PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Kentang termasuk spesies tanaman dari
family Solanaceae yang berasal dari daerah subtropis dan dibudidayakan untuk
hortikultura setelah cabai dan kubis. Badan Pusat Statistik (2012) mencatat bahwa
produksi kentang di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1.060 805 ton. Namun
produksi. Salah satu kendala dalam budidaya dan produksi kentang yaitu adanya
penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus (Damayanti dan Kartika, 2015).
Salah satu penyakit pada kentang yang disebabkan oleh virus yaitu Potato
Virus Y (PVY). Potato Virus Y (PVY) merupakan virus paling penting pada
produsen utama kentang, seperti Cina, India, dan Amerika (Brunt, 2001).
35
dengan menggunakan teknik ELISA, yaitu dengan memanfaatkan antibodi
imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel.
pewarnaan seperti yang dilakukan pada metode PCR. Berdasarkan latar belakang
di atas, maka dilakukan praktikum ini untuk mendeteksi adanya penyakit Potato
B. Tujuan
36
II. TINJAUAN PUSTAKA
faktor-faktor biolois dan non biologis. Di masa lalu, diagnosis penyakit dan
reaksi fisiologi dan biokimia. Teknik konvensional memerlukan waktu lama (2-4
molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) cepat, akurat, dan peka
tetapi bahan kimianya harus diimpor dengan harga mahal, dan tidak dapat
Teknik ini dapat diterima secara luas oleh penggunanya, karena : 1) Efisien
menggunakan bahan kimia 1,0 ml antiserum dapat digunakan untuk menguji 10-
20 ribu sampel; 2) bahan kimia yang digunakan tidak berbahaya dan memiliki
daya simpan lama; 3) bahan yang diuji dapat langsung berupa ekstrak tanaman
37
dikuantifikasi; 7) dapat digunakan untuk menguji sampel dalam jumlah besar
Sebagai teknik serologi, prinsip dasar ELISA adalah reaksi antara antigen
(Ag) dengan antibodi (Ab) menjadi molekul Ag-Ab yang lebih besar dan mudah
perubahan warna yang terjadi pada substrat pereaksi sesuai dengan label atau
sehingga hasil ELISA lebih peka dan dapat dikuantifikasi (Converse dan Martin
media reaksi (solid phase), seperti cawan ELISA, diikuti penambahan konjugat
Abenzim, dan diakhiri dengan penambahan substrat serta bufer penghenti reaksi
(blocking buffer). Uraian rinci tentang berbagai teknik serologi termasuk ELISA
dijumpai di pustaka acuan (Thomas et al. 1989, Converse dan Martin 1990,
substrat, reagen penghenti reaksi (blocking reagent), bufer, dan cawan ELISA.
Perangkat ELISA dapat dirakit sendiri oleh peneliti atau diperoleh secara
komersial dari berbagai perusahaan di luar negeri, seperti Agdia Inc. (Folkhart,
38
Indiana), dan Neogen Inc. (Scotland). Berikut ini komponen perangkat ELISA
(AbS). AbP adalah Ab yang homolog atau bereaksi dengan AgP, diproduksi
dengan mengimunisasi hewan, seperti mencit dan kelinci, dengan AgP. AbS
b. Antigen. Ag yang digunakan sebagai AgP pada teknik ELISA adalah partikel
virus, sel bakteri, propagul jamur, atau senyawa protein dan polisakarida
diimunisasi. AgP digunakan sebagai kontrol positif pada uji ELISA. Cara
Konjugat ini dapat dibuat dengan mengkonjugasikan AbP atau AbS dengan
Peroxidase (HRP).
39
d. Substrat dan bahan kimia lain. Senyawa kimia yang digunakan sebagai media
produk berwarna biru (Priou, 2001). Reagen lain yang diperlukan dalam
ELISA adalah bufer, blocking reagent, dan pelarut substrat. Bufer dasar yang
Buffered Saline, PBS) dan bufer karbonat. Bufer lain, seperti bufer ekstraksi,
bufer pencuci, bufer Ab, bufer konjugat, dan bufer substrat dibuat dengan
ovalbumin (OA), gelatin, susu skim, NaOH, dan asam sulfat (H2SO4)
(Lazarovits, 1990).
plate) atau cawan mikrotiter (microtiter plate). Cawan lain yang terbuat dari
polyvinyl dan bahan plastik lain juga telah digunakan. Cawan ELISA yang
40
sehingga pengguna perlu melakukan uji coba untuk memperoleh hasil
optimal.
daun, hingga pengerdilan tanaman, telah diketahui disebabkan oleh beberapa virus
yang berbeda yaitu potato virus Y (PVY) (potyviridae; potyvirus), potato virus X
Carlavirus) (PVS). Infeksi PVY dapat mengurangi produksi umbi sampai 80% di
Sementara infeksi PVX dapat mengurangi produksi umbi kentang sampai 30% di
India dan infeksi PVS menyebabkan kehilangan hasil panen sampai 20% pada
Indonesia sekitar 25–90% oleh Potato leaf roll virus (PLRV), dan 5–80% oleh
mosaic, patah daun (leaf drop streak) dan vein banding mosaic. Gejala umumnya
dimulai dari permukaan daun yang tidak rata (rugosity), mengelompok, daun
menghimpit, margin anak daun mengarah ke bawah, kerdil, tulang daun nekrosis,
terdapat titik-titik mati pada permukaan daun (necrotic spoting) dan batang
mengecil (Gambar X). Kultivar yang kurang peka terhadap PVY tetap tumbuh
41
baik meskipun menunjukan gejala mosaic lemah atau gejalanya tidak terlihat.
Penularan penyakit PVY ditularkan oleh serangga vektor aphid. Terdapat paling
a b
Gambar X. Gejala penyakit PVY pada umbi (a); dan tanaman kentang (b).
Sumber : AHDB Potatoes (2017).
42
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan adalah umbi kentang 0,5 gram, general extrasi
buffer (GW), general ekstrak buffer (GEB), air steril, PBST (phosphate buffer
saline tween), PNP buffer, enzim conjugated PBSI, larutan PNP, ECM buffer,
mikroplate ELISA, sentrifuge, mikro pipet, tip steril, mortar dan pestel, spidol,
timbangan, kamera.
B. Prosedur Kerja
beratnya 1 gr.
43
g) Enzim disiapkan.
substrat.
enzim A.
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
45
4. Setelah inkubasi selesai, setiap wells
46
9. Kemudian diinkubasi dalam kotak
selama 60 menit.
elisa reader.
K 1 (E) 0,478
K 1 (F) 0,491
K 2 (G) 0,503
K 2 (H) 0,517
Keterangan :
+ : mengandung virus
47
B. Pembahasan
Virus Y (PVY). Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu sampel
kentang digerus, kemudian ekstrak kentang, sampel extarction buffer dan kontrol
positif dimasukkan ke dalam wells sesuai diagram sampel masing-masing 100 µl.
Plate wells diinkubasi ke dalam kotak lembab selama 2 jam. Setelah inkubasi
selesai, setiap wells diisi dengan 500 µl 1X PBST kemudian carian tersebut
dibuang dari dalam wells. Langkah tersebut diulang sebanyak 7 kali. Selanjutnya
Inkubasi plate wells ke dalam kotak lembab selama 2 jam. Setelah inkubasi
selesai, setiap wells dicuci/diisi dengan 500 µl 1X PBST kemudian buang cairan
tersebut dari dalam wells. Langkah tersebut diulang 8 kali. Selanjutnya, setiap
wells ditambah PNP buffer masing-masing 100 µl dan diinkubasi di dalam kotak
lembab dan terhindar dari cahaya selama 60 menit. Hasil pengujian elisa
dievaluasi dengan elisa reader untuk dilihat perubahan warna yang terjadi, kuning
menunjukkan positif (+) PVY dan bening menunjukkan negatif (-)PVY. Langkah-
langkah tersebut sesuai dengan literatur. Menurut Setiawan (2007), prinsip teknik
ELISA secara umum adalah antibodi yang terdapat di dalam serum dimasukkan
ke dalam antigen yang sudah difiksasi pada penyangga padat (plat mikrotiter),
substrat cromogenic spesifik. Intensitas reaksi warna yang terjadi sesuai dengan
48
jumlah susbtrat yang didegradasi, akan sebanding dengan jumlah antibody yang
terdapat di dalam serum yang dites. ELISA adalah tes serologis yang umumnya
dilakukan dalam berbagai bentuk tergantung tipe antigen dan reagen yang
digunakan pada saat melakukan tes. Tes ELISA hanya dapat mendeteksi antibodi
spesifik genus dan tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi serogrup atau
serovoar.
untuk antigen tertentu. Metode ELISA telah berkembang sampai tingkatan yang
konfigurasi. Namun dalam hal ini, teknik ini dimulai dengan menggunakan
adsorbsi baik antigen maupun antibodi. Sekarang komponen plastik telah hampir
secara universal diterima sebagai pilihan dari substrat padat yang hingga kini telah
ELISA untuk diagnosis penyakit tanaman di Indonesia sangat baik, paling tidak
karena dua faktor utama, yaitu (1) kondisi geografik Indonesia, dan (2) sistem
perdagangan bebas dunia. Indonesia yang terletak di daerah tropik dan beriklim
basah menjadi tempat yang sangat kondusif bagi kehidupan berbagai patogen
49
teknik dan perangkat diagnosis yang efektif dan efisien seperti ELISA. Dalam
masuk patogen yang tidak ada di Indonesia (OPTK A1). Ekspor produk pertanian
membuat pekerjaan para petugas karantina pertanian dan sertifikasi benih menjadi
semakin berat, harus berkerja lebih keras, cepat, dan efisien. Hal ini perlu
didukung oleh ketersediaan teknologi deteksi dan identifikasi yang tepat guna.
Beberapa peluang lain untuk pemanfaatan teknik dan perangkat ELISA adalah:
a) Teknik produksi PAb, MAb, dan konjugat Ab-enzim telah dikembangkan oleh
komersialisasi.
beberapa patogen utama tanaman, (PSg, RS, RSSV, dan XOO) dan dapat
komersialisasinya.
c) Sosialisasi manfaat dan aplikasi praktis teknik dan perangkat ELISA dapat
50
seperti untuk uji kesehatan benih, intersepsi OPTK, serta kajian ekologi
d) Perangkat ELISA yang dirakit secara utuh dapat digunakan untuk deteksi
komponen perangkat ELISA dapat dibuat di dalam negeri, kecuali AbP atau
membatasi impor.
f) Perangkat dan komponen ELISA yang diproduksi di dalam negeri dapat: (a)
Beberapa kendala dan tantangan yang dapat terjadi dalam aplikasi teknologi
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang berpengetahuan dan
b) Sebagian besar bahan baku untuk komponen ELISA masih harus diimpor dari
51
komponen ELISA di antaranya adalah Agdia Inc., Elkhart, Indiana, USA
neogeneurope.com), Scotland.
kuning pada reaksi pengujian di mikroplate jika sampel yan diuji mengandun
virus. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk, maka semakin tinggi pula
perubahan warna yang terjadi pada substrat pereaksi sesuai dengan label atau
imunoprob konjugat Ab-enzim yaitu dalam hasil ini warna yang terbentuk adalah
warna kuning pada sumuran mikroplate. Pada praktikum ini senyawa kimia yang
dilarutkan dalam diethanolamine 10%, substrat ini dihidrolisis oleh enzim menjadi
p-nitrophenyl (PNP) yang berwarna kuning. Semakin tinggi intensitas warna yang
terbentuk, semakin tinggi pula konsentrasi virus yang terdapat pada sampel.
Perubahan warna terjadi akibat hidroliza enzimatik pada reaksi antara konjugat
antibodi-enzim dengan substratnya, sehingga hasil ELISA lebih peka dan dapat
dikuantifikasi.
52
Pengamatan nilai kuantitatif dihitung setelah mikroplate dimasukkan pada
ELISA Reader yang diukur dari nilai absorbance yang terekam pada kertas
intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang
terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu
sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain
nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung
didalam suatu sampel. Hasil pengamatan pada ELISA menunujkkan bahwa nilai
absorbansi kontrol positif (+) lebih besar dibanding kontrol negatif (-) Nilai
absorbansi sumur 2A-1 yang merupakan kontrol positif (+) menunjukkan angka
1,990; sumur 2B-1 (1/10 +) menunjukkan angka 0,959; sumur 2C-1 yan
merupakan kontrol negatif (-) menunjukan angka 0,479 dan sumur 2D-1 kontrol
negatif (-) ulangan 2 menunjukan angka 0,493 sehingga rata-rata nilai absorbansi
kontrol negatif (-) adalah 0,486. Sumur 2E-1 yang merupakan sampel kentang
pertama ulangan satu menunjukkan angka 0,478 dan sumur 2F-1 menunjukkan
angka 0,491 sehingga rata-rata nilai absorbansi kentang pertama yaitu 0,484.
Sumur 2G-1 yang merupakan sampel kentang kedua menunjukkan angka 0,503
dan sumur 2H-1 yang merupakan kentang kedua ulangan dua menunjukkan angka
0,517. Sehingga rata-rata nilai absorbansi kentang kedua yaitu 0,51. Berdasarkan
hasil pengamatan tersebut, kentang pertama memiliki nilai absorbansi yang lebih
53
terinfeksi adanya PVY. Nilai absorbansi pada sampel kentang kedua lebih besar
dari kontrol negatif. Akan tetapi, nilai absorbansinya tidak lebih besar 2 kali dari
nilai absorbansi kontrol negatif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sampel kentang
kedua tidak terinfeksi PVY. Hal ini sesuai dengan literatur. Masniawaty (2011)
menyatakan bahwa sampel uji dinyatakan positif terinfeksi virus, jika nilai
pembacaan ELISA Reader menunjukkan nilai ≥ dua kali nilai absorbance yang
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
pada sampel kentang pertama dan kedua tidak terinfeksi adanya Potato Virus Y
(PVY). Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai absorbansi kentang pertama yaitu
0,484 dan kentang kedua yaitu 0,51 yang menunjukkan angka lebih kecil dari nilai
kontrol negatif.
B. Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan lebih baik lagi dalam hal bimbingan serta
55
DAFTAR PUSTAKA
56
Setiawan, I.M. 2007. Pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(ELISA) untuk Diagnosis Leptospirosis. Eberspapyrus, 13(3): 125-136.
Suryadi, Y., I. Manzila., M. Machmud. 2009. Potensi Pemanfaatan Perangkat
Diagnostik ELISA serta Variannya untuk Deteksi Patogen Tanaman. Jurnal
Agrobiogen 5(1) : 39-48.
Susetyo, H.P. 2016. Strategi Pengendalian Penyakit Benih pada Kentang.
Direktorat Perlindungan Hortikultura. (On-line).
http://hortikultura.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/09/Strategi-
Pengendalian-Penyakit-Benih-pada-Kentang.pdf diakses tanggal
26/03/2017.
Thomas J.E., W.C. Wong, and D.H. Goanlock. 1989. Modern methods for the
detection of plant pathogens. Queensland Agric. J. Jan-Feb 1989.
57