Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN ANALISIS ZAT GIZI

ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT METODE LUFF SCHOORL

DISUSUN OLEH :

NAMA : JULIANTI ROHMALIA

NIM : P 211 20 038

KELAS : GIZI B

DOSEN PENGAMPU : Dr. Drs. I MADE TANGKAS M.Kes

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
I. Tujuan
Untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat secara kuantitatif dengan metode Luff
Schoorl

II. Dasar Teori


Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh manusia. Manusia memenuhi
kebutuhan karbohidrat setiap harinya dari makanan pokok yang dikonsumsi, seperti dari
beras, jagung, sagu, ubi, dan lain sebagainya. Akan tetapi bukan berarti karbohidrat
hanya terdapat pada golongan bahan makanan yang telah disebutkan di atas, pada
golongan buah dan beberapa jenis sayur dan kacang- kacangan juga terdapat kandungan
karbohidrat meskipun kandungannya tidak sebanyak golongan serealia dan umbi
(Apriyanto, 1999).

Karbohidrat dalam makanan memiliki fungsi sebagai sumber energi, memberi


tekstur dalam makanan dan sebagai serat makanan yang mempengaruhi proses
fisiologis (Nielsem, 2010).

Karbohidrat adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri dari
atom hidrogen dan oksigen yang digunakan sebagai bahan pembentuk energi. (Sandjaja,
2010).

Karbohidrat memiliki struktur kimia yang berkaitan dengan nilai gizi dan
penggunaannya dalam tubuh, karbohidrat dapat dikelompokan menjadi karbohidrat
yang dapat dicerna (digestible carbohydrate) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna
(non-digestible carbohydrate) (Andarwulan N, 2011).

Karbohidrat dapat disintesis secara kimia, misalnya pada pembuatan sirup formosa yang
dibuat dengan menambahkan larutan alkali encer dan formaldehid. Sirup formosa
mengandung lebih dari 13% heksosa dan campuran tersebut dapat diubah menjadi gula
alam seperti D-glukosa, D-fruktosa dan D-mannosa (Winarno FG, 2009).

Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat


diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang
rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan
keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk.
Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan
sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah
waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis
gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi
dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate
1976).

Metode Luff Schrool marupakan metode yang digunakan untuk menetukan kandungan
gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media
alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Prinsip dasar dari dari
metode ini yaitu Tereduksinya kuprioksida (Cu2+) menjadi kupro oksida (Cu⁺) karena
adanya gula pereduksi. Prinsip kerja dari metode ini yaitu Hidrolisis pati oleh asam
menjadi gula pereduksi. Pada penetapan cara Luff, dipakai pereduksi garam Cu
kompleks, dimana glukosa yang bersifat pereduksi akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+
atau CuO direduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Kemudian kelebihan
CuO ditetapkan dengam cara iodometri. Dengan menetapkan blanko, maka
volume (ml) tio yang dibutuhkan untuk menitar kelebihan Cu2+ dapat diketahui. Selisih
volume tioblanko-sample setara dengam jumlah mg glukosa yang terdapat dalam
sampel.

Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl
ini didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper. Monosakarida
akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan
direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut
dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan
adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar
penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2)
bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan
membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya
dengan dengan banyaknya oksidator (Underwood, 1996).
III. Alat dan bahan

 Timbangan analitik  1 gram sampel


 Spatula/pengaduk  Akuades
 Labu alas gelas  10 ml HCl 25%
 Gelas ukur  10 ml larutan luff schoorl
 Corong  Larutan KI 20%
 Pipet tetes  Larutan H2SO4 1:4
 Pipet volume  Natrium tiosulfat (Na2S2O3)
 Alat destilasi refluks  Amilum
 Erlenmeyer  3 tetes penolphtalein
 Alat titrasi  NaOH 20%
 Gelas beker
 Labu takar 250 ml

IV. Prosedur kerja


 Pembuatan larutan sampel
1. Ditimbangkan 1 gram sampel lalu dimasukkan kedalam labu alas gelas dan
ditambahkan 50 ml akuades
2. Ditambahkan juga 10 ml HCl 25% kedalam labu alas gelas tersebut
3. Setelah itu, larutan sampel tersebut di refluks selama 3 jam dengan 100 derajat
celsius
 Proses penetapan blanko
1. Diambil 10 ml larutan luff schoorl kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer
dengan menggunakan pipet volume.
2. Setelah itu, ditambahkan dengan akuades sebanyak 10 ml kemudian direfluks
selama 10 menit
3. Setelah di refluks, didiamkan larutan sampel hingga dingin terlebih dahulu lalu
ditambahkan sebanyak 5 ml larutan KI 20%
4. Ditambahkan sebanyak 5 ml H2SO4 (1:4) Sehingga larutan KI yang berada
didalam sampel akan teroksidasi menjadi I2 yang berwarna cokelat
 Penitrasi larutan hasil dari proses penetapan blanko
1. Disiapkan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) sebagai larutan titran
2. Larutan hasil penetapan blanko tadi akan dititrasi menggunakan larutan Natrium
tiosulfat (Na2S2O3) hingga berwarna kuning jerami
3. Setelah larutan tersebut dititrasi, selanjutnya ditambahkan sebanyak 3 tetes amilum
sehingga larutan tersebut berwarna kompleks biru
4. Kemudian dititrasi kembali larutan tersebut sampai warnanya yang semula biru
menjadi warna putih (hilang)
 Penetapan karbohidrat pada sampel
1. Larutan yang telah direfluks tadi selama 3 jam dimasukkan kedalam beker glass
setelah itu dibilas labu alas gelas menggunakan akuades dan hasil bilasan tersebut
dituang kedalam beker glass
2. Setelah itu, ditambahkan sebanyak 3 tetes penolphtalein ke dalam larutan sampel
kemudian ditambahkan dengan NaOH 20%. (tujuan penambahan penolphtalein
kedalam larutan sampel yaitu untuk menunjukkan perubahan pH ketika larutan
tersebut dinetralkan dengan NaOH)
3. Kemudian larutan tersebut dituang kedalam labu takar 250 ml, dibilas kembali
bekas larutan menggunakan akuades lalu dituangkan hasil bilasannya kedalam labu
takar
4. Ditambahkan akuades kedalam labu takar hingga mencapai tanda batas lalu
dihomogenkan
5. Setelah homogen, diambil larutan tersebut sebanyak 10 ml menggunakan pipet
volume kemudian dimasukkan kedalam larutan luff schoorl lalu di refluks selama
10 menit
6. Setelah selesai di refluks, selanjutnya ditambahkan larutan KI sebanyak 5 ml dan
larutan H2SO4 kedalam larutan sampel.
7. Kemudian larutan tersebut di titrasi kembali menggunakan larutan Na2S2O3
hingga larutan yang semula berwarna merah bata menjadi kuning jerami
8. Setelah itu, ditambahkan indikator amilum sehingga akan terbentuk senyawa
kompleks yang berwarna biru
9. Kemudian larutan tersebut di titrasi kembali menggunakan Na2S2O3 hingga warna
birunya hilang
10. Dicatat volume titran Na2S2O3 untuk penetapan karbohidrat pada sampel
V. Hasil pengamatan

Prosedur kerja Hasil


1 gram sampel dilarutkan kedalam 50 ml Semua polisakarida yang ada didalam
akuades kemudian ditambahkan 10 ml HCl sampel terhidrolisis membentuk
25%, setelah itu direfluks selama 3 jam monosakarida
dengan suhu 100 derajat celsius
10 ml larutan luff schoorl ditambahkan Larutan sampel yang semula berwarna biru
dengan 10 ml akuades kemudian direfluks berubah menjadi warna cokelat
selama 10 menit. Setelah itu ditambahkan
sebanyak 5 ml larutan KI 20% dan 5 ml
H2SO4 (1:4)
Larutan hasil penetapan blanko dititrasi Larutan sampel yang semula berwarna biru
menggunakan larutan Natrium tiosulfat berubah menjadi warna putih
(Na2S2O3), setelah itu ditambahkan
sebanyak 3 tetes amilum kemudian di
titrasi kembali
ditambahkan sebanyak 3 tetes Terlihat warna akhir dari larutan sampel
penolphtalein ke dalam Larutan yang telah semula berwarna biru kompleks menjadi
direfluks tadi selama 3 jam, kemudian putih setelah di titrasi
ditambahkan dengan NaOH 20%.
Kemudian larutan tersebut dihomogenkan
kedalam labu takar 250 ml. Setelah
homogen, diambil larutan tersebut
sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam
larutan luff schoorl lalu di refluks selama
10 menit. Selanjutnya ditambahkan larutan
KI sebanyak 5 ml dan larutan H2SO4
kedalam larutan sampel. Kemudian di
titrasi kembali menggunakan larutan
Na2S2O3. Setelah itu, ditambahkan
indikator amilum dan kembali di titrasi

VI. Pembahasan
Pada percobaan diatas, langkah awal percobaan yaitu ditimbang 1 gram sampel
kemudian dimasukkan kedalam labu alas gelas kemudian ditambahkan dengan 50 ml
akuades. Setelah itu, ditambahkan 10 ml HCl 25% kedalam labu alas gelas tersebut lalu
di refluks selama 3 jam dengan suhu 100 derajat celsius. Dari proses ini terjadi reaksi
(C ¿ ¿ 6 H 12 O6) n+ H 2 O¿ H +¿¿ n C 6 H 12 O 6 yaitu Semua polisakarida yang ada
didalam sampel terhidrolisis membentuk monosakarida. Sambil menunggu refluks
selama 3 jam.

langkah selanjutnya yaitu proses penetapan blanko yang dimana Diambil 10 ml larutan
luff schoorl kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 10 ml
akuades kemudian di refluks selama 10 menit. Setelah di refluks, didiamkan larutan
sampel hingga dingin terlebih dahulu lalu ditambahkan sebanyak 5 ml larutan KI 20%.
Setelah itu ditambahkan 5 ml H2SO4 (1:4), pada penambahan H2SO4 akan terjadi reaksi
2+¿→ Cu2 I2 + I 2 ¿

4 I −¿+2 Cu yaitu Cu 2+¿ ¿ yang dilarutan luff schoorl tereduksi menjadi Cu2 I 2 kemudia
¿

KI mengalami reaksi oksidasi menjadi I 2 yang berwarna cokelat.

Langkah selanjutnya adalah larutan hasil dari penetapan blanko dititrasi dengan larutan
Natrium tiosulfat hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning jerami. Setelah larutan
tersebut dititrasi, kemudia ditambahkan sebanyak 3 tetes amilum sehingga larutan
tersebut berwarna kompleks biru lalu di titrasi kembali sampai warna birunya hilang
menjadi putih.

Langkah akhir yaitu penetapan karbohidrat pada sampel yang dimana larutan hasil
direfluks tadi selama 3 jam dimasukkan kedalam beker glass kemudian ditambahkan
dengan 3 tetes penolphtalein dan kemudian ditambahkan dengan NaOH 20%. Tujuan
penambahan penolphtalein kedalam larutan sampel yaitu untuk menunjukkan perubahan
pH ketika larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH. Setelah itu larutan uji tersebut
dimasukkan kedalam labu takar 250 ml. Kemudian ditambahkan akuades sampai
mencapai tanda batas labu takar lalu dihomogenkan. Setelah homogen, diambil larutan
uji tersebut sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah terisi
larutan luff schoorl lalu direfluks selama 10 menit. Selama proses refluks terjadi reaksi
R-CHO + Cu 2+¿ ¿ + OH −¿→ ¿ R-COOH + Cu2 O yaitu Cu2+ dalam larutan luff schoorl
akan tereduksi menjadi endapan merah bata Cu2O. Sementara gugus aldehid
monosakarida akan mengalami oksidasi menjadi senyawa” asam karboksilat. Setelah itu
ditambahkan sebanyak 5 ml KI dan H2SO4 kedalam larutan sampel maka akan terjadi
reaksi yang sama seperti pada proses penetapan blanko. Lalu laurutan tersebut di titrasi
menggunakan larutan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat) hingga larutan yang semulai
berwarna merah bata menjadi kuning jerami. Setelah itu ditambahkan indikator amilum
sehingga akan terbentuk senyawa kompleks yang berwarna biru antara amilum dan
iodine yang tersisa. Kemudian di titrasi kembali menggunakan Na2S2O3 hingga warna
birunya hilang (catat volume titran Na2S2O3 untuk penetapan karbohidrat pada sampel).

VII.Kesimpulan
 Dari berbagai perlakuan terhadap sampel dalam uji analisa luff schoorl didapat
reaksi yang sesuai dengan teori
 Pada saatn pemanasan, digunakan batu didih untuk menjaga tekanan didalam
Erlenmeyer.
 Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff schrool dilakukan dengan
menghidrolisis sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada
luff yaitu Cu2+ menjadi Cu+.

VIII. Saran
Dalam menentukan penetapan kadar gula ini, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam
melakukan langkah-langkah percobaan seperti penimbangan sampel awal agar tidak
terjadi kesalahan yang akan berpengaruh pada perhitungan kadar gula sampel. Dalam
praktikum ini cukup sering melakukan perefluksan sehingga dibutuhkan kehati-hatian
dan ketelitian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, A. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Graha Utama

Nielsen, S. S., 2010, Introduction to Food Analysis, In: Nielsen SS (editor.) Food Analysis
4th ed, Springer, USA.

Sandjaja. (2010). Gizi, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Andarwulan, N, Kusnandar, F, Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.

Winarno F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2004.

Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai