Anda di halaman 1dari 26

MODUL PERKULIAHAN

Dinamika
Struktur dan
Rekayasa Gempa
Integrasi Numerik

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

05a
Teknik Teknik Sipil - Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD

Abstract Kompetensi
Berbagai metoda pendekatan numerik • Mahasiswa memahami berbagai
untuk menyelesaikan integral dari
suatu daftar nilai atau suatu fungsi metoda untuk menghitung integral
dijelaskan dalam modul ini. Disajikan dari suatu fungsi secara numerik.
pula kelemahan dan besarnya • Mahasiswa mampu memprogram
kesalahan pada masing-masing komputer untuk melakukan
pendekatan tersebut perhitungan integral
1. Pendahuluan
Secara bahasa, integral berasal dari kata kerja to integrate yang berarti “menggabungkan
bersama-sama bagian-bagian menjadi satu kesatuan”. Secara matematis, integral ditulis
dengan
𝑏

∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 (5.1)
𝑎

yang dibaca sebagai integral dari fungsi 𝑓(𝑥) terhadap variabel bebas 𝑥 dihitung di antara
batas 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏. Seperti pengertian bahasanya, integral suatu fungsi pada
persamaan 5.1 adalah jumlah (𝑠𝑢𝑚) nilai dari fungsi itu dalam batas-batas yang diberikan.
Bahkan, tanda integral ∫ sebenarnya adalah huruf S yang melambangkan jumlah atau sum.
Gambar 5.1 menunjukkan secara grafis arti dari persamaan 5.1.

a
ò f (x) dx y = f (x)

x
x=a x=b

𝑏
Gambar 5.1: Arti dari ∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 yang setara dengan luas daerah di bawah kurva
Fungsi yang harus diintegralkan umumnya masuk dalam salah satu dari tiga kelompok berikut:
1. Fungsi menerus sederhana seperti fungsi polinomial, eksponensial atau trigonometri.
2. Fungsi menerus yang rumit dan sulit atau tidak mungkin untuk diintegralkan secara
langsung
3. Fungsi berupa tabel pasangan 𝑥 dan 𝑓(𝑥) pada titik-titik yang diskrit (tidak menerus)
seperti yang sering dihadapi dengan data percobaan atau data lapangan.

2. Rumus Integral dari Newton-Cotes

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
2 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Rumus Newton-Cotes sangat umum digunakan untuk menghitung integral. Rumus ini
didasarkan pada penggantian fungsi yang rumit atau tabel pasangan data dengan fungsi
pendekatan yang mudah untuk di-integral-kan.
𝑏 𝑏

𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ 𝑓𝑛 (𝑥)𝑑𝑥 (5.2)


𝑎 𝑎

Dalam hal ini, 𝑓𝑛 (𝑥) adalah polinomial dalam bentuk


𝑓𝑛 (𝑥) = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 + 𝑎2 𝑥 2 + ⋯ + 𝑎𝑛−1 𝑥 𝑛−1 + 𝑎𝑛 𝑥 𝑛 (5.3)
dengan 𝑛 adalah orde dari polinomial. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2: Pendekatan terhadap luas daerah di bawah kurva.


(a) menggunakan garis lurus (polinomial dengan 𝑛 = 1)
(b) menggunakan parabola (𝑛 = 2)
Perhitungan integral juga dapat didekati dengan serangkaian polinomial menggunakan fungsi
yang berbeda-beda (biasa disebut piecewise functions) yang berlaku pada bagian-bagian
tertentu saja dari batas 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏. Yang termasuk dalam golongan ini adalah cara
perhitungan integral dengan aturan Trapesium.

3. Aturan Trapesium
Aturan trapesium (trapezoidal rule) merupakan rumus integral dari Newton-Cotes orde
pertama (linier). Jadi,
𝑏 𝑏

𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ 𝑓1 (𝑥)𝑑𝑥 (5.4)


𝑎 𝑎

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
3 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Dari Gambar 2(a) dapat dibuktikan bahwa, dengan menggunakan pendekatan linier, nilai
pendekatan fungsi 𝑓(𝑥) di mana pun di antara batas 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏 adalah

𝑓(𝑏) − 𝑓(𝑎) (5.5)


𝑓1 (𝑥) = 𝑓(𝑎) + (𝑥 − 𝑎)
𝑏−𝑎
sehingga
𝑏 𝑏
𝑓(𝑏) − 𝑓(𝑎) 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏)
𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ [𝑓(𝑎) + (𝑥 − 𝑎)] 𝑑𝑥 = (𝑏 − 𝑎) { } (5.6)
𝑏−𝑎 2
𝑎 𝑎

Hasil integrasi pada persamaan (5.6) ini sebenarnya adalah luas trapesium pada Gambar
2(a), karena itu hasil integrasi ini disebut aturan trapesium. Seperti terlihat pada persamaan
tersebut, bobot untuk nilai fungsi pada batas-batas integral adalah sama, yaitu 1⁄2. Bobot
inilah yang berbeda-beda untuk masing-masing metoda perhitungan integral secara numerik.

3.1. Besarnya Kesalahan pada Aturan Trapesium


Ketika menghitung integral suatu fungsi dengan cara mencari luas di bawah garis lurus
penghubung titik-titik batasnya, tentu akan terjadi kesalahan yang bisa saja cukup besar untuk
diabaikan. Perkiraan kesalahan dari penggunaan trapesium tunggal pada perhitungan integral
dapat dibuktikan (lihat Lampiran 1) adalah sebesar
1 ′′
𝐸𝑡 = − 𝑓 (𝜉)(𝑏 − 𝑎)3 (5.7)
12
Dalam persamaan ini, 𝜉 berada di sembarang tempat dalam selang antara 𝑎 dan 𝑏 yang dapat
didekati dengan harga rata-rata dari turunan kedua fungsi tersebut, atau
𝑏
1
𝑓 ′′ (𝜉) ≅ ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 ′′ (𝑥) = ∫ 𝑓 ′′ (𝑥) 𝑑𝑥 (5.8)
(𝑏 − 𝑎)
𝑎

Persamaan (5.7) juga menunjukkan bahwa jika fungsi yang diintegralkan itu linier, aturan
trapesium akan memberikan jawaban yang eksak. Sedangkan jika fungsi yang diintegralkan
tidak linier, dapat terjadi kesalahan.

Contoh 1: Aturan Trapesium Tunggal


Masalah:
Gunakan aturan trapesium untuk mengintegralkan fungsi
𝑓(𝑥) = 0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5
dari 𝑎 = 0 sampai 𝑏 = 0,8. Jawaban eksak untuk masalah ini adalah 1,640533.
Penyelesaian:
Nilai fungsi pada batas-batas 𝑎 dan 𝑏 adalah 𝑓(0) = 0,2 dan 𝑓(0,8) = 0,232. Masukkan nilai-
nilai ini ke dalam persamaan 5.6, diperoleh

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
4 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
0,2 + 0,232
𝐼 ≅ 0,8 ( ) = 0,1728
2
Jawaban ini menunjukkan telah terjadi kesalahan sebesar
𝐸𝑡 = 1,640533 − 0,1728 = 1,467733
atau presentase kesalahan sebesar 𝜀𝑡 = 89,5%. Dari Gambar 5.3 nampak bahwa kesalahan
sebesar ini dapat terjadi karena garis lurus telah mengabaikan sebagian besar dari daerah di
bawah kurva yang terletak di atas garis lurus tersebut.

’’
Gambar 5.3: Daerah yang dihitung dengan aturan trapesium tunggal dan kesalahannya1
Dalam keadaan sebenarnya, jawaban eksak tidak diketahui. Karena itu, diperlukan
perhitungan perkiraan kesalahan. Untuk itu, dihitung turunan kedua dari fungsi tersebut, yaitu:
𝑓 ′′ (𝑥) = −400 + 4050𝑥 − 10800𝑥 2 + 8000𝑥 3
Nilai rata-rata dari turunan kedua ini adalah nilai 𝑓 ′′ (𝑥) di atas dibagi dengan panjang
selangnya (atau nilai 𝑏 − 𝑎). Sehingga,
0,8
1
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 ′′ (𝑥) = ∫ (−400 + 4050𝑥 − 10800𝑥 2 + 8000𝑥 3 ) 𝑑𝑥 = −60
(0,8 − 0)
0

Jika harga-harga ini dimasukkan dalam persamaan 5.7, diperoleh


1
𝐸𝑎 = − (−60)(0,8)3 = 2,56
12
Besaran kesalahan ini dalam orde (dan tanda) yang sama dengan kesalahan sebenarnya.
Perbedaan besarnya kesalahan disebabkan rata-rata turunan kedua tidak selalu merupakan
pendekatan yang tepat terhadap 𝑓 ′′ (𝜉). Karena itulah perhitungan kesalahan di sini

1 Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
5 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
dilambangkan dengan 𝐸𝑎 (bukan 𝐸𝑡 ) untuk menekankan bahwa harganya hanyalah perkiraan
(approximation).

3.2. Aturan Trapesium dengan Banyak Segmen


Salah satu cara untuk meningkatkan ketepatan dari aturan trapesium adalah dengan
membagi-bagi selang integral menjadi beberapa segmen dan menerapkan aturan trapesium
tersebut untuk masing-masing segmen. Hasil integral dari masing-masing segmen
selanjutnya dapat dijumlahkan untuk memperoleh integral keseluruhan selang. Gambar 5.4
menunjukkan bagaimana pendekatan banyak segmen ini digunakan.

(a) Dua Segmen (b) Tiga Segmen

(c) Empat Segmen (d) Lima Segmen


Gambar 5.4: Ilustrasi penggunaan aturan trapesium dengan banyak segmen2
Jika selang 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏 dibagi menjadi 𝑛 buah segmen yang sama, maka ada 𝑛 + 1
buah titik berjarak sama yang mendefinisikan segmen-segmen tersebut, yaitu 𝑥0 , 𝑥1 , 𝑥2 , ⋯ , 𝑥𝑛 .
Dalam hal ini, 𝑥0 = 𝑎 dan 𝑥𝑛 = 𝑏. Lebar masing-masing segmen adalah
𝑏−𝑎
ℎ= (5.9)
𝑛
Dengan demikian,

2 Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
6 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
𝑏 𝑥𝑛 𝑥1 𝑥2 𝑥𝑛

𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 + ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 + ⋯ + ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 (5.10)


𝑎 𝑥0 𝑥0 𝑥1 𝑥𝑛−1

Pada masing-masing segmen tersebut, diberlakukan pendekatan dengan aturan trapesium


pada persamaan 5.6 sehingga diperoleh
ℎ ℎ ℎ
𝐼= {𝑓(𝑥0 ) + 𝑓(𝑥1 )} + {𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 )} + ⋯ + {𝑓(𝑥𝑛−1 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )} (5.11)
2 2 2
yang setelah dikelompokkan menjadi
𝑛−1

𝐼 = {𝑓(𝑥0 ) + 2 ∑ 𝑓(𝑥𝑖 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )} (5.12)
2
𝑖=1

Dengan kata lain, pada pendekatan banyak segmen, nilai fungsi tengah bobotnya dua kali
nilai fungsi tepi (𝑓(𝑥0 ) dan 𝑓(𝑥𝑛 )).
Kesalahan pada aturan trapesium banyak segmen diperoleh dari menjumlahkan kesalahan
pada masing-masing segmen. Jadi,
𝑛
(𝑏 − 𝑎)3
𝐸𝑡 = − ∑ 𝑓′′(𝜉𝑖 ) (5.13)
12
𝑖=1

dengan 𝑓′′(𝜉𝑖 ) adalah turunan kedua pada titik 𝜉𝑖 yang terletak pada segmen ke-𝑖. Hasil ini
dapat lebih disederhanakan dengan memasukkan perdekatan terhadap rata-rata turunan
kedua untuk seluruh segmen, yaitu
𝑛
̅̅̅̅̅̅̅̅
′′ (𝑥)
1
𝑓 ≅ ∑ 𝑓′′(𝜉𝑖 ) (5.14)
𝑛
𝑖=1

sehingga
(𝑏 − 𝑎)3 ′′
𝐸𝑎 = − ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 (𝑥) (5.15)
12𝑛2
Seperti terlihat dari persamaan 5.15, jika segmen dinaikkan dua kali lipat, kesalahan akan
berkurang seperempatnya. Namun demikian, harus digaris-bawahi bahwa persamaan 5.15
ini adalah pendekatan karena berdasarkan pada persamaan 5.14 yang juga merupakan
pendekatan.

Contoh 2: Aturan trapesium dengan banyak segmen


Masalah:
Gunakan aturan trapesium dua segmen untuk menyelesaikan masalah pada Contoh 1, yaitu
integral dari fungsi:
𝑓(𝑥) = 0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5
dari 𝑎 = 0 sampai 𝑏 = 0,8. Jawaban eksak untuk masalah ini adalah 1,640533.
Penyelesaian:
𝑛 = 2 → ℎ = 0,4

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
7 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
𝑓(0) = 0,2 𝑓(0,4) = 2,456 𝑓(0,8) = 0,232
0,4
𝐼= {0,2 + 2(2,456) + 0,232} = 1,0688
2
𝐸𝑡 = 1,640533 − 1,0688 = 0,57173 𝜀𝑡 = 34,9%
0,83
𝐸𝑎 = − × (−60) = 0,64
12 × 22
Angka (−60) pada perhitungan 𝐸𝑎 diperoleh dari perhitungan sebelumnya pada Contoh 1.

Seperti terlihat dari Contoh 2, menambah segmen akan memperkecil kesalahan. Tabel 1
menunjukkan hasil perhitungan seiring dengan penambangan segmen hingga 10.

0,8
Tabel 5.1: Hasil perhitungan ∫0 [0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 +
675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5 ] 𝑑𝑥 menggunakan aturan trapesium
dengan 𝑛 buah segmen. Jawaban eksak masalah ini adalah
𝐼 = 1,640573

Seperti terlihat pada Tabel 1, kesalahan semakin berkurang dengan bertambahnya segmen.
Namun demikian, harus digaris-bawahi bahwa pengurangan kesalahan ini berlangsung
dengan lambat.

3.2. Algoritma Komputer untuk Aturan Trapesium


Pada Algoritma 1 dan Algoritma 2, diberikan algoritma sederhana yang menghitung integral
dengan aturan trapesium

Algoritma 1: Segmen tunggal


FUNCTION TRAP (H, F0, F1)
TRAP = H * (F0 + F1)/2
RETURN
END

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
8 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Algoritma 2: Segmen banyak
FUNCTION TRAPM (H, N, F)
SUM = F0
DO 10 I=1,N-1
SUM = SUM + 2*F(I)
10 CONTINUE
SUM = SUM + F(N)
TRAPM = H * SUM / 2
RETURN
END

4. Aturan Simpson
Selain menggunakan aturan trapesium dengan jumlah segmen yang banyak, ketelitian
perhitungan integral juga dapat diperoleh dengan menggunakan polinomial dengan orde yang
lebih tinggi dalam menghubungkan nilai-nilai fungsi. Jika ada satu titik tambahan di tengah-
tengah 𝑓(𝑎) dan 𝑓(𝑏), maka ketiga titik tersebut dapat dihubungkan dengan para bola.
Demikian pula, jika diketahui dua titik tambahan yang membagi selang 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏
menjadi tiga interval yang sama, maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan dengan
polinomial orde 3. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.5. Rumus-rumus yang disusun
berdasarkan integrasi dari polinomial-polinomial ini disebut dengan aturan Simpson
(Simpson’s rule).

Gambar 5.5: Aturan Simpson untuk pendekatan terhadap integral


(a) Aturan 1/3 Simpson untuk pendekatan menggunakan parabola
(b) Aturan 3/8 Simpson untuk pendekatan menggunakan polinomial orde 3

4.1. Aturan 1/3 Simpson

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
9 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Aturan 1/3 Simpson merupakan hasil dari digunakannya polinomial orde 2 dalam persamaan
5.2. Jadi,
𝑏 𝑏

𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ 𝑓2 (𝑥)𝑑𝑥 (5.16)


𝑎 𝑎

Jika 𝑥0 = 𝑎, 𝑥2 = 𝑏, maka pendekatan menggunakan polinomial orde 2 akan menghasilkan


𝑥2
(𝑥 − 𝑥1 )(𝑥 − 𝑥2 ) (𝑥 − 𝑥0 )(𝑥 − 𝑥2 )
𝐼= ∫[ 𝑓(𝑥0 ) + 𝑓(𝑥1 )
(𝑥0 − 𝑥1 )(𝑥0 − 𝑥2 ) (𝑥1 − 𝑥0 )(𝑥1 − 𝑥2 )
𝑥0 (5.17)
(𝑥 − 𝑥0 )(𝑥 − 𝑥1 )
+ 𝑓(𝑥1 )] 𝑑𝑥
(𝑥2 − 𝑥0 )(𝑥2 − 𝑥1 )
Setelah integrasi dan manipulasi aljabar, diperoleh
ℎ 𝑓(𝑥0 ) + 4𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 )
𝐼= {𝑓(𝑥0 ) + 4𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 )} = (𝑏 − 𝑎) { } (5.18)
3 6
Karena ada tiga titik yang diketahui nilai fungsinya, maka dalam hal ini
𝑎+𝑏 𝑏−𝑎
𝑥0 = 𝑎 𝑥1 = 𝑥2 = 𝑏 ℎ= (5.19)
2 2
Persamaan 5.18 bersama dengan persamaan 5.19 dikenal dengan nama aturan 1/3 Simpson.
Label “1/3” diberikan karena ada faktor ℎ/3 dalam persamaan 5.18. Seperti terlihat dalam
persamaan 5.18, bobot untuk masing-masing nilai fungsi adalah 1⁄6 untuk nilai fungsi di tepi
(ujung batas selang) dan 2⁄3 untuk nilai fungsi di ujung.
Pada Lampiran 2, persamaan 5.18 diperoleh dengan cara lain sekaligus dirumuskan besarnya
kesalahan yang terjadi pada penggunaan aturan 1/3 Simpson, yaitu
1 5 (4) 1
𝐸𝑡 = − ℎ 𝑓 (𝜉) = − 𝑓 (4) (𝜉)(𝑏 − 𝑎)5 (5.20)
90 2880
dengan 𝜉 terletak di antara 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏. Jadi aturan 1/3 Simpson ini jauh lebih tepat
daripada aturan trapesium. Bahkan lebih tepat dari yang diharapkan. Seharusnya, dengan
menggunakan pendekatan polinomial parabola (polinomial orde 2), kesalahannya akan
sebanding dengan turunan ketiga. Namun, karena pada saat integrasi koefisien suku-suku
orde ketiga sama dengan nol (lihat Lampiran 2), kesalahan aturan 1/3 Simpson menjadi
sebanding dengan turunan keempat. Jadi, aturan 1/3 Simpson memberikan hasil eksak untuk
polinomial orde 3 meskipun diturunkan dari pendekatan parabola.

Contoh 3: Aturan 1/3 Simpson segmen tunggal


Masalah:
Gunakan aturan 1/3 Simpson untuk menyelesaikan masalah pada Contoh 1 dan Contoh 2,
yaitu integral dari fungsi polinomial
𝑓(𝑥) = 0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
10 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
dari 𝑎 = 0 sampai 𝑏 = 0,8. Jawaban eksak untuk masalah ini adalah 1,640533.
Penyelesaian:
𝑓(0) = 0,2 𝑓(0,4) = 2,456 𝑓(0,8) = 0,232
Menggunakan persamaan (5.18) diperoleh
0,2 + 4 (2,456) + 0,232
𝐼 ≅ 0,8 { } = 1,367467
6
Dibandingkan dengan jawaban eksak, kesalahan yang terjadi adalah
𝐸𝑡 = 1,640533 − 1,367467 = 0,2730667 𝜀𝑡 = 16,6%
Jadi, aturan 1/3 Simpson dengan segmen tunggal ini kira-kira 5 kali lebih tepat dari pada
aturan trapesium.
Perkiraan kesalahan dapat dihitung dengan persamaan (5.20)
(0,8)5
𝐸𝑎 = (−2400) = 0,2730667
2880
Angka −2400 adalah rata-rata dari turunan ke-empat. Karena masalah yang dibahas adalah
polinomial orde 5, perkiraan kesalahan (𝐸𝑎 ) cocok dengan kesalahan sebenarnya (𝐸𝑡 ).

4.2. Aturan 1/3 Simpson dengan Banyak Segmen


Seperti halnya aturan trapesium, aturan 1/3 Simpson juga dapat diperbaiki dengan membagi
daerah integral menjadi beberapa segmen dengan lebar yang sama. Seperti pada aturan
trapesium, batas-batas integral dipecah berdasarkan segmen, yaitu
𝑏 𝑥𝑛 𝑥2 𝑥4 𝑥𝑛

𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 + ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 + ⋯ + ∫ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 (5.21)


𝑎 𝑥0 𝑥0 𝑥2 𝑥𝑛−2

Perlu digaris-bawahi bahwa angka 𝑛 haruslah genap, karena dalam satu segmen ada 3 titik
dan jumlah titik harus ganjil (titik dihitung dari 0 sampai 𝑛). Dengan demikian, terdapat 𝑛⁄2
buah segmen.
Jika digunakan aturan 1/3 Simpson untuk masing-masing integral (lihat persamaan (5.18)),
akan diperoleh
𝑓(𝑥0 ) + 4𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 ) 𝑓(𝑥2 ) + 4𝑓(𝑥3 ) + 𝑓(𝑥4 )
𝐼 ≅ 2ℎ { } + 2ℎ { }+⋯
6 6
(5.22)
𝑓(𝑥𝑛−2 ) + 4𝑓(𝑥𝑛−1 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )
+ 2ℎ { }
6
dalam hal ini,
𝑏−𝑎
ℎ= (5.23)
𝑛
Bila disederhanakan, persamaan (5.22) menjadi

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
11 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
𝑛−1 𝑛−2
(𝑏 − 𝑎)
𝐼≅ {𝑓(𝑥0 ) + 4 ∑ 𝑓(𝑥𝑖 ) + 2 ∑ 𝑓(𝑥𝑗 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )} (5.24)
3𝑛
𝑖=1,3,5 𝑗=2,4,6

Seperti pada aturan trapesium bersegmen banyak, perkiraan besarnya kesalahan untuk
aturan Simpson dengan banyak segmen adalah jumlah dari perkiraan kesalahan untuk
masing-masing segmen, atau
(𝑏 − 𝑎)5 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐸𝑎 = − 𝑓 (4) (𝑥) (5.25)
180𝑛4

dengan ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 (4) (𝑥) adalah rata-rata dari turunan ke-empat untuk selang tersebut.

Contoh 4: Aturan 1/3 Simpson segmen banyak


Masalah:
Gunakan aturan 1/3 Simpson dengan banyak segmen untuk menyelesaikan masalah pada
Contoh 3, yaitu integral dari fungsi polinomial
𝑓(𝑥) = 0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5
dari 𝑎 = 0 sampai 𝑏 = 0,8. Gunakan 𝑛 = 4. Jawaban eksak untuk masalah ini adalah
1,640533.
Penyelesaian:
𝑛=4 → ℎ = 0,2
𝑓(0) = 0,2 𝑓(0,2) = 1,288 𝑓(0,4) = 2,456 𝑓(0,6) = 3,464 𝑓(0,8) = 0,232
Dari persamaan (5.24) diperoleh
0,8
𝐼= {0,2 + 4(1,288 + 3,464) + 2(2,456) + 0,232)} = 1,623467
3×4
𝐸𝑡 = 1,640533 − 1,623467 = 0,017067 𝜀𝑡 = 1,04%
Perkiraan kesalahan sesuai dengan persamaan 5.25
0,85
𝐸𝑎 = − × (−2400) = 0,017067
180 × 44

Seperti terlihat dalam Contoh 4 di atas, aturan 1/3 Simpson memberikan hasil yang tepat.
Karena itulah, aturan ini dianggap lebih baik dari aturan trapesium untuk hampir semua
keadaan. Namun demikian, keduanya memiliki kelemahan yaitu hanya berlaku pada selang
yang dibagi sama besar. Seperti telah disinggung sebelumnya, keterbatasan lain dari aturan
1/3 Simpson adalah harus ada jumlah titik yang ganjil.

4.3. Aturan 3/8 Simpson


Keterbatasan-keterbatasan pada aturan 1/3 Simpson seperti yang dibahas di atas akan
berkurang jika menggunakan pendekatan polinomial dengan orde yang lebih tinggi. Aturan

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
12 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
3/8 Simpson misalnya, menggunakan polinomial orde 3 dengan 4 nilai fungsi yang diketahui
sebagai pendekatan sehingga menghasilkan
𝑏 𝑏
𝑓(𝑥0 ) + 3𝑓(𝑥1 ) + 3𝑓(𝑥2 ) + 𝑓(𝑥3 )
𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ 𝑓3 (𝑥) 𝑑𝑥 = (𝑏 − 𝑎) { } (5.26)
8
𝑎 𝑎

dengan kesalahan sebesar


3 5 (4) 1
𝐸𝑡 = − ℎ 𝑓 (𝜉) = − 𝑓 (4) (𝜉)(𝑏 − 𝑎)5 (5.27)
80 6480
Karena penyebut pada persamaan di atas lebih besar daripada penyebut pada persamaan
(5.20) yang berlaku untuk aturan 1/3 Simpson, aturan 3/8 Simpson lebih baik daripada aturan
1/3 Simpson. Namun demikian, aturan 1/3 Simpson lebih disukai karena aturan 1/3 Simpson
memiliki ketepatan orde 3 dengan hanya 3 nilai fungsi yang diketahui.

4.4. Algoritma untuk Aturan Simpson


Algoritma untuk program komputer menggunakan aturan Simpson dapat dilihat pada
Algoritma 3 hingga Algoritma 5.

Algoritma 3: Aturan 1/3 Simpson segmen tunggal


FUNCTION SIMP13 (H, F0, F1, F2)
SIMP13 = 2 * H * (F0 + 4*F1 +F2) / 6
RETURN
END

Algoritma 4: Aturan 3/8 Simpson segmen tunggal


FUNCTION SIMP38 (H, F0, F1, F2, F3)
SIMP38 = 3 * H * (F0 + 3*(F1 + F2) + F3) /8
RETURN
END

Algoritma 5: Aturan 1/3 Simpson segmen banyak


FUNCTION SIMP13M (H, N, F)
SUM = F(0)
DO 10 I=1,(N-2),2
SUM = SUM + 4 * F(I) + 2 * F(I+1)
10 CONTINUE
SUM = SUM + 4 * F(N-1) + F(N)
SIMP13M = H * SUM /3
RETURN
END

Algoritma 6: Aturan Simpson yang umum, dapat berlaku untuk titik berjumlah ganjil maupun
genap
FUNCTION SIMPINT (A, B, N, F)
H = (B – A) / N

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
13 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
IF (N .EQ. 1) THEN
SUM = TRAP (H, F(N-1), F(N))
ELSE
M = N
ODD = N/2 – INT(N/2)
IF ((ODD .GT. 0) .AND. (N .GT. 1)) THEN
SUM = SUM + SIMP38 (H, F(N-3), F(N-2), F(N-1), F(N))
M = N – 3
ENDIF
IF (M .GT. 1) THEN
SUM = SUM + SIMP13M (H, M, F)
END IF
ENF IF
SIMPINT = SUM
RETURN
END

Seperti telah disebutkan, keseluruhan perhitungan integral yang telah disajikan adalah
berdasarkan pada perumusan Newton-Cotes, yaitu perumusan yang berbasis kepada
penyederhanaan fungsi rumit proses integralnya menjadi fungsi-fungsi polinomial yang lebih
mudah di-integral-kan. Pendekatan menggunakan fungsi linier (orde 1) menghasilkan aturan
trapesium, sedangkan aturan Simpson merupakan pendekatan menggunakan fungsi
parabola (orde 2). Perumusan Newton-Cotes bisa terus dikembangkan menggunakan
pendekatan polinomial orde yang lebih tinggi. Pada Lampiran 3, disajikan ringkasan berbagai
pendekatan Newton-Cotes. Seperti yang diperkirakan, pemakaian orde yang lebih tinggi akan
menurunkan tingkat kesalahan namun memerlukan semakin banyak jumlah nilai fungsi yang
diketahui.

5. Integral pada Segmen yang Tak-Sama


Sebelumnya telah disajikan berbagai metoda untuk menghitung integral secara numerik yang
diketahui nilai-nilai fungsinya pada titik-titik yang berjarak sama satu sama lain. Dalam
kenyataannya, titik-titik itu tidak berjarak sama sehingga segmen-segmen yang terbentuk juga
mempunyai lebar yang berbeda-beda. Hal ini biasanya dijumpai pada nilai-nilai fungsi yang
merupakan hasil percobaan.
Untuk menangani masalah seperti ini, salah satu cara penyelesaian yang paling sederhana
adalah dengan menerapkan aturan trapesium dengan ℎ yang berbeda-beda. Jadi
𝑓(𝑥0 ) + 𝑓(𝑥1 ) 𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 ) 𝑓(𝑥𝑛−1 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )
𝐼 = ℎ1 { } + ℎ2 { } + ⋯ + ℎ𝑛 { } (5.28)
2 2 2
Dalam hal ini, ℎ𝑖 adalah lebar segmen ke-𝑖, atau
ℎ𝑖 = 𝑏𝑖 − 𝑎𝑖

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
14 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Perlu digaris-bawahi bahwa bila ada lebar segmen bersebelahan yang sama besar (jadi
misalnya ℎ𝑖 = ℎ𝑖+1 ), akan lebih efisien jika pada segmen-segmen tersebut digunakan aturan
Simpson.

6. Integral Lipat
Integral lipat sangat umum dijumpai dalam perumusan masalah-masalah rekayasa. Biasanya
bentuknya adalah
𝑑 𝑏 𝑏 𝑑

𝐼 = ∫ (∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 ) 𝑑𝑦 = ∫ ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦 (5.29)


𝑐 𝑎 𝑎 𝑐

Bentuk integral semacam ini disebut integral lipat dua atau integral ganda (double integral).
Arti fisik dari integral lipat dua adalah luas daerah di bawah permukaan suatu fungsi (lihat
Gambar 5.6).

Gambar 5.6: Integral ganda sebagai luas daerah di bawah permukaan suatu fungsi

Cara-cara perhitungan yang telah dibahas dapat diterapkan langsung untuk menghitung
besarnya integral lipat. Perlu diingat bahwa dalam kalkulus berlaku
𝑑 𝑏 𝑏 𝑑 𝑏 𝑑

∫ (∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 ) 𝑑𝑦 = ∫ (∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑦) 𝑑𝑥 = ∫ ∫ 𝑓(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦 (5.30)


𝑐 𝑎 𝑎 𝑐 𝑎 𝑐

Jadi, integral dalam salah satu dimensi dihitung dulu, hasilnya kemudian digunakan untuk
menghitung integral pada dimensi kedua. Persamaan (5.30) menunjukkan bahwa urutan
dimensi mana yang dihitung terlebih dahulu, tidak menjadi masalah.

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
15 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Menghitung integral lipat secara numerik juga didasarkan pada prinsip yang sama. Pertama-
tama, metoda seperti aturan trapesium atau Simpson digunakan pada dimensi yang pertama
dengan mempertahankan agar setiap nilai pada dimensi kedua tetap (constant). Setelah itu,
metoda integrasi numerik diberlakukan terhadap dimensi kedua

Contoh 5: Integral lipat


Masalah:
Suatu plat segiempat dipanaskan hingga suhunya mengikuti fungsi
𝑇(𝑥, 𝑦) = 2𝑥𝑦 + 2𝑥 − 𝑥 2 − 2𝑦 2 + 72
Jika plat tersebut berukuran panjang 8 m (arah 𝑥) dan lebar 6 m (arah 𝑦), hitung suhu rata-
ratanya.
Penyelesaian:
Masalah ini jika diselesaikan secara analitis, akan mendapatkankan 58,66667 sebagai suhu
rata-ratanya. Hal ini diperoleh dengan menyelesaikan
8 6
1
∫ ∫ 𝑇(𝑥, 𝑦) 𝑑𝑥 𝑑𝑦
(8 − 0)(6 − 0)
0 0

Secara numerik, integral tersebut dapat dihitung dengan menggunakan dua segmen pada
kedua arah dan menerapkan aturan trapesium pada masing-masing arah. Dengan dua
segmen pada setiap arah, ada 9 titik berjarak sama yang masing-masing dapat dihitung nilai
fungsinya (lihat gambar di bawah). Selanjutnya, menggunakan aturan trapesium, dilakukan
integrasi numerik pada arah 𝑥 terlebih dahulu. Lalu, setelah melakukan integrasi dalam arah
𝑦, diperoleh nilai 2688 sebagai nilai akhir. Dengan membagi nilai tersebut dengan luas,
2688
diperoleh nilai rata-rata sebesar = 56.
6×8

Selain menggunakan aturan trapesium dengan dua segmen, integral dapat dihitung juga
dengan menggunakan aturan 1/3 Simpson dengan segmen tunggal dan menghasilkan 2816
sebagai hasil integralnya. Dengan nilai ini, rata-rata suhu plat menjadi 58,6667yang sama
persis dengan nilai eksaknya. Hal ini dapat dimengerti karena fungsi di atas adalah fungsi
orde 2 dan aturan 1/3 Simpson dapat menghasilkan harga yang eksak sampai polinomial orde
3.

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
16 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
y
=y
6
=y
x= x= x=
3
=
0 4 8
0

7. Kuadratur Gauss
Seperti yang dapat diamati, integrasi numerik bisa diberlakukan untuk dua macam bentuk
data. Yang pertama, data yang berbentuk tabel atau daftar nilai-nilai fungsi tanpa harus
mengetahui fungsinya itu sendiri seperti apa. Persoalan dengan data seperti ini telah kita
bahas menggunakan aturan trapesium dan aturan Simpson. Selanjutnya, yang kedua, adalah
data dalam bentuk fungsi. Berbeda dengan data dalam bentuk tabel yang terbatas jumlah
nilainya, data dalam bentuk fungsi dapat memiliki nilai berapapun banyaknya sesuai dengan
yang diinginkan. Pembatas jumlah nilai ini umumnya adalah ketepatan yang diinginkan.

Selain itu, selama ini juga telah dibahas pendekatan nilai integral dengan nilai fungsi pada
titik-titik yang berjarak sama. Dengan demikian, titik-titik ini telah ditentukan terlebih dahulu
(pre-determined) dan tetap (fixed). Sebagai contoh, seperti terlihat pada Gambar 5.7, aturan
trapesium didasarkan pada menghitung daerah di bawah garis lurus yang menghubungkan
nilai-nilai fungsi pada batas selang integral. Seperti yang telah disampaikan pada persamaan
5.6, luas daerah itu adalah
𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏)
𝐼 = (𝑏 − 𝑎) { } (5.31)
2

Gambar 5.7: Pendekatan terhadap luas


daerah di bawah kurva.

(a) Aturan trapesium mendekati dengan


luas trapesium yang dibatasi oleh batas-
batas integral dan nilai fungsi pada batas
integral tersebut.

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
17 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
(b) Pendekatan dapat diperbaiki dengan
menempatkan titik-titik lain di dalam
selang sehingga luas daerah yang di
atas kurva besarnya hampir sama
dengan daerah di bawah kurva yang
tidak termasuk dalam perhitungan
pendekatan.

Pada persamaan (5.31), 𝑎 dan 𝑏 adalah batas-batas integral, sedangkan (𝑏 − 𝑎) adalah lebar
selang integral. Karena daerah pada aturan trapesium harus dibatasi dengan nilai fungsi,
maka aturan ini dapat membawa kesalahan yang besar (lihat Gambar 5.31a). Jika keharusan
untuk dibatasi pada nilai fungsi ini dihilangkan, maka ada garis lurus yang menghubungkan
dua titik di antara batas-batas integral yang diletakkan sedemikian rupa sehingga luas
trapesium yang terbentuk akan sama dengan luas daerah di bawah kurva. Dengan kata lain,
kedua titik itu akan menyamakan luas daerah di atas kurva dengan luas daerah di bawah
kurva yang berada di luar trapesium pendekatan. Cara seperti ini disebut dengan Kuadratur
Gauss. Yang akan dibahas adalah perumusan Kuadratur Gauss yang tertentu, yaitu yang
disebut dengan rumus Gauss-Legendre.

Sebelum dilanjutkan, lihat kembali perumusan untuk aturan trapesium, yaitu persamaan
(5.31) di atas. Hasil perumusan aturan trapesium seperti pada persamaan (5.31) dapat diubah
menjadi
𝑏−𝑎 𝑏−𝑎
𝐼= 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏) (5.32)
2 2

Sehingga bentuk umum dari suatu pendekatan integral dengan aturan trapesium adalah
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) (5.33)

Seperti telah disebutkan, pendekatan menggunakan aturan trapesium adalah pendekatan


linier. Artinya, pendekatan aturan trapesium ini hasilnya akan eksak jika fungsi yang

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
18 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
diintegralkan adalah fungsi orde 1 (linier) atau orde 0 (konstan). Jadi, jika aturan trapesium
digunakan untuk menghitung luas permukaan di bawah fungsi 𝑦 = 1 (orde 0) dan fungsi 𝑦 =
𝑥 (orde 1) hasilnya akan eksak. Hal ini dilukiskan pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8: Dua integral yang


menghasilkan nilai eksak jika
dihitung menggunakan aturan
trapesium

(a) fungsi konstan (orde 0), misalnya 𝑦 = 1

(b) fungsi linier (orde 1), misalnya 𝑦 = 𝑥

Perlu ditekankan bahwa batas-batas integral


telah diubah sesuai dengan sifat-sifat aturan
trapesium, yaitu lebar selang, ℎ = 𝑏 − 𝑎

Jika 𝑥0 tidak harus sama dengan 𝑎 dan 𝑥1 tidak harus sama dengan 𝑏, maka persamaan
(5.33) di atas mempunyai 4 parameter yang tidak diketahui, yaitu 𝑐0 , 𝑐1 , 𝑥0 dan 𝑥1 . Untuk
persamaan 𝑦 = 1 (lihat Gambar 5.8a), berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑓(𝑥1 ) = 1, sehingga
+(𝑏−𝑎)⁄2

𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 1 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 + 𝑐1 = 𝑏 − 𝑎 (5.34)
−(𝑏−𝑎)⁄2

Untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 (lihat Gambar 5.8b), berlaku 𝑓(𝑥0 ) = − (𝑏 − 𝑎)⁄2 dan 𝑓(𝑥1 ) =
+ (𝑏 − 𝑎)⁄2 sehingga
+(𝑏−𝑎)⁄2
(𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎)
−𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 ⟹ −𝑐0 + 𝑐1 =0 (5.35)
2 2 2 2
−(𝑏−𝑎)⁄2

Persamaan (5.34) dan (5.35) adalah dua persamaan dengan dua yang tidak diketahui (yaitu
𝑐0 dan 𝑐1 ), sehingga jika diselesaikan akan diperoleh
(𝑏 − 𝑎)
𝑐0 = 𝑐1 = (5.36)
2
yang sebenarnya kembali ke aturan trapesium seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (5.31) atau persamaan (5.32).
Penurunan yang sama untuk aturan trapesium dapat digunakan untuk menentukan koefisien
Kuadratur Gauss. Lihat kembali bentuk umum persamaan kuadratur, yaitu persamaan (5.33)
di atas, atau
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) (5.37)

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
19 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Seperti telah disebutkan, berbeda dengan aturan trapesium yang mempunyai nilai 𝑎 dan 𝑏
selalu tetap (yaitu pada batas-batas integral), pada kuadratur Gauss ini nilai 𝑥0 dan 𝑥1 tidak
tetap dan tidak diketahui nilainya (lihat Gambar 5.9). Dengan demikian ada 4 parameter yang
tidak diketahui, yaitu 𝑐0 , 𝑐1 , 𝑥0 dan 𝑥1 dan karena itu harus ada 4 keadaan agar parameter-
parameter yang tidak diketahui itu dapat ditentukan dengan pasti.

Gambar 5.9: Parameter 𝑥0 dan 𝑥1 untuk integrasi dengan kuadratur Gauss


Seperti halnya pada aturan trapesium, 2 keadaan diperoleh dengan memastikan bahwa
integral dari orde 0 (konstanta, 𝑦 = 1) dan orde 1 (linier, 𝑦 = 𝑥) akan menghasilkan jawaban
yang eksak. Kemudian, 2 keadaan lagi diperoleh dengan memastikan juga bahwa integral
orde 2 (parabola, 𝑦 = 𝑥 2 ) dan orde 3 (kubik, 𝑦 = 𝑥 3) juga akan menghasilkan jawaban yang
eksak. Jadi, untuk persamaan 𝑦 = 1, berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑓(𝑥1 ) = 1, sehingga
+1

𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 1 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 + 𝑐1 = 2 (5.38)
−1

Untuk persamaan 𝑦 = 𝑥, berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑥0 dan 𝑓(𝑥1 ) = 𝑥1 sehingga


+1

𝑐0 𝑥0 + 𝑐1 𝑥1 = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 𝑥0 + 𝑐1 𝑥1 = 0 (5.39)
−1

Untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 , berlaku berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑥02 dan 𝑓(𝑥1 ) = 𝑥12 sehingga
2

+1
2
𝑐0 𝑥02 + 𝑐1 𝑥12 = ∫ 𝑥 2 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 𝑥02 + 𝑐1 𝑥12 = (5.40)
3
−1

Dan terakhir, untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 3 , berlaku berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑥03 dan 𝑓(𝑥1 ) = 𝑥13 sehingga
+1

𝑐0 𝑥03 + 𝑐1 𝑥13 = ∫ 𝑥 3 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 𝑥03 + 𝑐1 𝑥13 = 0 (5.41)


−1

Keempat persamaan di atas akan menghasilkan

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
20 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
1 1
𝑐0 = 𝑐1 = 1 𝑥0 = − = −0,5773503 ⋯ 𝑥1 = + = +0,5773503 ⋯ (5.42)
√3 √3
sehingga kalau dimasukkan ke persamaan (5.33) akan diperoleh
1 1
𝐼 ≅ 𝑓 (− ) + 𝑓 (+ ) (5.43)
√3 √3
Dengan demikian terdapat kesimpulan yang menarik, yaitu bahwa integral dari suatu fungsi
adalah penjumlahan sederhana dari nilai fungsi pada 𝑥 = +1⁄√3 dan 𝑥 = −1⁄√3. Hasil
integral ini eksak hingga orde 3.
Seperti terlihat pada persamaan (5.38) sampai dengan persamaan (5.41), batas-batas
integral adalah dari −1 hingga +1. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan proses
matematika dan mendapatkan perumusan yang seumum mungkin. Dengan menggunakan
sedikit perubahan pada variabel, batas-batas integral yang lain dapat diubah menjadi bentuk
seperti pada perumusan kuadratur Gauss. Misalkan ada variabel baru 𝑥𝑑 yang terkait secara
linier dengan variabel aslinya 𝑥 dalam bentuk
𝑥 = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥𝑑 (5.44)
Jika batas bawah 𝑥 = 𝑎 terkait dengan 𝑥𝑑 = −1, maka berdasarkan persamaan (5.44)
diperoleh
𝑎 = 𝑎0 + 𝑎1 (−1) (5.45)
Serupa dengan di atas, jika batas atas 𝑥 = 𝑏 terkait dengan 𝑥𝑑 = +1, maka berdasarkan
persamaan (5.44) diperoleh
𝑏 = 𝑎0 + 𝑎1 (+1) (5.46)
Persamaan (5.45) dan persamaan (5.46) akan menghasilkan
𝑏+𝑎 𝑏−𝑎
𝑎0 = 𝑎1 = (5.47)
2 2
sehingga jika dimasukkan ke persamaan (5.44) akan diperoleh
(𝑏 + 𝑎) + (𝑏 − 𝑎)𝑥𝑑
𝑥= (5.48)
2
Persamaan ini dapat didiferensialkan dan memberikan
(𝑏 − 𝑎)
𝑑𝑥 = 𝑑𝑥𝑑 (5.49)
2
Persamaan (5.48) dan persamaan (5.49) dapat digunakan untuk menggantikan 𝑥 dan 𝑑𝑥 pada
persamaan yang harus diintegrasikan. Penggantian ini secara efektif mengubah batas-batas
integral tanpa harus mengubah nilai integralnya.

Contoh 6: Penggunaan rumus Gauss-Legendre dua-titik


Masalah:
Gunakan rumus Gauss-Legendre dua-titik, yaitu persamaan (5.43), untuk menghitung integral
pada Contoh 3 dan Contoh 4, yaitu

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
21 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
0,8

∫ (0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5 ) 𝑑𝑥


0

Jawaban eksak untuk masalah ini adalah 1,640533.


Penyelesaian:
Sebelum integrasi, perlu dilakukan perubahan variabel sehingga batas-batas integral menjadi
−1 sampai +1 dengan memasukkan 𝑎 = 0 dan 𝑏 = 0,8 ke dalam persamaan (5.48) dan
(5.49), sehingga diperoleh
𝑥 = 0,4 + 0,4𝑥𝑑 𝑑𝑥 = 0,4 𝑑𝑥𝑑
Dengan demikian
0,8

∫ (0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 + 675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5 ) 𝑑𝑥


0
+1

= ∫ {0,2 + 25(0,4 + 0,4𝑥𝑑 ) − 200(0,4 + 0,4𝑥𝑑 )2 + 675(0,4 + 0,4𝑥𝑑 )3


−1

− 900(0,4 + 0,4𝑥𝑑 )4 + 400(0,4 + 0,4𝑥𝑑 )5 } 0,4 𝑑𝑥𝑑


Integral pada sisi kanan (tanda sama dengan) adalah integral yang siap dihitung
menggunakan kuadratur Gauss-Legendre dua-titik.
1
Nilai fungsi di belakang tanda integral pada 𝑥 = − adalah 0,516741 sedangkan pada 𝑥 =
√3
1
+ adalah 1,305837. Dengan demikian, hasil integral berdasarkan kuadratur Gauss-
√3

Legendre adalah sesuai dengan persamaan (5.43)


𝐼 ≅ 0,516741 + 1,305837 = 1,822578
Dibanding dengan jawaban eksak, nilai ini mempunyai kesalahan relatif sebesar −11,1%.
Kesalahan ini hampir sama dengan kesalahan yang diperoleh jika menggunakan aturan
trapesium dengan 4 segmen (lihat Tabel 5.1). Kesalahan ini sama dengan kesalahan pada
penggunaan aturan 1/3 dan 3/8 Simpson. Hal ini dapat dimengerti karena seperti halnya
kuadratur Gauss, aturan Simpson juga memiliki ketepatan hingga orde 3. Namun demikian,
kuadratur Gauss cukup menggunakan dua titik untuk memperoleh ketepatan yang sama
dengan aturan Simpson.

Selain perumusan menggunakan dua-titik seperti yang telah dibahas di atas, kuadratur
Gauss-Legendre juga bisa dirumuskan menggunakan titik yang lebih banyak. Dalam hal ini,
perumusan dimulai dengan pendekatan dalam bentuk yang umum berikut
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) + ⋯ + 𝑐𝑛−1 𝑓(𝑥𝑛−1 ) (5.50)
dengan 𝑛 adalah banyaknya titik. Untuk 𝑛 = 2,3, ⋯ ,6 hasil pendekatan dapat dilihat pada
Tabel 5.2.

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
22 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Tabel 5.2: Faktor bobot (weighting factors) 𝑐 dan argumen fungsi 𝑥 hasil
perumusan Gauss-Legendre3

Karena kuadratur Gauss mempunyai titik-titik yang jaraknya tidak seragam, metoda ini tidak
cocok digunakan jika fungsi yang akan di-integrasi-kan tidak diketahui, termasuk jika yang
diketahui adalah daftar nilai dalam tabel. Namun, jika fungsinya diketahui, menggunakan
kuadratur Gauss sangat menguntungkan, apalagi jika berhadapan dengan masalah yang
memerlukan integrasi fungsi dalam jumlah banyak.
Kesalahan dalam penerapan rumus Gauss-Legendre adalah
2(2𝑛+3) [(𝑛 + 1)!]4
𝐸𝑡 = 𝑓 (2𝑛+2) (𝜉) (5.51)
(2𝑛 + 3)[(2𝑛 + 2)!]3
dengan 𝑛 adalah jumlah titik dikurangi satu dan 𝑓 (2𝑛+2) (𝜉) adalah turunan ke (2𝑛 + 2) dari
fungsi setelah dilakukan perubahan batas-batas integral, dan 𝜉 terletak di dalam selang −1
dan +1.

Daftar Bacaan
Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill,
2010, bisa diunduh dari
http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

3 diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2010,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
23 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Kahaner, D., Moler C. and Nash, S., 1989, “Numerical Method and Software”, Prentice Hall,
bisa diunduh dari http:lya.fciencias.unam.mx/pablo/an20072/material/kahaner.pdf

Lampiran 1: Penurunan dari Rumus Perkiraan


Kesalahan pada Aturan
Trapesium

Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009, bisa
diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Lampiran 2: Penurunan dari Aturan 1/3


Simpson dan Kesalahannya

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
24 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009, bisa
diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Lampiran 3: Perbandingan berbagai


pendekatan pada perumusan
Newton-Cotes

Dalam hal ini,

𝑏−𝑎
ℎ=
𝑛

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
25 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD
Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009, bisa
diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers

Dinamika Struktur dan Rekayasa


2020
26 Gempa Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc., DIC, PhD

Anda mungkin juga menyukai