Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN Bl SECARA ELISA

PADA PAKAN TERNAK DAN BAHAN DASARNYA

Heny Yusrini1

A flatoksin adalah senyawa racun yang dihasilkan oleh


metabolit sekunder kapang Aspergillus flavus dan A.
parasiticus. Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan
atas 17 contoh bahan dasar pakan, yaitu jagung, bungkil
kedelai, dan dedak, dan 13 contoh pakan jadi (Tabel 1).
Contoh-contoh tersebut diperoleh dari pabrik pakan dan
pangan/pakan yang mengalami proses pelapukan (Diener dan pasar di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ana-
Davis 1969), antara lain jagung. Pertumbuhan aflatoksin lisis aflatoksin dilakukan dengan perangkat ELISA komersial
dipacu oleh kondisi lingkungan dan iklim, seperti kelembap- yang diperoleh dari Neogen.
an, suhu, dan curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti itu
Bahan yang digunakan meliputi akuades, metanol pa,
biasanya ditemui di negara tropis seperti Indonesia. Senyawa
metanol 70%, tween 20%, plate yang sudah dilapisi antibodi
aflatoksin terdiri atas beberapa jenis, yaitu B1, B2, Gl, dan G2,
aflatoksin B1, larutan standar aflatoksin dengan konsentrasi
namun yang paling dominan dan mempunyai sifat racun yang
0, 5, 15 , dan 50 ppb, larutan konjugat aflatoksin-HRP, larutan
tinggi dan berbahaya adalah aflatoksin B1 (Diener dan Davis
substrat (K-Blue) untuk memberikan warna pada ikatan
1969).
antara antibodi dan contoh yang dianalisis, serta larutan
Kualitas jagung untuk pakan ternak antara lain ditentu- penghenti reaksi (H 2 SO 4 1,25 M). Alat yang digunakan
kan oleh ada tidaknya cemaran aflatoksin pada jagung meliputi erlenmeyer 125 ml, tabung 15 ml, corong, tisu,
tersebut. Kandungan aflatoksin yang tinggi pada jagung pengatur waktu, spidol, kertas saring Whatman no. 41,
sebagai bahan dasar pakan ternak akan menyebabkan shaker (Labinco LD-45), vortex, sudip, kertas timbang,
kontaminasi aflatoksin yang tinggi pula pada pakan jadinya, ELISA reader, multichanel pipet 50-300 µl, pipet tip 100 µl
karena sekitar 50% bahan dasar pakan unggas berasal dari dan 1.000 µl, gelas ukur 1.000 ml, kain penyerap, bak untuk
jagung sebagai sumber karbohidrat. Jika pakan yang tercemar pembuangan, plate untuk pencampuran, plate holder,
aflatoksin diberikan kepada ternak unggas (ayam, itik), maka reservoir, lemari pendingin, dan neraca analitik (Shimadzu).
residu aflatoksin akan terdapat pula pada produk ternaknya
seperti telur, daging, dan hati. Kandungan aflatoksin pada
Prinsip Dasar
produk ternak akhirnya akan mempengaruhi kesehatan
konsumen yang mengkonsumsinya (Budiarso 1995). ELISA adalah suatu teknik deteksi dengan metode serologis
Untuk mendeteksi keberadaan aflatoksin pada bahan yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan
dasar pakan dan pakan ternak, telah tersedia metode analisis antibodi, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
yang cepat, sensitif, dan spesifik yaitu enzyme linked tinggi dengan menggunakan enzim sebagai indikator. Prinsip
immunosorbent assay (ELISA). Keuntungan dari teknik dasar ELISA (Burgess 1995) adalah analisis interaksi antara
analisis ini adalah sangat sensitif dan spesifik dengan meng-
gunakan antibodi. Selain itu, waktu analisisnya cepat, baik
Tabel 1. Asal, jenis, dan jumlah contoh bahan pakan dan pakan jadi
pada contoh tunggal maupun banyak. Percobaan ini ber-
yang dianalisis
tujuan untuk mengetahui tingkat kontaminasi aflatoksin B 1
Asal contoh Jenis contoh Jumlah
secara ELISA pada contoh pakan ternak dan bahan dasarnya.
Pabrik pakan Pakan jadi 8
Pasar Pakan jadi 5

BAHAN DAN METODE Jumlah 13

Pabrik pakan Jagung 7


Analisis dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Veteriner Dedak 2
(Balitvet) pada bulan September 2002. Contoh bahan dasar Bungkil kedelai 2
pakan dan pakan jadinya diambil dari lapangan, yang terdiri Tepung ikan 1
Pasar Jagung 5

1
Jumlah 17
Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai Penelitian Veteriner, Jalan
R.E. Martadinata 30, Bogor 16114, Telp. (0251) 334456, 331048 Jumlah seluruhnya 30

16 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005


antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif pada
permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat anti-
Antibodi dilapiskan
bodi atau antigen yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi Antibodi pada mikroplat
dengan substrat dan menghasilkan warna. Warna yang
timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan
mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi
(OD) pada ELISA plate reader. Analit
Konjugat
E E

Prinsip Percobaan Analit dan konjugat


dimasukkan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan perangkat ELISA


komersial aflatoksin B 1dari Neogen yang mempergunakan
prinsip dasar ELISA secara kompetitif langsung (Gambar 1).
Analisis berlangsung dalam wadah microwell (mikroplat)
dengan konsentrasi antibodi yang dilapiskan pada mikroplat
E Kompetisi analit dan
0 mg/ml. Aflatoksin B 1 yang terdapat pada contoh yang konjugat merebut antibodi
diperiksa akan berkompetisi dengan antibodi yang berada
dalam mikroplat. Bahan atau pereaksi yang tidak berikatan
akan terbuang setelah mengalami proses pencucian. Dengan
menambahkan substrat pada mikroplat akan terbentuk warna
Substrat Wa r n a

s
pada ikatan antara antibodi dan enzim konjugat. Semakin biru
warna yang dihasilkan, semakin kecil aflatoksin B1 yang ter- E Penambahan substrat,
dapat pada contoh yang dianalisis. Hasil analisis ditentukan terbentuk warna

dengan membaca optical density (OD ) pada ELISA reader.


Kurva kalibrasi, plot antara nilai OD dan konsentrasi standar
aflatoksin B1 dibuat dan digunakan untuk menghitung kadar
aflatoksin B 1 pada contoh. Gambar 1. Prinsip dasar ELISA kompetitif langsung

Penyiapan contoh
• Disiapkan 1.000 ml larutan metanol 70% dengan cara
melarutkan 700 ml metanol pa dan 300 ml akuades dalam Cara kerja
gelas ukur 1.000 ml. • Lubang sumur (mikroplat) untuk mencampur larutan
• Disiapkan 100 ml tween 10% dengan melarutkan 10 ml standar disiapkan. Semua pereaksi dari kit aflatoksin B1
tween 20% dan 90 ml akuades. dikeluarkan dari lemari pendingin dan dibiarkan hangat
pada suhu kamar.
• Disiapkan akuades pencuci 500 ml yang telah diberi
500 µl tween 10%. • Untuk melakukan kalibrasi standar aflatoksin B1 diperlu-
kan lima lubang sumur, yaitu satu lubang sumur untuk
• Masing-masing contoh ditimbang 5 g kemudian dimasuk- blanko (tanpa penambahan contoh, berisi pelarut), satu
kan ke dalam erlenmeyer 125 ml. lubang sumur untuk kontrol berisi enzim konjugat, dan
• Masing-masing contoh dilarutkan (ditambahkan) dengan tiga lubang sumur untuk larutan standar yang berlainan
25 ml larutan metanol 70%. konsentrasi dan contoh.

• Contoh dikocok selama 30 menit dan didiamkan sampai • Larutan standar aflatoksin 100 µl dimasukkan ke dalam
mengendap. masing-masing lubang sumur dengan konsentrasi 5 ppb,
15 ppb, dan 50 ppb, begitu juga 100 µl ekstrak contoh
• Contoh disaring dengan memakai kertas saring Whatman
untuk setiap contoh yang akan dianalisis, 100 µl metanol
no. 41.
70% untuk kontrol, dan 200 µl metanol 70% untuk blanko.
• Contoh yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol
• Larutan konjugat 100 µl dimasukkan ke setiap lubang
contoh.
sumur, baik yang berisi larutan standar maupun contoh,
• Contoh siap untuk dianalisis secara ELISA. kecuali lubang sumur yang berisi blanko.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005 17


• Larutan diaduk dengan pipet multichanel dengan me- Optical
lakukan pemipetan dan mengeluarkannya kembali, sampai density

tiga kali. 2,17

1,97
• Dari tiap-tiap lubang sumur yang sudah berisi larutan
standar, contoh maupun blanko dipipet masing-masing 1,77 R 2 = 0,9846
75 µl dan dimasukkan ke dalam lubang sumur yang sudah 1,57
dilapisi antibodi dan dibiarkan selama 2 menit.
1,37
• Setelah 2 menit, larutan dibuang dan semua lubang
1,17
sumur dicuci dengan akuades dengan cara mengisi sumur
dan membuangnya sampai lima kali. 0,97

0,77
• Semua lubang sumur yang sudah dicuci, dikeringkan 0 5 15 50
dengan membalikkan lubang sumur tersebut di atas kain/ Konsentrasi aflatoksin B l (ppb)
kertas peresap air.
• Ke dalam masing-masing sumur ditambahkan 100 µl Gambar 2. Kurva kalibrasi standar aflatoksin B 1

larutan substrat (K-Blue) dan biarkan selama 3 menit.


• Setelah 3 menit, ditambahkan 100 µl larutan penghenti Tabel 3. Rata-rata nilai OD dan kandungan aflatoksin B 1 pakan jadi
reaksi (H 2SO4 1,25 M) ke dalam masing-masing lubang Asal Nilai Kandungan aflatoksin B 1
sumur dan hasilnya siap dibaca pada ELISA reader. contoh OD (ppb)
Pabrik 2,073 0,87
1,339 16,03
HASIL DAN PEMBAHASAN 1,260 18,83
2,026 1,47
Nilai serapan (OD) dan persentase hambatan dari ikatan 1,922 2,90
konjugat dan antibodi yang diperoleh dari beberapa konsen- 1,876 3,63
trasi standar aflatoksin (0, 5, 15, dan 50 ppb) disajikan pada 2,051 1,10
Tabel 2. Berdasarkan data tersebut selanjutnya dibuat 1,930 2,80

kalibrasi standar, yaitu plot antara nilai OD versus konsen- Pasar 0,889 38,97
0,911 37,30
trasi aflatoksin B1, seperti pada Gambar 2.
1,580 9,37
Data hasil pengukuran nilai OD larutan standar aflatok- 1,824 4,50
sin B 1 (Tabel 2) dan kurva kalibrasi dipakai sebagai acuan 1,664 7,50
standar untuk contoh yang dianalisis. Hubungan antara
konsentrasi aflatoksin dan pembacaan OD terlihat linier
dengan nilai koefisien regresi R 2 = 0,9846. Hubungan yang
linier ini digunakan untuk menghitung kadar aflatoksin pada batas maksimum residu (BMR) menurut Standar Nasional
contoh. Indonesia (SNI 1996), maka kandungan aflatoksin semua
Kadar aflatoksin B1 contoh pakan jadi yang diambil dari contoh pakan jadi yang dianalisis masih berada di bawah nilai
pabrik dan dari pasar berkisar 0,87-38,97 ppb (Tabel 3). Jika BMR yaitu < 50 ppb. Semua contoh pakan jadi yang diperiksa
kadar aflatoksin contoh tersebut dibandingkan dengan nilai terkontaminasi aflatoksin B1 (100% positif), meskipun kadar-
nya masih di bawah nilai BMR. Kenyataan ini sesuai dengan
hasil survei Ginting (1984), yang menyebutkan bahwa 80%
Tabel 2. Rata-rata nilai OD dan persentase inhibisi beberapa pakan unggas komersial telah terkontaminasi aflatoksin.
konsentrasi standar aflatoksin B 1
Kandungan aflatoksin contoh bahan dasar pakan yang
Konsentrasi Rata-rata nilai Inhibisi
diambil dari pabrik berkisar 0,57-21,83 ppb, atau masih
(ppb) OD (%)
memenuhi standar aflatoksin menurut SNI, sedangkan
0 2,154 100
5 1,795 16,67
contoh bahan dasar pakan (jagung) yang diambil dari pasar
15 1,379 35,98 berkisar 10,17-164,4 ppb (Tabel 4). Kualitas pakan ternak
50 0,765 164,49 ditentukan oleh bahan dasar jagung. Widiastuti et al. (1988)
Inhibisi = 1- {(OD kontrol - OD blank) : OD kontrol)} x 100% menyatakan adanya keterkaitan yang erat antara kadar

18 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005


Tabel 4. Rata-rata nilai OD dan kandungan aflatoksin B 1 beberapa diperoleh dari pasar, dua contoh memiliki kandungan
bahan dasar pakan yang diambil dari pabrik dan pasar aflatoksin B 1 melebihi ambang batas SNI. Hal ini diduga
Asal Bahan Nilai Kandungan aflatoksin B 1 disebabkan proses penyimpanan yang kurang baik.
contoh dasar OD (ppb)
Pabrik Jagung 1,906 3,17
Jagung 1,186 21,83 KESIMPULAN
Jagung 2,098 0,57
Jagung 1,216 20,10
Dari 13 contoh pakan jadi dan 17 contoh bahan dasar pakan
Jagung 1,639 8,03
Jagung 2,043 1,23 yang diperiksa secara ELISA, 100% contoh tersebut me-
Jagung 1,877 3,60 ngandung aflatoksin B1. Kadar aflatoksin pakan jadi (pakan
Dedak 1,831 4,37 itik dan pakan ayam) berada di bawah batas maksimum residu
Bungkil kedelai 1,917 2,97 yaitu 50 ppb. Dua contoh jagung mengandung aflatoksin
Bungkil kedelai 1,742 5,93 lebih besar 50 ppb dari persyaratan SNI. Contoh lainnya
Dedak 1,476 11,93
(93,3%) mengandung aflatoksin rendah, masih berada di
Tepung ikan 1,887 3,47
bawah standar mutu SNI.
Pasar Jagung 1,545 10,17
Jagung 1,156 23,17
Jagung 0,661 63,13 *
Jagung 1,541 10,27 DAFTAR PUSTAKA
Jagung 0,324 164,40 *
* Kadar aflatoksin di atas batas standar mutu yang disyaratkan menurut Budiarso, I.T. 1995. Dampak mikotoksin terhadap kesehatan. Cermin
SNI (< 50 ppb). Dunia Kedokteran 103: 5.
C a t a t a n : Kandungan aflatoksin yang normal dan aman dikonsumsi atau Burgess, G.W. 1995. Prinsip dasar ELISA dan variasi konfigurasi-
digunakan sebagai pakan adalah jagung < 50 ppb, dedak < 50 nya, Teknologi ELISA dalam diagnosis dan penelitian. G.W.
ppb, dan tepung ikan < 20 ppb. Burgess (Ed.) Wayan T. Ariana (terjemahan). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. hlm. 506.
Diener, U.L. and N.D. Davis. 1969. Aflatoxin formation by Aspergillus
flavus. In L.A. Goldlatt (Ed.). Aflatoxin. Academic Press,
New York. p. 77-105.
aflatoksin pada jagung dan kadar aflatoksin pada pakan
jadinya. Bila kandungan aflatoksin pada jagung sebagai Ginting, Ng. 1984. Aflatoksin dalam bahan baku pakan dan pakan
ayam pedaging di daerah Bogor. Penyakit Hewan 16: 152-155.
bahan dasar pakan tinggi, maka pakan jadi akan mempunyai
kandungan aflatoksin yang tinggi pula. SNI (Standar Nasional Indonesia). 1996. Batas maksimum residu
kontaminasi kimia pada pakan dan bahan dasar pakan. Badan
Kandungan aflatoksin B 1 pada pakan jadi, baik yang Standardisasi Nasional, Jakarta.
diperoleh dari pabrik maupun dari pasar tidak berbeda. Hal ini
Widiastuti, R., R. Maryam, B.J. Blaney, N. Salvina, and D. Stoltz.
mungkin disebabkan pakan telah ditambah bahan antikapang 1988. Corn as a source of mycotoxins in Indonesia. Poultry
atau pakan sudah mengalami proses uji mutu baik pada bahan feed and the effectiveness of visual examination method for
dasar maupun pakan jadinya. Pada contoh bahan pakan yang detecting contamination. Mycopathologia 102: 45-49.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005 19

Anda mungkin juga menyukai