Anda di halaman 1dari 13

ACTIVITY BASED COSTING (ABC)

Distorsi Biaya
Penentuan biaya produksi dengan metode traditional costing dapat menimbulkan
distorsi biaya produksi. Hal ini disebabkan, karena metode tersebut hanya mempergunakan
satu macam basis pembebanan biaya untuk pemakaian sumber daya, sementara setiap
sumber daya yang berbeda dapat saja dikonsumsi berdasarkan basis yang berbeda pula.
Untuk mengatasi keterbatasan pada metode traditional costing maka dikembangkan sistem
biaya yang didasarkan pada aktivitas yang disebut Activity Based Costing (ABC), yang
didasari oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk mengkonsumsi
aktivitas. Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya adalah aktivitas yang
dilakukan untuk membuat suatu produk, bukan produk itu sendiri. Maka, dengan metode
Activity Based Costing pembebanan biaya tidak selalu dianggap proporsional terhadap
volume produk, melainkan proporsional terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh
aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk tersebut.
Pemilihan aktivitas-aktivitas dan pemicu-pemicu biaya secara hati-hati
merupakan kunci untuk memperoleh manfaat dari sistem Activity Based Costing. Activity
Based Costing mampu membantu kekonsistenan munculnya problem-problem pemilihan
pemicu biaya dengan kriteria keputusannya yang dinyatakan secara subyektif berdasarkan
pada pengalaman manajerial. Dengan metode Activity Based Costing dapat ditelusuri
aktivitas apa saja yang dikonsumsi produk tersebut, sehingga dapat diketahui jumlah biaya
yang sebenarnya.

Pengertian Activity Based Costing (ABC)


Secara umum, Activity Based Costing merupakan metode yang menerapkan
konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk
yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, sistem ABC menawarkan lebih dari
sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi
tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-

1
biaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran
distribusi.
Menurut Mulyadi (1993) yang memberikan pengertian ABC sebagai berikut :
“ABC merupakan metode penentuan HPP (product costing) yang ditujukan untuk
menyajikan informasi harga pokok secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan
mengikursecara cermat konsumsi sumber daya alam setiap aktivitas yang digunakan untuk
menghasilkan produk.”
Pengertian ABC yang lain juga dikemukakan oleh Hansen and Mowen (1999)
sebagai berikut :
“Suatu sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke
produk.” Sedangkan, pengertian akuntansi aktivitas menurut Brimson (1991) menyatakan
bahwa Activity Based Costing adalah suatu proses pengumpulan dan menelusuri biaya dan
data performan terhadap suatu aktivitas perusahaan dan memberikan umpan balik dari hasil
aktual terhadap biaya yang direncanakan untuk melakukan tindakan koreksi apabila
diperlukan.”
Definisi lain dikemukakan oleh Garrison dan Norren (2000) menyatakan Activity
Based Costing merupakan metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya
bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan
mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.” Jadi, Activity-Based Costing (ABC) adalah
konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan pada aktivitas-
aktivitas bisnis dalam organisasi yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk
dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan aktivitas-
aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan biaya. Biaya
produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan kemudian ke sumberdaya-
sumberdaya yang dimanfaatkan. Hal ini menghasilkan perhitungan biaya produk yang lebih
akurat dibandingkan dengan perhitungan menggunakan konsep tradisional. ABC baik
untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk dan
memiliki komponen biaya tidak langsung yang signifikan.
Activity-Based Costing (ABC) dapat dikatakan sebagai suatu sistem informasi
akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi

2
dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya.
ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan.
Sistem Activity Based Costing timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen
akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
a. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
b.  Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead
pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
c. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy
Penerapan ABC sistem akan relevan bila biaya overhead pabrik merupakan
biaya yang paling dominan dan multiproduk. Dalam merancang sistem ABC, aktivitas
untuk membuat dan menjual produk digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:
a. Facility sustaining activity cost adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya
asuransi, biaya gaji pegawai kunci.
b. Product sustaining activity cost adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian
dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat
dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk.
c. Bacth activity cost adalah biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang
diproduksi. Misal biaya set up mesin.
d. Unit level activity cost adalah biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit
produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja.

Asumsi dan Konsep Dasar Activity Based Costing Systems


Activity Based Costing adalah pendekatan penentuan biaya produk yang
membebankan ke biaya atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan
karena aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk
atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut
menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Henry Simamora (1999)

3
menyatakan bahwa perbedaan komputasional prinsipil antara metode tradisional dengan
ABC Systems berkenaan dengan sifat dan jumlah pemicu biaya (cost driver) yang
digunakan.
Menurut Robin Cooper dan Robert S. Kaplan (1991) menyebutkan bahwa ada
dua asumsi penting yang mendasari ABC Systems, yaitu:
a. Aktivitas menyebabkan timbulnya biaya (activities cause cost). ABC Systems berangkat
dari asumsi bahwa sumber daya pendukung atau sumber daya tidak langsung
menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan
timbulnya biaya yang harus dialokasikan. Tahap pertama dari ABC Systems adalah
membebankan biaya-biaya dari sumber daya pendukung ke aktivitas-aktivitas yang
menggunakan sumber daya tersebut. Karena itu, ABC Systems berangkat dari asumsi
bahwa aktivitas menyebabkan timbulnya biaya.
b. Produk dan pelanggan menyebabkan timbulnya permintaan atas aktivitas ( product and
customers create the demand for activities). Untuk membuat produk diperlukan
berbagai aktivitas dan setiap aktivitas memerlukan sumber daya untuk pelaksanaan
aktivitas tersebut. Karena itu, pada tahap kedua dari ABC Systems biaya-biaya aktivitas
dibebankan ke produk berdasar konsumsi atau permintaan masing-masing produk
terhadap aktivitas tersebut.

Pembebanan Dua Tahap dalam Activity Based Costing


Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing
Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad
pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya
tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada
tahap pertama dan dasar pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap
kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional (cooper, 1991).
Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila
dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional.
Sebelum sampai pada prosedur pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing
perlu dipahami hal-hal sebagai berikut:

4
a. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver
merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead.
Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan
menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.
b. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh
setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi
oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis
produk.
c. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi
biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut
suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead secara logis
harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua
produk.

Prosedur Pembebanan Biaya Overhead dengan Sistem Activity Based Costing


Menurut Mulyadi (1993), prosedure pembebanan biaya overhead dengan
sisitem ABC melalui dua tahap kegiatan:

a. Tahap Pertama
Pengumpulan biaya dalam cost pool yang memiliki aktifitas yang sejenis atau
homogen, terdiri dari 4 langkah :
1. Mengidentifikasi dan menggolongkan biaya kedalam berbagai aktifitas.
2. Mengklasifikasikan aktifitas biaya kedalam berbagai aktifitas, pada langkah ini
biaya digolongkan kedalam aktivitas yang terdiri dari 4 kategori yaitu:
 Aktivitas Berlevel Unit (Unit Level Activities)
Aktivitas ini dilakukan untuk setiap unit produksi. Biaya aktivitas berlevel
unit bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh,
menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan, karena tenaga tersebut
cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit yang
diproduksi.

5
 Aktivitas Berlevel Batch (Batch Level Activities)
Aktivitas dilakukan setiap batch diproses, tanpa memperhatikan berapa unit
yang ada pada batch tersebut. Misalnya, pekerjaan seperti membuat order
produksi dan pengaturan pengiriman konsumen adalah aktivitas berlevel
batch.
 Aktivitas Berlevel Produk (Produk Level Activities)
Aktivitas berlevel produk berkaitan dengan produk spesifik dan biasanya
dikerjakan tanpa memperhatikan berapa batch atau unit yang diproduksi
atau dijual. Sebagai contoh merancang produk atau mengiklankan produk.
 Aktivitas Berlevel Fasilitas (Fasility level activities)
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi
perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan
dengan volume. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai
jenis produk yang berbeda. Kategori ini termasuk aktivitas seperti
kebersihan kantor, penyediaan jaringan komputer dan sebagainya. (Carter,
2009: 528-532).
3. Mengidentifikasikan Cost Driver
Dimaksudkan untuk memudahkan dalam penentuan tarif/unit cost driver.
4. Menentukan tarif/unit Cost Driver
Adalah biaya per unit Cost Driver yang dihitung untuk suatu aktivitas.
Tarif/unit cost driver dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Tarif per unit Cost Driver = Cost Driver/JumlahAktifitas

b. Tahap Kedua
Penelusuran dan pembebanan biaya aktivitas kemasing-masing produk yang
menggunakan cost driver. Pembebanan biaya overhead dari setiap aktivitas
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

BOP yang dibebankan = Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver yang dipilih

6
Manfaat dan Keterbatasan Metode Activity Based Costing
Manfaat ABC adalah:
a. Menentukan harga pokok produk secara lebih akurat, terutama untuk menghilangkan
adanya subsidi silang sehingga tidak ada lagi pembebanan harga pokok jenis tertentu
terlalu tinggi (over costing) dan harga pokok jenis produk lain terlalu rendah (under
costing).
b. Memperbaiki pembuatan keputusan. Dengan menggunakan ABC tidak hanya
menyajikan informasi yang lebih akurat mengenai biaya produk, tetapi juga
memberikan informasi bagi manajer tentang aktivitas-aktivitas yang menyebabkan
timbulnya biaya khususnya biaya tidak langsung, yang merupakan hal penting bagi
manajemen dalam pengambilan keputusan baik mengenai produk maupun dalam
mengelola aktivitas-aktivitas sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
usaha.
c. Mempertinggi pengendalian terhadap biaya overhead. Biaya overhead di sebabkan oleh
aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan. Sistem ABC memudahkan manajer dalam
mengendalikan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya overhead tersebut.
Keterbatasan ABC adalah:
a. Sistem ABC menghendaki data-data yang tidak biasa dikumpulkan oleh suatu
perusahaan, seperti jumlah set-up, jumlah inspeksi, jumlah order yang diterima.
b. Pada ABC pengalokasian biaya overhead pabrik, seperti biaya asuransi dan biaya
penyusutan pabrik ke pusat-pusat aktivitas lebih sulit dilakukan secara akurat karena
makin banyaknya jumlah pusat-pusat aktivitas.

Activity Based Costing pada perusahaan jasa


Sistem kerja Activity Based Costing banyak diterapkan pada perusahaan
manufaktur, tetapi juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa. Penerapan metode Activity
Based Costing pada perusahaan jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini
disebabkan oleh karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa. Menurut Brinker (1992),
karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa, yaitu:

7
a. Output seringkali sulit didefinisi
b. Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang dapat didefinisi
c. Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari total cost pada seluruh kapasitas yang ada
dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya. Output pada
perusahaan jasa adalah manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud,
contoh: kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output
pada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun
sulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode Activity Based Costing pada
bisnisnya.
Untuk menjawab permasalahan diatas, Activity Based Costing benar-benar dapat
digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penerapan Activy Based Costing pada perusahaan jasa adalah:
a. Identifying and Costing Activities
Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untuk
pengoperasian yang efisien.
b. Spesial Challenger
Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur akan memiliki
permasalahan-permasalahan yang serupa. Permasalahan itu seperti sulitnya
mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan,
karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak
dapat dihindari.
c. Output Diversity
Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang
ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas
pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan.

8
CONTOH KASUS
PENENTUAN HPP DENGAN METODE
TRADITIONAL COSTING DAN ACTIVITY BASED COSTING

PT. ADIP memproduksi empat jenis produk yaitu : B, L, U , E dan dengan data sebagai berikut :

Keterangan B L U E Total
Unit Keluaran 400 unit 450 unit 750 unit 600 unit 2.200 unit
Biaya Bahan Rp.100.000 Rp.150.000 Rp.200.000 Rp.250.000 Rp.700.000
Baku
(Material Cost)
Jam Inspeksi 60 jam 90 jam 150 jam 100 jam 400 jam
(Inspection
Hours)
Kilowatt 900 jam 1.300 jam 1.700 jam 2.100 jam 6.000 jam
(Kilowatt Hours)
Jam Mesin 350 jam 500 jam 650 jam 1.000 jam 2.500 jam
(Machine Hours)
Putaran Produksi 40 30 75 55 200
(Production
Cycle)
Jam kerja 75 jam 95 jam 120 jam 60 jam 350 jam
Langsung
(Direct Labour
Hours)

Biaya tenaga kerja Rp. 400 / jam


Biaya Overhead Pabrik :
• Biaya inspeksi pabrik (Factory inspection expense) Rp. 40.000

• Biaya Listrik Rp. 70.000

• Biaya perawatan mesin (machine maintenance cost) Rp. 90.000

• Biaya Persiapan produksi (product preparation cost) Rp. 150.000 +


Rp. 350.000

Hitunglah harga pokok per unit :


9
a. Menggunakan metode konvensional dengan memakai tarif overhead berdasarkan jam mesin.
b. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut :
 Biaya Inspeksi pabrik dialokasikan berdasarkan jam inspeksi

 Biaya Listrik dialokasikan berdsarkan kilowatt jam

 Biaya perawatan mesin dialokasikan berdasarkan jam mesin

 Biaya persiapan produksi dialokasikan berdasarkan putaran produksi

c. Bandingkan hasil kedua metode tersebut!

JAWABAN CONTOH KASUS

A. Metode konvensional :

Tarif BOP : 350.000 / 2500 JM = Rp 140 / Jam Mesin

Keterangan B L U E
Biaya Bahan Baku Rp. 100.000 Rp. 150.000 Rp. 200.000 Rp. 250.000
BTKL Rp. 30.000 Rp. 38.000 Rp. 48.000 Rp. 24.000
Biaya Utama Rp. 130.000 Rp. 188.000 Rp. 248.000 Rp. 274.000

(BBB + BTKL)

BOP @ 140 x jam Rp. 49.000 Rp. 70.000 Rp. 91.000 Rp. 140.000
mesin
HPP Rp. 179.000 Rp. 258.000 Rp. 339.000 Rp. 414.000
Unit yang 400 unit 450 unit 750 unit 600 unit
Diproduksi
HPP/Unit 447,50 573,33 452 690

B. Metode ABC :
Tarif BOP :
Biaya Inspeksi Pabrik Rp. 40.000 / 400 Jam = Rp 100 / Jam inspeksi
Biaya Listrik Rp. 70.000 / 6000 Jam = 11.67 / kilojam
Biaya Perawatan mesin Rp. 90.000 / 2500 = 36 / Jam mesin
Biaya Persiapan Produksi Rp. 150.000 / 200 = 750 / putaran
10
Keterangan B L U E
Biaya Utama Rp. 130.000 Rp. 188.000 Rp. 248.000 Rp. 274.000
Biaya Inspeksi @ Rp 100 Rp. 6.000 Rp. 9.000 Rp. 15.000 Rp. 10.000
/ jam
Biaya Listrik Rp. 10.503 Rp. 15.171 Rp 19.839 Rp 24.507
@ Rp 11.67 /kwh
Biaya Perawatan Rp. 12.600 Rp. 18.000 Rp. 23.400 Rp. 36.000
@ Rp 36/ jam
Biaya persiapan @ Rp Rp. 30.000 Rp. 22.500 Rp. 56.250 Rp. 41.250
750 / putaran
HPP : Rp. 189.103 Rp. 252.671 Rp. 362.489 Rp 385.757
Unit Produksi
HPP / Unit Rp 472.76 Rp 561.49 Rp 483.31 Rp 642.93

C. Membandingkan Hasil yang Diperoleh

Keterangan B L U E

HPP / Unit Konvensional Rp. 447.50 Rp. 573.33 Rp. 452 Rp. 690

HPP / Unit ABC Rp. 472.76 Rp. 578.16 Rp. 483.31 Rp. 642.93

% perubahan pemakaian Rp. 5.34 % Rp 0.83 % Rp 6.48 % Rp -7.32 %

ABC

11
Metode ABC membebankan BOP lebih besar terhadap produksi dengan volume lebih

rendah sehingga HPP / unit yang menjadi lebih mahal dan membebankan BOP lebih kecil terhadap

produksi dengan volume yang lebih tinggi sehingga HPP/unit lebih murah.

Kesimpulan
Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan
sebelumnya, antara lain :
a. Terjadinya perbedaan atau selisih harga pokok produksi dengan menggunakan metode
konvensional dan metode Activity Based Costing disebabkan karena adanya perbedaan
pembebanan dalam alokasi biaya overhead ke masing-masing produk, dimana dalam
metode konvensional hanya menggunakan satu pemicu biaya saja untuk mengalokasikan
biaya overhead yaitu berdasarkan unit produksi, sedangkan pada metode ABC
menggunakan beberapa pemicu biaya.
b. Manfaat ABC adalah:
1) Menentukan harga pokok produk secara lebih akurat, terutama untuk menghilangkan
adanya subsidi silang sehingga tidak ada lagi pembebanan harga pokok jenis tertentu
terlalu tinggi (over costing) dan harga pokok jenis produk lain terlalu rendah (under
costing).
2) Memperbaiki pembuatan keputusan. Dengan menggunakan ABC tidak hanya
menyajikan informasi yang lebih akurat mengenai biaya produk, tetapi juga
memberikan informasi bagi manajer tentang aktivitas-aktivitas yang menyebabkan
timbulnya biaya khususnya biaya tidak langsung, yang merupakan hal penting bagi
manajemen dalam pengambilan keputusan baik mengenai produk maupun dalam
mengelola aktivitas-aktivitas sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
usaha.
3) Mempertinggi pengendalian terhadap biaya overhead. Biaya overhead di sebabkan
oleh aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan. Sistem ABC memudahkan
manajer dalam mengendalikan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya overhead
tersebut.

12
Keterbatasan ABC adalah:
1) Sistem ABC menghendaki data-data yang tidak biasa dikumpulkan oleh suatu
perusahaan, seperti jumlah set-up, jumlah inspeksi, jumlah order yang diterima.
2) Pada ABC pengalokasian biaya overhead pabrik, seperti biaya asuransi dan biaya
penyusutan pabrik ke pusat-pusat aktivitas lebih sulit dilakukan secara akurat karena
makin banyaknya jumlah pusat-pusat aktivitas.

13

Anda mungkin juga menyukai