NIM : 1904551490
No Absen : 29
Mata Kuliah : Hukum Adat Bali
Kelas : Y
1. Sebutkan 3 (tiga) golongan kesatuan masyarakat hukum adat yang dikenal dalam
masyarakat adat Bali.
Golongan pertama kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial yang ada di Bali
adalah desa pakraman atau yang dulu disebut dengan desa adat, golongan kedua kesatuan
masyarakat hukum adat genelogis adalah dadia/panti, golongan ketiga kesatuan masyarakat
hukum adat fungsional yang ada di Bali adalah subak.
2. Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat territorial di Bali. Apa pengertian desa
adat menurut Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Desa adat yang dimaksudkan dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa
Adat di Bali adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah,
kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama
pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan
tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
3. Sebut dan jelaskan kelembagaan pemerintahan desa adat menurut Peraturan Daerah Nomor
4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Kelembagaan pemerintah desa dapat dilihat dalam Pasal 29 Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali yaitu:
(1) Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a paling
sedikit terdiri atas: a. Bandesa Adat atau sebutan lain; b. patajuh Bandesa Adat atau
pangliman atau sebutan lain; c. panyarikan atau juru tulis atau sebutan lain; dan d.
patengen atau juru raksa atau sebutan lain.
(2) Bandesa adat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dipilih oleh Krama Desa secara musyawarah mufakat.
(3) Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d, ditunjuk dan ditetapkan oleh Bandesa Adat dalam Paruman Sabha Desa
Adat.
(4) Pemilihan Bandesa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukan
Prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Awig-Awig dan /atau
Pararem.
(5) Masa jabatan Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan Awig-Awig dan/atau Pararem yang berlaku di Desa Adat setempat.
(6) Prajuru Desa Adat melaksanakan tugas dan wewenang secara kolektif kolegial.
(7) Prajuru Desa Adat dapat mengangkat staf administrasi umum dan keuangan sesuai
kebutuhan.
4. Sebutkan karakter khas Desa Adat dibandingkan dengan kesatuan masyarakat hukum adat
di Indonesia pada umumnya.
Desa adat atau desa pakraman dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat menetapkan
aturan-aturan sendiri berupa awig-awig berupa hukum adat. Penyusunan awig-awig desa
bersumber dari falsafah Tri Hita Karana, yaitu mengatur keharmonisan hubungan antara
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia dengan sesama manusia, dan manusia
dengan alam. Sistem pemerintahan desa di Bali, selain ada pemerintahan desa pakraman,
ada juga pemerintahan desa dinas. Kedua jenis desa tersebut mempunyai fungsi dan tugas
yang berbeda. Desa pakraman mengatur urusan adat dan agama, sedangkan desa dinas
mengatur urusan administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintah desa di
bawah kecamatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, desa pakraman dan desa
dinas dapat berjalan secara harmonis, namun dapat juga terjadi konflik, karena adanya
perbedaan kepentingan. Unsur-unsur penting yang dimiliki desa pakraman antara lain;
adanya Kahyangan Tiga, adanya krama desa selaku umat Hindu, wilayah tententu,
kekayaan sendiri, dan otonomi asli. Desa pakraman dalam menyelenggarakan pemerintahan
berpedoman pada awig-awig yang dibuat dan disahkan oleh krama desa sendiri.
5. Sebutkan prinsip-prinsip yang berlaku dalam sistem kekeluargaan kapurusa (purusa) yang
dianut oleh masyarakat adat Bali.
Dalam hal keturunan, dapat dilihat dari garis laki-laki (bapak). Secara hukum hanya
individu yang berasal dari bapak asal (wit) yang diperhitungkan sebagai keluarga baik
dalam keluarga batih (inti) maupun keluarga luas. Orang-orang yang termasuk dalam garis
ini lazim disebut keluarga saking purusa. Sedangkan orang-orang dari keluarga pihak ibu
yang lazim disebut saking pradana sama sekali tidak memiliki keterkaitan hukum. Itulah
sebabnya nilai atau derajat hubungan antara seseorang dengan sanak saudara dari garis
purusa (saking purusa) jauh lebih penting dibandingkan dengan hubungannya dengan sanak
saudara dari pihak ibu (saking pradana). Dalam hal perkawinan, seorang perempuan
dilepaskan dari hubungan hukumnya dengan keluarga asalnya dan selanjutnya masuk secara
total dalam keluarga suaminya. Dengan demikian seorang anak perempuan yang sudah
kawin tidak lagi diperhitungkan hak dan kewajibannya, materiil maupun immateriil dalam
keluarga asal, melainkan sepenuhnya diperhitungkan dalam keluarga suami
6. Uraikan pengaruh sistem kekeluargaan kapurusa terhadap hukum perkawinan dan hukum
waris.
- Hukum perkawinan : akibat dari system kapurusa/system yang dapat dilihat dari
keturunan bapak dalam perkawinan adalah seorang perempuan dilepaskan dari
hubungan hukumnya dengan keluarga asalnya dan selanjutnya masuk secara total
dalam keluarga suaminya. Dengan demikian seorang anak perempuan yang sudah
kawin (atau anak laki-laki yang kawin nyeburin) tidak lagi diperhitungkan hak dan
kewajibannya, materiil maupun imateriil,dalam keluarga asalnya melainkan
sepenuhnya diperhitungkan dalam keluarga suaminya.
- Hukum waris : Anak laki-laki dalam system kapurusa dianggap memiliki derajat yang
lebih tinggi daripada anak perempuan oleh karena itu anak laki-laki adalah orang
pertama yang berhak mewarisi harta warisan orang tua karena ia telah memperoleh hak
(swadikara) dan kewajiban (swadharma) yang harus dijalani oleh seorang ahli waris
ketika pewaris meninggal dunia sehingga anak laki-laki sangat berperan kedudukannya
bagi masyarakat adat Bali karena hanya keturunan laki-laki sajalah yang memiliki hak
terhadap warisan. Sementara keturunan yang berstatus pradana (perempuan), tidak
dapat untuk meneruskan tanggung jawab sehingga anak perempuan dianggap tidak
berhak atas harta warisan dari orangtuanya.
7. Bagaimana kedudukan anak perempuan dalam pewarisan menurut hukum adat Bali?
Kedudukan perempuan Hindu dalam sistem pewarisan menurut hukum waris adat Bali
ditentukan oleh statusnya sebagai purusa/sentana rajeg atau sebagai pradana. Apabila
seorang perempuan tersebut merupakan anak tunggal maka statusnya diubah menjadi
purusa/sentana rajeg untuk mendapatkan hak mewaris dari kedua orang tuanya. Namun
apabila tidak berstatus sebagai purusa/sentana rajeg maka hanya berhak menikmati harta
gunakaya dari orang tuanya yang digunakan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Majelis Utama Desa Pakraman dalam Pesamuhan Agung III telah memutuskan, seorang
permepuan berhak menerima 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian
sepanjang perempuan ini tidak pindah agama dan durhaka pada orang tuanya.