Anda di halaman 1dari 22

RESUME MANAJEMEN BIAYA

Dosen :
Dr. Sugianto, SE., M.Si., Ak

Disusun Oleh :
Roidah Sahda (C 301 21 175)

JURUSAN AKUNTANSI NON-REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
CHAPTER 4
(ACTIVITY BASED COSTING, ACTIVITY BASED
MANAGEMENT, & ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN)

Peran Strategis Dari Activity-Based Costing


Activity-Based Costing (ABC) atau perhitungan biaya berdasarkan aktivitas adalah suatu metode
untuk meningkatkan akurasi dalam penentuan biaya.
Sebagai contoh bayangkan kamu dan 2 temanmu (Al dan Joe) adalah manajer dalam perusahaan
manufaktur furnitur. Dalam perusahaan tersebut terdapat 3 lini produk yaitu, pembuatan sofa yang
dikendalikan oleh Al, pembuatan furnitur ruang makan yang dikendalikan oleh Joe, dan pembuatan furnitur
kamar tidur yang kamu kendalikan. Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja dibebankan langsung ke
masing-masing lini produk. Dan juga, ada biaya produksi tidak langsung (overhead) yang diasosiasikan
dengan aktivitas yang tidak bisa dibebankan kepada satu produk saja. Biaya ini meliputi: perolehan bahan,
penyimpanan dan pengelolaan bahan, inspeksi produk, pengawasan produksi, penjadwalan pekerjaan,
pemeliharaan alat, dan pemotongan kain. Bagaimana jika perusahaan memutuskan untuk membebankan
“bagian yang adil” kepada tiap manajer produk dari total biaya tidak langsung menggunakan proporsi unit
yang dihasilkan di area suatu manajer relatif dengan total unit yang diproduksi? Pendekatan ini disebut
dengan Volume-Based Costing. Perlu diperhatikan apabila proporsi yang digunakan didasarkan pada unit
produk, jam tenaga kerja langsung, atau jam mesin, semua ini adalah perhitungan yang didasarkan pada
volume (Volume-Based).
Namun dalam kasus yang sering terjadi, penggunaan aktivitas-aktivitas tersebut tidak proporsional
dengan jumlah unit yang diproduksi, maka beberapa manajer akan terkena biaya lebih dan manajer lainnya
akan terkena biaya yang terlalu rendah berdasarkan pendekatan Volume-Based. Misalkan Al bersikeras
untuk melakukan inspeksi lebih sering pada produksinya, maka seharusnya dia sendiri yang dikenakan
biaya overhead (inspeksi) dengan proporsi yang lebih tinggi. Lagi pula, kenapa kamu harus membayar biaya
pemotongan kain apabila furnitur kamar tidurmu tidak membutuhkan kain?
Pertimbangan lainnya adalah metode Volume-Based hanya memberikan sedikit insentif bagi
manajer untuk mengontrol biaya tidak langsung. Sayangnya, satu-satunya cara untuk mengurangi bagianmu
dalam biaya tidak langsung adalah untuk mengurangi unit yang diproduksi (atau berharap Joe dan Al
meningkatkan produksi mereka). Salah satu solusi dari permasalahan ini adalah untuk menggunakan
Activity-Based Cost dalam membebankan biaya tidak langsung ini ke produk, dengan menggunakan
informasi detail tentang aktivitas yang membentuk biaya tidak langsung.

Peran Dari Perhitungan Biaya Berdasarkan Volume (Volume-Based Costing)

Volume-Based Costing dapat menjadi strategi yang baik untuk beberapa perusahaan. Volume-Based
Costing umumnya tepat digunakan ketika biaya secara umum relatif kecil atau ketika aktivitas yang
mendukung produksi relatif homogen. Untuk perusahaan yang memproduksi kertas dengan
jangkauan/ruang lingkup terbatas atau sebuah perusahaan yang memproduksi produk pertanian dengan
ruang lingkup yang kecil menggunakan Volume-Based Costing bisa menjadi pilihan yang tepat.

Activity-Based Costing

Sistem penetapan biaya melibatkan pemahaman hubungan antara sumber daya, aktivitas, dan
produk/jasa. Sumber daya digunakan dalam aktivitas, sementara produk/jasa merupakan hasil dari aktivitas
tersebut. Sistem penetapan biaya membebankan biaya sumber daya ke objek biaya berdasarkan aktivitas
yang dicurahkan untuk objek biaya tersebut.
Aktivitas adalah suatu tugas, tindakan, atau unit pekerjaan unit tertentu. Sebuah aktivitas dapat
berupa tindakan tunggal atau agregasi dari beberapa tindakan. Aktivitas sering tercantum dalam Activity
Dictionary.
Sumber daya adalah suatu elemen ekonomik yang dibutuhkan atau digunakan dalam melakukan
aktivitas. Tenaga kerja dan bahan, adalah contoh sumber daya yang dibutuhkan dalam melaksanakan
aktivitas produksi.
Penggerak biaya/cost driver adalah suatu faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya suatu
aktivitas. Karena penggerak biaya menyebabkan perubahan biaya, jumlah penggerak biaya yang diukur atau
dikuantifikasi adalah dasar yang sangat baik untuk menetapkan biaya sumber daya untuk aktivitas dan untuk
menetapkan biaya hubungan aktivitas dengan objek biaya.
Penggerak biaya terbagi menjadi 2:
a. Penggerak biaya konsumsi sumber daya, adalah ukuran permintaan sumber daya oleh suatu
aktivitas.
b. Penggerak biaya konsumsi aktivitas, adalah ukuran permintaan terhadap sumber daya oleh produk,
layanan, atau pelanggan.

Penetapan biaya berbasis aktivitas (ABC) adalah metode penetapan biaya yang membebankan biaya
sumber daya ke objek biaya seperti produk, layanan, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang ditugaskan
ke objek biaya. Dasar dari metode penetapan biaya ini adalah produk atau jasa suatu perusahaan
merupakan hasil aktivitas dan hubungan antar aktivitas yang memerlukan biaya sumber daya. Biaya sumber
daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan sumber daya (penggerak konsumsi
sumber daya), dan biaya aktivitas dialokasikan ke objek biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk
objek biaya (penggerak konsumsi sumber daya). ABC mengenali hubungan langsung atau sebab-akibat
antara biaya sumber daya, pemicu biaya, aktivitas, dan objek biaya dengan cara mengalokasikan biaya ke
aktivitas dan kemudian mengalokasikan biaya ke objek biaya. ABC mengalokasikan biaya overhead pabrik
ke objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas serta biaya dan
kuantitas yang diperlukan untuk menghasilkan hasil. Dengan menggunakan penggerak biaya konsumsi
sumber daya, suatu bisnis menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas, menghitung
biaya unit aktivitas tersebut, dan kemudian menetapkan biaya aktivitas untuk objek biaya dengan
mengalikan biaya setiap aktivitas dengan kuantitas aktivitas konsumsi setiap objek biaya.

Prosedur Penetapan Biaya Dua Tahap

Prosedur penetapan biaya dua tahap menetapkan biaya sumber daya seperti biaya overhead pabrik
ke kumpulan biaya aktivitas dan kemudian ke objek biaya untuk menentukan jumlah biaya sumber daya
untuk masing-masing objek biaya. Sistem penetapan biaya berbasis volume menetapkan biaya overhead
pabrik terlebih dahulu ke kumpulan biaya pabrik atau departemen dan kedua ke produk atau layanan.

Prosedur Penetapan Biaya Dua Tahap Berbasis Volume


Prosedur Penetapan Biaya Dua Tahap Berbasis Aktivitas

Pada langkah pertama penetapan biaya volume, biaya overhead pabrik digabungkan menjadi satu
kumpulan biaya pabrik atau beberapa kumpulan biaya departemen. Pendekatan ini sederhana karena
banyak sistem akuntansi yang digunakan saat ini mengumpulkan informasi biaya berdasarkan departemen,
yang dapat dengan mudah dikumpulkan di tingkat pabrik. Pada langkah kedua, penetapan harga
berdasarkan volume (berdasarkan jumlah produk yang diproduksi atau jumlah jam yang dihabiskan dalam
produksi) kemudian digunakan untuk menerapkan biaya overhead pada setiap objek biaya. Namun,
prosedur penetapan harga yang ketat berdasarkan volume dapat mendistorsi biaya produk atau layanan.
Hal ini terutama berlaku pada tahap kedua, ketika sistem penetapan biaya volume menggunakan faktor-
faktor biaya seperti tenaga kerja langsung atau unit produksi untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik.
Karena tidak semua produk atau jasa mengkonsumsi sumber daya overhead pabrik secara proporsional
dengan angka berbasis volume yang digunakan perusahaan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik,
maka kualitas sistem berbasis volume seringkali menyebabkan pengukuran biaya aktivitas pendukung
dalam operasinya tidak akurat. Distorsi ini menjadi lebih parah ketika perusahaan memproduksi berbagai
produk dengan kuantitas, ukuran, atau kompleksitas yang berbeda-beda, dan sebagian besar biaya
dialokasikan tidak terkait dengan volume produksi
Sistem ABC berbeda dari sistem penetapan biaya Volume-Based dimana ABC menghubungkan
penggunaan sumber daya ke aktivitas dan menghubungkan biaya aktivitas ke produk, layanan, atau
pelanggan. Tahap pertama penetapan biaya overhead pabrik untuk kegiatan dengan menggunakan
penggerak biaya konsumsi sumber daya yang sesuai. Tahap kedua menetapkan biaya aktivitas untuk objek
biaya menggunakan penggerak biaya konsumsi aktivitas yang sesuai yang mengukur tuntutan objek biaya
untuk kegiatan tersebut. Dengan menggunakan penggerak biaya dalam penetapan biaya tahap pertama dan
kedua, ABC sistem menyediakan pengukuran yang lebih akurat dari biaya produk atau layanan untuk biaya
aktivitas yang tidak sebanding dengan volume output yang dihasilkan. Singkatnya, sistem ABC berbeda dari
sistem biaya Volume-Based dalam dua cara. Pertama, sistem ABC mendefinisikan kumpulan biaya sebagai
aktivitas daripada pabrik produksi atau pusat biaya departemen. Kedua, penggerak biaya yang digunakan
sistem ABC untuk menetapkan biaya aktivitas ke objek biaya adalah penggerak berdasarkan aktivitas atau
aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya. Pendekatan Volume-Based menggunakan penggerak biaya
berbasis volume yang sering memiliki sedikit atau tidak ada hubungan dengan konsumsi sumber daya oleh
objek biaya.

Langkah-Langkah Dalam Mengembangkan Sistem ABC


Langkah 1: Mengidentifikasi Biaya Sumber daya dan Aktivitas
Sebagian besar perusahaan mencatat biaya sumber daya dalam akun tertentu dalam sistem
akuntansi. Akun-akun ini sering didasarkan pada fungsi yang mendasari sumber daya yang disertakan,
seperti pembelian, pemasaran, dan perlengkapan kantor. Langkah pertama dalam proses ABC adalah
menentukan sumber daya mana di setiap akun yang dikonsumsi oleh aktivitas yang diidentifikasi. Biaya
sumber daya yang dikonsumsi untuk kegiatan tertentu mungkin hanya sebagian kecil dari biaya di akun
tertentu. Juga, sumber daya untuk melakukan aktivitas mungkin berasal dari beberapa akun.
Analisis aktivitas mengidentifikasi pekerjaan yang dilakukan untuk melaksanakan operasi perusahaan.
Pertanyaan yang biasanya ditanyakan oleh anggota tim proyek ABC kepada karyawan atau manajer dalam
mengumpulkan data aktivitas meliputi:
- Pekerjaan atau aktivitas apa yang dilakukan?
- Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan ini?
- Sumber daya apa yang diperlukan untuk melakukan kegiatan ini?
- Nilai apa yang dimiliki aktivitas untuk produk, layanan, pelanggan, atau organisasi?

Untuk mengidentifikasi biaya sumber daya berbagai aktivitas, perusahaan mengklasifikasikan aktivitas
berdasarkan bagaimana aktivitas menggunakan sumber daya.
1. Aktivitas tingkat unit dilakukan oleh tiap unit individu suatu produk atau jasa perusahaan.
Penggerak biaya konsumsi sumber daya dan penggerak biaya konsumsi aktivitas kemungkinan
besar akan sama dalan aktivitas tingkat unit ini.
2. Aktivitas tingkat batch dilakukan oleh tiap batch atau grup dari produk atau jasa.
3. Aktivitas tingkat produk mendukung produksi spesifik dari barang/jasa.
4. Aktivitas tingkat fasilitas mendukung demua operasi secara umum. Aktivitas-aktivitas ini tidak
disebabkan oleh produk atau pelayanan konsumen dan tidak bisa dibebankan ke unit individu,
batch, atau produk. Beberapa perusahaan menyebut kegiatan ini sebagai aktivitas bisnis atau
aktivitas keberlanjutan infrastruktur.

Langkah 2: Menetapkan Biaya Sumber Daya ke Aktivitas


Aktivitas menentukan konsumsi sumber daya. Oleh karena itu, langkah selanjutnya adalah
menggunakan penggerak konsumsi sumber daya untuk mengalokasikan biaya sumber daya ke aktivitas.
Perusahaan harus memilih pemicu biaya konsumsi sumber daya berdasarkan hubungan sebab dan akibat.
Faktor-faktor yang menentukan biaya konsumsi sumber daya meliputi jumlah (1) jam kerja untuk kegiatan
padat karya; (2) karyawan untuk aktivitas yang berhubungan dengan penggajian; (3) parameter untuk
operasi batch; (4) transfer ke operasi pemrosesan; (5) jam kerja mesin untuk perbaikan dan pemeliharaan
mesin; dan (6) Square-foot untuk kegiatan pemeliharaan dan pembersihan umum. Idealnya, biaya sumber
daya dialokasikan langsung ke aktivitas, sehingga memerlukan pengukuran penggunaan sumber daya
aktual dari suatu aktivitas.

Langkah 3: Menetapkan Biaya Aktivitas ke Objek Biaya


Langkah terakhir adalah menetapkan biaya aktivitas ke objek biaya, berdasarkan penggerak biaya
konsumsi aktivitas yang sesuai. Objek biaya adalah output yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan, dan
biasanya adalah produk atau layanan; namun, pelanggan, proyek, dan bahkan unit bisnis dapat menjadi
objek biaya.

Manfaat Activity-Based Costing

1. Ukuran profitabilitas yang lebih baik. ABC menyediakan biaya produk yang lebih akurat dan
informatif, yang mengarah ke pengukuran profitabilitas produk dan konsumen yang lebih baik.
2. Pengambilan keputusan yang lebih baik. ABC memberikan pengukuran penggerak biaya aktivitas
yang lebih akurat, yang membantu manajer dalam meningkatkan nilai produk dengan pengambilan
keputusan yang lebiih baik.
3. Peningkatan proses. Sistem ABC memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi
are yang memerlukan peningkatan.
4. Perencanaan yang lebih meningkat. Biaya objek yang lebih baik mengarah ke estimasi biaya
untuk anggaran dan perencanaan yang lebih baik.
5. Biaya kapasitas yang tidak terpakai. Karena banyak perusahaan memiliki fluktuasi musiman dan
siklus dalam penjualan dan produksi, ada kalanya kapasitas pabrik dipasok tetapi tidak digunakan.
Ini dapat berarti bahwa biaya dikeluarkan untuk kegiatan di tingkat batch, produk, dan fasilitas tidak
digunakan. Sistem ABC memberikan informasi yang lebih baik untuk mengidentifikasi biaya
kapasitas yang tidak digunakan dan mempertahankan akuntansi terpisah untuk biaya ini.
Perbandingan Metode Volume-Based dan Activity-Based Costing
Contoh berikut, yang berfokus pada langkah 3 metode ABC, membandingkan sistem penetapan biaya
berbasis volume yang hanya menggunakan jam tenaga kerja langsung sebagai penggerak biaya dengan
sistem penetapan biaya berbasis aktivitas yang menggunakan penggerak biaya berbasis volume dan
berbasis aktivitas.
Haymarket BioTech Inc (HBT) memproduksi dan menjual dua sistem komunikasi aman, AW
(Anywhere) dan SZ (SecureZone). AW menggunakan teknologi satelit dan memungkinkan pelanggan
berkomunikasi di mana saja di muka bumi. SZ menggunakan teknologi serupa tetapi hanya memungkinkan
komunikasi antara dua pihak yang berada dalam jarak 10 mil satu sama lain. Pelanggan HBT mencakup
pelanggan pemerintah dan korporasi yang menganggap produk ini penting; Pelanggan mempercayai
kemampuan HBT untuk dengan cepat mengadaptasi produknya terhadap ancaman dari perangkat yang
dapat membahayakan keamanan produk. SZ telah sukses selama hampir 10 tahun dan telah mengalami
sejumlah perbaikan baru-baru ini; Pendapatan diperkirakan akan terus tumbuh 8-10% per tahun AW, produk
baru, juga sukses namun permintaannya tidak begitu kuat dan pertumbuhan penjualan diperkirakan sebesar
3-5% per tahun. Karena sistem AW lebih menguntungkan, HBT berencana meluncurkan kampanye iklan
ekstensif untuk meningkatkan penjualan AW dan mempertimbangkan penggunaan kembali fasilitas
manufaktur dari SZ ke AW untuk mewujudkan hal ini HBT memiliki data pengoperasian untuk dua produk
berikut

 Volume-Based Costing
Sistem penetapan biaya berdasarkan volume membebankan biaya overhead pabrik (FOH)
berdasarkan jam tenaga kerja langsung (DLH). Perusahaan memiliki total FOH yang dianggarkan sebesar
$2.000.000. Karena perusahaan menganggarkan 100.000 jam tenaga kerja langsung untuk tahun tersebut,
tarif FOH adalah $20 per jam tenaga kerja langsung.

Karena perusahaan menggunakan 25.000 jam tenaga kerja langsung untuk memproduksi 5.000 unit
AW, FOH yang ditugaskan ke AW adalah total $500.000 dan $100 per unit:

FOH untuk SZ adalah total $1.500.000 dan $75 per unit karena perusahaan menghabiskan 75.000
jam tenaga kerja langsung untuk memproduksi 20.000 unit SZ:

Analisis profitabilitas produk menggunakan sistem penetapan biaya berbasis volume.


 Activity-Based Costing
Untuk dapat membebankan biaya aktivitas ke objek biaya, HBT mengidentifikasi aktivitas, biaya yang
dianggarkan, dan penggerak biaya konsumsi aktivitas berikut:

HBT juga mengumpulkan data operasional berikut mengenai masing-masing produknya:

Dengan menggunakan data di atas, tarif pemicu biaya untuk setiap pemicu biaya konsumsi aktivitas
dihitung sebagai berikut:

Biaya overhead pabrik dibebankan ke kedua produk dengan perhitungan berikut:


Perbandingan berikut menunjukkan bahwa sistem penetapan biaya produk berbasis volume secara
signifikan menurunkan biaya AW dan melebihi biaya SZ ketika mempertimbangkan konsumsi overhead
sebenarnya dari kedua produk tersebut. Overcosting/undercosting ini kadang-kadang disebut subsidi silang.
Seringkali subsidi silang mengarah pada penetapan harga yang lebih rendah (undercosting) pada produk
bervolume rendah (ukuran batch kecil, seperti untuk AW) dan penetapan harga terlalu tinggi (overcosting)
pada produk bervolume tinggi (ukuran batch besar, seperti untuk SZ) dengan menggunakan pendekatan
berbasis volume. Alasannya adalah biaya ABC tingkat batch dirata-ratakan pada jumlah unit yang lebih
besar untuk produk bervolume tinggi, sehingga menurunkan biaya produk tersebut, dan sebaliknya untuk
produk bervolume rendah.

Analisis Profitabilitas Produk dengan ABC Perbandingan Pendekatan Penetapan


Biaya Alternatif
Activity-Based Management

Manfaat dari sistem ABC tidak terbatas pada peningkatan penugasan biaya produk. Informasi dari
sistem ABC juga dapat membantu manajemen meningkatkan nilai pelanggan dan keuntungan bagi
perusahaan melalui penggunaan manajemen berbasis aktivitas.
Manajemen berbasis aktivitas (ABM) mengelola sumber daya dan aktivitas untuk meningkatkan nilai
suatu produk atau layanan kepada pelanggan, sekaligus meningkatkan daya saing dan profitabilitas
perusahaan. ABM menganggap ABC sebagai sumber informasi utama dan berfokus pada efisiensi dan
efektivitas aktivitas dan proses bisnis utama. Melalui ABM, manajemen dapat mengidentifikasi cara untuk
meningkatkan operasi, mengurangi biaya, atau meningkatkan nilai bagi pelanggan, yang semuanya dapat
meningkatkan daya saing perusahaan. Penerapan ABM dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: ABM
operasional dan ABM strategis. ABM Operasional meningkatkan efisiensi operasional dan pemanfaatan
aset, sekaligus mengurangi biaya; Fokusnya adalah melakukan hal yang benar dan melakukan aktivitas
dengan lebih efisien. Aplikasi operasional ABM menggunakan teknik manajemen seperti analisis operasi,
proses bisnis, manajemen kualitas total, dan pengukuran kinerja. ABM Strategis berfokus pada pemilihan
aktivitas yang tepat untuk operasi, menghilangkan aktivitas non-inti, dan memilih pelanggan yang paling
menguntungkan. Aplikasi ABM strategis menggunakan teknik manajemen seperti desain proses, analisis
profitabilitas pelanggan, dan analisis rantai nilai, yang semuanya dapat mengubah kebutuhan bisnis dan
meningkatkan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi operasi

Analisis Aktivitas

Agar kompetitif, perusahaan harus menilai setiap aktivitasnya berdasarkan kebutuhannya oleh produk
atau pelanggan, efisiensinya, dan konten nilainya.

Analisis Nilai Tambah

Menghilangkan aktivitas yang hanya menambah sedikit atau tidak ada nilai sama sekali bagi
pelanggan akan mengurangi konsumsi sumber daya dan memungkinkan perusahaan untuk fokus pada
aktivitas yang meningkatkan kepuasan pelanggan.
Untuk memastikan bahwa tidak ada aktivitas yang terlewat dalam analisis nilai tambah, manajemen
mungkin ingin menyiapkan peta proses. Peta proses adalah diagram yang mengidentifikasi setiap langkah
yang saat ini terlibat dalam pembuatan produk atau penyediaan layanan. Pengembangan peta proses harus
mencakup masukan dari mereka yang saat ini terlibat dalam penyediaan produk atau layanan.
Aktivitas bernilai tambah tinggi meningkatkan secara signifikan nilai produk atau layanan bagi
pelanggan. Penghapusan aktivitas bernilai tambah tinggi secara signifikan menurunkan nilai produk atau
layanan bagi pelanggan.
Aktivitas bernilai tambah rendah menghabiskan waktu, sumber daya, atau ruang, namun hanya
memberikan sedikit manfaat dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Jika dihilangkan, nilai atau kepuasan
pelanggan menurun secara tidak terlihat atau tetap tidak berubah.

Analisis Profitabilitas Konsumen


ABC/M terkenal karena penerapannya dalam menghitung biaya produk, namun perusahaan juga
merasakan manfaatnya dalam menentukan biaya pelayanan pelanggan dan sebagai dasar untuk
mengevaluasi profitabilitas pelanggan atau kelompok pelanggan tertentu. Mengapa ini penting? Sebagian
besar manajer setuju bahwa 80% keuntungan mereka berasal dari 20% pelanggan teratas, dan yang paling
penting, 20% pelanggan terbawah tidak memperoleh keuntungan.
Analisis profitabilitas pelanggan mengidentifikasi aktivitas layanan pelanggan dan penggerak biaya
serta menentukan profitabilitas setiap pelanggan atau kelompok pelanggan. Di sini, layanan pelanggan
mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan penjualan dan memuaskan pelanggan,
termasuk periklanan, panggilan penjualan, pengiriman, penagihan, pengumpulan, panggilan layanan,
pertanyaan, dan bentuk layanan pelanggan lainnya. Analisis profitabilitas pelanggan memungkinkan manajer
untuk:
- Identifikasi pelanggan yang paling menguntungkan.
- Mengelola biaya pelayanan setiap pelanggan.
- Memperkenalkan produk dan layanan baru yang menguntungkan.
- Menghentikan produk, layanan, atau pelanggan yang tidak menguntungkan.
- Mengalihkan bauran pembelian pelanggan ke lini produk dan layanan dengan margin lebih tinggi.
- Menawarkan diskon untuk mendapatkan lebih banyak volume dengan biaya layanan pelanggan
yang rendah.
- Pilih jenis layanan purna jual yang akan diberikan.
Pemahaman yang baik tentang profitabilitas pelanggan saat ini dan calon pelanggan perusahaan
dapat membantu perusahaan meningkatkan keuntungan secara keseluruhan dan menjadi lebih kompetitif.
Hal ini dimulai dengan analisis biaya untuk melayani pelanggan.

Analisis Biaya Pelanggan

Analisis biaya pelanggan adalah proses mengidentifikasi aktivitas dan penggerak biaya yang terkait
dengan pelayanan pelanggan. Biasanya, biaya-biaya ini tersembunyi dalam fungsi dukungan pelanggan,
pemasaran, dan penjualan. ABC/M dapat membantu manajer untuk memahami biaya mereka untuk
melayani pelanggan.
Aktivitas yang berbeda seringkali mempunyai pemicu biaya yang berbeda pula. Berdasarkan aktivitas
dan pemicu biaya yang terlibat dalam layanan yang dilakukan untuk memperoleh dan menyelesaikan suatu
transaksi, biaya pelanggan dapat diklasifikasikan ke dalam kategori berikut:
- Biaya tingkat unit pelanggan—sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap unit yang dijual kepada
pelanggan. Contohnya termasuk komisi penjualan berdasarkan jumlah unit yang terjual atau dolar
penjualan, biaya pengiriman jika biaya pengiriman didasarkan pada jumlah unit yang dikirim, dan
biaya penyetokan ulang setiap unit yang dikembalikan.
- Biaya tingkat batch pelanggan—sumber daya yang dikonsumsi untuk setiap transaksi penjualan.
Contohnya termasuk biaya pemrosesan pesanan, biaya pembuatan faktur, dan pencatatan retur
atau potongan penjualan setiap kali pengembalian atau potongan diberikan.
- Biaya yang mempertahankan pelanggan—sumber daya yang digunakan untuk melayani pelanggan
tanpa memandang jumlah unit atau batch yang terjual. Contohnya adalah biaya perjalanan tenaga
penjualan untuk mengunjungi pelanggan, biaya pemrosesan laporan bulanan, dan biaya penagihan
atas keterlambatan pembayaran.
- Biaya saluran distribusi—sumber daya yang dikonsumsi dalam setiap saluran distribusi yang
digunakan perusahaan untuk melayani pelanggan. Contohnya adalah biaya operasional gudang
regional yang melayani pelanggan besar dan pusat distribusi terpusat yang melayani gerai ritel kecil.
- Biaya pendukung penjualan—sumber daya yang digunakan untuk mempertahankan aktivitas
penjualan dan layanan yang tidak dapat ditelusuri ke unit individual, batch, pelanggan, atau saluran
distribusi. Contohnya adalah pengeluaran umum perusahaan untuk aktivitas penjualan dan gaji,
tunjangan, dan bonus manajer penjualan umum.

Analisis Profitabilitas Pelanggan

Analisis profitabilitas pelanggan menggabungkan pendapatan pelanggan dan analisis biaya


pelanggan untuk menilai profitabilitas pelanggan dan membantu mengidentifikasi tindakan untuk
meningkatkan profitabilitas pelanggan.
Analisis profitabilitas pelanggan memberikan informasi berharga untuk penilaian nilai pelanggan.
Selain itu, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor lain yang relevan sebelum menentukan
tindakan yang tepat untuk setiap pelanggan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang relevan:
- Potensi pertumbuhan pelanggan, industri pelanggan, dan potensi penjualan silangnya.
- Kemungkinan reaksi pelanggan terhadap perubahan persyaratan penjualan atau layanan.
- Pentingnya menjadikan perusahaan sebagai pelanggan untuk referensi penjualan di masa depan,
terutama ketika pelanggan dapat memainkan peran penting dalam mendatangkan bisnis tambahan.
Nilai Seumur Hidup Pelanggan

Banyak perusahaan sekarang melihat pentingnya melihat nilai jangka panjang pelanggan, kontribusi
yang diharapkan terhadap laba selama periode penuh perusahaan mempertahankan pelanggan. Konsep ini
disebut Customer Lifetime Value (CLV), dan dihitung sebagai nilai sekarang bersih dari perkiraan
keuntungan masa depan pelanggan untuk jangka waktu tertentu, yang mungkin tiga hingga lima tahun. Nilai
sekarang digunakan karena keuntungan dari pelanggan diharapkan terjadi selama beberapa tahun.
CLV dapat digunakan untuk mengukur nilai pelanggan atau kelompok pelanggan dan untuk
menentukan bagaimana layanan pemasaran dan dukungan harus dialokasikan kepada pelanggan tersebut
untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Karena terdapat tingkat pertimbangan
yang signifikan dalam memperkirakan variabel dalam perhitungan, penting juga untuk membandingkan
berbagai perhitungan CLV yang dibuat dengan asumsi berbeda mengenai perkiraan laba dan tingkat
diskonto.
CHAPTER 5
(PENGALOKASIAN BIAYA KEPADA DEPARTEMEN-
DEPARTEMEN, PEMBEBANAN BIAYA TERHADAP PRODUK
BERSAMA, DAN PRODUK SAMPINGAN )

Peran Strategis dan Tujuan Alokasi Biaya


Peran strategis alokasi biaya memiliki empat tujuan:
1. Menentukan biaya departemen dan produk yang akurat sebagai dasar evaluasi efisiensi biaya
departemen dan profitabilitas berbagai produk, pelaporan keuangan, dan kepatuhan pajak.
2. Memotivasi manajer untuk mengerahkan upaya tingkat tinggi untuk mencapai tujuan manajemen
puncak.
3. Memberikan insentif yang tepat bagi manajer untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan
tujuan manajemen puncak.
4. Menentukan secara adil imbalan yang diperoleh para manajer atas usaha dan keterampilan mereka
serta atas efektivitas pengambilan keputusan mereka.

Tujuan pertama dan terpenting memerlukan metode alokasi biaya yang cukup akurat untuk
mendukung pengambilan keputusan manajemen yang efektif mengenai produk dan departemen. Metode
alokasi biaya juga harus mematuhi standar pelaporan keuangan Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(FASB) dan Internal Revenue Service.
Tujuan kedua, memotivasi manajer, berarti agar efektif, alokasi biaya (ketika nanti digunakan sebagai
bagian dari evaluasi kinerja dan kompensasi) harus memberikan penghargaan kepada manajer departemen
karena telah mengurangi biaya sesuai keinginan. Masalah motivasi utama adalah apakah manajer
mengendalikan biaya yang dialokasikan.
Tujuan ketiga, memberikan insentif untuk pengambilan keputusan, tercapai ketika alokasi biaya
secara efektif memberikan insentif bagi manajer individu untuk bertindak secara mandiri dengan cara yang
konsisten dengan tujuan manajemen puncak.
Tujuan keempat, keadilan, terpenuhi ketika alokasi biaya jelas dan diterapkan secara konsisten dalam
menentukan evaluasi kinerja dan kompensasi manajer. Dasar alokasi biaya yang paling jelas dan tidak
memihak ada ketika hubungan sebab-akibat dapat ditentukan.

Masalah Etis Alokasi Biaya


Sejumlah masalah etika penting dalam alokasi biaya. Pertama, permasalahan etika muncul ketika
biaya dialokasikan pada produk atau jasa yang diproduksi baik untuk pasar kompetitif maupun untuk badan
publik atau departemen pemerintah. Meskipun lembaga-lembaga pemerintah sering kali membeli
berdasarkan biaya-plus, produk-produk yang dijual secara kompetitif tunduk pada persaingan harga. Insentif
dalam situasi ini adalah bagi produsen, dengan menggunakan metode alokasi biaya, untuk mengalihkan
biaya produksi dari produk pesaing ke produk biaya-plus.
Persoalan etika kedua dalam penerapan metode alokasi biaya adalah persoalan keadilan atau
keadilan yang muncul ketika unit pemerintah mengganti biaya lembaga swasta atau ketika lembaga tersebut
memberikan layanan berbayar kepada publik. Dalam kedua kasus tersebut, metode alokasi biaya digunakan
untuk menentukan harga atau jumlah penggantian yang tepat. Meskipun tidak ada ukuran ekuitas tunggal
dalam kasus ini, tujuan alokasi biaya yang diidentifikasi pada awal bab ini merupakan panduan yang
berguna.
Permasalahan etika penting yang ketiga adalah pengaruh metode alokasi yang dipilih terhadap harga
pokok produk yang dijual ke atau dari anak perusahaan asing. Metode alokasi biaya biasanya
mempengaruhi harga pokok produk yang diperdagangkan secara internasional dan juga jumlah pajak yang
dibayarkan di dalam negeri dan luar negeri. Perusahaan dapat mengurangi kewajiban pajak mereka di
seluruh dunia dengan meningkatkan biaya produk yang dibeli di negara-negara dengan pajak tinggi atau di
negara-negara di mana perusahaan tidak mempunyai perlakuan pajak yang menguntungkan. Oleh karena
itu, otoritas pajak internasional sangat memperhatikan metode alokasi biaya yang digunakan oleh
perusahaan multinasional. Metode yang paling dapat diterima oleh otoritas ini adalah berdasarkan penjualan
dan/atau biaya tenaga kerja.
Tiga Fase dalam Alokasi Biaya Departemen

Tahap Pertama: Menelusuri Biaya Langsung dan Mengalokasikan Biaya Tidak Langsung ke Semua
Departemen

Fase pertama dalam pendekatan alokasi departemen menelusuri biaya langsung dan mengalokasikan
biaya produksi tidak langsung di pabrik ke setiap departemen jasa dan produksi.
Beary memproduksi dua produk dan memiliki dua departemen manufaktur dan dua departemen
layanan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 7.3, biaya langsung sebesar $36.000 dapat ditelusuri ke setiap
departemen, dan biaya tidak langsung sebesar $30.000 ($25.000 tenaga kerja dan $5.000 bahan) umum
terjadi di semua departemen tetapi tidak dapat ditelusuri langsung ke setiap departemen. Beary
menggunakan jam kerja untuk mengalokasikan biaya tenaga kerja tidak langsung dan jam mesin untuk
mengalokasikan biaya bahan tidak langsung.

Alokasi tahap pertama untuk Beary Company, total biaya langsung sebesar $36.000 ditelusuri ke
empat departemen, dan biaya overhead dialokasikan menggunakan jam kerja (untuk tenaga kerja tidak
langsung) dan jam mesin (untuk bahan tidak langsung). Pameran ini menyajikan dasar alokasi penggunaan
jam kerja dan jam mesin sebagai persentase dari total penggunaan. Tenaga kerja tidak langsung senilai
$25.000 dialokasikan ke empat departemen menggunakan basis alokasi jam kerja. Misalnya, jumlah tenaga
kerja tidak langsung yang dialokasikan ke departemen jasa 1 adalah $3.750 (bagian departemen jasa 1 dari
total tenaga kerja tidak langsung, atau 15% 3 $25.000). Alokasi biaya tenaga kerja tidak langsung ke
departemen lain dilakukan dengan cara yang sama. Demikian pula, biaya bahan tidak langsung sebesar
$5.000 dialokasikan ke empat departemen menggunakan jam mesin. Jumlah bahan tidak langsung yang
dialokasikan ke departemen pelayanan 1 adalah $500 (10% 3 $5,000). Total biaya langsung dan alokasi
biaya tidak langsung yang dibagi antara empat departemen adalah $66.000.
Alokasi Tahap Dua dan Tiga

Fase kedua mengalokasikan biaya departemen jasa ke departemen produksi. Ini adalah fase alokasi
yang paling rumit karena layanan dapat mengalir bolak-balik antar departemen layanan. Ini sering disebut
arus timbal balik, yang mewakili aliran layanan bolak-balik antar departemen layanan.
Persentase hubungan layanan biasanya ditentukan dengan mengacu pada jam kerja, unit yang
diproses, atau basis alokasi lain yang paling mencerminkan layanan yang diberikan di departemen.
Asumsikan bahwa di Perusahaan Beary, persentase aliran layanan untuk setiap departemen layanan
ditentukan berdasarkan jam kerja yang digunakan untuk layanan yang diberikan ke departemen layanan lain
dan ke departemen produksi. Departemen pelayanan pertama Beary menghabiskan 40% waktu kerjanya
untuk melayani departemen pelayanan 2 (ini adalah “aliran timbal balik”) dan 30% melayani masing-masing
dari dua departemen produksi. Asumsikan juga departemen pelayanan 2 melayani departemen pelayanan 1
10% dari waktu, departemen produksi pertama 30% dari waktu, dan departemen produksi kedua 60% dari
waktu.

Akuntan manajemen dapat memilih di antara tiga metode umum untuk mengalokasikan biaya pada
tahap kedua: (1) metode langsung, (2) metode langkah, dan (3) metode timbal balik.

1. Metode Langsung
Metode langsung alokasi biaya departemen merupakan metode yang paling sederhana dari ketiga
metode tersebut karena mengabaikan arus timbal balik. Alokasi biaya dicapai dengan menggunakan aliran
layanan hanya ke departemen produksi dan menentukan bagian masing-masing departemen produksi atas
layanan tersebut.

2. Metode Langkah
Metode kedua untuk mengalokasikan biaya departemen jasa adalah metode bertahap, disebut
metode ini karena menggunakan urutan langkah-langkah dalam mengalokasikan biaya departemen jasa ke
departemen produksi.
3. Metode Timbal Balik

Metode timbal balik adalah yang lebih disukai dari ketiga metode tersebut karena, tidak seperti
metode lainnya, metode ini mempertimbangkan semua aliran timbal balik antar departemen layanan.

Masalah Implementasi
Masalah utama dalam penerapannya adalah pemilihan metode alokasi yang paling akurat. Tiga
permasalahan tambahan yang perlu dipertimbangkan ketika menerapkan pendekatan alokasi departemen
adalah (1) dampak disinsentif ketika basis alokasi tidak berhubungan dengan penggunaan, (2) dampak
disinsentif ketika basis alokasi adalah penggunaan aktual, dan (3) dampak disinsentif ketika biaya yang
dialokasikan melebihi biaya eksternal. biaya pembelian.

1. Efek Disinsentif Apabila Basis Alokasi Tidak Berhubungan dengan Penggunaan


Menentukan basis alokasi yang tepat dan jumlah persentase untuk layanan yang disediakan oleh
departemen layanan seringkali sulit. Misalnya, penggunaan jam kerja mungkin tidak tepat di pabrik otomatis
dimana tenaga kerja hanya merupakan bagian kecil dari total biaya. Demikian pula, luas lantai seluas satu
meter persegi mungkin tidak sesuai untuk mengalokasikan biaya tertentu ketika terdapat banyak ruang
kosong. Selain itu, penggunaan luas lantai seluas satu meter persegi dapat menimbulkan konsekuensi
motivasi yang tidak diinginkan. Misalnya, jika kita mengalokasikan biaya pemeliharaan seluruh pabrik ke
departemen produksi dengan menggunakan luas lantai sebagai dasar, maka departemen tersebut tidak
memiliki insentif yang memadai untuk membatasi penggunaan biaya pemeliharaan. Karena penggunaan
sebenarnya dari pemeliharaan tidak berhubungan dengan luas lantai, jika suatu departemen meningkatkan
penggunaan pemeliharaannya, maka departemen lain juga akan membayar kenaikan tersebut.

2. Efek Disinsentif Bila Dasar Alokasi Adalah Penggunaan Sebenarnya


Ketika dasar alokasi biaya ditentukan dari penggunaan aktual, maka dapat timbul disinsentif karena
penggunaan sumber daya oleh satu departemen akan mempengaruhi alokasi biaya ke departemen lain.
Disinsentif tersebut dapat diatasi dengan menggunakan alokasi ganda. Alokasi ganda memisahkan biaya
tetap dan biaya variabel dan menelusuri biaya variabel ke departemen berdasarkan penggunaan
sebenarnya; biaya tetap dialokasikan berdasarkan pembagian yang sama antar departemen atau proporsi
yang dianggarkan.

3. Efek Disinsentif Ketika Biaya yang Dialokasikan Melebihi Biaya Pembelian Eksternal
Keterbatasan lain dari ketiga metode alokasi departemen adalah kadang-kadang mereka dapat
mengalokasikan biaya yang lebih tinggi untuk layanan tersebut daripada yang harus dibayar oleh
departemen jika departemen tersebut membeli layanan dari pemasok luar. Haruskah departemen membayar
lebih untuk suatu layanan secara internal daripada yang dikenakan oleh vendor luar? Untuk memotivasi
manajer agar efisien dan adil, alokasinya harus didasarkan pada biaya untuk memperoleh layanan di luar
perusahaan.

Alokasi Biaya di Industri Jasa


Konsep-konsep yang disajikan dalam bab ini juga berlaku untuk organisasi manufaktur, jasa, atau
nirlaba yang menanggung biaya bersama. Misalnya, lembaga keuangan seperti bank komersial juga
menggunakan alokasi biaya. Sebagai ilustrasi, kami menggunakan Community General Bank (CGB), yang
menyediakan berbagai layanan perbankan, termasuk rekening deposito, pinjaman hipotek, pinjaman
angsuran, layanan investasi, dan layanan lainnya. Saat ini, CGB sedang menganalisis profitabilitas unit
pinjaman hipoteknya, yang memiliki dua bisnis utama, pinjaman konstruksi komersial dan pinjaman
perumahan. Bagian penting dari analisis bisnis pinjaman ini adalah menentukan cara melacak atau
mengalokasikan biaya ke kedua bisnis tersebut.
Alokasi biaya dimulai dengan mengidentifikasi departemen mana yang secara langsung mendukung
dua bisnis perkreditan, yaitu departemen operasional pinjaman dan departemen pemasaran. Departemen
operasi menangani pemrosesan permohonan pinjaman, penyimpanan dokumen yang sesuai, penagihan,
dan pemeliharaan akun untuk pinjaman komersial dan perumahan. Departemen pemasaran menyediakan
periklanan langsung, promosi, dan layanan pelanggan untuk kedua jenis pinjaman. Departemen operasi dan
pemasaran dalam ilustrasi ini sebanding dengan departemen produksi dalam contoh Perusahaan Beary
yang digunakan sebelumnya dalam bab ini.
Departemen lain mendukung departemen operasi dan pemasaran. Dua departemen pendukung
penting adalah departemen layanan administrasi dan departemen akuntansi. Departemen layanan
administrasi memberikan dukungan hukum dan teknis. Departemen akuntansi menyediakan layanan
keuangan, termasuk laporan keuangan rutin dan pemeliharaan catatan pelanggan.

Penetapan Biaya Produk Bersama


Banyak pabrik menghasilkan lebih dari satu produk dari proses manufaktur bersama. Misalnya,
industri perminyakan mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk: bensin, minyak tanah, bahan
bakar minyak, dan sisa minyak berat. Demikian pula, industri semikonduktor memproses wafer silikon
menjadi berbagai chip memori komputer dengan kecepatan, toleransi suhu, dan harapan hidup yang
berbeda. Industri lain yang menghasilkan produk gabungan termasuk produksi kayu, pengolahan makanan,
pembuatan sabun, penggilingan biji-bijian, peternakan sapi perah, dan perikanan.
Proses produksi bersama adalah proses yang menghasilkan banyak keluaran dari masukan sumber
daya bersama. Produk gabungan adalah produk hasil proses produksi bersama yang mempunyai nilai jual
relatif besar. Produk yang total nilai penjualannya kecil dibandingkan dengan nilai penjualan produk
gabungan diklasifikasikan sebagai produk sampingan.
Produk gabungan dan produk sampingan memulai masa produksinya sebagai bagian dari bahan
mentah yang sama. Sampai titik tertentu dalam proses produksi, tidak ada pembedaan antar produk yang
dapat dilakukan. Titik dalam suatu proses produksi bersama dimana masing-masing produk dapat
diidentifikasi secara terpisah untuk pertama kalinya disebut titik pisah (split-off point). Setelah itu, proses
produksi terpisah dapat diterapkan pada masing-masing produk. Pada titik pemisahan, produk gabungan
atau produk sampingan mungkin dapat dijual atau memerlukan pemrosesan lebih lanjut agar dapat dijual,
bergantung pada sifatnya.
Biaya gabungan mencakup semua biaya produksi yang terjadi sebelum titik pemisahan (termasuk
bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik). Untuk tujuan pelaporan keuangan,
biaya-biaya ini dialokasikan di antara produk-produk gabungan. Biaya tambahan yang timbul setelah titik
pemisahan yang dapat diidentifikasi secara langsung dengan masing-masing produk disebut biaya
pemrosesan yang dapat dipisahkan.
Hasil lain dari produksi bersama termasuk skrap, limbah, pembusukan, dan unit cacat. Scrap adalah
sisa proses produksi yang sedikit atau tidak mempunyai nilai perolehan kembali. Limbah, seperti limbah
kimia, merupakan bahan sisa yang tidak memiliki nilai pemulihan dan harus dibuang oleh perusahaan sesuai
kebutuhan. Selain limbah dan skrap, beberapa produk tidak memenuhi standar kualitas dan dapat dikerjakan
ulang untuk dijual kembali. Unit yang rusak dikerjakan ulang menjadi unit yang dapat dijual. Unit yang rusak
tidak dikerjakan ulang karena alasan ekonomi.

Metode Mengalokasikan Biaya Gabungan ke Produk Gabungan

Biaya gabungan paling sering dialokasikan ke produk gabungan dengan menggunakan (1) ukuran
fisik, (2) nilai penjualan pada saat pemisahan, dan (3) metode nilai realisasi bersih.

1. Metode Pengukuran Fisik


Metode pengukuran fisik, tentu saja, menggunakan ukuran fisik seperti pon, galon, yard, atau satuan
volume yang diproduksi pada titik pemisahan untuk mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan.
Langkah pertama adalah memilih ukuran fisik yang tepat sebagai dasar alokasi. Kita dapat menggunakan
satuan masukan atau satuan keluaran. Misalnya, jika kita menghitung biaya produk tuna, produksi 100 pon
tuna menjadi seperempat pon kaleng akan mempunyai ukuran masukan sebesar 100 pon dan ukuran
keluaran sebesar 400 kaleng. Ketika unit output digunakan, metode ini juga disebut metode biaya rata-rata.
Asumsikan Johnson Seafood memproduksi filet tuna dan tuna kalengan untuk didistribusikan ke restoran
dan supermarket di Amerika Serikat bagian tenggara. Biaya 14.000 pon tuna mentah yang belum diolah
ditambah tenaga kerja langsung dan overhead untuk memotong dan mengolah tuna menjadi filet dan tuna
kalengan merupakan biaya gabungan dari proses tersebut. Alur produksi diilustrasikan di sini:
Proses produksi dimulai dari titik 1. Total biaya gabungan sebesar $16.000 ($7.000 bahan langsung,
$5.000 tenaga kerja langsung, dan $4.000 overhead) dikeluarkan. Poin 2 adalah titik pemisahan di mana
dua produk gabungan dipisahkan: 2.000 pon filet tuna dan 8.000 pon tuna kalengan. Sisanya sebesar 4.000
pon produk sampingan, skrap, dan limbah tidak diperhitungkan. (Lampiran pada bab ini menjelaskan cara
menghitung produk sampingan.) Jika kita menggunakan metode pengukuran fisik, biaya gabungan sebesar
$16.000 dialokasikan seperti yang ditunjukkan di sini:

Berdasarkan metode pengukuran fisik (dalam contoh ini pon), ketika produk gabungan mencapai titik
pemisahan, kita dapat menghitung hubungan masing-masing produk gabungan dengan jumlah unit total.
Biaya gabungan yang dialokasikan pada produk adalah biaya rata-rata per pon dari biaya gabungan, yaitu
$1,60 per pon.
Ukuran fisik yang digunakan untuk menentukan bobot relatif untuk mengalokasikan biaya gabungan
harus berupa ukuran produk pada titik pemisahan, bukan ukuran saat produksi produk selesai. Jadi, takaran
yang relevan dalam contoh ini adalah 2.000 pon filet dan 8.000 pon tuna kalengan.
Biaya produksi per pon untuk kedua produk tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan metode pengukuran fisik antara lain (1) mudah digunakan dan (2) kriteria alokasi biaya
gabungan bersifat obyektif. Namun metode ini mengabaikan kemampuan menghasilkan pendapatan dari
masing-masing produk yang dapat sangat bervariasi di antara produk-produk gabungan dan tidak memiliki
hubungan sama sekali dengan ukuran fisik apa pun. Setiap produk juga dapat memiliki ukuran fisik yang
unik (galon untuk satu produk, pon untuk produk lainnya) dan, oleh karena itu, metode pengukuran fisik
mungkin tidak dapat diterapkan. Metode berikut mengatasi keterbatasan ini.

2. Nilai Penjualan dengan Metode Split-Off


Metode nilai jual pada pemisahan (split-off) merupakan salah satu metode alternatif yang banyak
digunakan. Nilai penjualan pada metode pemisahan (atau lebih sederhananya, metode nilai penjualan )
mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan berdasarkan nilai penjualan relatifnya pada titik
pemisahan. Cara ini hanya dapat digunakan bila produk gabungan dapat dijual pada titik pisah. Jika kita
berasumsi bahwa Johnson dapat menjual satu pon filet seharga $2,20 dan satu pon tuna kalengan seharga
$1,65 dan Johnson telah memproduksi 2.000 pon filet dan 8.000 pon tuna kalengan, maka biaya gabungan
sebesar $16.000 harus dialokasikan di antara produk-produk tersebut sebagai ditampilkan di sini:
Langkah pertama dalam metode nilai penjualan adalah menghitung total nilai penjualan produk
gabungan pada titik pemisahan. Perlu diketahui, nilai jual adalah harga jual dikalikan jumlah unit produksi,
bukan jumlah unit penjualan sebenarnya. Menentukan proporsi nilai penjualan masing-masing produk
gabungan terhadap total nilai penjualan merupakan langkah kedua. Operasi akhir mengalokasikan total
biaya gabungan di antara produk-produk gabungan berdasarkan proporsi tersebut.
Dalam contoh Johnson Seafood, nilai penjualan filet dan tuna kalengan masing-masing adalah $4.400
dan $13.200, sehingga totalnya adalah $17.600. Proporsi nilai penjualan individual produk terhadap total
nilai penjualan adalah 0,25 ($4,400 4 $17,600) untuk filet dan 0,75 ($13,200 4 $17,600) untuk tuna kaleng.
Biaya yang dialokasikan adalah $4,000 untuk filet dan $12,000 untuk tuna kaleng.
Biaya produksi per pon untuk kedua produk dihitung sebagai berikut:

secara akurat dan tidak melibatkan biaya pemrosesan yang dapat dipisahkan, nilai penjualan dengan
metode split-off menghasilkan persentase margin kotor yang sama untuk filet dan tuna kalengan, seperti
yang ditunjukkan di sini:

Kelebihan metode nilai penjualan adalah (1) mudah dihitung dan (2) dialokasikan berdasarkan
pendapatan masing-masing produk. Metode ini lebih unggul daripada metode pengukuran fisik karena
metode ini mengalokasikan biaya gabungan sebanding dengan kemampuan produk dalam menyerap biaya
tersebut. Ini adalah penerapan konsep keadilan yang dapat ditanggung yang disertakan dalam tujuan
alokasi biaya di awal bab ini.
Salah satu keterbatasan metode nilai penjualan adalah harga pasar untuk beberapa industri terus
berubah. Selain itu, harga jual pada saat pemisahan mungkin tidak tersedia karena diperlukan pemrosesan
yang dapat dipisahkan sebelum produk dapat dijual.

3. Metode Nilai Realisasi Bersih

Tidak semua produk gabungan dapat dijual pada titik pisah; beberapa memerlukan pemrosesan
tambahan sebelum produk dapat dijual. Dengan demikian, tidak ada harga pasar yang melekat pada
beberapa produk pada titik pemisahan. Dalam kasus ini, konsep nilai realisasi bersih digunakan. Nilai
realisasi bersih (NRV) suatu produk adalah nilai penjualan bersih akhir yang diperkirakan pada titik
pemisahan; hal ini ditentukan dengan mengurangkan biaya pemrosesan dan penjualan yang dapat
dipisahkan di luar titik pemisahan dari perkiraan nilai penjualan akhir untuk produk tersebut.

NRV = Perkiraan nilai penjualan akhir - Biaya pemrosesan dan penjualan yang dapat dipisahkan

Dalam contoh Johnson Seafood, asumsikan bahwa selain filet dan tuna kalengan, perusahaan
mengolah makanan kucing dari tuna mentah yang belum diolah. Asumsikan juga bahwa, pada titik
pemisahan, 14,000 pon tuna menghasilkan 2,000 pon filet dan 8,000 pon tuna kalengan, seperti
sebelumnya. Namun, sekarang asumsikan bahwa tambahan 3.000 pon makanan kucing juga diproduksi.
1.000 pon sisanya adalah potongan, limbah, dan produk sampingan. Untuk makanan kucing, ikan tuna harus
diolah lebih lanjut untuk dijual ke distributor makanan hewan. Biaya pemrosesan yang dapat dipisahkan
adalah $850 untuk mineral dan suplemen lain yang penting untuk nutrisi kucing tetapi tidak menambah bobot
produk. Distributor makanan hewan membeli makanan kucing siap saji dari Johnson dengan harga $1,75
per pon dan mengemasnya ke dalam kaleng 5,5 ons untuk dijual ke toko hewan peliharaan dan
supermarket.

Tabel ini menunjukkan perhitungan alokasi biaya gabungan dengan menggunakan metode nilai
realisasi bersih.

Jika Johnson Seafood menjual seluruh produk yang diproduksinya selama periode tersebut, jumlah
margin kotor untuk produk tersebut akan seperti yang ditunjukkan di sini:

Perhatikan bahwa persentase margin kotor lebih rendah untuk makanan kucing dibandingkan filet
karena biaya pemrosesan yang dapat dipisahkan sebesar $850.
Metode NRV lebih unggul daripada metode pengukuran fisik karena, seperti metode pemisahan nilai
penjualan, metode ini menghasilkan alokasi yang menghasilkan tingkat profitabilitas yang dapat diprediksi
dan sebanding antar produk. Metode pengukuran fisik mungkin memberikan panduan yang menyesatkan
kepada manajemen puncak mengenai profitabilitas produk.

Keputusan untuk Menjual Sebelum atau Setelah Pemrosesan Tambahan Keputusan penting yang
harus diambil oleh manajemen sehubungan dengan biaya yang dapat dipisahkan adalah apakah
perusahaan harus mengeluarkan biaya yang dapat dipisahkan dan memproses produk lebih lanjut, seperti
yang diilustrasikan di sini untuk makanan kucing di Johnson Seafood. Apakah biaya yang dapat dipisahkan
akan menambah atau mengurangi keuntungan? Kunci untuk mengambil keputusan ini adalah dengan
mengabaikan biaya gabungan dan fokus hanya pada biaya yang dapat dipisahkan dan peningkatan nilai
penjualan. Biaya gabungan tidak relevan untuk pengambilan keputusan karena biaya ini tidak akan berbeda
antara pilihan untuk menjual pada titik pemisahan atau menjual setelah pemrosesan tambahan. Dalam
contoh ini, makanan kucing tidak memiliki nilai jual sebagai sisa atau limbah, jika tidak diproses lebih lanjut,
dan biaya pemrosesan tambahan sebesar $850 memberikan peningkatan pendapatan sebesar 3,000 3
$1,75 5 $5,250; tanpa biaya terpisah dan pemrosesan tambahan, bagian bahan tuna ini tidak ada nilainya.
Peningkatan pendapatan sebesar $5.250 jauh melebihi peningkatan biaya sebesar $850, sehingga
pemrosesan tambahan menguntungkan.

Penetapan Biaya Produk Sampingan


Produk sampingan adalah produk dengan nilai jual relatif kecil yang dihasilkan secara bersamaan
dengan satu atau lebih produk gabungan. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk penetapan biaya
produk sampingan: (1) pendekatan pengakuan aset dan (2) pendekatan pendapatan. Perbedaan utama
antara pendekatan-pendekatan ini terletak pada apakah pendekatan-pendekatan tersebut menetapkan nilai
persediaan pada produk sampingan pada titik pemisahan. Pendekatan pengakuan aset mencatat produk
sampingan sebagai persediaan sebesar nilai realisasi bersih; Oleh karena itu, produk sampingan tersebut
diakui sebagai persediaan pada saat produk sampingan tersebut diproduksi. Sebaliknya, pendekatan
pendapatan tidak memberikan nilai pada produk sampingan pada periode produksi tetapi mengakui
pendapatan produk sampingan pada periode penjualan.
Masing-masing dari kedua pendekatan tersebut mengandung dua metode alternatif, bergantung pada
cara produk sampingan dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dua metode pengakuan aset adalah:
- Metode Nilai Realisasi Bersih. Metode ini menunjukkan nilai realisasi bersih produk sampingan di
neraca sebagai persediaan dan di laporan laba rugi sebagai pengurang total biaya produksi produk
gabungan. Hal ini dilakukan pada periode dimana produk sampingan dihasilkan.
- Pendapatan Lain-Lain di Metode Titik Produksi. Metode ini menunjukkan nilai realisasi bersih
produk sampingan pada laporan laba rugi sebagai pendapatan lain-lain atau pendapatan penjualan
lainnya. Hal ini dilakukan pada periode dimana produk sampingan dihasilkan.
Kedua metode pendapatan tersebut adalah:
- Pendapatan Lainnya dengan Metode Selling Point. Metode ini menunjukkan pendapatan
penjualan bersih dari produk sampingan yang terjual pada saat penjualan pada laporan laba rugi
sebagai pendapatan lain-lain atau pendapatan penjualan lainnya.
- Pengurangan Biaya Produksi dengan Metode Selling Point. Metode ini menunjukkan
pendapatan penjualan bersih dari produk sampingan yang terjual pada saat penjualan pada laporan
laba rugi sebagai pengurang total biaya produksi.
DAFTAR PUSTAKA

Blocher, E. J., Stout, D. E., Juras, P. E. & Cokins, G., 2016. COST MANAGEMENT: A
STRATEGIC EMPHASIS, SEVENTH EDITION. 7th Edition ed. s.l.:McGraw-Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai