Anda di halaman 1dari 5

Dakwah Tauhid, Perusak Persatuan?

Bismillah, kepada Allah semata kita gantungkan harapan.

Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah ragu bahwa kehidupan
yang sementara di alam dunia ini penuh dengan ujian dan cobaan. Belum lama dan
masih terasa di tengah kita dampak pandemi bagi kehidupan umat manusia di
beragai penjuru dunia. Meskipun demikian, bagi seorang mukmin musibah bisa
menjadi ladang pahala dengan kesabaran dan keridaan kepada takdir Allah atas
dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Alqomah mengenai sosok orang yang sabar,
“Dia mengetahui bahwa musibah itu datang dari sisi Allah, sehingga dia pun rida dan
pasrah.” Ya, begitulah pribadi yang tumbuh dari kekuatan iman dan akidah Islam.

Akan tetapi, sesungguhnya cobaan bukan hanya berupa musibah duniawi. Ada
cobaan berupa perintah dan larangan Allah. Allah ingin menguji kita siapakah di
antara kita yang paling baik dalam menghamba kepada Allah dan melakukan amal
saleh. Allah Ta’ala berfirman,
ۡ ۡ
‫ﺳ ُن َﻋ َﻣ ً ۚﻼ‬ َ َ ُ َ ‫ٱﻟﱠ ِذی ﺧ ََﻠﻖَ ٱﻟ َﻣ ۡو‬
َ ‫ت َوٱﻟ َﺣ َﯾ ٰوة َ ِﻟ َﯾ ۡﺑﻠ َو ُﻛ ۡم أﯾ ُﱡﻛ ۡم أ ۡﺣ‬
“[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapakah
di antara kalian yang paling bagus amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

Sebagaimana telah populer tafsir (penjelasan) dari Fudhail bin Iyadh bahwa yang
paling bagus amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar. “Ikhlas” yaitu
dikerjakan karena Allah, sedangkan “benar” maksudnya adalah dengan mengikuti
sunah/tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari sinilah kita mengetahui
bahwa ujian di atas keimanan itu menjadi suatu keniscayaan. Orang tidak akan
dibiarkan mengaku beriman kemudian dibiarkan begitu saja tanpa deraan ujian dan
cobaan.

Allah Ta’ala berfirman,

َ ُ‫اﻣﻧﱠﺎ َو ُھ ۡم َﻻ ﯾُ ۡﻔﺗَﻧ‬
‫ون‬ َ ‫ﺎس أَن ﯾُ ۡﺗ َر ُﻛ ۤو ۟ا أَن َﯾﻘُوﻟُ ۤو ۟ا َء‬
ُ ‫ب ٱﻟﻧﱠ‬ َ ‫أَ َﺣ ِﺳ‬
ۡ ۟
َ ‫ﺻ َدﻗُوا َو َﻟ َﯾﻌۡ ﻠَ َﻣ ﱠن ٱﻟ َﻛ ٰـ ِذ ِﺑ‬
‫ﯾن‬ َ ‫ﯾن‬ َ ‫ٱ[ ٱﻟﱠ ِذ‬ َ َ ۖ
ُ ‫ﯾن ِﻣن َﻗ ۡﺑ ِﻠ ِﮭ ۡم ﻓَﻠ َﯾﻌۡ ﻠ َﻣ ﱠن ﱠ‬ َ ‫َوﻟَﻘَ ۡد َﻓﺗَﻧﱠﺎ ٱﻟﱠ ِذ‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, ‘Kami
beriman’ begitu saja dalam keadaan tidak diberi cobaan/ujian? Sungguh Kami telah
memberikan ujian kepada orang-orang sebelum mereka. Maka Allah benar-benar
mengetahui/melihat siapakah orang-orang yang benar (imannya) dan siapakah
orang-orang yang pendusta.” (QS. Al-’Ankabut: 2-3)
Maka, keberuntungan yang hakiki bagi seorang insan di muka bumi ini bukanlah
berupa tumpukan harta, tingginya jabatan, wajah yang cantik dan rupawan,
kemewahan, atau ketenaran yang tersiar seantero jagad. Keberuntungan ada pada
iman dan amal saleh. Kemuliaan ada pada takwa dan ketaatan. Allah Ta’ala
berfirman,
ۡ
‫ﺻ ِر‬ ۡ ‫َوٱﻟ َﻌ‬
‫ﻧﺳ ٰـ َن ﻟَ ِﻔﯽ ُﺧ ۡﺳ ٍر‬ ‫ٱﻹ‬ۡ ‫إ ﱠن‬
َ ِ
۟ ‫وا ٱﻟﺻـﻠﺣـت وﺗَواﺻو ۟ا ﺑ ۡﭑﻟ ِﺣ ّﻖ وﺗَواﺻو‬
۟ ُ‫وا وﻋﻣﻠ‬۟ ‫إ ﱠﻻ ٱﻟﱠذ ء‬
‫ﺻ ۡﺑ ِر‬ ‫ﭑﻟ‬ ‫ﺑ‬ ‫ا‬
‫ﱠٰ ِ َٰ ِ َ َ َۡ ِ َ ِ َ َ َۡ ِ ﱠ‬ ِ َ َ ُ‫اﻣﻧ‬
َ َ َ‫ِ ِﯾن‬
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan
saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 1-3)

Nikmat yang Allah curahkan kepada kita sangat banyak, bahkan tak terhingga. Akan
tetapi, sayang seribu sayang banyak orang yang melupakan dan mengingkarinya.
Sampai-sampai Allah ceritakan di dalam kitab-Nya bahwa betapa sedikit di antara
hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur kepada-Nya. Padahal syukur inilah
syarat kesuksesan dalam menghadapi cobaan yang berupa nikmat dan kemudahan.
Sebagaimana ketundukan merupakan syarat kesuksesan dalam menghadapi
cobaan berupa perintah dan larangan.

Sebagaimana dikatakan oleh seorang ulama terdahulu, “Risalah/wahyu ini datang


dari Allah, kewajiban Rasul menyampaikan risalah itu kepada kita, dan kewajiban
kita adalah pasrah dan tunduk menerima ajarannya.” Abu Ja’far Ath-Thahawi
rahimahullah berkata, “Dan tidak akan kokoh pijakan keislaman seorang hamba
kecuali di atas sikap pasrah dan ketundukan.”

Sabar dan syukur adalah sebuah keniscayaan bagi seorang mukmin. Tunduk kepada
hukum Allah merupakan jalan lurus yang mengantarkan hamba menuju kebahagiaan.
Allah Jalla Dzikruhu berfirman,
ۡ
‫ون َﻟ ُﮭ ُم ٱﻟ ِﺧ َﯾ َرة ُ ِﻣ ۡن ࣰ أَ ۡﻣ ِر ِ ࣰھ ۡ ۗم‬
َ ‫ﺳوﻟُﮫُ ۤۥ أ َ ۡﻣ ًرا أَن َﯾ ُﻛ‬
ُ ‫ٱ[ُ َو َر‬ َ َ‫ﺎن ِﻟ ُﻣ ۡؤ ِﻣ ࣲن َو َﻻ ُﻣ ۡؤ ِﻣ َﻧ ٍﺔ ِإ َذا ﻗ‬
‫ﺿﻰ ﱠ‬ َ ‫َو َﻣﺎ َﻛ‬
‫ﺿﻠ ٰـﻼ ﱡﻣ ِﺑﯾﻧﺎ‬ َ َ ‫ﺿ ﱠل‬ َ
َ ‫ﺳوﻟﮫُۥ ﻓَ َﻘ ۡد‬ ُ ‫ٱ[ َو َر‬ ِ ۡ‫َو َﻣن َﯾﻌ‬
َ‫ص ﱠ‬
“Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin lelaki maupun perempuan apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, kemudian masih ada bagi mereka
pilihan lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS.
Al-Ahzab: 36)
Karena itulah, para ulama Islam menyimpulkan sebuah definisi ringkas yang
merangkum sekian banyak pokok ajaran Islam, bahwa Islam adalah “kepasrahan
kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan, dan
berlepas diri dari syirik dan pelakunya.” Dengan demikian, Islam dibangun di atas
akidah dan pemurnian ibadah kepada Allah. Iman mencakup kewajiban beribadah
kepada Allah semata dan mengingkari sembahan selain-Nya (thaghut).

Sehingga, dakwah para nabi dan rasul di sepanjang zaman tidak pernah lepas dari
seruan tauhid dan pemurnian ibadah kepada Rabb Penguasa alam semesta. Allah
Ta’ala berfirman,

ۖ ‫وا ﱠ‬۟ ‫ٱﺟﺗَﻧﺑ‬ ۟ ۡ َ ً ‫وﻟَ َﻘ ۡد ﺑﻌ ۡﺛﻧَﺎ ﻓﯽ ُﻛ ّل أُﻣﺔࣲ ر‬


َ ُ‫ٱﻟط ٰـﻐ‬
‫وت‬ ُ ِ ۡ ‫ٱ[ َو‬
َ ‫ﺳوﻻ أ ِن ٱﻋﺑُدُوا ﱠ‬
ُ ‫ِ ﱠ ﱠ‬ ِ ََ َ
“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan,’
Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut!’” (QS. An-Nahl: 36)

Inilah keindahan ajaran Islam. Inilah rahmat bagi segenap insan. Dakwah tauhid yang
membebaskan manusia dari perbudakan kepada makhluk menuju penghambaan
kepada Allah Zat yang memberikan segala macam kenikmatan dan kemudahan.

Maka, sungguh memilukan apabila dakwah tauhid ini dijuluki sebagai pemecah belah
persatuan, atau dianggap sebagai musuh kemanusiaan, atau dicap sebagai perusak
ketentraman, atau dituduh sebagai sihir dan ocehan orang yang tidak waras/gila.
Subhanallah! Akan tetapi, seperti itulah realita dan kenyataan yang terjadi di tengah
manusia. Sehingga para nabi dijuluki sebagai orang gila atau tukang sihir. Sehingga
para rasul dimusuhi, bahkan diperangi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
mendakwahkan tauhid pun disakiti oleh kaumnya dan para pembesar kafir jahiliyah
yang tidak rela agama nenek moyang mereka ditinggalkan manusia.

Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah. Meskipun demikian, Allah sama sekali
tidak akan menelantarkan hamba-Nya. Allah pasti akan memberikan pertolongan
bagi mereka yang tulus dan serius dalam membela agama-Nya. Karena, sungguh
Allah akan menolong orang yang menolong agama tauhid ini. Allah berfirman,

‫اﻣ ُﻛ ۡم‬ َۡ ۡ َ ُ ُ ‫ٱ[ ﯾَﻧ‬ ۟ ۟ ‫ﯾ ۤـﺄَﯾﱡﮭﺎ ٱﻟﱠذﯾن ء‬


َ ‫ﺻ ۡرﻛ ۡم َوﯾُﺛ ِﺑّت أﻗ َد‬ ُ ‫اﻣﻧُ ۤوا ِإن ﺗَﻧ‬
َ ‫ﺻ ُروا ﱠ‬ َ َ َ ِ َ َٰ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong agama Allah, pasti Allah
menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian.” (Muhammad : 7)

Maka, kebenaran pasti akan menang dan kebatilan pasti sirna. Walaupun ada
kalanya mereka yang memperjuangkan iman itu harus mati di jalan Allah karena
mempertahankan akidahnya.
Kebenaran ini pasti akan dimenangkan oleh Allah. Meskipun demikian, ia harus
melalui berbagai macam bentuk ujian dan cobaan. Janganlah Anda heran, karena
seperti itulah ketetapan dan sunah Ar-Rahman bagi umat ini. Lihatlah kesabaran
sahabat Bilal dalam mempertahankan imannya. Lihatlah kesabaran Yasir dan
Sumayyah yang bersabar menghadapi siksaan musyrikin hingga Allah wafatkan
mereka dalam keadaan mati syahid. Lihatlah kesabaran para sahabat Muhajirin
yang harus pergi meninggalkan kampung halamannya demi menyelamatkan akidah
dan dakwah tauhid ini. Harta, kedudukan, jabatan, dan nyawa sekalipun rela untuk
mereka korbankan demi Allah.

Apa yang membuat kita ragu? Kesabaran Imam Ahmad rahimahullah dalam
menghadapi tekanan penguasa pada 3 periode kekhalifahan adalah teladan iman
dan panutan kesabaran bagi para pejuang tauhid dan keikhlasan. Kita bukanlah
pengejar kursi jabatan! Kita juga bukan barisan penjilat kekuasaan! Kita bukanlah
budak dolar ataupun boneka negara adidaya. Kita adalah sebuah kaum yang telah
dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Kapan saja kita mencari kemuliaan dengan
selain cara-cara Islam pastilah Allah akan menghinakan kita, cepat atau lambat,
suka atau tidak suka.

Apakah yang kita cari selama ini, saudaraku? Bukankah kita mendambakan
limpahan berkah, curahan hidayah, dan kemakmuran bagi negeri dan bangsa ini?
Lalu, adakah jalan menuju ke sana selain iman dan takwa serta tauhid yang
terhunjam kuat di dalam sanubari?! Apakah kita akan merusak persaudaraan kaum
muslimin disebabkan beberapa perbedaan furu’iyah ijtihadiyah? Apakah kita
hamba-hamba Allah tega merusak tempat ibadah di mana manusia bersujud di
hadapan Allah mengharap surga dan takut dari neraka-Nya? Bukankah Nabi kita
yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ُ ‫اﻟﻣؤﻣن ِﻟ ْﻠﻣؤْ ﻣن ﻛﺎﻟﺑُ ْﻧﯾﺎن َﯾ‬


ُ ‫ﺷ ﱡد َﺑ ْﻌ‬
‫ﺿﮫ َﺑ ْﻌﺿﺎ‬
“Kaum beriman satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan, dimana satu
bagian menjadi penguat/pendukung bagi sebagian yang lain.” (HR. Bukhari)

Apakah kita hendak merusak fasilitas umum dan aset kaum muslimin dengan dalih
membela ajaran warisan nenek moyang? Jika kita kaum muslimin bisa membiarkan
rumah ibadah agama lain dalam keadaan aman tidak diganggu, maka sungguh
menyedihkan jika ada segelintir kaum yang tega merusak masjid dengan dalih
membela adat tradisi dan budaya. Di manakah orang-orang yang gemar berteriak
menyerukan toleransi, HAM dan persaudaraan?! Wallahul musta’aan.

Baca Juga:
Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Artikel: www.muslim.or.id

Anda mungkin juga menyukai