Patutlah kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah memilih kita menjadi orang Islam.
Salah satu karunia paling agung yang Allah anugerahkan kepada umat Islam adalah: Ia
menurunkan kitab terbaik, Al-Quránul Karim. Kemudian mengutus manusia terbaik
sebagai Rasulullah, dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang dilahirkan
untuk umat manusia, yang memerintahkan kebajikan, mencegah kemungkaran, dan
beriman kepada Allah.
Selain itu, Allah menjamin untuk menjaga agama Islam. Agama yang Ia ridhai. Allah
menjamin mereka dalam mengemban risalah tauhid ini dan berjihad untuk menegakkan
Syariat Islam, agar kalimat Allah menjadi tinggi dan kalimat orang-orang kafir berada di
bawah.
Selanjutnya, kita sampaikan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw. yang
telah diutus Allah sebagai uswahtun hasanah (tauladan hidup terbaik) bagi manusia.
Sebagai manusia tauladan, terdapat empat karakter yang melekat pada diri beliau,
sekaligus mencerminkan bahwa Nabi dan Rasul adalah manusia pilihan Allah yang
maksum. Yaitu, Shiddiq (jujur), Amanah (terpercaya), Tabligh (menyampaikan),
Fathanah (cerdas).
Oleh karena itu, kita ridha Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad sebagai utusan
Allah Swt. Maka marilah kita bertaqwa agar kita menjadi makhluk yang paling mulia di
sisi Allah, diampuni dosa-dosa kita, dan diberi-Nya jalan keluar terhadap problem
kehidupan yang kita hadapi. Allah Swt berfirman:
“Siapa saja yang taat kepada Allah dan bertauhid, pasti Allah akan memberikan jalan
keluar baginya dari segala kesulitan.” (Qs. Ath-Thalaq [65]:2)
Dan kita doákan saudara kita yang tidak bisa hadir dalam ibadah Jum’at hari ini, karena
sakit, atau karena udzur syar’i lainnya. Semoga Allah sembuhkan penyakitnya,
diampuni kesalahannya, dan diterima amal ibadahnya. Amin…
Seorang muslim wajib berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, dan keyakinannya.
Sebab, sesungguhnya kejujuran itulah yang akan mengangkat seseorang ke level
derajat yang sangat tinggi baik di hadapan Allah ‘azza wajalla ataupun di hadapan
makhluk-Nya.
ّ ٰ ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُنوا ا َّتقُوا هّٰللا َ َو ُك ْو ُن ْوا َم َع ال
ص ِدقِي َْن
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu
dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah: 119)
Kejujuran adalah akhlak yang dimiliki oleh para Nabi. Bahkan, kejujuran inilah karakter
pertama yang selalu tampak pada diri setiap nabi sejak sebelum diutus sebagai
seorang Nabi.
Dengan berbekal akhlak kejujuran inilah para Nabi diutus oleh Allah ‘azza wajalla untuk
memerangi segala bentuk kedustaan yang telah menyeret manusia menuju jurang
kejahiliyahan.
Dalam surat Maryam ayat 54 Allah ‘azza wa jalla juga berfirman tentang akhlak jujur
pada Nabi Ismail as,
Karena betapa mulianya manusia yang memiliki akhlak kejujuran inilah sampai-sampai
orang jahiliyah pun tak berkutik manakala bersosial dengan mereka. Bahkan, mereka
pun akhirnya harus mengakui kejujuran orang tersebut sebagaimana posisi Rasulullah
SAW yang mendapat julukan al-Amiin dari orang-orang jahiliyah di Mekah saat itu.
Jujur itu berat. Apalagi ketika kondisi diri kita terlanjur terbiasa berdusta. Kenapa?
Karena memang kejujuran itu sebenarnya bentuk akhlak yang mampu membangun
kepribadian seseorang yang positif dan kuat.
Oleh sebab itu setan selalu berusaha, mengerahkan segala daya upaya untuk
menjerumuskan manusia ke dalam jurang kedustaan. Dan setan telah mempersiapkan
jurang kedustaan itu sedemikian rupa sehingga siapa pun yang telah terjerumus ke
dalamnya, ia akan sulit keluar dari lingkaran jurang tersebut.
Tujuan setan hanya satu, yaitu menghancurkan kepribadian positif manusia, sehingga
ia tersesat selama-lamanya.
Beliau bersabda,
بَ َو َما َي َزا ُل الرَّ ُج ُل َيصْ ُد ُق َو َي َت َحرَّ ى الص ِّْد َق َح َّتى ي ُْك َت،ِ َوإِنَّ ْال ِبرَّ َي ْهدِي إِلَى ْال َج َّنة، َِّعلَ ْي ُك ْم ِبالص ِّْد ِق؛ َفإِنَّ الص ِّْد َق َي ْهدِي إِلَى ْال ِبر
عِ ْندَ هَّللا ِ صِ ِّدي ًقا.
بَ ِب َح َّتى ي ُْك َت َ َو َما َي َزا ُل الرَّ ُج ُل َي ْكذِبُ َو َي َت َحرَّ ى ْال َكذ،ار َ َوإِنَّ ْالفُج،ُور
ِ ُور َي ْهدِي إِلَى ال َّن ِ ِب َي ْهدِي إِلَى ْالفُج
َ ِب؛ َفإِنَّ ْال َكذ
َ َوإِيَّا ُك ْم َو ْال َكذ
عِ ْندَ هَّللا ِ َك َّذابًا
“Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan
pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api
neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga
ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim)
Agama Islam sangat mencela orang yang suka berdusta dan menyalahi janjinya.
Firman Allah Swt,
َكب َُر َم ْق ًتا عِ ْن َد هّٰللا ِ اَنْ َتقُ ْولُ ْوا َما اَل َت ْف َعلُ ْو َن
“Sungguh amat besar murka Allah terhadap kalian karena tidak melakukan perbuatan
baik yang telah kalian katakan itu.” (QS. Ash-Shaff (61: 3)
Dalam ayat ini, Allah Swt peringatkan, betapa besar dosa orang yang mengatakan
sesuatu, tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya. Hal ini berlaku, baik dalam
pandangan agama maupun dalam persepsi masyarakat. Menepati janji merupakan
konsekuensi iman yang benar dan akhlak yang mulia. Sebaliknya, perbuatan menyalahi
janji merupakan tanda munafik serta tingkah laku yang jelek.
Rasulullah Saw berwasiat agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat
pembohong. Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi orang yang tidak
jujur.
Suatu ketika Rasulullah SAW ditanya oleh seorang sahabat, “Mungkinkah seorang
Mukmin itu pengecut?”
“Mungkin,” jawab Rasulullah.
“Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil (kikir)?”
“Mungkin,” jawab Rasulullah lagi.
“Mungkinkah seorang Mukmin itu pembohong?”
Kini Rasulullah menjawab, “Tidak.”
Syeikh Sayid Sabiq, penulis Kitab Fiqhus Sunnah, ketika menukil hadis yang
diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi ini menjelaskan bahwa, iman dan kebiasaan
berbohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Mukmin
Seseorang yang senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak kejujuran, dengan izin
Allah ‘azza wajalla, ia akan selalu mendapatkan ketenangan hati. Jaminan ini telah
disampaikan oleh Rasulullah SAW,
Berbuat jujur itu memang berat. Sangat berat. Apalagi jujur dalam mengutarakan
sesuatu yang sebelumnya ia terlanjur berdusta. Namun, seberat apa pun itu, kejujuran
tetap harus dilakukan.
Kita perlu mencontoh kisah salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Kaab bin Malik
Radhiyallohu anhu yang sempat mencari-cari alasan karena tidak ikut perang Tabuk
bersama Rasulullah SAW
“Mengapa kamu tidak ikut serta bertempur bersama kami hai Ka’ab? Bukankah kamu
telah berjanji untuk menyerahkan jiwa ragamu untuk Islam?” tanya Rasulullah SAW
Kaab bin Malik menjawab, “Ya Rasulullah, demi Allah seandainya saya duduk di dekat
orang selain diri engkau, niscaya saya yakin bahwasanya saya akan terbebaskan dari
kemurkaannya karena alasan dan argumentasi yang saya sampaikan.”
Ia melanjutkan, “Tetapi, demi Allah, saya tahu jika sekarang saya menyampaikan
kepada engkau alasan yang penuh dusta hingga membuat engkau tidak marah,
tentunya Allah lah yang membuat engkau marah kepada saya. Apabila saya
mengemukakan kepada engkau ya Rasulullah alasan saya yang benar dan jujur, lalu
engkau akan memarahi saya dengan alasan tersebut, maka saya pun akan
menerimanya dengan senang hati. Biarkanlah Allah memberi hukuman kepada saya
dengan ucapan saya yang jujur tersebut.”
“Demi Allah, sesungguhnya tidak ada uzur yang membuat saya tidak ikut serta
berperang. Demi Allah, saya tidak berdaya sama sekali kala itu meskipun saya
mempunyai peluang yang sangat longgar sekali untuk ikut berjuang bersama kaum
muslimin.’ Mendengar pengakuan yang tulus itu.”
Rasulullah pun berkata: “Orang ini telah berkata jujur dan benar.” (HR. Al-Bukhari No.
)4066
Semoga Allohu Azza wa jalla menjadikan kita senantiasa berlaku jujur baik dalam
perkataan maupun perbuatan dan kenyakinan
.أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ هذا َوأَسْ َت ْغفِ ُر هللاَ لِيْ َولَ ُك ْم َولِ َسائ ِِر ْالمُسْ لِ ِمي َْن مِنْ ُك ِّل َذ ْنبٍَ ،فاسْ َت ْغفِر ُْوهُ إِ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم
Khutbah Kedua
صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا ون َعلَى ال َّن ِبيِّ َ ،يا أَ ُّي َها الَّذ َ
ِين آ َم ُنوا َ إِنَّ هَّللا َ َو َماَل ِئ َك َت ُه ُي َ
صلُّ َ
اغفِرْ لَ َنا َول َِوالِ ِد ْي َنا َوارْ َح ْم ُه ْم َك َما َرب َّْو َنا صِ غَارً ا
َر َّب َنا ْ
ت ُنفُ ْو َس َنا َت ْق َوا َهاَ ،و َز ِّك َها أَ ْنتَ َخ ْي ُر َمنْ َز َّكا َها ،أَ ْنتَ َولِ ُّي َها َو َم ْواَل َها ،اَللَّ ُه َّم َحبِّبْ إِلَ ْي َنا اإْل ِ ْي َم َ
ان َو َز ِّي ْن ُه فِي قُلُ ْو ِب َناَ ،و َكرِّ ْه إِلَ ْي َنا ْال ُك ْف َر اَللَّ ُه َّم آ ِ
ْ
انَ ،واجْ َعل َنا م َِن الرَّ اشِ ِدي َْن ْ
َ.والفُس ُْوقَ َوالعِصْ َي َ ْ
الزاَل ِز َل َو ْالم َِح َن َوس ُْو َء الفِ َت ِنَ ،ماك َيا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن ،اَللَّ ُه ّم ارْ َفعْ َع َّنا ْال َغاَل َء َو ْال َو َبا َءَ ،و َّ اَللَّ ُه َّم اجْ َع ْل َه َذا ْال َبلَدَ آم ًنا م ُْط َم ِئ ًّنا َقا ِئمًا ِب َش ِري َْع ِت َ
ك َوح ُْك ِم َ
َ .ظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َنَ ،عنْ َبلَ ِد َنا َه َذا َخاص ًَّة َو َعنْ َسائ ِِر ِباَل ِد ْالمُسْ لِ ِمي َْن َعام ًَّةَ ،يا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن
َر َّب َنا آ ِت َنا فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِي اآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َوقِ َنا َع َذ َ
اب ال َّن ِ
ار
ُون ان َوإِي َتا ِء ذِي القُرْ َبى َو َي ْن َهى َع ِن ال َفحْ َشا ِ–ء َوال ُم ْن َكر َوال َب ْغي َيع ُ
ِظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر َ ِ ِ اإلحْ َس ِ هللا َيأْ ُم ُر ِب َ
الع ْد ِل َو ِ عِ َبادَ هللاِ ،إِنَّ َ