Anda di halaman 1dari 6

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH HUKUM ADAT BALI

OLEH :

PUTU ADINDA TASYA SARASWATI

1804551120

KELAS C

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
1. Dengan hidupnya dualisme desa di bali, dimana kedua desa tersebut berada dalam
kehidupan yang harmonis. Sehubungan dengan adanya pandemi covid-19
mungkinkah desa adat dipakai alat oleh penguasa dalam melaksanakan kebijakan
dalam kaitan pandemic covid-19 tersebut? Berikan argumentasi saudara!

Desa adat dapat diberikan wewenang dalam kaitan pandemi covid-19 karena mengacu
pada perda provinsi bali no 4 tahun 2019 tentang Desa adat pada pasal 5 diatur mengenai desa
adat berstatus sebagai subjek hukum daam sistem pemerintahan provinsi bali jadi desa adat wajib
menjalankan amanat dari gubernur selaku pimpinan tertinggi pada sistem pemerintah provinsi
bali. Selain pada pasal 5, pada pasal 21 mengenai tugas desa adat pun telah diatur bahwa desa
adat memiliki tugas mewujudkan kasukertan desa adat yang meliputi ketentraman, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kedamaian sakala dan niskala, jadi dalam hal ini desa adat wajib mewujudkan
segala hal tersebut termasuk ditengah pandemi ini yang sekiranya memang meresahkan
masyarakat. dalam undang-undang dasar negara republik indonesia pula telah diatur bahwa telah
mengakui dan menghormati atas kedudukan dan peran desa adat yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya negara kesatuan republik indonesia, jadi
desa adat telah diakui keberadaan serta kedudukannya dalam sistem hukum indonesia dan oleh
sebab itu desa adat dapat diberikan kewenanga dalam kaitannya dengan pandemi covid-19.

2. Masyarakat Bali Hindu menganut system kekerabatan patrilineal, yang di Bali disebut
purusa. Apa makna purusa tersebut? Jelaskan!

Masyarakat adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal atau kebapaan yang lebih
dikenal luas dalam masyarakat bali istilah kepurusa atau purusa. Prinsip-prinsip dalam sistem
kekeluargaan Kepurusa sama dengan sistem kekeluargaan yang dianut dalam kitab Manawa
dharmasastra yang juga dikenal sebagai salah satu kitab hukum hindu. Oleh sebab itu prinsip
kekeluargaan yang dianut masyarakat adat di bali dijiwai oleh ajaran agama hindu.

Prinsip-prinsip dasar yang dianut dalam sistem kekeluargaan purusa adalah sebagai
berikut:

1. Keturunan dilacak dari garis laki-laki (bapak).


Secara hukum hanya individu yang berasal dari bapak yang diperhitungkan sebagai
keluarga inti atau keluarga luas. Orang-orang dari pihak bapak lazim disebut keluarga
saking purusa. Sedangkan orang-orang dari pihak ibu lazim disebut keluarga saking
pradana sama sekali tidak diperhitungkan dalam keluarga. Dengan hal tersebut sebabnya
nilai atau derajat hubungan antara seseorang sanak saudara dari garis keturunan purusa
jauh lebih penting dibandingkan dengan hubungan dengan sanak saudara dari garis
keturunan pradana
2. Di dalam sistem perkawinan
Dalam perkawinan (kecuali dalam bentuk perkawinan nyeburin) seorang perempuan
dilepaskan dari hubungan hukumnya dengan keluarga asalnya dan selanjutnya masuk
secara total dalam keluarga suaminya. Dengan demikian, seorang anak perempuan yang
sudah kawin (atau anak laki-laki yang kawin nyeburin) tidak lagi diperhitungkan hak dan
kewajibannya, materiil maupun immateriil, dalam keluarga asalnya melainkan
sepenuhnya diperhitungkan dalam keluarga suaminya.
3. Di dalam menentukan kududukan anak
Dalam sistem kekeluargaan purusa , maka adanya keturunan laki-laki dalam keluarga
sangatlah penting. Kedudukan anak laki-lakilah yang berfungsi sebagai pelanjut
keturunan. Anak laki-laki sebagai pelanjut keturunan ini disebut dengan
istilah sentana. Pentingnya nilai anak laki dalam suatu keluarga sesuai dengan ajaran
agama Hindu yang sering dikatakan menjiwai kehidupan masyarakat Bali termasuk
dalam pelaksanaan hukum adatnya.

3. Dalam keluarga batih pada masyarakat Bali, mana kala tidak mempunyai anak laki-
laki, apakah keturunan itu berarti putung (camput)? Jelaskan

Memperhatikan pengertian perkawinan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1974 dapat diketahui bahwa perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagi keluarga Bali, salah satu ukuran keluarga yang
bahagia adalah adanya anak sebagai penerus keturunan. Tujuan perkawinan dalam pandangan
agama Hindu, selain makardi rahayu kayang rivekas (membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal), juga untuk mendapatkan keturunan Berdasarkan sistem kekeluargaan purusa, maka
adanya keturunan laki-laki dalam keluarga sangatlah penting. Dalam keluarga Bali, keturunan
laki-lakilah yang berfungsi sebagai pelanjut keturunan. Anak laki-laki sebagai pelanjut keturunan
ini disebut dengan istilah sentana. Pentingnya nilai anak laki-laki dalam suatu keluarga sesuai
dengan ajaran agama Hindu yang sering dikatakan menjiwai kehidupan masyarakat Bali
termasuk dalam pelaksanaan hukum adatnya. Dalam sastra agama (kitab agama) pentingnya nilai
anak laki-laki antara lain dilukiskan dalam kitab Manawa Dharmacastra dan Kitab Mahabrata.
Dalam kedua kitab agama ini dengan jelas disebutkan pentingnya fungsi anak laki-laki tidak saja
dalam kehidupan di dunia nyata (marcapada) ini, melainkan juga sangat penting fungsinya dalam
alam kekekalan (suargaloka).

Dalam pandangan masyarakat Bali, anak laki-laki memang mempunyai nilai penting
dalam menjalankan kehidupan diduna nyata, baik dalam kehidupan keluarga maupun
kemasyarakatan. Pada anak laki-laki digantungkan harapan sebagai penerus generasi;
memelihara dan memberi nafkah jika orang tuanya sudah tidak mampu; melaksanakan upacara
agama (seperti: ngaben, dan lain-lain); serta selalu bhakti kepada leluhur yang bersemayam di
sanggah atau merajan, dan menggantikan kedudukan bapaknya dalam masyarakat kalau anak
tersebut sudah kawin (menjadi kerama banjar atau kerama desa)

Tetapi bagaimana kalau dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki sebagai
pelanjut keturunan? Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut ceput atau putung,
suatu keadaan dimana suatu keluarga (dinasti) tidak mempunyai pelanjut keturunan. Di masa
kerajaan Bali, seseorang yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan (ahli waris) maka raja
yang bertanggungjawab terhadap jenazah orang itu dan mengambil seluruh warisan yang
ditinggalkannya berdasarkan "hak camput" raja. Untuk menghindari keputungan (ke-putung-
an=keadaan tidak mempunyai keturunan) maka suatu keluarga dapat memanfaatkan lembaga
yang disediakan oleh hukum adat yaitu lembaga pengangkatan anak perempuan menjadi pelanjut
keturunan (sentana rajeg) maupun dengan mengangkat anak orang lain menjadi anak angkat
(sentana peperasan) melalui lembaga pengangkatan anak.

Jadi apabila dalam keluarga batih atau keluarga pokok dalam masyarakat bali tidak
memiliki keturunan atau anak laki-laki itu dapat dikatakan sebagai keturunan putung atau ceput
karena dalam sistem kekeluargaan kepurusan. Anak laki-laki adalah pewaris keturunan di
kelurga batih atau keluarga pokok. Namun untuk meneruskan keturunan karena disebabkan ceput
atau putung ada beberapa cara yaitu sentana rajeg atau dengan sentana peperasan
4. Apakah semua masyarakat Bali Hindu menganut system kekeluargaan patrilineal?
Jelaskan!

Semua masyarakat hindu di bali menganut sistem kekeluargaan kepurusan karena


kehidupan sosial budaya masyarakat bali sehari-hari hampir semuanya dipengaruhi oleh
keyakinan kepada hindu dharma yang dianut sejak beberapa abad lalu. Oleh karena itu
masyarakat dan kebudayaan bali tidak akan bisa dilepaskan dari pengaruh sistem religi hindu.
Lalu sistem kekeluargaan patrilineal atau kebapaan yang lebih dikenal luas dalam masyarakat
bali istilah kepurusa atau purusa. Prinsip-prinsip dalam sistem kekeluargaan Kepurusa sama
dengan sistem kekeluargaan yang dianut dalam kitab Manawa dharmasastra yang juga dikenal
sebagai salah satu kitab hukum hindu. Oleh sebab itu prinsip kekeluargaan yang dianut
masyarakat adat di bali dijiwai oleh ajaran agama hindu. Namun di beberapa daerah dibali
contohnya di Desa Tenganan Pegringsingan yang terletak kabupaten Karangasem menganut
sistem kekeluargaan parental. Sistem kekeluargaan parental dimana suatu masyarakat menarik
keturunan dari garis ayah dan ibu.

Oleh sebab itu masyarkat hindu bali tak bisa terlepas dari sistem kekeluargaan kepurusa
atau purusa karena masyarakat hindu di bali seluruh kebudayaannya selalu berdasarkan ajaran
hindu darma serta sistem kekeluargaan kepurusa atau purusa telah dianut dalam kitab manawa
dharmasastra sebagai salah satu kitab hukum hindu. Namun tidak sepenuhnya masyarakat hindu
bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal melainkan ada beberapa desa yang menganut
sistem kekeluargaan parental.
DAFTAR BACAAN

I. BUKU

Putra Astiti, Tjok Istri et Al, 2017, Buku Ajar Hukum Adat Lanjutan, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar.

P. Windia, Wayan dan Ketut Sudantra, 2016, Pengantar Hukum Adat Bali “Cetakan kedua”
Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai