adalah presentasi terbaru dari buku Norman
E. Dowling (Dowling, 2013).

1. Batas ketahanan
Menentukan fatigue ratio adalah langkah awal untuk menentukan
batas ketahanan (𝑆𝑒 ) suatu material. Nilai batas ketahanan suatu
material dapat dicari dengan menghubungkan fatigue ratio (𝑓𝑠 ) dan
ultimate strength (𝑆𝑢𝑡 ) (Schijve, 1967). Nilai fatigue Ratio berbeda-
beda untuk setiap jenis material. Sehingga perlu adanya penentuan
nilai fatigue ratio agar perhitungan ketahanan suatu material yang
dihasilkan menjadi akurat.

2. Tingkat ketahanan 1000 cycles


Setelah menemukan nilai dari batas ketahanan fatik (𝑆𝑒 ), langkah
selanjutnya yaitu mencari tingkat ketahanan pada 1000 cycles (𝑆1000 ).
Untuk kasus material baja (steel) nilai 𝑆1000 yaitu 90% dari kekuatan
material (𝑆𝑢𝑡 ). Jika 𝑆𝑒 dan 𝑆1000 sudah ditemukan, grafik S-N curve
bisa dibuat.

27
Bab IV
Pembahasan

A. Pemodelan Rangka
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Solidworks
2020. Pemodelan diawali dengan melakukan pengukuran di lapangan dan
mencari standarisasi ISO.

1. Profil Rangka
Pada penelitian ini dipilih baja Square Hollow Section (SHS). Ini
merupakan jenis baja berdinding tipis dengan profil yang berbentuk
persegi. Baja ini umum digunakan dalam structural framing atau
struktur rangka. Awalnya baja ini berupa lembaran (steel sheets).
Proses pengerjaan pada baja ini adalah dengan metode cold forming.
Dimensi profil yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada ISO
standar dan penelitian sebelumnya yaitu 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
dan 40 mm x 40 mm x 1 mm yang ditunjukan pada Gambar IV.1.

Gambar IV.1. Profil besi hollow (Suprapto & Wibawa, 2021a)

28
2. Hinge Bracket
Hinge Bracket merupakan bagian terpenting dalam rancangan rangka
penyangga aileron flight control simulator. Hinge Bracket difungsikan
sebagai tempat diletakkannya aileron. Sehingga menjadi komponen
yang berkontak langsung dengan beban utama. Hinge Bracket dibuat
dengan menggunakan baja plat berukuran 10 mm yang dipotong
hingga menyerupai bentuk seperti pada Gambar IV.2.

Gambar IV.2. Aileron hinge bracket


B. Kekuatan Material
Pemilihan material suatu rancangan adalah salah satu hal yang harus
dipertimbangkan. Material yang dipilih sebaiknya mudah didapatkan di
pasaran agar sesuai dengan analisis yang telah dilakukan.

Tabel IV.1 Karakteristik Material ASTM A36

Nama Nilai Unit


Yield strength 250 MPa
Ultimate strength 400 MPa
Poisson ratio 0,3 N/A
Elastic Modulus 200 GPa
Mass Density 7850 Kg/m3

29
Tabel IV.2 Karakteristik Material ASTM A500

Nama Nilai Unit


Yield strength 315 MPa
Ultimate strength 400 MPa
Poisson ratio 0,3 N/A
Elastic Modulus 140 GPa
Mass Density 7850 Kg/m3

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai Yield strength atau kekuatan
luluh material terbesar berada pada material ASTM A500 sebesar 315 MPa.
Sedangkan pada material ASTM A36 mempunyai nilai kekuatan luluh
sebesar 250 MPa. Persamaan pada kedua material terletak pada nilai
Ultimate strength dan Mass Density yakni secara berturut-turut sebesar 400
MPa dan 7850 Kg/m3. Sedangkan pada poisson ratio kedua material, ASTM
A36 mempunyai nilai yang setara yaitu 0,3 (Arroba et al., 2018). Sehingga
deformasi dan Von Mises yang akan didapatkan ASTM A36 dan ASTM
A500 akan memiliki nilai yang sama. Namun perbedaan akan terlihat pada
tegangan yang diizinkan yang dimiliki setiap material.

C. Welding
1. Pemilihan Elektroda
Pemilihan elektroda diperlukan agar hasil pengelasan tidak
mengurangi kekuatan material dengan signifikan. Pemilihan elektroda
yang digunakan pada proses pengelasan sudah diatur dalam American
Welding Society atau yang disingkat AWS. Untuk material ASTM
A36 dan A500 pada AWS D1.1 dinyatakan seperti pada Tabel IV.3
berikut.

Tabel IV.3 AWS D1.1

Specification Grade Chemistry, AWS D1.1 ASME


C
Min. Min. Min.
Yield, Tensile, Tensile,
ksi ksi ksi
ASTM A36 3 0,25 36 58 58
≤ 4 in.
ASTM A500 B 0,26 42 58 58

30
Dari pernyataan tabel diatas diketahui bahwa minimum kekuatan
elektroda yang diperlukan untuk proses pengelasan material ASTM
A36 dan A500 yaitu 58 ksi. Sehingga diperlukan elektroda yang
mempunyai kekuatan diatas 58 ksi.

Jenis elektroda yang bisa digunakan yaitu E60 yang mempunyai


kekuatan 60 ksi dan E70 yang mempunyai kekuatan 70 ksi. Pada
penelitian tahun 2017 yang berjudul “Pengaruh Jenis Elektroda
Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan SMAW Baja ASTM A36”
disimpulkan bahwa elektroda E7018 menjadi nilai tertinggi pada
kekerasan dan kekuatan tariknya dengan nilai secara berturut-turut
105 HRB dan 390,99 MPa (Arifin et al., 2017). Hal ini melandasi
pemilihan elektroda E7018 pada rancangan ini.

2. Shear Force
Langkah awal dalam menentukan welding size yaitu dengan
menghitung besarnya shear force yang terjadi pada rangka penyangga
aileron flight control simulation. Shear force (𝑆𝑓 ) terjadi karena
adanya beban yang tidak selaras dengan salah satu bagian benda.
Dalam kasus ini shear force disebabkan oleh beban aileron yang
arahnya ditunjukan oleh anak panah berwarna ungu (Gambar 4. 3).
Besarnya nilai beban yang dipakai dalam penelitian ini sebesar 101
Kg atau 990,472 N.

31
Gambar IV.3 Gaya yang bekerja pada Hinge Bracket
Selanjutnya dalam mencari besarnya shear force diperlukan
panjangnya sisi yang menjadi tempat melekatnya hinge bracket (𝑖).
Bisa dilihat di Gambar 4. 3 panjangnya sisi yang menjadi tempat
melekatnya hinge bracket 50 mm atau dalam satuan internasional
bernilai 0,05 meter. Setelah mendapatkan data yang diperlukan untuk
menghitung shear force. Langkah selanjutnya yaitu membagi beban
yang bekerja (𝐹) dengan dua kali sisi pangkal hinge bracket (2𝑖)
dengan perhitungan shear force seperti berikut.

𝐹
𝑓𝑆 = ( 18 )
2𝑖

330,15 𝑁
𝑓𝑆 =
2 (50 𝑚𝑚)

330,15 𝑁
𝑓𝑆 =
100 𝑚𝑚

𝑓𝑆 = 3,30 𝑁/𝑚𝑚

Hasil akhir yang didapat pada perhitungan tegangan geser atau shear
force adalah 3,30 𝑁/𝑚𝑚2 .

32
3. Bending Force
Setelah mengetahui besarnya tegangan geser pada rangka penyangga
aileron flight control simulation. Langkah selanjutnya yaitu mencari
nilai kekuatan lentur atau bending force. Pada rangka penyangga
aileron flight control simulation, bending force dapat terjadi karena
adanya gaya atau momen eksternal yang menyebabkan rangka
melengkung.

Untuk menghitung bending force yaitu dengan membagi momen


bengkok (𝑀) dengan momen tahanan bengkok (𝑊).

𝑀 ( 19 )
𝑓𝑏 =
W

2.25 𝐹𝐿
𝑓𝑏 =
𝑖2

2,25 (303,15 𝑁) (230 𝑚𝑚)


𝑓𝑏 =
502

156.880,12 𝑁𝑚𝑚
𝑓𝑏 =
2500

𝑓𝑏 = 62.75 𝑁/𝑚𝑚

Dengan perhitungan yang telah dilakukan perhitungan tegangan


bengkok atau bending force adalah 62.75 𝑁/𝑚𝑚.

4. Resultant Force
Resultan gaya terjadi Ketika dua buah gaya atau lebih bekerja pada
suatu benda. Berbeda dengan resultan gaya yang searah yang hanya
ditambahkan saja. Pada penjumlahan resultan gaya geser dan bengkok
berlaku hukum Phytagoras. Hal ini terjadi karena gaya merupakan
besaran vektor yang memerlukan arah dalam proses penjumlahannya.
Dengan arah shear force dan bending force yang tegak lurus membuat
perhitungan resultant force menjadi seperti ini:

33
( 20 )
𝑓𝑟 = √𝑓𝑠2 + 𝑓𝑏2

𝑓𝑟 = √3,302 + 62.752

𝑓𝑟 = √10,89 + 3.937,5

𝑓𝑟 = 62,83 𝑁/𝑚𝑚

Dengan perhitungan diatas, mendapatkan total resultan gaya sebesar


62,83 N/mm. Hal ini sangat jauh dari kekuatan elektroda yang dipakai
yaitu E7018 yang mempunyai kekuatan sebesar 70 ksi atau setara
dengan 482,63 N/mm.

5. Required Weld Size


Langkah terakhir yang dilakukan dalam perhitungan welding yaitu
perhitungan welding size. Hal ini diperlukan agar menjadi pedoman
dalam proses produksi rangka penyangga aileron flight control
simulator.

𝑓𝑟 ( 21 )
𝑤=
0,707 𝜙(0,6 𝐹𝐸𝑥𝑥 )

62,83 𝑁/𝑚𝑚
𝑤=
0,707 (0,75)(0,6)(70 ksi)

62,83 𝑁/𝑚𝑚
𝑤=
0,707 (5,57 𝑘𝑠𝑖)

Besaran yang didapat masih dalam satuan ksi atau Kilopounds per
square inch sedangkan untuk melanjutkan perhitunganya dibutuhkan
konversi ke dalam satuan internasional yaitu MPa. Dengan
perbandingan 1 ksi setara dengan 6,89 MPa perhitungan welding size
menjadi:

62,83 𝑁/𝑚𝑚
𝑤=
0,707 (38,4 𝑀𝑃𝑎)

34
62,83 𝑁/𝑚𝑚
𝑤=
27,14 𝑀𝑃𝑎

𝑤 = 2,314 𝑚𝑚

D. Perhitungan Tegangan yang diizinkan


Perhitungan tegangan yang diizinkan yang terjadi pada desain rangka
penyangga aileron flight control simulation dilakukan dengan menggunakan
persamaan safety factor.

𝑆𝑦 ( 22 )
𝑆𝑓 =
𝜎𝑖

Selanjutnya dengan membagi kedua ruas persamaan dengan 𝑆𝑓 dan 𝜎𝑖 akan


membuat bentuk persamaan menjadi terfokus pada pencarian nilai 𝜎𝑖 .

𝑆𝑦
𝜎𝑖 = ( 23 )
𝑆𝑓

Besarnya nilai safety factor ditentukan dengan gaya yang dikenakan pada
suatu rancangan rangka. Untuk rancangan rangka yang mempunyai
permasalahan dalam menahan beban statis nilai safety factor harus
mencapai 1,25 – 2. Sedangkan untuk merancang suatu rangka yang
mempunyai konsentrasi pada beban dinamis nilai safety factor yang harus
melebihi 2 (dua) (Suprapto & Wibawa, 2021a).

Hal ini akan menyebabkan nilai 𝑆𝑓 (safety factor) yang dipilih pada
rancangan rangka penyangga aileron flight control simulator yaitu 2, karena
rangka penyangga aileron flight control simulator nantinya akan
difungsikan sebagai tempat melekatnya aileron yang sering digerakan
keatas dan kebawah. Hal ini akan menyebabkan terpicunya beban dinamis
yang disebabkan oleh beban aileron Perhitungan tegangan yang diizinkan
yang ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

35
1. Tegangan yang diizinkan Pada Material ASTM A36
Untuk mengetahui tegangan yang diizinkan suatu komponen atau
material. Diperlukan adanya informasi mengenai jenis material yang
dibutuhkan. Karena nilai yield strength material akan sangat
mempengaruhi besarnya tegangan yang diizinkan. Pada jenis material
pertama yaitu ASTM A36 nilai kekuatan luluhnya mencapai 250 MPa.
Lalu setelah mengetahui nilai yield strength dari material ASTM A36,
perhitungan tegangan yang diizinkan bisa dilakukan. Dengan cara
membagi yield strength dengan safety factor yang sudah ditentukan
yaitu 2 (dua). Sehingga perhitungan tegangan yang diizinkan pada
material ASTM A36 sebagai berikut.

𝑆𝑦𝐴36
𝜎𝑖𝐴36 = ( 24 )
𝑆𝑓

250 𝑀𝑃𝑎
𝜎𝑖𝐴36 =
2

𝜎𝑖𝐴36 = 125 𝑀𝑃𝑎

Pada perhitungan diatas, didapatkan untuk material ASTM A36


tegangan yang diizinkan agar rangka penyangga aileron flight
control simulation aman digunakan yaitu sebesar 125 MPa.

2. Tegangan yang diizinkan Pada Material ASTM A500


Sedangkan nilai tegangan yang diizinkan akan berbeda pada material
ASTM A500. Hal ini disebabkan karena material ASTM A500
mempunyai nilai yield strength atau kekuatan luluh yang berbeda
dengan ASTM A36. Pada ASTM A500 nilai kekuatan materialnya
yaitu 300 MPa. Sehingga perhitungan tegangan yang diizinkan pada
material ASTM A500 seperti berikut.

𝑆𝑦𝐴500 ( 25 )
𝜎𝑖𝐴500 =
𝑆𝑓

36
300 𝑀𝑃𝑎
𝜎𝑖𝐴500 =
2

𝜎𝑖𝐴500 = 150 𝑀𝑃𝑎

Pada penyelesaian diatas, dapat diketahui untuk material ASTM A500


tegangan yang diizinkan supaya rangka penyangga aileron flight
control simulation aman digunakan yaitu sebesar 150 MPa.

Perbandingan Nilai Tegangan yang diizinkan


160
Tegangan yang diizinkan (MPa)

150

140

130

120

110
Jenis Material

ASTM A36 ASTM A500

Gambar IV.4 Perbandingan nilai tegangan yang diizinkan


Pada diagram diatas dapat dilihat dengan jelas dan disimpulkan bahwa
material ASTM A500 mempunyai nilai tegangan yang diizinkan yang
lebih besar dari material ASTM A36 yaitu sebesar 150 MPa.
Sedangkan pada ASTM A36 yang mempunyai nilai kekuatan luluh
250 MPa menghasilkan nilai tegangan yang diizinkan 125 MPa.

E. Elemen Hingga
1. Material
Data yield strength, mass density, shear modulus, elastic modulus, dan
Poisson’s Ratio material ASTM A36 dan ASTM A500 yang sudah
didapatkan, dimasukan ke dalam perangkat lunak solidworks dengan
satuan MPa.

37
Gambar IV.5. Fitur memasukan data material pada solidworks
2. Kondisi batas
Kondisi batas atau boundary condition ditempatkan pada pangkal dari
rangka penyangga aileron yang melekat pada rangka Simulator. Pada
kondisi asli bagian ini merupakan sambungan las. Menciptakan
sebuah asumsi yaitu bagian yang dinyatakan kondisi batas tidak bisa
bertranslasi dan berotasi terhadap sumbu x, y, dan z. Sehingga pada
penelitian ini dipilih satu jenis kondisi batas yaitu kondisi batas jepit.

Gambar IV.6 Letak kondisi batas

38
3. Penyambungan (Joint Connection)
Penyambungan antar bagian yang dipilih pada penelitian ini yaitu
Global Bonded contact. Hal ini dipilih karena seluruh bagian
rancangan penyangga aileron disambung dengan media las. Sehingga
hubungan antara satu bagian dengan yang lain akan bersifat adhesif.
Pemilihan ini diperkuat dengan adanya beberapa penelitian yang telah
dilakukan dengan menggunakan tipe penyambungan Global Bonded
contact (Ari & Wibawa, 2020).

4. Pembebanan (Loading)
Pembebanan dilakukan pada bagian yang terkena kontak langsung
dengan beban yaitu pada Aileron hinge bracket. Besarnya beban statis
pada penelitian ini disesuaikan pada penelitian sebelumnya yaitu 101
Kg atau 990,47 N. Arah pembebanan yang terjadi mengikuti arah
gravitasi. Pembebanan statis diilustrasikan dengan anak panah
berwarna ungu seperti pada Gambar IV.7. Beban internal (beban
rangka penyangga) dapat dianalisis jika adanya pengaruh gravitasi,
sehingga gravitasi perlu dimasukan dalam analisis ini. Besarnya nilai
gravitasi dalam penelitian ini adalah 9.81 m/s2. Arah gravitasi
diilustrasikan dengan anak panah berwarna merah seperti pada
Gambar IV.7.

Gambar IV.7 Pembebanan pada rangka penyangga aileron

39
Sedangkan untuk rentang amplitudo beban pada penelitian ini
diasumsikan sebagai beban Fully Reversed. Dengan kata lain besar
amplitudo positif dan negatif yang disebabkan oleh beban bernilai
sama. Hal ini dipilih agar analisis yang diberikan mempunyai nilai
keamanan yang tinggi (Wibawa, 2019).

Parameter pembebanan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.4 Parameter Pembebanan

Jenis Nilai
Berat Aileron 101,055 Kg
Beban dalam Newton 991,01 Newton
Gaya Gravitasi 9.81 m/s2
Tipe pembebanan fatik Fully Reversed

5. Meshing
Proses meshing diawali dengan pemilihan jenis elemen. Pada
penelitian sebelumnya jenis elemen yang pilih adalah beam element
(Suprapto & Wibawa, 2021). Pada tugas akhir ini jenis elemen yang
dipilih yaitu solid element. Hal ini dipilih dengan mempertimbangkan
keakuratan hasil yang akan didapatkan.

Gambar IV.8 Metode H-Adaptive pada proses meshing

40
Perhitungan Aspect Ratio diperlukan agar mengetahui ukuran
maksimum elemen. Nilai Aspect Ratio yang disarankan agar
terciptanya High Mesh Quality yaitu kurang dari atau sama dengan 3
(tiga). Sedangkan tingkat kerapatan mesh dapat dilihat pada
Percentage Aspect Ratio (PAR). PAR dipengaruhi oleh ukuran
elemen yang ada pada komponen Perhitungan Aspect Ratio dapat
dicari dengan rumus sebagai berikut.

𝐿𝑜𝑛𝑔𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑐𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝑆ℎ𝑜𝑟𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 ( 26)

Nilai shortest normal diambil dari ketebalan plat yang digunakan.

𝐿𝑜𝑛𝑔𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = (3) (1 𝑚𝑚)

𝐿𝑜𝑛𝑔𝑒𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 3 𝑚𝑚

Dari perhitungan diatas didapatkan nilai Longest Normal pada sebuah


elemen yaitu 3mm, artinya ukuran maksimum elemen yang dipilih
harus kurang dari 3 mm. Untuk memilih ukuran maksimum elemen
dilakukan perbandingan 5 elemen yaitu dengan ukuran maksimum
elemen 2,5 mm, 2,6 mm, 2,7 mm, 2,8 mm, dan 2,9 mm seperti pada
tabel berikut.

41
Tabel IV.5 Variabel ukuran elemen pada Desain Awal
Nama Keterangan
Desain Desain Desain Desain Desain Desain
Awal Awal Awal Awal Awal
Profil 40 mm x 40 mm x 40 40 mm x 40 mm x 40 40 mm x
40 mm x mm x 1 mm 40 mm x 1 mm x 1 40 mm x 1
1 mm mm mm mm
Tipe Mesh Solid Solid Mesh Solid Mesh Solid Mesh Solid Mesh
Mesh
Mesher Curvature Curvature- Curvature- Curvature- Curvature-
-based based mesh based mesh based mesh based mesh
mesh
Jacobian Points 16 points 16 points 16 points 16 points 16 points
Ukuran 2,5 mm 2,6 mm 2,7 mm 2,8 mm 2,9 mm
maksimum
elemen
Ukuran 0,50 mm 0,52 mm 0,54 mm 0,56 mm 0,58 mm
minimum
elemen
Mesh quality High High High High High
Total nodal 3.377.279 3.384.603 3.146.299 3.039.505 2.946.647
nodal nodal nodal nodal nodal
Total elemen 1.743.156 1.746.435 1.620.418 1.565.033 1.516.359
elemen elemen elemen elemen elemen
Maksimum 21,90 25,95 22,241 22,653 22,784
Aspect Ratio
Persentase 95,7 % 94,8 % 91,4 % 87,7% 86%
Aspect Ratio <
3
Persentase 0,00528 0,00693 % 0,00691 % 0,00671% 0,00594%
Aspect Ratio > %
10

42
Perbandingan Aspect Ratio terhadap besarnya
elemen
100

Persentase Aspect Ratio (%) 98


96
94
92
90
88
86
84
82
80
Jenis Elemen
2,5 mm 2,6 mm 2,7 mm 2,8 mm 2,9 mm Good Mesh

Gambar IV.9 Grafik perbandingan aspect ratio terhadap besarnya


elemen
Pada gambar grafik diatas, menunjukan hasil dari perbandingan nilai
aspect ratio yang didapat terhadap besarnya elemen yang dipilih.
Untuk besar elemen yang berukuran 2,9 mm hanya mendapatkan nilai
aspect ratio 86% hal ini menyebabkan besar elemen ini tidak bisa
dikatakan Good Mesh karena tidak mampu mencapai nilai 90 %. Hal
demikian juga terjadi pada elemen yang berukuran 2,8 mm. Elemen
ini mendapatkan angka yang lebih besar dari sebelumnya, Namun
tetap tidak bisa dikatakan Good Mesh karena nilai yang diperoleh
yaitu 87,7%. Hasil yang signifikan terjadi pada ukuran maksimum
elemen 2,7 mm, bisa dilihat pada grafik diatas bahwa ada perbedaan
yang sangat tinggi pada ukuran maksimum elemen 2,7 dan 2,8 mm.
Untuk ukuran maksimum elemen 2,7 mm sudah bisa dikatakan Good
Mesh, karena sudah mencapai nilai 90% tepatnya pada angka 91,4 %.
Sedangkan ukuran elemen terbaik ada pada ukuran elemen 2,5 dan 2,6
mm yaitu dengan nilai aspect ratio secara berturut-turut 95,7 % dan
94,8 %. Nilai kedua elemen ini berdekatan namun sangat signifikan
jika dibandingkan dengan ukuran maksimum elemen 2,7 mm.

43
Sehingga ini menjadi dasar pada penelitian ini dipilih ukuran
maksimum elemen 2,6 mm.

F. Analisis Statik Desain Awal


Sebelum melakukan simulasi fatik, perlu dilakukan analisis static pada
rangka. Simulasi ini dilakukan dengan memberikan beban yang ditaruh pada
hinge bracket aileron. Analisis statik dilakukan kepada desain awal dan
desain baru dengan variabel ukuran rangka dan ukuran mesh. Desain awal
perlu dianalisis agar terlihat perbandingannya dengan desain baru. Pada
analisis statik hal yang akan disajikan adalah besarnya nilai Von mises stress
dan Displacement dari kedua desain.

1. Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm
Pada analisis statik desain awal 40 mm x 40 mm x 1 mm dipilih
ukuran elemen terbesar 2,6 mm. Pada analisis Desain Awal 40 mm x
40 mm x 1 mm mendapatkan nodal sebanyak 3.377.279 nodal dengan
jumlah elemen yang didapatkan sebanyak 1.743.156 elemen. Hal ini
jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
yang hanya mendapatkan 130.793 nodal dan 65.420 elemen (Suprapto
& Wibawa, 2021a).

Tabel IV.6 Perbandingan Mesh Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm


Nama Keterangan
Desain Desain Awal
Profil 40 mm x 40 mm x 1 mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,5 mm
Ukuran minimum elemen 0,50 mm
Mesh quality High
Total nodal 3.377.279 nodal
Total elemen 1.743.156 elemen
Maksimum Aspect Ratio 21,90
Persentase Aspect Ratio < 3 95,7 %
Persentase Aspect Ratio > 10 0,00528 %

44
Gambar IV.10 Von mises stress Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1
mm
Hasil simulasi tegangan statik pada Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1
mm dengan ukuran elemen maksimal 2,6 mm dapat dilihat pada
Gambar IV.10. Terlihat sangat jelas bahwa tegangan tidak terdistribusi
secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tegangan terkonsentrasi
pada pangkal sambungan penyangga sebesar 445,031 MPa. Tegangan
sebesar ini tidak akan mampu ditahan material ASTM A36 maupun
ASTM A500 yang mempunyai nilai yield strength secara berturut-
turut yaitu 250 dan 300 MPa.

Gambar IV.11 Displacement Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm


Sedangkan nilai Displacement yang sangat besar terjadi pada desain
awal 40 mm x 40 mm x 1 mm, yaitu pada ujung hinge bracket

45
aileron. Nilai Displacement ini mencapai angka 44,504 mm atau 4,45
cm. Nilai ini sangat tidak disarankan untuk pembuatan hinge bracket
aileron.

2. Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Pada desain selanjutnya digunakan ukuran profil rangka yang lebih
besar yaitu 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Pada penelitian sebelumnya
jumlah elemen yang didapatkan adalah 65.508 elemen dan jumlah
nodal yang didapat adalah 130.970 nodal.

Tabel IV.7 Perbandingan Mesh Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2


mm
Nama Keterangan
Desain Desain Awal (2,6 mm)
Profil 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,6 0mm
Ukuran minimum elemen 0,52 mm
Mesh quality High
Total nodal 3.324.152 nodal
Total elemen 1.723.608 elemen
Maksimum Aspect Ratio 24,062
Persentase Aspect Ratio < 3 93,4 %
Persentase Aspect Ratio > 10 0,00632 %

Sedangkan pada penelitian ini jumlah elemen yang didapatkan adalah


1.723.608 elemen dan jumlah nodalnya mencapai 3.324.152 nodal.
Hal ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya (Suprapto & Wibawa, 2021b).

46
Gambar IV.12 Von mises stress Desain Awal 50 mm x 50 mm x
1,2 mm
Pada simulasi statik didapatkan nilai tegangan Von Mises 354,25
MPa untuk Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Sedangkan
nilai tegangan yang diizinkan untuk material terlemah yaitu 125
MPa. Hal ini membuat desain awal rangka menjadi tidak layak
untuk dilanjutkan.

Gambar IV.13 Displacement Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Sedangkan untuk besarnya nilai Displacement relatif lebih kecil yaitu
2,4 cm. Perpindahan posisi yang paling besar terjadi pada ujung
aileron hinge bracket.

47
G. Analisis Statik Desain Baru
1. Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
Pada analisis statik desain awal diketahui permasalahannya bukan
pada hinge bracket melainkan pada rangka utama atau main yang
memiliki tegangan sebesar 445,031 MPa. Untuk memperkuat rangka
penyangga aileron flight control simulator dibutuhkan supporting
system agar pembebanan yang terjadi pada rangka tidak terkonsentrasi
pada pangkal sambungan yang terjadi seperti pada desain sebelumnya.
Dalam hal ini terdapat beberapa jenis tipe penyangga pada sebuah
batang atau beam salah satunya ialah continuous support. Jenis
support ini merupakan jenis support yang membagi suatu batang
menjadi beberapa bagian. Hal ini ditujukan agar pembebanan yang
terjadi pada batang menjadi terdistribusi (Ochshorn, 2010).

Pada penelitian ini akan dilakukan 4 percobaan penambahan support,


agar dapat menentukan jumlah support.

a. Penambahan 1 (satu) support

Gambar IV.14 Von mises stress penambahan 1 support


Pada penambahan 1 (satu) support terbukti dapat mengurangi
pembebanan yang terjadi pada rangka penyangga. Hal ini
dibuktikan dengan nilai tegangan yang menurun dari desain

48
sebelumnya. Tegangan pada rangka yang memiliki 1 support
yaitu 328,92 MPa, berkurang 116.1 MPa.

b. Penambahan 2 (dua) support

Gambar IV.15 Von mises stress penambahan 2 support


Selanjutnya dilakukan percobaan dengan menambahkan 2
support pada bagian rangka. Dihasilkan perubahan yang tidak
terlalu signifikan yaitu sebesar 310,14 MPa. Desain ini hanya
berbeda 18.78 MPa dengan desain 1 support.

c. Penambahan 3 (tiga) support

Gambar IV.16 Von mises stress penambahan 3 support


Pada simulasi statik desain 3 support didapatkan nilai tegangan
Von Mises 250,483 MPa. Hal ini berkurang secara signifikan

49
jika dibandingkan dengan 2 desain sebelumnya yaitu 1 support
dan 2 support.

d. Penambahan 4 (empat) support

Gambar IV.17 Von mises stress penambahan 3 support


Sedangkan dalam penambahan 4 support juga tetap mengalami
penurunan tegangan yakni menjadi 247,73 MPa. Namun ini
hanya berkurang 2,75 MPa dari desain 3 support.

Perbandingan Jumlah Support terhadap


tegangan
400 328 310
Tegangan (MPa)

300 250 247


200
100
0
Jumlah Penyangga

1 Penyangga 2 Penyangga 3 Penyangga 4 Penyangga

Gambar IV.18 Perbandingan jumlah support terhadap tegangan


Dapat dilihat pada gambar grafik IV.15 yang menunjukan nilai
perbandingan jumlah penyangga terhadap tegangan yang
diterima. Desain dengan tegangan tertinggi didapatkan pada 1
support yang ditunjukan dengan warna biru dan mendapatkan

50
328 MPa. Sedangkan desain dengan tegangan terendah
didapatkan pada 4 support yaitu 247 MPa. Akan tetapi pada
desain 3 dan 4 support tidak didapatkan perbedaan yang
signifikan, dan semakin banyaknya support yang ditambahkan
akan membuat penambahan beban pada system ini. Sehingga
pada penelitian ini dipilih desain 3 support.

Tabel IV.8 Detail Mesh Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm


Nama Keterangan
Desain Desain Baru (2,6 mm)
Profil 40 mm x 40 mm x 1 mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,6 0mm
Ukuran minimum elemen 0,52 mm
Mesh quality High
Total nodal 3.521.142 nodal
Total elemen 1.819.833 elemen
Maksimum Aspect Ratio 335,44
Persentase Aspect Ratio < 3 95,65%
Persentase Aspect Ratio > 10 0,00462 %

Pada tabel diatas menunjukan pada Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1


mm untuk ukuran elemen maksimum 2,6 mm. Mendapatkan total
nodal 4.228.452 nodal dan total elemen 2.203.016 elemen. Hal ini
menyebabkan elemen yang tercipta akan sangat baik, karena bisa
menyesuaikan dengan bentuk yang ada. Sedangkan untuk persentase
Aspect Ratio kurang dari 3 mendapatkan jumlah yang cukup tinggi
yaitu 95,65 %. Sehingga kualitas mesh sudah memenuhi persyaratan
good mesh.

51
Gambar IV.19 Von mises stress Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
Pada simulasi statik didapatkan nilai tegangan Von Mises 250,483
MPa untuk Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm. Hal ini membuat
desain baru 40 mm x 40 mm x 1 mm dapat menahan beban statis.
Namun nilai tegangan yang diizinkan untuk material terlemah yaitu
125 MPa. Membuat desain ini belum memenuhi target yang
diharapkan.

Gambar IV.20 Displacement Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm


Nilai vektor perpindahan maksimum pada desain ini yaitu 45,762 mm
atau 4,5 cm. Perpindahan posisi yang paling besar terjadi pada ujung
aileron hinge bracket.

52
2. Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
Pada desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm terdapat perubahan
rancangan yaitu menambah 3 support rangka yang berada diantara
rangka penyangga aileron. Hal ini bertujuan agar desain rangka baru
mampu menahan beban yang diberikan.

Tabel IV.9 Detail Mesh Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Nama Keterangan
Desain Desain Baru (2,6 mm)
Profil 50 mm x 50 mm x 1,2
mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,6 0mm
Ukuran minimum elemen 0,52 mm
Mesh quality High
Total nodal 4.228.452 nodal
Total elemen 2.203.016 elemen
Maksimum Aspect Ratio 24,062
Persentase Aspect Ratio < 3 96,5 %
Persentase Aspect Ratio > 10 0,00513 %

Pada tabel IV.9 menunjukan pada Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2


mm untuk ukuran elemen maksimum 2,6 mm. Mendapatkan total
nodal 4.228.452 nodal dan total elemen 2.203.016 elemen. Jumlah
nodal yang ada pada Desain Baru dengan ukuran elemen maksimum
2,6 mm, 1,9 kali lebih banyak dari jumlah elemen yang ada. Hal ini
menyebabkan elemen yang tercipta akan sangat baik, karena bisa
menyesuaikan dengan bentuk yang ada. Sedangkan untuk persentase
Aspect Ratio kurang dari 3 mendapatkan jumlah yang cukup tinggi
yaitu 96,5 %. Sehingga kualitas mesh sudah memenuhi persyaratan
good mesh.

53
Gambar IV.21 Von mises stress Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2
mm
Pada simulasi statik didapatkan nilai tegangan Von Mises 153.485
MPa untuk Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Sedangkan nilai
tegangan yang diizinkan untuk material terlemah yaitu 125 MPa. Hal
ini membuat desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm tidak mencapai
target yang diharapkan.

Gambar IV.22 Displacement Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Nilai Displacement maksimum pada desain ini yaitu 25,064 mm atau
2,5 cm. Perpindahan posisi yang paling besar terjadi pada ujung
aileron hinge bracket.

54
H. Analisis Statik Desain Alternatif
1. Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
Pada desain alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm terjadi perubahan
ketebalan yaitu menjadi 2,0 mm dan menambah support rangka yang
berada diantara support rangka sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan nilai tegangan Von Mises menjadi lebih rendah.

Tabel IV.10 Detail Mesh Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm


Nama Keterangan
Desain Desain Alternatif (2,6 mm)
Profil 40 mm x 40 mm x 2 mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,60 mm
Ukuran minimum elemen 0,52 mm
Mesh quality High
Total nodal 5.276.002 nodal
Total elemen 2.974.378 elemen
Maksimum Aspect Ratio 203,07
Persentase Aspect Ratio < 3 97,9 %
Persentase Aspect Ratio > 10 0,0035 %

Pada tabel IV.10 menunjukan pada Desain Alternatif 40 mm x 40 mm


x 2 mm untuk ukuran elemen maksimum 2,6 mm. Mendapatkan total
nodal 5.276.002 nodal dan total elemen 2.974.378 elemen. Jumlah
nodal yang ada pada Desain Alternatif dengan ukuran elemen
maksimum 2,6 mm, 1,9 kali lebih banyak dari jumlah elemen yang
ada. Hal ini menyebabkan elemen yang tercipta akan sangat baik,
karena bisa menyesuaikan dengan bentuk yang ada. Sedangkan untuk
persentase Aspect Ratio kurang dari 3 mendapatkan jumlah yang
cukup tinggi yaitu 97,9 %. Sehingga kualitas mesh sudah memenuhi
persyaratan good mesh.

55
Gambar IV.23 Von Mises Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
Pada simulasi statis didapatkan nilai tegangan Von Mises 110,667
MPa untuk Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm. Hal ini
membuat desain alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm dapat menahan
beban statis. Dengan nilai tegangan yang diizinkan untuk material
terlemah yaitu 125 MPa. Membuat desain ini telah memenuhi target
yang diharapkan.

Gambar IV.24 Displacement Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2


mm
Nilai vektor perpindahan pada desain ini relatif rendah jika
dibandingkan dengan desain-desain sebelumnya yaitu 22,81 mm atau

56
2,2 cm. Ini membuat perhitungan tegangan Von Mises yang terjadi
menjadi kecil.

2. Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm
Pada desain alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm terjadi perubahan
ketebalan yaitu menjadi 2,0 mm dan menambah support rangka yang
berada diantara support rangka sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan nilai tegangan Von Mises menjadi lebih rendah.

Tabel IV.11 Detail Mesh Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm


Nama Keterangan
Desain Desain Alternatif (2,6 mm)
Profil 50 mm x 50 mm x 2 mm
Tipe Mesh Solid Mesh
Mesher Curvature-based mesh
Jacobian Points 16 points
Ukuran maksimum elemen 2,6 0mm
Ukuran minimum elemen 0,52 mm
Mesh quality High
Total nodal 5.333.722 nodal
Total elemen 2.928.902 elemen
Maksimum Aspect Ratio 35,116
Persentase Aspect Ratio < 3 99 %
Persentase Aspect Ratio > 10 0,00113 %

Pada tabel diatas menunjukan pada Desain Baru 50 mm x 50 mm x


1,2 mm untuk ukuran elemen maksimum 2,6 mm. Mendapatkan total
nodal 5.333.722 nodal dan total elemen 2.928.902 elemen. Hal ini
menyebabkan elemen yang tercipta akan sangat baik, karena bisa
menyesuaikan dengan bentuk yang ada. Sedangkan untuk persentase
Aspect Ratio kurang dari 3 mendapatkan jumlah yang sangat tinggi
yaitu 99 %. Sehingga kualitas mesh sudah memenuhi persyaratan
good mesh.

57
Gambar IV.25 Von Mises Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm
Sesuatu yang menarik terjadi pada desain alternatif 50 mm x 50 mm x
2 mm yaitu tegangan Von Mises yang terjadi pada rangka penyangga
aileron flight control simulator sebesar 75,305 MPa. Hal ini
disebabkan oleh penambahan ketebalan dan support system pada
bagian rangka. Dengan persyaratan tegangan yang diizinkan yaitu 125
MPa membuat desain ini layak untuk diteruskan.

Gambar IV.26 Displacement Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2


mm
Nilai Displacement pada desain ini relatif rendah jika dibandingkan
dengan desain-desain sebelumnya yaitu 13,218 mm atau 1,3 cm. Ini
membuat perhitungan tegangan Von Mises yang terjadi menjadi kecil.

58
3. Faktor Keamanan Rangka
Besarnya nilai faktor keamanan atau safety factor pada rancangan
rangka penyangga aileron flight control simulator. Dapat dicari
dengan cara membagi besarnya nilai Von mises stress yang telah
didapat dengan besarnya nilai yield strength suatu material. Seperti
pada perhitungan faktor keamanan rangka di bawah ini:

a. Faktor Keamanan Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm


Langkah mencari keamanan yaitu dengan membagi nilai yield
strength suatu material dengan tegangan Von Mises yang telah
didapatkan pada langkah sebelumnya.
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
𝑆𝑓𝑎36 =
𝑣𝑜𝑛 𝑚𝑖𝑠𝑒𝑠 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠
𝜎𝑎36
𝑆𝑓𝑎36 =
445,031 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝑎36 =
445,031 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝑎36 = 0,56
𝜎𝑎500
𝑆𝑓𝑎500 =
445,031 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝑎500 =
445,031 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝑎500 = 0,70
Nilai faktor keamanan kedua material terhadap Desain Awal 40 mm
x 40 mm x 1 mm tidak dapat dikatakan aman. Karena nilai yang
dihasilkan material ASTM A36 dan A500 secara berturut-turut yaitu
0,56 dan 0,70. Hal ini sangat jauh dari nilai faktor keamanan yang
diharapkan.

b. Faktor Keamanan Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Selanjutnya mencari faktor keamanan pada Desain Awal 50 mm
x 50 mm x 1,2 mm. Pada desain ini memiliki nilai tegangan Von
Mises yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan

59
Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm yaitu 354,256 MPa.
Sehingga perhitungan faktor keamanan seperti berikut.
𝜎𝐴36
𝑆𝑓𝐴36 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 = 0,71
𝜎𝐴500
𝑆𝑓𝐴500 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
354,256 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 = 0,89
Sesuai dengan perhitungan diatas, didapatkan hasil yang belum
memuaskan. Terbukti dengan tidak adanya material yang
mampu mencapai nilai safety factor yang diharapkan. Untuk
Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm dengan material ASTM
A36 didapatkan nilai safety factor 0,71. Sedangkan untuk
material ASTM A500 didapatkan nilai safety factor 0,89.

c. Faktor Keamanan Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm


Pada Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm mempunyai nilai
tegangan Von Mises yang jauh lebih kecil jika dibandingkan
dengan desain sebelumnya. Hal ini akan meningkatkan nilai
safety factor

𝜎𝐴36
𝑆𝑓𝐴36 =
250,48 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
250,48 𝑀𝑃𝑎

60
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
250,48 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 = 0,99
𝜎𝐴500
𝑆𝑓𝐴500 =
250,48 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
250,48 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
250,48 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 = 1,25
Pada material ASTM A500 berhasil melawati angka 1 dengan
kata lain material ASTM A500 dapat menahan beban statis yang
diterima. Namun belum mampu menahan beban dinamis.
Sedangkan untuk material ASTM A36 mempunyai safety factor
yang nyaris menyentuh angka 1. Kedua jenis material pada
desain ini masih jauh dari hasil yang diinginkan.

d. Faktor Keamanan Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm


Berbeda dengan perhitungan sebelumnya, pada Desain Baru 50
mm x 50 mm x 1,2 mm memiliki nilai Von Mises yang relatif
lebih rendah. Hal ini dikarenakan ukuran dan ketebalan profil
yang lebih besar.

𝜎𝐴36
𝑆𝑓𝐴36 =
153,48 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
153,48 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
153,48 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 = 1,62
𝜎𝐴500
𝑆𝑓𝐴500 =
153,48 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
153,48 𝑀𝑃𝑎

61
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
153,48 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 = 2,05
Dengan tegangan Von Mises yang diterima oleh Desain Baru 50
mm x 50 mm x 1,2 mm menghasilkan nilai safety factor 1,62
untuk jenis material ASTM A36 dan 2,05 untuk jenis material
ASTM A500. Untuk jenis material ASTM A500 telah mencapai
target safety factor yang diinginkan. Hal ini didukung dengan
nilai safety factor lebih dari 2 akan mampu menahan beban
dinamis (Suprapto & Wibawa, 2021b).

e. Faktor Keamanan Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm


Dengan perhitungan safety factor yang sudah dilakukan sejauh
ini hanya satu desain yang mampu melampaui target yaitu
Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Hal ini membuktikan
bahwa ukuran profil pada penelitian sebelumnya tidak mampu
dijadikan referensi untuk membuat desain yang lebih baik.
Untuk itu untuk penambahan ketebalan dilakukan pada Desain
Alternatif. Diharapkan mampu menghasilkan nilai safety factor
yang sesuai dengan apa yang diinginkan yaitu melebihi 2.

𝜎𝐴36
𝑆𝑓𝐴36 =
110,66 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
110,66 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
110,66 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 = 2,25
𝜎𝐴500
𝑆𝑓𝐴500 =
110,66 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
110,66 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
110,66 𝑀𝑃𝑎

62
𝑆𝑓𝐴500 = 2,84
Dari hasil perhitungan faktor keamanan diatas, kedua material
mampu mencapai target yang diinginkan. Dengan nilai faktor
keamanan masing-masing material yaitu 2,25 untuk jenis
material ASTM A36 dan 2,84 untuk jenis material ASTM A500.

f. Faktor Keamanan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm

𝜎𝐴36
𝑆𝑓𝐴36 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
250 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴36 = 3,32
𝜎𝐴500
𝑆𝑓𝐴500 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
315 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 =
75,30 𝑀𝑃𝑎
𝑆𝑓𝐴500 = 4,18
Pada perhitungan diatas menunjukan perhitungan faktor
keamanan pada Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas nilai faktor safety pada
jenis material ASTM A36 mempunyai nilai yang tinggi yaitu
3,32. Hal ini disebabkan karena ASTM A36 mempunyai yield
strength 250 MPa, sedangkan besarnya tegangan maksimum
bernilai 75,30 MPa. Disisi lain nilai faktor keamanan yang
didapatkan pada material ASTM A500 adalah 4,18 jauh lebih
tinggi dari ASTM A36. Kondisi ini terjadi karena material
ASTM A500 mempunyai nilai yield strength yang lebih tinggi
dari ASTM A36 yaitu 315 MPa.

63
Perbandingan Jenis Material Terhadap
Safety Factor

4.18
5

Faktor Keamanan

3.21
4

2.84
2.25
2.5
3

1.62
1.25
0.99
0.89
2

0.71
0.56
0.7
1
0
Desain Desain Desain Desain Desain Desain
Awal Awal Baru Baru Alternatif Alternatif
40x40x1,0 50x50x1,2 40x40x1,0 50x50x1,2 40x40x2,0 50x50x2,0

ASTM A36
ASTM A500
Faktor Keamanan yang Diinginkan

Gambar IV.27 Grafik perbandingan jenis material terhadap


safety factor
Pada gambar grafik diatas, menunjukan hasil dari perbandingan
nilai safety factor yang didapat terhadap jenis material dan
desain yang dipilih. Untuk desain awal 40 mm x 40 mm x 1 mm
dengan material ASTM A36 maupun ASTM A500 secara
berturut-turut hanya mendapatkan nilai safety factor 0,56 dan
0,70, hal ini menyebabkan desain ini tidak mampu melewati
nilai safety factor yang diharapkan yaitu 2. Hal demikian juga
terjadi pada desain awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm. Desain ini
mendapatkan angka yang lebih besar dari sebelumnya, Namun
tetap tidak mencapai target. Hasil yang signifikan terjadi pada
desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm dengan material ASTM
A500. Hal ini ditunjukan dengan besarnya nilai faktor keamanan
yang didapatkan yaitu 2,5, dengan kata lain desain ini sudah
aman untuk diproduksi. Pada kedua desain alternatif yaitu
desain alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm dan desain alternatif
50 mm x 50 mm x 2 mm dapat dilihat pada Gambar IV.27 telah
melewati garis merah. Hal ini menandai kedua rancangan
alternatif dinilai aman untuk diproduksi.

64
I. Analisis Fatik
1. S-N Diagram
Batas ketahanan material mengalami fatik bukanlah ditentukan
dengan yield strength atau modulus elastisitas. Namun batas
ketahanannya tergantung pada kurva SN dengan didapatkan secara
eksperimen spesimen. Hasil eksperimen tersebut diplot dalam bentuk
grafik log N sebagai siklus dan log S sebagai jangkauan tegangan
(Anwar Ardhi et al., 2014).

Pada dasarnya The American Society of Mechanical Engineers atau


biasa disebut ASME telah merumuskan 2 kurva SN yaitu untuk
carbon steel material dan austenitic stainless steels. Tentunya dengan
material yang dipakai pada penelitian ini yaitu ASTM A36 dan A500
pemilihan yang tepat yaitu ASME carbon steel SN Curve.

S-N CURVE
700
Alternation Stress (MPa)

600
500
400
199.94652
300
200 86
100
83.091787
0
1000 10000 100000 1000000 10000000 20000000
Jumlah siklus (N)

A36 A500 ASME

Gambar IV.28 Grafik kurva SN


Pada penelitian tahun 2017 yang berjudul “On cyclic yield strength in
definition of limits for characterisation of fatigue and creep
behaviour” telah dilakukan pengujian umur fatik pada spesimen
material ASTM A36 (Gorash & Mackenzie, 2017). Sebanyak 27
spesimen material ASTM A36 di uji dengan berbagai macam

65
tegangan dan berhasil mencapai high cycle fatigue (106 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒) pada
tegangan 199 MPa. Hal ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pengujian yang dilakukan ASME kepada carbon steel yang
mencapai high cycle fatigue (106 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒) pada tegangan 83 MPa.
Sedangkan untuk material A500 data diagram SN didapatkan dari
penelitian yang sejenis. Yaitu dengan batas kekuatan pada
(106 𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒) mendapatkan nilai 86 MPa.

2. Lifetime
Setelah data dari analisis statik telah diperoleh kemudian disamakan
dengan data kurva SN material ASTM A36 dan ASME pada Gambar
IV.28. Dari teori high cycle fatigue diketahui jumlah siklus minimum
yang dihasilkan harus melebihi 1 juta siklus agar dapat dikatakan
aman (Charkaluk & Seghir, 2015). Namun jika hasil dari analisis
terbukti tidak mampu melebihi dari 1 juta siklus maka, desain tersebut
tidak bisa dikatakan baik.

Gambar IV.29 Batas ketahanan Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm


menggunakan ASME SN Curve
Dari hasil simulasi fatik pada desain baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
dengan menggunakan grafik kurva SN ASME carbon steel (Gambar
IV.29). Dapat dikatakan tidak aman, karena tidak mampu
menghasilkan jumlah cycle yang melebihi 106 cycle yaitu sebesar

66
8.385 siklus. Hal ini terjadi karena desain baru 40 mm x 40 mm x 1
mm mempunyai nilai tegangan Von Mises yang cukup tinggi yaitu
250,48 MPa. Sedangkan jika dilihat dari grafik kurva SN pada ASME
carbon steel hanya dapat melampaui 1 juta siklus jika tegangan
terbesar yang terjadi pada desain rangka bernilai 83 MPa. Namun high
cycle fatigue juga terjadi pada Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
yaitu pada bagian yang berwarna biru.

Gambar IV.30 Batas ketahanan Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm


menggunakan ASTM A36 SN Curve
Dari hasil simulasi fatik pada desain baru 40 mm x 40 mm x 1 mm
dengan menggunakan grafik kurva SN A36 (Gambar IV.30).
Mendapatkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan simulasi
menggunakan kurva SN ASME carbon steel. Hal ini terbukti dengan
jumlah siklus yang didapatkan sebanyak 7,6𝑥104 atau tujuh puluh
enam ribu siklus. Dengan hasil ini dapat dikatakan tidak aman, karena
tidak mampu menghasilkan jumlah cycle yang melebihi 106 cycle

67
Gambar IV.31 Batas ketahanan Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2
mm menggunakan ASME SN Curve
Dari hasil simulasi fatik pada desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
dengan menggunakan grafik kurva SN ASME carbon steel (Gambar
IV.31). Dapat dikatakan tidak aman, karena tidak mampu
menghasilkan jumlah cycle yang melebihi 106 cycle yaitu sebesar
37.125 siklus. Hal ini terjadi karena desain baru 50x50x1, mm
mempunyai nilai tegangan Von Mises yang cukup tinggi yaitu 250,48
MPa. Sedangkan jika dilihat dari grafik kurva SN pada ASME carbon
steel hanya dapat melampaui 1 juta siklus jika tegangan terbesar yang
terjadi pada desain rangka bernilai 83 MPa. Namun high cycle fatigue
juga terjadi pada Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm yaitu pada
bagian yang berwarna biru.

68
Gambar IV.32 Batas ketahanan Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2
mm menggunakan ASTM A36 SN Curve
Dari hasil simulasi fatik pada desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
dengan menggunakan grafik kurva SN A36 (Gambar IV.32).
Mendapatkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan simulasi
menggunakan kurva SN ASME carbon steel. Hal ini terbukti dengan
jumlah siklus yang didapatkan sebanyak 6𝑥106 atau enam juta siklus.
Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa dengan kurva SN ASTM A36
adalah aman, karena mampu mencapai jumlah cycle yang melebihi
106 cycle. Hal ini terjadi karena kurva SN ASTM A36 mempunyai
nilai tegangan batas yang lebih tinggi yaitu 199 MPa.

69
Gambar IV.33 Batas ketahanan Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2
mm menggunakan ASME SN Curve

Gambar IV.34 Batas ketahanan Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2


mm menggunakan ASTM A36 SN Curve
Hasil positif berhasil didapat pada Desain Alternatif 40 mm x 40 mm
x 2 mm. Tepatnya pada Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
menggunakan ASTM A36 SN Curve mendapatkan umur siklus fatik
melebihi 107 siklus. Hal ini membuat desain ini bisa dikatakan
memiliki umur tak terbatas. Dapat dilihat pada Gambar IV.34 semua
bagian rangka penyangga aileron flight control simulator berada pada
kondisi aman. Hal ini disebabkan karena nilai stress yang bekerja

70
pada desain ini berada di bawah kurva SN ASTM A36 atau bisa
disebut tidak berpotongan.

Gambar IV.35 Batas ketahanan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2


mm menggunakan ASME SN Curve

Gambar IV.36 Batas ketahanan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2


mm menggunakan ASTM A36 SN Curve
Pada hasil pengujian fatik untuk kedua variabel Desain Alternatif 50
mm x 50 mm x 2 mm menggunakan kurva S-N ASTM A36 maupun
ASME berhasil mencapai High Cycle Fatigue atau dapat dikatakan
melebihi 10 juta siklus. Dapat dilihat pada kedua gambar diatas bahwa
nilai total siklus mencapai batas maksimum yaitu 10 juta cycle pada
keseluruhan bagian rangka alat penyangga aileron flight control
simulator. Hal ini dapat terjadi karena nilai stress yang bekerja pada

71
desain ini berada di bawah kurva S-N ASTM A36 maupun kurva S-N
ASME carbon steel atau bisa disebut tidak berpotongan.

Umur Fatik
10000000
1000000
100000
10000
Siklus

1000
100
10
1
Desain Baru Desain Baru Desain Alternatif Desain Alternatif
40x40x1,0 50x50x1,2 40x40x2,0 50x50x2,0

ASTM A36 ASME High Cycle Fatigue

Gambar IV.37 Grafik perbandingan umur fatik rangka


Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa kedua desain alternatif dapat
melampaui target yang ditentukan yaitu 1 juta siklus. Sedangkan pada
desain baru hanya satu yang berhasil melampaui target yaitu Desain
Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm dengan kurva S-N ASTM A36.

72
Bab V
Kesimpulan

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini yaitu:

1. Desain awal rangka penyangga aileron flight control simulator tidak


mampu menahan beban yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan
hasil tegangan Von Mises yang didapatkan pada masing-masing profil
yaitu: Desain Awal 40 mm x 40 mm x 1 mm sebesar 445,031 MPa,
dan Desain Awal 50 mm x 50 mm x 1,2 mm sebesar 354,25 MPa.
Oleh karena itu diperlukan desain baru dengan tambahan penguat
pada rangka (support) agar beban tidak terkonsentrasi pada
sambungan rangka dan desain alternatif yang menambah ketebalan
profil. Hal ini dibuktikan dengan tegangan Von Mises yang didapatkan
pada masing-masing desain yaitu: Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1
mm sebesar 250,483 MPa, Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
sebesar 153,485 MPa, Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm
sebesar 110,667 MPa, dan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm
sebesar 75,305 MPa. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa
penambahan penguat pada rangka sangat diperlukan agar dapat
menahan beban 101,055 Kg.

73
2. Material mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam perhitungan
faktor keamanan suatu desain. Pada material ASTM A36
mendapatkan nilai safety factor yaitu Desain Baru 40 mm x 40 mm x
1 mm sebesar 0,99, Desain Baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm sebesar
1,62, Desain Alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm sebesar 2,25, dan
Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2 mm sebesar 3,32. Sedangkan
pada material ASTM A500 mendapatkan nilai safety factor yaitu
Desain Baru 40 mm x 40 mm x 1 mm sebesar 1,25, Desain Baru 50
mm x 50 mm x 1,2 mm sebesar 2,05, Desain Alternatif 40 mm x 40
mm x 2 mm sebesar 2,84, dan Desain Alternatif 50 mm x 50 mm x 2
mm sebesar 4,18. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa rancangan
yang memiliki faktor keamanan lebih dari 2 aman untuk menahan
beban dinamis.
3. Pembebanan fluktuatif menyebabkan terjadinya fatik pada desain
rangka. Umur fatik yang terjadi pada desain baru 40 mm x 40 mm x 1
mm dengan kurva S-N ASTM A36 dan ASME secara berturut-turut
7,6𝑥104 dan 3,7𝑥104 hal ini masih jauh dari target yang diharapkan.
Umur fatik yang terjadi pada desain baru 50 mm x 50 mm x 1,2 mm
dengan kurva S-N ASTM A36 dan ASME secara berturut-turut 6𝑥106
dan 8,3𝑥103 , pada umur fatik menggunakan kurva S-N ASTM A36
sudah melampaui target. Sedangkan umur fatik yang terjadi pada
desain alternatif 40 mm x 40 mm x 2 mm dengan kurva S-N ASTM
A36 dan ASME secara berturut-turut 1𝑥107 dan 1,4𝑥105 . Pada
desain terakhir umur fatik yang terjadi pada desain alternatif 50 mm x
50 mm x 2 mm dengan kurva S-N ASTM A36 dan ASME keduanya
berhasil mencapai nilai High Cyle Fatigue yaitu 1𝑥107 . Pada
penelitian ini dipilih desain terbaik yaitu Desain 50 mm x 50 mm x 2
mm karena mampu melewati 1 juta siklus dengan material ASTM
A36 maupun ASTM A500.

74
B. Saran
Untuk terciptanya sebuah kemajuan pada penelitian, disarankan:

1. Untuk meningkatkan akurasi pada analisis umur fatik, diperlukan uji


spesimen terhadap material ASTM A500 agar mendapatkan nilai
kurva S-N yang akurat.
2. Teliti dalam merancang maupun pada saat melakukan simulasi
menggunakan perangkat lunak, karena apabila salah input maka hasil
yang akan didapatkan berbeda.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait bagian rangka yang lain dari
flight control simulator, seperti rangka penyangga elevator dan
rudder.

75
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, A., & Lubis, F. A. (2018). Analisa Pengujian Lelah Material Tembaga
Dengan Menggunakan Rotary Bending Fatigue Machine. Jurnal Rekayasa
Material, Manufaktur Dan Energi, 1(1), 1–11.
https://doi.org/10.30596/rmme.v1i1.2430
Anwar Ardhi, S., Cahyo Utomo, T., Wibowo, A., & Indradi Wijatmiko. (2014).
Analisis Kemampuan Layan Jembatan Rangka Baja Soekarno – Hatta
Malang Ditinjau Dari Aspek Getaran, Lendutan Dan Usia Fatik. Jurusan
Teknik Sipil, 1–9.
Ari, L., & Wibawa, N. (2020). Simulasi Umur Fatik Rangka Main Landing Gear
Menggunakan Metode Elemen Hingga metode elemen hingga. October.
https://doi.org/10.29303/dtm.v10i2.337
Arroba, A., Hernán, C., Núñez, N., & Fernando, D. (2018). Software evaluation of
the effectiveness of the seatbelt anchorages of a commercial bus seat
according to regulation ECE R14. 138–148.
Bi, Z., & Pikey, W. D. (2020). Peterson’s Stress Concentration Factors (Fourth).
Charkaluk, E., & Seghir, R. (2015). Shakedown , Dissipation And Fatigue Of
Metals. July. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1238.0003
Cornelis, C. I. (2017). Analisis Springback Pada Tube Aisi 304l Berpenampang
Segiempat Pada Proses Rotary Draw Bending. Jurusan Teknik Material &
Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Dietre, G. E. (1992). Metalurgi Mekanik (S. Djafrie (ed.); 1st ed.). Erlangga.
Doane, J. (2016). A Practical Design Guide for Welded Connections Part 2
Analysis and Design of Welded Connections. In A SunCam online
continuing education course (p. 13).
Galea, S. C., Van Der Velden, S., Powlesland, I., Nguyen, Q., Ferrarotto, P., &
Konak, M. (n.d.). Flight Demonstrator of a Self-Powered SHM System on a
Composite Bonded Patch attached to an F/A-18 Aileron Hinge.
Gorash, Y., & Mackenzie, D. (2017). On cyclic yield strength in definition of
limits for characterisation of fatigue and creep behaviour. Open Engineering,
7(1), 126–140. https://doi.org/10.1515/eng-2017-0019
Hibbeler, R. C. (2015). Mechanics Of Materials (10th ed.). Pearson.
Hidayah, S. nur. (2019). Analisa Numerik Kekuatan Velg Sepeda Motor Yang
Dibebani Dengan Beban Impact. Tugas Akhir UMSU, 10.
https://doi.org/10.31227/osf.io/n4f68
Kurowski, P. M. (2018). Engineering Analysis with SOLIDWORKS Simulation

76
2018. Stephen Schroff.
Ochshorn, J. (2010). Structural Element for Architects and Builders. In Elsevier.
Petrock, S. (2020). SOLIDWORKS Simulation Makes Meshing Easy. Too Easy?
Engineersrule. https://www.engineersrule.com/solidworks-simulation-makes-
meshing-easy-too-easy/
Pritchard, R. H., Lava, P., Debruyne, D., & Terentjev, E. M. (2013). Precise
determination of the Poisson ratio in soft materials with 2D digital image
correlation. Eugene M. Terentjev, 9(26), 1–14.
Raj, M. P. (2017). A Schematic Design And Analysis Of A Hinge In Aerospace
Structures Using Different Materials. 3(6), 577–584.
Schijve, J. (1967). Fatigue of Structures and Materials. In Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952.
SOLIDWORKS Help. (2021). Mesh Quality Checks. Dasssault Systemes.
http://help.solidworks.com/2021/english/SolidWorks/cworks/c_Mesh_Qualit
y_Checks.htm?verRedirect=1
Suprapto, R. K. N., & Wibawa, L. A. N. (2021a). Desain dan Analisis Tegangan
Rangka Alat Simulasi Pergerakan Kendali Terbang Menggunakan Metode
Elemen Hingga. Jurnal Teknik Mesin ITI, 5(1), 19.
https://doi.org/10.31543/jtm.v5i1.559
Suprapto, R. K. N., & Wibawa, L. A. N. (2021b). Desain dan Analisis Tegangan
Rangka Alat Simulasi Pergerakan Kendali Terbang Menggunakan Metode
Elemen Hingga. Jurnal Teknik Mesin ITI, 5(1), 19.
https://doi.org/10.31543/jtm.v5i1.559
Tomlin, M., & Meyer, J. (2011). Topology Optimization of an Additive Layer
Manufactured (ALM) Aerospace Part. The 7th Altair CAE Technology
Conference 2011, 1–9.
Wahyu, F., Atmawan, S., Muthoriq, E., & M.K, H. (2015). Analisis Kekuatan
Suspensi Pegas Daun Truk Dengan Metode Finite Element. Politeknologi
Vol. 14 No. 3 September 2015, 14(3), 1–8.
Wahyudi, N., & Fahrudi, Y. A. (2017). Studi Eksperimen Rancang Bangun
Rangka Jenis Ladder Frame pada Kendaraan Sport. JEECAE (Journal of
Electrical, Electronics, Control, and Automotive Engineering), 1(1), 71–75.
https://doi.org/10.32486/jeecae.v1i1.15
Wibawa, L. A. N. (2019). Prediksi Umur Fatik Struktur Crane Kapasitas 10 Ton
Menggunakan Metode Elemen Hingga. Media Mesin: Majalah Teknik
Mesin, 21(1), 18–24. https://doi.org/10.23917/mesin.v21i1.9422
Wibawa, L. A. N. (2020). Pengaruh Kecepatan Landing terhadap Umur Fatik
Rangka Tricycle Landing Gear Pesawat UAV Menggunakan Ansys
Workbench. Elemen: Jurnal Teknik Mesin, 7(1), 38–45.

77
https://doi.org/10.34128/je.v7i1.118
Wibawa, L. A. N., & Diharjo, K. (2020). Pengaruh Beban terhadap Prediksi Umur
Fatik Rangka Meja Kerja Balai LAPAN Garut Menggunakan Ansys
Workbench. Jurnal Teknik Mesin ITI, 4(2), 57.
https://doi.org/10.31543/jtm.v4i2.414
Wijayanto, J., Mesin, J. T., & Industri, F. T. (2009). Peningkatan ketangguhan
impak dan fraktografi dari laju rambat retak fatik di lingkungan korosif pada
baja dengan sambungan las saw setelah mengalami flame heating. 2, 201–
207.

78
LAMPIRAN

Lampiran A Spesifikasi Pesawat Fokker-27

AIRCRAFT SPECIFICATION AIRCRA


SUBJECT : PK - MFF (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 26-Sep-19

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO PREPARED : WAHJU SA

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07 ( AOG SINCE 27 APRIL 2004 )
2. Aircraft Name : TANAH BELA
3. Aircraft Serial Number : 10551
4. Registration number : 1519
5. Year Manufactured : 1977
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 16-Jan-05
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 18-Feb-08
8. Weight and Balance valid until : 21-Jun-04 MTOW : 20.412 KG
PAY LOAD : 7.849 KG
9. Compass valid until : 02-Apr-05
10. Radio Permit valid until : 18-Feb-06

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 46581 HOURS
12. Total airframe cycles : 56650 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S11 at hours : 46545 HOURS
14. Next minor Inspection C01-S12 at hours : 46795 HOURS
15. Last major Inspection C02-S16 at hours : 43856 HOURS
16. Next major Inspection C01-S16 at hours : 47856 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 532-7R
- Engine Position : #1 : #2
- Engine Serial Number : NOT INSTALL : NOT INSTALL
- Engine TSN : 0 HOURS : 0 HOURS
- Engine TSO : 0 HOURS : 0 HOURS
- Engine TBO : 7000 HOURS : 7000 HOURS
- Engine Remaining TBO : 7000 HOURS : 7000 HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/61


- Propeller Position : #1 : #2
- Propeller Serial Number : NOT INSTALL : NOT INSTALL
- Propeller TSN : 0 HOURS : 0 HOURS
- Propeller TSO : 0 HOURS : 0 HOURS
- Propeller TBO : 6000 HOURS : 6000 HOURS
- Propeller Remaining TBO : 6000 HOURS : 6000 HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200472001 200664101 200664001
- Landing Gear Serial Number : DRG27-67 GS/DRG/9-77 DRG/6-80
- Landing Gear CSN : 22040 CYCLE 44926 CYCLE 48212 CYCLE
- Landing Gear CSO : 644 CYCLE 6603 CYCLE 7210 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 12000 CYCLE 12000 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 11356 CYCLE 5397 CYCLE 4790 CYCLE

A.1 PK-MFF (F-27/MK 500)

79
AIRCRAFT SPECIFICATION
SUBJECT : PK - MFG (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 26-Sep-19

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07 ( AOG SINCE 28 FEBRUARY 2006 )
2. Aircraft Name : LINGGA
3. Aircraft Serial Number : 10552
4. Registration number : 1520
5. Year Manufactured : 1977
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 29-Jun-06
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 25-Feb-08
8. Weight and Balance valid until : 14-Jun-07 MTOW : 20.820 KG
PAY LOAD : 8.372 KG
9. Compass valid until : 04-Mar-06
10. Radio Permit valid until : 18-Feb-07

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 48844 HOURS
12. Total airframe cycles : 60885 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S15 at hours : 48754 HOURS
14. Next minor Inspection C02-S01 at hours : 49254 HOURS
15. Last major Inspection C02-S16 at hours : 48844 HOURS
16. Next major Inspection C01-S16 at hours : 52844 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 532-7R
- Engine Position : #1 : #2
- Engine Serial Number : NOT INSTALL : NOT INSTALL
- Engine TSN : 0 HOURS : 0 HOURS
- Engine TSO : 0 HOURS : 0 HOURS
- Engine TBO : 7000 HOURS : 7000 HOURS
- Engine Remaining TBO : 0 HOURS : 0 HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/61


- Propeller Position : #1 : #2
- Propeller Serial Number : NOT INSTALL : NOT INSTALL
- Propeller TSN : 0 HOURS : 0 HOURS
- Propeller TSO : 0 HOURS : 0 HOURS
- Propeller TBO : 6000 HOURS : 6000 HOURS
- Propeller Remaining TBO : 0 HOURS : 0 HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200472001 200664101 200664001
- Landing Gear Serial Number : DRG796-79 DRG/15-80 DRG/10-77
- Landing Gear CSN : 49078 CYCLE 39085 CYCLE 44188 CYCLE
- Landing Gear CSO : 11478 CYCLE 1479 CYCLE 5399 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 12000 CYCLE 12000 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 522 CYCLE 10521 CYCLE 6601 CYCLE

A.2 PK-MFG (F-27/MK 500)

80
AIRCRAFT SPECIFICATION AI
SUBJECT : PK - MFQ (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 26-Sep-19

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO PREPARED : WAHJU SA

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07
2. Aircraft Name : BINTAN
3. Aircraft Serial Number : 10623
4. Registration number : 1145
5. Year Manufactured : 1982
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 08-Apr-06
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 23-Mar-08
8. Weight and Balance valid until : 26-Apr-06 MTOW : 20.412 KG
PAY LOAD
: 8.096 KG
9. Compass valid until : 20-Sep-06
10. Radio Permit valid until : 03-Oct-06

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 35133 HOURS
12. Total airframe cycles : 32921 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S13 at hours : 34683 HOURS
14. Next minor Inspection C01-S14 at hours : 34933 HOURS
15. Last major Inspection C02-S16 at hours : 31432 HOURS
16. Next major Inspection C01-S16 at hours : 35432 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 536-7
- Engine Position : #1 : #2
- Engine Serial Number : NOT INSTALL : 15171
- Engine TSN : 0 HOURS : 29105 HOURS
- Engine TSO : 0 HOURS : 7491 HOURS
- Engine TBO : 7000 HOURS : 7000 HOURS
- Engine Remaining TBO : 7000 HOURS : -491 HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/65


- Propeller Position : #1 : #2
- Propeller Serial Number : NOT INSTALL : DRG 513/67
- Propeller TSN : 0 HOURS : 52932 HOURS
- Propeller TSO : 0 HOURS : 5112 HOURS
- Propeller TBO : 6000 HOURS : 6000 HOURS
- Propeller Remaining TBO : 6000 HOURS : 888 HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200798001 200679004 200679004
- Landing Gear Serial Number : DRG1484-80 DRG/7-81 DRG/8-80
- Landing Gear CSN : 44487 CYCLE 20078 CYCLE 23618 CYCLE
- Landing Gear CSO : 8297 CYCLE 7675 CYCLE 12436 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 12000 CYCLE 12000 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 3703 CYCLE 4325 CYCLE -436 CYCLE

A.3 PK-MFQ (F-27/MK 500)

81
AIRCRAFT DATA
SUBJECT : PK - MFY (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 03-May-07

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07
2. Aircraft Name : HALMAHERA
3. Aircraft Serial Number : 10629
4. Registration number : 1164
5. Year Manufactured : 1982
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 30-Mar-07
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 23-Mar-08
8. Weight and Balance valid until : 09-Jun-08 MTOW : 20.412 KG
PAY LOAD : 7.753 KG
9. Compass valid until : 21-Mar-07
10. Radio Permit valid until : 03-Oct-07

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 37033 HOURS
12. Total airframe cycles : 36707 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S15 at hours : 35066 HOURS
14. Next minor Inspection C02-S01 at hours : 35316 HOURS
15. Last major Inspection C01-S16 at hours : 35401 HOURS
16. Next major Inspection C02-S16 at hours : 39401 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 536-7
- Engine Position : #1 : #2
- Engine Serial Number : 14314 : 8504
- Engine TSN : 31340 HOURS : 0 HOURS
- Engine TSO : 1024 HOURS : 0 HOURS
- Engine TBO : 7000 HOURS : 7000 HOURS
- Engine Remaining TBO : 5976 HOURS : 7000 HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/65


- Propeller Position : #1 : #2
- Propeller Serial Number : DRG249/80 : DRG10/61
- Propeller TSN : 9785 HOURS : 52310 HOURS
- Propeller TSO : 3665 HOURS : 1810 HOURS
- Propeller TBO : 6000 HOURS : 6000 HOURS
- Propeller Remaining TBO : 2335 HOURS : 4190 HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200798001 200679104 200679004
- Landing Gear Serial Number : DRG/1353-80 DRG/ 4282-84 DRG/4-80
- Landing Gear CSN : 27276 CYCLE 17880 CYCLE 33498 CYCLE
- Landing Gear CSO : 1326 CYCLE 5985 CYCLE 8558 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 12000 CYCLE 12500 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 10674 CYCLE 6015 CYCLE 3942 CYCLE

A.4 PK-MFY (F-27/MK 500)

82
AIRCRAFT SPECIFICATION AIRCRA
SUBJECT : PK - MFV (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 26-Sep-19

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO PREPARED : WAHJU SA

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07 ( AOG SINCE 03 MARET 2004 )
2. Aircraft Name : KABIA
3. Aircraft Serial Number : 10625
4. Registration number : 1151
5. Year Manufactured : 1982
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 17-Mar-05
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 23-Mar-05
8. Weight and Balance valid until : 15-Feb-06 MTOW : 20.412 KG
PAY LOAD
: 8.220 KG
9. Compass valid until : 21-Jan-05
10. Radio Permit valid until : 03-Oct-06

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 30445 HOURS
12. Total airframe cycles : 27586 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S15 at hours : 30083 HOURS
14. Next minor Inspection C02-S01 at hours : 30583 HOURS
15. Last major Inspection C02-S16 at hours : 26656 HOURS
16. Next major Inspection C01-S16 at hours : 30656 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 536-7
- Engine Position : # 1 NOT INSTALL : # 2 NOT INSTALL
- Engine Serial Number : :
- Engine TSN : HOURS : HOURS
- Engine TSO : HOURS : HOURS
- Engine TBO : HOURS : HOURS
- Engine Remaining TBO : HOURS : HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/65


- Propeller Position : # 1 NOT INSTALL : # 2 NOT INSTALL
- Propeller Serial Number : :
- Propeller TSN : HOURS : HOURS
- Propeller TSO : HOURS : HOURS
- Propeller TBO : HOURS : HOURS
- Propeller Remaining TBO : HOURS : HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200798001 200679004 200679004
- Landing Gear Serial Number : DRG/1810-83 DRG/4-81 U/S DRG/315-71 U/S
- Landing Gear CSN : 24942 CYCLE 26374 CYCLE 24591 CYCLE
- Landing Gear CSO : 7073 CYCLE 12459 CYCLE 12591 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 12500 CYCLE 12700 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 4927 CYCLE 41 CYCLE 109 CYCLE

A.5 PK-MFV (F-27/MK 500)

83
AIRCRAFT SPECIFICATION
SUBJECT : PK - MFW (F - 27/MK 500) DATE ISSUED : 26-Sep-19

PREPARED : WAHJU SAMBODO CHECKED : SOETIJONO

AIRCRAFT GENERAL
1. Status for : 03-May-07 ( AOG SINCE 30 JANUARY 2005 )
2. Aircraft Name : MAJA
3. Aircraft Serial Number : 10626
4. Registration number : 1155
5. Year Manufactured : 1982
6. Certificate of Airworthiness (C of A) valid until : 23-Feb-06
7. Certificate of Registration (C of R) valid until : 23-Mar-08
8. Weight and Balance valid until : 07-Oct-06 MTOW : 20.412 KG
PAY LOAD : 7.950 KG
9. Compass valid until : 23-Nov-05
10. Radio Permit valid until : 03-Oct-06

MAINTENANCE DATA
11. Total airframe hours : 33730 HOURS
12. Total airframe cycles : 32151 CYCLES
13. Last minor Inspection C01-S08 at hours : 33730 HOURS
14. Next minor Inspection C01-S09 at hours : 33980 HOURS
15. Last major Inspection C02-S16 at hours : 31796 HOURS
16. Next major Inspection C01-S16 at hours : 35796 HOURS

ENGINE DATA

DART - 7 MK 536-7
- Engine Position : # 1 NOT INSTALL : #2
- Engine Serial Number : : 15182 U/S
- Engine TSN : HOURS : 32140 HOURS
- Engine TSO : HOURS : 5796 HOURS
- Engine TBO : HOURS : 7000 HOURS
- Engine Remaining TBO : HOURS : 1204 HOURS

PROPELLER DATA

DOWTY ROTOL R193/4-30-4/65


- Propeller Position : # 1 NOT INSTALL : #2
- Propeller Serial Number : : DRG 408/81
- Propeller TSN : HOURS : 23320 HOURS
- Propeller TSO : HOURS : 4067 HOURS
- Propeller TBO : HOURS : 6000 HOURS
- Propeller Remaining TBO : HOURS : 1933 HOURS

LANDING GEAR
NOSE MAIN L/H MAIN R/H
- Landing Gear Part Number : 200798001 200679004 200679004
- Landing Gear Serial Number : DRG/1486-80 DRG/6-80 U/S DRG 11-80
- Landing Gear CSN : 23397 CYCLE 23291 CYCLE 28352 CYCLE
- Landing Gear CSO : 11448 CYCLE 13195 CYCLE 12463 CYCLE
- Landing Gear TBO : 12000 CYCLE 13200 CYCLE 12000 CYCLE
- Landing Gear Remaining TBO : 552 CYCLE 5 CYCLE -463 CYCLE

A.6 PK-MFW (F-27/MK 500)

84
Lampiran B Pengukuran

B.1 Pengukuran dimensi aileron (a)

B.2 Pengukuran dimensi aileron (b)

85
B.3 Pengukuran dimensi aileron (c)

86
Lampiran C Kondisi saat ini

87
Lampiran D Daftar harga bahan di pasaran

D.1 Besi Hollow Hitam 40x40 tebal 1.0 mm

D.2 Besi Hollow Hitam 50 mm x 50 mm x 1,2 mm

88
D.3 Besi Hollow Hitam 40 mm x 40 mm x 2 mm

D.4 Besi Hollow Hitam 50 mm x 50 mm x 2 mm

Lampiran E Proses Simulasi

89
E.1 Memasukan data material

E.2 Menentukan kondisi batas

90
E.3 Menentukan besarnya dan jenis mesh

E.4 Menentukan arah dan besar gaya

91
92
93
94
95
96

Anda mungkin juga menyukai