Anda di halaman 1dari 11

1

KHUTBAH JUM’AT : KEADILAN & KEJUJURAN UTK MMBANGUN KEADILAN SOSIAL


‫َمَع اِش َر اْلُمْس ِلِم ْي َن َر ِحَم ُك ُم هللا‬
Sifat Nabi Muhammad saw yg harus kita teladani adalah jujur dan adil karena kedua sifat ini
jika berada didalam diri seseorang, siapaun dia dan apapun profesinya maka akan
mendapatkan keselamatan, meraih kebahagiaan, keberkahan dan kemakmuran secara
merata, diakhirat pun akan ditempatkan dalam surganya Allah swt. Namun sebaliknya jika
seseorang tidak jujur, tidak adil bahkan nyaris penuh dengan manipulasi, dusta dan
pembohongan maka akan terjadi keterpurukan, kesengsaraan bahkan neraka yang sangat
pedih akan dirasakannya. Jujur dan Adil, dua sifat Nabi saw inilah yang harus kita ikuti, jika
Nabi saw yang kita ikuti maka tidak akan pernah tersesat dan tidak akan terjadi malapetaka
Pertama, Kejujuran : Jika kita benar2 yakin sebagai pengikut ajaran Nabi Muhammad saw
maka wajib baginya mengikuti semua wasiat dan perilaku Nabi saw. Sifat wajib bagi Rasul
adalah “As-Shiddiq” yaitu selalu benar dan jujur (integritas) karena sangat mustahil bagi
seorang Nabi dan Rasul berbohong, berdusta kpd orang lain. Jujur itu berkata benar, realita
sesuai antara ucapan, perbuatan dan apa yang ada didalam hati. Nabi Muhammad saw
sangat dikenal adalah orang yang paling jujur, beliau tidak pernah menipu siapapun baik
pembeli maupun majikannya, baik sebagai pemimpin atau bawahannya, beliau tidak pernah
mengubah takaran, mengubah hitungan dan mengurangi timbangan bahkan beliau itu tidak
pernah memberikan sumpah palsu dan janji2 berlebihan.
Berperilaku jujur itu jelas merupakan perintah Allah swt dan dicontohkan Nabi saw secara
langsung. Firman Allah swt : ‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن َآَم ُنوا اَّت ُقوا َهَّللا َو ُك وُنوا َمَع الَّص اِدِقيَن‬
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At Taubah: 119).
Dlm ayat lainnya, Allah swt berfirman : ‫َفَلْو َص َد ُقوا َهَّللا َلَك اَن َخ ْيًر ا َلُهْم‬
“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi
mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Dalam hadits dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud ra
menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
‫الِّص ْد َق َيْه ِدى ِإَلى اْلِبِّر َو ِإَّن اْلِبَّر َيْه ِدى ِإَلى اْلَج َّن ِة َو َم ا َي َز اُل الَّر ُج ُل َيْص ُد ُق َو َي َت َح َّر ى الِّص ْد َق َح َّت ى ُيْك َت َب ِع ْن َد ِهَّللا ِص ِّد يًقا‬ ‫َع َلْي ُك ْم ِبالِّص ْد ِق َفِإَّن‬
‫اْلَك ِذ َب َيْه ِدى ِإَلى اْلُفُج وِر َو ِإَّن اْلُفُج وَر َيْه ِدى ِإَلى الَّن اِر َو َم ا َي َز اُل الَّر ُج ُل َي ْك ِذ ُب َو َي َت َح َّر ى اْلَك ِذ َب َح َّت ى ُيْك َت َب ِع ْن َد ِهَّللا َك َّذ اًب ا‬ ‫َو ِإَّي اُك ْم َو اْلَك ِذ َب َفِإَّن‬
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan
megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga.
Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di
sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena
sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan
mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk
berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim).
Begitu pula dalam hadits Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah saw bersabda,
‫َد ْع َم ا َي ِر يُبَك ِإَلى َم ا َال َي ِر يُبَك َفِإَّن الِّص ْد َق ُط َم ْأِنيَن ٌة َو ِإَّن اْلَك ِذ َب ِر يَب ٌة‬
“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya
kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.”
(HR. Tirmidzi dan Ahmad).
2

Sosok Rasululloh saw merupakan contoh terbaik sebagai pemimpin bangsa, terutama lagi
sebagai pelaku bisnis (pedagang) yang sangat jujur, beliau tidak pernah dengan cara
manipulasi dan tidak jujur. Diceritakan dari Rifa’ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar
bersama Nabi saw ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual
beli. Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan
Rasulullah saw sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas
Nabi saw bersabda : ‫ِإَّن الُّت َّج اَر ُيْبَع ُثوَن َيْو َم اْل ِقَي اَم ِة ُفَّج اًر ا ِإَّال َم ِن اَّت َق ى َهَّللا َو َبَّر َو َص َد َق‬
“Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-
orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku
jujur.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hati-hati jangan sampai menjadi pendusta, pembohong karena dusta adalah dosa yang
amat buruk dan tergolong orang-orang munafiq. Perbuatan dusta juga akan membawa
keahancuran terutama keterpurukan di akhirat kelak. Sabda Rasulullah saw.
‫ اْل ُمْس ِبُل ِإَز اَر ُه َو اْل ُم ْن ِفُق ِس ْلَع َت ُه ِباْلَح َلِف اْلَك اِذِب‬, ‫ اْل َم َّن اُن‬: ‫َثاَل َث ٌة اَل ُيَك ِّلُمُهُم ُهللا َيْو َم اْلِقَي اَم ِة َو اَل َي ْن ُظ ُر ِإَلْي ِهْم َو اَل ُيَز ِّك ْي ِهْم َو َلُهْم َع َذ اٌب َأِلْي ٌم‬
“Tiga (golongan) yang Allah tidak berbicara kepada mereka pada hari Kiamat, tidak melihat
kepada mereka, tidak mensucikan mereka dan mereka akan mendapatkan siksaan yang
pedih, yaitu: orang yang sering mengungkit pemberiannya kepada orang, orang yang
menurunkan celananya melebihi mata kaki dan orang yang menjual barangnya dengan
sumpah dusta.” (HR. Muslim).
‫َمَع اِش َر اْلُمْس ِلِم ْي َن َر ِحَم ُك ُم هللا‬
Kedua, Keadilan : Islam mengajarkan kita keadilan dan adil menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada
yang benar dan tidak sewenang-wenang. Dan adil itu tidak mesti sama sesuatu kebutuhan
dan hajat yang bisa menempatkan sesuatu sesuai dengan yang berhak diterima seperti
pembagian hak waris antara bagian laki-laki mendapatkan dua kali anak perempuan. Ini
disebut adil karena laki-laki harus menanggung istri dan anaknya sehingga bagian
warisnya menjadi lebih besar, sementara perempuan nantinya akan menjadi tanggungan
suaminya. Dan seseorang dikatakan adil apabila ia bersikap benar, berpihak pada
kebenaran dan menggunakan ukuran yang sama dalam menilai kebenaran itu. Dalilnya
tertuang dalam al-quran.

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ُك وُنوا َقَّو اِميَن ِهَّلِل ُشَه َد اَء ِباْلِقْس ِط َو ال َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَن آُن َقْو ٍم َع َلى َأال َت ْع ِد ُلوا اْع ِد ُلوا ُه َو‬
‫َأْق َر ُب ِللَّت ْق َو ى َو اَّت ُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َخ ِبيٌر ِبَم ا َت ْع َم ُلوَن‬
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena
ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8).
Karena itu, Allah swt sangat memuji orang2 yg mampu berbuat adil bukan orang yg mampu
berbuat persamaan. Firman Allah swt ‫َو ِإْن َح َك ْم َت َفاْح ُك ْم َبْي َن ُهْم ِباْلِقْس ِط ِإَّن َهَّللا ُيِحُّب اْلُم ْق ِس ِط يَن‬
“Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara
mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. 5: 42).

‫َفَأْص ِلُح وا َبْي َن ُهَم ا ِباْلَع ْد ِل َو َأْق ِس ُط وا ِإَّن َهَّللا ُيِحُّب اْلُم ْق ِس ِط يَن‬
3

“Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang2 yg berlaku adil.” (Al Hujurat: 9).
Nabi Muhammad saw merupakan suritauladan yang sempurna mengenai sifat adil. Beliau
berlaku adil kepada semuanya, dirinya, keluarganya, sahabatnya, seluruh umat islam,
begitu juga beliau dalam memutuskan persoalan, selalu menelaah dengan sedetail
mungkin. Pihak2 yang berseberangan akan didengarkan secara saksama. Dengan begitu,
keputusan yang diambil dapat menjadi maslahat bagi semua.
Bukti sifat adil Rasulullah saw kepada putrinya Fatimah jika ia mencuri, Nabi menegakkan
keadilan tidak pandang bulu sekalipun terhadap putrinya sendiri. Dari ‘Aisyah ra :

:‫ َم ْن ُيَك ِّلُم ِفيَه ا َر ُس وَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم ؟ َفَق اُلوا‬:‫ َفَق اُلوا‬، ‫َأَّن ُقَر ْي ًش ا َأَه َّمُهْم َش ْأُن اْلَمْر َأِة اْلَم ْخ ُز وِم َّي ِة اَّلِتي َس َر َقْت‬
: ‫ َفَق اَل َر ُس وُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬، ‫ َفَك َّلَم ُه ُأَس اَم ُة‬، ‫ ِحُّب َر ُس وِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬، ‫َو َم ْن َيْج َت ِر ُئ َع َلْي ِه ِإاَّل ُأَس اَم ُة‬
‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬
‫ ِإَّن َم ا ْه َلَك اَّلِذيَن َقْب َلُك ْم َّن ُهْم َك اُنوا ِإَذ ا َس َر َق ِفيِه ِم‬، ‫ « ُّيَه ا الَّن اُس‬:‫ َفَق اَل‬، ‫« َتْش َف ُع ِفي َح ٍّد ِمْن ُح ُدوِد ِهللا؟» ُثَّم َقاَم َفاْخ َت َط َب‬
‫ َو اْي ُم ِهللا َلْو َأَّن َفاِط َم َة ِبْن َت ُمَح َّم ٍد َس َر َقْت َلَقَط ْع ُت َي َد َها‬، ‫ َو ِإَذ ا َس َر َق ِفيِه ِم الَّض ِعيُف َأَقاُم وا َع َلْي ِه اْلَح َّد‬،‫»الَّش ِر يُف َت َر ُك وُه‬
“Sesungguhnya orang2 Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani
Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi
Rasullah saw?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid
yang dicintai oleh Rasulullah saw, Maka Usamah pun berkata (melobi) Rasulullah saw
(untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan).
Rasulullah saw kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan)
berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah saw pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai
manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang2 sebelum kalian adalah jika ada orang
yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan
(tidak dihukum), namun jika yg mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka
mereka menegakkan hukum atas orang tsb. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti
Muhammad mencuri, aku sendiri yg akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari Muslim).
Begitu juga Rasulullah tetap berbuat baik dan berlaku adil thdp non muslim. FirmanNya

‫اَل َي ْن َه اُك ُم ُهَّللا َع ِن اَّلِذيَن َلْم ُيَقاِتُلوُك ْم ِفي الِّديِن َو َلْم ُيْخ ِر ُج وُك ْم ِمْن ِد َي اِر ُك ْم َأْن َت َبُّر وُه ْم َو ُتْق ِس ُط وا ِإَلْي ِهْم ِإَّن َهَّللا‬
‫) ِإَّن َم ا َي ْن َه اُك ُم ُهَّللا َع ِن اَّلِذيَن َقاَت ُلوُك ْم ِفي الِّديِن َو َأْخ َر ُج وُك ْم ِمْن ِد َي اِر ُك ْم َو َظ اَه ُر وا َع َلى‬٨( ‫ُيِحُّب اْلُم ْق ِس ِط يَن‬
)٩( ‫ِإْخ َر اِجُك ْم َأْن َت َو َّلْو ُه ْم َو َم ْن َي َت َو َّلُهْم َفُأوَلِئَك ُه ُم الَّظ اِلُم وَن‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zhalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non
muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang
lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang
yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). ‫َمَع اِش َر اْلُمْس ِلِم ْي َن َر ِحَم ُك ُم هللا‬
Semoga kita selalu mendapatkan Taufiq dan Hidayah Allah didalam mengisi sisa usia kita
ini selalu mengedepankan kejujuran dan keadilan agar menjadi peribadi yang sholeh dan
terwujudnya masyarakat yang adil makmur dan negeri yang baldatun thoyyibatun wa
Robbun ghofur, penuh dengan keberkahan dan ampunan Allah swt.
4

‫الَّلُهَّم ِإِّن ى َأُع وُذ ِبَك ِمْن ُم ْنَك َر اِت اَألْخ َالِق َو اَألْع َم اِل َو اَألْه َو اِء‬
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar.”
(HR. Tirmidzi). Amiiin ya Robb

‫ َو َت َقَّب ْل ِم ِّن ْي َو ِم ْنُك ْم‬. ‫ َو َن َفَع ِني َو ِاِّي اُك ْم بما فيه ِمَن اآلَي اِت َو الِّذ ْك ِر اْلَح ِك ْي ِم‬. ‫َب اَر َك ُهللا ِلي َو َلُك ْم ِفي اْلُقْر آِن اْلَع ِظ ْي ِم‬
‫ َفاْس َت ْغ ِفُرْو ا ِاَّن ُه ُه َو ْالَغ ُفْو ُر الَّر ِحْي م‬.‫ِتالَو َت ُه ِاّن ُه ُه َو الَّس ِم ْيُع ْالَع ِلْي ُم‬
Kisah Kejujuran Anak Penggembala Kambing
Khalifah Umar bin Khattab merupakan sosok pemimpin setelah meninggalnya Rasulullah
Muhammad SAW yang sangat disegani. Ini karena Umar terkenal sangat teguh menjaga
amanah dan tidak mau menyimpang.

Kala itu, Umar sedang mengadakan perjalanan ke suatu tempat. di tengah perjalanan, dia
bertemu dengan seorang anak penggembala kambing.

Anak ini hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Dia pun
hidup mengandalkan upah yang diperolehnya dengan menggembala kambing. Melihat si
anak itu, Umar kemudian ingin menguji apakah anak ini dapat bersikap jujur dan amanah.
Maka, didekatilah si anak ini.

“Banyak sekali kambing yang kau pelihara. Semuanya bagus dan gemuk-gemuk. Juallah
kepadaku barang satu ekor saja,” kata Khalifah Umar kepada si anak gembala.

“Saya bukan pemilik kambing-kambing ini. Saya hanya menggembalakan kambing-


kambing ini dan memungut upah darinya,” kata anak gembala.

“jika kau jual pada ku, Katakan saja kepada majikanmu, kalau salah satu kambingnya
dimakan serigala,” ucap Khalifah Umar.

Anak gembala itu terdiam. Sejenak kemudian, dia lalu berkata, “Di mana Allah? Di mana
Allah? Jika tuan menyuruh saya berbohong, di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat?
Apakah tuan mau menjeruskan saya ke dalam neraka karena telah berbohong?”

Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar menitikkan air mata. Dipeluknya anak gembala itu,
lalu dia meminta agar si anak gembala itu mengantarkannya kepada sang majikan.

Setelah bertemu dengan majikan si anak gembala, Khalifah Umar kemudian menawar harga
anak itu. Kesepakatan terjadi, dan si anak gembala ini dimerdekakan oleh Khalifah Umar.
5

Selain itu, Khalifah Umar juga membeli semua kambing yang digembalakan si anak tadi.
Kambing-kambing itu kemudian diberikan kepada si anak gembala, dan menjadi hak penuh
miliknya, sebagai hadiah atas kejujuran dan amanah si anak tadi.

Dari cerita diatas menunjukan bahwa kejujuran adalah nilai yang peling tinggi yang harus
di pegang oleh kita semua. Walau ada kesempatan untuk menjual kambingnya tanpa
sepengetahuan dari majikanya tetapi Allah maha tahu atas segala apa yang kita kerjakan
didunia.
Hubungan antara keadilan dan kejujuran dalam Islam sangat erat, dan keduanya dianggap
sebagai prinsip-prinsip moral yang penting. Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan
antara keadilan dan kejujuran menurut Al-Qur'an, hadits, dan pandangan ulama beserta
dalil-dalilnya:

Al-Qur'an:
Keadilan dalam Perkara Apa Pun:

Allah SWT menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek kehidupan. Dalam Al-
Qur'an, Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
baik dan memberi kepada kaum kerabat-Nya dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran." (Al-Nahl, 16:90).
Pengharaman Kecurangan dan Keadilan dalam Timbangan:

Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan larangan kecurangan dalam timbangan dan


menekankan perlunya keadilan dalam segala transaksi. "Dan penuhilah takaran dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi timbangan. Dan beratkanlah (timbangan) itu dengan
sebenar-benar berat dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (Al-A'raf, 7:85).
Kejujuran sebagai Landasan Keadilan:

Al-Qur'an juga menekankan pentingnya kejujuran sebagai landasan bagi keadilan. "Dan
janganlah kamu mengambil hak yang tidak ada ilmunya (kebenarannya) untuk dirimu
sendiri. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya." (Al-Isra, 17:36).
Hadits:
Kejujuran dalam Perkataan dan Perbuatan:

Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya kejujuran dalam segala hal. Dalam hadits
riwayat al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, "Berbicaralah yang baik atau diam,
dan lakukanlah amal kebajikan atau tinggalkanlah perbuatan maksiat."
Keadilan dalam Kepemimpinan:
6

Rasulullah juga mencontohkan keadilan dalam kepemimpinan. Beliau bersabda, "Setiap


pemimpin yang diberi tanggung jawab oleh Allah terhadap suatu kaum, kemudian ia tidak
berbuat adil kepada mereka, maka tidak akan mencium bau surga." (Hadits Riwayat al-
Bukhari dan Muslim).
Ulama:
Al-Ghazali:

Al-Ghazali, seorang ulama besar, menekankan bahwa keadilan tidak dapat terwujud tanpa
kejujuran. Menurutnya, kejujuran adalah bagian integral dari keadilan.
Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah:

Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah menyatakan bahwa kejujuran adalah kunci keadilan dan
keadilan adalah pilar utama masyarakat yang aman dan adil.
Al-Razi:

Al-Razi berpendapat bahwa keadilan dan kejujuran adalah dua hal yang saling melengkapi.
Keadilan hanya bisa terwujud dengan adanya kejujuran.
Dalam keseluruhan, Al-Qur'an, hadits, dan pandangan ulama sepakat bahwa keadilan dan
kejujuran saling terkait dan saling melengkapi. Kejujuran menjadi landasan utama untuk
terwujudnya keadilan dalam segala aspek kehidupan. Kedua prinsip ini adalah pondasi
moral dalam Islam yang harus dipegang teguh oleh umat Muslim.
Ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang membahas konsep keadilan sangatlah penting dalam
membimbing umat Muslim dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan berinteraksi dengan
sesama. Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur'an yang menyoroti tema keadilan:

Al-Baqarah (2:197):

"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kerana Allah. Dan jika kamu terhalang, (dari
melaksanakannya) beri korban yang mudah diperoleh, dan janganlah kamu mencukur
kepalamu, sehingga korbanmu sampai ke tempat penyembelihan. Barangsiapa di antara
kamu sakit atau ada kaitannya dengan kecelakaan kepala, maka sebutlah fidyah (tebusan)
dengan korban, atau bersedekah atau berbuat kebaikan. Maka apabila kamu aman,
barangsiapa yang menikmati umrah (haji) dengan membawa haji, hendaklah memberi
korban yang mudah diperoleh. Tetapi barangsiapa yang tidak mendapatkan (hewan
korban), maka cukurlah kepalanya dengan menahan diri dari bercukur hingga hewan
korban sampai ke tempat penyembelihan. Maka siapa yang mampu membeli (hewan
korban) tetapi tidak menjumpainya, maka hendaklah memberi makan enam orang miskin.
Dan apabila kamu menyelesaikan ibadah haji kamu, hendaklah kamu memperbanyakkan
ingat Allah di waktu-waktu yang ditentukan. Maka sebutlah Dia sebagaimana kamu
menyebut-nyebut bapak-bapak kamu atau lebih banyak lagi."
7

Ayat ini menekankan pentingnya menyelesaikan kewajiban ibadah haji dan umrah serta
memberikan alternatif bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam melaksanakannya.
Prinsip keadilan dalam memberikan korban atau fidyah ditekankan dalam konteks ini.

An-Nisa (4:135):

"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya
atau miskin, maka Allah lebih tahu akan kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari keadilan. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-
kata) atau enggan memberi persaksian, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan."
Ayat ini menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan
dan bersaksi dengan kejujuran, bahkan jika hal itu berkaitan dengan diri sendiri atau orang-
orang terdekat. Prinsip ini menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pandang
bulu.

Al-Ma'idah (5:8):

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah sekalipun terhadap dirimu sendiri atau
ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin maka Allah lebih tahu
kemaslahatan keduanya; oleh sebab itu janganlah kamu mengikuti hawa nafsu agar kamu
tidak lalai (dari keadilan). Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan memberi
persaksian, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini menyampaikan seruan kepada orang-orang yang beriman untuk menegakkan
keadilan dan menjadi saksi yang benar, bahkan jika itu melibatkan diri sendiri atau orang-
orang terdekat. Allah mengetahui dengan lebih baik tentang manfaat atau kerugian dari
setiap tindakan.

Al-Hujurat (49:9):

"Dan jika dua golongan dari kaum mukminin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari keduanya bersalah terhadap yang lain, maka perangilah
golongan yang bersalah itu sehingga mereka kembali kepada perintah Allah. Jika mereka
telah kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
Ayat ini memberikan petunjuk tentang penyelesaian konflik antara dua kelompok mukmin.
Prinsip keadilan dan perdamaian diutamakan, dan jika salah satu pihak bersalah, maka
upaya penyelesaian harus dilakukan dengan adil.
8

Kesimpulan:
Ayat-ayat di atas menegaskan prinsip-prinsip keadilan dalam berbagai konteks kehidupan,
baik dalam ibadah, persaksian, maupun penyelesaian konflik. Keadilan dalam Islam
mencakup semua aspek kehidupan, dan umat Muslim diperintahkan untuk menjadi
penegak keadilan dengan berpegang teguh pada nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

User
TLNG BERI PENJELASAN TTG TAFSIR SUFISTIK DARI AYAT2 KEADILAN DAN KEJUJURAN
DLM AL QUR'AN
ChatGPT
Tafsir sufistik adalah pendekatan tafsir Al-Qur'an yang menekankan dimensi batiniah,
rohaniah, dan spiritual dari teks-teks Al-Qur'an. Dalam konteks ayat-ayat yang berkaitan
dengan keadilan dan kejujuran, tafsir sufistik menyoroti makna-makna mendalam dan
simbolis yang dapat memperkaya pemahaman spiritual seseorang. Berikut adalah
beberapa contoh ayat-ayat tentang keadilan dan kejujuran dalam Al-Qur'an beserta
penjelasan tafsir sufistiknya:

1. Surah Al-Baqarah (2:197):


"Dan ambillah persiapan untuk menunaikan ibadah haji dan umrah karena Allah."

Tafsir Sufistik: Dalam persiapan untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, tafsir sufistik
dapat mengajarkan bahwa persiapan ini bukan hanya fisik tetapi juga rohaniah. Haji
menjadi perjalanan spiritual untuk membersihkan diri dan mencapai keadilan dalam batin.
Persiapan ini melibatkan introspeksi dan pemurnian hati.
2. Surah Al-Hujurat (49:9):
"Dan jika dua golongan dari mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya."

Tafsir Sufistik: Sufi menekankan pentingnya perdamaian dalam hati dan jiwa. Perang di sini
dapat diartikan sebagai konflik batiniah. Damaikanlah antara dua golongan mukmin
merujuk pada perdamaian dalam diri seseorang, mencapai keselarasan antara nafsu dan
nurani.
3. Surah Al-Imran (3:182):
"Itulah sebabnya Kami perintahkan kepada Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh
manusia, kecuali orang yang melakukan pembunuhan atau membuat kerusakan di muka
bumi, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya."

Tafsir Sufistik: Dalam tafsir sufistik, pembunuhan di sini dapat diartikan sebagai
membunuh spiritualitas atau menghancurkan keadilan batiniah. Kesadaran akan dampak
9

negatif dari tindakan buruk akan membawa individu ke kedalaman spiritual, menyadari
kesatuan dan keterhubungan semua makhluk.
4. Surah Al-Ma'idah (5:8):
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi qawwamuna lilahi, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekumpulan kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa."

Tafsir Sufistik: Sufi mengajarkan bahwa qawwamuna lilahi, menjadi penegak keadilan,
dimulai dari keadilan dalam diri sendiri. Tafsir sufistik menyoroti pentingnya memeriksa
hati dan niat di balik tindakan kita, dan hanya dengan itu seseorang dapat menjadi saksi
dengan adil.
Dalam tafsir sufistik, ayat-ayat keadilan dan kejujuran seringkali dipahami sebagai arahan
untuk mencari keadilan dalam diri sendiri, membersihkan hati dari sifat-sifat negatif, dan
mencapai tingkat kesucian batin. Tafsir ini memandang dimensi spiritualitas sebagai
bagian integral dari pemahaman ayat-ayat tersebut.
Terdapat banyak tokoh dunia, baik Muslim maupun non-Muslim, yang telah berhasil
merealisasikan nilai-nilai keadilan dan kejujuran untuk kebaikan dunia ini dan akhirat.
Berikut adalah beberapa contoh konkrit:
Perdamaian, keadilan, dan kejujuran memiliki keterkaitan yang erat dalam ajaran Islam.
Islam memandang perdamaian sebagai hasil dari keadilan dan kejujuran yang ditegakkan
dalam segala aspek kehidupan. Berikut adalah keterkaitan antara perdamaian, keadilan,
dan kejujuran dalam Islam berserta beberapa dalilnya:

1. Keadilan dan Perdamaian:


Dalil Al-Qur'an:

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat baik dan memberi kepada
kaum kerabat-Nya, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (Al-Nahl,
16:90).

Penjelasan:
Keadilan adalah prasyarat penting untuk perdamaian. Ketika masyarakat hidup dalam
keadilan, perasaan ketidakpuasan dan ketidakadilan dapat diminimalkan, sehingga
menciptakan kondisi yang mendukung perdamaian.

2. Kejujuran dan Perdamaian:


Dalil Al-Qur'an:
10

"Dan janganlah kamu mengambil hak yang tidak ada ilmunya (kebenarannya) untuk dirimu
sendiri. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawabannya." (Al-Isra, 17:36).

Penjelasan:
Kejujuran dalam setiap tindakan dan perkataan adalah dasar dari hubungan yang sehat dan
harmonis. Kejujuran membantu menghindari konflik dan membangun kepercayaan di
antara individu dan masyarakat, yang pada gilirannya mendukung perdamaian.

3. Keadilan, Kejujuran, dan Persatuan:


Dalil Hadits:
Rasulullah SAW bersabda, "Setiap pemimpin yang diberi tanggung jawab oleh Allah
terhadap suatu kaum, kemudian ia tidak berbuat adil kepada mereka, maka tidak akan
mencium bau surga." (Hadits Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Penjelasan:
Keadilan dalam kepemimpinan dan kejujuran dalam tindakan pemimpin mendukung
persatuan dan harmoni dalam masyarakat. Pemimpin yang adil dan jujur dapat
menciptakan lingkungan yang stabil dan damai.

Dengan menjalankan keadilan dan kejujuran, individu dan masyarakat dapat mencapai
perdamaian yang berkelanjutan. Keberhasilan dalam menegakkan nilai-nilai ini sesuai
dengan ajaran Islam dapat dilihat sebagai jalan menuju kehidupan yang sejahtera, damai,
dan penuh rahmat. Oleh karena itu, Islam menekankan pentingnya keadilan dan kejujuran
sebagai pondasi perdamaian yang kokoh.
Tokoh Muslim:
Umar bin Khattab (ra):

Khalifah kedua Islam ini terkenal dengan keadilan dan kejujurannya. Ada banyak kisah
tentang Umar memastikan keadilan ditegakkan, seperti ketika ia menyamar sebagai rakyat
biasa untuk mengetahui kondisi rakyatnya.
Salahuddin Al-Ayyubi:

Salahuddin adalah seorang panglima Muslim yang dikenal karena merebut kembali Kota
Yerusalem dari tangan tentara Salib pada abad ke-12. Ia terkenal dengan sikap keadilan dan
toleransinya terhadap penganut agama lain.
Abdul Sattar Edhi:
11

Abdul Sattar Edhi, seorang filantropis Pakistan, mendirikan Edhi Foundation yang
menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkan
tanpa memandang agama atau suku.
Tokoh Non-Muslim:
Mahatma Gandhi:

Gandhi, pemimpin perjuangan kemerdekaan India, dikenal dengan pendekatan non-


kekerasan dan kejujurannya. Ia berjuang untuk kemerdekaan India dengan cara damai dan
menekankan pentingnya kejujuran dan integritas dalam perjuangan.
Nelson Mandela:

Presiden Afrika Selatan pertama yang dipilih secara demokratis ini memimpin perjuangan
melawan sistem apartheid. Setelah pembebasannya dari penjara, Mandela mempromosikan
perdamaian, rekonsiliasi, dan keadilan di negaranya.
Abraham Lincoln:

Presiden Amerika Serikat ke-16 ini dikenal sebagai pahlawan persatuan dan penghapus
perbudakan. Ia mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan di tengah-tengah
perpecahan negara.
Tokoh Kontemporer:
Malala Yousafzai:

Malala adalah seorang aktivis pendidikan asal Pakistan yang berjuang untuk hak
pendidikan anak perempuan. Ia menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun
2014.
Kailash Satyarthi:

Kailash Satyarthi, seorang aktivis hak asasi manusia asal India, berjuang melawan
perdagangan manusia dan kerja paksa anak-anak. Ia juga merupakan penerima Hadiah
Nobel Perdamaian pada tahun 2014.
Contoh-contoh di atas mencerminkan bagaimana keadilan dan kejujuran dapat diwujudkan
dalam tindakan nyata oleh tokoh-tokoh berbagai latar belakang dan agama untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat dan menciptakan dunia yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai