Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN A

Debit Aliran Melalui Sluice Gate

I . Tujuan

a. Mendemonstrasikan aliran pintu sorong.


b. Menunjukan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat ukur pengatur
debit.

II . Teori Dasar

Pintu sorong dalam sistem irigasi berfungsi untuk mengatur debit yang dialirkan dari
bendung ke dalam saluran irigasi yang ada dibelakangnya. Henry (1950) melakukan
penelitian eksperimental mengenai variasi nilai koefisien debit (Cd). Hasil dari
penelitiannya dikenal dengan Kurva Henry.
Berdasarkan Kurva Henry, Swamee (1992) menyajikan dua formula untuk
menghitung nilai koefisien debit (Cd) berdasarkan kondisi aliran, yaitu aliran bebas dan
aliran terendam. Aliran yang mengalir di bawah pintu sorong dimulai dari aliran
superkritis, kemudian berubah menjadi aliran subkritis. Pada aliran super kritis kedalaman
air kecil dengan kecepatan besar, sedangkan pada aliran sub kritis kedalaman aliran besar
dengan kecepatan kecil.
Kondisi aliran melalui pintu sorong (Sluice gate) akan tampak jelas apakah dalam
kondisi aliran bebas atau tenggelam, tergantung dari kedalaman air di hilir pintu yang
secara bergantian ditentukan oleh kondisi aliran di hilir pintu tersebut.

II.A Aliran Bebas

Kondisi aliran bebas (free flow) dicapai bila aliran di hulu pintu adalah subkritis,
sedangkan aliran di hilir pintu adalah super kirtis sebagaimana diperlihatkan dalam gambar
berikut :
Dengan mengabaikan kehilangan energi antara tampang 1 dan 2 pada suatu tampang
segi empat (lihat Gambar 2), persamaan energi dapat ditulis :

*Persamaan tersebut juga dapat ditulis :

*Debit yang melalui bawah pintu pada kondisi aliran bebas

dirumuskan :

Keterangan:

Q = debit per satuan lebar (m3/s)

Cd=Dkoefisien debit

a = tinggi bukaan pintu (m)

g = percepatan gravitasi (m/s2), dan


h1 = kedalaman aliran di hulu pintu (m)

*Akibat bukaan pintu menimbulkan "vena contracta" di hilir pintu, sehingga kedalamannya:

Keterangan:

h2 = kedalaman alliran di hilir pintu (m)

Cc = koefisien konstraksi

a = tinggi bukaan pintu (m)

Vena Contracta = Vena contracta adalah titik pada aliran fluida di mana diameter
aliran menjadi paling kecil, dan kecepatan aliran fluida berada pada level maksimum.

*Persamaan 3, 4 dan 5 dapat disederhanakan menjadi :


Koefisien kontraksi (Cc) dapat ditentukan dengan mengetahui debit aliran (Q) dan kecepatan
aliran dibawah pintu (V2) dengan rumus:

Q = Cc.a.V2

Cc = Q …………………………………………….(7)
a.B.V2

Dengan: a = tinggi bukaan pintu (m)


B= Lebar Pintu (m)

II.B .Aliran Tenggelam


Kondisi aliran tenggelam (submerged flow) dicapai bila kedalaman air di belakang
pintu : h, > Cc.a, dengan :
Cc = koefisien konstraksi, dan
a = tinggi bukaan pintu (m)
Untuk menentukan debit yang melalui bawah pintu pada kondisi aliran tenggelam
dengan menggunakan rumus:

dengan :
Q = debit per satuan lebar (m3/det/m') Cd= koefisien debit
h1 = kedalaman aliran di hulu pintu (m) a = tinggi bukaan pintu (m)
h2 = kedalaman aliran di hilir pintu (m) g = percepatan gravitasi (m/s2)
Energi spesifik (E,) adalah tinggi tenaga dihitung dari dasar saluran sehingga:

Atau

dengan :
Es = energi spesifik (m)
h = kedalaman aliran (m)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det)
Q = debit aliran (m/det)
A = luas penampang basah (m2)
Apabila hubungan Es dan h tersebut ditinjau lebih mendalam, maka akan dapat dibuat suatu
kurva sebagai berikut

a. Pada saat h = ∞, maka Es = ∞, garis Es = h adaah asimtot miring


b. Pada saat h = 0, maka Es = ∞, garis Es = h adalah asimtot datar
c. Nilai ekstrem Es dicapai pada saat dEs/dh = 0

Dengan menganggap D = A/B = Hidraulic mean depth (kedalaman rata-rata hidrolik)


Pada keadaan dEs/dh = 0, akan didapat Es minimum yaitu pada saat:

Yaitu pada saat bilangan Froude =1 atau pada saat aliran kritis, sehingga pada kondisi debit
maksimum energi spesifik adalah minimum yang dapat ditentukan dengan persamaan berikut

pada saluran persegi D = h, sehingga

dengan hc = kedalaman air kritis.

Perubahan aliran pada pintu sorong di atas saluran datar dari kondisi aliran bebas
berubah menjadi aliran tenggelam didahului oleh terjadinya gulungan ombak pada saat akan
terjadi loncatan hidrolik..
Pendekatan muka air hilir (tail water level) pada aliran modular dengan asumsi nilai
koefisien kontraksi (Cc) = 0,611 disajikan seperti gambar berikut.
III. PERALATAN
a. Flume (Saluran Terbuka)
b. Pintu Tegak (Sluice Gate)
c. Point Gauge
d. Pitot Meter (Tabung Pitot dan Manometer)
IV. CARA KERJA
a. Siapkan peralatan dan pastikan posisi saluran terbuka horizontal dan
posisi pintu tegak larus dasar saluran.
b. Letakkan point gauge di sebelah hilir dan sebelah hulu pintu.
c Atur dan pasang Pitot Meter disisi Flume.
d. Aturlah tinggi bukaan pintu (y) = 20 mm dari dasar saluran sebagai
tinggi bukaan awal percobaan.
e. Buka katup kontrol aliran pada tangki agar alir mengalir dalam Flume,
dan atur tinggi muka air di hulu (yo) ..... mm, pastikan dalam kondisi
konstan.
f. Pada ketinggian yo dalam butir (e), ukur dan catat Q dan yı. Untuk nilai
Q dapat dilihat langsung pada pencatat debit di dekat katup kontrol
aliran pada tangki. Dan nilai Q ini dikontrol oleh hasil pengukuran Pitot
Meter.
g. Naikkan tinggi bukaan pintu (yg) sampai mencapai ketinggian
maksimum = .... mm dengan setiap interval kenaikan AH =
mm. Dalam hal ini ketinggian yo nilainya dipertahankan seperti dalam butir
(e) dengan variasi debit.
h. Setiap kali mengadakan perubahan tinggi bukaan pintu (yg), ukur dan
catat Q dan yı .
i. Ulangi prosedure di atas dengan menggunakan Q yang konstan, tetapi
dengan yg yang bervariasi (minimum 5 variasi). Catat nilai yo dan yı.

PERCOBAAN B
(Loncatan Hidrolik)

I. TUJUAN
Menunjukkan karakteristik loncat air pada aliran setelah ‘sluice gate’ dengan konsep locatan
hidrolik.

II. TEORI DASAR


Loncatan hidraulik merupakan salah satu bentuk aliran berubah secara cepat ( rapidly variete
flow ). Loncatan hidraulik terjadi apabila aliran di saluran berubah dari super kritis menjadi
subkritis.
Pemakaian praktis dari loncatan hidrolik, antara lain: (1) sebagai peredam energi pada
bendungan, saluran dan struktur hidrolik yang lain dan untuk mencegah pengikisan struktur
di bagian hilir; (2) untuk menaikkan kembali tinggi energi atau permukaan air pada daerah
hilir saluran pengukur dan juga menjaga agar permukaan air saluran irigasi atau saluran
distribusi yang lain tetap tinggi; (3) untuk memperbesar tekanan pada lapis lindung sehingga
memperkecil tekanan angkat pada struktur tembok, dengan memperbesar kedalaman air pada
lapis lindung; (4) untuk memperbesar debit, dengan mempertahankan air bawah balik, karena
tinggi energi efektif akan berkurang bila air bawah dapat menghilangkan loncatan hidrolik;
(5) untuk menunjukkan kondisi – kondisi aliran tertentu, misal adanya aliran superkritis atau
adanya penampang kontrol, sehingga letak pos pengukuran dapat ditentukan.
Suatu loncatan hidraulik dapat terbentuk dalam saluran apabila memenuhi persamaan berikut

Dengan :
y1 = tinggi muka air sebelum loncatan.
y3 = tinggi muka air setelah loncatan.
Fr1 = bilangan froude saat y1,
Dari gambar di atas dapat dilihat hitungan kehilangan tinggi ( DH ) dengan kedalaman air
sebelum loncatan atau ( ya ) dan kedalaman air setelah loncatan (yb) dapat dijabarkan sebagai
berikut:

Karena sectionnya sempit, maka ya = y1, dan dapat disederhanakan oleh rumus berikut ini:

Dengan:
DH = total kehilangan energi sepanjang loncat air.
Va = kecepatan rata-rata sebelum loncat air (m/dt)
ya = kedalaman rata-rata sebelum loncat air (m).
Vb = kecepatan rata-rata setelah loncat air (m/dt)
yb = kedalaman rata-rata setelah loncat air (m).

III. PERALATAN
a. Flume ( Saluran Terbuka )
b. Pintu Tegak ( Sluice Gate )

c. Point Gauge
d. Pitot Meter ( Tabung Pitot dan Manometer )
IV. CARA KERJA
a. Siapkan peralatan dan pastikan posisi saluran tebuka horizontal dan posisi pintu tegak
lurus dasar saluran.
b. Letakkan point gauge di sebelah hilir dan setelah hulu pintu.
c. Atur dan pasang pitot meter di sisi flume.
d. Aturlah tinggi bukaan pintu (yg) = 20 mm dan tinggi muka air di hulu pintu (y0) =
…….mm, dan pastikan dalam kondisi konstan.
e. Letakkan tail gate di sisi paling ujung flume.
f. Alirkan air perlahan-lahan dengan membuka katup control aliran, sampai membentuk
loncatan air di sebelah hilir pintu. Amati dan gambar sketsa loncatan airnya.
g. Naikkan tinggi muka air di hulu dengan memutar katup kontrol aliran dan naikkan pula
tail gate di ujung flume. Amati loncatan air dan gambar sketsanya.
h. Untuk tiap langkah di atas, ukur dan catat nilai-nilai y1, yg, y3 dan Q.
i. Ulangi lagi prosedur di atas untuk variasi Q yang lain dan tinggi bukaan yg.

PERCOBAAN C
(Bendung Ambang Lebar)

I . Tujuan.

A. Menghitung debit, kecepatan, koefisien debit, dan koefisien kecepatan.


B. Menentukan jenis aliran dari perhitungan angka Froude

II. Teori Dasar.


Peluap disebut ambang lebar apabila B>0.4 hu, dengan B adalah lebar peluap,
dan hu adalah tinggi peluap.

Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
v2
H = tinggi tekanan total hulu ambang = Yo+
2. g
P = tinggi ambang (m)
Yo = kedalaman hulu ambang (m)
Yc = tinggi muka air di atas hulu ambang (m)
Yt = tinggi muka air setelah hulu ambang (m)
hu = tinggi muka air di atas hilir ambang = Yo – P (m)

Ambang lebar merupakan salah satu konstruksi pengukur debit. Debit aliran yang
terjadi pada ambang lebar dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Keterangan: ……………(2.1)
Q = Cd *b* (h^3/2)
Q = debit aliran (m3/dt) Cd = koefisien debit
h = tinggi total hulu ambang (m) b = lebar ambang (m)

debit aliran juga dapat dihitung dengan:


3
Q=Cd∗Cv∗b∗hu 2 ………………. (2.2)

Keterangan:
Q = debit aliran (m3/dt)
hu = tinggi muka air hulu ambang (m)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan
b = lebar ambang (m)

Dengan adanya ambang, akan terjadi efek pembendungan di sebelah hulu


ambang. Efek ini dapat dilihat dari naiknya permukaan air bila dibandingkan dengan
sebelum dipasang ambang. Dengan demikian, pada penerapan di lapangan harus
diantisipasi kemungkinan banjir di hulu ambang.
Secara teori naiknya permukaan air ini merupakan gejala alam dari aliran dimana
untuk memperoleh aliran air yang stabil, maka air akan mengalir dengan kondisi aliran
subkritik, karena aliran jenis ini tidak akan menimbulkan gerusan (erosi) pada
permukaan saluran.
Pada saat melewati ambang biasanya aliran akan berperilaku sebagai aliran kritik,
selanjutnya aliran akan mencari posisi stabil. Pada kondisi tertentu misalkan dengan
adanya terjunan atau kemiringan saluran yang cukup besar , setelah melewati ambang
aliran dapat pula berlaku sebagai aliran super kritik.
Pada penerapan di lapangan apabila kondisi super kritik ini terjadi maka akan
sangat membahayakan, dimana dasar tebing saluran akan tergerus. Strategi penanganan
tersebut diantaranya dengan membuat peredam energy aliran, misalnya dengan
memasang lantai beton atau batu-batu cukup besar di hilir ambang.

III. Alat Yang Digunakan

a) Multi purpose teaching flume


b) Model ambang lebar/ broad crested weir
c) Point gauge
d) Mistar/ pita ukur
e) Ember plastic
f) Stop wacth
g) Gelas ukur

IV. Cara Kerja

1. Pasanglah ambang lebar pada model saluran terbuka.


2. Alirkan air kedalam model saluran terbuka.
3. Ukurlah debit aliran sampai 3 kali untuk 1 bukaan.
4. Catat harga h, Yo, Yc, Q, Yt.
5. Amati aliran yang terjadi.
6. Gambar profil aliran yang terjadi.
7. Ulangi percobaan untuk debit yang lain.
8. Menghitung harga Cd &Cv berdasarkan formula (3.1) dan (3.2)
9. Membuat grafik : Cd dan Q Cv dan Q
v dan Q
10. Titik-titik pada grafik tersebut dihubungkan dengan garis yang dibuat dari suatu
persamaan regresi.
11. Mencari bahasan dari hasil grafik, mengambil kesimpulan antara hubungan variable
tersebut.
12. Menentukan tingkat kekritikan aliran dengan menghitung angka froud untuk setiap
percobaan (sebelum, di atas & sesudah ambang).

Anda mungkin juga menyukai