Anda di halaman 1dari 13

TUGAS STRATEGI PENGENDALIAN KINERJA

ACTIVITY-BASED COSTING DAN ACTIVITY-BASED


MANAGEMENT

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
1. Muhammad Aldy S 023002018009
2. Nian Anggriani 023002018008
3. Taufik Kurniawan 0230020180010

UNIVERSITAS TRISAKTI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KELAS KHUSUS KAMPUS F
A. Peran Strategik ABC
Activity based costing (ABC) adalah pendekatan perhitungan analisis biaya yang
membantu manajemen untuk menganalisis dasar perhitungan biaya secara lebih
bermanfaat, menginformasikan aktivitas seluruh bagian organisasi yang memberikan
gambaran lebih jelas terhadap hubungan antara aktivitas dan biaya. Selain itu, ABC
merupakan dasar upaya untuk memahami pola perilaku seluruh jenis biaya organisasi
yang menghubungkan biaya operasi dalam sebuah rantai nilai agar manajemen mampu
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong terjadinya pengeluaran serta memfokuskan
diri pada jenis biaya kunci, dan selanjutnya mengelola biaya tersebut secara lebih efektif
(Rochaety, 2007: 3-4).
Model ABC ini digunakan untuk mengalokasikan semua biaya, berdasarkan sumber
daya yang digunakan untuk menjalankan aktivitas yang berkaitan dengan produk dan jasa
yang disediakan bagi pelanggan. Model ABC ini didasari pada konsep bahwa untuk
menjalankan suatu rencana, manajemen perusahaan melaksanakan serangkaian
aktivitas. Dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut akan mengkonsumsi sumber
daya, baik berupa material, tenaga kerja, mesin-mesin, gedung, dan sebagainya.
Konsumsi sumber daya ini menimbulkan terjadinya cost atau biaya. Model ABC
mengkaitkan antara aktivitas dengan konsumsi sumber daya.
Model ABC memperbaiki kelemahan mendasar akuntansi biaya “tradisional”, yang
cenderung mengalokasikan biaya overhead berdasarkan volume, sesuai dengan
rasionalitas hubungan biaya overhead dengan basis tertentu, seperti baiay tenaga kerja
langsung, jam tenaga kerja langsung, dan jam kerja mesin.
Activity-based costing dapat berguna jika biaya overhead tinggi dan produk/pelanggan
sangat bervariasi dalam kaitannya dengan kompleksitas dan biaya penanganan. ABC
mengubah indirect cost menjadi direct cost. Sebagai suatu sistem cost management yang
lebih akurat daripada akuntansi biaya tradisional, ABC mengidentifikasi peluang-peluang
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses bisnis dengan menentukan true
cost suatu produk atau jasa.
● Role of Volume Based Costing
Volume based costing dapat menjadi pilihan strategis yang baik untuk
beberapa perusahaan. Hal ini umumnya lebih tepat ketika biaya umum relatif kecil atau
ketika aktivitas yang mendukung produksi produk atau jasa relatif homogen di seluruh
lini produk yang berbeda. Misalnya, untuk perusahaan yang memproduksi produk
kertas dengan kisaran terbatas atau perusahaan yang memproduksi produk pertanian
dengan kisaran yang sempit. Demikian pula, firma jasa profesional (firma hukum, firma
akuntansi, dll.) mungkin tidak memerlukan ABC karena biaya tenaga kerja untuk staf
profesional adalah biaya terbesar perusahaan, dan tenaga kerja juga mudah ditelusuri
ke klien (objek biaya). Untuk perusahaan selain ini, pendekatan ABC mungkin lebih
disukai untuk menghindari distorsi dari overcosting atau undercosting yang mungkin
terjadi dengan menggunakan pendekatan berbasis volume.
● The Two-Stage Cost Assignment Procedure
Pembebanan biaya dua tahap two stage cost assigment membebankan biaya
sumber daya seperti biaya overhead pabrik ke pusat biaya aktivitas atau tempat
penampungan biaya dan kemudian ke objek biaya untuk menentukan jumlah biaya
sumber daya bagi setiap objek biaya. Sistem perhitungan biaya berdasarkan
tradisional membebankan biaya overhead pabrik pertama, ke tempat penampungan
biaya departemen atau pabrik, dan kedua ke produk atau jasa. Meskipun demikian,
prosedur pembebanan biaya tradisional kemungkinan mendistorsi biaya produk atau
jasa. Distorsi akan semakin serius khususnya ketika bagian yang penting dari biaya
overhead pabrik tidak terkait dengan volume output dan perusahaan memproduksi
produk dengan kombinasi yang beragam dengan perbedaan pada volume, ukuran,
atau kompleksitas.
Tahap pertama membebankan biaya overhead pabrik ke aktivitas atau pusat
biaya aktivitas. Tahap kedua membebankan biaya dari aktivitas atau tempat
penampungan biaya aktivitas ke objek biaya dengan menggunakan penggerak biaya
konsumsi aktivitas yang tepat yang mengukur permintaan objek biaya yang
ditempatkan pada aktivitas atau tempat penampungan aktivitas. Prosedur alokasi dua
tahap dalam ABC mengidentifikasi dengan jelas biaya-biaya dari aktivitas suatu
perusahaan.

B. Langkah-langkah Mengembangkan ABC


1. Identifikasi Biaya dan Aktivitas Sumber Daya
Sebagian besar perusahaan mencatat biaya sumber daya dalam akun tertentu dalam
sistem akuntansi. Akun-akun ini sering didasarkan pada fungsi yang mendasari
sumber daya yang disertakan, seperti pembelian, pemasaran, dan perlengkapan
kantor. Langkah pertama dalam proses ABC adalah menentukan sumber daya mana
di setiap akun yang dikonsumsi oleh aktivitas yang diidentifikasi. Biaya sumber daya
yang dikonsumsi untuk aktivitas tertentu mungkin hanya sebagian kecil dari biaya
dalam akun tertentu. Misalnya, akun persediaan pabrik tunggal dapat mencakup biaya
sumber daya yang dikonsumsi oleh beberapa operasi manufaktur yang berbeda. Juga,
sumber daya untuk melakukan suatu aktivitas dapat berasal dari beberapa akun.
Misalnya, pemenuhan pesanan mungkin memerlukan sumber daya dari pergudangan,
pengiriman, dan akun penagihan. Analisis aktivitas mengidentifikasi pekerjaan yang
dilakukan untuk menjalankan operasi perusahaan. Ini mencakup pengumpulan data
dari dokumen dan catatan yang ada, serta pengumpulan data tambahan dengan
menggunakan kuesioner, observasi, atau wawancara dengan personel kunci.
Pertanyaan yang biasanya ditanyakan oleh anggota tim proyek ABC kepada karyawan
atau manajer dalam mengumpulkan data aktivitas meliputi:Pekerjaan atau kegiatan
apa yang Anda lakukan? Berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk melakukan
aktivitas ini? Sumber daya apa yang diperlukan untuk melakukan aktivitas ini?Nilai apa
yang dimiliki aktivitas untuk produk, layanan, pelanggan, atau organisasi?
Dengan bantuan tenaga ahli atau teknisi dan akuntan dalam perusahaan, tim juga
mengumpulkan data aktivitas dengan mengamati pekerjaan yang dilakukan dan
membuat daftar semua aktivitas yang terlibat
2. Tetapkan Biaya Sumber Daya untuk Aktivitas
Aktivitas mendorong konsumsi sumber daya, jadi langkah selanjutnya adalah
menggunakan penggerak konsumsi sumber daya untuk membebankan biaya sumber
daya ke aktivitas. Perusahaan harus memilih pemicu biaya konsumsi sumber daya
berdasarkan hubungan sebab-akibat. Pemicu biaya konsumsi sumber daya yang
umum mencakup jumlah (1) jam kerja untuk aktivitas padat karya, (2) karyawan untuk
aktivitas terkait penggajian, (3) pengaturan untuk aktivitas terkait batch, (4)
perpindahan untuk aktivitas penanganan material, ( 5) jam mesin untuk perbaikan dan
pemeliharaan mesin, dan (6) kaki persegi untuk kegiatan pemeliharaan dan
pembersihan umum. Idealnya, biaya sumber daya secara langsung ditelusuri atau
dibebankan ke kegiatan, yang memerlukan pengukuran penggunaan sumber daya
yang sebenarnya oleh suatu kegiatan. Misalnya, daya yang digunakan untuk
mengoperasikan mesin dapat dilacak langsung ke operasi mesin itu dengan membaca
meteran yang terpasang pada mesin. Ketika penelusuran langsung tidak tersedia,
manajer departemen dan penyelia perlu memperkirakan jumlah atau persentase waktu
(atau upaya) yang dihabiskan karyawan untuk setiap aktivitas yang diidentifikasi.
3. Tetapkan Biaya Aktivitas untuk Objek Biaya
Langkah terakhir adalah membebankan biaya aktivitas ke item yang menarik, yang
secara umum disebut objek biaya, berdasarkan pemicu biaya konsumsi aktivitas yang
sesuai. Objek biaya adalah output yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan dan,
biasanya, adalah produk atau jasa; namun, pelanggan, proyek, dan bahkan unit bisnis
dapat menjadi objek biaya. Misalnya, objek biaya perusahaan asuransi dapat berupa
polis asuransi individu yang dijual kepada pelanggan, klaim yang diproses, jenis polis
yang ditawarkan, agen asuransi, atau divisi perusahaan.

• Keuntungan dari Activity-Based Costing (ABC)


1. Ukuran profitabilitas yang lebiuh baik.
ABC memberikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarah ke
pengukuran profitabilitas produk dan pelanggan yang lebih akurat.
2. Pengambilan keputusan yang lebih baik.
ABC memberikan pengukuran biaya penggerak aktivitas yang lebih akurat, membantu
manajer meningkatkan nilai produk dan proses dengan membuat keputusan desain
produk yang lebih baik dan keputusan dukungan pelanggan yang lebih baik serta
mendorong proyek peningkatan nilai
3. Peningkatan proses.
Sistem ABC menyediakan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi area di mana
perbaikan proses diperlukan.
4. Peningkatan perencanaan.
Peningkatan biaya produk menghasilkan perkiraan biaya yang lebih baik untuk
penganggaran dan perencanaan.
5. Identifikasi biaya kapasitas yang tidak terpakai.
Karena banyak perusahaan memiliki fluktuasi musiman dan siklus dalam penjualan dan
produksi, ada kalanya kapasitas pabrik dipasok tetapi tidak digunakan. Ini dapat berarti
bahwa biaya dikeluarkan untuk aktivitas pada tingkat batch, produk, dan fasilitas tetapi
tidak digunakan. Sistem ABC memberikan informasi yang lebih baik untuk
mengidentifikasi biaya kapasitas yang tidak digunakan dan memelihara akuntansi terpisah
untuk biaya ini. Misalnya, jika seorang manajer pabrik memutuskan untuk menambah
kapasitas dengan harapan peningkatan penjualan dan produksi di masa depan, maka
biaya kapasitas tambahan tersebut tidak boleh dibebankan pada produksi saat ini tetapi
dibebankan sebagai biaya sekaligus dalam biaya pabrik. Secara keseluruhan, tujuannya
adalah untuk mengelola tingkat kapasitas untuk mengurangi biaya penggunaan kapasitas
yang kurang dan untuk menetapkan harga produk dan layanan dengan benar.

C. Perbandingan Activity-Based Costing (ABC) dan Volume-Based Costing (VBC)


Membandingkan volume-based costing yang hanya menggunakan biaya tenaga kerja
langsung sebagai pemicu biaya (cost driver) dengan activity-based cost system yang
menggunakan volume-based cost drivers dan activity-based cost drivers.
Haymart BioTech Inc. (HBT) memproduksi dan menjual 2 (dua) sistem komunikasi
yang aman, AW (Anywhere) dan SZ (SecureZone). AW menggunakan teknologi satelit dan
mengizinkan pelanggan untuk berkomunikasi dimanapun di bumi. SZ menggunakan
teknologi yang serupa namun hanya memungkinkan komunikasi antara dua pihak yang
berada dalam jarak 10 mil satu sama lain. SZ telah sukses selama hampir 10 tahun dan
telah mengalami sejumlah perbaikan saat ini; penjualan diperkirakan akan terus tumbuh
pada 8–10% per tahun. AW, produk yang lebih baru, juga berhasil, tetapi permintaan belum
sekuat itu dan pertumbuhan penjualan diperkirakan 3-5% per tahun. Karena profitabilitas
yang lebih tinggi dari sistem AW, HBT sedang mempertimbangkan kampanye iklan
ekstensif untuk meningkatkan penjualan AW dan membuat rencana untuk merelokasi
fasilitas manufaktur dari SZ ke AW untuk memungkinkan hal ini. HBT memiliki data operasi
berikut untuk kedua produk:
Volume-Based Costing
Volume-based costing system menentukan factory overhead (FOH) berdasarkan direct
labor hours (DLH). Perusahaan memiliki total FOH yang dianggarkan sebesar $2.000.000.
Karena perusahaan menganggarkan 100.000 DLH per tahun, tarif FOH $20 per DLH:

Perusahaan menggunakan 25.000 DLH untuk memproduksi 5.000 unit AW, jadi FOH yang
diberikan kepada AW $500.000 secara total dan $100 per unit:

FOH untuk SZ adalah $1.500.000 secara total dan $75 per unit karena perusahaan
menghabiskan 75.000 DLH untuk memproduksi 20.000 unit SZ:

Gambar dibawah ini menunjukkan analisis profitabilitas produk menggunakan volume


based-costing system perusahaan.

Activity-Based Costing
Untuk dapat membebankan biaya aktivitas ke objek biaya, HBT mengidentifikasi aktivitas
berikut, biaya yang dianggarkan, dan pemicu biaya konsumsi aktivitas pada langkah 1 dan
2 dari metode ABC.

HBT juga mengumpulkan data operasi berikut yang berkaitan dengan masing-masing
produknya:
Dengan menggunakan data sebelumnya, tingkat pemicu biaya untuk setiap pemicu biaya
konsumsi aktivitas dihitung sebagai berikut:
Biaya FOH dibebankan ke kedua produk dengan perhitungan dibawah ini:

Gambar dibawah ini menunjukkan analisis profitabilitas produk menggunakan activity


based-costing system perusahaan.

Gambar dibawah ini membandingkan biaya produk (product cost) dan margin keuntungan
(profit margin) dengan dua sistem biaya.
Perbandingan menunjukkan bahwa volume-based product costing system secara
signifikan menurunkan biaya AW dan membebani SZ ketika mempertimbangkan konsumsi
overhead aktual dari kedua produk. Overcosting/undercosting ini kadang-kadang disebut
subsidi silang. Seringkali, subsidi silang mengarah pada undercosting pada produk
bervolume rendah (seperti untuk AW) dan overcosting pada produk bervolume tinggi
(seperti untuk SZ) dengan menggunakan pendekatan berbasis volume.
Sebagai contoh tambahan singkat, asumsikan bahwa produk A diproduksi dalam
batch 10 unit, sedangkan produk B diproduksi dalam batch 100 unit, dan biaya tingkat
batch adalah $100 per batch. Metode ABC akan menghitung biaya per unit dari biaya batch
sebagai $100:10 = $10 per unit untuk batch volume rendah dan $100 100 = $1 per unit
untuk batch volume tinggi. Sebaliknya, metode berbasis volume akan menghitung biaya
dua batch dan membagi persamaan ini sama dengan 110 unit yang diproduksi: $200:110
= $1,82 per unit. Menggunakan metode volume-based, produk bervolume tinggi
overcosted ($1,82 vs. $1), dan produk bervolume rendah undercosted ($1,82 vs. $10).
Penetapan biaya produk yang terdistorsi atau tidak akurat dapat menyebabkan penilaian
persediaan yang tidak tepat, penetapan harga yang tidak realistis, alokasi sumber daya
yang tidak efektif, fokus strategi yang salah tempat, salah mengidentifikasi faktor
keberhasilan kritis, dan kehilangan keunggulan kompetitif.

D. Activity-Based Management (ABM)


Manajemen berbasis aktivitas (ABM) mengelola sumber daya dan aktivitas untuk
meningkatkan nilai produk atau layanan kepada pelanggan dan meningkatkan daya saing
dan profitabilitas perusahaan. ABM menggunakan ABC sebagai sumber informasi utama
dan berfokus pada efisiensi dan efektivitas proses dan aktivitas bisnis utama. Dengan
menggunakan ABM, manajemen dapat mengidentifikasi cara untuk meningkatkan operasi,
mengurangi biaya, atau meningkatkan nilai bagi pelanggan, yang semuanya dapat
meningkatkan daya saing perusahaan.
Aplikasi ABM dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: ABM operasional dan ABM
strategis. Operasional ABM meningkatkan efisiensi operasional dan pemanfaatan aset
serta biaya yang lebih rendah; fokusnya adalah melakukan sesuatu dengan benar dan
melakukan aktivitas dengan lebih efisien. Aplikasi ABM operasional menggunakan teknik
manajemen seperti analisis aktivitas, peningkatan proses bisnis, manajemen kualitas total,
dan pengukuran kinerja.
Strategis ABM berfokus pada memilih aktivitas yang sesuai untuk operasi,
menghilangkan aktivitas yang tidak penting, dan memilih pelanggan yang paling
menguntungkan. Aplikasi ABM strategis menggunakan teknik manajemen seperti desain
proses, analisis profitabilitas pelanggan, dan analisis rantai nilai, yang semuanya dapat
mengubah permintaan aktivitas dan meningkatkan profitabilitas melalui peningkatan
efisiensi aktivitas. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan strategis dan operasional
ABC/ABM (ABC/M).

Activity Analysis
Untuk menjadi kompetitif, perusahaan harus menilai setiap aktivitasnya berdasarkan
kebutuhannya dengan produk atau pelanggan, efisiensinya, dan kandungan nilainya.
Idealnya, sebuah perusahaan melakukan aktivitas karena salah satu alasan berikut:
● Hal ini diperlukan untuk memenuhi spesifikasi produk atau jasa atau memenuhi
permintaan pelanggan.
● Hal ini diperlukan untuk mempertahankan organisasi.
● Dianggap bermanfaat bagi perusahaan
Value-Added Analysis
Menghilangkan aktivitas yang menambah sedikit atau tidak ada nilai bagi pelanggan
mengurangi konsumsi sumber daya dan memungkinkan perusahaan untuk fokus pada
aktivitas yang meningkatkan kepuasan pelanggan.
Untuk memastikan bahwa tidak ada kegiatan yang terlewatkan dalam analisis nilai tambah,
manajemen mungkin ingin menyiapkan process map. Process map adalah diagram yang
mengidentifikasi setiap langkah yang saat ini terlibat dalam pembuatan produk atau
penyediaan layanan. Pengembangan process map harus mencakup masukan dari mereka
yang saat ini terlibat dalam menyediakan produk atau layanan.
Aktivitas bernilai tambah tinggi (high-value-added activity) meningkatkan secara signifikan
nilai produk atau layanan kepada pelanggan. Penghapusan aktivitas bernilai tambah tinggi
menurunkan nilai produk atau jasa kepada pelanggan. Aktivitas bernilai tambah rendah
(low-value-added activity) menghabiskan waktu, sumber daya, atau ruang, tetapi
menambahkan sedikit dalam hal memuaskan kebutuhan pelanggan. Jika dihilangkan, nilai
atau kepuasan pelanggan berkurang secara tidak kasat mata atau tetap tidak berubah.
Contoh : Televisi Penyiaran Berita
Aktivitas bernilai tambah tinggi adalah aktivitas yang, jika dihilangkan, akan
memengaruhi keakuratan dan efektivitas siaran berita dan menurunkan jumlah pemirsa
serta peringkat untuk slot waktu tersebut.
1. Aktivitas yang meningkatkan akurasi
• Verifikasi sumber cerita dan informasi yang diperoleh
2. Kegiatan yang meningkatkan efektivitas
• Jurnalisme elektronik yang efisien untuk memastikan segmen rekaman yang
efektif
• Urutan cerita siaran berita direncanakan sehingga pemirsa dapat mengikuti
dari satu cerita ke cerita berikutnya
• Penulisan berita yang bermakna
• Isi siaran berita direncanakan agar pemirsa mendapatkan cerita yang terbaik
Aktivitas bernilai tambah rendah adalah aktivitas yang, jika dihilangkan, tidak akan
mempengaruhi akurasi dan efektivitas siaran berita. Aktivitas tersebut tidak
memberikan kontribusi apa pun pada upaya retensi pemirsa dan peningkatan peringkat.
• Mengembangkan cerita yang tidak digunakan dalam siaran berita
• Menugaskan lebih dari satu orang untuk mengembangkan setiap segi dari berita
yang sama
• Siaran berita tidak selesai tepat waktu karena satu atau lebih proses yang tidak
efisien
• Terlalu banyak karyawan pada shift atau proyek tertentu

E. Analisis Profitabilitas Pelanggan


1. Pengertian Customer Profit Analysis
a. Horngen et al. (2003: 475) menjelaskan Customer Profitability Analysis
sebagai sebuah analisis dan pelaporan pendapatan yang diperoleh dari
pelanggan dan biaya–biaya yang terjadi untuk memperoleh pendapatan
tersebut.
b. Hilton et al. (2003: 159) menjelaskan Customer Profitability Analysis sebagai
pendekatan manajemen biaya yang mengindentifikasikan biaya dan manfaat
dari pelayanan kepada pelanggan atau kelompok pelanggan tertentu untuk
meningkatkan profitabilitas organisasi (perusahaan) secara keseluruhan.
c. Menurut Kotler, Leong dan Tan (1999) dalam Mia (2003), Profitability Customer
merupakan suatu arus pendapatan yang diterima perusahaan dari aktivitas
penjualan, dimana pendapatan lebih besar dari biaya–biaya yang telah
dikeluarkan dalam menawarkan, menjual, dan melayani pelanggan.
2. Urgensi dan Manfaat Customer Profit Analysis
Customer profit analysis (CPA) merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk
menentukan strategi dalam memaksimalkan laba. Dengan CPA, sebuah perusahaan
mampu mengklasifikasikan pelanggan berdasarkan kontribusi pelanggan tersebut
terhadap laba perusahaan. Pengklasifikasian tersebut dilakukan dengan menilai
berapa revenue yang dihasilkan dari seorang atau sekelompok pelanggan, dan
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendaptkan revenue dari seorang
atau sekelompok pelanggan tersebut. Blocher et al (2019: 152) menyebutkan
manajemen perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut:
a. Mengidentifikasi pelanggan yang sangat profitable
b. Mengatur batas biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan-pelanggan
tertentu
c. Memperkenalkan produk baru kepada pelanggan
d. Menghentikan produk, jasa atau pelanggan yang unprofitable
e. Menawarkan discount untuk mendapatkan biaya pelayanan yang rendah
f. Menentukan after-sale sevices yang diberikan kepada pelanggan.
3. Penerapan Customer Profit Analysis
Customer Profit Analysis dilakukan dengan membandingkan revenue yang dihasilkan
dari selompok pelanggan dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melayani
pelanggan tersebut.

Revenue
Perushaan mencari net sales yang dihasilakan dari seorang atau sekelompok pelanggan
dengan rumus sebagai berikut:

Total Sales XXX


Less : Sales Discount (XXX)
Net Invoice Amount XXX
Less : Sales Return and Allowance (XXX)
Cash Discount (XXX)
Net Sales XXX
Less : COGS (XXX)
Net Sales XXX

Net Sales tersebut menggambarkan cash in flow yang diterima atau akan diterima dari
pelanggan. Namun, net sales tidak menggambarkan profit yang diperoleh perusahaan. Untuk
memperoleh gambaran terkait profit yang dihasilkan oleh masing masing pelanggan,
manajemen perusahaan harus menjalankan customer cost analysis.

Biaya (Cost Analysis)


Perusahaan mengelompokkan cost berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk melayani
pelanggan. Biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan dikelompokkan lagi menjadi
beberapa bagian. Blocher (2019: 153) mengelompokkan biaya menjadi beberapa bagian
berikut:
A. Customer unit-Level Cost
Customer unit-Level Cost merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tiap tiap unit yang dijual
kepada pelanggan. Contoh biaya biaya yang masuk dalam Customer unit-Level Cost adalah
freight per unit, biaya restocking per unit, dan biaya pengembalian per unit.
B. Customer Batch-Level Cost
Customer Batch-Level Cost merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan berdasarkan
aktivitas yang dijalankan untuk memeberi layanan kepada pelanggan. Contoh biaya yang
masuk dalam Customer Batch-Level Cost antara lain, biaya pemrosesan pesanan, biaya
pengembalian barang, allowance untuk setiap garansi yang disetujui.
C. Customer-Sustaining Cost
Customer-Sustaining Cost adalah biaya yang dikeluarkan terkait pelanggan, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam customer unti level cost dan customer batch level cost. Contoh dari
biaya Customer-Sustaining Cost antara lain biaya perjalanan untuk kunjungan ke pelanggan,
laporan bulanan, dan biaya yang timbul dari pembayaran yang melewati tanggal jatuh tempo.
D. Distribution-Channel Cost
Distribution-Channel Cost adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiah kanal
distribusi barang. Contoh biaya Distribution-Channel Cost adalah biaya penyimpanan di
Gudang,
E. Sales-Sustaining Cost
Sales-Sustaining Cost adalah biaya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan revenue tetapi
tidak dapat dilekatkan pada jenis jenis biaya yang lain.
Blocher et al (153: 2019) membuat contoh contoh pengklasifikasian biaya sebagaimana
gamabar dibawah ini:

Customer Profit Analysis


Setelah manajemen peruhaan mendapatkan net sales dan customer cost dari masing masing
pelanggan, manajemen perusahaan dapat menyusun customer profit analysis. Pada CPA,
manajemen perusahaan mampu melihat pelanggan mana yang memberikan kontribusi profit
terbesar kepada perusahaan. Adapun contoh dari CPA dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Customer Lifetime Value


Untuk menyediakan informasi yang lebih bermanfaat, manajemen perusahaan mengolah hasil
CPA menjadi customer lifetime value (CLV). CLV dapat digunakan untuk menilai dari sebuah
pelanggan dan menentukan bagaimana marketing dan jasa support harus dialokasikan untuk
pelanggan-pelanggan tertentu.

F. Kunci Sukses Penerapan ABC dan ABM Costing


Blocher et al (2019: 158) menyebutkan beberapa kiat untuk menjalankan ABC costing dan
ABM costing. Kiat kiat tersebut antara lain:
a. Melibatkan manajemen dan peagawai dalam penyusunan ABC system
Dengan melibatkan manajemen dan pegawai dalam penyusunan ABC system akan membuat
manajemen dan pegawai untuk mengenal ABC system secara lebih mendalam. Hal tesebut
dapat membuat manajemen dan pegawai mempunyai keinginan yang lebih besar untuk terlibat
dalam pengelolaan sistem.
b. Menggunakan ABC costing atau ABM costing pada sebuah pekerjaan yang
kemungkinan akan berhasil dijalaksanakan
Dengan melihat bagaimana ABC costing dan ABM costing berperan dalam keberhasilan
perusahaan, manajemen dan pegawai mampu melihat perbedaan pada sebuah sistem tanpa
ABC costing dan ABM costing, dengan sebuah sistem yang menerapkan ABC costing dan
ABM costing. Hal tersebut akan meningkatkan kesadaran manajemen dan pegawai terhadap
pentingnya sistem costing.
c. Menjaga inti dari ABC Costing dan ABM costing tetap sederhana
Dengan menjaga design sistem costing tetap sederhana, perusahaan mampu memitigasi
risiko adanya manajemen atau pegawai yang kewalahan, menjaga biaya tetap rendah, dan
mengurangi waktu implementasi.

Anda mungkin juga menyukai