0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan2 halaman
Tiga dokumen menggambarkan upaya masyarakat di pelosok negeri untuk membangun sekolah dan mendukung pendidikan anak-anak mereka dengan sumbangan tanah, bangunan, dan perabot sekolah. Masyarakat rela bergotong royong dan berpatungan demi pendidikan anak-anak mereka meski fasilitas sekolah masih sangat minimal.
Tiga dokumen menggambarkan upaya masyarakat di pelosok negeri untuk membangun sekolah dan mendukung pendidikan anak-anak mereka dengan sumbangan tanah, bangunan, dan perabot sekolah. Masyarakat rela bergotong royong dan berpatungan demi pendidikan anak-anak mereka meski fasilitas sekolah masih sangat minimal.
Tiga dokumen menggambarkan upaya masyarakat di pelosok negeri untuk membangun sekolah dan mendukung pendidikan anak-anak mereka dengan sumbangan tanah, bangunan, dan perabot sekolah. Masyarakat rela bergotong royong dan berpatungan demi pendidikan anak-anak mereka meski fasilitas sekolah masih sangat minimal.
Hari sudah petang Ketika kendaraan kami masuk di lingkungan sekolah. Anak anak berlarian menghampiri kami, menarik tangan dan melempar senyum paling hangat menutup hari ini. SDN Meuw sekali lagi. Beberapa tahun terakhir berjuang untuk pengadaan ruang ruang belajar. Berdiri di atas lahan hasil patungan warga. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Meuw telah berdiri sejak tahun 2015, letaknya diujung desa Tamilow, Maluku Tengah, Pulau Seram. Sebelumnya ia adalah bagian dari kelas jauh SD Inpres Lateri sejak tahun 2009. Pertama kali dibangun, hanya ada 22 siswa dan ruangan seadanya. Pada tahun 2013, masyarakat gotong royong membangun gedung sekolah. Setiap tahun makin banyak siswa yang bersekolah disini, antusias belajar luar biasa. Ketika peralihan status sekolah, masyarakat membeli tanah ini dengan menyumbangkan Rp. 300.000,- per kepala keluarga. Tanah sekolah resmi tersertifikasi dan milik bersama untuk pembangunan sumber daya manusia lewat pendidikan. Beberapa warga mengajukan proposal dana untuk pembuatan pondasi dan pengadaan materil lainnya, dan sebagian warga patungan untuk pengadaan atap. Saat itu dusun Meuw ditempati oleh sekitar 40 kepala keluarga. Masing masing kepala keluarga menyumbang Rp. 25.000,- untuk atap sekolah. Hal ini tidak hanya terjadi sekali, setiap ada kebocoran dan kerusakan, warga akan kembali memberi sumbangan. Kebutuhan atap sekolah cukup banyak, mengingat ukuran gedung yang besar. Atap yang terbuat dari daun rumbia memang tidak bisa bertahan lama, karena sering kali rusak, akhirnya warga memilih untuk merenovasi sekolah dengan ukuran lebih kecil, agar kebutuhan atap bisa dikendalikan. Waktu berlalu, satu ruangan mulai dibangun. Tapi belum cukup untuk menampung seluruh siswa. Sampai saat ini, Masyarakat masih patungan untuk atap sekolah. Perlahan namun pasti, satu per satu atap rumbia mulai dikumpulkan. Semangat belajar anak anak harus tetap menyala.
b. Sepetak Sekolah di Kanafa
Perjalanan di lanjutkan, membelah hutan memutar gunung. Lebih dari 8 jam kami tiba di sekolah dengan Gedung berukuran sekitar 4x4 bekas balai pertemuan Desa. Menampung lebih dari 20 Siswa tingkat SMA pada Angkatan pertama. Madrasah Aliyah Mathlaul Anwar, Kanafa Seram Bagian Timur. Walau hanya sepetak, sekolah ini menyimpan sejutan mimpi anak anak bangsa. Setiap hari siswa berangkat dari Dusun masing masing, menempuh perjalanan sekitar 5-10 KM, kadang menumpang kendaraan yang lewat untuk belajar di pusat Pendidikan. Menggunakan baju seragam hasil sumbangan warga di kota, sekolah ini membina siswa tanpa bayar atau gratis. Beberapa bulan lagi sekolah harus menerima siswa baru, apa daya hanya tersedia satu ruangan untuk berbagi. Antusias masyarakat untuk Pendidikan mengantarkan sekolah ini memeroleh wakaf lahan untuk dibangun Gedung sekolah. Satu dua atau tiga ruangan diwaktu yang akan datang akan sangat membantu memelihara mimpi mimpi generasi bangsa disini.
c. Bayar Pakai Bangku
Beranjak dari Seram Bagian Timur, kami memasuki wilayah Seram Utara Barat. Madrasah Aliyah Sahu Siwa, Wailulu. Sekolah ini berdiri emang belum lama. Sebelum adanya, siswa harus menempuh perjalanan sekitar 15 KM untuk melanjutkan sekolah SMA. Jika tidak mampu, Sebagian besar memilih untuk berhenti melanjutkan Pendidikan dan menjadi nelayan. Berdiri diatas lahan swadaya, 3 Ruangan papan untuk sebuah sekolah SMA tentu saja tidak cukup. Dengan kondisi seadanya, pembelajaran tetap dijalankan. Pihak sekolah menyewa speedboat untuk antar jemput siswa setiap harinya dari tempat tinggal di pulau seberang. Menampung Siswa dengan kondisi ekonomi menengah kebawah, sekolah ini hanya dibayar dengan bangku sekolah untuk tempat duduk siswa. Orang tua murid antusias membuatkan bangku dan meja untuk dibawa kesekolah demi anaknya bisa melanjutkan Pendidikan.
Pendidikan di Indonesia memang masih banyak yang perlu dibenahi.
Pengadaan Gedung Sekolah, SDM Guru, Akses Informasi dan Fasilitas pendukung menjadi tanggung jawab bersama. Pendidikan adalah tonggak kemajuan bangsa. Mari Ambil peran, siapa saja dimana saja. Kita Rawat mimpi anak negeri di wilayah wilayah wilayah pedalaman. Dari Pelosok Negeri, Kami Membaca Indonesia.