Ringkasan Pelaksanaan
Tahapan Aquaculture Improvement Program (AIP)
PT. Bogatama Marinusa (Bomar)
Periode November 2017 – April 2018
PT Bogatama Marinusa (Bomar) merupakan salah satu sektor industri perikanan di Sulawesi Selatan yang bergerak dalam bisnis di bidang
pengolahan dan pembekuan udang. PT. Bomar mengolah udang jenis windu dan vannamei dari beragam ukuran (size) yang diperoleh dari
pengumpul-petambak di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Dalam sehari PT. Bomar memperoleh bahan baku berkisar
300 - 3000 kg perhari.
Sejak April 2017, PT. Bomar mulai mengambil inisiatif untuk berkontribusi dalam perbaikan perikanan di Indonesia. Perusahaan yang awalnya
terjun dalam bisnis budidaya dan hatchery (pembenihan) udang, khususnya udang windu (black tiger shrimp) dan udang vannamei ini bertekad
untuk mengelola budidaya udang secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Setelah melewati proses aplikasi yang terdiri dari tahap
penilaian dan perbaikan sejak Januari 2017, PT Bomar pun bergabung dalam program Seafood Savers – WWF-Indonesia dengan mendaftarkan
tambak mitra-nya seluas 63,45 hektar yang terletak di Kelurahan Pallameang, Kec. Mattirosompe, Kab. Pinrang. Tambak tersebut H. Tantang,
yang mengontrol seorang pemimpin tambak dan 10 pekerja tambak.
Melalui keanggotaan Seafood Savers, perusahaan yang berlokasi di Jalan Kima Raya 2 Kav. N-4 B1 Makassar ini akan mengimplementasikan
program perbaikan budidaya atau Aquaculture Improvement Program bagi petambak udang windu dengan dampingan dari tim aquaculture
WWF-Indonesia. Perbaikan akan mencakup aspek lingkungan dan sosial pada operasional PT BOMAR sesuai dengan aspek yang menjadi
penilaian sertifikasi ekolabel Aquaculture Stewardship Council (ASC).
Secara umum, PT. Bomar sudah menerapkan metode untuk menjaga kualitas udang sejak masa panen di tambak. Udang yang dipanen
langsung ditempatkan dalam coolbox/Streofoam yang telah diisi serbuk es, sehingga udang terjaga kesegarannya hingga tiba di pabrik
pengolahan di Makassar. Selain itu, produk olahan PT. Bomar dikirim menggunakan container/tonase yang dilengkapi mesin pendingin,
sehingga produk olahan menjadi beku dan terjaga kualitasnya selama masa pengangkutan ke tempat tujuan.
Profil Aquaculture Improvement Program (AIP)
1. Lokasi Tambak-Tambak Supply Chain PT. Bogatama Marinusa (Bomar)
Lokasi : Kelurahan Pallameang, Kecamatan Mattirosompe, Pinrang
Jumlah Petambak : 10 Orang
PT. Bomar memperoleh udang windu yang dikelola secara tradisional dan udang vannamei yang dikelola secara tradisional, semi intensif dan
intensif. Sumber bahan baku ada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Tambak mitra PT. Bomar yang seluas 63,45 hektar
yang berubah menjadi 59,7 hektar sejak lepasnya tambak yang dijaga oleh Rizal, seluas 3,76 hektar (tidak disewa lagi) terdiri atas 9 petak tambak
tersebut mengandalkan pasang surut untuk pemasukan air tambak, memanfaatkan pakan alami berupa plankton, phronima (crustacea kecil) dan
klekap. Input – input budidaya untuk pengelolaan secara tradisional yaitu saponin atau biopestisida untuk membunuh hama ikan dan pupuk kimia
berupa urea, SP36 dalam jumlah kecil untuk membantu penyuburan perairan tambak. Benur diperoleh dari hatchery udang windu, yaitu dari
Hatchery BBU Suppa Pinrang dan Hatchery Puncak Sinunggal.
Dalam satu siklus, biasanya udang yang ditebar dengan padat tebar 1 ekor/meter2 atau dalam satu hektar ditebar benur sebanyak 10.000 benur.
Dengan padat tebar sedemikian, untuk luas lahan 1 hektar dapat memperoleh udang antara 100 – 200 kilogram. Benur yang ditebar adalah benur
yang telah ditokolkan selama minimal 1 pekan atau sudah Post larva (PL) 16. Pemeliharaan dimulai dengan persiapan lahan tambak dalam bentuk
pengeringan tambak, pemberantasan hama, persiapan air tambak, pemeliharaan benur, panen dan pasca panen. Pemeliharaan dilakukan selama
2 – 4 bulan sampai udang berukuran (size) 40 – 20 ekor/kilogram dan dipanen saat perairan dalam kondisi pasang (siklus pasang), sebab udang
dalam kondisi baik saat pasang. Metode panen menggunakan jaring set net yang dipasang berdekatan dengan pintu air. Proses pemanenan
biasanya berlangsung selama 1 minggu. Dalam satu tahun udang windu dipelihara hingga lima siklus pemeliharaan.
Untuk pembudidaya udang windu mitra PT. Bomar, telah menerapkan Better Management Pracitce (BMP) Budidaya Udang Windu WWF-
Indonesia, serta mulai menerapkan standar budidaya udang bertanggungjawab dan berkelanjutan melalui sertifikasi ASC Shrimp dan berupaya
keras agar nantinya tambak tersebut memperoleh sertifikat ASC Shrimp. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh petambak mitra PT. Bomar, yaitu
menerapkan sistem pencatatan budidaya, lingkungan dan sosial, serta melakukan penanaman mangrove di saluran air sekitar tambak.
Kondisi Tambak-Tambak di Pallameang, Mattirosompe, Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan
Petambak 2 Pengumpul
Pabrik Pengolahan
Petambak 3 Pengumpul Eksportir
di Makassar
Petambak 4 Pengumpul
Petambak 5 dst
Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi udang windu PT. Bogatama Marinusa (Bomar)
PT. Bomar dalam satu bulan melakukan pengiriman udang ke luar negeri sebanyak 10 kontainer dalam satu bulan atau dalam satu hari berkisar
300 - 3000 kg perhari. PT. Bomar mempekerjakan sekitar 800 pekerja. Produk terdiri atas pertama : udang dengan kepala lengkap
atau Head On Shell (HOSO), dengan variasi yaitu Block Quick Frozen (Sistem Pendinginan Cepat dalam blok), Semi individual Quick
Frozen (Sistem Pendinginan cepat semi individual) dan Individual Quick Frozen (Sistem Pendinginan Cepat Individual); kedua : Udang
tanpa kepala atau head Less Shell On (HLSO) dalam Block Quick Frozen dan Individual Quick Frozen. Ketiga yaitu udang dikupas dengan
ekor utuh atau Peeled Deveined Tail On (PDTO) dengan sistem Semi individual Quick Frozen, dan Individual Quick Frozen; Keempat :
udang yang karapas dikupas utuh (Peeled And Deveined (PND), dengan Block Quick Frozen, Semi Individual Quick Frozen dan Individual
Quick Frozen.
ASAS 1. KEPATUHAN TERHADAP SEMUA HUKUM DAN REGULASI SETEMPAT DAN NASIONAL YANG BERLAKU
1.1 Kepatuhan yang terdokumentasi terhadap persyaratan hukum setempat dan nasional
1. Dokumentasi legalitas lahan tambak belum diperoleh oleh PT. Bomar dari para petambak mitra-nya di Pallameang. Sudah terdapat
komunikasi beberapa kali antara PT. Bomar dengan H. Tantang mengenai penyediaan fasilitas legalitas ini. Namun, pihak H. Tantang
masih menolak untuk memperlihatkan dokumen tersebut.
2. Tersedia dokumen SOP – SOP terkait prinsip ASC Shrimp : dokumen – dokumen SOP direorganisasi dan diklasterkan sesuai dengan
prinsip.
ASAS 2. PENEMPATAN TAMBAK DI LOKASI-LOKASI YANG TEPAT SECARA LINGKUNGAN DAN MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI DAN EKOSISTEM ALAMI YANG PENTING
Kriteria 2.1: Analisis Mengenai Dampak Terhadap Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati Biodiversity (B-EIA) : PT. Bomar telah menyediakan BEIA
yang disusun oleh pihak ketiga, yaitu CV. Deco. BEIA berisi catatan dampak tambak yang dihasilkan oleh aktivitas tambak. Seperti dampak dari
pembukaan lahan mangrove berupa kerusakan ekosistem, dampak terhadap keanekaragaman hayati, dampak berupa pencemaran tambak,
dampak berupa penyebaran penyakit. BEIA ini disusun secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat setempat dan stakeholder kunci perikanan
Kabupaten Pinrang, untuk menyusun peta partisipatif, daftar aktivitas tambak dan input budidaya yang berpotensi menyebabkan dampak, serta
alternative solusi yang dapat dilakukan oleh petambak untuk meminimalisir dampak.
Salah satu rekomendasi BEIA adalah penanaman mangrove untuk luasan 31 hektar, dengan jumlah mangrove sebesar 60.000 bibit.
Kriteria 2.2: Kawasan lindung dan habitat kritis : lokasi tambak tidak terletak di kawasan lindung dan bukan merupakan habitat kritis. Hal ini
dibuktikan melalui laporan BEIA. Tambak dibangun sebelum 1999 atau sebelum kesepakatan Ramsar mengenai penggunaan kawasan lindung untuk
kegiatan budidaya perairan. Hal ini berarti diperbolehkan aktivitas budidaya di daerah tersebut.
Saat ini dilakukan rangkaian aktivitas perbaikan lingkungan dengan penanaman mangrove untuk merehabilitasi 30 hektar konversi lahan tambak ke
lahan mangrove. Telah dilakukan penanaman mangrove sebanyak 12.000 pohon yang berarti sudah ada 6 hektar lahan yang dikonversi menjadi
lahan mangrove.
Kriteria 2.3: Pertimbangan habitat kritis untuk spesies terancam punah : dari hasil pendataan BEIA tidak ditemukan spesies yang terancam punah.
Namun ditemukan tiga spesies yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan UU Nomor 7 tahun 1999, yaitu burung Dara Laut Biasa (Sterna
hirundo), kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzetta). Akan dilakukan perlindungan kepada ketiga hewan tersebut.
Kriteria 2.4: Penyangga, pembatas, dan koridor ekologis : data penyangga dan koridor ekologis berada di BEIA. Penyangga berupa barrier mangrove
tidak ada lantaran sudah ada infrastruktur jalan di pinggir pantai. Penyangga hanya ada di muara saluran air. Koridor tidak begitu dibutuhkan karena
tidak ada organisme darat yang membutuhkan koridor. Meski begitu, dengan kegiatan penanaman mangrove di saluran air dapat menghasilkan
sistem koridor bagi hewan-hewan yang hidup di sekitar tambak.
Kriteria 2.5: Pencegahan salinisasi sumber daya air tawar dan tanah : data salinasi terdapat dalam dokumen BEIA. Tidak ada penggunaan sumur
dalam operasional tambak, sehingga dampak salinasi sangat kecil atau tidak berpengaruh. Terdapat sebuah sumur di dekat Kawasan tambak. Akan
dilakukan pengukuran terhadap sumur tersebut untuk mengidentifikasi tingkat salinasi terhadap air tawar.
ASAS 3: PENGEMBANGAN DAN OPERASI TAMBAK DENGAN MEMPERTIMBANGKAN MASYARAKAT SETEMPAT
Kriteria 3.1: Semua dampak terhadap masyarakat sekitar, pengguna ekosistem dan pemilik lahan telah dipertimbangkan dan telah/akan
dinegosiasikan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan : Telah berlangsung aktivitas penilaian pSIA oleh pihak ketiga dalam hal ini CV.
Deco. Telaah pSIA antara lain : Dampak tambak terhadap kehidupan ekonomi masyarakat setempat, seperti terbukanya lapangan kerja dan
peningkatan ekonomi masyarakat. Dampak terhadap potensi konflik, adanya kemungkinan konflik akibat pemanfaatan lahan, jika pemanfaatan
lahan tidak dikelola dengan baik.
Kriteria 3.2: Keluhan oleh pemangku kepentingan yang mengalami dampak tengah diselesaikan : belum ada konflik dengan masyarakat setempat.
Tersedia SOP dan dokumen untuk penangaan konflik dengan masyarakat setempat.
Sementara dibuat kotak saran untuk disimpan di pemukiman masyarakat yang paling dekat dengan tambak. Kotak saran tersebut menjadi ruang
bagi publik untuk memberi saran dan kritik terhadap pelaksanaan budidaya udang H. Tantang.
Kriteria 3.3: Transparansi dalam menyediakan peluang pekerjaan kepada masyarakat setempat : semua pekerja tambak berasal dari sekitar tambak.
Sehingga, secara transparansi, H. Tantang memberikan kesempatan secara luas kepada masyarakat setempat.
Kriteria 3.4: Pengelolaan tambak secara kontrak (bila dipraktekkan) bersifat adil dan transparan bagi pengelola tambak yang dikontrak : tambak
merupakan milik pribadi, hanya satu petak tambak yang merupakan tambak kontrak. Pengelolaan tambak kontrak dikelola secara adil. Hubungan
antara PT. Bomar dengan H. Tantang belum dalam bentuk kontrak tertulis.
ASAS 4: PENGOPERASIAN TAMBAK DENGAN PRAKTEK TENAGA KERJA YANG BERTANGGUNG JAWAB
Kriteria 4.1: Tenaga kerja anak-anak.di bawah umur dan pekerja usia muda : Para petambak merupakan pekerja dengan usia di atas 18 tahun. Hal
ini dapat dibuktikan dengan tersedianya KTP (Kartu Tanda Penduduk).
Kriteria 4.2: Tenaga kerja paksa, terikat, dan wajib : para petambak bertanggungjawab terhadap pengelolaan tambak, tidak ada pemaksaan dalam
kerja. Selain itu, pekerja masih dapat mencari aktivitas lain selain menjaga tambak untuk menambah penghasilan. Aktivitas pendampingan tambak
hanya berupa pengontrolan air secara tradisional, sehingga cukup banyak waktu luang untuk mencari sumber-sumber penghasilan yang lain.
Kriteria 4.3: Diskriminasi [70] di lingkungan kerja : tidak ada diskriminasi di lingkungan kerja. Semua pekerja laki-laki dan merupakan penduduk
sekitar.
Kriteria 4.4: Kesehatan dan keamanan lingkungan kerja : pada umumnya para pekerja dalam kondisi sehat. Namun, belum ada kegiatan pelatihan
kesehatan terhadap pekerja serta belum tersedia fasilitas pengobatan kepada para pekerja.
Kriteria 4.5: Upah minimum dan adil [73] atau “upah yang layak” : para pekerja memperoleh upah dalam bentuk komisi/persenan dari hasil panen,
yaitu sekitar 10 persen dari hasil panen. Jika dirata-ratakan, upah kurang dari UMR. Tapi, jika dilihat dari frekuensi kerja, para pekerja bukan
merupakan pekerja penuh tapi berupa pekerja tradisional.
Kriteria 4.6: Akses kepada kebebasan berasosiasi dan hak tawar secara kolektif : para pekerja diberi kebebasan untuk ikut berasosiasi. Sejak
pendampingan, para petambak telah mengikuti pertemuan-pertemuan untuk membahas permasalahan budidaya dan peningkatan kapasitas para
pembudidaya.
Kriteria 4.7: Gangguan dan praktek disipliner di lingkungan kerja menyebabkan kerusakan fisik dan/atau mental secara sementara atau permanen :
sejauh ini belum ada tindak disipliner, apalagi yang dapat menyebabkan kerusakan fisik ataupun mental.
Kriteria 4.8: Kompensasi lembur dan jam kerja : para petambak bekerja menyesuaikan dengan tahapan – tahapan dalam kegiatan budidaya.
Kegiatan budidaya yang utama adalah pada persiapan tambak, penebaran benur, menjaga kualitas air, dan panen. Waktu luang pekerja tambak
cukup banyak karena tambak yang diawasi hanya rata-rata satu tambak dan dalam pemeliharaan lebih banyak waktu dihabiskan untuk sekadar
pemeliharaan, yang tidak menuntut kehadiran fisik di lokasi tambak.
Kriteria 4.9: Kontrak pekerja bersifat adil dan transparan : belum tersedia kontrak kerja antara pemilik tambak dengan para pekerja. Sistem kerja
masih menerapkan sistem kepercayaan. Meski begitu, ke depan akan diterapkan sistem kontrak yang adil dan transparan.
Kriteria 4.10: Sistem pengelolaan pekerja yang adil dan transparan :telah tersedia form keluhan pekerja tambak. Telah tersedia diskusi rutin setiap
sekali dalam sebulan atau dua bulan dengan pekerja tambak untuk membahas persoalan-persoalan tambak.
Kriteria 4.11: Kondisi tempat tinggal untuk pekerja yang diakomodasi di kawasan tambak : para pekerja tambak tinggal di rumah pribadinya tidak
jauh dari lokasi tambak. Terdapat pula rumah jaga tambak, sebagai sarana pekerja tambak untuk beristirahat.
ASAS 5: MENGELOLA KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN UDANG SECARA BERTANGGUNGJAWAB
- tersedia SOP Pencegahan penyakit udang windu. SOP ini telah disosialisasikan kepada para petambak. Selain itu, telah dilakukan pelatihan
BMP Budidaya Udang Windu oleh WWF-Indonesia bersama PT. Bomar.
- Tingkat Survival rate udang windu belum diketahui secara pasti, perlu pendataan yang lebih detail untuk mengetahui tingkat
kelulushidupan udang yang dipelihara.
- Belum ada keterangan yang jelas tentang kondisi benur udang windu, terkait status SPF (Spesific Patogen Free). Saat ini petambak
semakin sulit memperoleh benur yang berkualitas baik. Benur saat ini diperoleh dari dua hatchery, yaitu BBU Suppa dan Puncak Sinunggal.
Kriteria 5.2: Pengendalian pemangsa : Tidak ditemukan upaya secara sengaja untuk mematikan dari spesies yang dilindungi, terancam, atau hampir
punah sebagaimana didefinisikan oleh Daftar Merah (Red List). Predator yang ditemukan hanya berupa biawak yang memasuki/bersembunyi di
dalam lubang kepiting diatas pematang atau di saluran air.
- Petambak tidak menggunakan probiotik untuk pengobatan udang terhadap penyakit. Hal ini telah ditekankan saat pelatihan BMP
Budidaya Udang Windu serta saat sosialisasi SOP pengendalian penyakit udang windu. Pemilik tambak juga komitmen untuk tidak
menggunakan antibiotic. Namun, masih perlu didorong agar komitmen tersebut dibuat secara tertulis.
- Tersedia catatan penggunaan bahan – bahan kimia berupa pupuk, dan pemberantas hama tambak. Sebagian petambak masih
menggunakan besnoid untuk pemberantasan hama kekerangan.
- Petambak tidak menggunakan probiotik.
ASAS 6: MENGELOLA ASAL USUL INDUKAN, SELEKSI STOK DAN EFEK PENGELOLAAN STOK
Kriteria 6.1: Keberadaan spesies udang asing atau yang diperkenalkan dari luar daerah : Udang yang digunakan adalah udang lokal Indonesia, yaitu
udang windu. Tersedia data pembelian benih udang dalam beberapa bulan. Bukti spesies asli dapat dilihat dari Buku Ali Purnomo. Untuk sumber
bacaan lainnya ada di Primavera, SEAFDEC, FAO.
Tidak membutuhkan alat penjebak udang yang lolos ke luar tambak, sebab udang merupakan spesies asli Indonesia.
- Belum tersedia dokumen dari hatchery sumber udang yang menyatakan bahwa benur tersebut bebas dari penyakit.
- Belum tersedia informasi secara lengkap mengenai asal usul induk yang diperoleh dari hatchery udang windu. Informasi asal induk masih
dalam bentuk informasi informal yang diperoleh dari wawancara dengan hatchery asal benur.
- Catatan tambahan: Telah tersedia dokumen asal usul benur udang windu di Pinrang.
Kriteria 6.3: Udang transgenik: udang windu yang dipelihara bukan udang transgenik.
ASAS 7: PENGGUNAAN SUMBERDAYA DENGAN CARA YANG EFISIEN DAN BERTANGGUNG JAWAB SECARA LINGKUNGAN
Kriteria 7.1 – Keterlacakan material mentah dalam pakan: tidak menggunakan pakan buatan.
Kriteria 7.2 – Asal-usul bahan pakan akuatik dan darat: tidak menggunakan pakan buatan.
Kriteria 7.3: Penggunaan bahan modifikasi genetik (GM) dalam pakan: tidak menggunakan pakan buatan.
Kriteria 7.4: Penggunaan ikan liar [136] secara efisien untuk tepung ikan dan minyak ikan: tidak menggunakan pakan buatan.
- Pemakaian Pupuk Urea pada awal adalah dengan luas lahan 10 ha 250 kg, dan selama pemeliharaan untuk perangsang 25 kg/3 bulan
sehingga total input N 24,15 gram/ton udang/tahun. Sehingga, penggunaan pupuk tambak tersebut kurang dari 32.4 kg Nitrogen per ton
udang untuk P. monodon.
- pemakaian Pupuk TSP pada awal adalah dengan luas lahan 10 ha 250 kg, dan selama pemeliharaan untuk perangsang 25 kg/3 bulan
sehingga otal input P 18,9 gram/ton udang/tahun. Sehingga dari penggunaan pupuk tersebut kurang dari 5.4 kg Nitrogen per ton udang
untuk P. monodon.
- Belum ada pembuangan sedimen basah ke lahan basah umum.
- Penanganan limbah cair. Limbah cair tidak begitu banyak, sehingga belum ada mekanisme penanganan limbah cair.
- Tersedia data DO perairan dalam beberapa bulan.
- Konsumsi energi [142] menurut sumber energi [143] selama periode 12 bulan : perhitungan energy belum lengkap. Penggunaan energy
hanya terbatas pada transportasi bolak balik petambak dari rumah ke tambak menggunakan motor. Tidak menggunakan listrik untuk
operasionalitas tambak.
Kriteria 7.7: Penanganan dan pembuangan bahan dan limbah berbahaya : Telah terdapat SOP penanangan limbah. Perlu dibuat SOP penananganan
sampah yang berada di lokasi tambak.
Rangkaian AIP Udang Windu Petambak Mitra PT. Bogatama Marinusa (Bomar)
November 2017
- Menjalin koordinasi dengan PPLH Puntondo untuk pengembangan kerjasama antar organisasi ke depan, dalam bentuk pengelolaan bibit
mangrove untuk ditanam di lokasi rehabilitasi mangrove PT. Bomar.
- Menajamkan konten dokumen BEIA Kawasan tambak mitra PT. Bomar di Kel. Pallameang, Kab. Pinrang.
Desember 2017
Januari 2017
Februari 2017
- Tersedia peta penanaman Kawasan mangrove di Kawasan tambak Pallameang, namun tidak semua lokasi tersebut dapat ditanami
mangrove. Sehingga harus dibuatkan peta ulang untuk lokasi rehabilitasi PT. Bomar.
- Penanaman mangrove sebanyak 400 bibit mangrove di Kawasan Tambak Pallameang.
- Penanaman mangrove sebanyak 100 bibit mangrove di Kawasan Tambak Pallameang.
- Penanaman mangrove sebanyak 200 bibit di saluran air Kawasan tambak Suppa, Pinrang.
Maret 2017
Rincian hasil implementasi AIP oleh PT. Bomar dilihat pada tabel berikut :
Tahapan
Seafood
Savers
ACTION AIP Hasil Evaluasi Rencana Tindak Lanjut /
Intermediate
PRINSIP DAN INDIKATOR LEAD & Kendala
Advance
PARTNERS
Prinsip 1. Mematuhi semua hukum dan perundangan yang berlaku lokal dan nasional
1. Kepatuhan Petambak mitra PT. Bomar Komunikasi ulang telah
terhadap hukum dan telah memiliki sertifikat, dilakukan oleh PT. Bomar
perundangan lokal dan namun belum bisa diakses untuk meminta salinan
nasional yang berlaku lantaran masih adanya sertifikat tambak.
kendala komunikasi.
Kepatuhan terhadap
hukum dan perundangan 2. Fasilitasi Telah tersedia SOP – SOP Melanjutkan pembuatan
1.1.1
lokal dan nasional yang pembuatan prosedur tambahan SOP terkait SOP tambak sekitar 3 SOP
berlaku operasional tambak implementasi AIP Udang. tambahan. Serta
penyusunan tambahan
Minus SOP pengelolaan dokumen pencatatan
limbah, SOP konservasi tambak.
hewan yang dilindungi,
Sosialisasi SOP – SOP
SIUP dan TPUPI belum kepada petambak mitra
tersedia. PT. Bomar
Fasilitasi pembuatan SIUP
dan TPUPI pada
pemerintah daerah
setempat.
PRINSIP 2. PENEMPATAN TAMBAK PADA LOKASI YANG SESUAI SECARA LINGKUNGAN SEMBARI MELINDUNGI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM ALAMI
PENTING
Kriteria 2.1: Biodiversity Environmental Impact
Assessment (B-EIA)
Pemilik tambak harus Melakukan penyusunan Perbaikan secara berkala Penyelesaian BEIA
melakukan Penilaian laporan B-EIA laporan BEIA dan pSIA. terhambat lantaran adopsi
Dampak Lingkungan BEIA yang merupakan hal
Keberagaman Hayati (BEIA) baru bagi konsultan
dan mensosialisasikan lingkungan setempat
hasilnya secara terbuka (Sulawesi Selatan).
2.1.1 dalam bahasa yang dapat
dipahami (Proses dan Adopsi BEIA ini
dokumen BEIA harus menambah khasanah
mengikuti panduan pada metodelogi bagi para
Lampiran I) peneliti dan ahli
lingkungan setempat.
Penempatan tambak pada - Melakukan pemenuhan - Tersedia data hewan – - Sosialisasi penanganan
habitat kritis bagi spesies data dari hasil B-EIA yang hewan yang dilindungi. hewan yang dilindungi.
telah dilakukan oleh CV.
langka atau masuk dalam - Melakukan sosialisasi
DECO
Red List IUCN, peraturan hewan – hewan yang
nasional maupun dilindungi.
peraturan lainnya.
2.3.1
Menjaga habitat kritis bagi - Melakukan pemenuhan - Menunggu hasil kajian B- - Memfasilitasi PT. Bomar
spesies langka di dalam data dari hasil B-EIA yang EIA untuk melaksanakan hasil
area tambak dan telah dilakukan oleh CV. B-EIA
menerapkan upaya Deco. - Daftar Hewan yang ada
2.3.2 perlindungan di sekitar di sekitar lokasi tambak
areal pertambakan telah disosialisasikan
tersebut. kepada masyarakat
setempat.
Koridor: Lebar minimum - tidak ada hewan darat Melakukan penanaman Melakukan penanaman
vegetasi alami tak terjamah yang membutuhkan mangrove di saluran air, mangrove di saluran air,
di areal tambak yang koridor. sebagai alternative koridor sebagai alternative koridor
berfungsi menyediakan - Penanaman mangrove di bagi organisme air. bagi organisme air.
2.4.3 saluran air untuk
tempat gerak bagi manusia
atau perlintasan spesies memfasilitasi organisme
asli (satwa liar) menuju laut yang membutuhkan.
areal pertanian
Nilai Daya Hantar Listrik - Melakukan pemenuhan - telah ada hasil kajian B- - Memfasilitasi kelompok
(DHL) atau konsentrasi data dari hasil B-EIA yang EIA untuk melaksanakan hasil
klorida air sumur yang telah dilakukan oleh CV. - melakukan pendataan B-EIA
digunakan untuk Deco berkala kondisi DHL atau
menurunkan salinitas air konsentrasi klorida air
tambak; atau sumur yang sumur warga.
berada di areal - para petambak tidak
pertambakan dan menggunakan air tanah
permukaan badan air tawar (sumur bor).
2.5.3 yang berdekatan dengan
areal pertambakan atau
penerima air buangan dari
tambak
Requirement: DHL
perairan < 1,500
µmhos/cm atau
konsentrasi klorida
perairan < 300 mg/L.
3.4.1 Tersedia Kontrak Kerja - Melakukan pemenuhan - Terdapat hasil kajian PSIA - Memfasilitasi kelompok
data dari hasil PSIA yang - Mendorong PT. Bomar untuk melaksanakan hasil
telah dilakukan oleh CV. untuk segera membuat PSIA
Deco berkaitan dengan kontrak kerja antara H. - Form untuk rekruitmen
Pekerja Tantang dengan anggota tersedia.
petambak. - H. Tantang, mitra PT.
Bomar memiliki 10 pekerja
tambak, yang semuanya
merupakan warga lokal.
4.4.2. Pemantauan kecelakaan Membuat form kejadian Form kecelakaan dan done
dan insiden, serta tindakan kecelakaan dan insiden, insiden, serta tindakan
korektif. serta tindakan korektif. korektif tersedia di
kelompok
Hukuman melalui
4.5.3. pelanggaran hak atau upah
pekerja.
Memiliki daftar upah Upah berdasarkan done
minimum yang berlaku di ketentuan pembagian hasil
Pinrang daerah setempat, yaitu 10
persen dari hasil tambak.
Ada mekanisme untuk
menetapkan gaji dan Ketentuan UMR tidak
tunjangan (termasuk, berlaku karena pekerja
4.5.4.
kombinasi gaji dan tidak sepenuhnya bekerja
pengaturan pembagian di tambak. Pekerja
hasil saat di panen). diberikan kebebasan untuk
mengusahakan hal lain
ketika tidak ada kegiatan
pertambakan.
PRINSIP 5. KELOLA KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN UDANG DENGAN TINDAKAN YANG BERTANGGUNGJAWAB
Persentase postlarvae
Specific Pathogen Free
(SPF) [88] atau Specific
Pathogen Resistant (SPR)
5.1.4. [89] terhadap semua
penyakit yang penting
(misal apakah SPF-WSSV,
atau SPF untuk beberapa
virus) [90] .
5.2. Kontrol Predator
Kelonggaran untuk - Tidak menggunakan alat Surat pernyataan dari done
mengontrol predator yang menyebabkan kelompok tidak
mematikan dari spesies kematian pada hewan- menggunakan alat yang
yang dilindungi atau hewan yang dilindungi menyebabkan kematian
terancam punah, yang pada hewan-hewan yang
5.2.1 masuk daftar merah - Menunggu hasil B-EIA dilindungi
International Union for untuk hewan yang
Conservation of Nature dilindungi
(IUCN)[94], daftar
nasional[95], atau daftar
resmi lain[96]
- Tidak menggunakan alat Surat pernyataan dari done
Kelonggaran penggunaan yang menyebabkan kelompok tidak
tembakan atau bahan kematian pada hewan- menggunakan alat yang
5.2.2.
kimia terlarang untuk hewan yang dilindungi menyebabkan kematian
mengontrol predator. pada hewan-hewan yang
- Menunggu hasil B-EIA dilindungi
untuk hewan yang
dilindungi
- Tidak menggunakan alat Surat pernyataan dari done
Jika kontrol predator yang
yang menyebabkan kelompok tidak
mematikan digunakan,
kematian pada hewan- menggunakan alat yang
program monitoring harus
hewan yang dilindungi menyebabkan kematian
5.2.3. ada untuk
pada hewan-hewan yang
mendokumentasikan
- Menunggu hasil B-EIA dilindungi
jumlah kunjungan, jenis
untuk hewan yang
spesies, dan jumlah hewan.
dilindungi
PRINSIP 6. KELOLA ASAL INDUK, SELEKSI STOK DAN DAMPAK PENGELOLAAN STOK
a. Pengungkapan laporan
audit bila bahan-bahan
organisme modifikasi
genetik (GMO) digunakan
7.3.1 dalam pakan yang
diberikan kepada udang
b. Pengungkapan bila
bahan-bahan GMO
digunakan kepada udang
yang menerima sertifikasi
ASC dalam rantai
penyediaannya hingga
tingkat pengecer.
Pengungkapan penuh
terhadap laporan auditor
yang telah direvisi
diterbitkan di dalam
database yang mudah
diakses di situs internet
ASC. Database ini harus
dibuat tersedia
berdasarkan permintaan
dari pengecer dan
konsumen.
c. Penggunaan alat
komunikasi yang paling
mencukupi, cepat, dan
mudah digunakan untuk
memberi informasi kepada
pengecer mengenai semua
produk yang tersertifikasi