Anda di halaman 1dari 18

USULAN PENELITIAN

PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA WANITA

(STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

WANITA KELAS IIA DENPASAR)

I DEWA GEDE ANANDA AGISHSWARA

1604551175

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019
1

DAFTAR ISI

USULAN PENELITIAN.........................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Ruang Lingkup Masalah.................................................................................4
1.4 Orisinalitas Penelitian.....................................................................................5
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................9
1.6 Manfaat Penelitian........................................................................................10
1.7 Landasan Teoritis.........................................................................................10
1.8 Metode Penelitian.........................................................................................13
1.9 Daftar Pustaka...............................................................................................16
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (atau sering disebut sebagai lapas)

adalah akibat dari suatu perbuatan yang sebelumnya telah dilakukan yang dimana

perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana serta dinyatakan telah

terbukti melalui sebuah proses peradilan, Orang-orang yang mendekam di dalam

lembaga masyarakat disebut dengan istilah narapidana. Narapidana yang

mendekam di dalam lapas tidak memiliki kebebasan yang sama seperti orang pada

umumnya. Baik narapidana pria ataupun wanita menghadapi sejumlah

permasalahan yang mempengaruhi psikologis mereka. Masalah psikologis seperti

hilangnya keluarga, hilangnya kontrol diri, hilangnya model, dan hilangnya

dukungan, merupakan lika liku kehidupan narapidana selama berada di lapas.

Besarnya tembok lapas merupakan suatu simbol hilangnya kebebasan narapidana

yakni kebebasan dalam bergerak. Narapidana ini juga mengalami perubahan

dalam kehidupan yang biasanya mereka lakoni. Ini disebabkan karena aturan yang

berada di dalam lapas yang menyebabkan hilangnya hak yang mereka miliki,

antara lain hilangnya hak untuk menentukan semua hal sesuai dengan diri sendiri,

hilangnya hak untuk memiliki barang, hilangnya hak untuk mendapat pelayanan,

hilangnya rasa aman, serta hilangnya hubungan dengan lawan jenis, Secara fisik

maupun psikologis, gangguan yang diterima oleh narapidana tersebut lambut laun

akan mempengaruhi kehidupan narapidana. Karena hal inilah diperlukan suatu


3

sistem yang dimana narapidana diayomi bukan lagi hanya sekedar diisolasi.

Sistem tersebut ialah sistem pemasyarakatan.

Ide Pemasyarakatan yang sebagaimana sangat diinginkan oleh masyarakat

Indonesia akhirnya dapat terwujud. Disahkan nya suatu isntrumen penting yang

mengatur mengenai pemasyarakatan yakni, disahkannya Undang-undang Nomor

12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dalam Lambaran Negara Nomor 77

Tahun 1995 (yang kemudian saya singkat sebagai UU Pemasyarakatan). Lahirnya

undang-undang tersebut di dasarkan atas pertimbangan bahwa di dalam lembaga

pemasyarakatan perlakuan terhadap warga binaan tidak sesuai dengan sistem

pemasyarakatan Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Tujuan

dari sistem kemasyarakatan ini adalah agar warga binaan pemasyarakatan bisa

sadar akan kesalahan yang ia lakukan lalu mampu menjadi diri yang lebih baik

dan akhirnya mereka tidak akan lagi melakukan kesalahan seperti tindak pidana

dan dapat diterima kembali di dalam masyarakat. Itulah tujuan dari

pemasyarakatan berdasarkan Pancasila.

Sayangnya di dalam peraturan hukum saat ini khususnya di dalam UU

Pemasyarakatan tidak adanya pembeda antara narapidana laki-laki dengan

narapidana wanita. Ini bisa dilihat dalam pengertian narapidana di dalam UU

Pemasyarakatan yang dimana tidak adanya perbedaan antara narapidana laki-laki

ataupun narapidana wanita. Sehingga walaupun narapidana tersebut laki-laki

ataupun narapidana wanita kewajiban yang dilaksanakan di dalam lapas sama

karena tidak membedakan gender. Seperti yang kita ketahui, fisik atau psikologi

dari laki-laki dengan wanita sangat lah berbeda dan tidak sama. Lalu bagaimana
4

kah kehidupan narapidana wanita di dalam LAPAS. Apakah kewajiban yang ia

lakukan sama dengan narapidana laki-laki?

Penulis kemudian tertarik untuk membahas mengenai bagaimana bentuk

ataupun model dari pembinaan narapidana wanita, di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Kelas IIA Denpasar yang berlokasi di Jalan Intan Permai No. 4-62,

Denpasar Kelod, Kec. Kuta Utara, Kabupaten Badung kedalam suatu karya ilmiah

dengan judul “PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA WANITA (STUDI

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS IIA DENPASAR)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Denpasar?

2. Apa saja faktor-faktor yang menghambat terjadinya pelaksanaan

pembinaan terhadap narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Kelas IIA Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Memberikan batas-batas ruang lingkup masalah berguna untuk

meminimalisir substansi bahasan-bahasan dari pokok permasalahan tidak

menyimpang. Berikut ini merupakan batasan-batasan ruang lingkup masalah

dalam penelitian ini :


5

1. Pembahasan pertama membahas mengenai pembinaan terhadap

narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA

Denpasar.

2. Pembahasan kedua membahas mengenai faktor-faktor yang menghambat

terjadinya pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Denpasar.

1.4 Orisinalitas Penelitian.

Usulan penelitian ini dibuat berdasarkan keinginan penulis sendiri untuk

mengetahui bagaimana pembinaan terhadap narapidana wanita dalam lembaga

pemasyarakatan wanita kelas IIA Denpasar serta faktor penghambatnya. Dalam

memastikan orisinalitas usulan penelitian ini, penulis melaksanakan rangkaian

pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di perpustakaan yang berada dalam

Fakultas Hukum Universitas Udayana serta melalui media elektronik, Setelah

dilaksanakan nya pemeriksaan penulis menemukan penelitian sejenis dan

dijadikan acuan dalam dalam penyusunan penelitian, yakni sebagai berikut:

N Peneliti Judul Rumusan Masalah


1. Heningtias Gahas Hak-Hak Narapidana 1. Bagaimana sistem

Rukmana (Fakultas Wanita Di Lembaga pelaksanaan

Syariah dan Pemasyarakatan Kelas narapidana wanita di

Hukum, IIA Yogyakarta. lembaga

Universitas Islam pemasyarakatan

Negeri Sunan kelas IIA

Kalijaga, 2014). yogyakarta?


6

2. Bagaimana

pemenuhan hak

wanita di lembaga

pemasyarakatan

kelas IIA

yogyakarta?
2. Bambang Triswoyo Pelaksanaan Hak-Hak 1. Bagaimana

Kursan (Fakultas Narapidana Wanita Di pelaksanaan hak-hak

Hukum, Lembaga narapidana wanita di

Universitas Pemasyarakatan Wanita Lembaga

Andalas, Kelas II B Padang Pemasyarakatan

Wanita Kelas II B

Padang?

2. Apa saja kendala

dalam pelaksanaan

hak-hak narapidana

wanita di Lembaga

Pemasyarakatan

Wanita Kelas II B

Padang?
3. Abd.Asis (Fakultas Pembinaan Narapidana 1. Bagaimanakah

Hukum, Wanita Di Lembaga pembinaan yang

Universitas Pemasyarakatan Klas 1- dilakukan terhadap


7

Hasanudin) A Wanita Makasar narapidana wanita

di Lembaga

Pemasyarakatan

Klas I-A Wanita

Makassar ?

2. Bagaimanakah

efektifitas

pembinaan yang

dilakukan terhadap

narapidana wanita

di Lembaga

Pemasyarakatan

Klas I-A Wanita

Makassar ?

3. Apakah yang

menjadi Faktor

penghambat dalam

proses pembinaan

terhadap

narapidana wanita

di Lembaga

Pemasyarakatan

Klas I-A Wanita


8

Makassar ?
4. Rio Julio Pasaribu Pembinaan Narapidana 1. Bagaimanakah

(Fakultas Hukum, Wanita Pelaku Tindak pembinaan

Universitas Pidana Korupsi (Studi di narapidana wanita

Lampung) Lembaga pelaku tindak

Pemasyarakatan Wanita pidana korupsi di

Klas IIA Bandar Lembaga

Lampung) Pemasyarakatan

Wanita Klas IIA

Bandar Lampung?

2. Faktor

penghambat apa

saja dalam

pembinaan

narapadina wanita

pelaku tindak

pidana korupsi di

Lembaga

Pemasyarakatan

Wanita klas IIA

Bandar Lampung?
9

Aspek yang membedakan antara usulan penelitian ini dengan penelitian

yang sejenis tersebut itu adalah usulan penelitian yang diajukan oleh penulis fokus

terhadap pembinaan narapidana wanita di dalam lapas wanita kelas II A Denpasar,

serta apa saja faktor penghambat dalam melaksanakan pembinaan tersebut.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Dengan adanya penelitian ini tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk

mengetahui serta memahami pembinaan terhadap narapidana wanita di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Denpasar serta faktor-faktor yang

mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita

di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

Dengan adanya penelitian ini tujuan umum yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui serta memahami pembinaan terhadap narapidana

wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Denpasar.

2. Untuk menganalisa faktor-faktor yang mengakibatkan terhambatnya

pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Denpasar.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pembaca

mengenai pembinaan narapidana wanita serta faktor-faktor

penghambatnya di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Denpasar.


10

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi dalam

pembinaan narapidana wanita.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang sedang

diteliti, sehingga nantinya hasil dari penelitian ini bisa memberikan

kesimpulan yang baik.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memperluas pemahaman terhadap

permasalahan yang diteliti bagi pihak-pihak yang bersangkutan di dalam

penelitian ini.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis merupakan dasar dalam suatu penilitian yang berguna

untuk memfokuskan pembahasan sehingga jawaban yang diinginkan tercapai. Ada

beberapa landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

mengenai pemidanaan, teori mengenai wanita, narapida, sistem pemasyarakatan,

dan lembaga pemasyarakatan.

1.7.1 Pemidanaan

Pemidanaan merupakan klimaks dari rangkaian seseorang dalam

mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah ia lakukakan. Pemidanaan

merupakan hukuman yang harus diterima oleh orang yang telah melakukan suatu

timdak pidana.1 Seseorang yang dapat dipidana adalah seseorang yang memiliki

pertanggungjawaban pidana. Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana

adalah dapat disalahkannya seseorang akibat dari perbuatan yang bersifat

1
Chairul Huda, 2011, “Dari ‘TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN’ Menuju Kepada ‘TIADA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TANPA KESALAHAN’”, Cet. 4, Kencana, Hal. 129.
11

melawan hukum yang ia lakukakan. Sehingga jika ia tidak dapat disalahkan atas

kesalahannya maka orang tersebut tidak memiliki pertanggungjawaban pidana.

Contohnya adalah orang gila yang diatur pada pasal 44 ayat (1).

1.7.2 Wanita

Zaitunah Subhan mengatakan bahwa kata empu merupakan asal kata wanita

yang memiliki arti yakni, dihargai. Lalu istilah dari perempuan bergeser ke

wanita. Kata dasar dari kata wanita yakni, “wan” yang berarti nafsu, dianggap

berasal dari bahasa Sansekerta sehingga kata wanita mempunyai objek nafsu.

“wan” ditulis dengan kata want dalam bahasa Inggris, atau, wun dalam bahasa

Belanda. Kata tersebut mempunyai arti kenikmatan atau nafsu. Kata “wanted”

merupakan bentuk lampau dari kata wan dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya

berarti dibutuhkan atau dicari. Jadi, wanita adalah seseorang yang diinginkan.

Berdasarkan fisik serta psikologis atau kodrat yang dibawanya wanita merupakan

subjek hukum khusus. Perlindungan terhadap wanita kurang diberikan di dalam

sistem hukum (pidana) yang saat ini berlaku. Salah satunya bisa dilihat di dalam

UU Pemasyarakatan. Pengertian narapidana di dalam UU Pemasyarakatan tidak

membedakan antara narapidana laki-laki ataupun wanita. Sehingga walaupun

narapidana tersebut laki-laki ataupun wanita kewajiban yang dilaksanakan di

dalam lapas sama karena tidak membedakan gender.

1.7.3 Narapidana

Narapidana merupakan sebutan bagi orang orang yang sedang menjalani masa

hukumannya. Sebelum adanya istilah narapidana, istilah yang biasanya digunakan

adalah orang penjara atau orang hukuman. Di dalam KBBI, yang dimaksud
12

dengan narapidana adalah seseorang yang sedang menjalani hukuman karena telah

melakukan suatu tindak pidana. Menurut Pasal 1 ayat (7) UU Pemasyarakatan

menjelaskan bahwa narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana

hilang kemerdekan di Lembaga Pemasyarakatan. menurut Pasal 1 ayat (6) UU

Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengertian narapidana

di dalam undang undang pemasyarakatan tersebut tidak membedakan antara laki-

laki maupun wanita. Narapida merupakan seseorang yang sedang menjalankan

masa hukumannya, hukumannya berupa hilangnya kemerdekaan selama beberapa

waktu sesuai keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ia

diberikan hukuman karena telah melakukan suatu tindak pidana.

1.7.4 Sistem Pemasyarakatan

Sistem pemsyarakatan diatur pada pasal 1 angka 2 dan Pasal 2 UU

Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan UU Pemasyarakatan adalah suatu sistem

yang mengatur bagaimana cara membina para narapidana serta bagaimana para

pembina dalam melaksanakan tugasnya memasyaratkan kembali para narapidana

berdasarkan Pancasila. Sehingga nantinya para narapidana dapat diterima kembali

dan terjun sekali lagi di dalam masyarakat.

1.7.5 Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) diatur pada pasal 1

angka 3 UU Pemasyarakatan. LAPAS adalah suatu tempat yang digunakan untuk

melaksanakan pembinan terhadap narapidana dan anak didik di Indonesia

sehingga nanti nya para narapidana dan anak didik tersebut dapat diterima
13

kembali di dalam masyarakat. Istilah penjara sebelumnya digunakan dan sekarang

diganti dengan istilah LAPAS.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian ilmiah merupakan penggunaan metode dan prinsip-prinsip science,

yakni menggunakan suatu metode penelitian. 2 Metode penelitian merupakan suatu

kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan suatu teknik, yaitu dengan cara diteliti dan

sistematik

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris. Yang

dimaksud dengan empiris adalah suatu gagasan yang bersifat rasional yang

didapatkan dengan cara diamati yang bisa dilakukan oleh indria manusia,

sehinggan gagasan tersebut bisa diamati oleh orang lain. Di dalam penelitian

hukum, hal yang diamati adalah kesenjangan kenyataan (das sein) dan yang ada

pada aturan (das solen) dalam pemberlakuan suatu ketentutan hukum normatif.3

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan di dalam mengkaji permasalahan dari

penelitian ini adalah Pendekatan Undang- Undang atau diistilahkan dengan istilah

Statute Approach. Yang dimaksud dengan Pendekatan Undang-Undang adalah

suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah segala undang-undang

maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang

diteliti.4 Jenis pendekatan yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah
2
S. Nasution, 2014, Metode Research(Penelitian Ilmiah), Cet. 14, Bumi Aksara, Jakarta, h.1
3
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2013, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Cet.2,
Kencana, Jakarta, h.2.
4
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.9, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.164
14

pendekatan fakta atau diistilahkan dengan istilah The Fact Approach. Pendekatan

ini dilakukan dengan melihat keadaan nyata serta secara langsung di tempat

penelitian dilakukan.

1.8.3 Sifat Penelitian

Bersifat deskriptif merupakan sifat dalam penelitian. Tujuan dari penelitian

yang bersifat deskriptif ini adalah suatu sifat penelitian yang bertujuan

menggambarkan suatu sifat-sifat individu, kelompok, keadaan, maupun gejala

tertentu, dan untuk menentukan suatu hal serta mencari apakah hubungan tersebut

ada atau tidak antara suatu gejala dengan gejala lainnya secara tepat.

1.8.4 Bahan Hukum/Sumber Data

Data primer dan data sekunder merupakan sumber data yang digunakan di

dalam penelitian empiris ini. Data primer merupakan suatu data yang didapatkan

langsung dari lokasi penelitian. Data tersebut berupa informasi yang berkaitan

dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini

adalah informasi yang didapatkan setelah ke Lapas Wanita Kelas IIA Denpasar.

Data sekunder merupakan data yang didapatkan dengan cara mempelajari bahan-

bahan pustaka. Bahan-bahan pustaka tersebut berupa peraturan perundang-

undangan dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan

yang dibahas. Data sekunder terdiri dari :

a. Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan

hukum mengikat berupa, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 tahun1999 tentang


15

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku literatur ilmu

hukum, karya ilmiah seperti jurna dari kalangan hukum.

c. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan suatu

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data

Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini teknik pengumpulan bahan

hukum/data yang digunakan adalah teknik studi dokumen, teknik observasi, dan

teknik wawancara. Teknik studi dokumen merupakan suatu teknik dimana peneliti

mempelajari peraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan permasalah di

dalam penelitian ini. Dilanjutkan dengan teknik observasi yakni suatu pengamatan

tidak terlibat dengan cara mengamati gejala-gejala hukum tanpa mempengaruhi

gejala hukum itu sendiri.

1.8.6 Teknik Penetuan Sampel Penelitian

Teknik Penentuan Sampel yang digunakan di dalam menentukan sampel

penelitian adalah Teknik non probability sampling. Teknik non probability

sampling merupakan suatu teknik dimana tidak semua unit dalam suatu populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk bisa dipilih sebagai sampel. Di dalam
16

pengambilan sampel teknik yang digunakan adalah Teknik purposive sampling

dimana sampel diambil serta ditentukan oleh peneliti sendiri oleh peneliti.

1.8.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data-data terkumpul di dalam penelitian ini selanjutnya data-data

tersebut dianalisis secara kualitatif yang biasanya digunakan di dalam peneliltian

yang bersifat deskriptif dimana data hasil penelitian tersebut digambarkan secara

deskriptif analisis tanpa menganisis angka.

1.9 Daftar Pustaka

BUKU

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2013, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap

Hukum, Cet.2, Kencana, Jakarta.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Cet.9, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Chairul Huda, 2011, “Dari ‘TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN’ Menuju

Kepada ‘TIADA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TANPA

KESALAHAN’”, Cet. 4, Kencana, Jakarta.

S. Nasution, 2014, Metode Research(Penelitian Ilmiah), Cet. 14, Bumi Aksara,

Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


17

Republik Indonesia, 1995, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995,

Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614,

Menteri Negara Sekretaris Negara, Jakarta.

KAMUS

Dani K, 2002, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Putra Harsa, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai