Anda di halaman 1dari 28

OLEH KELOMPOK 2 :

Ady Sutrisno 2001186


Beatrix Evalin Tambunan 2001187
Citra Amalia 2001189
Dona Nelda Anggrainy 2001190
Faisal Imron 2001191
Fitri Yanti 2001192
Muthi Khairunnisa S. 1801103
Nur Hirdayanti 2001197
Putri Oktarina 1801108
Rezy Syaputri 1801113
Vanni Ristianingrum 2001199
TERATOLOGI
“Teratologi Eksperimental 1”
DOSEN PENGAMPU :
apt. Mira Febrina, M.Sc
SUB POKOK BAHASAN
Defenisi Teratologi
Jenis Uji Teratologi Eksperimental
Daur Estrus
SUB POKOK BAHASAN
Teknik Pengawinan
Hewan
Teknik Pemberian
Senyawa
Defenisi Teratologi
01
Teratologi adalah studi tentang penyebab, mekanisme dan manifestasi dari perkembangan yang
menyimpang dari sifat struktural dan fungsional.
Defenisi Teratologi
Cacat lahir sering disebut juga malformasi kongenital atau anomali kongenital.
Malformasi atau anomali kongenital adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan kelainan
struktur, perilaku, faal, dan kelainan metabolik yang ditemukan pada waktu lahir.
Lanjutan...
Teratogen adalah agen-agen kimiawi, fisik, dan biologik yang menyebabkan terjadinya anomali
pertumbuhan dan perkembangan
Teratologi Eksperimental adalah suatu metode penelitian atau mempelajari sifat teratogen suatu
zat dengan menggunakan hewan coba (Almahdy, 2012)
Penentuan waktu pemberian zat
Zat yang akan di uji dan hewan coba

Penentuan besarnya konsentrasi atau dosis

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam Teratologi Eksperimental:


Penentuan jalur administrasi

Manajemen hewan coba pasca perlakuan pengamatan


Jenis Uji Teratologi Eksperimental
02
Jenis Uji Teratologi Eksperimental

CHEST adalah pendekatan teratologi dengan menggunakan embrio ayam untuk mengetahui
pengaruh atau dampak teratogen terhadap perkembangan embrio ayam.

FETAX adalah pendekatan teratologi dengan menggunakan embrio katak sebagai objek
penelitian teratologi
CHEST (Chick Embryotoxity Screening Test)
FETAX (Frog Embrio Teratogenecity Xenopus)
Baik CHEST maupun FETAX pada dasarnya untuk menguji organogenesis yang berguna untuk
memprediksi adanya potensi toksikan pada perkembangan manusia dan adanya suatu efek
teratogen
Contoh kasus penelitan teratologi dengan menggunakan pendekatan CHEST adalah penggunaan
teratogen berupa enrofloxacin pada embrio ayam. (Gambar 1) yang mengakibatkan embrio
mengalami penurunan berat badan, anomali strukur kepala, retardasi pembentukan tulang rawan,
dan anomali pada struktur kepala.
Gambar 1. Embrio usia 7 hari (a) kontrol; (b-d) Embrio yang mengalami abnormal pada
perlakuan enrofloxacin
Adapun pendekatan teratologi berdasarkan metode FETAX dapat diamati pada perkembangan
embrio katak dengan perlakuan pemberian insektisida (malathion) yang mengakibatkan
pembengkokan ekor pada larva katak (Gambar 2).
Gambar 2.
Larva X. laevis. (A) kontrol; (B-D) ekor yang mengalami abnormal
Daur Estrus
03
Daur Estrus

Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk
melakukan perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan periode
estrus berikutnya disebut siklus estrus.
Hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami periode estrus per tahun,
contohnya beruang, srigala, dan kebanyakan hewan liar.

Hewan poliestrus bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan siklus estrus periodik hanya
selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba yang hidup di negara dengan empat
musim.

Lanjutan...
Hewan poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrus secara periodik sepanjang
tahun, contohnya sapi, kambing, babi, kerbau dan lain-lain.
Golongan pertama
Golongan kedua
Golongan ketiga
Fase Fase Siklus Estrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan pertumbuhan folikel
oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH).
Pada fase ini juga terjadi perkembangan organ-organ reproduksi yaitu oviduct, uterus, dan
vagina.
Fase proestrus ini FSH yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofisa akan memicu
perkembangan folikel di dalam ovarium
1. Proestrus
Fase Fase Siklus Estrus
Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai dengan manifestasi birahi
secara fisik. Lama periode estrus pada ruminansia kecil selama 2 - 3 hari.
Fase estrus pada dasarnya dipengaruhi oleh sistem hormonal. Tanda-tanda keberadaan ternak
berada pada siklus estrus dapat diamati adanya perubahan secara fisik salah satunya adalah
keluarnya lendir sampai ke vulva yang sangat jelas
2. Estrus
Fase Fase Siklus Estrus
Metestrus merupakan fase mulai tumbuhnya corpus luteum setelah terjadi ovulasi atau sering
disebut dengan fase luteal. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon
progesteron
Fase metestrus ditandai dengan adanya perubahan sekresi lendir serviks oleh kelenjar-kelenjar
serviks dari cair menjadi kental. Metestrus terjadi setelah fase estrus berakhir, fase metestrus
berlangsung selama 2 - 3 hari.
3. Metestrus/Postestrus
Fase Fase Siklus Estrus
Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternak-ternak mamalia. Korpus
luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi dominan.
Fase diestrus ditandai dengan Endometrium menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus
menunjukkan peningkatan perkembangan.
Kondisi ini akan terus berlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan
dipertahankan sampai akhir masa kebuntingan.
4. Diestrus
Teknik Pengawinan Hewan
04
Pemeriksaan Daur Estrus hewan uji sebelum dikawinkan
Teknik pengawinan mencit (Mus musculus)
Teknik pengawinan tikus (Rattus norvegiscus)
Teknik Pengawinan Hewan
Pemeriksaan Daur Estrus
hewan uji sebelum dikawinkan

Pemeriksaan daur estrus dilakukan untuk mengetahui keteraturan daur estrus sehingga dapat
diketahui kapan tikus betina siap untuk dikawinkan.
Pemeriksaan daur estrus dilakukan dengan metode usap vagina. Cairan apus vagina yang
diperoleh diteteskan pada gelas obyek dan diamati tipe sel-sel epitel apus vagina di bawah
mikroskop. Berdasarkan temuan tipe sel tersebut, selanjutnya ditentukan fase daur estrus yang
sedang dialami oleh hewan uji. Setelah 4 hari dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan
keteraturan daur estrus.
Hewan uji yang menunjukkan daur estrus teratur, dipersiapkan untuk dikawinkan, guna
pengujian keteratogenikan obat
Teknik pengawinan mencit (Mus musculus)

5. Mencit yang telah hamil dipisahkan dan yangbelum kawin dicampur kembali dengan mencit
jantan
1. Pengawinan hewan percobaan dilakukan pada masa estrus dengan perbandingan jantan dan
betina 1:4
2. Mencit jantan dimasukkan ke kandang mencit betina pada pukul empat sore dan dipisahkan
lagi besok paginya
3. Pada pagi harinya dilakukan pemeriksaan sumbat vagina
4. Sumbat vagina menandakan mencit telah mengalami kopulasi dan berada hari kehamilan ke-0
Teknik pengawinan tikus (Rattus norvegiscus)

4. Pengecekan dilakukan selama 5 hari dan di pagi hari. Tikus dinyatakan kawin jika pada cairan
apusan vagina ditemukan sperma pada pengamatan di bawah mikroskop
1. Hewan uji yang memiliki daur estrus teratur, akan dikawinkan dengan pejantan, tikus betina
yang sedang berada dalam fase proestrus pada pagi dan sore hari, dimasukkan dalam satu
kandang dengan pejantannya (jam 5-6 sore merupakan waktu yang paling disenangi)
2. Tikus betina disatukan dengan tikus jantan dengan perbandingan 5:2. Tikus disatukan selama
5 hari. Selama 5 malam diamati tingkah laku dari tikus yang dikawinkan
3. Pembuktian terjadinya perkawinan keesokan harinya dicek kembali apusan vagina dari betina
yang telah disatukan dalam satu malam.
Teknik Pemberian Senyawa
05
Teknik Pemberian Senyawa
Waktu Pemberian Zat
Pemberian zat sebelum implantasi, bertujuan untuk melihat pengaruh suatu zat terhadap
perkembangan embrio preimplantasi. Zat yang bersifat sitostatik atau embriotoksik dapat
menyebabkan kematian atau hambatan pada perkembangan embrio.

Pemberian zat setelah implantasi, bertujuan untuk melihat pengaruh zat pada perkembangan
fetus, terutama pada masa organogenesis. Suatu zat yang bersifat teratogenik akan menyebabkan
kelainan pada fetus apabila diberikan pada masa kritis.

Dosis

Dosis sekurang-kurangnya diberikan tiga tingkat dosis. Dosis tertinggi harus menyebabkan
gejala keracunan pada beberapa induk (dan atau janin), seperti berkurangnya berat badan. Dosis
terendah harus tidak menampakkan efek buruk. Satu atau lebih dosis harus berada diantara kedua
ekstrim itu. Selain itu, dibuat dua kelompok pembanding. Salah satu diberi pelarut atau larutan
garam fisiologis, sedangkan yang lain diberi zat yang diketahui bersifat teratogen aktif.
Contoh penelitian teratogenis
pada beberapa hewan
THANKS!

Anda mungkin juga menyukai