Anda di halaman 1dari 8

KONGRES

BAHASA DAERAH NUSANTARA

PEMERTAHANAN BAHASA BUGIS


DEWASA INI:
TANTANGAN DAN PELUANG

Muhammad Rapi

Gedung Merdeka, Bandung


2-4 Agustus 2016
I. Pendahuluan

Dalam pembicaraan mengenai pemertahanan bahasa, setidaknya ada empat hal

pokok yang selalu menjadi perhatian bersama kita, yaitu masalah regulasi/perundang-

undangan, masalah sumber daya manusia, masalah anggaran, serta masalah

implementasinya. Juga disadari bahwa masih banyak hal lain diluar dari ketiga hal

tersebut di atas, terutama menyangkut hal teknis yang sering dijumpai di daerah atau

masyarakat.

Perlu pula dikemukakan di sini bahwa persoalan pemertahanan bahasa itu lebih

benyak bersifat teknis dibandingkan dengan yang nonteknis. Sukses tidaknya

pemertahanan bahasa daerah itu lebih banyak ditentukan oleh regulasi yang

mendukung serta keinginan bersama para pejabat terkait untuk saling bekerja sama.

Peran ilmuan atau akademisi juga sangat diperlukan dalam kegiatan

pengimplementasiannya agar kegiatan permertahanan dalam bidang pembinaan dan

penelitian tidak salah arah.

Pengelaman saya dalam dua puluh tahun terakhir mendampingi serta

membimbing peneliti bahasa Bugis di Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa

sesungguhnya sumber daya peneliti yang ada masih perlu pembinaan dalam dalam hal

keilmuan dan metodologi penelitian. Demikian pula halnya dalam kegiatan

inventarisasi, juga masih ditemukan beberapa kelemahan dalam hal pendataan serta

pendokumentasiannya.

Selain hal tersebut di atas, program pemertahanan bahasa daerah juga sudah

waktunya disusun dalam program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka

panjang. Program pemertahanan seperti ini mestilah disusun bersama oleh Pemerintah

Provinsi/Kabupaten/ Kota serta Balai Bahasa dan Perguruan Tinggi peneliti dan

pencetak sarjana bahasa daerah.

1
Selain hal yang dikemukakan di atas, tentunya juga diperlukan dukungan yang

kuat dari Badan Bahasa Pusat dalam hal regulasi, program kerja, serta pendanaan yang

memadai untuk pelaksanaan kegiatan pemertahan bahasa daerah di daerah. Selain itu,

Badan Bahasa Pusat serta Balai Bahasa di daerah juga masih perlu menambah pegawai

fungsional/penelitinya di daerah, sedangkan peneliti yang ada perlu segera

ditingkatkan kapasitas keilmuannya agar bisa menjadi peneliti-peneliti handal di bidang

kebahasaan dan kesastraan.

II. Pemertahanan Bahasa Daerah Bugis

Kongres Internasional bahasa-bahasa daerah Sulawesi Selatan I dilaksanakan

pada tahun 2007 di Hotel Grand Clarion Makassar, merupakan momentum kebangkitan

bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Selatan khususnya bahasa Bugis yang merupakan

bahasa daerah yang memiliki penutur terbesar. Kebangkitan yang dimaksud adalah

dalam kaitan dengan usaha pemertahanan dimana sebelum Kongres tersebut belum ada

pijakan yang kuat serta tindakan kongkrit dalam usaha melakukan berbagai kegiatan

untuk pelestarian dan pengembangan bahasa Bugis dipandang dari sudut regulasi dan

implementasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut sekaligus

menyadarkan berbagai pihak terkait pada saat itu, mengenai pentingnya pemertahanan

bahasa Bugis yang perlu segera dilakukan demi pelestarian serta pengembangannya.

Dalam kongres tersebut, lahirlah sejumlah rekomendasi yang beberapa butir di

antaranya ditujukan kepada Pemerintah Pusat (Badan Bahasa Pusat), dan sebagian dari

rekomendasi itu juga ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Segera

setelah kongres selesai, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan langsung

menindaklanjuti dengan membentuk Tim Penyusun Perda Kebahasaan, dan pada waktu

2
yang sama juga di bentuk kerja sama antara Pemerintah Provinsi/Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Universitas Hasanuddin serta Universitas Negeri Makassar.

Salah satu wujud kerja sama tersebut adalah, Pemerintah Provinsi

memerintahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota agar mengirim calon mahasiswa

ke Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar untuk mengikuti Program

Pendidikan Sarjana/S1 Jurusan./Program Studi bahasa Bugis yang biayanya ditanggung

oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota. Usaha dalam bentuk kerja

sama tersebut juga diikuti oleh kesepakatan bersama bahwa sarjana bahasa Bugis yang

dihasilkan tersebut ditindaklanjuti dengan pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil

atau Pegawai Daerah dalam dua bidang, yaitu sebagai Pamong Budaya dan sebagai Guru

bahasa daerah Bugis di masing-masing Kabupaten/Kota yang mengirimnya. Program

kerja sama ini telah berlangsung sejak tahun 2008 hingga saat ini.

A. Tantangan yang Dihadapi

Meskipun Program kerja sama tersebut di atas telah berlangsung lebih kurang 9

tahun, namun tantangan yang dihadapi tentu tidaklah mudah. Hal ini disebabkan oleh

berbagai faktor, antara lain: 1) di bidang regulasi hingga saat ini Peraturan Daerah

tentang bahasa daerah di Sulawesi Selatan belum disahkan; yang dilaksanakan hingga

saat ini masih dalam bentuk kerja sama antar Pemerintah Daerah dan pihak Perguruan

Tinggi pengelola Jurusan/Prodi Bahasa Bugis, dan Balai Bahasa Makassar; 2)

Pelaksanaannya yang memerlukan biaya yang tidak sedikit juga untuk waktu yang lama

membutuhkan perhatian khusus dari Pemerintah Daerah dan Institusi terkait; 3) proses

pendidikan yang dilaksanakan di dua Perguruan Tinggi yaitu Universitas Hasanuddin

dan Universitas Negeri Makassar juga membutuhkan sumberdaya dosen yang memadai

3
dan juga dengan waktu yang lama ; 4) Usaha pemertahanan yang dilakukan oleh Balai

Bahasa Sulawesi Selatan melalui penelitian dan pembinaan bahasa Bugis dalam bentuk

kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi yang ada, juga

membutuhkan dukungan sumber daya manusia serta dana yang lebih maksimal ; dan 5)

proses pengangkatan para sarjana yang sudah selesai kuliah tidaklah serta-merta dapat

ditampung begitu saja karena terkait dengan regulasi yang berlaku di masing-masing

daerah serta Pemerintah Pusat, meskipun kesepakatan antara Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten/Kota semua alumni yang sudah selesai akan langsung diangkat

sebagai Pegawai Negeri/Pegawai Daerah dimasing-masing daerah asal.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka tantangan mengenai pemertahanan

bahasa Bugis dan mungkin bahasa daerah lain yang ada masih membutuhkan perhatian

serius dari semua pihak terkait bidang implementasinya.

B. Peluang yang Ada

Di balik tantangan yang masih akan terus dihadapi dalam upaya pemertahanan

bahasa Bugis dewasa ini, ada pula sejumlah peluang yang dapat dijadikan dasar yang

kuat untuk terus berjuang dalam usaha pemertahanan, antara lain: 1) adanya dua

Perguruan Tinggi besar di Makassar yang sudah membina serta mengembangkan

Jurusan/ Program Studi Bahasa Bugis yang berbeda. Universitas Hasanuddin yang

sudah cukup lama mengembangkan Jurusan/Program Studi Bahasa Bugis dalam ilmu

murni; sedangkan Universitas Negeri Makassar mengembangkan Jurusan/Program

Studi Pendidikan Bahasa Bugis. Dengan demikian, sarjana yang dihasilkan memperoleh

dua ijazah yaitu ijazah Sarjana Bahasa Bugis (UNHAS) dan ijzah Sarjana Pendidikan

Bahasa Bugis (UNM).

4
Perlu diketahui bahwa UNHAS dan UNM terus-menerus melakukan penelitian

bahasa dan sastra Bugis serta pengajarannya baik berupa skripsi, tesis, maupun

disertasi; selain dua institusi tersebut Balai Bahasa Sulawesi Selatan juga secara intensif

melakukan inventarisasi dan penelitian bahasa dan sastra Bugis serta pembinaan dan

pengembangannya; 2) Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan juga telah memberi

perhatian khusus terhadap pemertahanan bahasa Bugis, meskipun masih dalam bentuk

kerja sama. Peraturan daerah mengenai perlindungan bahasa Bugis perlu segera

disahkan agar mengikat pelaksanaannya dan pendanaannya, salah satu contoh penting

dan mendesak adalah Peraturan Daerah mengenai diwajibkannya Bahasa Bugis

diajarkan di jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jika hal seperti ini bisa

diundangkan maka tentu lebih mudah pengimplementasiannnya.

Selama ini bahasa Bugis lebih banyak diajarkan dalam mata pelajaran Muatan

Lokal; hal ini tentu tidak dapat diharapkan hasil yang maksimal; 3) Sekali lagi,

Pemerintah Provinsi telah menyusun Peraturan Daerah mengenai bahasa Bugis

meskipun belum disahkan, tetapi dalam bentuk Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta Perguruan Tinggi dan Balai Bahasa Sulawesi

Selatan telah berlangsung intensif.

Hasil dari kerja sama tersebut adalah, sepuluh tahun terakhir telah dibuka

Program Strata Satu Bahasa Bugis dan hingga saat ini sudah menghasilkan ratusan

orang sarjana bahasa Bugis dan sarjana pendidikan bahasa Bugis, dan tentu yang cukup

menggembirakan adalah sebagian dari sarjana tersebut sudah diangkat di daerahnya

masing-masing. Ada yang diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil untuk tugas pamong

budaya, ada yang diangkat sebagai Pegewai Daerah, dan ada pula yang diangkat sebagai

guru bahasa Bugis; 4) Kegiatan pemertahanan juga terus-menerus dilakukan oleh Balai

5
Bahasa Sulawesi Selatan, dalam pengamatan saya, ada bidang bidang yang dominan

dilakukan, yaitu kegiatan inventarisasi, penelitian bahasa dan sastra Bugis, dan

penerbitan buku. Bahkan tahun ini, Balai Bahasa Sulawesi Selatan juga sudah mulai

melakukan pembinaan bagi guru bahasa Indonesia dan guru bahasa daerah di Sulawesi

Selatan.

C. Bentuk Pemertahan yang Ideal

Berdasarkan fakta pelaksanaan pemertahanan bahasa Bugis saat ini, dan

berdasarkan gambaran tentang hambatan serta peluang yang telah dikemukakan di

atas, maka sesungguhnya kondisi seperti yang ada saat ini memerlukan bentuk

penanganan yang menyeluruh dan terpadu dari pihak-pihak yang ikut bertanggung

jawab. Penetapan regulasi/perundang-undangan antara Pemerintah Pusat/Badan

Bahasa Pusat serta Pemerintah Daerah yang secara kuat melindungi bahasa Bugis dan

bahasa daerah lain perlu segera disahkan.

Program kerja yang meliputi kegiatan pembinaan dan pengembangan dalam

inventarisasi, sosialisasi, penelitian, serta penerbitan buku dalam bahasa Bugis perlu

dirumuskan bersama antara institusi yang ada. Anggaran mengenai kegiatan

pemertahanan perlu dibicarakan antara Pemerintah Pusat melalui Badan Bahasa Pusat

dengan Pemerintah Daerah, agar dapat terpenuhi sesuai kebutuhan. Kerja sama

anatarinstitusi saat ini, juga masih perlu lebih diintensifkan dan juga perlu ada

pembagian kerja yang lebih jelas dengan pempertimbangkan sumber daya manusia

masing.

6
III. PENUTUP

Pemertahanan bahasa Bugis yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan baru

berlangsung efektif sepuluh tahun terakhir ini. Dalam proses pelaksanaannya, tampak

peran serta dukungan Pemerintah Daerah cukup besar. Meskipun demikian, Peraturan

Daerah mengenai Bahasa Daerah Bugis belum disahkan hingga saat ini. Pelaksanaannya

masih didasarkan pada Program Kerja Sama antara Pemerintah Daerah, Perguruan

Tinggi, serta Balai Bahasa Sulawesi Selatan.

Dalam proses kegiatan pemertahanan bahasa Bugis yang dilaksanakan selama ini,

masih dirasakan berbagai kendala serta hambatan yang harus ditangani dengan baik

agar kegiatan bisa lebih efektif. Hingga kini pemertahanan dalam bentuk

pendokumentasian serta penelitian dalam bidang bahasa dan sastra Bugis terus

dilakukan, baik di Balai Bahasa Sulawesi Selatan maupun di Perguruan Tinggi yang

membina Jurusan/Program Studi Bahasa Bugis.

REFERENSI

Program Kerja Sama antara Perguruan Tinggi, Balai Bahasa Sulawesi Selatan, dan
Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan. 2007.

PROSIDING Kongres Internasional II Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Selatan. 2012

UU No. 24 Thn 2009. Tentang bendera, bahasa, dan lambang negera serta lagu
kebangsaan.

WWW.TEMPO.CO. 2016. Bahasa Daerah Di Indonesia Terus Menyusut. Bengkulu. 2015

Www.Badanbahasa.kemdikbud.go.id. Sugiyono. 2016. Perlindungan Bahasa Daerah


Dalam Kerangka Kebijakan Nasional Kebahasaan. Badan Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Pusat Kemdikbud. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai