Laporan Analgiz
Laporan Analgiz
DISUSUN OLEH :
KELAS : GIZI B
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
I. Tujuan
Untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat secara kuantitatif dengan metode Luff
Schoorl
Karbohidrat adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri dari
atom hidrogen dan oksigen yang digunakan sebagai bahan pembentuk energi. (Sandjaja,
2010).
Karbohidrat memiliki struktur kimia yang berkaitan dengan nilai gizi dan
penggunaannya dalam tubuh, karbohidrat dapat dikelompokan menjadi karbohidrat
yang dapat dicerna (digestible carbohydrate) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna
(non-digestible carbohydrate) (Andarwulan N, 2011).
Karbohidrat dapat disintesis secara kimia, misalnya pada pembuatan sirup formosa yang
dibuat dengan menambahkan larutan alkali encer dan formaldehid. Sirup formosa
mengandung lebih dari 13% heksosa dan campuran tersebut dapat diubah menjadi gula
alam seperti D-glukosa, D-fruktosa dan D-mannosa (Winarno FG, 2009).
Metode Luff Schrool marupakan metode yang digunakan untuk menetukan kandungan
gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media
alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Prinsip dasar dari dari
metode ini yaitu Tereduksinya kuprioksida (Cu2+) menjadi kupro oksida (Cu⁺) karena
adanya gula pereduksi. Prinsip kerja dari metode ini yaitu Hidrolisis pati oleh asam
menjadi gula pereduksi. Pada penetapan cara Luff, dipakai pereduksi garam Cu
kompleks, dimana glukosa yang bersifat pereduksi akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+
atau CuO direduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Kemudian kelebihan
CuO ditetapkan dengam cara iodometri. Dengan menetapkan blanko, maka
volume (ml) tio yang dibutuhkan untuk menitar kelebihan Cu2+ dapat diketahui. Selisih
volume tioblanko-sample setara dengam jumlah mg glukosa yang terdapat dalam
sampel.
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl
ini didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper. Monosakarida
akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan
direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut
dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan
adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar
penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2)
bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan
membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya
dengan dengan banyaknya oksidator (Underwood, 1996).
III. Alat dan bahan
VI. Pembahasan
Pada percobaan diatas, langkah awal percobaan yaitu ditimbang 1 gram sampel
kemudian dimasukkan kedalam labu alas gelas kemudian ditambahkan dengan 50 ml
akuades. Setelah itu, ditambahkan 10 ml HCl 25% kedalam labu alas gelas tersebut lalu
di refluks selama 3 jam dengan suhu 100 derajat celsius. Dari proses ini terjadi reaksi
(C ¿ ¿ 6 H 12 O6) n+ H 2 O¿ H +¿¿ n C 6 H 12 O 6 yaitu Semua polisakarida yang ada
didalam sampel terhidrolisis membentuk monosakarida. Sambil menunggu refluks
selama 3 jam.
langkah selanjutnya yaitu proses penetapan blanko yang dimana Diambil 10 ml larutan
luff schoorl kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 10 ml
akuades kemudian di refluks selama 10 menit. Setelah di refluks, didiamkan larutan
sampel hingga dingin terlebih dahulu lalu ditambahkan sebanyak 5 ml larutan KI 20%.
Setelah itu ditambahkan 5 ml H2SO4 (1:4), pada penambahan H2SO4 akan terjadi reaksi
2+¿→ Cu2 I2 + I 2 ¿
4 I −¿+2 Cu yaitu Cu 2+¿ ¿ yang dilarutan luff schoorl tereduksi menjadi Cu2 I 2 kemudia
¿
Langkah selanjutnya adalah larutan hasil dari penetapan blanko dititrasi dengan larutan
Natrium tiosulfat hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning jerami. Setelah larutan
tersebut dititrasi, kemudia ditambahkan sebanyak 3 tetes amilum sehingga larutan
tersebut berwarna kompleks biru lalu di titrasi kembali sampai warna birunya hilang
menjadi putih.
Langkah akhir yaitu penetapan karbohidrat pada sampel yang dimana larutan hasil
direfluks tadi selama 3 jam dimasukkan kedalam beker glass kemudian ditambahkan
dengan 3 tetes penolphtalein dan kemudian ditambahkan dengan NaOH 20%. Tujuan
penambahan penolphtalein kedalam larutan sampel yaitu untuk menunjukkan perubahan
pH ketika larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH. Setelah itu larutan uji tersebut
dimasukkan kedalam labu takar 250 ml. Kemudian ditambahkan akuades sampai
mencapai tanda batas labu takar lalu dihomogenkan. Setelah homogen, diambil larutan
uji tersebut sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah terisi
larutan luff schoorl lalu direfluks selama 10 menit. Selama proses refluks terjadi reaksi
R-CHO + Cu 2+¿ ¿ + OH −¿→ ¿ R-COOH + Cu2 O yaitu Cu2+ dalam larutan luff schoorl
akan tereduksi menjadi endapan merah bata Cu2O. Sementara gugus aldehid
monosakarida akan mengalami oksidasi menjadi senyawa” asam karboksilat. Setelah itu
ditambahkan sebanyak 5 ml KI dan H2SO4 kedalam larutan sampel maka akan terjadi
reaksi yang sama seperti pada proses penetapan blanko. Lalu laurutan tersebut di titrasi
menggunakan larutan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat) hingga larutan yang semulai
berwarna merah bata menjadi kuning jerami. Setelah itu ditambahkan indikator amilum
sehingga akan terbentuk senyawa kompleks yang berwarna biru antara amilum dan
iodine yang tersisa. Kemudian di titrasi kembali menggunakan Na2S2O3 hingga warna
birunya hilang (catat volume titran Na2S2O3 untuk penetapan karbohidrat pada sampel).
VII.Kesimpulan
Dari berbagai perlakuan terhadap sampel dalam uji analisa luff schoorl didapat
reaksi yang sesuai dengan teori
Pada saatn pemanasan, digunakan batu didih untuk menjaga tekanan didalam
Erlenmeyer.
Penentuan kadar karbohidrat dengan metode luff schrool dilakukan dengan
menghidrolisis sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada
luff yaitu Cu2+ menjadi Cu+.
VIII. Saran
Dalam menentukan penetapan kadar gula ini, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam
melakukan langkah-langkah percobaan seperti penimbangan sampel awal agar tidak
terjadi kesalahan yang akan berpengaruh pada perhitungan kadar gula sampel. Dalam
praktikum ini cukup sering melakukan perefluksan sehingga dibutuhkan kehati-hatian
dan ketelitian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nielsen, S. S., 2010, Introduction to Food Analysis, In: Nielsen SS (editor.) Food Analysis
4th ed, Springer, USA.
Winarno F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2004.