Anda di halaman 1dari 30

TUGAS BIOLOGI SEL

MITOKONDRIA

Parkinson : Penyakit Akibat Kerusakan Mitokondria

KELAS : E

KELOMPOK : 7

Yolanda Olivia 110117198

Devina Erawati Santoso 110117199

Griselda Celine Ezar 110117202

Windy Liemianti 110117216

Lanny Gregorius 110117217

Puspa Aprilia Sutopo 110117218

Yohana Faustina 110117223

TAHUN 2017
DAFTAR ISI

A. Pembahasan Mitokondria ………………………………………………. 1

1. Struktur Organel Mitokondria

2. Fungsi dan Mekanisme Kerja Mitokondria

3. DNA Mitokondria

4. Sifat dan Karakteristik DNA Mitokondria

B. Penyakit Parkinson ……………………………………………………... 8

1. Asal Mula dan Faktor Penyebab Penyakit Parkinson

2. Patofisiologi Penyakit Parkinson

3. Diagnosis dan Gambaran Klinis Penyakit Parkinson

4. Komplikasi

5. Penatalaksanaan Penyakit Parkinson

6. Pengobatan pada Penyakit Parkinson

C. Kesimpulan

D. Daftar Pustaka dan Lampiran


A. PEMBAHASAN MITOKONDRIA

1. STRUKTUR ORGANEL MITOKONDRIA

Mitokondria adalah organel yang terletak di dalam sitoplasma sel eukariotik berbentuk elips

dengan diameter ± 0,5 μm dan panjangnya 0,5-1,0μm. Struktur mitokondria berupa kantung

yang selaputi oleh 2 membran yaitu

a. Luar : mengandung sejumlah protein transport

(porin dan enzim) yang terlibat dalam biosintesis

lipid dan metabolisme mitokondria. Porin ini

membentuk saluran berukuran relatif besar pada

lapisan bilayer membrane luar yang

memungkinkan lolosnya ion/molekul kecil

berukuran 5kDa atau kurang.

b. Dalam : membentuk struktur melipat ke dalam disebut krista. Struktur melekuk ini

sangat membantu

meningkatkan luas permuaan

membran dalam sehingga

meningkatkan

kemampuannya

menghasilkan ATP.

2. FUNGSI DAN

MEKANISME KERJA

MITOKONDRIA

Jumlah mitokondria di dalam sel

bergantung pada jumlah kebutuhan sel akan energi. Fungsi mitokondria dalam sel adalah
menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Sebagian besar ATP yang dihasilkan melalui proses

fosforilasi oksidatif. Tahap glikolisis menghasilkan 2 ATP dan asam piruvat yang kemudian

masuk ke siklus asam sitrat dan dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, menghasilkan 30 ATP untuk

setiap molekul glukosa yang masuk. Proses pembentukan ATP ini dikenal dengan fosforilasi

oksidatif yang melibatkan kompleks enzim pada membran dalam mitokondria. Pada fosforilasi

oksidatif, molekul NADH dan FADH2 dari katabolisme karbohidrat, lipid dan protein akan

diubah menjadi ATP. Selanjutnya adalah proses transpor elektron yang melibatkan beberapa

kompleks enzim. Kompleks enzim yang terlibat terdiri dari kompleks I (NADH dehidrogenase),

kompleks II (suksinat dehidrogenase), kompleks III (koenzim Q-sitokrom C reduktase), dan

kompleks IB (sitokrom oksidase). Kompleks I menerima elektron dari NADH, dialirkan menuju

koenzim-Q bersamaan dengan pemompaan proton dari matriks menuju ruang antar-membran.

Selain itu, koenzim-Q juga akan menerima elektron dari FADH2 (kompleks II) dari siklus Krebs

dan elektron dari kompleks III. Elektron kemudian dialirkan menuju sitokrom C menyebabkan 4

proton terpompa menuju ruang antar-membran. Proses saat elektron ini dialirkan dari sitokrom C

menuju O2 dan O2 direduksi menjadi H2O dilakukan oleh kompleks IV yang menghasilkan 2

proton untuk dipompa dari matriks menuju ruang antar-membran.

Proses pemompaan proton dari matriks menuju ruang antar-membran mitokondria (reaksi

transpor elektron) menyebabkan

terbentuknya gradien elektrokimia,

yaitu pH ruang antar-membran lebih

rendah dibanding pH dalam matriks

mitokondria.

Perbedaan proton ini

mengandung energi potensial sehingga


bila proton mengalir kembali melalui kompleks V (ATP sintase), maka energi dilepas dan

menggerakkan sintesis ATP dari ADP dan fosfat inorganik (Browning, et al., 1982). Teori

pembentukan ATP akibat adanya gradien elektrokimia ini dikenal sebagai chemiosmotic

coupling.
3. DNA MITOKONDRIA

DNA mitokondria (mtDNA) berbentuk lingkaran dengan panjang 16.569 pasang basa (pb).

Urutan lengkap nukleotida mtDNA manusia pertama kali dipublikasikan oleh Anderson et al.

tahun 1981. Genom mtDNA mengandung 37 gen yang terdiri dari gen penyandi 12S dan 16S,

22tRNA dan 13 protein sub unit kompleks enzim rantai respirasi (Anderson dalam Siti dkk.,

2007). mtDNA memiliki jumlah copy yang banyak dalam tiap sel, namun jumlahnya sangat

bervariasi tergantung jenis selnya. Peta daerah mtDNA ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Secara umum, daerah mtDNA dapat dibedakan menjadi daerah pengkode (coding region)

dan daerah bukan pengkode (non coding region) atau dikenal sebagai daerah D-loop. Coding

region, merupakan daerah pengkode protein, tRNA atau rRNA. Bila nukleotida ini mengalami

mutasi,maka dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan non coding region merupakan daerah

yang tidak bertugas untuk mengkode dan mutasinya tidak mengakibatkan terjadi penyakit atau

hanya menyebabkan terjadi polimorfisme

(Czarnecka et al., 2006).


4. SIFAT DAN KARAKTERISTIK DNA MITOKONDRIA

mtDNA memiliki beberapa karakteristik yang unik jika dibandingkan dengan DNA inti.

Yaitu: (a) Pola pewarisan secara maternal; (b)Laju mutasi yang tinggi; (c) Bentuknya

melingkar sepanjang 16.569 pasang basa; dan (d) Memiliki jumlah copy yang banyak

(Krings et al., 1997).

4.1 Pola pewarisan secara maternal

Berbeda halnya dengan DNA inti, DNA mitokondria diwariskan melalui garis keturunan

ibu (Browning, et al., 1982). Hal ini menyebabkan mtDNA anak akan identik dengan

mtDNA ibunya (tidak ada kombinasi dengan ayah). Bukti tersebut ditunjukkan oleh

penelitian Giles et al. tahun 1980. Saat terjadi pembuahan, bagian ekor sperma dilepaskan

sehingga hampir tidak ada DNA mitokondria dari ayah yang masuk ke dalam sel telur. Selain

itu, jumlah copy mtDNA pada sel sperma sangat rendah (100-500) sedangkan sel telur

memiliki jumlah yang tinggi ( kurang lebih 100.000) (Chen et al.., 1995). Oleh karena itu,

mtDNA bersifat haploid (diturunkan dari ibu ke seluruh keturunannya) (Gambar 4.1) (Cann

et al., 1987, Wallace, 1997).


4.2 Laju Mutasi mtDNA

Sifat lainnya DNA mitokondria adalah laju mutasinya yang tinggi

sekitar 10-17 kali lebih cepat dari DNA inti Wallace, et al., 1997). Hal ini

disebabkan karena mtDNA yang tidak memiliki mekanisme reparasi DNA

yang efisien (Bogenhagen, 1999); terletak berdekatan dengan membran

dalam mitokondria tempat

berlangsungnya reaksi fosforilasi

oksidatif yang menghasilkan radikal

oksigen; dan tidak memiliki protein

pelindung seperti histon pada DNA

inti. Akibatnya, mtDNA tidak

memiliki sistem perbaikan yang dapat menghilangkan kesalahan replikasi sehingga mutasi

pada mtDNA akan mudah terjadi. Perbedaan sifat DNA mitokondria dengan DNA inti

ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Mutasi yang dapat terjadi pada mtDNA antara lain substitusi (perubahan urutan), delesi

(pengurangan), dan insersi (penyisipan). DNA polimerase γ untuk replikasi DNA

mitokondria tidak mempunyai aktivitas proofreading (eksonuklease) sehingga tidak memiliki

sistem perbaikan untuk menghilangkan kesalahan replikasi dan mudah

terjadi mutasi. Mutasi yang terjadi akan diturunkan dari satu generasi ke

generasi selanjutnya sehingga semakin jauh hubungan kekerabatan antara

dua individu, maka semakin jauh pula jumlah perbedaan mutasi. Variasi

basa atau polimorfisme yang disebabkan mutasi disebut dengan Single

Nucleotide Polymorphism (SNP) yang dapat terjadi pada daerah pengode (coding region)

maupun daerah bukan pengode (noncoding region).


4.3 Bentuk melingkar pada mtDNA

Anderson dan koleganya telah menentukan urutan nukleotida mtDNAd secara le dengan

bentuk melingkar pada tahun 1981 yang selanjutnya disebut sebagai Cambridge Reference

Sequence (CRS). Urutan ini kemudian direvisi oleh Andrew et al. pada tahun 1999 dan

kemudian dijadikan referensi atau acuan bagi penelitian-penelitian mtDNA berikutnya dan

biasa disebut revised Cambridge Reference Sequence (rCRS).

B.PENYAKIT PARKINSON

Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degeneratif,

progresif terkait dengan proses penuaan pada sel-sel subtansi nigra parskompakta (SNc).

Penyakit ini ditandai dengan keadaan bergetar (tremor) waktu

istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak

dan bicara (bradikinesia) dan intabilitas posisi tegak (postural

instability). Penyebab penyakit Parkinson sampai saat ini

belum diketahui secara pasti, namun beberapa hasil penelitian

terkait anak kembar monozigot menunjukan adanya faktor

genetik yang mendasari terjadinya penyakit Parkinson. Faktor

lain penyebab proses degenerasi ini, antara lain proses penuaan pada otak, stress oksidatif,

terpapar pestisida/herbisida atau anti jamur yang cukup lama, infeksi, kafein, alcohol, trauma

kepala, depresi, dan merokok.

Terdapat dua istilah yang harus dibedakan yaitu, penyakit Parkinson dan Parkinsonism :

a. Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang ditandai dengan adanya

degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra parskompakta disertai adanya inklusi

sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewibodies.


b. Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan,

bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan

berbagai macam sebab.

Berdasarkan pengertian di atas maka sindrom Parkinson diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Primer atau idiopatik

 Penyebab tidak diketahui, terdapat peran toksin (lingkungan),faktor genetik, dan

bersifat sporadis

2. Sekunder atau didapat :

 Timbul setelah terpapar suatu peyakit/zat (infeksi dan pasca-infeksi otak, efek

samping obat penghambat dopamin, pasca stroke)

3. Sindrom Parkinson Plus :

 Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : Progressif

supraneural palsy, Multiple system atrophy, Parkinson-dementia-ALS complex of

Guam, diffuse lewy body disease (DLBD).

4. Kelainan degeneratif diturunkan (Heredodegenerative disorders)

 Gejala Parkinsonisme menyertai penyakit-penyakit neurologi lain yang memiliki

faktor keturunan seperti : penyakit Alzheimer dan penyakit Wilson

1.ASAL MULA DAN FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT PARKINSON

Sampai saat ini penyebab pasti degenerasi (kematian) sel-sel SNc belum diketahui secara pasti.

Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap pada penderita penyakit Parkinson baik

berdasarkan autopsi penderita, penelitian epidemiologis, maupun penelitian pada hewan primata

yang dibuat menderita penyakit Parkinson, menghasilkan beberapa dugaan sebagai berikut :

a. Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan

protein menjadi beracun dan tidak dapat didegradasi di ubiquitin-proteasomal pathway.

Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis (penghancuran sel yang

tidak diperlukan tubuh) di sel-sel SNc. Peranan faktor genetik juga ditemukan dari hasil

penelitian terhadap kembar monozigot(MZ) dan dizigot(DZ), dimana angka intrapair

concordance pada MZ jauh lebih tinggi dibandingkan DZ.

b. Faktor lingkungan

Penelitian tentang peranan Xenobiotic(MPTP), pestisida/herbisida, paparan zat kimia dari

pekerjaan (bahan-bahan cat dan logam), kafein, alkohol, diet tinggi, merokok, trauma

kepala, depresi, dan stress menunjukkan peranan masing-masing melalui jalan yang

berbeda menyebabkan penyakit Parkinson.

c. Umur (Proses Penuaan)

Penuaan diduga sebagai salah satu faktor penyebab. Pada penderita penyakit Parkinson

terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat

pada proses penuaan yang normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses penuaan

merupakan salah satu faktor yang mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc.

d. Ras

Angka kejadian penyakit Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit

berwarna.

e. Cedera kranioserebral

Prosesnya belum jelas, tetapi trauma kepala, infeksi dan tumor otak lebih berhubungan

dengan sindrom Parkinson dari pada penyakit Parkinson.

2. PATOFISIOLOGI PENYAKIT PARKINSON


Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar

dopamine akibat kematian neuron di parskompakta substansia nigra (SNc) yang disertai dengan

penyebab multifaktor. Substansia nigra (sering disebut sebagai black substance), adalah suatu

region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medula spinalis (pusat kontrol dari

seluruh pergerakan). Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin (mengatur

seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat).

Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel – sel neuron di otak terutama

dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, dan kelancaran komunikasi

(bicara). Pada penyakit Parkinson sel sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga

produksi dopamin menurun. Akibatnya semua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP)

menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir

(bradi-phrenia), tremor dan kekakuan (rigiditas). Hipotesis terbaru proses patologi yang

mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan

terbentuknya formasi oxyradikal, seperti dopamine qunion yang dapat bereaksi dengan alfa

dopamine (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin-

proteasomol pathway, sehingga menyebabkan kematian sel- sel SNc. Mekanisme patogenik lain

diantaranya :

a. Efek dari stress oksidatif,yaitu terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitrat oksida

yang menghasilkan peroksinitrat radikal.

b. Kerusakan mitokondria sebagai penurunan produksi ATP (adenosine trifosfat) dan

akumulasi electron yang memperburuk stress oksidatif, akhinya menyebabkan

peningkatan apotosis dan kematian sel.

c. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu

apoptosis sel-sel SNc.


3. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS PENYAKIT PARKINSON

Diagnosis penyakit Parkinson dibuat terutama berdasarkan gambaran klinis, disamping

adanya pemeriksaan penunjang seperti CT-scan, MRI dan PET atas indikasi untuk

menyingkirkan diagnosis sindrom parkonson selain penyakit Parkinson. Gambaran klinis

penyakit Parkinson dibedakan melalui gejala umum dan khusus. Berikut dibawah ini adalah

perbedaannya :

Umum :

1. Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism)

2. Tremor (gemetar) saat istirahat

3. Tidak didapatkan gejala neurologis lain

4. Perkembangan lambat

5. Respons terhadap levodopa cepat dan dramatis

6. Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit

Khusus :

1. Tremor :

- Laten

- Saat istirahat

- Bertahan saat istirahat

2. Rigiditas

3. Akinesi/bradikinesia

- Kedipan mata berkurang

- Wajah seperti topeng

- Hipofonia (suara kecil), air liur menetes

- Akatisia / takikinesia (gerakan cepat tidak terkontrol)


- Mikrografia (tulisan semakin kecil)

- Cara berjalan : langkah kecil-kecil, sulit duduk atau berdiri

4. Hilangnya refleks postural

 Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria :

a. Kriteria Diagnosis Klinis


1
Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia

atau 23 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan postural.

Kriteria Diagnosis Klinis Modifikasi terbagi menjadi 3 yaitu possible, probable, dan

definite. Diagnosis possible : adanya salah satu gejala : tremor, rigiditas, akinesia, atau

bradikinesia, gangguan refleks postural. Tanda – tanda minor yang membantu ke arah

diagnosis klinis possible : Myerson sign, menghilang atau berkurangnya ayunan lengan,

refleks menggenggam. Diagnosis probable ( kemungkinan besar): kombinasi dari dua gejala

di atas (termasuk gangguan refleks postural). Diagnosis definite (pasti): setiap kombinasi 3

dari 4 gejala, pilihan lain : kombinasi 2 dari 4 gejala, dengan salah satu dari 3 gejala pertama

terlihat asimetris.

b. Kriteria Diagnosis Koller


1
Didapati 2 dari 3 tanda kranial gangguan motorik : tremor istirahat atau gangguan

refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau lebih dan 2respons

terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang ( minimal 1000 mg/hari

selama 1 bulan), dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.

c. Kriteria Diagnosis Gelb

Diagnosis possible (mungkin) :adanya 2 dari 4 gejala kradinal (resting tremor,

bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik). Tidak ada gambaran yang menuju kearah diagnosis

lain termasuk halusinasi yang tidak nerhubungan dengan obat, demensia, supranuclear gaze
paisy atau disotonom. Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau agonis

dopamine. Diagnosis probable (kemungkinan besar) : terdapat 3 dari 4 gejala cardinal, tidak

ada gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam 3 tahun, terdapat respon yang baik

terhadap levodopa atau agonis dopamine. Diagnosis definite (pasti) : seperti probable namun

disertai dengan pemeriksaan histopatologis yang positif. Untuk menentukan berat ringannya

penyakit, digunakan penetapan stadium klinis penyakit Parkinson berdasarkan Hoehn dan

Yahr.

4.KOMPLIKASI

Komplikasi pada Penyakit Parkinson dapat dibedakan menjadi

Komplikasi Motorik, Non motorik, dan Komplikasi Lain.

Komplikasi Motorik

Berupa fluktuasi motorik dan diskinesia. Komplikasi

motorik mungkin muncul akibat dari progresi PP dengan

menghilangnya neuron dopaminergik dan perubahan reseptor dopaminergik pascasinaps ke arah

respons levodopa yang tidak stabil.

Fluktuasi Motorik. Menunjukkan bahwa pasien memiliki berbagai variasi respons

terhadap levodopa dan penurunan mobilitas. Faktor resiko utama timbulnya komplikasi motorik

adalah derajat keparahan penyakit dan lamanya pemberian levodopa dan dosis levodopa harian.

Pola flukuasi motorik:

 Efek wearing off : efek levodopa akan menghilang menjelang akhir dosis, penderita masuk

dalam kondisi off (tidak bisa bergerak)

 Delayet on : Setelah pemberian levodopa seharusnya penderita masuk dalam kondisi on

(mampu bergerak leluasa) namun tertunda sehingga masih dalam kondisi off

 On - on : dosis levodopa tidak memberikan efek, seolah - olah seperti tidak diobati 
 On - off : respons pada levodopa bervariasi dan tidak ada hubungannya dengan dosis. Terjadi

secara bergantian antara on (dapat bergerak bebas) dan off (tidak dapat bergerak)

 Yo-yoing: penderita berespon dengan levodopa secara cepat(kondisi on) tapi pada dosis

maksimal terjadi diskinesia (tremor dan kontraksi terus menerus/ kaku)

Diskinesia. Diskinesia timbul sebagai konsekuensi komplikasi motorik dari terapi

dopaminergik dan bermanifestasi sebagai distonia atau gerakan khorea. Diskinesia kadang lebih

berat dibanding Penyakit Parkinson itu sendiri. Diskinesia berhubungan dengan konsentrasi

levodopa dalam darah. Diskinesia terjadi ketika efek dan konsentrasi maksimal dari levodopa

telah dicapai.  Hal ini diduga sebagai akibat dari abnormalitas respons neuron terhadap stimulus

pulsatil reseptor dopaminergik. 

Komplikasi Non Motorik

Komplikasi non motorik dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan komplikasi motorik.

Komplikasi non motorik berupa :

1. Gangguan Kognitif dan Demensia

Gangguan kognitif dan demensia umum terjadi pada

Penyakit Parkinson yang sudah berlangsung lama. Penyakit

Parkinson mempunyai resiko 6 kali lipat berkembang

menjadi demensia (Parkinson Disease Demensia/PDD)

sering teradi pada usia lanjut. Prevalens PDD pada populasi

usia 65 tahun sekitar 30% per tahun dengan gejala gangguan

memori, pemikiran lambat, depresi dan motivasi yang menghilang. Pemberian obat

antikolinergik untuk gangguan motorik pada Penyakit Parkinson sebaiknya dihentikan sebab

dapat mencetuskan gangguan kognitif usia lanjut.

2. Psikosis
Kadang didahului demensia atau

diinduksi oleh pemakaian obat Penyakit

Parkinson. Psikosis ditandai dengan

halusinasi,delusi,ansietas, dan panik. Pengobatan

standar : menurunkan/menghentikan obat Penyakit

Parkinson yang menginduksi psikosis (levodopa,

amantadine, agonis dopamin, antikolinergik)

3. Depresi

Depresi mengenai hampir sekitar 40%

penderita Penyakit Parkinson dan mempengaruhi fungsi

motorik dan kualitas hidupnya. Peranan depresi pada Penyakit Parkinson belum jelas diduga

berhubungan dengan perubahan neurokemikal dopamin, norepinefrin, dan serotonin.

4. Gangguan Tidur

Gangguan tidur diakibatkan Penyakit Parkinson itu sendiri atau obat-obatan Penyakit

Parkinson (agonis dopamine). Gangguan tidur berupa sulit memulai tidur, mimpi buruk,

mudah terbangun, mengantuk tak tertahan di siang hari. Perlu suasana tidur yang nyaman,

mengubah pola pemberian dan hindari berkendara untuk mencegah kecelakaan.

5. Gangguan Sensoris

Nyeri timbul akibat Penyakit Parkinson primer dan sekunder. Nyeri primer berupa

nyeri yang disertai mati rasa, kram, perasaan panas atau dingin, kadang disertai peristiwa off.

Patofisiologi nyeri primer belum diketahui secara pasti.

Komplikasi Lain

Berupa pneumonia, malnutrisi, jatuh dengan segala akibatnya. Penderita Penyakit

Parkinson berisiko 3-4 kali lipat untuk jatuh dan 9 kali lipat untuk jatuh berulang.Penyebab jatuh
biasa dihubungkan dengan instabilitas postural, gangguan keseimbangan, kelemahan otot,

gangguan jalan, osteoporosis dan gangguan visual. Hal ini jelas akan semakin menurunkan

kualitas hidup penderita yang sebelumnya memang sudah menurun akibat Penyakit Parkinson.

Penggunaan walker beroda sangat bermanfaat karena penderita Penyakit Parkinson kesulitan

untuk memulai gerak.

5.PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARKINSON

Opsi terapi Penyakit Parkinson dapat dibagi menjadi beberapa pendekatan sebagai berikut :

1. Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan :

 Meningkatkan konsentrasi dopamin pada sinap (levodopa)

 Memberikan agonis dopamin

 Meningkatkan pelepasan dopamin

 Menghambat re-uptake dopamin

 Menghambat degradasi dopamin

2. Manipulasi neurotransmiter non-dopaminergik dengan obat-obat antikolinergik dan obat-obat

lain yang dapat memodulasi sistem non-dopaminergik

3. Memberikan terapi simtomatik terhadap gejala parkinsonism yang muncul

6. PENGOBATAN PADA PENYAKIT PARKINSON

a. Terapi

Penanganan non-obat ditujukan pada memperbaiki atau memelihara keadaan fisik agar pasien

dapat berfungsi mandiri selama mungkin. Pengobatan hanya bersifat simtomatis,karena sel-sel

otak yang sudah rusak tidak bisa diperbaiki lagi dan progres penyakit pun tidak bisa ditahan.

Terapi diarahkan pada pemulihan kembali keseimbangan hormon yang terganggu, dengan cara

mengurangi Ach dengan anti-kolinergika atau meningkatkan jumlah dopamin dengan


dopaminergika. Tujuan akhir adalah untuk memperlambat komplikasi jangka panjang yang sukar

diatasi. Terapi eksperimental adalah dengan injeksi i.v. glutation (2 dd 600mg) untuk melindungi

neuron di substansi nigra terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas. Glutathion (GSH),

suatu tripeptida yang mmengandung belerang adalah antioksidans lamiah kuat yang

ketersediannya berkurang pada pasien Parkinson.

b. Obat-obat penyakit Parkinson pada garis besarnya dibagi menjadi empat:

1. Agonis dopamin (dopaminergikal)

1
Merupakan pilihan pertama karena bekerja lebih lama (t panjang) dan lebih ampuh
2

terhadap komplikasi jangka panjang. Obat-obat ini meningkat kadar dopamin di otak dan

akan mengurangi hipokinesa dan kekakuan, tetapi jarang sekali mengurangi tremor.

Lazimnya pengobatan pasien di bawah 65 tahun di stadium dini dimulai dengan suatu

agonis-DA (amantadin atau selegelin) sebagai monoterapi.

a. Levodopa merupakan obat yang paling efektif terhadap gejala Parkinson, terutama

terhadap bradykinesia dan rigiditas, sedangkan agonis-DA lainnya kurang efektif dan

efek sampingnya seperti rasa kantuk dan halusinasi lebih sering timbul. Lama

kerjanya dopa dapat diperpanjang dengan meningkatkan frekuensi pentakarannya,

menggunakan sediaan retard atau pehambat-COMT entakapon.

b. Apomorfin adalah obat parkinson tertua dan agonis-DA paling kuat, dapat digunakan

terhadap levodopa (infus s.c. atau rektal) dan pada distonia pagi hari pada waktu

bangun tidur (injeeksi s.c.). Apomorfin juga menstimulasi reseptor DA perifer dan

pusat muntah, maka perlu dikombinasi dengan domperidon sebagai obat antimual.

2. Antikolinergika seperti triheksifenidil dan biperidin atau klozapin dalam dosis rendah

ternyata kurang efektif dan hanya dianjurkan untuk tremor hebat pada pasien muda.
Untuk tremor ringan dapat ditambahkan suatu beta blocker. Obat ini tidak diberikan

kepada lansia karena efeknya dapat menyebabkan memburuknya fungsi kognitif,

kekacauan dan hilang ingatan.

3. Inhibitor MAO-B: rasaglin, selsgilin

zat-zat ini menghambat secara selektif enzim MAO-B, sehingga penguraian DA di otak

dihalangi. Biasanya digunakan pada awal penyakit,sehingga penggunaan dopa dapat

diundur.

Salah satu contoh obatnya adalah Levopar yang isinya Levodopa 100mg, benserazida HCl 25

mg.

c. Pentakaran obat dan efek samping

Pentakaran obat berhubungan dengan efek-efek sampingnya, obat harus ditakarkan secara

berangsur. Begitu pula terapi tidak boleh dihentikan secara mendadak karena dapat

memperburuk penyakit (exacerbation). Tolereransi dapat terjadi pada kebanyakan obat sesudah

beberapa waktu

Efek samping

 Gejala ekstrapiramidal (Parkinsonisme) dapat ditangani sama seperti penyakit

Parkinson,bila neuron dopamin post-sinaptik masih utuh. Bila saraf-saraf ini sudah

memperlihatkan kerusakan , maka obat-obat Parkinson tidak berkhasiat lagi.

Parkinsonisme sebagai efek samping pada penggunaan antipsikotika lazimnya dapat

ditanggulangi secara efektif dengan antikolinergika, misalnya triheksifenidil, biperiden

dan orfenadrin.

 Agonis-dopamin
Menimbulkan kesulitan tidur akibat eksitasi, karena naiknya kadar DA di otak. Untuk

meringankan efek ini, sebaiknya dosis terakhir diminum sebelum tidur. Obat ini juga

bekerja terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga menghambat produksi prolaktin.

Risiko akan efek tersembut dapat dikurangi dengan pentakaran berangsur, artinya dimulai

dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara perlahan-lahan.

 Antikolinergika

Efek samping terutama diakibatkan oleh blokade sistem kolinergil dan berupa efek

perifer umum, seperti mulut kering, retensi urin, tachycardia,mual,muntah dan sembelit.

Begitu pula efek sentral seperti kekacauan, halusinasi,gangguan daya ingat dan

konsentrasi, terlebih-lebih pada manula

 Kehamilan dan laktasi

Kebanyakan obat parkinson belum memiliki cukup data mengenai keamanannya selama

kehamilan dan laktasi. Diketahui efek buruk amantadin terhadap janin, disamping

dikeluarkannya melalui air susu ibu. Levodopa juga mencapai air susu, sedangkan

bromokriptin,lisugida dan pergolida menghambat laktasi. Namun, karena penyakit

Parkinson kebanyakan dimulai setelah 45 tahun, maka masalah ini tidak menjadi

perhatian khusus.

 Interaksi

Obat Parkinson dapat melawan atau meniadakan efek antipsikotika dan dapat

menyebabkan gejala psikosis pada pasien yang ditangani dengan kedua jenis obat. Oleh

karena itu dianjurkan untuk menurunkan dosis obat Parkinson. Sebaliknya dengan

antidepresia dapat memperkuat efek kognitif dari antikolinergika.

C. KESIMPULAN
Mitokondria merupakan organel penghasil energy dengan 2 membran. Yaitu membran

dalam (krista) dan luar. Mitokondria dapat menghasilkan energy dalam bentuk ATP

karena di dalamnya terdapat ATP synthase yang dapat bekerja men-

sintesis/menghasilkan ATP. Mitokondria memiliki ciri khusus yaitu diwariskan secara

maternal(dari ibu) serta memiliki laju mutasi tinggi. Bersifat maternal karena mitkondria

pada laki-laki terdapat pada bagian ekor sperma, sedangkan bagian ini akan terlepas

(tidak ikut masuk) saat pembuahan terjadi sehingga hanya mtDNA ibu saja yang

diwariskan pada keturunan berikutnya. Laju mutasi yang tinggi ini disebabkan karena

mitokondria tidak memiliki sistem perbaikan yang dapat menghilangkan kesalahan

replikasi pada mtDNA. Salah satu penyakit yang berhubungan dengan mitokondria

adalah penyakit Parkinson (penurunan kadar dopamin). Bila mitokondria mengalami

kerusakan sehingga menyebabkan penurunan produksi ATP dan memperburuk stress

oksidatif, maka akan terjadi peningkatan apotosis (penghancuran sel yang terprogram)

termasuk neuron di parskompakta substansia nigra (SNc) yang terletak sedikit diatas

medulla spinalis yang merupakan pusat kontrol pergerakan. Sel-sel yang ada didalam

SNc ini menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamin. Dan bila neuron SNc

mengalami degradasi, maka produksi dopamin juga akan menurun. Hal ini akan

menyebabkan beberapa keadaan diantaranya kelambatan gerak (bradikinesia), bergetar

(tremor), dan kekauan (rigiditas). Dimana beberapa sifat tersebut ditemukan pada

penderita penyakit Parkinson. Namun tentu diagnosis penyakit Parkinson tidak hanya

dari beberapa sifat tersebut namun ada tahapan-tahapan khusus yang dapat dilihat dari

gejala yang dialami seseorang. Terapi diarahkan untuk memulihkan keseimbangan

hormon yang terganggu, dengan cara mengurangi Ach dengan anti-

kolinergika/meningkatkan jumlah dopamin dengan dopaminergika. Tujuan akhir adalah


untuk memperlambat komplikasi jangka panjang yang sukar diatasi. Contoh obat yang

bersifat meningkatkan dopamin adalah levodopa dan apomorfin. Keduanya memiliki efek

samping sulit tidur dan terhambatnya produksi prolaktin. Sedangkan contoh obat yang

bersifat mengurangi Ach adalah triheksifenidil dan biperidin. Efek sampingnya adalah

mulut kering,mual,muntah dan halusinasi pada manula.

DAFTAR PUSTAKA

Setiati,Seti et al.2014.Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.Jakarta:Interna Publishing hal 3834-

3840.

IAI.2016.Informasi Spesialite Obat Indonesia.Jakarta:PT.ISFI Penerbitan

Tjay, Tan Hoan et al.2015.Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek

Sampingnya.Jakarta:PT Elex Media Komputindo.


http://eprints.undip.ac.id/19152/1/ROBERT_SILITONGA.pdf

https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=tGxScqToUfYC&oi=fnd&pg=PA1&dq=komplikasi+pada+penyakit+parkinson&

ots=8nyueST0W7&sig=QrzXOhc3DF99N1dy_pR7zAIW0eA&redir_esc=y#v=onepage&q&f=tr

ue

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/548/jbptitbpp-gdl-masturanim-27357-3-2007ts-2.pdf

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/621/jbptitbpp-gdl-rrbellinda-31003-3-2008ta-2.pdf

https://www.researchgate.net/profile/Tri_Susmiarsih/publication/293556782_Peran_genetik_DN

A_mitokondria_mtDMA_pada_motilitas_spermatozoa/links/56b98b5608ae3b658a88cf3f/Peran-

genetik-DNA-mitokondria-mtDMA-pada-motilitas-spermatozoa.pdf

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132310880/pengabdian/organela-sel-eukariotik.pdf

http://a-research.upi.edu/operator/upload/6)_bab_ii.pdf
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai