70-Article Text-84-1-10-20191019 - 2
70-Article Text-84-1-10-20191019 - 2
ILMU PEMERINTAHAN
Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah
Volume 3– Nomor2, Oktober2018, (Hlm89-119)
Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip
Submission: 25-08-2018; Revision: 3-09-2018; Publish Date: 30-10-2018
DOI : 10.24905/jip.v3i2.987
Tanjungpinang
* Korespondensi Penulis. E-mail: rendra_tanjungpinang@yahoo.co.id, Telp: +6281268660986
Abstrak
Kebijakan pembangunan desa merupakan amanat dari Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang
Desa dan diatur secara teknis di dalam Permendagri No. 114 Tahun 2014, maka dapat diketahui bahwa
perhatian Pemerintah Republik Indonesia terhadap pembangunan desa sangat tinggi. Maka ini
merupakan sebuah tantangan baru bagi pemerintah di desa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
implementasi kebijakan pembangunan desa pada desa wilayah pesisir serta mengetahui faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan pembangunan desa tersebut. Adapun lokasi penelitian adalah
pada Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong, Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang dan Desa Kelong
Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Konsep implementasi kebijakan
yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah menggunakan konsep Van Meter dan Van
Horn, serta Konsep Agustino untuk menjawab faktor yang mempengaruhi kebijakan. Penelitian ini
merupakan penelitian berjenis kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menghasilkan
sebuah kesimpulan bahwa implementasi kebijakan pada desa pesisir di Kabupaten Bintan berjalan
dengan baik dengan didukung dengan tujuan kebijakan yang baik, kapasitas sumber daya yang baik,
baik sumber daya manusia, dan finansial, karakteristik dan sikap pelaksana yang lebih mengarah kepada
mencapai tujuan kebijakan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bersama dengan
kolaborasi di dalam tata kelola pemerintahan desa yang baik dan optimal.
Kata kunci: Implementasi, Kebijakan Pembangunan
Implementation of Coastal Village Development Policy, Bintan Regency, Riau
Islands Province
Abstract
Village development policy is the mandate of Law No. 6 of 2014 concerning Education and
Machinery in Permendagri No. 114 of 2014 so that it can be seen that the attention of the Government of
the Republic of Indonesia to rural development is very high. So this is a new challenge for the government
in the village. The purpose of this study is to find out the implementation of village development in villages
and also the factors that influence the implementation of village development. The research locations
were in Berakit Village, Sebong Bay District, Mantang Lama Village, Mantang District, and Kelong Village,
Bintan Pesisir District, Bintan Regency, Riau Islands Province. The concept of policy implementation that
is used to use this research is to use the concepts of Van Meter and Van Horn, as well as the Concept to
identify the factors that influence policy. This research is a qualitative type of research with a descriptive
approach. This research yields a conclusion that the implementation of tourism village policy in Bintan
Regency is going well with the support of good goals, good resource capacity, both human resources and
financial, better implementing characteristics and attitudes to achieve policy goals for the sake of the
creation of prosperity and prosperity along with collaboration in good and optimal village governance.
Keywords: Implementation, Policy Development.
karena kebijakan dipahami sebagai arah dapat juga diartikan to provide with the
atau pola kegiatan dan bukan sekedar means for carrying out into effect or
suatu keputusan untuk melakukan se- fulfilling, to give practical effect to, dapat
suatu. juga diartikan to provide or equip with
Kemudian (Ali & Alam, 2012) implements.
merumuskan kebijakan atau lazimnya Pengertian implementasi yang
disebut dengan kebijakan publik adalah paling sering dipakai adalah pengertian
serangkaian kegiatan yang yang dirumuskan oleh Mazmanian dan
dikembangkan oleh badan dan lembaga Sabatier (Agustino, 2014) yaitu pe-
pemerintahan dalam artian yang luas laksanaan keputusan kebijaksanaan
yang berarti lembaga non-pemerintah dasar, biasanya dalam bentuk undang-
juga secara implisit termasuk di undang, namun dapat pula berbentuk
dalamnya dengan alasan karena mereka perintah-perintah atau keputusan-
pun adalah juga sebagai pelaku dan faktor keputusan eksekutif yang penting atau
yang mempengaruhi. keputusan badan peradilan, lazimnya,
Kebijakan sesungguhnya di- keputusan tersebut mengidentifikasi
kembangkan dalam sebuah siklus yang masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
berkesinambungan. Menurut Dye secara tegas tujuan atau sasaran yang
(Nugroho, 2012) mengembangkan proses ingin dicapai dan berbagai cara untuk
kebijakan dalam enam tahap, yaitu, menstrukturkan atau mengatur proses
problem identification, agenda setting, implementasinya. Sementara Van Meter
policy formulation, policy legitimation, dan Van Horn (Agustino, 2014)
policy implementation, dan policy menjelaskan definisi implementasi
evaluation. adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
Saat ini kebijakan tentang baik oleh individu-individu atau pejabat-
pembangunan desa telah ditetapkan oleh pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah Republik Indonesia. Di- pemerintah atau swasta yang diarahkan
antaranya Undang-Undang No.6 Tahun pada tercapainya tujuan-tujuan yang
2014 tentang desa dan Permendagri telah digariskan dalam keputusan ke-
No.114 Tahun 2014 tentang Pedoman bijaksanaan. Dari beberapa definisi ter-
Pembangunan Desa. Maka tahapan sebut maka (Agustino, 2014) menyimpul-
formulasi dianggap sudah terjadi, lalu kan bahwa implementasi menyangkut
bagaimana dengan proses implementasi tiga hal yaitu pertama, adanya tujuan atau
dari kebijakan pembangunan desa sasaran kebijakan, kedua, adanya
tersebut. Dari penelitian (Ompi, 2013) aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan,
dapat diketahui bahwa kata implementasi ketiga, adanya hasil kegiatan.
merupakan terjemahan dari kata Dalam implementasi kebijakan hal
implementation berasal dari kata kerja to yang paling penting adalah kesesuaian
implement. Penelitian (Ompi, 2013) ini pendekatan implementasi dengan ke-
juga kemudian menjelaskan definisi dari bijakan itu sendiri, baik kebijakan itu
kamus Webstern bahwa kata to yang bersifat top-downer atau kebijakan
implement dimaksudkan sebagai to carry yang bersifat bottom-upper (Nugroho,
into effect, to fulfill, accomplish, selain itu 2012). Dalam memilih pendekatan
implementasi kebijakan yang efektif hukum, hal ini dilihat dari tingkat
maka (Nugroho, 2012) menganjurkan kesadaran masyarakat terhadap hukum,
memetakan kebijakan tersebut dengan ada masyarakat yang memang terpaksa
model Matland. Matland (Nugroho, 2012) taat akan hukum, dan ada juga
menjelaskan bahwa implementasi secara masyarakat yang tidak suka dikatakan
administratif adalah implementasi yang sebagai orang yang melanggar hukum,
dilakukan dalam keseharian operasi sehingga akan selalu taat akan kebijakan;
birokrasi pemerintahan. Kebijakan ini adanya kepentingan publik, hal ini dilihat
mempunyai ambiguitas atau kemenduan dari keyakinan masyarakat bahwa
yang rendah dan konflik yang rendah. kebijakan public dibuat secara sah,
Implementasi secara politik adalah konstitusional, dan dibuat oleh pejabat
implementasi yang perlu dipaksakan publik yang berwenang dan sesuai
secara politik, karena walapun ambi- dengan aturan maka masyarakat akan
guitasnya rendah, tingkat konfliknya mau melaksanakan kebijakan, terlebih
tinggi. Implementasi secara eksperimen lagi ketika kebijakan publik memang
dilakukan pada kebijakan yang mendua, berhubungan erat dengan hajat hidup
namun tingkat konfliknya rendah. mereka; adanya kepentingan pribadi, hal
Implementasi secara simbolik dilakukan ini dilihat dari kepahaman masyarakat
pada kebijakan yang mempunyai yang terkadang sering mendapatkan
ambiguitas dan konflik yang tinggi. keuntungan dari implementasi kebijakan,
Van Meter dan Van Horn (Agustino, maka dengan senang mereka akan
2014; Anggara, 2014) menjelaskan menerima dan mendukung serta me-
bahwa ada enam variabel yang mem- laksanakan kebijakan yang ditetapkan
pengaruhi keberhasilan implementasi dan masalah waktu, hal ini dilihat dari
antara lain yaitu tujuan kebijakan dan berjalannya kebijakan itu dengan waktu
strandar yang jelas, Sumber daya, kualitas yang ada, pada awalnya kebijakan
hubungan interorganisasional. mungkin ditolak dan kontroversi namun
karakteristik lembaga/organisasi semakin lama waktu berjalan maka
pelaksana, Lingkungan politik, sosial, dan kebijakan tersebut akan diterima
ekonomi, Disposisi/tanggapan atau sikap (Agustino, 2014).
para pelaksana. Sementara faktor Penentu
Di dalam implementasi sebuah Penolakan atau Penundaan Kebijakan,
kebijakan terdapat faktor penentu faktor ini yaitu adanya kebijakan yang
kebijakan, faktor ini adalah respeknya bertentangan dengan sistem nilai yang
anggota masyarakat pada otoritas dan ada, hal ini dianggap oleh masyarakat
keputusan pemerintah, hal ini dilihat dari menilai bahwa kebijakan yang ditetapkan
bagaimana masyarakat mematuhi hukum secara tajam melanggar nilai-nilai yang
dan mempercayai pemerintah; Adanya dianut dalam suatu masyarakat; tidak
kesadaran untuk menerima kebijakan, hal adanya kepastian hukum, hal ini dapat
ini dilihat dari penerimaan dan mampu diketahui dari ketidakjelasan aturan-
melaksanakan kebijakan publik sebagai aturan atau kebijakan yang saling
sesuatu yang logis, rasional, serta bertentangan satu sama lain yang
memang dirasa perlu; adanya sanksi kemudian menjadi sumber ketidak-
patuhan warga pada kebijakan yang telah desa pada desa pesisir di Kabupaten
ditetapkan; tingkat kepatuhan sesorang Bintan Provinsi Kepulauan Riau dan
dalam suatu organisasi, hal ini dapat luaran yang ingin dicapai adalah sebuah
diketahui dari tingkat kepatuhan deskripsi eksploratif yang konstruktif
seseorang akan nilai-nilai organisasi yang bagi pemerintah sebagai aktor decision
ada, terkadang ada ide, gagasan dan maker mampu memperhitungan faktor-
aturan organisasi yang bertolak belakang faktor pendukung dan penolakan
dengan ide dan gagasan seseorang kebijakan sehingga kedepan kebijakan
sehingga ia akan sulit melaksanakan akan lebih optimal.
kebijakan yang telah ditetapkan; adanya 2. METODE
konsep kepatuhan yang selektif terhadap
Jenis Penelitian yang digunakan
hukum, hal ini dilihat dari kepatuhan
adalah penelitan deskriptif kualitatif,
masyarakat akan kebijakan tertentu, ada
yakni penelitian bersifat deskriptif di
sebagian kebijakan yang terkadang
mana data yang dikumpulkan dapat
ditaati masyarakat dan ada juga kebijakan
berupa kata-kata yang tertuang dalam
yang memang sengaja tidak ditaati
transkrip wawancara yang didukung oleh
(Agustino, 2014).
catatan lapangan, gambar yang dihasilkan
Dengan beberapa konsep di atas,
dari fotografi, video handycam, dokumen
maka implementasi kebijakan pem-
pribadi bersifat elektronik, memo
bangunan desa pada desa pesisir di
pendukung dan rekaman resmi lainnya,
Kabupaten Bintan diteliti dan dianalisis.
inti dari penelitian ini bukanlah angka-
Tujuan penelitian ini adalah untuk
angka atau hasil reduksi data ke dalam
mengetahui bagaimana implementasi
simbol numerik (Simangunsong, 2016).
kebijakan pembangunan desa pada desa
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa
pesisir di Kabupaten Bintan Provinsi
pesisir di Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau dan luaran yang ingin
Kepulauan Riau yaitu Desa Berakit, Desa
dicapai adalah untuk menghasilkan
Mantang Lama, dan Desa Kelong, alasan
sebuah deskripsi eksploratif yang
pemilihan lokasi penelitian ini adalah
konstruktif terkait dengan implementasi
karena desa ini merupakan desa pesisir
gap yang kemudian akan menjadi
yang pulaunya terpisah paling timur pada
masukan bagi kebijakan itu sendiri dan
Kabupaten Bintan, sehingga dengan
juga pemerintah pusat dalam membuat
kondisi desa yang berbentuk pulau-pulau
sebuah kebijakan dan kemudian
dan pesisir ini perlu pengaturan lebih
diimplementasi kepada kelompok
lanjut terhadap pembangunan desanya.
sasaran. Selain itu juga kepada
Pengambilan data dilakukan dengan
pemerintah desa dalam melaksanakan
melakukan wawancara baik secara
amanat regulasi sehingga penyeleng-
terstruktur dan tidak terstruktur kepada
garan pemerintah desa sesuai dengan
informan penelitian yaitu Kepala Desa,
aturan yang telah ditetapkan oleh
Anggota Badan Pemusyawaratan Desa
pemerintah pusat. Selain itu penelitian ini
(BPD) Aparat Desa lainnya, masyarakat
dilakukan adalah untuk mengetahui
dan tokoh masyarakat. Selain itu juga
faktor-faktor yang mempengaruhi
dilakukan observasi di lokasi penelitian
implementasi kebijakan pembangunan
dan juga telaah dokumen seperti Rencana tanggapan publik tentang kebijakan
Pembangunan Jangka Menengah Desa tersebut, apakah elite mendukung
(RPJMdes), Rencana Kerja Pemerintah implementasi,
Desa (RKPDes), dan juga Profil Desa. 6. Disposisi/tanggapan atau sikap
Adapun konsep yang digunakan di para pelaksana (termasuk pe-
dalam penelitian ini adalah dengan ngetahuan dan pemahaman isi dan
menggunakan konsep Van Meter dan Van tujuan kebijakan, sikap atas
Horn (Agustino, 2014) yang terdiri dari kebijakan serta intensitas sikap).
variabel, dimensi dan indikator sebagai Untuk melakukan analisis faktor
berikut. yang mempengaruhi kebijakan meng-
1. Tujuan kebijakan dan strandar yang gunakan konsep sebagaimana dijelaskan
jelas, yaitu perincian mengenai oleh (Agustino, 2014) yaitu:
sasaran yang dicapai melalui 1. Faktor penentu kebijakan, faktor ini
kebijakan beserta standar untuk adalah sebagai berikut:
mengukur pencapaiannya, a. Respeknya anggota masyarakat pada
2. Sumber daya (dana atau berbagai otoritas dan keputusan pemerintah,
insentif yang dapat memfasilitasi hal ini dilihat dari bagaimana
kefektifan imlementasi, masyarakat mematuhi hukum dan
3. Kualitas hubungan inter- mempercayai pemerintah.
organisasional. Keberhasilan b. Adanya kesadaran untuk menerima
implementasi sering menuntut kebijakan, hal ini dilihat dari
prosedur dan mekanisme ke- penerimaan dan mampu melaksana-
lembagaan yang memungkinkan kan kebijakan publik sebagai sesuatu
struktur yang lebih tinggi yang logis, rasional, serta memang
mengontrol agar implementasi dirasa perlu,
berjalan sesuai dengan tujuan dan c. Adanya sanksi hukum, hal ini dilihat
standar yang telah ditetapkan, dari tingkat kesadaran masyarakat
4. Karakteristik lembaga/organisasi terhadap hukum, ada masyarakat
pelaksana (termasuk komptensi yang memang terpaksa taat akan
dan ukuran agen pelaksana, tingkat hukum, dan ada juga masyarakat
kontrol hierarkis pada unit yang tidak suka dikatakan sebagai
pelaksana terbawah pada saat orang yang melanggar hukum,
implementasi, dukungan politik dari sehingga akan selalu taat akan
eksekutif dan legislative, serta kebijakan,
keberkaitan formal dan informal d. Adanya kepentingan publik, hal ini
dengan lembaga pembuat dilihat dari keyakinan masyarakat
kebijakan, bahwa kebijakan public dibuat secara
5. Lingkungan politik, sosial, dan sah, konstitusional, dan dibuat oleh
ekonomi (apakah sumber daya pejabat publik yang berwenang dan
ekonomi mencukupi, seberapa sesuai dengan aturan maka
besar dan bagaimana kebijakan masyarakat akan mau melaksanakan
dapat memengaruhi kondisi sosial kebijakan, terlebih lagi ketika
ekonomi yang ada, bagaimana kebijakan publik memang
S e r ie s 1 1 25 11 8 3 6 2 29 1
T IN G K AT P E N D A PA TA N D A N B E L A N J A D E S A BE R A K IT T A H U N S ta t us K e u a n g a n D e sa B e r a k i t :
A
ESD 3
2 0 1 6 - 2 0 1 7 ( D A L A M M ILY A R R U P IA H )
D e fi si t
M a sa l a h: P r o g r a m y a ng t e r t u n da
JA
JN
2 ,5 di ta hu n 2 0 1 6 : K e g i a t a n
LA
EB
N
2
Pe m b a ng un a n K U B E B u di M ul y a
da n Ke g i a t a n Pe m bi n a a n A n a k
A
D
N
A
T
1 ,5
U si a D i n i
1
PA
A
D
N 0 ,5
PE Su m b e r Da ta:
H
LA
0 R PJ M D D E S A B E R A K IT 2 0 1 6 - 2 0 2 1
P E N D A P ATA N B E L AN JA P E N D A PA TA N B E L AN JA
2 0 1 7
M R K P DE S A B ER A K IT 2 01 6 D A N
JU 20 16 2 01 6 20 17
20 1 7
Se r ie s 1 1 ,9 2 ,5 2 ,2
2 ,4
K O N D IS I S U M B E R D A YA D E S A M A N TA N G L A M A
T I N G K A T P E N D ID IK A N M A S Y A RA K A T D E S A M A N TA N G LA M A TA H U N 2 0 1 7
14 0
12 0
10 0
H
LA 80
M
JU
60
40
20
0
B e lu m / Tid a k T am a t S D Ta m a t S D/ M I S LT P / M TS S LT A/ M A/ SM K P e rg u r u a n T in g g i
Se r ie s1 50 116 31 15 10
T IN G K AT P E N D A P AT A N D A N B E L A N J A D E S A M A N TA N G L A M A
T A H U N 2 0 1 7 - 2 0 1 8 ( D A L A M M I LY A R RU P I A H ) S t a t us K e u a n g a n D e sa B e r a k i t :
SA
E D e fi si t
D
A
J
3
M a sa l a h: T e r d a p a t b e be b e r a p a
N
A
2, 5
pr o g r a m p e m b a n g u n a n y a n g
LE
B
N
2
te r t un d a
A
D
N
TA
1, 5
PA
Su m b e r Da ta:
1
A R PJ M D D E S A M A N TA N G L A M A
D
N 0, 5
PE 2 0 1 6 -2 0 2 1
H
A
L 0
R K P DE S A M A N TA N G L A M A 2 0 18
M P E N D A P ATA N P E N D A P ATA N
U
J 2 017 BE L A N J A 2 0 1 7 20 18 BE L A N J A 2 0 1 8
S e r ie s 1 1 ,8 2 ,5 2 ,1 7 2 ,6
K O N D IS I S U M B E R D A YA D E S A K E L O N G
T IN G K AT P E N D I D IK A N M A S Y A R A K AT D E S A K E L O N G T A H U N 2 0 1 7
600
500
400
H
LA
M 300
JU
200
100
Se r ie s 1
T id a k T a m a t S e k o la h
5 71
SD
455
SLT P
223
S LTA
13 9
S A RJ A N A
18
S t a t u s K e u a n g a n D e sa B e r a k it :
T IN G K AT P E N D A PA TA A N D A N B E LA N JA D E S A K E L O N G
T A H U N 2 0 1 8 ( D A L A M M I LYA R R U P IA H ) D ie st i m a si k a n B e r i m ba n g
A
J
N
LA
3
M a sa la h : Ke n d a l a a k i b a t c u a c a y a ng t i da k
EB 2 ,5 m e n d uk un g s e h i n g g a be be r a p a
N
A
D 2 p e k e r j a a n / p r og ra m y a ng h a r u sn y a b i sa
N se le sa i t e p a t w a k t u m e nj a d i t id a k s e s ua i
A
TA A
PA D
ES 1 ,5
d e n g a n t a r g e t y a n g t e l a h d it e n t u ka n
D
N
PEH 0 ,5
1
S u m be r D a t a :
A
L
M 0
R PJ M D D E S A K E L O N G 2 0 1 7 -2 0 2 2
JU P E N D A PA TA N 2 0 1 8 B E LA N JA 2 0 1 8
S e r ie s 1 2 ,4 2 ,4 R K P D E S A KE LO N G 2 0 1 8
Sumber: Sumber Data Peneliti, 2018 nyata sebenarnya tidak jauh berbeda
antara satu desa dengan desa lainnya,
Karakteristik Lembaga/Organisasi karena masih sama-sama
Implementor kebijakan pembangu- berkarakteristik desa pesisir di wilayah
nan desa sebagaimana dijelaskan di kepulauan. Namun yang membuat
dalam Pasal 1 Permendagri No.114 Tahun kondisi dan karakteristik masing-masing
2014, disebutkan terdiri dari Pemerintah berbeda karena dipengaruhi oleh sumber
Desa dan Badan Pemusyawaratan Desa daya khususnya sumber daya manusia
(BPD) termasuk Pelaksana Teknis dan dan budaya masyarakat setempat.
Pelaksana Wilayah di dalamnya. Berikut adalah deskripsi karakteristik
Berdasarkan peraturan perundangan ini masing-masing desa pesisir di Kabupaten
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Bintan. Tabel berikut menunjukkan
atau lembaga kemasyarakatan desa karateristik lembaga/organisasi pe-
lainnya, serta lembaga adat yang ada desa laksana, sikap pelaksana serta kondisi
termasuk sebagai pelaksana sekaligus lingkungan sosial, ekonomi dan politik
sebagai kelompok sasaran kebijakan pada masing-masing desa pesisir di
pembangunan desa. Kondisi karakteristik Kabupaten Bintan.
di desa pesisir di Kabupaten Bintan secara
Tabel 3. Karakteristik Desa Berakit, Desa Mantang Lama, dan Desa Kelong Kabupaten
Bintan serta Kecenderungan Penerimaan Terhadap Kebijakan Pembangunan Desa
Aspek Perbandingan Desa Berakit Desa Mantang Lama Desa Kelong
• Adanya sarjana lulusan • Adanya sarjana lulusan • Didukung oleh sumber
perguruan tinggi dari berbagai perguruan tinggi dari berbagai daya manusia yang
lulusan, lulusan, berpendidikan dalam
• Didukung oleh sumber daya usia • Didukung oleh sumber daya Pemerintah Desa (2 orang
produktif, usia produktif, berpendidikan SD, orang
• Adanya kader kesehatan • Adanya kader kesehatan berpendidikan SLTA, 1
posyandu di setiap RT/RW yang posyandu di setiap RT/RW orang berpendidikan D3,
mampu menunjang kesehatan yang mampu menunjang dan 2 orang
Karakteristik Lembaga warga dan mengurangi resiko kesehatan warga dan berpendidikan S1,
Pelaksana Kebijakan kematian, mengurangi resiko kematian, • Unsur Kelembagaan Desa
• Unsur Kelembagaan Desa • Unsur Kelembagaan Desa lengkap dengan adanya
lengkap dengan adanya lengkap dengan adanya Perangkat Desa, BPD,
Perangkat Desa, BPD, LPM, PKK, Perangkat Desa, BPD, LPM, LPM, PKK, Posyandu,
Posyandu, Kelompok Tani dan PKK, Posyandu, Kelompok Tani Kelompok Tani dan Desa
Desa Siaga dan Desa Siaga Siaga,
• Sikap Pemerintah Desa lebih • Sikap Pemerintah Desa lebih • Sikap Pemerintah Desa
persuasif dan Kolaboratif persuasif dan Kolaboratif lebih persuasif dan
Kolaboratif
Karakteristik • Masyarakat Berbasis Maritim / • Masyarakat Berbasis Maritim / • Masyarakat Berbasis
Lingkungan Sosial Kelautan Kelautan Maritim / Kelautan
Miller, & Sidney, 2015). Namun konsep ini (Adisasmita, 2006; Amanda, 2015)
harus lebih disesuaikan dengan konsep mengungkapkan bahwa dalam
kolaborasi khususnya dalam mencapai pembangunan ekonomi terdapat strategi
tujuan good governance. Konsep good terpadu dan menyeluruh yang terdapat 7
governance lebih mengarahkan keter- pendekatan dalam menggambarkan
libatan dan penyesuaian dengan be- pembangunan desa, yaitu : pertama,
berapa aktor yaitu pemerintah, tujuan utamanya adalah pertumbuhan,
masyarakat dan swasta (Setyadiharja, persamaan, kesejahteraan dan partisipasi
Kurniasih, Nursnaeny, & Nengsih, 2017) aktif masyarakat desa. Kedua, sasarannya
Sehingga dalam konteks implementasi adalah membangun dan memperkuat
kebijakan, maka perlu dilakukan kemampuan untuk melaksanakan
penyesuaian dengan nilai-nilai pembangunan bersama pemerintah.
masyarakat. Agar tujuan pembangunan, Ketiga, lingkupnya adalah masyarakat
partisipasi, dan tercapainya kesepakatan yang beraneka ragam dan kompleks.
atau konsensus dapat terjadi. Keempat, koordinasinya adalah
koordinasi yang beraneka ragam baik
3.2 Pembahasan permanen maupun sementara di semua
Pada dimensi tujuan, dapat tingkatan, fungsi kebutuhan dan
disimpulkan bahwa ketiga desa pesisir di mekanismenya. Kelima, arus komunikasi
Kabupaten Bintan memiliki tujuan yang dua arah yang dilakukan secara formal,
tertera pada dokumen perencanaan informal, vertikal, horisontal, diagonal
pembangunan sebagaimana amanat dari dan berkesinambugan melalui berbagai
Permendagri No.114 Tahun 2014. saluran dan bentuk sarana komunikasi
Dengan adanya tujuan khusus pada setiap yang persuasif dan edukatif. Keenam,
desa pesisir di Kabupaten Bintan, maka tempat prakarsa adalah kelompok-
kebijakan terhadap pembangunan desa kelompok masyarakat pemerintah lokal
baru dapat dilaksanakan. Karena proses dan desa melalui pengumpulan informasi,
implementasi baru akan dimulai apabila penentuan dan pengambilan keputusan,
tujuan dan sasaran telah ditetapkan implementasi kebijakan dan monitoring
(Akib, 2012). Dalam konteks kegiatan secara terpadu, saling terkait
implementasi kebijakan pembangunan dan terus menerus. Ketujuh, indikator
desa, maka implementasi kebijakan prestasi yang dicapai mendasarkan pada
menghubungkan antara tujuan kebijakan pemecahan masalah perdesaan yang
dan realisasinya dengan hasil kegiatan strategis yaitu aspek kependudukan dan
pemerintah. Ini sesuai dengan pandangan berbagai kegiatan yang dilakukan yang
Van Meter dan van Horn (Grindle, 1980; diarahkan kepada perbaikan persamaan,
H. Akib, 2012) bahwa tugas implementasi pemerataan, keadilan, kesejahteraan dan
adalah membangun jaringan yang partisipasi masyarakat yang
memungkinkan tujuan kebijakan publik dihubungkan dengan tujuannya. Tujuan
direalisasikan melalui aktivitas instansi sebuah kebijakan menjadi pedoman
pemerintah yang melibatkan berbagai dalam implementasi kebijakan. Kebijakan
pihak yang berkepentingan. tersebut harus diimplementasikan dan
hasilnya sedapat mungkin sesuai dengan
sudah diatur di dalam Permendagri publik (Ansell & Gash, 2008; (Purnomo et
No.114 Tahun 2014, maka hal ini penting al., 2018). Selain itu kolaborasi di dalam
untuk dilakukan oleh Pemerintah Desa pemerintahan akan menjadikan
sehingga pengelolaan pembangunan desa pemerintahan lebih efektif jika proses
dapat berjalan lebih optimal. organisasi yang memiliki suatu
Berdasarkan penjelasan dalam kepentingan terhadap suatu masalah
dimensi karakteristik organisasi pe- tertentu berusaha mencari solusi yang
laksana, sikap pelaksana, dan kondisi ditentukan secara bersama-sama dalam
lingkungan sosial, ekonomi dan politik, rangka mencapai tujuan bersama (Sink
tampak bahwa masing-masing desa dalam Dwiyanto, 2011; Purnomo et al.,
pesisir di Kabupaten Bintan memiliki 2018). Kolaborasi di dalam pemerintahan
karakteristik yang lebih kurang sama. juga akan membawa organisasi yang
Baik dalam hal karakteristik dari sisi tergabung di dalam kerjasama dalam
pendidikan, kelengkapan lembaga implementasi kebijakan akan menawar-
masyarakat desa dan sikap pemerintah kan solusi alternatif dari permasalahan
desa dalam mengimplementasikan namun tetap menjunjung tinggi
kebijakan pembangunan desa. Mata kesepakatan bersama (Purwanti dalam
pencaharian mayoritas ketiga desa Subarsono, 2016; (Purnomo et al., 2018).
menunjukkan bahwa dari sisi karak- Maka oleh karena itu sikap pelaksana
teristik wilayah, ketiga desa ini merupa- kebijakan pembangunan di desa yaitu
kan wilayah yang berbasis maritim bukan Pemerintah Desa dalam artian luas,
agraris. Sehingga sumber daya menyadari arti penting kolaborasi dalam
pencaharian masyarakat adalah di laut mengimplementasikan kebijakan pem-
sebagai nelayan. Sikap pemerintah desa, bangunan. Meski tingkat kolaborasi aktor
mengimplementasikan kebijakan pem- jika dilihat dari variatifnya aktor yang
bangunan desa secara persuasif dan terlibat di dalamnya tampak berbeda
kolaboratif karena sebagaimana pem- sebagaimana pembahasan di dalam
bahasan pada dimensi tujuan, pemerintah dimensi hubungan inter organisasional.
desa sadar bahwa tujuan kebijakan Tampak kolaborasi yang lebih baik itu
pembangunan desa adalah bukan semata- terjadi di Desa Kelong karena aktor yang
mata melakukan pembangunan secara berkolaborasi dalam mengimplementasi-
rutinitas namun lebih berorientasi kan kebijakan pembangunan desa lebih
kepada menciptakan kemandirian heterogen, terorganisir dan variatif.
masyarakat, kelestarian lingkungan dan Kecenderungan sikap terhadap
kesejahteraan masyarakat. Maka kebijakan pembangunan desa pada ketiga
Pemerintah Desa sadar bahwa desa pesisir juga tampak sama, yaitu
mengedepankan konsep berkolaborasi menerima dan akan taat pada aturan yang
dalam menjalankan pembangunan desa telah ditetapkan baik kebijakan yang
lebih dikedepankan dibanding paksaan diatur di dalam Undang-Undang No.6
atau ancaman. Secara konsep, kolaborasi Tahun 2014 atau Permendari No.114
di dalam pemerintahan haruslah terjadi tahun 2014. Namun berdasarkan
kesepakatan baik dalam hal menjalankan wawancara dengan seluruh aparat desa,
kebijakan publik dan juga manajemen BPD, dan perwakilan masyarakat, hampir
SUHERRY, S.Sos, M. Si. Lahir di Pangkal RAJA DACHRONI, S.Sos., M.Si. Lahir di
Pinang - Bangka tanggal 18 Agustus 1985, Kijang 16 Mei 1987. Anak keempat dari
merupakan seorang dosen pada Prodi empat bersaudara ini memulai
Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu pendidikan formalnya di SD Negeri 019
Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Bintan Timur tahun 1993 dan tamat
Tanjungpinang Kepulauan Riau. Sekolah tahun 1999, masuk SMP Negeri 1 Bintan
pendidikan dasar di SDN 021 Manggar - Timur tamat 2002 lalu meneruskan ke
Belitung; SDN 016 Pangkal Pinang - SMA Negeri 1 Tanjungpinang dan tamat
Bangka; SDN 027 Tanjung Pandan - pada tahun 2005. Dengan pertimbangan
Belitung ; dan kembai di SDN 021 ingin menerukan serta melanjutkan
Manggar - Beliting (lulus tahun 1997), jenjang pendidikan formalnya pada tahun
kemudian melanjutkan ke SMPNegeri 1 2005 mendaftar sebagai mahasiswa
Manggar - Belitung (lulus tahun 2000), Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu
selanjutnya melanjutkan pendidikan Politik Raja Haji (STISIPOL) dan di wisuda
menengah atas di SMA Negeri 1 Bintan pada akhir tahun 2009. Tahun 2012 dia
Timur (lulus tahun 2003). Penulis melanjutkan studi S2 di Program Studi
menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Ilmu Politik dengan konsentrasi
STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang pada Managemen Pemerintahan Daerah dan
Program Studi Ilmu Pemerintahan (lulus berhasil menjadi lulusan terbaik di
tahun 2009), kemudian menyelesaikan program studi S1 dan S2.
magisternya di Magister Ilmu Politik
Konsentrasi Manajemen Pemerintah
Daerah di Universitas Riau (lulus tahun
2014) .