Anda di halaman 1dari 13

A.

Fungsi politik bahasa


1. Masalah kebahasaan di Indonesia memperlihatkan cirri yang sangat kompleks. Hal ini
berkaitan erat dengan tiga aspek, yaitu yang menyangkut bahasa, pemakai bahasa, dan
pemakaian bahasa. Aspek bahasa menyangkut bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan
bahasa asing (terutama bahasa inggris). Aspek pemakai bahasa terutama berkaitan dengan
mutu dan keterampilan berbahasa seseorang. Dalam perilaku berbahasa tidak saja terlihat
mutu dan keterampilan berbahasa, tetapi juga sekaligus dapat diamati apa yang sering
disebut sebagai sikap pemakai bahasa terhadap bahasa yang digunakannya. Ada pun aspek
pemakaian bahasa mengacu pada bidang-bidang kehidupan yang merupakan ranah
pemakaian bahasa.
Pengaturan masalah kebahasaan yang kompleks itu perlu didasarkan pada
kehendak politik yang mantap. Butir ketiga sumpah pemuda 1928, yang menemptkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang harus dijunjung dan dihormati oleh
seluruh warga Negara, secara jelas merupakan pernyataan politik yang sangat mendasar
dan strategis dalam bidang kebahasaan. Pasal 36 UUD 1945 berikut penjelasannya, yang
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, merupakan landasan
konstitusional yang kokoh dan sekaligus sebagai pernyataan kehendak politik yang kuat
dalam bidang kebahasaan. Selain itu, berbagai macam rekomendasi yang disepakati
dalam setiap kali penyelenggaraan kongres bahasa Indonesia perlu dicatat sebagai
gambaran keinginan yang kuat dari para pesertanya agar segala sesuatu yang menyangkut
masalah kebahasaan di Indonesia ditangani melalui upaya pembinaan dan pengembangan
bahasa yang lebih efektif dari efisien.
2. Keimpulan, pendapat, dan usul seminar politik bahasa Nasional yang diselenggarakan
tahun 1975 di Jakarta telah memberikan gambaran yang komprehensif dan lengkap
mengenai butir-butir pokok yang harus diperhatikan dalam menangani masalah
kebahasaan di Indonesia. Hasil seminar politik bahasa nasional itu meliputi ketiga aspek
yang telah disebutkan di atas (bahasa, pemakai bahasa, dan pemakaian bahasa). Selain itu,
secara khusus dikemukakan juga rumusan tentang kedudukan dan fungsi yang merupakan
kerangka dasar dalam perencanaan bahasa.
Kerangka dasar yang mantap akan menjadi sumber acuan bagi upaya
pengembangan korpus bahasa dan pengidentifikasian ranah pemakaian bahasa. Kedua hal
itu pada gilirannya dapat dijadikan semacam tolak ukur untuk mengetahui mutu dan
keterampilan berbahasa seseorang, termasuk sikap bahasa yang bersangkutan. Sementara
itu, rumusan hasil seminar juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan
pengajaran dan bahasa pengantar. Keduanya masih merupakan bagian dari aspek
pemakaian bahasa yang perlu memperoleh porsi perhatian yang sungguh-sungguh.
Seperti yang dirumuskan seminar, pengembangan pengajaran ialah usaha-usaha
dan kegiatan yang ditujukan kepada pengembangan pengajaran bahasa agar dapat dicapai
tujuan pengajaran bahasa itu sendiri, yaitu agar penutur bahasa itu memiliki keterampilan
berbahasa, pengetahuan yang baik tentang bahasa itu, dan sikap positif terhadap bahasa
itu, termasuk hasil sastranya. Mengenai bahasa pengantar disebutkan bahwa yang
dimaksudkan ialah bahasa resmi yang dipergunakan oleh guru dalam menyampaikan
pelajaran kepada murid di lembaga-lembaga pendidikan.
Undang-undang NO. 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa
Indonesia. Dalam undang-undang itu juga dirumuskan ihwal bahasa daerah dan bahasa
asing. Dalam tahap awal pendidikan bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar jika diperlukan dalam penyampaian penegtahuan dan/ atau keterampilan
tertentu, bahasa daerah atau bahasa asing juga dapat digunakan sebagai bahasa pengantar.
3. Seperti sudah disebutkan, hasil Seminar Politik Bahasa Nasional 1975 memuat rumusan
dengan tiga macam tajuk, yaitu kesimpulan, pendapat, dan usul. Rumusan kesimpulan
diawali dengan paparan tentang pengertian dasar mengenai kebijaksanaan nasional,
bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Kebijaksanaan nasional dirumuskan
sebagai politik bahasa nasional yang berisi perencanaan , pengarahan, dan ketentuan-
ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah
kebahasaan. Ditambahkan bahwa penanganan masalah kebahasaan itu perlu diupayakan
secara berencana, terarah, dan menyeluruh. Selanjutnya, berturut-turut disajikan rumusan
tentang kedudukan dan fungsi, pembinaan dan pengembangan, pengembangan
pengajaran , dan bahasa pengantar yang semuanya dikaitkan dengan bahasa Indonesia,
bahasa daerah, dan bahasa asing. Perlu ditambahkan bahwa dalam rumusan tersebut
bahasa asing hanya dikemukakan sehubungan dengan pemakaian dan pemanfaatannya di
Indonesia yang bersama-sama dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah menjalin
masalah kebahasaan di Indonesia yang perlu ditangani secara berencana, terarah, dan
menyeluruh dalam suatu kebijaksanaan nasional seperti yang telah disebutkan diatas.
Rumusan yang bertajuk pendapat berisi delapan butir yang secara umum
menyangkut pengajaran, ketenagaan, dan sarana. Salah satu butir yang amat penting ialah
dikemukannya pandangan bahwa Politik Bahasa Nasional merupakan penjabaran
terhadap penjelasan pasal 36 UUD 1945. Pandangan tersebut sudah tepat, tetapi hal itu
dalam seminar ini masih perlu dimantapkan lagi, terutama mengingat adanya tuntutan
dan tantangan baru yang timbul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama 24
tahun terakhir.
Tiga butir rumusan yang bertajuk usul masing-masing menyangkut
pengindonesiaan nama-nama asing, penerjemahan, dan pemberian sanksi atas
pelanggaran terhadap bahasa baku dalam situasi yang menuntut digunakannya ragam
bahasa baku tersebut. Pemberian sanksi ini tampaknya dihadapkan pada berbagai kendala
sehingga usul ini masih belum mungkin dapat dilaksanakan. Apalagi dalam suasana dan
semangat gerakan reformasi yang masih tetap bergelora seperti sekarang ini, usul tersebut
akan dirasakan sangat tidak popular dan pasti memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi
sehingga hal itu diperkirakan akan menyudutkan posisi pemerintah pada umumnya dan
posisi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada khususnya.
Usul agar kegiatan penerjemahan dilaksanakan secara berencana telah
diupayakan melalui berbagai cara. Akan tetapi, hasilnya masih amat jauh dari yang
diharapkan. Dalam berbagai pertemuan yang secara khusus membahas masalah
penerjemahan, persoalan yang sama selalu kembali, yaitu bahwa imbalan yang dapat
diberikan kepada penerjemah masih belum sesuai. Akibatnya, sampai saat ini
penerjemahan masih merupakan lahan kegiatan yang kering dan tidak menarik. Kita
menyadari bahwa penerjemahan itu sangat penting. Masalahnya ialah bahwa hal itu tidak
sepenuhnya bergantung pada tersedianya tenaga penerjemah yang bermutu. Perlu
dipertimbangkan sejumlah factor penunjang, antara lain masalah imbalan seperti yang
baru saja dikemukakan dan ini sangat penting dan menentukan adanya niat atau bahkan
tekad yang mantap dari pemerintah ataupun dari pihak-pihak lain untuk secara
bersungguh-sungguh menangani masalah penerjemahan ini.
Sehubungan dengan hasil seminar Politik Bahasa Nasional itu, masih ada tiga hal
lagi yang perlu memperoleh catatan tersendiri, yaitu dua hal yang menyangkut upaya
pembinaan dan pengembangan serta satu hal yang berkenaan dengan pengembangan
pengajaran. Catatan tentang ketiga hal itu adalah sebagai berikut.
a. Upaya pembakuan bahasa Indonesia ragam lisan patut memperoleh perhatian
yang berimbang dengan pembakuan bahasa Indonesia ragam tulis. Untuk itu,
saatnya sudah tiba karena kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi
informasi telah memberikna kemungkinan yang amat luas bagi masyarakat
Indonesia secara keseluruhan untuk lebih mudah mengakses pada penggunaan
bahasa lisan dibandingkan dengan bahasa tulis. Dalam bidang media massa,
misalnya, masyarakat lebih mudah mendengarkan radio dan/ atau menonton
televise daripada membaca surat kabar dan/ atau majalah. Untuk keperluan
itu, apa yang telah dirumuskan seminar, yakni diperlukannya pembakuan lafal
sebagai pegangan bagi para guru, penyiarradio/ televise, dan masyarakat
umum, perlu benar-benar dilaksanakan karena sampai saat ini upaya
pembakuan tersebut belum memperoleh perhatian dan upaya penanganan
yang memadai. Yang telah dilakukan sangat bersifat sporadis karena masalah
lafal ini hanya disinggung pada sat siaran pembinaan bahasa Indonesia lewat
radio/ televise atau sekadar dikomentari dalam penyuluhan bahasa.
b. Berbagai ragam dan gaya bahasa seperti yang digunakan dalam perundang-
undangan, administrasi pemerintah, dan sran komunikasi massa memang
sudah diteliti. Namun, upaya penelitian itu bukan saja belum tuntas dan belum
meliputi seluruh bidang pemakaian bahasa, melainkan juga belum
dikodifikasikan. Masalah ini perlu segera ditengani sebagaiman mestinya dan
memperoleh prioritas yang sama dengan pembakuan lafal.
c. Penenlitian pengajaran bahasa, baik yang berhubungan dengan bahasa
Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing, perlu benar-benar
dilaksanakan secara lebih berencana dan lebih terarah agar mutu dan
keterampilan siswa dalam berbahasa secara lisan ataupun tertulis dapat
ditingktakan. Dalam berbagai pertemuan masih sering dilontarkan keluhan
dan keprihatinan tentang penguasaan bahasa yang masih rendah dikalangan
siswa.
4. Dengan beberapa catatan diatas, secara keseluruhan hasil seminar Politik Bahasa Nasional
1975 masih tetap relevan karena butir-butir rumusannya sudah tepat menggambarkan hal-
hal mendasar dalam menangani masalah kebahasaan di Indonesia. Yang masih perlu
diupayakan lebih banyak berkaitan dengan strategi pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan bahasa. Selain itu, rumusan tentang bahasa tertentu yang juga digunakan
dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Indonesia perlu disesuaikan. Tanpa harus
menghubungkannya dengan tuntutan keterbukaan dan transparansi yang menjadi cirri era
reformasi. Lazimnya masalah ini dikaitkan dengan bidang politik, hokum, dan ekonomi
atau juga tanpa harus menyiasatinya dari keniscayaan global abad ke-21, bahasa cina (juga
bahasa Arab)? Perlu diposisikan secara lebih cermat, apakah bahasa yang juga digunakan
oleh sebagian masyarakat Indonesia itu akan tetap kita golongkan sebagai bahasa asing
atau sebagai salah satu bahasa daerah karena pare penuturnya, seperti sudah disebutkan,
merupakan salah satu diantara sejumlah kelompok etnis ynag sama-sama membangun
masyarakat bangsa Indonesia. Kemungkinan perubahan tentang status itu akan
berakibat pada adanya pergeseran tentang kedudukan dan fungsi dari bahasa tersebut.
Penjelasan pasal 36 UUD 1945, yang antara lain menyebutkan bahw bahasa
daerah yang dipelihara oleh rakyatnya akan dihormati dan dipelihara juga oleh Negara,
akan memperoleh dorongan dan tenaga baru dari Undang-Undang No.22 Tahun 1999
tentang otonomi daerah. Selama ini upaya pembinaan dan pengembangan bahasa dan
sastra daerah, termasuk pengajarannya, dilakukan oleh Balai Bahasa yang sampai akhir
tahun lalu (1998) hanya terdapat di Yogyakarta, Denpasar, dan Ujung Pandang. Pada
tahun ini unit pelaksana teknis (UPT) Pusat Bahasa itu bertambah 14 buah lagi, yaitu di
Surabaya , Semarang, Bandung, Padang, Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang,
Banjarmasin,Pontianak,Palangkaraya, Palu, Manado, dan Jaya Pura. Dan bersama-sama
Balai Bahasa dan Proyek Pembinaan Bahasa yang ada dihampir semua provinsi,
pemerintah daerah (tingkat I dan II) dapat menangani masalah kebahasaan dan kesastraan
secara lebih terkoordinasi. Perlu ditambahkan bahwa sudah ada kesepakatan dengan
ditanda tanganinya Piagam Kerja Sama antara Pusat Bahasa dan Pemda Tingkat I seluruh
Indonesia untuk melaksanakan kegiatan kemasyarakatan Bahasa Indonesia di daerahnya
masing-masing, sebagai akibat dari Undang-Undangnya tentang Otonomi Daerah itu,
cakupan tugas itu dapat dan harus diperluas dengan upaya pembinaan dan pengembangan
terhadap bahasa dan sastra daerah berikut pengajarannya.
Dalam rumusan tentang pengembangan pengajaran bahasa Indonesia secara
singkat, disinggung perlunya menyiapkan program khusus pengajaran bahasa Indonesia,
antara lain untuk ornag asing. Sejak tahun 80-an telah berlangsung berbagai pertemuan di
dalam dan di luar negeri yang secara khusus membicarakan pengajaran bahasa Indonesia
bagi penutur asing (BIPA. Kalau diperhatikan dari segi peserta yang menghadiri
pertemuan itu, patut dicatat forum seperti itu mendapat perhatian yang culup luas dan
menggembirakan, terutama dari para pengajar BIPA diluar negeri. Oleh Karen atu pada
tempatnyalah kalau seminar ini memberikan perhatian khusus pada masalah pengajaran
BIPA dengan merumuskannya secara lebih tegas dan eksplisit.
Masalah kelembagaan yang dikaitkan dengan penanganan masalah kebahasaan di
Indonesia, baik yang berupa instansi pemerintah maupun institusi lainnya (termasuk
lembaga swasta), juga perlu memperoleh porsi pembahasan yang memadai dalam
seminar ini. Sejauh yang menyangkut keberadaan Pusat Bahasa berikut UPT-nya,
momentum perubahan dari departemen pendidikan dan kebudayaan menjadi Departemen
pendidikan Nasional perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk melakukan
semacam revisi dan menyampaikan usul perubahan terhadap struktur instansi Pemerintah
ini berikut cakupan tugas dan wewenangnya. Tanpa hal itu, tampaknya instansi ini akan
tetap menghadapi kendala birokratis di dalam melaksanakan misi yang dipercayakan
kepadanya
5. dengan kedudukannya sebagai bahasa persatuan (sumpah pemuda 1928) dan sebagai
bahasa negara (pasal 36 UUD 1945), bahasa indonesia harus berperan dan memenuhi
fungsinya sebagai saran komunikasi dalam upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Politik
bahasa di Indonesia harus jelas menggambarkan kebijaksanaan nasional dalam bidang
kebahasaan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam arti yang luas. Sejauh
yang menyangkut bahasa Indonesia, kebijaksanaan nasional kebahasaan yang perlu
dirumuskan secara berencana, terarah, dan menyeluruh itu harus menggambarkan rambu-
rambu yang jelas mengenai fungsi bahasa Indonesia sebagai wahana modernisasi
kebudayaan , khususnya sebagai alat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa boleh dikaitkan sepenuhnya
bergantung pada peran bahasa indonesia dalam memenuhi fungsi atau tuntutan ini.
Kebiasaan sebagaian masyarakat kita dalam berbahasa, seperti yang terlihat pada
kecenderungan generasi (cendekiawan) muda yang menggunakan campuran bahasa
indonesia dan Inggris, belum dapat dikategorikan sebagai gejala yang membahayakan
semangat persatuan bangsa. Dilihat dari sifat hubungan informal dan akrab, gejala
kebahasaan yang demikian lazim terjadi dalam masyarakat dwibahasa dan dalam kasus
tertentu bahkan mungkin dapat dipandang sebagai kreativitas ekspresi kelompok
masyarakat yang bersangkutan. Namun, apabila pemakaian bahasa campuran itu lebih
cenderung mencerminkan kurang adanya rasa tanggung jawab dalam Berbahasa, gejala
itu merupakan kecerobohan. Gejala kebudayaan santai itu bagi kelompok masyarakat
yang bersangkutan merupakan pola hidup yang lebih berorientasi pada kebudayaan asing.
Kendurnya semangat nasional pada sementara kalangan masyarakat itu pada hakikatnya
merupakan masalah politik. Akan tetapi, hal itu tercerminkan dalam perilaku berbahasa.
Kalau pemakaian bahasa campuran itu bukan karena kecerobohan, melainkan
karena kuranngnya penguasaan bahasa Indonesia seperti halnya yang diperhatikan oleh
sebagian besar dari mereka yang telah memperoleh seluruh pendidikannya dalam Bahasa
indonesia, tetapi penguasaan bahasa indonesia secara lisan apalagi terkena, hal itu dapat
menjadi tendensi regresif dalam peran bahasa indonesia sebagian bahasa persatuan. Oleh
karena itu, politik bahasa harus mencukupi sejumlah aspek yang memungkinkan bahasa
indonesia berfungsi sebagai bahasa persatuan.
Selain sebagian wahana modernisasi kebudayaan dan sebagian bahasa persatuan,
bahasa Indonesia yang dirumuskan dalam politik bahasa harus pula berfungsi sebagai
wahana aspirasi bangsa kearah pendemokrasian masyarakat. Sejak awal
pertumbuhannya, bahasa Indonesia disepakati pada peristiwa sumpah pemuda 1928
karena cirinya sebagai bahasa yang demokratis, yang tidak mencerminkan status
stratifikasi sosial pemakainya. Itulah sebabnya bahasa Indonesia dapat diterima dan
dengan mudah dipelajari oleh generasi muda bangsa dari seluruh kelompok etnik.
Egalitarianisme yang dimiliki bahasa indonesia itu merupakan jawaban yang
tepat atas keinginan yang kuat bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu
penjajahan (sebelum kemerdekaan) dan untuk menikmati kehidupan yang lebih
demokratis (setelah kemerdekaan). Dalam perkembangannya kemudian, bahasa
Indonesia memperlihatkan pertumbuhan ke arah terciptanya bahasa tinggi dan bahasa
rendah, terutama dalam komunikasi lisan. Pemakaian kata dan ungkapan tertentu dalam
jumlah yang makin lama makin besar, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru,
mencerminkan bangkitnya kembali sikap dan jiwa feodal atau neofeodal dalam strata
masyarakat dan kebudayaan kita.
Gejala itu memperlihatkan hubungan antara perkembangan bahasa Indonesia dan
perkembangan masyarakat pemakaiannya, sesuai dengan aspirasi sosial politik dan
sosial- budaya yang melatarbelakinya. Dalam batas-batas tertentu, hal itu dapat
berdampak positif terhadap upaya pengembangan daya ungkap bahasa Indonesia.
Namun, dalam kenyataannya selama ini yang menggenjala ialah keracunan semantik
yang lebih luas dan lebih dominan daripada perkembangan daya ungkap tersebut. Selama
kerancuan semantik ini masih melekat dalam perilaku berbahasa kelompok masyarakat
tertentu, maka selama itu pula kerancuan semantik itu akan menjadi penghalang bagi
masyarakat luas untuk menggunakan bahasa Indonesia secara lebih bebas dan leluasa,
oleh karena itu, membebaskan bahasa indonesia dari pengaruh neofeodal seperti itu dan
mengembalikan ciri demokratis dan egalitarianisme yang dimilikinya merupakan
kewajiban semua pihak yang harus terintegrasi dalam rumusan politik bahasa.
6. sehubungan beberapa butir pandangan diatas, Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan
meninjau dan merumuskan kembali hasil seminar politik bahasa Nasional 1975. Selama
24 tahun telah terjadi berbagai perubahan dalam bidang sosial-politik dan sosial-budaya,
baik yang langsung maupun yang tidak langsung berpengaruh terhadap situasi dan
kehidupan kebahasaan di Indonesia,. Empat pokok bahasan dam seminar ini diharapkan
dapat menjaring dan mengidentifikasi perubahan-perubahan tersebut sebagai bahan
masukan dan sekaligus bahan pertimbangan bagi para peserta seminar dalam meninjau
dan merumuskan kembali hasil seminar politik bahasa nasional 1975 itu.
Keempat pokok bahasa itu masing-masing berkaitan dengan (1) kedudukan dn
fungsi bahasa, (2) mutu dan peran bahasa, (3) mutu pemakaian bahasa, dan (4)
kelembagaan. Kedudukan dan fungsi bahasa disoroti dari bahasa indonesia, bahasa
daerah, sastra indonesia dan daerah, dan bahasa asing. Adapun topik tentang penelitian
bahasa, penelitian sastra, penelitian pengajaran bahasa dan sastra, serta penyusunan
sarana uji kemahiran berbahasa tercakup dalam pokok bahasan tentang mutu dan peran
bahasa. Sementara itu, masalah mutu pemakaian bahasa akan dipaparkan melalui tiga
topik, yaitu peningkatan mutu pengajaran bahasa, peningkatan mutu pengajaran sastra,
dan peningkatan pemasyarakatan bahasa dan sastra. Akhirnya, hal yang berkenaan
dengan masalah kelembagaan secara khusus akan dihubungkan dengan kedudukan dan
fungsi lembaga kebahasaan.
Melalui pemaparan dan pembahasan keempat pokok bahasa itu, seminar ini
diharapkan dapat menyusun dan merumuskan suatu politik bahasa dapat dijadikan
sumber rujukan dalam menangani berbagai masalah kebahasaan yang aktual di Indonesia.
Dalam menghadapi era globalisasi pada abad ke-21, rumusan tentang kedudukan dan
fungsi bahasa perlu benar-benar lebih dimantapkan dalam seminar ini. Selain itu, masalah
kelembagaan perlu ditata kembali sesuai tuntunan perubahan yang timbul didalam
masyarakat sehingga mekanisme kelembagaan tersebut mencerminkan rambu-rambu
yang jelas dalam mengelola setiap upaya pembinaan dan pengembangan bahasa di
Indonesia.
Bahasa indonesia dan perkembangannya
a. peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa indonesia
lahirnya bangsa indonesia mengalami perjalanan yang cukup panjang. Bermula dari
digunakannya bahasa melayu sebagai bahasa perhubungan atau pergaulan sejak berabad-
abad yang lampau.
Bahasa melayu atau bahasa indonesia lama adalah bahasa asli disekitar malaka. Sejarah
pembuktian zaman keemasan kerajaan sriwijaya di Palembang pada abad ke-7, dapat kita
jumpai pada prasasti-prasati bertuliskan bahasa melayu kuno dengan huruf pallawa. Prsasti-
prasasti itu antara lain:
1. Prasasti kedukan bukit (pelembang kurang lebih 683 M)
2. Prasasti talang tuo (Palembang kurang lebih 684 M)
3. Prasasti kota kapur (Bangka kurang lebih 686 M)
4. Prasasti karang birahi (Jami 692 M)

Beberapa hal yang memungkinkan diangkatnya bahasa melayu sebagai bahasa


persatuan adala sebagai berikut:
1. Bahasa melayu sudah lama menjadi langua franca
2. Bahasa melayu mudah dipelajari karena kesederhanaan sistemnya dilihat dari segi tata
bunyi, tata kata, dan tata kalimat.
3. Dengan sukarela suku bangsa jawa, sunda dan lain-lain menerima bahasa indonesia
sebagai bahasa nasional yang dilandasi oleh kesadaran akan perlunya kesatuan dan
kesatuan
4. Ada kesanggupan pada bahasa melayu untuk dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam
arti luas dan akan berkembang menjadi bahasa yang sempurna

Adapun peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa indonesia adalah sebagai


berikut.

1. Pad 28 oktober 1928 diadakan kongres pemuda yang melahirkan sumpah pemuda yang
salah satu ikrarnya berbunyikami putra dan putri indonesia, berbahasa satu bahasa
indoesia. Sejak saat itu bahasa melayu yang demokratis atau tidak mengenal tingkatan-
tingkatan menjadi bahasa indonesia. Dalam perkembangannya kemudian diperkaya oleh
bahasa-bahasa daerah di Nusantara.
2. Pada 25-28 juni 1938 diadakan kongres bahasa indonesia yang pertama di solo . kongres
ini menghasilkan kamus-kamus istilah dan rekomendasi agar bahasa indonesia dipakai
dalam segala badan perwakilan sebagai bahasa pengantar.
3. Pada masa pendudukan jepang bahasa indonesia menjadi bahasa utama menggantikan
bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari.
4. Proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945 menempatkan bahasa indonesia menjadi
bahasa negara yang tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36 yang sekaligus
menjadi bahasa persatuan, bahasa resmi, dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah.
5. Kongres-kongres bahasa indonesia kedua diadakan pada 1945 di Medan. Kongres
tersebut membahas perkembangan dan pembinaan bahasa selanjutnya.
6. Pada 28 oktober 1966 diadakan simposium bahasa dan kesusastraan Inonesia di Jakarta
oleh lembaga bahasa dan kesusastraan.
7. Pada 31 Agustus 1975 diresmikan pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan dan pedoman umum pmbentukan Istilah berdasarkan keputusa menteri
P&K Republik Indonesia No. 0196U/1975.
8. Pada 28 Oktober- 3 November1978 diadakan kongres bahasa indonesia ketiga dijakarta
yang salah satu keputusannya adalah penegasan kembali mengenai kebijaksanaan yang
harus diambil dalam proses pengembangan bahasa indonesia sebagai bagian
pengembangan kebudayaan indonesia.
b. kedudukan dan fungsi bahasa indonesia

1. bahasa indonesia sebagai bahasa nasional

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi-


fungsi sebagai beikut

a. Lambang kebanggaan nasional


Sebagai unsur budaya dan sekaligus wahana budaya, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya Indonesia. Pemeliharaan, pengembangan, dan pelestarian budaya
itu, wahananya adalah bahasa indonesia. Penghayatan terhadap nilai-nilai budaya itulah
yang membangkitkan rasa bangga terhadap bahasa indonesia.

b. Lambang identitas Nasional

bahasa indonesia merupakan salah satu pembeda bangsa indonesia dengan bangsa-bangsa
lain. Walaupun bangsa indonesia memiliki beberapa kebiasaan yang sama dengan
bangsa-bangsa tetangga. Misalnya dengan Malaysia, Brunai Darussalam, ataupun
Filipina, tetapi dengan bahasa yang digunakannya, bangsa indonesia berbeda dari bagsa-
bangsa itu.

c. Alat perhubungan antar daerah dan antar suku bangsa


Bahasa indonesia berperan besar dalam menjalin hubungan antar masyarakat yang ada di
daerah-daerah dengan masyarakat lainnya yang berbeda suku. Perbedaan budaya dan
bahasa daerah dijembatani oleh bahasa Indonesia. Bahasa indonesia dapat digunakan
untuk menjalin komunikasi untuk berbagai kepentingan.
d. Alat pemersatu
Bahasa indonesia berperan besar dalam menyatukan masyarakat dan suku bangsa yang
berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya.

2. bahasa indonesia sebagai bahasa negara

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia mempunyai fungsi-fungsi


sebagai berikut:

a. Bahasa indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan


Bahasa indonesia digunakan untuk menyelenggarakan seluruh tata kehidupan
kenegaraan, seperti pidato kenegaraan, pidato-pidato resmi dikalangan pemerintah pusat
dan daerah, surat-menyurat resmi dikalangan lembaga-lembaga pemerintah ataupun
swasta, dan menuliskan perundang-undangan.
b. Bahasa indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan
Bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam menyelenggarakan kegiatan
belajar-mengajar di berbagai jenjang pendidikan dan jenis sekolah.
c. Bahasa resmi perhubungan nasional
Bahasa indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi dalam tata pergaulan. Misalnya,
digunakan untuk kepentingan antarlembaga negara dan antarpemerntah, baik pusat
maupun daerah.
d. Bahasa resmi pembangunan kebudayaan
Dalam hal ini bahasa indonesia berperan besar dalampengembangan dan pelestarian
kebudayaan nasional. Upaya-upaya itu dilakukan dengan bahasa indonesia sebagai
medianya
1.2 Bahasa indonesia sebagai bahasa negara
Pengalaman berbahasa yang amat berharga dalam pengembangan kepribadian bangsa
indonesia ini kemudian dikukuhkan kedudukannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Penegasan ini menunjukkan kedudukan dan fungsi yang
bersifat formal dalam kegiataan kenegaraan. Selain itu, bahasa indonesia juga digunakan sebagai bahasa
nasional dalam berbagai komunikasi yang bersifat nasional, kedinasan, dan kegiatan nasional dalam
lembaga pemerintah maupun nonpemerintah.

Perkembangan selanjutnya membuktikan secara meyakinkan bahwa sejak proklamasi setiap


komunikasi nonformal pun masyarakat dan bangsa indonesia senantiasa menggunakan bahasa
indonesia, hal ini membuktikan bahwa pemakai-an bahasa indonesia telah berakar pada seluruh lapisan
masyarakat indonesia dalam suasana keakraban. Fungsi ini berkembang menjadi simbol lambang
(lambang) nasional, negara, semangat untuk bersatu dan kepribadian.

Sejak 2002 bahasaindonesia ditetapkan sebagai mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa di
Perguruan tinggi dalam kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian. Berdasarkan amanat-
amanat UUD 1945 bahwa bahasa indonesia sebagai bahasa negara, UU No.20/2013 dan PP No.19/2005
menetapkan bahasa indonesia sebagai mata kuliah wajib di seluruh Perguruan tinggi Negeri dan swasta.
Secara operasional SK Dikti No.43 tahun 2006 mengukuhkan bahasa indonesia sebagai mata kuliah
pengembang kepribadian (MPK) dengan bobot 3 SKS.

Substansi kajian mata kuliah bahasa Indonesia mencakup :

(1) mata kuliah pengembangan kepribadian menekankan keterampilan berbahasa indonesia sebagai
bahasa negara, bahasa nasional, dan bahasa persatuan secara baik dan benar untuk menguasai,
menerapkan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi , dan seni sebagai perwujudan
kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa indonesia.

(2) kajian mencakup kegiatan berbahasa indonesia melalui keterampilan mennnyimak membaca, dan
menulis akademik dengan struktur kajian terdiri atas :

a. kedudukan bahasa indonesia: sejarah bahasa indonesia, bahasa negara, bahasa persatuan,
bahasa ilmu pengetahuan teknologi dan seni, fungsi bahasa indonesia dalam pembangunan
bangsa.
b. Menulis makalah , rangkuman, ringkasan buku atau bab, dan resensi buku
c. Membaca untuk menulis artikel ilmiah, membaca tulisan populer, mengakses informasi melalui
internet.
d. Berbicara untuk keperluan akademik, presentasi, berseminar, dan berpidato dalam situasi
formal.

Sebagai mata kuliah pengembang kepribadian, pengajaran bahasa indonesia bertujuan agar
mahasiswa memahami konsep penulisan ilmiah dan mampu menerapkannya dalam penulisan karya
ilmiahnya. Untuk itu, mahasiswa dibekali berbagai keterampilan kognitif, psikomotorik, dan efektif yang
terkait dengan penggunaan bahasa indonesia sebagai alat komunikasi yang sekaligus dapat
mengembangkan, kecerdasan, karakter, dan kepribadiannya.

Melalui pembelajaran, penguasaan bahasa indonesia diharapkan dapat mengembangkan


berbagai kecerdasan, karakter, dan kepribadian. Orang yang menguasai Bahasa Indonesia secara aktif
dan pasif akan dapat mengekspresikan pemahaman dan kemampuan dirinya secara runtut, sistematis,
logis, dan lugas. Hal ini dapat menandai kemampuan mengorganisasi karakter dirinya yang terkait
dengan potensi daya pikir, emosi, keinginan, dan harapannya , yang kemudian diekspresikannya dalam
berbagai bentuk: artikel, proposal proyek, penulisan laporan , lamaran pekerjaan, dan sebagainya.

Di sisi lain, orang yang menguasai bahasa indonesia dengan baik akan mampu pula memahami
konsep-konsep, pemikiran, dan pendapat orang lain. Kemampuan ini akan dapat mengembangkan
karakterdan kepribadiannya melalui proses berfikir sinergis, yaitu kemampuan menghasilkan konsep bar
berdasarkan pengalaman yang sudah dimilikinya bersamaan dengan pengalaman yang baru
diperolehnya. Dampaknya, orang yang berkarakter demikian akan menjadi lebih cerdas dan kreatif
dalam memanfaatkan situasi, stimulus, dan pengalaman baru yang diperolehnya.

Kecerdasan yang didukung oleh kepribadian dan moral yang tinggi memungkinkan setiap orang
senantiasa menggali potensi yang ada di sekitarnya dan mengembangkannya menjadi kreativitas baru.
Kecerdasan ini memungkinkan seseorang memiliki kepekaan yang tinggi untuk memanfaatkan kekayaan
budaya, seni, iptek, dan kekayaan alam menjadi sumber kreativitas baru yang tidak akan pernah habis.
Misalnya: merekayasa cerita klasik baratayuda ke dalam kreativitas baru untuk komsumsi masyarakat
modern dan mengolahnya ke dalam situasi, gaya, dan versi baru sehingga memenuhi tuntutan
masyarakat modern. Tokoh Gatotkaca misalnya, dapat dijadikan cerita yang menarik tentang
kepahlawanannya dalam peperangan di ruang angkasa lengkap dengan pakaian astronotnya yang
dibumbui dengan romantismenya bersama pergiwa (istrinya) dalam paduan neoklasik disertai disertai
sentuhan teknologi modern. Dampaknya, mahasiwa cerdas, berkepribadian, dan mampu menjadikan
bangsa ini berkualitas tanpa menghilangkan akar budayanya.

Untuk mewujudkan kecerdasan dan keprbadian tersebut, mahasiswa dibekali keterampilan


berbahasa yang secara alami diawali dengan pemahaman fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi
dalam berbagai ragam kebahasaan. Selanjutnya, mahasiswa dibekali keterampilan bagaimana
mendapatkan ide ilmiah, mengorganisasikannya dengan kerangka karangan sebagai kerangka berfikir,
dan mengekspresikannya dengan ejaan yang benar, pilihan kata yang tepat, kalimat yang efektif, dan
paragraf yang benar dalam sebuah karangan.

Untuk menyempurnakan karangan tersebut, mahasiswa dibekali pengetahuan dan keterampilan


menyunting naskah. Dari padanya, mereka dapat menulis karangan ilmiah (opini, artikel jurnal, makalah,
laporan, proposal ) yang berkualitas dan mepresentasikannya. Untuk memperkaya keterampilan
tersebut, mahasiswa dibekali pengalaman menulis resensi buku. Pengayaan ini, secara kognitif,
diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya sehingga dapat menyempurnakan karya ilmiah yang
ditulisnya.

Sejak didengungkan globalisasi informasi awal 2000-an, yang didukung berbagai peralatan
komunikasi mutakhir yang efektif dalam berbagai aktivitas masyarakat dunia, fungsi bahasa indonesia
sebagai saran pengembang kepribadian mulai menghadapi tantangan dari berbagai bahasa dunia
terutama bahasa internasional yang digunakan oleh berbagai bangsa. Tantangan ini harus dihadapi
dengan membenahi sistem pengajaran bahasa indonesia, baik tingkat kedalaman maupun keluasannya.
Untuk itu, fungsi mata kuliah bahasa indonesia kini dan masa depan, bagi mahasiswa, menjadi lebih
penting. Bukan saja sebagai perekat dan pemersatu bangsa, tetai juga sebagai sarana komunikasi ilmiah.
Kini diyakini bahwa bahasa indonesia wajib diberikan di seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta
dengan sebutan Mata Kuliah pengembangan kepribadian (MPK) Bahasa Indonesia.
1. Arti bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ajaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh
masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu
seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Sistem tersebut mencakup unsur-unsur
berikut:
1. Sistem lambang yang bermakna dan dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya
2. Sistem lambang tersebut bersifat konvensional yang ditentukan oleh masyarakat
pemakainya berdasarkan kesepakatan.
3. Lambang-lambang tersebut bersifat arbiter(kesepakatan) digunakan secara berulang
dan tetap.
4. Sistem lambang tersebut bersifat terbatas, tetapi produktif. Artinya, dengan sistem
yang sederhana dan jumlah aturan yang terbatas dapat menghasilkan jumlahkata,
frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana yang tidak terbatas jumlahnya.
5. Sistem lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lambang bahasa lain.
6. Sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat universal. Hal ini
memungkinkan bahwa suatu sistem bisa sama dengan sistem bahasa lain.

2. Fungsi bahasa
1. Bahasa sebagai sarana komunikasi

Indikator kemampuan berbahasa indonesia yang komunikatif mencakup

a. Kemampuan Organisasional yang terdiri atas


Kemampuan gramatikal (kosakata, dialek/ ragam, morfologi, sintaksis, fonologi
/grafologi)
Kemampuan tekstual (retorikadan kohesi)
b. Kemampuan pragmatik yang terdiri atas:
Kemampuan ilokusionari (fungsi ideasional, fungsi manipulatif, fungsi heuristik,
fungsi imajinatif).
Kemampuan sosiolinguistik (kepekaan pada dialek/ ragam, kepakaan pada
kewajaran, kepekaan pada register, dn kepekaan pada kiasan)(komponen
kemampuan bahasa komunikatif (bachman, 1990) dalam Madya bahasa
indonesia sebagai alat pengembangan iptek, 2006)

Bahasa indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antaranggota


masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan,
dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya, komunikasi ilmiah, komunikasi
bisnis, komunikasi kerja, dan komunikasi sosial, dan komunikasi budaya, untuk
itu, pemakai bahasa komunikatif memerlukan pengetahuan dan keterampilan
menggunakan berbagai ragam bahasa yang dapat mendukung pengembangan
pengetahuan, keterampilan, pemikiran, dan sikap yang hendak
dikomunikasikannya.

Manusia tidak dapat hidup seorang diri. Dalam memenuhi kebutuhannya


setiap orang memerlukan kerja sama dengan orang lain. Kebutuhan manusia
sangat banyak dan beraneka ragam. Mereka perlu berkomunikasi dalam
berbagai lingkungan di tempat mereka berada: antaraanggota keluarga
komunikasi keluarga, antaranggota masyarakat komunikasi sosial,
antarlembaga dalam lingkungan kerja komunikasi kerja, antarpengusaha dalam
lingkungan bisnis komunikasi bisnis, antarilmuwan komunikasi ilmiah, dan
sebagainya.
2. Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi
Bahasa indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara
merupakan fungsi integratif. Indikator kedudukannya sebagai bahasa nasional:
a. Lambang nasional yang dapat memberikan kebanggaan jati diri pemakainya
sebagai bangsa indonesia.
b. Lambang identitas nasional yang dapat dikenali oleh masyarakat pemakai dan
masyarakat di luar pemakainya.
c. Alat pemersatu penduduk antarpulau di seluruh wilayah Indonesia.
d. Alat komunikasi antardaerah dan antarbudaya.

Indikator kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi


sebagai :

Bahasa dalam kegiatan resmi kenegaraan,


Bahasa pengantar di sekolah
Alat komunikasi pada tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan
dan pemerintahan.
Alat pengembangan budaya, ilmu penegtahuan, dan teknologi.

Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu


ikatan. Misalnya, integritas kerja dalam sebuah institusi, integritas karyawan
dalam sebuah departemen, integritas keluarga, integritas kerja sama dalam
bidang bisnis, integritas berbangsa dan bernegara, dan lain-lain. Integritas
tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi, misalnya harus beradaptasi dalam
integritas tersebut sehingga tidk menimbulkan konflik, perpecahan, atau
permusuhan.

Bahkan, bahasa menimbulkan suatu kekuatan yang merupakan sinergi


dengan kekuatan orang lain dalam integritas tersebut. Kemampuan berintegritas
dan beradaptasi ini dibangus melalui aturan verbal (dan nonverbal dalam bentuk
simbol-simbol), yaitu bahasa. Misalnya, seseorang tidak akan menggunakan
bahasa ilmiah hanya digunakan untuk berkomunikasi ilmiah dengan sesama
ilmuwan ; seorang konduktor tidak bus tidak akan menggunakan bahasa baku
pada saat mempersilakan penumpang memasuki busnya; seorang ibu tidak akan
menggunakan bahasa bisnis pada waktu menasihati anaknya; seorang anak tidak
akan menggunakan bahasa resmi pada waaktu minta uang untuk transpor
kuliahnya.

3. Ragam bahasa
Ragam bahasa merupakan varian bahasa berdasarkan sudut pandang penutur dan
jenis pemakaian bahasa. Penggolongan ragam bahasa dalam bahasa indonesia secara
garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Berdasrkan sudut pandang penutur
1. Ragam daerah
Ragam daerah sering disebut logat atau dialek. Ciri-ciri dalam ragam daerah ini
meliputi: tekanan, turun-naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa
yang membangun aksen. Aksen tersebut berlainan tiap daerah. Perbedaan
kosakata dan variasi gramatikal juga ada, walaupun kurang tampak. Ragam
dialek ini erat hubungannya dengan bahasa ibu si penutur.
2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan formal
Ragam bahasa jenis ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang
berpendidikan formal dan yang tidak. perbedaan kedua ragam tersebut dapat
dilihat dari tata bunyi dan tata bahasanya. Badan pemerintah, lembaga
perwakilan rakyat, badan kehakiman, pers, radio, televisi, mimbar agama, dan
profesi ilmiah hendaknya menggunakan ragam bahasa orang berpendidikan
yang lazim digolongkan sebagai ragam baku. Jadi, ragam bahasa baku dipakai
untuk keperluan komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum
dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Diluar keempat penggunaan
itu, dipakai ragam tidak baku yang juga merupakan bagian dari kekayaan bahasa
indonesia. Percakapan lisan yang cenderung bersifat akrab atau informal dan
surat menyurat pribadi merupakan contoh ragam tidak baku.
3. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Penggolongan ragam bahasa ini bergantung pada sikap penutur terhadap
orangyang diajak berbicara atau pembacanya. Sikapnya itu dipengaruhi antara
lain: umur dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur,
pokok persoalan yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian
informasinya. Ragam ini menekankan pada pemilihan bentuk-bentuk bahasa
tertentu yang menggambarkan sikap kita, misalnya: kaku, resmi, hambar, dingin,
akrab, hangat atau santai. Perbedaan terebut dicerminkan dalam pemilihan
kosakata dan tata bahasanya. Misalnya saja, gaya bahasa jika kita berbicara
dengan atasan di Kantor tentu berbeda jika kita berbicara dengan bahasa karib.
b. Berdasarkan jenis pemakainya
1. Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan
Setiap penutur bahasa memiliki lingkungan masyarakat dengan adat istiadat
sendidri-sendiri. Cara pergaulan tiap penutur tidak selalu sama dengan
penutur lain. Perbedaan itu terwuju dalam pemakaian bahasa. Seseorang yang
ingin membicarakan pokok persoalan dalam bidang tertentu harus memiliki
salah satu ragam yang sesuai dengan bidang atau pokok itu. Ragam bahasa
menurut pokok pembicaraan dibedakan sebagai beikut:
a. Ragam bahasa Undang-Undang
b. Ragam bahasa Jurnalistik
c. Ragam bahasa Ilmiah
d. Ragam bahasa Sastra
2. Ragam bahasa menurut media pembicaraan

Ragam bahasa menurut media pembicaraan dibedakan sebagai berikut:

a. Ragam lisan, antara lain:


Ragam bahasa cakapan
Ragam bahasa pidato
Ragam bahasa kuliah
Ragam bahasa panggung
b. Ragam tulis , antara lain:
Ragam bahasa teknis
Ragam bahasa perundang-undangan
Ragam bahasa catatan
Ragam bahasa surat
3. Ragam bahasa yang mengalami pencampuran (interferensi)
Ragam bahasa yang mengalami pencampuran atau interferensi terjadi akibat
penggunaan unsur bahasa lain, seperti bahasa daerah dan bahasa asing.
Apabila penggunaan unsur-unsur tersebut mengisi kekosongan atau
memperkaya kesinoniman dalam kosakata atau bangun kalimat bahasa
indonesia, hal ini dianggap wajar. Akan tetapi, kalau unsur tersebut
mengganggu keektifan penyampaian informasi kita, ragam bahasa yang
dicampuri unsur masukan tersebut hendaknya dihindari. Itulah ragam bahasa
yang mengalami gangguan pencampuran atau interferensi.

Anda mungkin juga menyukai