Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH PEMBERIAN KADAR HORMON

PROGETERONTERHADAP SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus


norvegicus L.)

LAPORAN AKHIR
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fisiologi Hewan

Penulis:
Vita Citra rahayu (4401411002)
Siti Umayah (4401411004)
Siti Cahyaning Tiastuti (4401411028)
Dita Selviana (4401411033)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi merupakan suatu proses dimana organisme dapat menghasilkan individu baru
dari spesies yang sama. Reproduksi pada hewan dapat terjadi secara seksual maupun aseksual.
Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara pembelahan, fragmentasi, atau
budding/bertunas. Sedangkan reproduksi seksual dicirikan dengan bersatunya gamet jantan dan
gamet betina melalui proses fertilisasi.
Proses pembentukan gamet jantan (sperma) yang terjadi di dalam testis
disebutspermatogenesis. Sedangkan oogenesis adalah proses pembentukan gamet betina (ovum)
yang terjadi di dalam ovarium. Proses ini ditandai dengan adanya perubahan oogonium menjadi
oosit (calon ovum), yang akan mengalami pemasakan sehingga menjadi ovum yang siap dibuahi.
Proses pemasakan telur (ovum) pada hakikatnya merupakan peristiwa yang membentuk
siklus. Siklus pemasakan telur pada kebanyakan mamalia disebut siklus estrus.Sedangkan siklus
pada primate disebut siklus menstrual.
Pada hewan yang mengalami siklus estrus, selama satu siklus hewan betiana siap
menerima hewan jantan untuk kawin hanya dalam waktu yang singkat, yaitu pada masa
ovulasi.Selain itu, dinding saluran reproduksi pada akhir siklus tidak mengalami disintegrasi dan
tidak luruh sehingga tidak ada perdarahan.Siklus estrus terdiri atas empat tahap/fase, yaitu tahap
diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus.
Siklus estrus dan siklus menstruasi merupakan proses yang dikendalikan oleh berbagai
hormone, salah satunya yaitu hormone progesterone. Oleh karena itu, diadakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh kadar progesterone terhadap tahapan siklus estrus pada tikus putih(Rattus
norvegicus L.).
Tahapan/fase estrus yang dialami hewan dapat dikenali dari gambaran sel yang diperoleh
melalui hasil apus vagina.Panjang waktu siklus estrus pada tikus putih (Rattus norvegicus L.)
yaitu 4 sampai 5 hari. Siklus ini dibedakan dalam 2 tingkatan yaitu fase folikuler dan fase luteal.
Fase folikuler adalah pembentukan folikel sampai masak sedangkan fase luteal adalah setelah
ovulasi sampai ulangan berikutnya dimulai. Siklus estrus pada hewan berasal dari folokel graff
ke korpus luteum.
Pengendalian proses ovulasi dirangsang dengan penyuntikan estrogen pada tubuh hewan
betina selama siklus estrus sehingga oosit yang diproduksi lebih banyak.Teknik ini disebut
superovulasi. Margawati dan Mulyaningsih (1992) menunjukan bahwa super ovulasi merupakan
salah satu tahap dalam kegiatan transfer embrio yang dimaksudkan untuk memperolah sel telur
dalam jumlah yang banyak dalam satu kali ovulasi.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahap siklus estrus pada tikus normal?
2. Bagaimana tahap siklus estrus tikus setelah pemberian hormone progesterone?
3. Adakah pengaruh pemberian hormone progesteron terhadap siklus estrus tikus?
4. Bagaimana pengaruh pemberian hormone progesteron pada siklus estrus tikus?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui tahap siklus estrus pada tikus normal.
2. Mengetahui tahap siklus estrus tikus setelah pemberian hormone progesterone.
3. Membuktikan pengaruh pemberian hormone progesteron terhadap siklus estrus tikus.
4. Mengetahui bagaimana pengaruh pemberian hormone progesteron pada siklus estrus tikus

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain,yaitu:
1. Menambah wawasan bagi mahasiswa biologi tentang tahapan siklus estrus pada tikus putih.
2. Memberikan tambahan pengetahuan tentang ciri masing-masing tahapan pada siklus estrus
tikus putih.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus putih merupakan hewan pengerat. Tikus putih (Rattus norvegicus) sering
digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan
tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, yang mana manusia juga
merupakan dari golongan mamalia, sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolism
bio-kimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresi menyerupai
manusia (Sinar Harapan, 2002).
a. Klasifikasi
Klasifikasi tikus putih menurut Natawidjaya (1983).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

b.Jenis
Ada berbagai jenis tikus yang ada di Negara Indonesia dan beberapa
diantaranya dipergunakan untuk penelitian, seperti : tikus wirok (Baricoto
indicaBechstein), tikus sawah (Rattus argetiventer Robinson), tikus pelabuhan
(Rattus norvegicus), tikus belukar (Tio manicus Miller), mencit sawah (Mus caroh),
tikus polensia (Rattus exulan Peale), tikus duri kecil (Rattus ardi-ardi), mencit rumah (Mus
musculus), tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout), & tikus rumah besar (Rattus rattus diardi
Jentink) (Urip,1987).
Tikus putih juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti : cepat berkembang
biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang dan ukurannya lebih besar dari pada
mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri : albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih
panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, tempramennya baik,
kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arseni tiroksid (Anggarawati, 2006).

c. Nama lain

Nama lain tikus putih menurut Anggarawati (2006).


1. Minangkabau : Mencit
2. Sunda : Beurit
3. Jawa : Tikus

d. Data biologis tikus


Data biologis tikus menurut Smith & Mangkoewidjojo (1998).
Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun.
Lama Bunting : 20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih : 21 hari.
Umur dewasa : 40-60 hari.
Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina).
Siklus kelamin : Poliestrus.
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus : 9-20 jam.
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.
Jumlah anak : Rata-rata 9-20.
Puting susu : 12 puting, 3 pasang didaerah dada dan 3 pasang di daerah perut.
Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %, protein 9-10 %,
Gula 2-3 %.
Siklus estrus pada tikus putih terdiri dari 4 fase utama, yaitu proestrus, estrus, metestrus
dan diestrus. Siklus ini dapat dengan mudah diamati dengan melihat perubahan sel-sel
penyusun lapisan epitel vagina yang dapat dideteksi dengan metode apus vagina pewarnaan
Giemsa. Hasil apus vagina menunjukkan hasil yang bervariasi sepanjang siklus estrus, terdiri
dari sel epitel berinti, sel epitel yang mengalami kornifikasi, leukosit serta adanya lender.

Pada mammalia umumnya daur pembiakan dempet dengan daur estrus. Daur ini
berdasarkan perubahan berkala pada ovarium, yaitu terdiri dari 2 fase folikel dan lutein. Banyak
hewan yang memiliki daur estrus sekali setahun, disebut monoestrus. Terdapat pada rusa,
kijang, harimau, kucing, dan sebagainya. Ada pula yang memiliki daur beberapa kali setahun,
disebut polyestrus. Daur estrus terutama yang polyestrus dapat dibedakan atas tahap berikut :

1.Proestrus
Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesteron dan
memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat.
Akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan
estrus yang dapat diamati. Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 12 jam
dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen
menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan
sistem dalam kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori
membangun muatan vagina yang tebal..Karakteristik sel pada saat proestrus yaitu bentuk sel
epitel bulat dan berinti, leukosit tidak ada atau sedikit.
2.Estrus
Estrus merupakan klimaks fase folikel. Pada fase inilah betina siap menerima jantan.
Dan pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan
seksual lebih dahulu untuk terjadinya ovulasi).Waktu ini betina jadi berahi atau panas.
Karakteristik sel pada saat estrus yaitu penampakan histologi dari smear vagina
didominasi oleh sel-sel superfisial, tetapi terdapat kornifikasi pada hasil preparat, pengamatan
yang berulang menampakkan sel-sel superfisialnya ada yang bersifat anucleate.
Sel-sel parabasal dan superfisial mudah untuk dibedakan, sedangkan sel-sel
intermediet adalah sel yang terletak diantara sel parabasal dan sel superfisial.pada saat
nukleus mengecil, membentuk pyknotic maka sel ini dapat diklasifikasikan pada sel superficial.
3. Metestrus

Fase metestrus diawali dengan penghentian fase estrus. Umumnya pada fase ini
merupakan fase terbentuknya corpus luteum. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa
dikenal sebagai metestrus bleeding.
Pada fase metestrus, histologi dari smear vagina menampakkan suatu fenomena
kehadiran sel-sel yang bergeser dari sel-sel parabasal ke sel-sel superfisial, selain itu sel darah
merah dan neutrofil juga dapat diamati.Sel-sel parabasal adalah sel-sel termuda yang terdapat
pada siklus estrus. Karakteristik dari sel-sel parabasal adalah sebagai berikut:
1.Bentuknya bundar atau oval.
2.Mempunyai bagian nucleus yang lebih besar daripada sitoplasma.
3.Sitoplasmanya biasanya tampak tebal
.4.Secara umum dengan pewarnaan berwarna gelap.

Proses perubahan sel-sel parabasal menuju sel intermediet kemudian sel-sel superfisial
dan sel-sel anucleate dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Bentuk bundar atau oval perlahan-perlahan akan berubah menjadi bentuk poligonal atau
bentuk tidak beraturan.
 Ukuran nuklei yang besar secara perlahan-lahan akan mengecil, pada beberapa kasus nuklei
mengalami kematian atau rusak secara bersamaan.
 Ukuran sitoplasma akan lebih tipis daripada semula.

Karena ukuran sitoplasma lebih kecil dari semula maka sel-sel parabasal yang berwarna
gelap akibat pewarnaan akan berubah menjadi sel-sel yang bewarna lebih cerah akibat
pewarnaan yang sama. Proses perubahan di atas dapat ditengarai sebagai salah satu proses
pada siklus estrus.

4.Diestrus
Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi hal ini
di mulai ketika konsentrasi progresteron darah meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan
regresi corpus luteum.Fase ini disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan.Fase ini
merupakan fase yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL
akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menhasilkan
sejumlah progesterone. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari
kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya
beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru.
Fase diestrus ditandai dengan ciri-ciri berikut, diantanranya: terjadi pengurangan jumlah
sel superfisial dari kira-kira 100% pada fase sebelumnya menjadi 20% pada fase diestrus.
Selain itu, jumlah sel parabasal dalam apusan preparat vagina menjadi meningkat, hasil ini
dperkuat dengan pengujian yang dilakukan pada hari berikutnya.

Ciri siklus estrus tidak dapat dipisahkan dari proses perubahan yang terjadi pada sel-sel
epitelnya, untuk itu berikut adalah penjelasan mengenai beberapa hal yang berhubungan
dengan histologi sel epitel vagina :
Sel kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling tua dari sel parabasal, sel intermediate, sel
superfisial, dan mempunyai ciri nukleus yang tidak lengkap.
Sel epitel adalah sel yang menyusun jaringan epitelium, biasanya terletak pada bagian tubuh
yang mempunyai lumen dan kantong misal vagina.
Sel intermediet adalah tipe sel epitel vagina yang lebih tua dari parabasal tetapi lebih muda
dari sel superfisial dan sel squamous tanpa nukleus.
Inti sel pyknotic adalah nukleus yang telah degeneratif dan merupakan ciri dari sel superfisial.
2.1.1. Biologis Progesteron
Progesteron merupakan hormon dari golongan steroid yang berpengaruh pada siklus
menstruasi perempuan, kehamilan, dan embriogenesis. Progesteron dan estrogen dihasilkan oleh
korpus luteum (sebuah kelenjar endokrin sisa dari folikel setelah terjadinya peristiwa ovulasi)
setelah ovulasi, kelenjar adrenal yang terletak di dekat ginjal, serta plasenta selama masa
kehamilan.

Progeteron bertanggung jawab mempersiapkan sistem reproduksi untuk implementasi


zigot.Hal tersebut menunjukkan bahwa progesteron dapat memicu perilaku seksual pada
beberapa spesies. Progesterone memiliki peranan dominan dalam meregulasi siklus estrus (
Hadly 2000 : 454 ). Kadar progesteron dalam darah tikus pada awal siklus estrus kurang dari 5
ng / ml, setelah mengalami ovulasi kadarnya meningkat menjadi lebih dari 5 ng / ml ( Cameron&
Scarisbrick 1973 : 1403 )
Gambar 1. Struktur progesteron

Jaringan Tempat Produksi

Pada wanita yang sedang hamil, progesteron disempurnakan melalui penggunaan


koloesterol low-density lipo-protein plasma ibu oleh plasenta.Selama masa kehamilan
keberadaan progestron lebih banyak dari pada estrogen. Progesterone muncul di ovarium setelah
beberapa minggu pertama kehamilan (Diczgalusy dan Troen, 1961 ).

2.1.2. Manfaat Progesteron


Progesterone memiliki beberapa manfaat antara lain mempersiapkan endometrium di
uterus dalam fase sekresi yang terjadi pada tiap bulan pada siklus reproduksi wanita,
mempersiapkan uterus untuk implementasi sel telur, menurunkan frekuensi dan intensitas dari
kontraksi uterus. Pada tuba fallopi progesterone berfungsi meningkatkan sekresi pada lapisan
mukosa.

2.1.3. Penggunaan Progesteron pada hewan percobaan


Apabila produksi progesterone berkurang, maka endometrium meluh (terdisintegrasi) dan
terjadi estrus. Progesterone yaitu hormone yang berfungsi hormone yang berfungsi untuk
mempertahankan ketebalan endometrium dan perkembangan kelenjar air susu. Apabila fertilisasi
tidak terjadi dan pengeluaran progesterone dari korpus luteum mulai berkurang maka kadar
progesterone dalam darah akan menurun. Hal ini mengakibatkan endometrium meluruh dan
estrus terjadi lagi.

Gambar 2.Mekanisme regulasi siklus reproduksi pada mammalia betina


di bawah pengaruh hormone dari hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.
Tanda (+) berarti memacu
B. Kerangka Berpikir

Menyusun masalah yang akan diteliti yang selanjutnya menjadi tujuan dari penelitian
yang dilakukan.Variabel bebas yaitu kadar hormone progesterone yang bervariasi dan variable
control yaitu perbandingan sel epitel berinti, sel epitel menanduk (kornifikasi), leukosit dan
lendir, pada hasil apus vagina.

C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kadar hormone progesterone dan ciri-ciri setiap tahapan
siklus estrus pada tikus putih berbeda-beda.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan lantai 02 Jurusan Biologi FMIPA
UNNES.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 hari, yaitu pada tanggal 13 s.d. 20 Mei 2013.

B. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tikus putih yang ada di dalam kandang.
Sampel dalam penelitian ini diambil 8 ekor tikus putih. Sampel ditentukan dengan menggunakan
teknik Purposive Sampling. Mencit diambil yang umur dan jenis kelaminnya sama, serta
beratnya relatif sama (±200g).

C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan variabel antara lain:
1. Variabel bebas: Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis / kadar hormon progesteron.
2. Variabel terikat: Variabel terikat dalam penelitian ini adalah siklus estrus pada tikus putih
(Rattus norvegicus).
3. Variable control : Variabel kontol dalam penelitian ini adalah tikus putih umur 1,5-2 bulan
bulan dengan berat badan ±200 gram, sehat, dan tidak ada kelainan anatomi.

D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian true experimental dengan
pendekatan Pre and Post Test Control Group Design. Ruang lingkup penelitian ini meliputi
bidang fisiologis dan anatomi. Rancangan penelitian ini menggunakan 4 perlakuan, maka unit
percobaan ada 4 unit dengan menggunakan pre and post test.
Sebelum diberi perlakuan tikus diadaptasi selama 1 hari. Kemudian cairan vagina diambil
dan dilakukan pembuatan apusan vagina untuk melihat komposisi histopatologis sel-sel pada
cairan vagina.
E. Alat dan Bahan
ALAT :
1. Cotton bud
2. Kaca objek dan penutup
3. Mikroskop
4. Kandang
5. Sondek
6. Objek glass
7. Cover glass
8. Pipet tetes
9. Bak cuci

BAHAN :
a. 8 ekor tikus betina
b. Hormon Progesteron berupa kemasan tablet pil KBAndalan dengan kandunganEthinylestradiol
0.03 mg dan levonogestrel 0,15 mg pada setiap tablet warna kuning.
c. NaCl fisiologis
d. Zat warna eosin

F. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan
penelitian, dan tahap analisis penelitian:
1. Persiapan
a. Perijinan penggunaan laboratorium dan sarananya.
b. Persiapan alat dan bahan.
c. Pembagian kelompok perlakuan.
mal (P0) : Tikus tanpa injeksi apapun.
(P1) : Tikus dicekok hormone progesterone.
II (P2) : 2 x perlakuan I
III (P3) : 2 x perlakuan II
Membagi tikus secara random menjadi 4 kelompok dengan dua kali pengulangan.
Setiap kelompok masing-masing menggunakan dua ekor tikus. Menempatkan tikus dalam
kandang, setiap kandang berisi 2 tikus dan diberi label sesuai perlakuan.
d. Melakukan pemeriksaan kondisi awal siklus estrus tikus.

2. Pelaksanaan
a. Per Oral ke sampel tikus, sebelumnya telah ditentukan tikus dengan dosis progesteron yang akan
disondekan masing-masing kepadanya, kecuali pada kelompok kontrol.
b. Mengambil apusan vagina dari seluruh sampel tikus dengan langkah sbb:
1. Menyiapkan objek glass dan cover glass yang sudah dibersihkan dan diberi label pada bagian
ujungnya.
2. Meneteskan larutan NaCl fisiologis ke ujung cotton buds.
3. Memasukkan ujung cotton buds tersebut ke dalam lubang vagina tikus.
4. Mengambil cairan vigina yang telah tercampurkan dengan NaCl tersebut.
5. Mengusapkan pada objek glass, tunggu hingga kering.
6. Mewarnai menggunakan eosin 1 % . Proses pewarnaan ini dilakukan dengan cara meneteskan
eosin dengan pipet tetes pada objek glass.
7. Setelah kering amati objek dibawah mikroskop.

3. Analisis penelitian
Dilakukan pencatatan dan pengumpulan data setelah hasil percobaan diperoleh.
Cara menentukan dosis adalah sebagai berikut:
a. Dosis untuk kelompok perlakuan I (PI)
Berat 1 tablet obat adalah 0,08 gram. Faktor konversi manusia (dengan berat badan ± 70
kg) ke tikus (dengan berat badan ±200 gr) adalah 0,018 sehingga dosis yang diberikan pada tiap
tikus adalah 80 mg x 0,018 = 1,44 mg/tikus/hari. Dosis untuk tikus per hari adalah 5 ml per oral,
sehingga akan dilarutkan pada (80 mg x 5 ml) / 1,44 mg = 277,77 ml aquadest.

b. Dosis untuk kelompok perlakuan II (P2) : 2 x perlakuan I


Dosis : 2,88 mg/tikus/hari dalam 277,77 ml aquadest.

c. Dosis untuk kelompok perlakuan III (P3) : 2 x perlakuan II


Dosis : 5,76 mg/tikus/hari dalam 277,77 ml aquadest.

G. Data dan Metode Pengumpulan Data


1. Sumber data: sumber data diperoleh melalui pengamatan mikroskopis hasil apusan vagina
seluruh sampel tikus putih.
2. Cara pengumpulan data: studi pustaka mengenai dosis penggunaan hormone progeteron dan
hasil apusan vagina seluruh sampel tikus putih yang diamati setiap hari selama 7 hari.
Data yang diperoleh kemudian dicatat dalam tabel pengamatan sebagai berikut:
Tabel Pengamatan
Perlakuan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
K. Kepala
K Punggung
P1 kepala
P1 punggung
P2 kepala
P2 punggung
P3 kepala
P3 punggung

H. Metode Analisis Data


Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis deskriptif,
yang pengujiannya dilakukan secara pre and post control group design.
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadapsiklus
estrus tikus yang diteliti. Setelah itu dapat ditarik kesimpulan mengenai efek yang diberikan oleh
pil KB Progesteron terhadap siklus estrus tikus.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Penelitian

Tabel data pengamatan pengaruh progesterone terhadap siklus estrus tikus

Perlakuan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7


(13.00) (10.00) (10.00) (14.00)
(16.00) (12.00) (14.00)

K. Kepala Estrus Met- Di- Di- Estrus Di-estrus Di-


estrus estrus estrus estrus

K Punggung Me- Di- Di- Pro- Met-estrus Di-estrus Di-


testrus estrus estrus estrus estrus

P1 kepala Estrus Met- Di- Pro- Perali-han Di-estrus Di-


estrus estrus estrus estrus ke estrus
metestrus

P1 punggung Di-estrus Di- Di- Estrus Diestrus Di-estrus Pro-


estrus estrus estrus

P2 kepala Estrus Met- Di- Pro- Estrus Di-estrus Di-


estrus estrus estrus estrus

P2 punggung Di-estrus Pro- Estrus Di- Diestrus Peralihan Estrus


estrus estrus diestrus
ke
proestrus

P3 kepala Estrus Di- Di- Pro- Estrus Di-estrus Di-


estrus estrus estrus estrus

P3 punggng Perali- Met- Di- Di- Estrus Di-estrus Di-


han estrus estrus estrus estrus
proestrus
ke estrus

B. Analisis Data
Data yang telah dihimpun kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif.
Ho = Tidak ada pengaruh pemberian hormone progesterone terhadap siklus estrus tikus
Ha = Ada pengaruh pemberian hormone progesterone terhadap siklus estrus tikus
Dari hasil penelitian didapat bahwa pada tikus kontrol siklus nya sesuai pada
umumnya yaitu berlangsung selama 4 hari, sedangkan pada kelompok tikus dengan perlakuan
pertama dengan pemberian hormone progesterone dengan kadar 1,44 mg/tikus/hari siklus estrus
tikus mengalami waktu yang lebih lama yaitu penambahan waktu sebesar 2 jam. pada kelompok
tikus dengan perlakuan ke dua dengan pemberian hormone 2,88 mg/tikus/hari, siklus estrus tikus
mengalami waktu yang lebih lama lagi yaitu penambahan waktu sebesar 3 jam, dan pada pada
kelompok tikus dengan perlakuan ke tiga dengan pemberian hormone 5,76 mg/tikus/hari, siklus
estrus tikus mengalami waktu yang lebih lama yaitu penambahan waktu sebesar 4 jam.
Sehingga Ha diterima dan H0 ditolak, jadi ada perbedaan lama siklus estrus antara
siklus yang normal dengan tikus yang diberi hormone progesteron.

C. Pembahasan
Setelah dilakuakan analisis data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa Hipotesis
Alternatif (Ha) yaitu “ada perbedaan antara siklus masing-masing tikus sebelum dan setelah
pemberian hormone progesterone” dapat diterima. Perbedaan waktu siklus berbeda-beda
tergantung selang waktu dan dosis progesterone yang diberikan pada tikus.
Dalam percobaan ini digunakan tikus sebagai hewan percobaan, yaitu sejumlah 8
ekor tikus. Tikus ini dipilih yang berjenis kelamin betina , dengan umur 1,5 – 2 bulan. Tikus
dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri 2 ekor tikus.
Masing- masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda- beda, Kelompok 1 terdiri 2 ekor tikus.
Tikus dari kelompok ini tidak diberi perlakuan sehingga berfungsi sebagai kelompok
control. Kelompok II terdiri atas 2 ekor tikus yang disondekan progesteron dengan dosis 1,44
mg. kelompok III disondekan progesterone dengan dosis 2,88 mg, sedangkan untuk kelompok
IV disondekan progesteron dosis 5.76 mg. Tikus diberi perlakuan selama 7 hari, dan untuk
mengamati siklus nya dilihat dengan mengambil apusan vagina pada masing-masing tikus,
karena setiap fase estrus pada tikus menunjukan hasil apusan vagina yang berbeda-beda.
Pada tikus kelompok pertama yang juga disebut tikus control, hasil apusan vagina
selama 7 hari menunjukan hasil sejak hari pertama yaitu : estrus, metestrus, diestrus, diestrus,
estrus, diestrus, diestrus. Dan lama waktu masing-masing fase sesuai dengan umumnya yaitu
pada fase proestrus berlangsung selama 12 jam, estrus selama 12 jam, metestrus 6 jam, diestrus
selama 2-2,5 hari.
Pada tikus kelompok II, III, dan IV disondekan progesteron dengan dosis yang
bervarasi mulai dari dosis rendah yaitu I,44 mg, 2,88 mg, dan 5,76 mg. Ternyata setelah
dilakukan pengamatan hasil apusan vagina, diketahui hasil yang berbeda –beda dari setiap tikus
yang diberikan progesteron yang dengan kadar yang berbeda pula.
Pada tikus kelompok II atau tikus yang mendapatkan perlakuan pertama (PI) selama 7
hari berturut-turut menunjukkan hasil sebagai berikut :
PI. Kepala : Estrus, Metestrus, Diestrus, Proestrus, Peralihan dari Proestrus menuju
Metestrus, Diestrus, dan Diestrus.
PI Punggung : Diestrus, Diestrus, Diestrus, Estrus, Diestrus, Diestrus, dan Proestrus.
Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa siklus estrus pada tikus yang diberi
progesterone dengan dosis normal mengalami perpanjangan waktu kurang lebih 2 jam dari waktu
standard pada tiap fasenya.
Sedangkan pada tikus kelompok III atau tikus yang mendapat perlakuan kedua (P2)
selama 7 hari berturut-turut menunjukkan hasil sebagai berikut :
P2 Kepala : Estrus, Metetrus, Diestrus, Proestrus, Estrus, Diestrus, dan Diestrus.
P2 Punggung : Diestrus, Proestrus, Estrus, Diestrus, Diestrus, Peraliahan dari Diestrus
menuju Proestrus, dan Estrus.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa siklus estrus yang terjadi pada tikus
yang diberi progesterone dua kali dari dosis normal ( dosis pertama ) terjadi lebih lama, yaitu
kurang lebih 3 jam lebih lama dari waktu standar dari tiap fasenya.
Pada tikus kelompok IV atau tikus yang mendapat perlakuan ketiga (P3) selama 7
hari berturut-turut menunjukkan hasil sebagai berikut :
P3 Kepala : Estrus, Diestrus, Diestrus, Proestrus, Estrus, Diestrus, dan Diestrus.
P3 Punggung : Peralihan dari Proestrus menuju Estrus, Metestrus, Diestrus, Diestrus,
Estrus, Dietrus, dan Diestrus.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa siklus estrus yang terjadi pada tikus yang
diberi progeteron 4x dari dosis normal ( 2x dosis kedua ) terjadi lebih lama lagi, yaitu 4 jam lebih
lama dari waktu standar dari tiap fasenya.
Berdasarkan data-data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi dosis /
kadar progesterone yang diberikan, maka siklus estrus yang terjadi semakin lama pula.
Hal ini terjadi karena progesterone mempengaruhi aktivitas ovarium selama siklus
estrus berlangsung. Peningkatan progesterone selama fase metestrus dan diestrus merupakan
manifestasi pembentukan korpus luteum. Selama metestrus pengaruh hormone progesterone
lebih dominan terhadap endometrium karena endometrium bertugas untuk menyediakan
lingkungan yang baik untuk perkembangan embrio bila terjadi pembuahan. Selain itu
progesterone juga mempengaruhi perubahan kuantitatif sel-sel epitel vagina. Perubahan tersebut
adalah adanya sel-sel yang mengandug sitoplasma yang basofilik ( Junqueira dan Carneiro, 1991
). Pada fase ini estrogen mengalami penurunan sebagai efek kerja dari progesterone. Progesteron
mempunyai feedback mechanism terhadap hipotalamus sehingga estrus, ovulasi, dan siklus birahi
dapat dicegah.
Dalam hal tertentu aktivitas progesterone sinergis dengan estrogen, yaitu untuk
menginduksi siklus estrus, tetapi level / kadar yang tinggi dari progesterone akan menghambat
estrus. Progesteron sangat berperan dalam regulasi hormonal dalam siklus estrus. Pada akhir
siklus estrus konsentrasi progeteron akan kembali turun yang diikuti dengan lisisnya korpus
luteum serta akan terjadi siklus berikutnya ( King, 1993 ).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Setelah melakukan percobaan mengenai Pengaruh Pemberian Hormon Progesteron
Terhadap Siklus estrus Tikus dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Progesteron tergolong hormone steroida yang dapat mempengaruhi siklus estrus tikus.
2. Ada perbedaan antara lama fase pada silkus estrus kelompok control (yang tidak
diberikan progesteron) dengan tikus yang diberi progesterone.
3. Efek yang diberikan progesteron berbeda-beda sesuai dosis yang dioralkan ke tikus. Pada
umumnya semakin tinggi dosis yang diberikan semakin terlihat efek yang berbeda.

B. Saran
Dikarenakan progesteron dapat menghambat siklus estrus ( pada tikus ) atau siklus
menstruasi ( pada manusia ) karena megghambat ovulasi, maka ada baiknya untuk berkonsultasi
ke dokter sebelum menggunakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amori G dan Clout M. 2002. Rodent on Island: A Conservation Challenge. In: Singelton GR,L A
Hinds, C H Krebs, D M Spratt (Ed). Rats, Mice and people: Rodent Biology and Management.
Canberra: Australian Centre for International Agriculture Research.
Avalos L dan Callahan C. 2001. Classification and Characteristics of
Mammals.http://www.humboldt.edu/~cmc43/mamm alcharacters.htm.
Baker DEJ, Lindsey JR, dan Weisborth SH. 1980. The Laboratory Rat. Vol II. Research
applications.Academic Press Inc. London.
Cassidy A, Paola A, Inge LN, Wendy H, Gary W, Inge T, Steve A, Heide C, Yannis M, Alicja W,
Claudia S, dan Francesco B. 2006. Critical review of health effects of soyabean phyto-estrogens
in post-menopausal women. Proceedings of the Nutrition Society 65:76-92.
Hafez ESE, Jainudeen MR, dan Rosnina Y. 2000. Hormones Growth Factors an Reproduction. Di
dalam :Reproduction in Farm Animals. Ed ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Khan I, Belanger A, Chen YDI, Gibori G. 1985. Influence of HDL on estradiol stimulation of luteal
steroidogenesis. Biol Reprod. 32:92-104.
Macmillan KL dan Burke AJ. 1996. Superovulatory doses of pregnant mare serum gonadotropin cause
delayed implantation and infertility in immature rats. Bio. Reprod. 25: 253-260.
Malole MBM dan Pramono CSU.1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium.
Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
National Research Council (NRC). 1995. Nutrient Requirement of Laboratory Animal. 4th Revised Ed.
Washington DC: National Academy of Science.
Partodiharjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Jakarta.
Silva JRV, Van den Hurk R, de Matos MHT, Dos Santos RR, Pessona C, de Moraes
MO, dan Fiqueiredo JR. 2004. Influences of FSH and EGF on primordial folicles during in
vitro culture of caprine ovarian cortical tissue.Theriogenology 61: 1691-1704.
Smith JB dan S Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan
di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa.
Turner CD dan Bagnara JT. 1988. Endokrinologi Umum. Ed ke-6. Surabaya: Unair Pr.
Yu Y, Li W, Han Z, Luo M, dan Tan J. 2003. The effect of folicle-stimulating hormone on folicular
development, granulosa cell apoptosis and steroidogenesis and its mediation by insulin like
growth factor in the goat ovary.Theriogenology 60: 1691-1704.
Http://contohproposalterbaru.htm// [acessed 24thMarcht2013]
Http://LearningInterestingSIKLUSESTRUSPADATIKUS(LaporanPraktikum).htm//
[acessed 4thApril2013]
Http://Perkehe-SiklusEstrusMencitshintabits09.htm// [acessed 31stMarch2013

Anda mungkin juga menyukai