Anda di halaman 1dari 231

Direktorat Litbang

Nomor : P-002.0/XII.3.4/2021
Tanggal : 28 Januari 2021

Subdit Litbang PDTT | 1


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan


Pekerjaan Konstruksi
2. Penanggung Jawab
a. Nama : Siti Zubaidah
b. NIP : 197301131996032002
c. Pangkat /Gol : IVb /Pembina Tk. I
d. Unit Kerja : Subdirektorat Litbang PDTT
3. Ketua Tim
a. Nama : Oktarika Ayoe Sandha
b. NIP : 197910042005012006
c. Pangkat /Gol : IIId /Penata Tk. I
d. Unit Kerja : Seksi Litbang PDTT II
4. Anggota Tim : 1. Chandra Puspita
2. Mochammad Taufik
3. Nugroho Agus Rianto
4. Solly Syahrial

5. Tempat Pelaksanaan : Jakarta

Jakarta, 28 Januari 2021


Kasubdit Litbang PDTT

Siti Zubaidah
NIP 197301131996032002

Menyetujui
Kepala Ditama Revbang

Bernardus Dwita Pradana


NIP 196709061989031003

Subdit Litbang PDTT | i


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR LAMPIRAN iv

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM v

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

KATA PENGANTAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Panduan 4

C. Lingkup Panduan 5

D. Dasar Hukum Penyusunan Panduan 5

E. Sistematika Penulisan 6

BAB 2 PEKERJAAN KONSTRUKSI 7

A. Pengantar 7

B. Para Pihak dalam Pekerjaan Konstruksi 7

C. Tahap Pekerjaan Konstruksi 15

BAB 3 RISIKO DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PELAKSANAAN 34


PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar 34

B. Risiko dan Pengendalian Intern Pekerjaan Konstruksi 35

BAB 4 PEMERIKSAAN ATAS PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 48

A. Pengantar 48

B. Perencanaan Pemeriksaan 49

C. Pelaksanaan Pemeriksaan 75

D. Pelaporan Pemeriksaan 84

Subdit Litbang PDTT | ii


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

BAB 5 PENGGUNAAN TENAGA AHLI DALAM PEMERIKSAAN ATAS PELAKSANAAN 87


PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar 87

B. Penggunaan Tenaga Ahli 88

BAB 6 PENUTUP 94

A. Pemberlakuan Panduan 94

B. Pemutakhiran Panduan 94

C. Pemantauan Panduan 94

DAFTAR PUSTAKA

GLOSARIUM

LAMPIRAN

Subdit Litbang PDTT | iii


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. Temuan Pemeriksaan terkait Pengadaan Barang dan Jasa

Lampiran 2.1. Jenis-jenis Kontrak Pekerjaan Konstruksi

Lampiran 3.1 Contoh Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi

Lampiran 3.2 Contoh Alat Pengendali Waktu

Lampiran 3.3 Matriks Pelaporan dalam Rencana Penjaminan Mutu dan Pengendalian
Pekerjaan Konstruksi

Lampiran 4.1 Langkah Pemahaman Pengendalian Intern

Lampiran 4.2 Titik Kritis Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Lampiran 4.3 Contoh Prosedur Pengujian Kepatuhan atas Proses Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi

Lampiran 4.4.a Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Jalan

Lampiran 4.4.b Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Gedung dan
Bangunan

Lampiran 4.4.c Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Bangunan Air dan
Saluran Irigasi

Lampiran 4.4.d Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi – Pekerjaan Timbunan

Lampiran 4.5.a Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik Untuk Pemeriksaan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Secara Jarak Jauh (Daring)

Lampiran 4.5.b Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik Untuk Pemeriksaan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Secara Konvensional

Lampiran 4.6 Contoh Berita Acara Hasil Pengujian Fisik

Lampiran 5.1 Daftar Klasifikasi/Subklasifikasi Tenaga Kerja Ahli Konstruksi

Lampiran 5.2 Contoh Surat Permintaan Pengujian Kepada Laboratorium Uji

Lampiran 5.3 Contoh Prosedur Terkait Penggunaan Tenaga Ahli

Subdit Litbang PDTT | iv


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

APBN/D Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah


APIP Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
ASTEKINDO Asosiasi Tenaga Teknik Konstruksi Indonesia
BAPLK Berita Acara Penyerahan Lokasi Kerja
BAST Berita Acara Serah Terima
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CCO Contract Change Order
COSO Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission
DED Detail Engineering Design
DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DTU Dana Transfer Umum
EE Engineering Estimate
FAKPI Forum Ahli Kontrak Pemerintah Indonesia
FHO Final Hand Over
HPS Harga Perkiraan Sendiri
IAPI Institut Akuntan Publik Indonesia
IHPS Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
IIA Institute of Internal Auditors
ITP Inspection and Test Plan
KAK Kerangka Acuan Kerja
KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K/L Kementerian/Lembaga
KSK Kepala Satuan Kerja
KUA-PPAS Kebijakan Umum serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
LKPP Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
MC Mutual Check
MK Manajemen Konstruksi
MRT Moda Raya Terpadu
NSPM Norma, Standar, Pedoman, dan Manual

Subdit Litbang PDTT | v


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

OJK Otoritas Jasa Keuangan


PA/KPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
PBJ Pengadaan Barang/Jasa
PCM Pre Construction Meeting
PDTT Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PHO Provisional Hand Over
PPHP Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
PKPT Program Kerja Pemeriksaan Tahunan
POS Prosedur Operasional Standar
PA/KPA Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
PP Peraturan Pemerintah
PPHP Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
PPK Pejabat Pembuat Komitmen
PSP Pernyataan Standar Pemeriksaan
PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
P2 Program Pemeriksaan
RKA-K/L Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
RKK Rencana Keselamatan Konstruksi
RMPK Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi
RPP Rencana Pemeriksaan dan Pengujian
RUP Rencana Umum Pengadaan
SAP Standar Akuntansi Pemerintahan
SCM Show Cause Meeting
SDM Sumber Daya Manusia
SILO Surat Izin Laik Operasi
SIO Surat Izin Operator
SIKaP Sistem Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa
SiRUP Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan
SK Surat Keputusan
SNI Standar Nasional Indonesia
SPI Sistem Pengendalian Intern
SPIP Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
SPKN Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
SPM Surat Perintah Membayar
SPMK Surat Perintah Mulai Kerja
SPP Surat Permintaan Pembayaran

Subdit Litbang PDTT | vi


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

SPSE Sistem Pengadaan Secara Elektronik


SP2D Surat Perintah Pencairan Dana
SSKK Syarat-Syarat Khusus Kontrak
SSUK Syarat-Syarat Umum Kontrak
S1 Strata Satu
T-3 Tindak Turun Tangan
UKPBJ Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
UU Undang-undang

Subdit Litbang PDTT | vii


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anggaran Infrastruktur dalam APBN

Gambar 2 Tiang Penyangga dan Tali Bentang Sisa Ambruknya Jembatan Kutai
Kartanegara

Gambar 3 Organisasi Pengguna Jasa pada Kementerian PUPR

Gambar 4 Tanggung Jawab dan Wewenang PPK dalam Penjaminan dan Pengendalian
Mutu

Gambar 5 Hubungan Para Pihak dalam Pekerjaan Konstruksi

Gambar 6 Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Gambar 7 Posisi Tahap Persiapan Pada Pekerjaan Konstruksi

Gambar 8 Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan dan Kontrak Kritis

Gambar 9 Tahap Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Gambar 10 Tahap Penerimaan dan Pembayaran Prestasi Pekerjaan pada Pelaksanaan


Pekerjaan Konstruksi

Gambar 11 Adendum Kontrak

Gambar 12 Tahap Penyelesaian Pekerjaan Konstruksi (Termasuk Pemeliharaan)

Gambar 13 Penghentian, Pemutusan, dan Pengakhiran Pekerjaan Konstruksi

Gambar 14 Three Lines of Model

Gambar 15 Siklus Pengendalian Waktu Pelaksanaan Kontrak dan Dampaknya

Gambar 16 Implementasi SPIP dan Manajemen Mutu Pekerjaan Konstruksi

Gambar 17 Tahapan Pemeriksaan Kepatuhan

Gambar 18 Alur Pikir Penggunaan Tenaga Ahli dalam Pemeriksaan

Gambar 19 Atap SDN Gentong Roboh

Gambar 20 Langkah Uji Petik

Subdit Litbang PDTT | viii


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kecenderungan Risiko

Tabel 2 Matriks Risiko

Tabel 3 Strategi Penggunaan Tenaga Ahli

Tabel 4 Pengaruh Risiko Bawaan dan Risiko Pengendalian terhadap Risiko


Ketidakpatuhan Material

Tabel 5 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Pengendalian pada Populasi Besar

Tabel 6 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Pengendalian pada Populasi Kecil

Tabel 7 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Kepatuhan pada Populasi Besar
(Compliance Testing)

Subdit Litbang PDTT | ix


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi ini. Tujuan dari Panduan ini untuk memberikan pedoman bagi Pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan pada tahapan pelaksanaan dari pekerjaan konstruksi. Penyusunan
Panduan ini sendiri telah melalui serangkaian proses mulai dari pemahaman literatur, diskusi
dengan pihak regulator, praktisi, dan tentunya Pemeriksa BPK sebagai pihak yang akan menjadi
pengguna utama dari Panduan ini.

Panduan ini kami rancang untuk dapat digunakan oleh semua Pemeriksa di BPK, baik yang memiliki
latar belakang di bidang teknik ataupun tidak. Panduan menekankan tentang pentingnya bagi
Pemeriksa untuk menguji pengendalian intern yang dijalankan oleh entitas sehingga Pemeriksa
dapat memberikan kesimpulan dengan keyakinan memadai mengenai kepatuhan entitas dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dengan melakukan pengujian pengendalian intern, Pemeriksa
dapat mengevaluasi bagaimana entitas memastikan Penyedia melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan apa yang diperjanjikan. Pengujian-pengujian teknis dilakukan sebagai bentuk konfirmasi
Pemeriksa akan efektivitas pengendalian intern yang dijalankan oleh entitas.

Kemudian, manakala Pemeriksa tidak memiliki kompetensi untuk melakukan pengujian-pengujian


teknis terkait, Panduan menggaris bawahi akan pentingnya penggunaan Tenaga Ahli. Namun
demikian, Panduan juga menyertakan suplemen yang berisikan contoh-contoh prosedur pengujian
teknis terkait mutu dan volume konstruksi yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Panduan. Hal ini kami sajikan untuk memberikan gambaran kepada Pemeriksa, yang walaupun
dalam pengujian teknisnya dapat menggunakan jasa Tenaga Ahli, namun tetap harus memiliki
gambaran mengenai pengujian-pengujian yang dilakukan oleh Tenaga Ahli.

Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Panduan, kepada Bapak Anggota I dan Ibu Anggota IV atas
arahannya dalam penyusunan Panduan, serta tentunya rekan-rekan Pemeriksa yang tidak dapat
kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa Panduan ini belumlah sempurna, sehingga
kami mengharapkan adanya masukan-masukan yang membangun sebagai bahan perbaikan
berkelanjutan dari Panduan.

Jakarta, 28 Januari 2021

Kaditama Revbang

Bernardus Dwita Pradana

Subdit Litbang PDTT | x


Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

https://id.pinterest.com/pin/588564245043380112/

https://www.kintamani.id/tukad-unda-bali-bendungan-cantik

Subdit Litbang PDTT | xi


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

01 Kegiatan penyediaan sarana prasarana melalui pembangunan infrastruktur Infrastruktur


menjadi andalan pemerintah dalam rangka mendukung aktivitas untuk negeri
perekonomian dan mendorong pemerataan pembangunan nasional yang
berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut
tercermin dari sasaran penguatan infrastruktur, yaitu meningkatnya
konektivitas nasional; meningkatnya indeks pembangunan teknologi
informasi dan komunikasi; meningkatnya tata kelola dan pemanfaatan
sumber daya air; terpenuhinya perumahan dan permukiman layak, aman, dan
terjangkau untuk rumah tangga; serta terpenuhinya kebutuhan energi
nasional.

02 Untuk itu, pemerintah mengalokasikan belanja infrastruktur yang cukup Belanja


besar dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). infrastruktur
Dalam kurun 2016 – 2019, pemerintah merealisasikan belanja infrastruktur pada APBN
sebesar Rp1.441,8 triliun. Sebelum adanya realokasi dan refocusing,
pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur Tahun 2020 senilai
Rp423,3 triliun (atau sekitar 16,6% dari APBN 2020). Sementara pada Tahun
2021, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp417,8 triliun untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan pascapandemi COVID-19
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Anggaran Infrastruktur dalam APBN

APBN
APBN

APBN APBN 2020:


APBN 423,3 T APBN 2021:
APBN 417,7T
Outlook 2019:
2018: 399,7 T
2017: 394,0 T
379,7 T
APBN

(triliun rupiah)
2016:
269,1 T

Sumber: https://kemenkeu.go.id/single-page/apbn-2020 diakses tanggal 22 Januari 2020, dan


https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-siapkan-anggaran-infrastruktur-rp417-8-triliun-untuk-
tahun-2021/ diakses tanggal 7 Januari 2021

03 Bahkan, sejak tahun 2017, Undang-Undang APBN mengatur bahwa untuk Belanja
mendukung akselerasi pembangunan infrastruktur publik daerah, infrastruktur
pemerintah pusat memerintahkan pemerintah daerah penerima Dana daerah
Transfer Umum (DTU) untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 25% dari
Subdit Litbang PDTT | 1
DTU tersebut untuk belanja infrastruktur daerah yang terkait langsung
dengan percepatan pembangunan fasilitas publik dan ekonomi daerah.
Ditambah dengan anggaran penyediaan infrastruktur yang sudah
dialokasikan pemerintah daerah, kondisi tersebut mengakibatkan anggaran
belanja untuk pembangunan infrastruktur di daerah, terutama yang terkait
dengan pekerjaan konstruksi, juga terus meningkat.

04 Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Tujuan PBJ
Jasa Pemerintah menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa (PBJ)
bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, antara lain diukur dari aspek mutu, volume, dan waktu.

05 Di sisi lain, rentetan peristiwa kegagalan bangunan terjadi dan menyisakan Permasalahan
persoalan terkait kualitas dan tanggung jawab Penyedia dan Penggunanya. konstruksi
Salah satu insiden yang cukup mengemuka adalah ambruknya jembatan
Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur pada tahun 2011 yang mengakibatkan
puluhan orang tewas, belasan orang dilaporkan hilang, serta puluhan lainnya
terluka berat dan ringan. Hasil investigasi menunjukkan runtuhnya jembatan
diakibatkan oleh kegagalan struktur. Bahkan analisis ahli menunjukkan
bahwa perencanaan, pelaksanaan, kegiatan operasional, hingga
pemeliharaan tidak sesuai dengan kaidah jembatan bentang panjang. Di
samping itu, tim investigasi juga menemukan bahwa kualitas bahan tidak
sesuai dengan spesifikasi yang mengakibatkan klem tidak kuat menahan
beban kejut jembatan.

Gambar 2. Tiang Penyangga dan Tali Bentang Sisa Ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara

Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/4119398/horor-ambruknya-jembatan-kutai-kartanegara-sewindu-lalu

Subdit Litbang PDTT | 2


06 Dengan mempertimbangkan salah satunya terkait dengan besarnya alokasi Hasil
anggaran proyek infrastruktur tersebut, BPK memberikan perhatian pemeriksaan
mendalam atas isu-isu terkait infrastruktur melalui penugasan terkait
pemeriksaan. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Tahun 2018 dan konstruksi
2019 menunjukkan temuan-temuan pemeriksaan terkait PBJ seperti
kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, denda keterlambatan
pekerjaan, dan spesifikasi barang/jasa tidak sesuai kontrak sering terjadi
dan bernilai material. Rincian temuan pemeriksaan terkait Pengadaan
Barang dan Jasa dapat dilihat pada Lampiran 1.1.

07 Kondisi tersebut mengindikasikan belum optimalnya sistem pengendalian SPI belum


intern (SPI) entitas dalam mendukung PBJ. Sementara, pendekatan menjadi fokus
pemeriksaan maupun prosedur pemeriksaan terkait infrastruktur, dalam
khususnya atas pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang umumnya pemeriksaan
dilakukan Pemeriksa BPK adalah membandingkan antara kontrak dengan atas
realisasi pekerjaan di lapangan. Dalam hal ini, upaya pengendalian intern pelaksanaan
entitas belum menjadi fokus dalam prosedur pemeriksaan. Padahal, pekerjaan
tingginya risiko ketidakpatuhan dan kelemahan pengendalian intern juga konstruksi
perlu menjadi pertimbangan bagi Pemeriksa dalam menyusun strategi
pemeriksaan untuk mengungkap penyimpangan yang terjadi.

08 Data dari Forum Ahli Kontrak Pemerintah Indonesia (FAKPI) yang disajikan Tahapan
dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan Lembaga Kebijakan pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada Agustus 2020 menyatakan pekerjaan
bahwa mayoritas putusan pengadilan masalah pengadaan adalah terkait konstruksi
tahap pelaksanaan kontrak (sebesar 41%), yang diikuti oleh tahapan sering
perencanaan sebesar 21%, proses pemilihan dan pembayaran masing- disengketakan
masing sebesar 19%, serta serah terima sebesar 1%. Data tersebut sejalan
dengan tahapan yang sering dipilih Pemeriksa sebagai fokus utama dalam
penugasan pemeriksaan terkait pekerjaan konstruksi.

09 Di sisi lain, harapan penugasan pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan Keberatan


konstruksi umumnya diarahkan tidak hanya pada keberadaan, tetapi juga entitas atas
pada kualitas pelaksanaan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan pemenuhan hasil
harapan penugasan tersebut, hasil survei atas pelaksanaan pemeriksaan pemeriksaan
konstruksi yang dilakukan Direktorat Litbang pada tahun 2019 mengungkap konstruksi
bahwa Pemeriksa sering menerima keberatan dari entitas. Keberatan
tersebut antara lain terkait dengan metode perhitungan, metode pengujian
fisik, cara pengambilan sampel, metode pengujian, pemahaman atas
peraturan dan kondisi di lapangan, serta latar belakang pendidikan
Pemeriksa. Beberapa dari keberatan tersebut dapat berujung pada risiko
hukum dengan adanya gugatan terhadap hasil pemeriksaan BPK.

10 Sejak tahun 2010 sampai dengan 2020, BPK telah menerima beberapa Risiko hukum
gugatan dari Penyedia jasa konstruksi terkait denda keterlambatan, hasil dan risiko
pengujian mutu dan volume, serta cara pelaksanaan pengujian fisik. Untuk reputasi
memitigasi risiko hukum atas pemeriksaan BPK di masa yang akan datang,

Subdit Litbang PDTT | 3


penyebab munculnya gugatan-gugatan tersebut harus diidentifikasi dan
disusun rencana mitigasinya, utamanya melalui metodologi pemeriksaan
yang sesuai dengan SPKN.

11 SPKN mensyaratkan Pemeriksa untuk menggunakan kemahiran profesional Kemahiran


secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan, profesional
menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dalam SPKN
dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau memilih pengujian dan
prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan, serta melakukan penilaian dan
pelaporan pemeriksaan.

12 Di samping itu, SPKN mengatur bahwa Pemeriksa menggunakan Penggunaan


pertimbangan profesional dalam menentukan metode pemerolehan data. Tenaga Ahli
Dalam hal ini, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli untuk membantu menurut SPKN
merancang metodologi pemerolehan data dan informasi. Selain itu, prosedur
pemeriksaan yang disusun harus memberikan dasar yang cukup saat
menggunakan hasil kerja pihak lain dan karenanya Pemeriksa harus
memperoleh bukti untuk menjamin kualitas hasil pekerjaan Tenaga Ahli
tersebut.

13 Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut di atas dan menjamin kualitas hasil Penyusunan
pekerjaan Tenaga Ahli untuk mendukung pemeriksaan BPK, Pemeriksa perlu panduan
memperkuat strategi pemeriksaan terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi pemeriksaan
serta merancang pendekatan dan prosedur pemeriksaan yang lebih
komprehensif. Oleh karena itu, Subdirektorat Litbang PDTT menyusun
Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi untuk
memberikan gambaran strategi pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan
konstruksi termasuk prosedur untuk memastikan kualitas hasil pekerjaan
Tenaga Ahli dalam mendukung hasil pemeriksaan BPK.

B. Tujuan Panduan

14 Penyusunan Panduan ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Tujuan panduan
Pemeriksa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dengan demikian, Pemeriksa memiliki
acuan yang sama dalam melaksanakan pemeriksaan atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi.

15 Visi BPK sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis BPK 2020-2024 Pemeriksaan
adalah menjadi Lembaga Pemeriksa tepercaya yang berperan aktif dalam pelaksanaan
mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat pekerjaan
untuk mencapai tujuan negara. Kesamaan pemahaman ini diperlukan konstruksi
sehingga BPK dapat melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan untuk
konstruksi secara efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kepatuhan mendukung
para pihak terkait terhadap ketentuan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. pencapaian visi
Lebih lanjut, peningkatan kepatuhan dan perbaikan tata kelola pelaksanaan BPK

Subdit Litbang PDTT | 4


pekerjaan konstruksi akan mendorong pencapaian tujuan pengadaan
konstruksi itu sendiri baik bagi Pengguna Jasa pada khususnya maupun bagi
masyarakat pada akhirnya.

C. Lingkup Panduan

16 Panduan ini disusun dengan menggunakan pendekatan pemeriksaan Hubungan


kepatuhan. Panduan ini mengatur hal-hal terkait metodologi pemeriksaan panduan dengan
kepatuhan yang mengacu pada SPKN dan Juklak Pemeriksaan Kepatuhan. SPKN dan
Pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak konstruksi yang dilaksanakan dalam Juklak
kerangka pemeriksaan atas laporan keuangan dapat menggunakan panduan
ini sepanjang relevan.

17 Panduan ini hanya membahas salah satu tahapan dalam proses dalam Lingkup
kegiatan konstruksi, yaitu pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tahap panduan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang diatur dalam Panduan ini meliputi
persiapan pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan penyelesaian
(termasuk pemeliharaan) yang dilakukan melalui Penyedia dengan sumber
dana APBN/D.
Panduan juga dilengkapi dengan suplemen pengujian fisik untuk pekerjaan
terkait Jasa Marga, Cipta Karya, dan Sumber Daya Air serta pengujian fisik
yang dilakukan secara jarak jauh (virtual).

D. Dasar Hukum Penyusunan Panduan

18 Dasar hukum penyusunan Panduan adalah: Dasar hukum


penyusunan
a. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
panduan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
b. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
4654);
c. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa
dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 45);
d. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1);

Subdit Litbang PDTT | 5


e. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peraturan,
Instruksi, Surat Edaran, Keputusan, dan Pengumuman pada Badan
Pemeriksa Keuangan;
f. Keputusan BPK Nomor 9/K/I-XIII.2/8/2017 tentang Pedoman
Penyusunan dan Revisi Perangkat Lunak pada Badan Pemeriksa
Keuangan; dan
g. Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/5/2018 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan.

E. Sistematika Penulisan

19 Panduan ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika


penulisan
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, tujuan, lingkup, dan dasar
hukum penyusunan panduan.
Bab 2 : Pekerjaan Konstruksi
Bab ini membahas para pihak dan tahapan-tahapan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Bab 3 : Risiko dan Sistem Pengendalian Intern dalam Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi.
Bab ini membahas risiko-risiko dan pengendalian intern
dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Bab 4 : Pemeriksaan atas Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
Bab ini membahas metodologi pemeriksaan atas
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Bab 5 : Penggunaan Tenaga Ahli dalam Pemeriksaan atas
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
Bab ini membahas penggunaan Tenaga Ahli dalam
pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Bab 6 : Penutup
Bab ini membahas pemberlakuan, pemutakhiran, dan
pemantauan panduan.

Subdit Litbang PDTT | 6


BAB 2
PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar

01 Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, jasa Pengertian jasa
konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi dan
konstruksi. Sementara, pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian pekerjaan
kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, konstruksi
pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

02 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2019 menyatakan belanja modal sebagai Belanja modal
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang menurut SAP 2019
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. SAP 2019 membagi belanja
modal dalam lima kategori, yaitu:
a. Belanja tanah;
b. Belanja peralatan dan mesin;
c. Belanja gedung dan bangunan;
d. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan;
e. Belanja aset tetap lainnya; dan
f. Belanja aset lainnya
Belanja modal konstruksi terdiri dari belanja modal gedung dan bangunan, serta
belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan.

B. Para Pihak dalam Pekerjaan Konstruksi

03 Sesuai UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, pihak-pihak dalam Para pihak dalam
pekerjaan konstruksi terdiri dari: pekerjaan
konstruksi
a. Pengguna Jasa, yaitu pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan
layanan jasa konstruksi; dan
b. Penyedia Jasa, yaitu pemberi layanan konstruksi, termasuk jasa konsultansi
konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.

B.1. Pengguna Jasa

04 Pengguna Jasa konstruksi pada sektor publik merupakan pemerintah. Tanggung Pengguna Jasa
jawab Pengguna Jasa dibagi berdasarkan masing-masing jabatan, yaitu PA/KPA,
PPK (termasuk PPTK), dan PPHP. Dalam lingkup pengelolaan APBD, fungsi PPK
dijalankan oleh jabatan dengan terminologi yang berbeda. Namun demikian,

Subdit Litbang PDTT | 7


istilah PPK dalam panduan ini mengacu pada fungsi-fungsi terkait pengendalian
pelaksanaan APBN maupun APBD.
Contoh organisasi Pengguna Jasa pada level pusat di Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diilustrasikan dalam Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Organisasi Pengguna Jasa Pada Kementerian PUPR

PA MENTERI
PENGGUNA (MENTERI)
PA
• Menetapkan PPK DIRJEN
• Menyetujui anggaran TEKNIS
• Menyetujui perubahan paket
pekerjaan

PENJAMIN MUTU PEMBINA JASA KONSTRUKSI

DIREKTORAT TEKNIS DIRJEN


• Menyusun kebijakan, prosedur DIREKTUR DIREKTUR DIREKTUR BINA
PENJAMINAN MUTU

• Menyusun pedoman mutu terkait


teknis
• Monitoring dan evaluasi
pelaksanaan

PROJECT DIRECTOR KA. BALAI

SATKER
• Mengendalikan
beberapa pekerjaan KPA KPA
konstruksi (Kasatker (Kasatker

PROJECT MANAGER
PPK PPK PPK PPK PP
• Menandatangani kontrak
• Mengendalikan
pelaksanaan pekerjaan PENGAWAS PENGAWAS
• Menerima dan memeriksa
hasil pekerjaan
PENEGNDALIAN MUTU

PENYEDIA JASA PENYEDIA JASA PENYEDIA


PEKERJAAN JASA
PEKERJAAN KONSTRUKSI
KONSTRUKSI PEKERJAAN

Sumber: Permen PUPR No. 21 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi

05 Tugas dan kewenangan PA sebagai Pengguna Jasa, dalam hal pelaksanaan Tugas dan,
kegiatan konstruksi, menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan kewenangan PA
Barang/Jasa Pemerintah diantaranya: sebagai Pengguna
Jasa
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja
yang telah ditetapkan;
c. menetapkan PPK;
d. menetapkan Pejabat Pengadaan;

Subdit Litbang PDTT | 8


e. menetapkan PjPHP / PPHP;
f. menetapkan Penyelenggara Swakelola; dan
g. menetapkan tim teknis;
Dalam melaksanakan tugasnya dalam mengelola APBN/APBD, PA dapat
melimpahkan kewenangannya kepada KPA. Selanjutnya KPA dapat menugaskan
PPK.

06 KPA bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang ada di Tugas dan
dalam penguasaannya kepada PA. Pelaksanaan tanggung jawab tersebut kewenangan KPA
menurut PMK No. 190/PMK.05/2012 dilakukan dalam bentuk: sebagai Pengguna
Jasa
a. mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
b. merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa
sesuai dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
c. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian
tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
d. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan
barang/jasa sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;
e. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak
pengadaan barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah
ditetapkan;
f. merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; dan
g. melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.

07 Tanggung jawab PA/KPA sebagai Pengguna Jasa terkait penjaminan mutu dan Tanggung jawab
pengendalian mutu pekerjaan konstruksi menurut Permen PUPR No. 21 Tahun PA/KPA terkait
2019 adalah: penjaminan dan
pengendalian mutu
a. menetapkan PPK;
b. membentuk dan menetapkan Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak sebelum
pelaksanaan tahapan pengukuran/pemeriksaan bersama;
c. menerima hasil pekerjaan dari PPK setelah Berita Acara Serah Terima
(BAST) Akhir Pekerjaan diterbitkan;
d. menetapkan PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap
hasil pekerjaan yang diserahterimakan; dan
e. menyerahkan hasil pekerjaan selesai kepada penyelenggara infrastruktur.

08 Penjamin Mutu pada unit organisasi merupakan unsur pendukung pada struktur Tugas dan fungsi
penyelenggara pekerjaan konstruksi dan tidak terlibat secara langsung dalam Penjamin Mutu

Subdit Litbang PDTT | 9


pengambilan keputusan terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tugas
Penjamin Mutu menurut Permen PUPR No. 21 Tahun 2019 adalah:
a. menyusun standar dan pedoman teknis yang berlaku pada masing-masing
unit organisasi;
b. melakukan bimbingan teknis; serta
c. melakukan pemantauan dan evaluasi.
Sedangkan fungsi dari Penjamin Mutu adalah:
a. merumuskan kebijakan;
b. melakukan pembinaan teknis; serta
c. melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan.

09 Sebagai contoh, Dirjen Bina Konstruksi di Kementerian PUPR berperan Contoh Unit Kerja
merumuskan kebijakan dan melakukan bimbingan teknis bagi pelaksanaan Penjamin Mutu
pekerjaan konstruksi di lingkungan Kementerian PUPR. Sementara, di daerah,
Dinas PU dapat melakukan pendampingan pada perangkat daerah yang
melakukan pengadaaan pekerjaan konstruksi.

10 PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang Tugas dan
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara dengan mempedomani kewenangan PPK
tanggung jawab KPA kepada PA. Tugas PPK sebagai Pengguna Jasa terkait sebagai Pengguna
pengadaan barang/jasa menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 dalam hal Jasa
pelaksanaan kegiatan konstruksi diantaranya adalah:
a. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
b. mengendalikan kontrak;
c. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
d. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan
berita acara penyerahan;
e. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
dan
f. menilai kinerja Penyedia.

11 Bentuk pengendalian PPK sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 16 Tanggung jawab
Tahun 2018 dijabarkan dalam PP No. 45 Tahun 2013 sebagaimana diubah dengan PPK terkait
PP No. 50 Tahun 2018 dan untuk pengelolaan APBN diatur dalam PMK No. pengendalian
190/PMK.05/2012, diantaranya pada saat membuat dan menandatangani SPP, pekerjaan
PPK harus menguji: konstruksi

a. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang


tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan
oleh penyedia barang/jasa;
b. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang
tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen
perjanjian/kontrak; dan

Subdit Litbang PDTT | 10


c. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang
tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen
perjanjian/kontrak.
Untuk lingkup pengelolaan dalam APBD, belum ada pengaturan secara detail
mengenai bentuk pengendalian yang harus dilakukan PPK, akan tetapi
pengaturan terkait pengelolaan APBN tersebut bisa dijadikan best practices pada
pengelolaan APBD di daerah.

12 Untuk memastikan ketepatan mutu, volume, dan waktu, PPK harus Pelimpahan
melaksanakan pengendalian atas pekerjaan. Pengendalian tersebut dapat wewenang
dilimpahkan kepada pengendali pekerjaan yaitu staf PPK (kemudian disebut pengendalian
Direksi Lapangan) atau kepada Penyedia Jasa Konsultansi (kemudian disebut pekerjaan
Konsultan Manajemen Konstruksi). konstruksi

13 Selain pengendalian, PPK juga bertanggung jawab atas pengawasan pekerjaan Pelimpahan
konstruksi. Pengawasan dapat dilimpahkan kepada Pengawas Pekerjaan yang wewenang
dapat dilakukan oleh staf PPK (kemudian disebut Direksi Teknis) atau kepada pengawasan
Penyedia Jasa Konsultansi (kemudian disebut Konsultan Pengawas). konstruksi

14 Jika pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh staf PPK/Konsultan yang Laporan oleh staf
ditunjuk PPK, maka staf PPK/Konsultan menyampaikan laporan kepada PPK di PPK/Konsultan
setiap tahap pekerjaan atau sesuai ketentuan dalam kontrak melalui check list kepada PPK
(daftar simak). Staf PPK/Konsultan menjalankan tugas pengawasan atau
pengendalian sebagaimana tertuang dalam kontrak atau Kerangka Acuan Kerja
(KAK) dan bertanggung jawab terhadap PPK.

Tanggung jawab dan wewenang PPK serta pelimpahannya kepada Pengendali


Pekerjaan maupun Pengawas Pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tanggung Jawab dan Wewenang PPK dalam Penjaminan dan Pengendalian Mutu

Tanggung Jawab dan Wewenang PPK dalam


Penjaminan dan Pengendalian Mutu

Penangung Jawab Tidak dapat dilimpahkan dan tetap melekat


pada PPK

Pengendalian Dapat dilimpahkan kepada:

1) Staf PPK Direksi Lapangan


atau
Konsultan Manajemen
2) Konsultan
Konstruksi

Pengawasan Dapat dilimpahkan kepada:

1) Staf PPK Direksi Teknis


atau
Konsultan Pengawas
2) Konsultan Pekerjaan

Sumber: Peraturan Menteri PUPR No. 21 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi

Subdit Litbang PDTT | 11


15 Permen PUPR No. 21 Tahun 2019 menguraikan pengendalian dan pengawasan Ketentuan
pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh PPK atau Pengendali dan Pengawas pengendalian dan
Pekerjaan untuk mengendalikan proses dan hasil pekerjaan Penyedia agar pengawasan
sesuai ketentuan kontrak. pekerjaan
konstruksi

16 Pengendalian pelaksanaan pekerjaan konstruksi meliputi aspek-aspek berikut: Aspek-aspek


pengendalian
a. Penjaminan mutu
pekerjaan
Dilakukan dengan merencanakan, mereviu, menetapkan, dan menjamin konstruksi oleh
penerapan sistem pengendalian mutu yang dilaksanakan oleh Penyedia dan PPK dan/atau
Pengawas Pekerjaan. Pengendali
b. Kuantitas Pekerjaan

Dilakukan dengan memerintahkan pengukuran hasil pekerjaan dan


melakukan persetujuan terkait kuantitas serta sertifikat pembayaran.
c. Jadwal
Dilakukan dengan memastikan pelaksanaan sesuai dengan rencana jadwal
yang telah ditetapkan dan menyetujui penyesuaian jadwal yang disusun
Penyedia.
d. Pelaporan
Dilakukan dengan melaporkan capaian kemajuan pelaksanaan pekerjaan
secara berkala, termasuk permasalahannya kepada Kepala Satuan Kerja
(KSK).
e. Keselamatan konstruksi
Dilakukan dengan merencanakan, mereviu, menetapkan, dan menjamin
penerapan sistem pengendalian aspek keselamatan konstruksi yang
dilaksanakan oleh Penyedia.
f. Rekayasa teknis
Dilakukan dengan mereviu dan menyetujui dokumen teknis rencana
pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri atas gambar kerja, metode
kerja, dan usulan perubahan pekerjaan.

17 Kegiatan pengendalian pekerjaan konstruksi oleh PPK atau Pengendali Kegiatan


Pekerjaan meliputi: pengendalian
pekerjaan
a. memeriksa dan memberikan persetujuan atas usulan dokumen rencana
konstruksi oleh
pelaksanaan yang disampaikan oleh Penyedia yang mencakup:
PPK dan/atau
1) jadwal pelaksanaan pekerjaan; Pengendali
2) jadwal pengadaan bahan, mobilisasi peralatan, dan tenaga kerja Pekerjaan
konstruksi;
3) gambar kerja;
4) bahan yang akan digunakan;
Subdit Litbang PDTT | 12
5) Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK);
6) Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK);
7) jenis pekerjaan yang disubkontrakkan dan subpenyedia yang akan
digunakan (jika ada); dan
8) perubahan pekerjaan.
b. memberikan persetujuan atas hasil pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan
mutu serta volume;
c. memberikan persetujuan atas laporan pelaksanaan dari Penyedia setelah
diverifikasi oleh Direksi Teknis/Konsultan Pengawas; dan
d. menyampaikan laporan pengendalian pekerjaan kepada PA/KPA.

18 Pengawasan pekerjaan konstruksi dilakukan untuk memastikan proses Pengawasan


pelaksanaan pekerjaan oleh Penyedia sesuai dengan ketentuan kontrak, yang pekerjaan
meliputi mutu, kuantitas, jadwal, pelaporan, keselamatan konstruksi, dan konstruksi
rekayasa teknis.

19 Kegiatan pengawasan pekerjaan konstruksi oleh PPK atau Pengawas Pekerjaan Kegiatan
meliputi: pengawasan
pekerjaan
a. memeriksa dan membuat rekomendasi terhadap penyusunan dan
konstruksi oleh
pemutakhiran RMPK Penyedia;
PPK dan/atau
b. melakukan pemeriksaan dan pengujian mutu bahan dan hasil pekerjaan; Pengawas
c. melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap kuantitas hasil Pekerjaan
pekerjaan;
d. melakukan pengawasan terhadap jadwal pekerjaan dan metode kerja;
e. menyusun laporan terkait hasil pekerjaan yang tidak memenuhi syarat;
f. memberikan peringatan dan teguran tertulis kepada pihak Penyedia jika
terjadi penyimpangan terhadap dokumen kontrak;
g. melakukan pengawasan terhadap penerapan keselamatan konstruksi;
h. mengusulkan kepada PPK untuk menghentikan pelaksanaan pekerjaan
sementara jika Penyedia pekerjaan tidak memperhatikan peringatan yang
diberikan;
i. merekomendasikan kepada PPK untuk menolak pelaksanaan dan hasil
pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai spesifikasi;
j. melakukan pemeriksaan terhadap laporan penyedia;
k. menyusun dan menyampaikan laporan pengawasan secara periodik; dan
l. melakukan pengawasan selama masa pemeliharaan.

20 Tanggung jawab dan wewenang Panitia/Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan Tanggung jawab
(PPHP) meliputi pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan konstruksi PPHP
yang diserahterimakan dari PPK kepada PA/KPA.

Subdit Litbang PDTT | 13


B.2. Penyedia Jasa

21 Penyedia jasa terdiri dari dua pihak, yaitu Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi Penyedia Jasa
(Konsultan) dan Penyedia Jasa Konstruksi.

22 Penyedia jasa konsultansi konstruksi (Konsultan) adalah individu atau badan Konsultan
usaha yang memiliki keahlian dalam spesifikasi pekerjaan tertentu serta
memiliki kompetensi untuk memberi masukan teknis pada suatu proyek.
Konsultan dapat berupa Konsultan Perencana atau Pengawas. Konsultan pada
dasarnya adalah alat PPK untuk membantu dalam mengendalikan dan
mengawasi proyek konstruksi.

23 Apabila PPK menggunakan jasa konsultansi (Konsultan MK dan/atau Konsultan Program mutu
Pengawas), Penyedia Jasa Konsultansi tersebut wajib membuat Program Mutu oleh Konsultan
sebagai bentuk penjaminan mutu.

24 Konsultan MK dapat berperan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga Peran Konsultan
pengendalian proyek untuk memastikan agar komponen produktivitas utama MK
yang terdiri dari Man, Money, Machines, Materials, dan Method dapat
menghasilkan pekerjaan konstruksi yang berkualitas.

25 Sementara, Konsultan Pengawas merupakan orang/badan yang ditunjuk oleh Peran Konsultan
Pengguna Jasa untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan Pengawas
konstruksi mulai dari tahap awal pelaksanaan sampai berakhirnya pekerjaan
dimaksud.

26 Sementara, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi (Penyedia) adalah orang atau Penyedia
badan hukum yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta syarat-syarat.

27 Perpres No. 16 Tahun 2018 menyatakan bahwa Penyedia wajib memenuhi Tanggung jawab
kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan serta bertanggung jawab Penyedia
atas pelaksanaan kontrak, kualitas barang/jasa, ketepatan perhitungan jumlah
atau volume, ketepatan waktu penyerahan, dan ketepatan tempat penyerahan.

B.3. Hubungan Para Pihak dalam Kegiatan Konstruksi

28 Pengguna Jasa dan Penyedia (termasuk Konsultan) diikat dalam suatu hubungan Hubungan
kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sebagai berikut: kontraktual dan
fungsional para
a. Hubungan kontraktual
pihak dalam
Hubungan kontraktual adalah hubungan yang dijalankan berdasarkan kegiatan
kontrak/perjanjian antara para pihak. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi
konstruksi, Pengguna Jasa menjalin hubungan kontraktual dengan
Konsultan dan Penyedia. Pengguna Jasa, dhi. PPK, menjalin hubungan
kontraktual dengan Konsultan untuk menjalankan kewenangan PPK dalam
Subdit Litbang PDTT | 14
hal mengendalikan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Sementara, PPK
menjalin hubungan kontraktual dengan Penyedia untuk melaksanakan
pekerjaan konstruksi sesuai kontrak yang telah disepakati.
b. Hubungan fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan sesuai fungsi masing-masing pihak
yang terlibat dalam suatu kegiatan/proyek. Hubungan Konsultan dan
Penyedia merupakan hubungan fungsional. Dalam hal ini, Konsultan, atas
nama Pengguna Jasa, menjalankan fungsi pengawasan kepada Penyedia.
Pengawasan dapat meliputi spesifikasi teknis, mutu, volume, waktu, dan
biaya, maupun bentuk lain sebagaimana diatur dalam kontrak antara
Pengguna Jasa dengan Konsultan. Hubungan para pihak dalam kegiatan
konstruksi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Para Pihak dalam Kegiatan Konstruksi

- Pemerintah
Hubungan Kontraktual - Pengendalian Pelaksanaan
Pengguna Jasa - Dilaksanakan oleh PA/KPA,
Penjamin Mutu, UKPBJ, dan unit
Hubungan Fungsional/
kerja teknis, PPK/PPTK, PPHP
Komunikasi

Konsultan Pengendalian Penyedia


Pengawasan
Teknis
- Pengawasan Teknis - Pelaksana
- Pengawasan atas waktu, mutu, - Melaksanakan pekerjaaan fisik
volume, dan biaya kontrak (sesuai (sesuai kontrak)
kontrak)

Sumber: Disarikan dari Perpres No. 16 Tahun 2018

C. Tahap Pekerjaan Konstruksi

C.1. Perencanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi

29 Proses PBJ konstruksi mencakup tiga tahapan utama, yaitu perencanaan, Proses PBJ
persiapan, dan pelaksanaan. Panduan ini menekankan pada tahap pelaksanaan konstruksi
pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu, tahap perencanaan dan persiapan tidak
dibahas secara mendalam.

30 Mengacu pada Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Perencanaan PBJ
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, perencanaan pengadaan dimulai dari
identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, hingga penetapan cara, jadwal,
dan anggaran pengadaannya sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 6.

Subdit Litbang PDTT | 15


Gambar 6. Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa

Identifikasi Anggaran Skema Pengadaan Jadwal PBJ


Kebutuhan Anggaran PBJ menca- Dilakukan penetapan Perlu mempertimbang-
Jumlah kebutuhan mem- kup atas harga B/J-nya jenis PBJ yaitu: barang, kan jenis atau karak-
pertimbangkan besaran termasuk biaya pengiri- pekerjaan konstruksi, teristik B/J, metode dan
organisasi, beban tugas, man, biaya pemasa- jasa konsultasi, jasa waktu pengiriman, wak-
dan B/J yang telah ngan serta biaya pen- lainnya, pekerjaan ter- tu pemanfaatan, meto-
tersedia dukung seperti: biaya integrasi, dan selan- de dan jangka waktu
pelatihan, instalasi, dan jutnya metode PBJ pemilihan, ketersediaan
administrasi melalui swakelola atau B/J di pasar.
penyedia.

Sumber: https://biz.kompas.com/read/2019/11/11/185201528/perencanaan-pengadaan-yang-tepat-dorong-kualitas-pembangunan-infrastruktur,
diakses 26 Oktober 2020

31 Hasil perencanaan pengadaan yang disusun oleh PPK dan ditetapkan oleh RUP
PA/KPA, selanjutnya dituangkan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP). Untuk
keterbukaan rencana pengadaan, KPA mengumumkan RUP pada Sistem
Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) sebelum tahun anggaran berjalan.

32 Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 menyatakan bahwa RUP melalui Penyedia Isi RUP melalui
paling tidak memuat informasi tentang: Penyedia

a. nama dan alamat PA/KPA;


b. nama paket Penyedia;
c. kebutuhan penggunaan produk dalam negeri;
d. peruntukan paket untuk usaha kecil atau non kecil;
e. uraian pekerjaan;
f. volume pekerjaan;
g. lokasi pekerjaan;
h. sumber dana;
i. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan;
j. spesifikasi teknis/KAK;

Subdit Litbang PDTT | 16


k. metode pemilihan; dan
l. perkiraan jadwal PBJ.

33 RUP merupakan gambaran besar perencanaan seluruh PBJ dalam K/L/PD, Manfaat RUP bagi
termasuk di dalamnya pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang akan PA/KPA, PPK,
dilaksanakan dalam satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, selain
mendorong transparansi RUP juga dapat menjadi salah satu dokumen sumber
bagi PA/KPA dan PPK dalam kaitannya dengan pengendalian mutu, volume, dan
waktu pekerjaan konstruksi.

C.2. Persiapan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi

34 Persiapan pengadaan dilakukan oleh PPK berdasarkan RKA K/L atau RKA Lingkup persiapan
Perangkat Daerah dan Dokumen Perencanaan PBJ. Peraturan Presiden No. 16 pengadaan oleh
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan persiapan PPK
PBJ melalui Penyedia meliputi:
a. menetapkan HPS;
b. menetapkan rancangan kontrak;
c. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,
jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.
Sementara Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia menyatakan lingkup persiapan
pengadaan melalui Penyedia sebagai berikut:
a. reviu dan penetapan spesifikasi teknis/KAK;
b. penetapan Detailed Engineering Design (DED) untuk pemilihan Penyedia
pekerjaan konstruksi;
c. penyusunan dan penetapan HPS;
d. penyusunan dan penetapan rancangan kontrak; dan
e. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,
jaminan pemeliharaan, dan/atau penyesuaian harga.

35 Salah satu output dari tahapan diatas adalah rancangan kontrak yang kemudian Kontrak dan
menjadi salah satu kriteria pada tahap pelaksanaan pekerjaan. Kontrak adalah kontrak kerja
perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia yang mencakup Syarat-Syarat konstruksi
Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) serta
dokumen lain yang merupakan bagian dari kontrak. Dalam konteks konstruksi,
kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
antara PPK dengan Penyedia dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Jenis-
jenis kontrak dapat dilihat pada Lampiran 2.1.

Subdit Litbang PDTT | 17


C.3. Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

36 Kementerian PUPR telah menerbitkan Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman SMKK
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Pedoman ini
diperuntukkan bagi pelaksanaan SMKK di Kementerian PUPR dan dapat menjadi
acuan bagi instansi pemerintah dengan penyesuaian struktur organisasi di unit
organisasi masing-masing.

37 Pedoman SMKK membagi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam tiga Tahap pekerjaan
tahapan, yaitu persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi
pekerjaan konstruksi, dan penyelesaian pekerjaan konstruksi (termasuk di
dalamnya masa pemeliharaan).

C.3.1. Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

38 Tahap persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi mencakup: Tahap persiapan


a. Penyerahan lokasi kerja pelaksanaan
pekerjaan
Penyerahan lokasi kerja dilakukan setelah sebelumnya dilakukan
konstruksi
peninjauan lapangan oleh para pihak. Peninjauan lapangan bersama
bertujuan untuk memastikan kesiapan lokasi kerja dan melakukan
inventarisasi seluruh bangunan yang ada serta aset milik Pengguna Jasa.
Penyerahan lokasi kerja dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima
(BAST) Lokasi Kerja yang ditandatangani oleh para pihak.
Ketidakmampuan PPK menyerahkan lokasi kerja sesuai dengan rencana
kerja untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana dipersyaratkan dalam
kontrak dapat menjadi Peristiwa Kompensasi. Peristiwa kompensasi sendiri
adalah perpanjangan waktu yang diberikan kepada Penyedia karena
keadaan-keadaan yang tidak disebabkan oleh Penyedia.
b. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
SPMK adalah surat perintah dari Pejabat Penandatangan Kontrak (bisa oleh
PPK atau PA/KPA) kepada Penyedia untuk segera memulai pelaksanaan
pekerjaan sesuai kontrak.
Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 menyatakan SPMK diterbitkan selambat-
lambatnya 14 hari kerja setelah tanda tangan kontrak atau 14 hari kerja sejak
penyerahan lokasi pekerjaan. Dalam SPMK dicantumkan seluruh lingkup
pekerjaan dan tanggal mulai kerja yang merupakan waktu dimulainya
pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak.
c. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak
Rapat persiapan pelaksanaan kontrak atau Pre-Construction Meeting (PCM)
merupakan rapat awal antara PPK, Pengendali Pekerjaan (Direksi
Lapangan/Konsultan MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi Teknis/Konsultan
Pengawas), Penyedia, dan pihak terkait lainnya. PCM harus sudah dimulai
maksimal tujuh hari setelah terbitnya SPMK dan sebelum pelaksanaan

Subdit Litbang PDTT | 18


pekerjaan dimulai. Hasil PCM dituangkan dalam Berita Acara Rapat
Persiapan Pelaksanaan Kontrak. Tujuan rapat persiapan pelaksanaan
kontrak adalah:
1) Persamaan pandangan dan pemahaman terkait hal-hal yang mendasar
pada pelaksanaan kontrak, seperti jadwal dan alur komunikasi dan
koordinasi, alur persetujuan, kebijakan pengendalian mutu dan
keselamatan konstruksi, serta mekanisme pengukuran dan pelaporan
(tata cara, waktu, frekuensi) dan pembayaran hasil pekerjaan;
2) Untuk mendapatkan kesepakatan terhadap pelaksanaan kontrak,
seperti tanggal efektif pelaksanaan kontrak, tahapan pelaksanaan
kontrak, rencana penilaian kinerja sebagai dasar evaluasi kemajuan
pekerjaan;
3) Pembahasan dan penyesuaian seluruh kegiatan dalam RMPK dengan
persyaratan-persyaratan dalam dokumen kontrak;
4) Pemenuhan terhadap kebutuhan data dan informasi terkait pekerjaan
konstruksi; dan
5) Untuk melakukan perubahan kontrak apabila diperlukan.
d. Pembayaran Uang Muka
Penyedia dapat mengajukan permohonan pengambilan uang muka secara
tertulis kepada PPK disertai dengan rencana penggunaan uang muka.
Fasilitas pemberian uang muka bersifat tidak wajib. Besaran uang muka
ditentukan dalam SSKK dan dibayar setelah Penyedia menyerahkan Jaminan
Uang Muka senilai uang muka yang diterima. Uang muka digunakan untuk
membiayai mobilisasi peralatan, personil, pembayaran uang tanda jadi
kepada pemasok bahan/material, dan persiapan teknis lain.
Pengembalian uang muka dapat dilakukan secara proporsional pada setiap
kali PPK membayar prestasi pekerjaan atau sesuai kesepakatan dalam
Kontrak. Pengembalian uang muka harus lunas paling lambat saat pekerjaan
selesai 100%.
e. Mobilisasi
Mobilisasi paling lambat harus sudah mulai dilaksanakan 30 hari kalender
sejak diterbitkan SPMK atau sesuai waktu yang ditetapkan dalam kontrak.
Pengaturan denda keterlambatan mobilisasi dituangkan dalam kontrak.
Mobilisasi dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.
Mobilisasi dilakukan sesuai dengan lingkup pekerjaan, meliputi:
1) mendatangkan bahan/material dan peralatan terkait yang diperlukan;
2) mendatangkan personil (tenaga ahli dan/atau tenaga pendukung);
3) mempersiapkan fasilitas seperti kantor, rumah, barak, laboratorium,
bengkel, gudang, dan sebagainya.

Subdit Litbang PDTT | 19


39 Dokumen-dokumen yang terkait dengan tahap persiapan pelaksanaan pekerjaan Dokumen tahap
konstruksi antara lain: persiapan
a. Berita Acara Peninjauan Lokasi Kerja (BAPLK); pelaksanaan
kontrak
b. SPMK dan tanda terima SPMK dari Penyedia;
c. Jadwal dan notulen rapat persiapan pelaksanaan kontrak;
d. RMPK;
e. Dokumen pembayaran dan jaminan uang muka;
f. Surat permohonan uang muka dari Penyedia;
g. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) pemberian uang muka;
h. Jaminan Uang Muka;
i. Kontrak dan adendumnya (jika ada);
j. Dokumen pelaksanaan mobilisasi;
k. Dan lain-lain.

40 Tahap persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi melibatkan PPK, Pengendali Pihak-pihak dalam
Pekerjaan (Direksi Lapangan atau Konsultan MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi persiapan
Teknis atau Konsultan Pengawas), dan Penyedia. Rangkaian tahapan persiapan pelaksanaan
pada pekerjaan konstruksi dapat dilihat pada Gambar 7. pekerjaan
konstruksi

Gambar 7. Posisi Tahap Persiapan Pada Pekerjaan Konstruksi

Subdit Litbang PDTT | 20


C.3.2. Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

41 Tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi mencakup: Tahap


pelaksanaan
a. Pemeriksaan Bersama (Mutual Check/MC-0)
pekerjaan
Pada tahap awal pelaksanaan kontrak, para pihak dapat bersama-sama konstruksi
melakukan pemeriksaan lokasi pekerjaan. Pemeriksaan bersama
dilaksanakan dengan cara melakukan pengukuran dan pemeriksaan detail
kondisi lapangan yang mencakup:
1) Pemeriksaan terhadap desain awal dilakukan untuk menilai
kesesuaian desain dengan kondisi lapangan;
2) Jika diperlukan penyesuaian terhadap desain, maka dilakukan reviu
desain; dan
3) Penyesuaian terhadap kuantitas (volume) awal berdasarkan reviu
desain yang dilakukan.
Untuk melakukan pemeriksaan bersama, PA/KPA dapat menetapkan tim
teknis dan PPK dapat menetapkan tim atau Tenaga Ahli.
Penyesuaian pada gambar desain dan volume awal harus dicantumkan
dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama dan selanjutnya dilakukan
perubahan/adendum kontrak.
b. Pengajuan Persyaratan untuk Memulai Kegiatan
Untuk memulai setiap kegiatan, Penyedia harus menyampaikan
permohonan izin memulai pekerjaan (Request of Work), dengan paling
sedikit melampirkan:
1) Gambar kerja (Shop Drawing);
2) Rencana Pelaksanaan Pekerjaan (Method Statement) yang meliputi
metode kerja, tenaga kerja yang dibutuhkan, peralatan yang
dibutuhkan, material yang digunakan, aspek Keselamatan Konstruksi
(mengacu pada analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja/K3 per
pekerjaan), dan jadwal mobilisasi tiap-tiap sumber daya.
Dalam metode kerja perlu disampaikan titik-titik tunggu (hold points)
terkait pengendalian mutu pekerjaan. Titik-titik tunggu ini perlu
dipantau dan diawasi, dan dilakukan pengujian jika diperlukan.
3) Rencana Pemeriksaan dan Pengujian (Inspection and Test Plan/ITP).
Jadwal pelaksanaan pemeriksaan bahan, material, serta titik tunggu
dimuat dalam metode kerja. Pemeriksaan terhadap persyaratan izin
untuk memulai pekerjaan dilakukan oleh Pengawas Pekerjaan
(Direksi Teknis/Konsultan Pengawas) untuk disampaikan kepada
Pengendali Pekerjaan (Direksi Lapangan/Konsultan MK) untuk
mendapatkan persetujuan. Apabila Pengendali Pekerjaan telah
menyetujui izin yang diajukan, Pengendali mengeluarkan surat
persetujuan memulai pekerjaan (approval of work).
c. Pengawasan Mutu Pekerjaan
Pengawasan mutu pekerjaan dilakukan melalui pemeriksaan dan
pengujian terkait metode kerja, tenaga kerja yang terlibat, peralatan yang

Subdit Litbang PDTT | 21


dibutuhkan, material yang digunakan, keselamatan konstruksi (mengacu
analisis K3 tiap pekerjaan), jadwal mobilisasi tiap-tiap sumber daya,
rencana pemeriksaan dan pengujian, dan hasil pekerjaan.
Pengawasan terhadap proses tiap kegiatan dilakukan berdasarkan
spesifikasi dan metode kerja yang diajukan, sedangkan pengawasan
terhadap hasil pekerjaan dilakukan berdasarkan spesifikasi.
Pemeriksaan dan pengujian berkala material dilakukan Penyedia sesuai
rencana pengujian pada dokumen ITP. Penyedia memastikan pengujian
berkala memenuhi persyaratan pada kontrak dan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Sementara, pemeriksaan hasil pekerjaan dilakukan Penyedia
pada setiap pekerjaan dan subpekerjaan, baik fisik maupun
administrasinya. Jika menurut Penyedia hasil pekerjaan sudah sesuai
spesifikasi, Penyedia mengajukan permohonan pemeriksaan kepada PPK.
Pengendalian ketidaksesuaian hasil pekerjaan dilakukan oleh Penyedia
dan Pengawas Pekerjaan.
d. Penerimaan dan Pembayaran Prestasi Pekerjaan
Penyedia mengajukan permohonan pembayaran prestasi pekerjaan secara
tertulis kepada PPK disertai laporan kemajuan output. Penerimaan hasil
pekerjaan dilakukan setelah seluruh ketentuan mutu pekerjaan dalam
Kontrak dipenuhi Penyedia.
Ketentuan pembayaran prestasi kerja adalah sebagai berikut:
1) pembayaran dilakukan dengan mengacu pada ketentuan dalam
Kontrak dan tidak melebihi kemajuan fisik yang telah dicapai dan
diterima PPK;
2) pembayaran dilakukan atas pekerjaan yang sudah terpasang tidak
termasuk material dan peralatan yang ada di lokasi kerja;
3) pembayaran dilakukan dengan sistem bulanan/termin/sekaligus
setelah kemajuan hasil pekerjaan dinyatakan diterima sesuai
ketentuan dalam SSKK;
4) pembayaran bulanan/termin dipotong angsuran uang muka, uang
retensi (untuk pekerjaan yang mensyaratkan masa pemeliharaan) dan
pajak. Untuk pembayaran terakhir dapat ditambahkan potongan denda
(jika ada); dan
5) untuk pekerjaan yang disubkontrakkan, permintaan pembayaran
dilengkapi bukti pembayaran kepada subpenyedia sesuai kemajuan
fisik pekerjaan.
Pembayaran prestasi pekerjaan memperhitungkan:
1) angsuran uang muka;
2) peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian permanen dari hasil
pekerjaan yang akan diserahterimakan yang sudah dibayar
sebelumnya;
3) denda (apabila ada);
4) pajak; dan/atau
5) uang retensi.
Subdit Litbang PDTT | 22
Pembayaran yang dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan adalah
sebagai berikut:
1) pembayaran yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih
dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia
menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.
2) Pembayaran untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang
yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi
pekerjaan, dan telah dicantumkan dalam Kontrak.
Persetujuan dokumen penagihan didahului dengan pemeriksaan mutu dan
volume hasil pekerjaan yang telah selesai dikerjakan. Jika hasil
pemeriksaan menunjukkan ketidaksesuaian spesifikasi dan volume yang
tertulis dalam dokumen penagihan, PPK berhak untuk tidak menyetujui
dokumen tersebut dan Penyedia wajib melakukan perbaikan terhadap hasil
pekerjaan maupun dokumen penagihannya.
Untuk kontrak dengan subkontrak, pembayaran harus dilengkapi bukti
pembayaran kepada seluruh subpenyedia sesuai dengan prestasi
pekerjaan.
e. Kontrak Kritis (penjelasan mengenai Show Cause Meeting)
Apabila dalam proses pelaksanaan pekerjaan Penyedia terlambat dalam
memenuhi jadwal pelaksanaan pekerjaan, PPK memberikan peringatan
tertulis (surat peringatan/SP) atau memberlakukan ketentuan Kontrak
kritis.
Penanganan Kontrak kritis dilakukan melalui rapat pembuktian (Show
Cause Meeting/SCM) I - III sesuai dengan tahapan/skenario sebagaimana
diatur dalam dokumen Kontrak. Pengawas, PPK, dan Penyedia wajib
menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai Penyedia dalam
periode waktu yang ditetapkan. Konsekuensi hasil rapat pembuktian
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak. Pemutusan kontrak
dilakukan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada alternatif penyelesaian
lain. Ketentuan kontrak kritis diilustrasikan dalam Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan dan Kontrak Kritis

Periode I Periode II Periode II


Rencana Fisik Pelaksanaan Rencana Fisik Pelaksanaan Rencana Fisik Pelaksanaan
0%-70% dari Kontrak 70%-100% dari Kontrak 70%-100% dari Kontrak

Selisih keterlambatan Selisih keterlambatan Selisih keterlambatan


realisasi fisik pelaksanaan realisasi fisik pelaksanaan realisasi fisik pelaksanaan
dengan rencana lebih dengan rencana lebih dengan rencana kurang
besar 10% besar 5% dari 5% dan akan
melampaui tahun
anggaran berjalan
01 02 03
Sumber: Disarikan dari Permen PUPR No. 14 Tahun 2020

Subdit Litbang PDTT | 23


42 Walaupun PPK dan Pengawas memperkirakan bahwa Penyedia akan gagal, Pemberian
namun jika PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK kesempatan
dapat memberikan kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan
pekerjaan, yang harus dimuat dalam adendum kontrak, dengan waktu
maksimum 50 hari kalender sejak masa pelaksanaan berakhir.

43 Dokumen-dokumen yang terkait dengan tahap pelaksanaan pekerjaan Dokumen


konstruksi antara lain: pelaksanaan
a. Berita Acara Pemeriksaan Bersama (Mutual Check/MC-0); pekerjaan
konstruksi
b. Formulir pengajuan izin memulai pekerjaan (request of work);
c. Persetujuan gambar kerja (shop drawing);
d. Rencana pelaksanaan pekerjaan (method statement);
e. Dokumen persetujuan material;
f. Surat Izin Laik Operasi (SILO);
g. Surat Izin Operator (SIO);
h. Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK);
i. Berita Acara Rapat Pemantauan;
j. Pernyataan tertulis keputusan pengawas;
k. Dokumen hasil pengawasan mutu;
l. Adendum Kontrak dan Berita Acara Negosisasi Teknis dan Harga (jika ada);
m. Laporan kemajuan hasil pekerjaan;
n. Jadwal dan notula rapat pemantauan pelaksanaan pekerjaan;
o. Daftar hasil pengawasan dan perbaikannya;
p. Surat Perintah Membayar (SPM);
q. dan lain-lain.

44 Kepala Satuan Kerja, PPK, Pengendali Pekerjaan (Direksi Lapangan/Konsultan Pihak yang terlibat
MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi Teknis/Konsultan Pengawas), dan Penyedia dalam
bertanggung jawab untuk menjamin dan mengendalikan mutu pekerjaan pelaksanaan
konstruksi. Rangkaian tahapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi diilustrasikan pekerjaan
pada Gambar 9 dan Gambar 10 berikut. konstruksi

Subdit Litbang PDTT | 24


Gambar 9. Tahap Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Subdit Litbang PDTT | 25


Gambar 10. Tahap Penerimaan dan Pembayaran Prestasi Pekerjaan pada Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

Sumber: Permen PUPR/PRT/M/2019 tentang Pedoman SMKK

Subdit Litbang PDTT | 26


Perubahan pekerjaan

45 Apabila terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan Perubahan
dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak, PPK pekerjaan
bersama Penyedia dapat melakukan perubahan pekerjaan yang meliputi:
a. volume pekerjaan;
b. jenis pekerjaan;
c. spesifikasi teknis dan/atau gambar pekerjaan; dan/atau
d. jadwal pelaksanaan pekerjaan.
Apabila hal sebaliknya yang terjadi, namun PPK memerintahkan adanya
perubahan, PPK maupun Penyedia tidak boleh melakukan perubahan terkait
volume pekerjaan (perubahan terbatas pada jenis pekerjaan, spesifikasi teknis
dan/atau gambar, dan/atau jadwal).

46 Perintah perubahan pekerjaan harus dibuat secara tertulis oleh PPK kepada Perintah
Penyedia, dan dilanjutkan dengan negosiasi teknis dan harga dengan mengacu perubahan
pada ketentuan kontrak awal. Hasil negosiasi dituangkan dalam BA Negosiasi pekerjaan secara
sebagai dasar penyusunan adendum kontrak. tertulis

47 Dalam hal perubahan pekerjaan mengakibatkan penambahan harga kontrak, Batas maksimum
perubahan harga dilakukan dengan ketentuan penambahan harga kontrak akhir penambahan
tidak melebihi 10% dari harga awal kontrak dan tersedianya anggaran. harga

Perubahan jadwal pelaksanaan dan/atau masa pelaksanaan

48 Perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh: Penyebab


perubahan jadwal
a. perubahan pekerjaan;
pelaksanaan
b. perpanjangan masa pelaksanaan; dan/atau pekerjaan
c. peristiwa kompensasi.

49 Perpanjangan masa pelaksanaan kontrak pada hakikatnya hanya dapat Pertimbangan


diberikan apabila ada perubahan dari pihak Pengguna Jasa dan keadaan di luar perpanjangan
kendali Penyedia. PPK dapat memberikan perpanjangan masa pelaksanaan masa pelaksanaan
kontrak atas pertimbangan yang layak dan wajar untuk hal-hal berikut: kontrak
a. perubahan pekerjaan;
b. peristiwa kompensasi; dan
c. keadaan kahar.
Diluar hal-hal tersebut, apabila terjadi penundaan penyelesaian pekerjaan, PPK
harus mengenakan denda kepada Penyedia sesuai ketentuan yang berlaku.

50 PPK dapat memberikan fasilitas peristiwa kompensasi kepada Penyedia, Peristiwa


dengan ketentuan sebagai berikut: kompensasi

a. PPK mengubah jadwal pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan


pekerjaan;
b. Keterlambatan pembayaran kepada Penyedia;
Subdit Litbang PDTT | 27
c. PPK tidak memberikan gambar-gambar spesifikasi dan/atau instruksi
sesuai jadwal;
d. Penyedia belum bisa masuk ke lokasi kerja sesuai jadwal;
e. PPK menginstruksikan kepada pihak Penyedia untuk melakukan pengujian
tambahan yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan
kerusakan/kegagalan/penyimpangan;
f. PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan;
g. PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi tertentu yang tidak dapat
diduga sebelumnya dan disebabkan/tidak disebabkan oleh PPK; dan
h. Ketentuan lain dalam SSKK.
51 PPK dapat memberikan ganti rugi dan/atau perpanjangan waktu kepada Ganti rugi dan
Penyedia atas peristiwa kompensasi di atas, namun hanya apabila Penyedia perpanjangan
dapat menunjukkan data mengenai kerugian nyata yang dialaminya dan waktu kepada
Penyedia telah memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi dampak Penyedia
peristiwa kompensasi sebelumnya.

52 Penyedia wajib untuk menyampaikan peringatan sedini mungkin kepada Peringatan dini
Pengawas Pekerjaan atas peristiwa yang mungkin berdampak pada penundaan
penyelesaian pekerjaan. Penyedia dan Pengawas Pekerjaan wajib bekerja
sama untuk mencegah atau mengurangi dampak penundaan. Jika Penyedia lalai
untuk memberikan peringatan dini atas keterlambatan atau tidak dapat bekerja
sama untuk mencegah keterlambatan sesegera mungkin, keterlambatan ini
tidak dapat dijadikan alasan untuk memperpanjang tanggal penyelesaian
pekerjaan.

53 Permintaan perpanjangan masa pelaksanaan harus disampaikan secara Pengajuan


tertulis oleh Penyedia (dengan didukung oleh data dan bukti). PPK dengan perpanjangan
pertimbangan dari Pengawas Pekerjaan dapat memberikan persetujuan masa pelaksanaan
perpanjangan masa pelaksanaan setelah melakukan penelitian atas kontrak
permintaan Penyedia.

54 Perpres No. 16 Tahun 2018 menyatakan keadaan kahar sebagai suatu keadaan Keadaan kahar
yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat
diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi. Keadaan kahar tidak terbatas pada bencana alam,
bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, cuaca ekstrim, dan
gangguan industri lainnya.

55 PPK atau Penyedia wajib memberitahukan secara tertulis kepada salah satu Kewajiban
pihak tentang terjadinya keadaan kahar maksimum 14 hari kalender setelah menyampaikan
keadaan kahar, dengan disertai bukti dan hasil identifikasi kewajiban dan keadaan kahar
kinerja yang terhambat. Bukti keadaan kahar dapat berupa pernyataan resmi
instansi berwenang atau foto/video yang telah diverifikasi kebenarannya.

56 Dalam keadaan kahar, PPK dapat: Tindakan PPK


dalam keadaan
a. tetap melaksanakan kontrak. Jika PPK memerintahkan Penyedia secara
kahar
tertulis untuk tetap melaksanakan pekerjaan, Penyedia berhak untuk

Subdit Litbang PDTT | 28


mendapatkan penggantian biaya yang wajar sesuai dengan kondisi (melalui
adendum);
b. menghentikan kontrak secara sementara, kemudian memperpanjang masa
pelaksanaan kontrak melalui adendum (minimum sama dengan jangka
waktu terhentinya kontrak karena keadaan kahar, perpanjangan waktu
dapat melewati tahun anggaran);
c. menghentikan kontrak secara permanen, di mana PPK wajib membayar
Penyedia sesuai dengan kemajuan hasil pekerjaan dan dilakukan
pemeriksaan bersama untuk memverifikasinya.

57 Seluruh perubahan masa pelaksanaan kontrak harus melalui proses adendum Dokumen
kontrak dengan didukung dokumen-dokumen antara lain: pendukung
perubahan masa
a. Surat peringatan Kontrak kritis (I – III);
pelaksanaan
b. Berita Acara SCM; kontrak
c. Surat permintaan perpanjangan masa pelaksanaan kontrak;
d. Hasil penelitian atas permintaan perpanjangan masa pelaksanaan kontrak;
e. Surat peringatan dini;
f. Bukti kerugian nyata dan perhitungan kompensasi;
g. Surat pemberitahuan keadaan kahar; dan
h. Pernyataan pemerintah tentang keadaan kahar, foto, video keadaan kahar.

58 Semua perubahan harus didahului dengan adendum kontrak, yang menjadi Adendum kontrak
dasar sah pelaksanaan setiap item pekerjaan. Perubahan kontrak (adendum)
dapat dilakukan berkali-kali sesuai kebutuhan, namun hal ini dapat menjadi
sinyal mengenai ketidakcermatan dalam perencanaan. Keseluruhan kondisi
yang mempengaruhi perubahan kontrak dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Gambar 11. Adendum Kontrak

Perubahan Pekerjaan Perubahan Harga Kontrak


01 Dilakukan apabila:
1. Terdapat perbedaan kondisi lokasi 02 Dapat diakibatkan oleh:
1. Perubahan pekerjaan
pekerjaan dengan gambar dan/atau 2. Penyesuaian harga dan/atau
spesifikasi dalam kontrak 3. Peristiwa kompensasi
2. Tidak terjadi perubahan kondisi
lapangan, namun ada perintah dari PPK
Perubahan Administrasi
Perubahan Jadwal Pelaksanaan
Dilakukan apabila terjadi:
04 Dapat diakibatkan oleh:
1. Pergantian PPK
2. Perubahan nomor rekening
03 1. Perubahan pekerjaan
2. Peristiwa kompensasi dan/atau
3. Dan lain-lain

3. Perpanjangan masa pelaksanaan


Perubahan Personel Manajerial/Peralatan
Perpanjangan Masa Pelaksanaan
Dilakukan apabila terjadi: 05 Utama
Dapat diakibatkan oleh:
1. Perubahan pekerjaan 1. Ketidakmampuan personel manajerial
2. Peristiwa kompensasi dan/atau melakukan pekerjaan dengan baik, mengabaikan
3. Keadaan kahar SMKK
2. Peralatan utama tidak berfungsi sesuai
spesifikasi dan/atau tidak sesuai peraturan
Subdit Litbang PDTT | 29
Sumber: Disarikan dari Permen PUPR No.14 Tahun 2020
C.3.3. Penyelesaian Pekerjaan Konstruksi

59 Tahap penyelesaian pekerjaan konstruksi mencakup: Tahap


Penyelesaian
a. Serah Terima Pertama Pekerjaan (Provisional Hand Over/PHO)
Pekerjaan
Serah terima pekerjaan adalah kegiatan penyerahan pekerjaan yang telah
selesai 100% dari Penyedia kepada Pengguna Jasa dalam kondisi dan
standar sebagaimana disyaratkan dalam kontrak berdasarkan
rekomendasi dari Pengendali Pekerjaan yang disampaikan kepada PPK.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses Serah Terima Pertama
Pekerjaan adalah:
1) Pengujian Akhir Pekerjaan (Test on Completion)
Dalam rangka menerima hasil pekerjaan, PPK memerintahkan
Pengawas Pekerjaan untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian
terhadap hasil pekerjaan. Kegiatan yang harus dilakukan Pengawas
Pekerjaan dalam pengujian akhir pekerjaan adalah:
- mengecek kesesuaian kinerja secara keseluruhan dari pekerjaan
final dengan persyaratan dalam kontrak maupun kesesuaian
maksud dari desain/gambar;
- menguji sampel secara random;
- mengevaluasi semua dokumen terlaksana (as-built drawing);
- mengevaluasi dokumentasi penjaminan mutu Penyedia untuk
memastikan seluruh pekerjaan telah selesai sesuai dengan
persyaratan pekerjaan dan seluruh ketidaksesuaian telah
diselesaikan.
2) Rencana Pemeliharaan
Penyedia menjaga hasil pekerjaan selama masa pemeliharaan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan dalam kontrak. Penyedia
menyerahkan rencana pemeliharaan yang setidaknya mencakup:
- Pemeriksaan, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan
apakah komponen/item/fungsi hasil pekerjaan masih sesuai
dengan spesifikasi.
- Pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan, yaitu kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan suatu
komponen/item/fungsi hasil pekerjaan.
3) Penerbitan BAST Pertama Pekerjaan
Penyedia mengajukan permohonan BAST Pekerjaan kepada
Pengawas Pekerjaan. Kemudian Pengawas Pekerjaan memastikan
bahwa Penyedia telah menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan
(misal manual operasi dan pemeliharaan) serta melakukan
pengujian terhadap hasil pekerjaan sesuai dengan persyaratan
dalam kontrak (misal pengujian terhadap mutu dan fungsi).
Pengawas Pekerjaan melaporkan hasil pemeriksaannya kepada

Subdit Litbang PDTT | 30


PPK. Kemudian PPK memeriksa hasil pekerjaan sebelum
menandatangani BAST Pekerjaan.
b. Pemeliharaan Hasil Pekerjaan
Masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen adalah
selama enam bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen selama
tiga bulan dan dapat melampaui tahun anggaran. Setelah tahap PHO, PPK
melakukan pembayaran sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus)
dari harga kontrak, sedangkan yang 5% (lima perseratus) merupakan
retensi selama masa pemeliharaan (jaminan pemeliharaan).
c. Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over/FHO)
Setelah masa pemeliharaan berakhir, Penyedia menyampaikan laporan
pemeliharaan serta mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PPK untuk penyerahan akhir. Dalam rangka menerima hasil pekerjaan,
PPK memerintahkan Pengawas Pekerjaan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap hasil pekerjaan pemeliharaan.
Permohonan pengajuan penerimaan hasil akhir pekerjaan dilaksanakan
sesuai prosedur dan mengisi form sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam
rangka pelaksanaan FHO, Penyedia harus menyerahkan seluruh
dokumentasi terlaksana (As-Built Document) pelaksanaan pekerjaan.

60 Dokumen-dokumen yang terkait dengan tahap penyelesaian pekerjaan Dokumen


konstruksi antara lain: penyelesaian
pekerjaan
a. BAST Penyerahan Pertama Pekerjaan (PHO);
konstruksi
b. SPP;
c. SPM;
d. BAST Akhir Pekerjaan;
e. Dokumen pembayaran retensi/pengembalian jaminan pemeliharaan;
f. Adendum penyesuaian harga (jika ada);
g. Adendum Kontrak (jika ada);
h. Surat pemutusan Kontrak (jika ada);
i. Dan lain-lain.

61 Selain itu, dalam rangka pelaksanaan FHO, Penyedia harus menyerahkan Dokumentasi
seluruh dokumentasi terlaksana (As-Built Document) pelaksanaan pekerjaan pekerjaan dalam
yang mencakup paling sedikit dokumen sebagai berikut: rangka FHO
a. Dokumen terkait dengan mutu:
1) Laporan Uji Mutu dibuat oleh pengendali mutu;
2) Job mix design dan dan job mix formula;1
3) Uji mutu material;
4) Dokumen penjaminan mutu dan pengendalian mutu; serta

1
Job mix design diperlukan untuk menentukan layak tidaknya rencana campuran, misal dalam rangka pembuatan beton, digunakan. Sementara, job mix formula
merupakan proses pembuatan campuran dengan menggunakan hasil dari job mix design.
Subdit Litbang PDTT | 31
5) Dokumen terkait penghitungan kuantitas/volume yang disiapkan
oleh Direksi Teknis/Konsultan Pengawas.
b. Dokumen administrasi
1) Kontrak dan dokumen perubahannya, yang meliputi Contract Change
Order (CCO)/adendum, justifikasi teknis, reviu desain, new design,
penawaran item pekerjaan baru, dokumen pengadaan, spesifikasi
teknis, Show Cause Meeting, Pre-Construction Meeting, jaminan
penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan.
2) Dokumen kontrak lainnya;
3) Dokumen terkait dengan pelaksanaan kontrak;
4) Dokumen Pembayaran, yang meliputi SP2D, laporan kemajuan
pekerjaan/Mutual Check (MC) 0 s.d. MC 100, back up data kuantitas
dan kualitas;
5) Dokumen perhitungan penyesuaian harga;
6) Berita Acara Pemeriksaan oleh institusi/lembaga pemeriksa;
7) Laporan ketidaksesuaian dan tindak lanjut (status harus diatasi);
8) Foto-foto pelaksanaan (0% sebelum pelaksanaan, sedang
dilaksanakan, dan 100% telah dilaksanakan); dan
9) Gambar terlaksana (As-Built Drawing).
c. Dokumen-dokumen lainnya, meliputi:
1) Laporan pengelolaan lingkungan;
2) Laporan pelaksanaan keselamatan konstruksi; dan
3) Laporan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.
d. Dokumen pengoperasian dan pemeliharaan berupa manual/pedoman
pengoperasian dan perawatan/pemeliharaan.

Rangkaian tahap penyelesaian pekerjaan konstruksi dapat dilihat pada Gambar


12 berikut.

Subdit Litbang PDTT | 32


Gambar 12. Tahap Penyelesaian Pekerjaan Konstruksi (Termasuk Pemeliharaan)

Sumber: Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman SMKK

62 Dari seluruh rangkaian tahap pekerjaan konstruksi, kontrak dapat dihentikan, Penghentian,
diputus, atau diakhiri dengan kondisi sebagaimana tercermin pada Gambar 13 pemutusan, dan
berikut. pengakhiran
pekerjaan
konstruksi

Gambar 13. Penghentian, Pemutusan, dan Pengakhiran Pekerjaan Konstruksi

PENGHENTIAN KONTRAK PEMUTUSAN KONTRAK PENGAKHIRAN KONTRAK


• Keadaan kahar • Dilakukan oleh PPK atau Penyedia • Pekerjaan telah selesai
• Bersifat: 14 hari kalender setelah • Hal dan kewajiban para
a. Sementara hingga keadaan pemberitahuan rencana pihak sudah terpenuhi
kahar berakhir, atau Pemutusan kontrak secara tertulis
b. Permanen apabila akibat • Apabila pemutusan dilakukan oleh
keadaan kahar tidak salah satu pihak, maka PPK
memungkinkan membayar Penyedia sesuai
diselesaikannya pekerjaan capaian prestasi pekerjaan
dikurangi denda (apabila ada), dan
Penyedia menyerahkan semua
hasil pelaksanaan kepada PPK

Sumber : Disarikan dari Permen PUPR No. 14 Tahun 2020

Subdit Litbang PDTT | 33


BAB 3
RISIKO DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar

01 Manajemen risiko, termasuk di dalamnya membangun pengendalian intern Kewajiban Pengguna


yang efektif, sejatinya merupakan tanggung jawab Pengguna Jasa. Oleh Jasa mengendalikan
karena itu, bab ini secara khusus menguraikan risiko terkait pelaksanaan dan mengawasi
pekerjaan konstruksi dan upaya-upaya pengendalian intern yang dibangun pekerjaan
oleh Pemerintah melalui peraturan-peraturan terkait. Dengan terlebih konstruksi
dahulu memahami proses manajemen risiko di entitas, Pemeriksa akan lebih
mudah untuk melaksanakan pemeriksaan. Bab ini akan membantu
Pemeriksa untuk memahami kewajiban-kewajiban Pengguna Jasa dalam
mengendalikan dan mengawasi pekerjaan konstruksi agar mencapai tepat
mutu, volume, dan waktu.

Three Lines Model

02 Konsep three lines model merupakan bentuk koordinasi manajemen risiko Three lines model
dari suatu organisasi yang membagi fungsi-fungsi dalam sebuah organisasi sebagai bentuk
menjadi model tiga lini untuk menghadapi risiko. Model tiga lini ini bekerja koordinasi
beriringan untuk memastikan efektivitas pengendalian intern dalam manajemen risiko
memitigasi seluruh risiko yang mucul dan mungkin akan muncul di kemudian
hari. Gambar 14 menunjukkan skema dari konsep Three Lines Model dari The
Institute of Internal Auditors (IIA).
Gambar 14. Three Lines Model

Sumber: The IIA’s Three Lines Model, IIA

Subdit Litbang PDTT | 34


03 Peran Manajemen pada Lini Pertama dan Kedua Lini pertama dan
kedua
Lini pertama adalah manajemen yang secara langsung bersentuhan dengan
pemberian jasa/produk. Dengan demikian, lini pertama merupakan pemilik
risiko langsung. Lini pertama adalah pihak yang paling memahami risiko yang
dihadapi dan mereka juga memiliki gambaran mengenai solusi-solusi
pengendalian yang dapat diterapkan. Dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, lini pertama dipegang oleh PPK dan jajarannya.
Sementara, lini kedua memberikan bantuan terkait pengelolaan risiko. Lini
kedua dapat berfokus pada tujuan manajemen risiko yang spesifik, misalnya
terkait kepatuhan kepada hukum, peraturan, perilaku etis, pengendalian
intern, dll. Lini kedua akan memberikan keahlian pelengkap, dukungan,
pemantauan, dan kritik kepada manajemen di lini pertama. Dalam bagan
organisasi Pengguna Jasa di Kementerian PUPR sebagaimana disajikan pada
Bab 2, Dirjen Bina Konstruksi berperan sebagai lini kedua. Selain itu, sebagai
informasi, KemenPUPR juga sudah memiliki Unit Kepatuhan Internal. Pada
tingkat daerah, lini kedua memang belum lazim dilaksanakan. Namun sebagai
bentuk mitigasi risiko, Dinas PU dapat memberikan pendampingan pada
pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan oleh perangkat daerah
lainnya.

B. Risiko dan Pengendalian Intern Pekerjaan Konstruksi

B.1 Risiko pada tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi

04 Dalam tahap pelaksanaan pekerjaan, Pengguna Jasa menghadapi berbagai Risko dalam
risiko yang dapat menghambat penyelesaian pekerjaan, atau seandainya pelaksanaan
dapat diselesaikan dengan tepat waktu, risiko terkait mutu, dan volume pekerjaan
terpasang menjadi isu yang harus diselesaikan oleh Pengguna Jasa. Untuk konstruksi
memudahkan, bab ini membagi risiko yang dihadapi Pengguna Jasa
berdasarkan sumber, yaitu internal dan eksternal.

05 Risiko internal yang dihadapi Pengguna Jasa pada pelaksanaan pekerjaan Risiko internal
kontrak konstruksi diantaranya:
a. PPK tidak memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan/atau
keahlian yang dibutuhkan. Contoh: PPK pembangunan madrasah dijabat
oleh Sarjana Agama, bukan Sarjana Teknik.
b. Jumlah atau rasio PPK tidak sebanding dengan jumlah pekerjaan
konstruksi yang ditangani dalam rentang waktu tertentu.
Contoh: satu PPK menangani puluhan atau bahkan ratusan proyek
dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda dan tersebar
lokasinya.
c. Tidak tersedianya (atau tidak handalnya) kebijakan/sistem dan prosedur
entitas untuk mengelola keseluruhan kegiatan konstruksi.

Subdit Litbang PDTT | 35


Contoh: PPHP tidak mengetahui dokumen administrasi seperti apa yang
harus diperiksa dan bagaimana cara memeriksanya karena tidak ada
Prosedur Operasi Standar yang mengatur hal tersebut.

06 Sementara, risiko eksternal dapat berasal dari: Risiko eksternal


a. pihak Konsultan, misalnya kompetensi Konsultan;
b. pihak Penyedia, misalnya kualitas dan ketersediaan bahan, peralatan,
serta kehandalan program mutu dari Penyedia;
c. alam dan nonalam, yaitu risiko yang dikaitkan dengan kondisi alam yang
dapat berpengaruh pada rencana pekerjaan konstruksi, seperti cuaca
buruk, gempa bumi, erupsi gunung api, wabah, dan lain-lain. Musim
penghujan yang berlangsung terus-menerus bisa berdampak pada
terhambatnya pelaksanaan pekerjaan konstruksi, ditambah apabila
ternyata studi awal tentang tanah tidak dilakukan, menyebabkan
Pengguna Jasa dan Penyedia baru mengetahui kondisi tanah yang tidak
stabil karena dipicu hujan yang terus menerus. Kejadian-kejadian alam
ini juga dapat berdampak pada terganggunya rantai pasok bahan baku,
tenaga kerja, dan lain-lain; dan
d. masyarakat, misalnya terjadi penolakan dari masyarakat sekitar atas
kegiatan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penolakan dari
masyarakat menjadi hal yang cukup sulit untuk diprediksi, bahkan bisa
terjadi pada saat kegiatan sudah berlangsung.

07 Risiko di atas hanyalah sebagian kecil dari risiko yang dihadapi Pengguna Semakin banyak
Jasa. Semakin banyak Pengguna Jasa dapat mengidentifikasi risiko yang risiko teridentifikasi,
mereka hadapi, semakin mudah mereka mengelola segala ketidaktepatan semakin mudah
terkait mutu, volume, dan waktu. pengelolaannya

08 Selain itu, terdapat juga risiko kecurangan yang bersifat universal, yang dapat Risiko kecurangan
terjadi di mana saja, yang tentunya juga harus diidentifikasi Pengguna Jasa. sebagai risiko
universal

B.2 Pengendalian Intern pada tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi

09 PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Definisi dan tujuan
mendefinisikan sistem pengendalian intern (SPI) sebagai proses yang SPI
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai yang bertujuan untuk:
a. memberikan keyakinan yang memadai atas terciptanya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien;
b. keandalan pelaporan keuangan;
c. pengamanan aset negara; dan
d. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Subdit Litbang PDTT | 36


10 PP No. 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa penyelenggaraan SPI bersifat Kewajiban
wajib. Peraturan tersebut menyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan menyelenggarakan
keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, SPI
Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah dengan
berpedoman pada PP No. 60 Tahun 2008.

11 Unsur SPIP mencakup: Unsur SPIP

a. Lingkungan pengendalian, yaitu kondisi dalam instansi pemerintah yang


mempengaruhi efektivitas pengendalian intern.
b. Penilaian risiko yang terdiri dari identifikasi dan analisis risiko.
c. Kegiatan pengendalian diselenggarakan sesuai dengan ukuran,
kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang
bersangkutan.
d. Informasi dan komunikasi diidentifikasi, dicatat, dan dikomunikasikan
dalam bentuk dan waktu yang tepat.
e. Pemantauan pengendalian intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil
audit dan reviu lainnya.

B.2.1. Lingkungan pengendalian

12 Lingkungan pengendalian yang positif dapat diwujudkan dengan adanya Lingkungan


komitmen pimpinan dalam pemilihan tim/personel penyelenggara konstruksi pengendalian dalam
yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai atau telah memperoleh pekerjaan
pelatihan yang memadai; menyiapkan jumlah PPK yang memadai seiring konstruksi
dengan jumlah pekerjaan yang ditangani. Selain itu, lingkungan pengendalian
juga dapat diwujudkan dengan menciptakan budaya yang baik melalui
penerapan aturan, penegakan disiplin, serta pembagian tugas dan wewenang
yang jelas dalam struktur penyelenggara konstruksi; atau dengan
pembentukan/penunjukan tim teknis yang dibutuhkan untuk mendukung
tugas-tugas pelaksanaan konstruksi.
Contoh:
Dalam praktik di lapangan masih terdapat PPK yang tidak memiliki latar
belakang keilmuan/teknis/pengetahuan dan pengalaman terkait pekerjaan
konstruksi yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Misalnya,
seorang dokter yang menjadi PPK pembangunan Rumah Sakit pada Dinas
Kesehatan.
Untuk mengendalikan risiko dalam pekerjaan konstruksi, PPK tersebut dapat
membentuk tim teknis untuk membantu dalam pengawasan pekerjaan dan
juga menugaskan Konsultan Pengawas untuk mengawasi jalannya pekerjaan
konstruksi dan memastikan bahwa spesifikasi dan pengujian yang dilakukan
Penyedia sudah sesuai dengan kontrak beserta adendumnya. Di samping itu,
untuk menjamin bahwa Konsultan menjalankan tugas dan kewajibannya
Subdit Litbang PDTT | 37
dengan benar serta mendukung peran PPK tersebut, perangkat daerah
bidang teknis (Dinas PU, misalnya) dapat dilibatkan untuk melakukan
pendampingan sejak perencanaan kegiatan sampai dengan serah terima
hasil pekerjaan konstruksi.

13 Berdasarkan Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Kualifikasi PPK
Peraturan LKPP No. 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa,
disebutkan bahwa persyaratan untuk menjadi PPK diantaranya:
a. menandatangani Pakta Integritas;
b. memiliki sertifikat kompetensi di bidang PBJ;
c. berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara;
d. memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dengan
pekerjaan; dan
e. memiliki kompetensi teknis pada bidang masing-masing sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

B.2.2. Penilaian risiko

14 Setelah mengidentifikasi risiko-risiko signifikan yang dapat menghambat Penilaian risiko


pencapaian ketepatan mutu, volume, dan waktu, Pengguna Jasa harus
melakukan penilaian atas kecenderungan keterjadian (frekuensi) serta
dampak dari terjadinya risiko-risiko tersebut (impact). Contoh pengukuran
kecenderungan terjadinya risiko dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tabel Kecenderungan Risiko

Skala Kecenderungan Frekuensi Kejadian

1 Sangat jarang 1 kali dalam 2 tahun

2 Jarang 1 kali dalam 1 tahun

3 Kadang 1 kali dalam 6 bulan

4 Sering 1 kali dalam 3 bulan.

5 Sangat sering 1 kali dalam 1 bulan

15 Dampak merupakan konsekuensi dari terjadinya risiko, baik pada aspek Dampak risiko
finansial, reputasi, capaian kinerja, maupun tuntutan hukum. Pekerjaan
konstruksi yang tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan dapat membawa
berbagai dampak, mulai dari pemborosan karena keterlambatan pekerjaan
atau perbedaan spesifikasi sampai dengan tuntutan hukum.

16 Pengguna Jasa melakukan analisis risiko untuk mengetahui profil dan peta Analisis risiko oleh
risiko yang ada dan menggunakannya dalam proses evaluasi dan menyusun Pengguna Jasa
strategi pengelolaan risiko. Contoh matriks penilaian risiko pada Tabel 2.

Subdit Litbang PDTT | 38


Tabel 2. Matriks Risiko

Frekuensi Dampak
Kejadian
Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar
Sangat sering H H E E E
Sering M H H E E
Kadang L M H E E
Jarang L L M H E
Sangat jarang L L M H H

Keterangan : L: Low risk M: Moderate risk H: High risk E : Extreme risk

17 Hasil identifikasi dan penilaian risiko diwujudkan dalam risk register yang Risk register
memuat identifikasi seluruh jenis risiko, peluang, dan dampak bila risiko-
risiko tersebut terjadi. Sebagai contoh, Permen PUPR No. 20/PRT/M/2018
menyatakan pimpinan unit organisasi sampai level balai (Unit Pelaksana
teknis/UPT) dan satuan kerja pada Kementerian PUPR bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan manajemen risiko, termasuk di dalamnya
memutakhirkan risk register yang dibuat.

18 Berdasarkan hasil penilaian risiko, Pengguna Jasa menerapkan Penilaian risiko dan
pengendalian pada area-area yang berisiko tinggi terhadap pencapaian kegiatan
tujuan kegiatan konstruksi. Area berisiko yang harus mendapat perhatian pengendalian
bukan hanya pada kegiatan di mana sering terjadi permasalahan yang konstruksi
berdampak sangat besar/besar. Kegiatan yang jarang ditemukan
permasalahan tetapi memiliki konsekuensi besar, atau kegiatan dengan
banyak permasalahan tetapi memiliki konsekuensi kecil pun, harus
mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait.

19 Tanggung jawab untuk mengelola risiko pelaksanaan pekerjaan konstruksi Tanggung jawab
agar memenuhi tepat mutu, volume, dan waktu sepenuhnya berada di Pengguna Jasa
Pengguna Jasa. Selain itu, Pengguna Jasa harus memastikan bahwa dalam mengelola
Penyedia melaksanakan pekerjaannya dengan memenuhi seluruh peraturan risiko
yang berlaku (kepatuhan terhadap aturan) agar mencapai tepat mutu,
volume, dan waktu. Namun sebelum itu, manajemen harus memastikan
bahwa pekerjaan-pekerjaan konstruksi tersebut memang menghasilkan
output berupa bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya (eksistensi).
Dengan demikian, aspek keberadaan menjadi hal pertama yang merupakan
output dari suatu pelaksanaan kontrak konstruksi.

B.2.3. Kegiatan pengendalian

20 Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, SPI dalam tahap pelaksanaan Kegiatan
pekerjaan diarahkan pada pencapaian ketepatan mutu, volume, dan waktu. pengendalian
Para pihak melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kontrak
baik secara langsung atau melalui pihak lain yang ditunjuk.

Subdit Litbang PDTT | 39


Kegiatan pengendalian diwujudkan dalam rencana mutu dan pengawasan,
pemeriksaan, serta pengujian sejak awal mulainya pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai dengan FHO.

B.2.3.1. Pengendalian Mutu

21 Mutu adalah kesesuaian antara hasil pekerjaan dengan spesifikasi teknis dan Pengertian mutu
persyaratan lainnya dari Pengguna Jasa dalam lingkup biaya dan waktu yang
telah ditentukan.

22 Pengendalian mutu antara lain bertujuan untuk menjamin bahwa hasil Tujuan pengendalian
pekerjaan konstruksi memenuhi: mutu

a. syarat umum kontrak;


b. spesifikasi/syarat-syarat teknis;
c. gambar rencana/desain; dan
d. umur rencana.

23 Berdasarkan Modul Pengendalian Pengawasan Pada Persiapan Pelaksanaan Jenis pengendalian


Pekerjaan Konstruksi (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan mutu
Konstruksi, 2017) terdapat tiga jenis pengendalian mutu, yaitu:
a. Pengendalian mutu bahan baku, seperti: tanah, batu, semen;
b. Pengendalian mutu bahan olahan, seperti batu pecah hasil stone
crasher, adukan aspal semen, adukan beton K-350, dll; dan
c. Pengendalian mutu hasil pekerjaan, seperti timbunan tanah, beton
struktur, dll.

24 Pengendalian mutu konstruksi pada dasarnya dilakukan pada tiga tahapan, Waktu pengendalian
yaitu: mutu

a. Pada saat perencanaan, dhi. pada saat mendesain sehingga konstruksi


memenuhi kebutuhan dan tujuan pengadaannya;
b. Pada saat pelaksanaan dengan terus memperhatikan faktor-faktor yang
signifikan mempengaruhi keberhasilan pembangunan konstruksi; dan
c. Pada saat ditemukan adanya ketidaksesuaian antara kondisi di lapangan
dengan kondisi standar sehingga perlu segera dilakukan langkah
peningkatan kualitas, baik berupa penyesuaian maupun perbaikan.

25 Pengendalian mutu diselenggarakan dengan bentuk sebagai berikut: Bentuk


pengendalian mutu
a. Studi dan analisis, yaitu dengan meneliti dan menetapkan kualitas bahan
yang digunakan, metode kerja, peralatan, dan syarat teknis.
b. Pengawasan pelaksanaan, yaitu dengan mengawasi jalannya
pelaksanaan pekerjaan sesuai metode kerja dan syarat teknis yang
ditentukan.

Subdit Litbang PDTT | 40


c. Pemeriksaan/inspeksi, yaitu dengan melakukan pengujian sampel dan
membuat kesimpulan berdasar hasil pengujian.
Bentuk pemeriksaan/inspeksi diantaranya adalah mengevaluasi kondisi
material maupun proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dalam
pemeriksaan bisa jadi dilakukan pengujian. Pengujian dibedakan
menjadi dua, yaitu pengujian laboratorium dan lapangan. Sementara,
cara menguji dibedakan menjadi dua, yaitu:
• non-destructive test (pengujian tidak merusak)
• destructive test (pengujian yang merusak).
Objek pengujian juga dibagi menjadi dua, yaitu material (misal baja,
beton, plastik, dan lain-lain) serta struktur sistem (apabila sudah
menjadi satu kesatuan dan tidak dapat lagi diuji per material
pembentuk). Semua hal terkait pengujian (jenis, cara, objek, dan waktu)
dimuat dalam kontrak dan menjadi salah satu alat pengendalian mutu.
d. Tindak lanjut, yaitu dengan membuat rekomendasi untuk pekerjaan yang
memenuhi syarat dan mengadakan survei untuk pekerjaan yang tidak
memenuhi persyaratan.

26 Teknik pengendalian mutu mencakup: Teknik pengendalian


mutu
a. pengambilan sampel;
b. frekuensi pengujian;
c. waktu pengujian;
d. metode uji;
e. metode evaluasi; dan
f. interpretasi hasil pengujian.

27 Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) merupakan dokumen RMPK sebagai alat
perencanaan kegiatan penjaminan dan pengendalian mutu yang disusun oleh pengendalian mutu
Penyedia dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi. Dokumen ini menjadi
acuan kegiatan pengawasan mutu pekerjaan konstruksi. RMPK bersifat
dinamis, dapat disesuaikan dengan lingkup pekerjaan dan metode
pelaksanaan dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah penyusunannya, di
mana setiap pemutakhirannya harus mendapatkan persetujuan dari kedua
belah pihak, dan setelah melalui adendum kontrak.

28 Komponen RMPK adalah sebagai berikut: Komponen RMPK

a. Struktur Organisasi Penyedia Jasa


Struktur organisasi termasuk menjelaskan kualifikasi, kompetensi, dan
tanggung jawab masing-masing bagian termasuk juga pada organisasi
Sub-Penyedia (apabila menggunakan).

Subdit Litbang PDTT | 41


b. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Jadwal berisi milestone setiap tahapan pekerjaan mulai tahap
persiapan sampai dengan penyelesaian.
c. Gambar Desain (Detail Engineering Design/ DED) dan Spesifikasi Teknis
Gambar desain (Detail Engineering Design/DED) merupakan gambar
yang telah disepakati saat penandatanganan kontrak dan uraian yang
jelas mengenai spesifikasi teknis misal mutu material, mutu produk
akhir, dan lain-lain.
d. Tahapan Pekerjaan
Rincian tahapan pekerjaan dari persiapan sampai penyelesaian.
e. Rencana Kerja Pelaksanaan (Method Statement) yang meliputi metode
kerja, tenaga kerja, material, alat, dan aspek keselamatan konstruksi.
f. Rencana Pemeriksaan dan Pengujian (RPP)/Inspection and Test Plan
(ITP) yang meliputi kriteria keberterimaan (termasuk toleransi
penerimaan), cara pengujian/pemeriksaan, jadwal pengujian (frekuensi
pengujian), dan penanggung jawab pengujian.
g. Pengendalian Sub-Penyedia Jasa Konstruksi dan Pemasok. Penyedia
harus menyampaikan pengendalian mereka atas pekerjaan-pekerjaan
yang dilaksanakan oleh pihak ketiga termasuk pemasok.
Contoh Format RMPK dapat dilihat pada Lampiran 3.1

29 Spesifikasi merupakan salah satu bagian penting dari dokumen kontrak yang Spesifikasi sebagai
memuat segala peraturan dan ketentuan tentang bagaimana pekerjaan harus kriteria mutu
dikerjakan dan hasil akhir tertentu yang diharapkan. Spesifikasi disebut juga
dengan spesifkasi teknis atau spesifikasi umum dan dapat dilengkapi dengan
spesifikasi khusus.

30 Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Cakupan spesifikasi
Jasa Konstruksi Melalui Penyedia menjabarkan spesifikasi teknis meliputi:
a. spesifikasi bahan bangunan konstruksi;
b. spesifikasi peralatan konstruksi dan peralatan bangunan;
c. spesifikasi proses/kegiatan;
d. spesifikasi metode konstruksi/metode pelaksanaan/metode kerja; dan
e. spesifikasi jabatan kerja konstruksi.

Dengan demikian, pengawasan dan pengendalian mutu pekerjaan konstruksi


dilakukan dengan memerhatikan berbagai spesifikasi teknis di atas.

31 Dokumen-dokumen dalam pengendalian mutu konstruksi di antaranya: Dokumen dalam


a. RMPK; pengendalian mutu
b. Spesifikasi Teknis; pekerjaan
c. Spesifikasi Khusus; konstruksi

d. Hasil-hasil pengujian;

Subdit Litbang PDTT | 42


e. Laporan pengendalian dan pengawasan;
f. dan lain-lain.

32 Untuk memastikan ketepatan mutu, PPK harus memiliki tools atau Prosedur Kewajiban PPK
Operasi Standar (POS) untuk mengendalikan ketepatan mutu dalam dalam pengendalian
pekerjaan konstruksi, diantaranya untuk memastikan kesesuaian spesifikasi mutu
dan metode kerja; memastikan pemeriksaan dan pengujian berkala material
dilaksanakan sesuai dengan rencana pengujian pada dokumen Pemeriksaan
dan Pengujian (ITP); memastikan bahwa hold points telah dipantau, diawasi,
dan diuji oleh pihak yang berwenang dan kompeten; serta memastikan bahwa
laporan-laporan yang disampaikan Pengawas Pekerjaan kepada PPK telah
diuji sesuai kondisi yang sebenarnya.

B.2.3.2. Pengendalian Volume

33 Pengendalian volume merupakan upaya untuk memastikan bahwa volume Tujuan pengendalian
bahan, volume pekerjaan, pengukuran hasil, dan pekerjaan dilakukan sesuai volume
ketentuan dalam dokumen kontrak dan kaidah-kaidah teknis yang sesuai.

34 Untuk mengendalikan volume dan biaya, dapat dibentuk Tim Mutual Check Mutual Check
(Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak) yang bertugas antara lain untuk sebagai alat
memeriksa dan mengukur hasil kerja Penyedia. Pada tahap awal pengendalian
pelaksanaan kontrak, Tim Mutual Check melakukan pemeriksaan bersama volume
dengan Penyedia dan Konsultan di lapangan untuk mengecek kesesuaian
kondisi lapangan dengan gambar awal yang tercantum dalam kontrak untuk
mendapatkan MC-0. Apabila terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan
awal, pemeriksaan bersama dilakukan untuk kemungkinan adanya reviure
desain, pekerjaan tambah/kurang, CCO, atau adendum kontrak.

35 Apabila terdapat kondisi tertentu yang mengharuskan dibuatnya desain Evaluasi volume dan
ulang, PPK berdasarkan masukan Pengawas Pekerjaan (Direksi biaya atas desain
Teknis/Konsultan Pengawas) melakukan evaluasi volume dan biaya. ulang
Berdasarkan hasil perhitungan ulang ini, PPK melakukan adendum kontrak.
Hasil perhitungan ulang ini juga menjadi kelengkapan dari gambar kerja.

36 Kurva S mencerminkan rencana penyelesaian pekerjaan setiap bulan. Setiap Kurva S sebagai alat
titik dalam kurva S menunjukkan kemajuan pekerjaan yang harus dicapai pengendalian
dalam persentase dari nilai kontrak. Contoh kurva S dapat dilihat pada volume
Lampiran 3.2.

37 Perhitungan volume dilakukan atas setiap item pekerjaan, yang akan menjadi Dasar menghitung
dasar perhitungan kemajuan pekerjaan. Untuk kontrak harga satuan, kemajuan pekerjaan
kemajuan pekerjaan dihitung dengan cara mengalikan volume setiap item berdasarkan volume
pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan harga satuan masing-masing
pekerjaan. Kemudian, nilai yang diperoleh dihitung bobotnya terhadap
kontrak. Jumlah bobot dari seluruh item pekerjaan merupakan kemajuan
pekerjaan.

Subdit Litbang PDTT | 43


38 Apabila volume hasil pekerjaan yang akan dibayar lebih besar daripada Pengendalian
volume yang dihitung berdasarkan dimensi pada gambar, pembayaran pembayaran
dilakukan sebesar volume yang dihitung berdasarkan gambar. Sebaliknya, berdasarkan volume
apabila volume hasil pekerjaan lebih kecil daripada volume yang dihitung terlaksana
berdasarkan dimensi pada gambar, pembayaran dilakukan senilai volume
hasil pekerjaan. Hal ini berarti gambar kerja tidak sesuai dengan yang
terlaksana di lapangan. Penyedia dalam hal ini harus membuat gambar yang
sesuai dengan terlaksana. Apabila pekerjaan terlaksana sama dengan
gambar kerja maka shop drawing menjadi as built drawing.

39 Dokumen administrasi pengendalian volume diantaranya: Dokumen


administrasi
a. Berita Acara Pemeriksaan Volume;
pengendalian
b. Quantity sheet (berisi data tentang kuantitas, Berita Acara Pembayaran volume
monthly certificate, pekerjaan tambah kurang, volume pekerjaan,
opname pekerjaan);
c. Shop drawing; dan
d. As built drawing.

40 Untuk memastikan ketepatan volume PPK diantaranya harus melakukan Kewajiban PPK
penghitungan dimensi pada setiap tahap pekerjaan agar sesuai dengan yang dalam pengendalian
tertera dalam gambar kerja. Oleh karena itu, PPK harus memiliki tools atau volume
POS untuk mengendalikan ketepatan volume. Di samping itu, PPK dapat
melibatkan APIP untuk melakukan pengawasan/audit atas kemajuan
pekerjaan termasuk melibatkan pihak Penyedia untuk melakukan pengujian
ketepatan volume terpasang sebelum PPK menyetujui dokumen
pembayaran.

B.2.3.3. Pengendalian Waktu

41 Pengendalian waktu merupakan salah satu hal yang penting karena dapat Tujuan pengendalian
berimplikasi terhadap biaya. Tujuan pengendalian waktu bagi Pengguna Jasa waktu
dalam pekerjaan konstruksi antara lain:
a. pekerjaan selesai tepat waktu;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas;
c. tidak terjadi kenaikan biaya;
d. menghindari sisa anggaran; dan
e. tidak terjadi perubahan cost benefit cost ratio.

42 Jadwal menjadi alat pengendali waktu yang umum digunakan. Jadwal juga Jadwal sebagai
menjadi dasar bagi Pengguna Jasa, Penyedia, dan Konsultan untuk: pengendali waktu
a. memantau kemajuan pekerjaan Penyedia di lapangan; dalam pekerjaan
konstruksi
b. menjadi rujukan bagi pembayaran eskalasi/de-eskalasi harga;
c. mendukung pengalokasian anggaran biaya;

Subdit Litbang PDTT | 44


d. mempertimbangkan permintaan tambahan biaya sebagai akibat dari
perubahan pekerjaan; dan
e. mendukung permintaan perpanjangan waktu pelaksanaan konstruksi.

43 Pengendalian waktu dilaksanakan dengan melakukan pengawasan Tindak turun tangan


sepanjang pelaksanaan pekerjaan. Hasil pengawasan terkait ketepatan
waktu akan diwujudkan dalam bentuk rencana aksi/tindak turun tangan (T-3)
yang mungkin akan berdampak pada revisi DIPA, adendum kontrak,
peringatan kepada Penyedia, program kerja, dan pada tahapan pelaksanaan
itu sendiri sebagaimana digambarkan pada Gambar 15 berikut.

Gambar 15. Siklus Pengendalian Waktu Pelaksanaan Kontrak dan Dampaknya

DIPA Penyedia Program Pelaksanaan


Kontrak
Barang/Jasa Kerja

- Revisi Partial Program Kerja


- Revisi Total Program Kerja
Pengawasan
- Peringatan dini pada Penyedia Barjas T-3
- Peringatan Lanjutan
- SCM./Rapat Pembuktian

- Adendum Kontrak
- Revisi DIPA, dst.
Sumber: Modul Pelatihan Ahli Pengawasan Pekerjaan, Kementerian PUPR, 2018

44 Pengendalian waktu dilakukan mulai dari PPK hingga ke PA/KPA melalui Alat pengendali
sistem monitoring, baik manual maupun terotomasi. Sebagai contoh waktu
penggunaan aplikasi untuk memantau kemajuan fisik dan pembayaran suatu
pekerjaan. Secara umum, alat pengendali waktu yang dapat digunakan antara
lain Metode lintasan kritis (CPM) berupa arrow diagram dan precedence
diagram, Diagram balok (bar chart), Kurva S (S curve), dan Diagram vektor.
Contoh-contoh alat pengendali waktu dapat dilihat pada Lampiran 3.2.

45 Untuk memastikan ketepatan waktu, PPK harus memiliki alat evaluasi atas Kewajiban PPK
ketepatan capaian kemajuan pekerjaan dengan cara memastikan bahwa dalam pengendalian
laporan-laporan yang disampaikan Pengawas Pekerjaan telah diuji sesuai waktu
progress kemajuan pekerjaan yang sebenarnya sebelum PPK menyetujui
dokumen pembayaran.

B.2.4. Informasi dan komunikasi

46 Laporan-laporan yang dihasilkan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan Informasi dan


konstruksi digunakan sebagai penghubung antara Pengguna Jasa dan komunikasi dalam
Penyedia dalam melakukan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pelaksanaan
pekerjaan. Meskipun laporan tersebut dibuat oleh Penyedia, Pengawas konstruksi
Subdit Litbang PDTT | 45
Pekerjaan harus memeriksanya untuk memastikan kebenaran dokumen-
dokumen yang dihasilkan. Apabila terdapat hal yang berpotensi
mempengaruhi pencapaian tujuan pekerjaan konstruksi, Pengawas
Pekerjaan mengkomunikasikan hal tersebut kepada Pengguna Jasa.

47 Pelaporan dalam pengendalian dan penjaminan mutu konstruksi paling Pelaporan


sedikit meliputi: pengendalian dan
penjaminan mutu
a. Laporan Pelaksanaan Pekerjaan;
b. Laporan Pengawasan Pekerjaan; dan
c. Laporan Kasatker/PPK kepada Atasan Langsung.
Laporan-laporan tersebut secara umum berisi tentang capaian pekerjaan,
hambatan, dan kendala yang berdampak pada pekerjaan serta rencana kerja
selanjutnya. Matriks pelaporan dalam rangka penjaminan mutu dan
pengendalian pekerjaan konstruksi pada lampiran 3.3.

B.2.5. Pemantauan pengendalian intern

48 Pemantauan atas pengendalian intern dilakukan entitas untuk menjamin Pemantauan


kontinuitas sistem dan mencegah risiko-risiko yang dapat menghambat pengendalian intern
penyelesaian pekerjaan konstruksi, serta membuat pihak-pihak yang terlibat pelaksanaan
di dalamnya merasa terus diawasi dan selalu siap untuk melakukan konstruksi
perbaikan. Pemantauan ini dapat dilakukan di internal satuan kerja
penyelenggara proyek konstruksi maupun oleh APIP.

49 APIP merupakan pihak yang sangat penting untuk turut menjamin Peran APIP
terlaksananya pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. APIP harus mampu memberikan peringatan dini dan/atau
mendeteksi penyimpangan dalam proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
APIP juga menjadi andalan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas
manajemen risiko terkait dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

50 Pengawasan oleh APIP dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, Bentuk pengawasan
pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan sistem pengaduan (whistle oleh APIP
blowing system). BPK sebagai pemeriksa eksternal harus juga mengevaluasi
efektivitas pengawasan oleh APIP. Saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) telah menerbitkan Peraturan No. 3 Tahun 2019 tentang
Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh APIP di Indonesia dalam
melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan PBJ.
Contoh implementasi SPIP dan manajemen mutu pekerjaan konstruksi pada
Kementerian PUPR dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.

Subdit Litbang PDTT | 46


Gambar 16. Implementasi SPIP dan Manajemen Mutu Pekerjaan Konstruksi

Sumber: Disarikan dari PermenPUPR No. 20/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan SPIP di KemenPUPR
Keterangan: SNVT : Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu; UNOR : Unit Organisasi

Subdit Litbang PDTT | 47


BAB 4

PEMERIKSAAN ATAS PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar

01 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) di dalam Kerangka untuk Arti Perikatan Asurans
Perikatan Asurans menyatakan bahwa Perikatan Asurans berarti
suatu perikatan yang di dalamnya seorang praktisi menyatakan
suatu kesimpulan yang dirancang untuk meningkatan derajat
kepercayaan pengguna yang dituju (selain Pihak yang
Bertanggung Jawab) terhadap hasil pengevaluasian atau
pengukuran atas hal pokok dibandingkan dengan kriteria

02 Pemeriksaan kepatuhan dilaksanakan berdasarkan premis bahwa Tujuan pemeriksaan


manajemen entitas bertanggung jawab atas kepatuhan entitas kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. ISSAI 4000
menyatakan bahwa tujuan utama dari pemeriksaan kepatuhan
adalah untuk memberikan informasi kepada pengguna apakah
entitas mematuhi hukum, peraturan, kebijakan, kode etik, dan
perjanjian-perjanjian terkait. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa penilaian kepatuhan diarahkan pada entitas
yang kemudian direpresentasikan oleh Pihak yang Bertanggung
jawab.

03 Tanggung jawab manajemen entitas terkait dengan kepatuhan Tanggung jawab


entitas terhadap hukum dan peraturan yang berlaku meliputi: manajemen

a. mengidentifikasi program/kegiatan entitas dan memahami


serta mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku;
b. mengimplementasikan pengendalian intern yang efektif yang
mampu memberikan keyakinan memadai bahwa entitas
mengelola program/kegiatannya dengan mematuhi hukum
dan peraturan yang berlaku;
c. mengevaluasi dan memonitor kepatuhan entitas terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku; dan
d. mengambil tindakan-tindakan perbaikan ketika
ketidakpatuhan teridentifikasi, termasuk juga melaksanakan
tindakan perbaikan berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan kepatuhan.

04 Tanggung jawab Pemeriksa dalam pemeriksaan kepatuhan adalah Tanggung jawab


untuk memperoleh bukti yang cukup dan tepat sebagai dasar Pemeriksa
untuk memberikan kesimpulan yang dapat meningkatkan derajat
keyakinan Pengguna (selain Pihak yang Bertanggung Jawab)
tentang hasil evaluasi sebuah hal pokok terhadap kriteria.
Subdit Litbang PDTT | 48
05 Untuk dapat memberikan kesimpulan tersebut, Pemeriksa Kepatuhan entitas dalam
menguji apakah manajemen entitas telah melaksanakan tanggung melaksanakan pekerjaan
jawabnya untuk menjamin tercapainya kepatuhan dalam konstruksi
melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
(dhi. dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi). Dengan
mengacu pada konsep three lines model pada Bab 3, Pemeriksa
mengevaluasi apakah PPK (sebagai lini pertama), lini kedua, dan
APIP sebagai lini ketiga telah secara bersama menjalankan
fungsinya masing-masing sehingga tercapai kepatuhan dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai peraturan yang berlaku.

06 Metodologi pemeriksaan kepatuhan secara umum terbagi dalam Metodologi pemeriksaan


perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sebagaimana tampak kepatuhan
Gambar 17.

Gambar 17. Tahapan Pemeriksaan Kepatuhan

Ukuran Kinerja Pemeriksaan :


• Standar Pemeriksaan Keuangan Negara • Panduan Manajemen Pemeriksaan
• Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu • Tujuan dan Harapan Penugasan

PERENCANAAN PELAKSANAAN PELAPORAN

1. Identifikasi Pengguna Hasil


10. Pemerolehan dan Analisis Bukti 13. Penyusunan LHP
Pemeriksaan dan Pihak Yang
11. Pengembangan Temuan 14. Tindak Lanjut Pemeriksaan
Bertanggungjawab
12. Pemerolehan Tanggapan atas
2. Penentuan Hal Pokok, Tujuan, dan
Temuan Pemeriksaan
Lingkup Pemeriksaan
3. Identifikasi Kriteria
4. Pemahaman Entitas dan
Lingkungannya
5. Pemahaman Sistem Pengendalian
Internal
6. Penentuan Materialitas
7. Penilaian Risiko
8. Penentuan Uji Petik
9. Penyusunan Strategi dan Rencana
Pemeriksaan

SUPERVISI, KENDALI DAN PENJAMINAN MUTU

Sumber: Juklak Pemeriksaan Kepatuhan, 2018

B. Perencanaan Pemeriksaan

07 SPKN menyatakan bahwa “BPK dan Pemeriksa harus Kewajiban merencanakan


merencanakan pemeriksaan dengan sebaik-baiknya”. pemeriksaan

08 Tahapan perencanaan pemeriksaan memegang peranan strategis Tujuan perencanaan


untuk keberhasilan pemeriksaan secara keseluruhan. pemeriksaan
Perencanaan yang tepat akan membantu Pemeriksa untuk:
a. mengarahkan pemeriksaan pada area-area yang penting;

Subdit Litbang PDTT | 49


b. mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dalam
pemeriksaan;
c. mengatur dan mengelola pemeriksaan;
d. membagi sumber daya; dan
e. merencanakan penggunaan Tenaga Ahli/jasa laboratorium
(jika berdasarkan analisis Pemeriksa kompetensi yang
dibutuhkan berada di luar tim pemeriksa) terutama untuk
pengujian mutu dan volume.

09 SPKN mengamanatkan Pemeriksa agar waspada terhadap risiko Kewaspadaan terhadap


kecurangan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan risiko kecurangan
pelaporan. Pada tahap perencanaan Pemeriksa harus mulai
mengidentifikasi dan mengukur risiko kecurangan untuk
kemudian merancang prosedur untuk memperoleh bukti
pemeriksaan atas risiko kecurangan yang teridentifikasi.
Contoh:
Berikut ini adalah beberapa kecurangan di tahap pelaksanaan
pekerjaan konstruksi antara lain:
- Penyedia atau Pengguna Jasa yang menduplikasi tagihan
(ganda) dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
- Penggunaan material dengan mutu yang lebih rendah oleh
Penyedia atau melalui kolusi dengan Pengguna Jasa. Hal ini
terutama dapat terjadi pada bagian-bagian pekerjaan yang
tidak kasat mata seperti pondasi, kolom, dll.
- Adanya pembelian-pembelian material/barang yang tidak
dibutuhkan dalam penyelesaian pekerjaan, yang bersifat
kepentingan pribadi.
- Penyedia subkontraktor fiktif;
- Dan lain lain

Subdit Litbang PDTT | 50


10 Skandal Subkontraktor Fiktif Waskita Karya Contoh kasus kecurangan
Pada Desember 2019 lalu KPK telah menetapkan dua pejabat dalam tahap pelaksanaan
tinggi PT Waskita Karya sebagai tersangka korupsi. Kedua pekerjaan konstruksi
pejabat tersebut diduga telah menunjuk empat perusahaan
subkontraktor untuk menggarap belasan proyek fiktif di PT
Waskita Karya. Dalam praktiknya, PT Waskita Karya melakukan
pembayaran kepada keempat perusahaan subkontraktor.
Namun, karena pekerjaan yang dilaksanakan fiktif, uang
tersebut kemudian “dikembalikan” kepada para tersangka
dengan sejumlah fee bagi para perusahaan subkontraktor.
Beberapa pekerjaan terkait antara lain Proyek Bandara Kuala
Namu, Proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago), Proyek Jalan
Layang Nontol Antasari, Proyek Tol Nusa Dua–Ngurah Rai-
Benoa, dan lain-lain. Saat ini tersangka telah berkembang
menjadi lima orang. Nilai kerugian negara diperkiraan
mencapai Rp202 miliar.

Sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/read304029/menelisik-skandal-
subkontraktor-fiktif-waskita-karya-dari-tersangka-hingga-kerugian-negara/2

11 Output tahap perencanaan adalah strategi pemeriksaan Output tahap


keseluruhan yang mencakup lingkup, fokus, waktu, dan perencanaan
pelaksanaan pemeriksaan. Berdasarkan strategi tersebut,
Pemeriksa menyiapkan rencana pemeriksaan yang menunjukkan
pendekatan secara detail dan langkah-langkah khusus terkait
sifat, waktu, dan luas prosedur yang akan dilaksanakan, serta
alasan pemilihannya.

12 Dalam pemeriksaan kepatuhan, Pemeriksa dapat melaksanakan Pemeriksaan


pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan adalah pendahuluan dalam
pemeriksaan lapangan yang dilakukan dalam rangka perencanaan pemeriksaan kepatuhan
pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan pendahuluan adalah untuk
memberikan penilaian atas efektivitas SPI dan penilaian risiko
sebagai bahan penyusunan Program Pemeriksaan (P2)2.

B.1. Identifikasi pengguna hasil pemeriksaan (intended users) dan


pihak yang bertanggung jawab

13 Tiga pihak dalam pemeriksaan adalah Pihak yang Bertanggung Tiga pihak dalam
Jawab, Pengguna yang Dituju, dan Pemeriksa. Dalam perencanaan pemeriksaan

2
Pedoman Manajemen Pemeriksaan, Bab 5 paragraf 03
Subdit Litbang PDTT | 51
pemeriksaan, Pemeriksa harus secara eksplisit menyatakan siapa
saja pihak-pihak tersebut.

14 Penentuan Pihak yang Bertanggung Jawab tidak bisa terlepas dari Penentuan pihak yang
lingkup yang diperiksa. Sedari awal Pemeriksa sudah menentukan Bertanggung jawab
secara jelas siapa Pihak yang Bertanggung Jawab. SPKN
mendefinisikan Pihak yang Bertanggung Jawab sebagai pihak
yang diperiksa, yang bertanggung jawab atas hal pokok dan/atau
bertanggung jawab mengelola hal pokok, dan/atau bertanggung
jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan antara lain Presiden,
Menteri dan Kepala Daerah.
Contoh:
Apabila suatu pemeriksaaan dilakukan atas proyek konstruksi
yang bersifat lintas satuan kerja, maka Pihak yang Bertanggung
jawab adalah Kepala Daerah/Menteri atau siapapun yang menjadi
pimpinan dari pekerjaan. Namun apabila pemeriksaan dilakukan
spesifik pada dinas tertentu maka Pihak yang Bertanggung Jawab
adalah Kepala Satker terkait. Penentuan Pihak yang Bertanggung
jawab disesuaikan dengan lingkup pemeriksaan.

B.2. Penentuan hal pokok, tujuan, dan lingkup pemeriksaan

15 Berdasarkan SPKN, penentuan hal pokok dapat dikatakan tepat, Penentuan hal pokok
jika: dalam pemeriksaan
kepatuhan
a. dapat diidentifikasi dan memungkinkan evaluasi dan
pengukuran yang konsisten terhadap kriteria yang telah
diidentifikasi; dan
b. memungkinkan untuk diterapkan prosedur dalam
memperoleh bukti yang cukup dan tepat serta mendukung
kesimpulan guna memberikan keyakinan yang memadai.

16 Penentuan hal pokok, tujuan, dan lingkup pemeriksaan Kejelasan hal pokok
merupakan pekerjaan yang saling berkaitan. Pemeriksa harus
menyatakan secara jelas dan cermat hal pokok yang diperiksa
dengan mempertimbangkan tujuan dan lingkup pemeriksaan.
Penentuan hal pokok yang diperiksa akan menentukan langkah
selanjutnya pada tahap perencanaan, misalnya entitas yang akan
diperiksa, Pihak-pihak yang Bertanggung Jawab, kriteria yang
digunakan, dan sumber daya yang akan digunakan.

17 Semakin luas hal pokok yang diperiksa, semakin besar risiko Hubungan hal pokok
pemeriksaan yang dihadapi. Penentuan hal pokok juga akan dengan lingkup dan
berkaitan erat dengan penentuan lingkup dan populasi. populasi

Subdit Litbang PDTT | 52


Contoh 1:
Hal pokok : Belanja daerah
Lingkup pemeriksaan : Belanja Daerah Pemerintah Provinsi YY TA
20XX
Ketika Pemeriksa memilih hal pokok dan lingkup di atas,
Pemeriksa dituntut untuk dapat memberikan kesimpulan
kepatuhan entitas atas seluruh belanja pada semua perangkat
daerah yang ada di bawah Pemerintah Provinsi YY pada TA 20XX,
termasuk di dalamnya belanja pegawai, belanja modal, belanja
barang dan jasa, dan belanja lainnya.
Contoh 2:
Hal pokok : Belanja modal konstruksi jalan
Lingkup pemeriksaan : Belanja modal konstruksi jalan pada Dinas
XX Provinsi YY TA 20XX
Ketika Pemeriksa memilih hal pokok dan lingkup di atas,
Pemeriksa cukup memberikan kesimpulan kepatuhan entitas atas
seluruh belanja modal jalan yang menjadi kewenangan Dinas XX
di bawah Pemerintah Provinsi YY pada TA 20XX.

18 Pemeriksa harus menyatakan dengan jelas tujuan dari Tujuan pemeriksaan dan
pemeriksaan. Dalam konteks panduan ini tujuan pemeriksaan harapan penugasan
adalah untuk menguji kepatuhan entitas dalam tahap pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, yang diantaranya untuk dapat memenuhi
tujuan tepat mutu, volume, dan waktu. Tujuan penugasan tentunya
disesuaikan juga dengan harapan penugasan.

19 Pemahaman yang tepat atas harapan penugasan akan membantu Hubungan harapan
Pemeriksa dalam menyusun strategi pemeriksaan. Sebagai penugasan dengan
contoh, apabila harapan penugasan sampai dengan menguji strategi pemeriksaan
ketepatan mutu, Pemeriksa dapat mempertimbangkan
penggunaan Tenaga Ahli pada pemeriksaan.

20 Harapan penugasan tecermin dalam surat tugas (ST) Konsistensi harapan


pemeriksaan. Sejak awal, ST pemeriksaan memuat secara penugasan, hal pokok,
spesifik hal pokok dan lingkup pemeriksaan. Isi surat tugas lingkup pemeriksaan
tersebut juga konsisten dengan judul pemeriksaan sebagaimana dalam ST dan LHP
tertuang dalam LHP.

B.3. Lingkup pemeriksaan

21 SPKN menyatakan lingkup pemeriksaan sebagai pernyataan yang Lingkup pemeriksaan


jelas mengenai fokus, luas, dan batasan pemeriksaan. Lingkup
pemeriksaan mencakup identifikasi objek/sasaran pemeriksaan,
aspek yang diperiksa, organisasi, lokasi geografis, dan periode
yang dicakup dalam pemeriksaan. Secara praktis, lingkup

Subdit Litbang PDTT | 53


pemeriksaan dapat didefinisikan dengan “apa yang diperiksa”
(what), “siapa yang diperiksa” (who), “di mana yang akan diperiksa”
(where), dan “periode yang diperiksa” (when).

22 Lingkup pemeriksaan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan Faktor eskternal yang
internal. Faktor eksternal diantaranya: memengaruhi lingkup
pemeriksaan
a. Kepentingan/harapan publik atau lembaga perwakilan
(legislatif), misal atas proyek strategis atau proyek yang
bermasalah (gagal bangunan, kekurangan pembiayaan,
kecelakaan kerja, dsb);
b. Dampak pekerjaan konstruksi terhadap masyarakat;
c. Pekerjaan konstruksi dengan penggunaan keuangan negara
yang signifikan;
d. Signifikansi dari ketentuan hukum tertentu atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi;
e. Kelemahan pengendalian intern dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi;
f. Temuan ketidakpatuhan yang diidentifikasi dalam
pemeriksaan sebelumnya dan belum ditindaklanjuti; dan
g. Informasi ketidakpatuhan terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku dari kelompok masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat dan lain sebagainya.

23 Faktor internal terkait sumber daya yang harus diperhatikan Pertimbangan sumber
diantaranya, kemampuan tim untuk melaksanakan pemeriksaan daya pemeriksaan
sesuai dengan lingkup yang dipilih, misalnya terkait jangka waktu
pemeriksaan, jumlah Pemeriksa yang tersedia, kompetensi
Pemeriksa, ketersediaan Tenaga Ahli/jasa laboratorium yang
dibutuhkan untuk pengujian mutu konstruksi, ketersediaan
anggaran, dll.

24 Keterbatasan sumber daya yang dimiliki Pemeriksa harus Hubungan lingkup, risiko,
ditandingkan dengan risiko yang dihadapi, sehingga Pemeriksa dan kesimpulan
menyesuaikan lingkup pemeriksaan pada tingkat yang auditable pemeriksaan
agar Pemeriksa dapat memberikan jaminan memadai atas
kesimpulan pemeriksaannya. Lingkup pemeriksaan harus
ditentukan serinci mungkin sehingga memberikan gambaran jelas
tentang hal pokok yang diperiksa.

25 Pada panduan ini, lingkup pemeriksaan dibatasi pada tahapan Temuan pemahalan harga
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Lingkup pada tahap tidak muncul manakala
pelaksanaan pekerjaan konstruksi memberikan arti bahwa Pemeriksa tidak
Pemeriksa melakukan pengujian terkait pelaksanaan kontrak. melakukan pengujian
Pada lingkup ini, maka tidak akan ada temuan pemahalan harga, pada tahap perencanaan
PBJ

Subdit Litbang PDTT | 54


karena Pemeriksa tidak melakukan pengujian atas tahap
perencanaan PBJ.3

B.4. Identifikasi kriteria

26 Hal pokok yang diperiksa dan kriteria pemeriksaan saling Hubungan hal pokok dan
berkaitan dan harus konsisten. Oleh karena itu, mengidentifikasi kriteria pemeriksaan
kriteria pemeriksaan yang sesuai mungkin membutuhkan proses
yang berulang. Saat melakukan pemeriksaan atas suatu hal
pokok, Pemeriksa harus memastikan terdapat kriteria
pemeriksaan yang sesuai.

27 Kriteria adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai hal pokok Kriteria
yang sedang diperiksa. Kriteria merupakan hal yang utama dalam
pemeriksaan kepatuhan karena tujuan utama dari pemeriksaan
kepatuhan adalah menilai kepatuhan entitas terhadap atas kriteria
tertentu.
Contoh:
a. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. UU No. 2 tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi;
d. PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara;
e. PP No. 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN;
f. PP No. 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
g. Perpres No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah;
h. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2019 Tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia;
i. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 Tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi;
j. PMK No. 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan APBN;
k. Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia;
l. Aturan-aturan Kemendagri;
m. Dokumen kontrak beserta adendum; dan
n. Peraturan lain-lain yang relevan.

3
Susanto, Hendra, 2020, Peningkatan Kompetensi Profesional Pemeriksa BPK Dalam Melakukan Pemeriksaan
Infrastruktur, paparan Anggota I BPK dalam Pembekalan Sertifikasi Certified State Finance Auditor
Subdit Litbang PDTT | 55
28 Pemeriksa memastikan apakah ketentuan yang disusun atau Pertimbangan dalam
ditetapkan oleh Kementerian PUPR sebagai kementerian teknis pemilihan kriteria
yang membidangi jasa konstruksi juga berlaku pada pelaksanaan
konstruksi yang dilakukan oleh K/L/PD. Apabila K/L/PD tidak
mempedomani ketentuan-ketentuan dari Kementerian PUPR
maka Pemeriksa memastikan terlebih dulu aturan-aturan yang
melandasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang dijalankan
oleh masing-masing K/L/P/D. Pada dasarnya aturan-aturan
terkait mencerminkan pengendalian dari pelaksanaan pekerjaan
konstruksi. Ketidakjelasan acuan aturan yang digunakan
mencerminkan kelemahan pengendalian.

29 Pemeriksa mengorelasikan Pihak yang Bertanggung jawab Korelasi kriteria dengan


dengan kriteria yang akan digunakan. Kriteria utama yang Pihak yang Bertanggung
digunakan adalah kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Jawab
Pengguna Jasa (siapa melakukan apa). Ketidaksesuaian hasil
pekerjaan dengan kontrak pada hakikatnya hanya menjadi akibat
dari pihak Pengguna Jasa yang tidak melaksanakan kewajibannya
(kecuali jika terjadi kecurangan oleh Penyedia).

B.5. Pemahaman entitas dan lingkungan

30 Pemeriksa harus memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang Tujuan pemahaman


entitas dan lingkungan entitas. Pemahaman entitas bertujuan entitas
untuk mendapatkan pemahaman mengenai proses bisnis dan
penilaian risiko terkait dari tiap proses. Selain itu, Pemeriksa juga
dapat mengidentifikasi dan memahami hal-hal penting yang harus
dipenuhi oleh entitas dalam mencapai tujuannya.

31 Selain sebagai input untuk penilaian risiko, hasil pemahaman Penuangan hasil
entitas nantinya akan dituangkan dalam LHP pada bagian yang pemahaman entitas pada
menyajikan Gambaran Umum Entitas. LHP

32 Pemeriksa mencari informasi hanya yang relevan dengan Pemahaman entitas yang
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Informasi yang relevan relevan akan memberikan
dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi akan mendukung potret utuh atas
Pemeriksa dalam menyajikan “potret” yang utuh atas pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan
pekerjaan konstruksi pada lingkup pemeriksaan yang diperiksa. konstruksi

33 Pemeriksa juga dapat mencari informasi informasi-informasi Informasi spesifik


tambahan lain yang spesifik yang berdampak pada pelaksanaan sebagai bahan
pekerjaan konstruksi di entitas. Misalnya terjadi bencana pemahaman entitas
berkepanjangan yang mungkin akan berdampak pada
keterlambatan, dll.

Subdit Litbang PDTT | 56


Contoh informasi relevan dalam pemahaman entitas:
Hal pokok : belanja modal konstruksi jalan
Lingkup pemeriksaan : Dinas XX Pemerintah Provinsi YY TA 20XX
- Hal-hal atau kondisi yang menyebabkan perlunya
pembangunan infrastruktur jalan di provinsi YY.
- Tusi entitas yang terkait langsung dengan pekerjaan tersebut
beserta anggaran dan realisasi kegiatan pembangunan
konstruksi jalan.
- Struktur pengendalian Pengguna Jasa (PA/KPA, PPK, PPHP)
beserta tanggung jawab masing-masing unsur.
- Sumber-sumber risiko yang menghambat ketepatan mutu,
volume, dan waktu penyelesaian. Misalnya, data jumlah
pekerjaan konstruksi jalan dalam satu tahun anggaran di
Provinsi YY dan jumlah Penyedia terkait konstruksi jalan
Perbandingan awal dapat mengindikasikan terlalu banyaknya
pekerjaan yang dipegang oleh satu Penyedia dalam periode
waktu tertentu sehingga dapat berdampak pada
ketidaktepatan mutu, volume, dan waktu.
- Ketergantungan pada produsen Ashpalt Mixing Plant (AMP)
sebagai rekanan Penyedia yang mungkin dapat berdampak
pada keterlambatan karena kapasitas produksi AMP tidak
sebanding dengan seluruh pekerjaan yang ada di daerah
tertentu.
- Dan lain-lain.

34 Pemeriksa merupakan pihak eksternal dari entitas sehingga Pemahaman Pemeriksa


menjadi penting bagi Pemeriksa untuk memastikan bagaimana atas manajemen risiko
risiko dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikelola oleh oleh Pengguna Jasa
Pengguna Jasa. Hal-hal yang dapat dicermati Pemeriksa antara
lain:
a. Apakah entitas telah mengidentifikasi risiko yang berdampak
pada keterlambatan, ketidaksesuaian mutu, dan kekurangan
volume pada pekerjaan konstruksinya?
b. Apakah risiko-risiko yang diidentifikasi tersebut telah
didokumentasikan?
c. Apakah entitas telah merespon risiko-risiko yang
teridentifikasi tersebut dengan tepat?
d. Apakah entitas telah menerapkan pengendalian yang tepat
untuk memitigasi risiko-risiko yang muncul?

35 Sistem informasi saat ini sudah semakin tersedia dan mudah Contoh pemanfaatan
diakses, salah satunya yang dapat dimanfaatkan Pemeriksa sistem informasi RUP
adalah SiRUP. Perpres No. 16 Tahun 2018 pasal 22 menyatakan
bahwa pengumuman RUP dilakukan melalui SiRUP. Pemeriksa
Subdit Litbang PDTT | 57
dapat memanfaatkan Informasi dalam SiRUP untuk melakukan (SiRUP) untuk prosedur
prosedur analitis awal yang dapat mendukung pemahaman analitis awal
entitas.
Contoh:
- Pemeriksa dapat mengakses SiRUP dan kemudian nantinya
membandingkannya dengan daftar kontrak yang diberikan
oleh Penyedia. Hal ini dapat membantu Pemeriksa untuk
mengetahui seluruh pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan
dalam satu tahun anggaran, dan memastikan bahwa seluruh
pekerjaan konstruksi yang menjadi lingkup pemeriksaan
telah disampaikan kepada Pemeriksa. Perbedaan-perbedaan
yang terjadi dapat didalami lebih lanjut oleh Pemeriksa.
- RUP memuat jadwal rencana pemanfaatan barang/jasa,
perkiraan pelaksanaan kontrak dan jadwal pemilihan
Penyedia. Pemeriksa dapat memanfaatkan informasi
tersebut untuk melihat pada periode mana pekerjaan
konstruksi mungkin banyak harus diselesaikan. Banyaknya
jumlah pekerjaan konstruksi yang harus diselesaikan pada
satu periode tertentu mungkin akan berdampak pada
melemahnya pengendalian oleh PPK atas masing-masing
pekerjaan.

B.6. Penilaian SPI

36 Pemahaman atas SPI bertujuan agar Pemeriksa bisa melihat Tujuan pemahaman SPI
desain pengendalian yang diterapkan oleh Pengguna Jasa dalam
pelaksanaan kegiatan konstruksi sehingga dapat dilaksanakan
secara tepat waktu, tepat mutu, dan tepat volume.

37 Sebagaimana telah disebutkan pada Bab 3, SPI pemerintah secara SPI dalam PBJ dan
umum telah diatur dalam PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP. pelaksanaan pekerjaan
Sementara, pengendalian intern pada proses PBJ pada dasarnya konstruksi
diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah.
Khusus pada tahapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, SPI
dituangkan dalam berbagai peraturan terkait, misal dalam
Permen PUPR maupun implisit termuat dalam kontrak. Selain itu
entitas juga mungkin telah menyusun berbagai peraturan internal
dan Prosedur Operasional Standar (POS) sebagai bentuk
pengendalian dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

38 Dalam memahami SPI entitas, data dan informasi yang dibutuhkan Input pemahaman SPI
antara lain:
a. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem
pengendalian intern entitas;

Subdit Litbang PDTT | 58


b. struktur organisasi;
c. prosedur operasi standar terkait sistem pengendalian intern;
d. kebijakan dan keputusan penting yang ditetapkan oleh
pimpinan entitas;
e. dokumen manajemen/pengendalian risiko atas proyek
konstruksi yang sedang dikerjakan;
f. dokumen penjaminan kualitas atas proyek konstruksi yang
sedang dikerjakan;
g. dokumen–dokumen yang berisi komitmen entitas dalam
menjalankan kegiatan yang terkait lingkungan, kebijakan, dan
pencapaian dalam mengelola hubungan antara proses bisnis
dan risiko lingkungan;
h. laporan, kertas kerja pengawasan internal, dan program
pengawasan internal, misal: Laporan Hasil Pengawasan
Intern Pemerintah, Laporan SPI, Program Kerja Pemeriksaan
Tahunan (PKPT) BUMN, dan lain-lain; serta
i. informasi dan data lain yang relevan.

39 Pemeriksa harus menguji keandalan pengendalian intern dan Pengujian SPI dan
menilai apakah struktur pengendalian yang ada dapat mencegah manfaatnya bagi
atau mendeteksi ketidakpatuhan material termasuk juga Pemeriksa
mencegah kecurangan serta secara simultan memperbaiki
ketidakpatuhan yang terdeteksi. Pengujian pengendalian meliputi
pengujian kecukupan desain dan implementasi pengendalian
intern. Hasil dari pengujian pengendalian akan membantu
Pemeriksa menentukan tingkat keyakinan, sifat, waktu, dan
lingkup prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.

40 Pemeriksa menguji desain dan efektivitas SPI berdasarkan Pengujian kecukupan


peraturan atau POS yang dimilik entitas. Apabila entitas tidak desain SPI
memiliki desain pengendalian intern khusus yang berlaku di
entitas, Pemeriksa perlu menggali informasi terkait tools yang
digunakan entitas untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sehingga memenuhi tepat mutu, volume, dan
waktu. Seandainya desain SPI telah ada, Pemeriksa memastikan
apakah desain tersebut dijalankan dan efektif untuk memitigasi
ketidakpatuhan yang berdampak pada ketidaktepatan mutu,
volume, dan waktu.

41 Pemahaman dan pengujian SPI dapat dilakukan diantaranya Prosedur pemahaman


melalui wawancara, meminta paparan tentang SPI entitas, dan pengujian SPI
menelaah dokumen, observasi, dan lain-lain. Keseluruhan
prosedur pemahaman dan pengujian SPI diarahkan pada
pengendalian mutu, volume, dan waktu yang diselenggarakan
Pengguna Jasa sebagaimana disajikan pada bab 3.

Subdit Litbang PDTT | 59


42 Wawancara dilakukan terhadap Pengguna Jasa (misal: PA/KPA, Wawancara
PPK, Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, Penyedia, APIP,
dll sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan
konstruksi di entitas untuk memastikan bahwa mereka
melakukan pengendalian dan pengawasan atas setiap pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya. Wawancara juga dilakukan
kepada pegawai (misal PPHP, pekerja lapangan, dan lain-lain)
yang relevan untuk mengevaluasi apakah mereka memahami
pekerjaannya dan melakukan apa yang seharusnya mereka
lakukan sesuai dengan tupoksi.
Materi wawancara diarahkan pada hal apa saja yang dilakukan
oleh Pengguna Jasa dan Penyedia untuk mengendalikan
pekerjaan konstruksi agar memenuhi tepat mutu, volume, dan
waktu.
Contoh:
- Pemeriksa dapat mengarahkan pertanyaan kepada PPK
tentang berapa jumlah pekerjaan konstruksi yang ditangani
oleh seorang PPK, kemudian mengelaborasi bagaimana PPK
membagi waktunya untuk mengendalikan masing-masing
pekerjaan. Apakah waktu yang tersedia cukup masuk akal bagi
PPK untuk mengendalikan seluruh pekerjaan. Pertanyakan
juga pekerjaan-pekerjaan yang berlokasi jauh dari kantor PPK,
apakah PPK memiliki kontrol pengganti seandainya PPK tidak
dapat melakukan pengecekan langsung karena keterbatasan
waktu.
- Pemeriksa dapat mengarahkan pertanyaan kepada pekerja
lapangan apakah Pengawas Pekerjaan cukup sering hadir di
lapangan dan melaksanakan kewajibannya.
- Pemeriksa dapat mengarahkan pertanyaan kepada PPK untuk
mengetahui apakah PPK cukup memberikan respon atas
permasalahan-permasalahan yang disampaikan kepadanya
melalui berbagai laporan.

43 Pemeriksa juga dapat melakukan penelaahan atas dokumen dan Menelaah dokumen dan
catatan terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Telaah catatan
dokumen akan saling mengonfirmasi dengan hasil wawancara.
Contoh:
Pemeriksa melakukan telaah atas laporan mingguan yang
disampaikan oleh Pengendali Pekerjaan kepada PPK. Tidak
berhenti pada laporan tersebut, namun Pemeriksa perlu
memastikan bahwa PPK memeriksa dan melakukan analisis atas
laporan-laporan yang disampaikan kepadanya. Begitupun juga
pada kurva S, Pemeriksa melaksanakan prosedur untuk

Subdit Litbang PDTT | 60


memastikan bahwa kurva S benar diteliti oleh PPK dan setiap
keterlambatan yang terjadi telah direspon oleh PPK dan Penyedia.

44 Observasi mungkin dilakukan apabila masih terdapat pekerjaan Observasi


yang sedang dalam proses penyelesaian. Dari observasi,
Pemeriksa dapat melihat apakah SPI benar diimplementasikan.

45 Komponen pengendalian intern yang diuji adalah pemenuhan dan Komponen pengendalian
implementasi komponen pengendalian intern sebagaimana diatur yang diuji Pemeriksa
dalam PP No. 60 Tahun 2008 (lihat Lampiran 4.1), serta
pengendalian intern terkait proses pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.

B.7. Penentuan materialitas

46 Menurut Petunjuk Teknis Penetapan Batas Materialitas, penetapan Penentuan materialitas


batas materialitas dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

47 Materialitas kuantitatif misalnya ditentukan berdasarkan Materialitas kuantitatif


persentase terhadap total belanja konstruksi dalam satu tahun.
Namun dalam hal pemeriksaan tahun berjalan dimana total
belanja konstruksi dalam satu tahun belum dapat diketahui saat
pemeriksaan maka materialitas dapat dihitung berdasarkan
persentase dari nilai total pekerjaan konstruksi pada periode
tertentu.
Nilai materialitas kuantitatif tidak selalu berdasarkan nilai
moneter, tetapi dengan pengujian kepatuhan, nilai materialitas
dapat ditentukan dari banyaknya jumlah pengendalian yang tidak
dilaksanakan oleh Pengguna Jasa misalnya PPK.

48 Materialitas kualitatif dapat diterapkan misalnya walaupun suatu Materialitas kualitatif


pembangunan konstruksi nilainya di bawah ambang batas
materialitas kuantitatif tetapi atas kegiatan tersebut Pemeriksa
menemukan indikasi, antara lain:
a. kemungkinan terjadi kecurangan.
b. ketidakpatuhan dalam memenuhi peraturan dan/atau
dokumen Kontrak yang dipersyaratkan dalam Kontrak
seperti:
1) izin lingkungan, penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), dan lain-lain sebelum
pembangunan dilaksanakan.
2) ketidakpatuhan dalam melakukan uji tanah sondir
sebagaimana dipersyaratkan dalam Kontrak, dimana
belum adanya uji tanah sondir dapat menyebabkan
kegagalan struktur karena kontur tanah yang labil.

Subdit Litbang PDTT | 61


c. temuan yang berulang, misalnya selalu terjadi kekurangan
volume dari tahun ke tahun.
d. dan lain-lain.
Tata cara penentuan nilai materialitas dapat mengacu pada
Juknis Penetapan Batas Materialitas.

B.8. Penilaian risiko

49 Setelah Pemeriksa memahami proses bisnis dan risiko yang Identifikasi area kritis
melekat pada setiap proses, kemudian mengevaluasi
pengendalian intern yang diterapkan Pengguna Jasa untuk
memitigasi risiko tersebut, pada tahap selanjutnya Pemeriksa
mengidentifikasi area-area dengan sisa risiko ketidakpatuhan
yang tinggi yang akan berdampak pada ketidaktepatan mutu,
volume, dan waktu, termasuk yang bersifat kecurangan yang akan
menjadi fokus pemeriksaan.

50 Risiko ketidakpatuhan material (RKM) merupakan gabungan dari Risiko ketidakpatuhan


risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian atas material (RKM)
ketidakpatuhan. Pemeriksa memperoleh informasi mengenai
inherent risk dari risk register (dijelaskan pada bab 3) yang sudah
disusun Pengguna Jasa. Risiko bawaan adalah sesuatu yang
bersifat alami, tidak bisa diubah, namun dampak buruknya dapat
dimitigasi melalui pengendalian intern yang efektif.
Tingkat risiko pengendalian diperoleh Pemeriksa dari tahapan
penilaian risiko sebelumnya (apakah risiko pengendalian tinggi,
sedang, atau lemah).
Contoh risiko bawaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi:
- konstruksi baru yang bersifat kompleks misalnya
pembangunan rel Moda Raya Terpadu (MRT), pembangunan
jembatan gantung, dan lain-lain;
- fase tertentu pada suatu siklus waktu misalnya pekerjaan-
pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan menjelang akhir
tahun;
- cepatnya pergantian aturan terkait pelaksanaan pekerjaan
konstruksi;
- lokasi pekerjaan konstruksi yang saling berjauhan;
- banyaknya pekerjaan konstruksi yang harus ditangani dalam
satu tahun; dan
- sedikitnya jumlah PPK karena ada ketakutan untuk menjadi
PPK.

51 Tabel 4 berikut mengilustrasikan pengaruh dari risiko bawaan dan Pengaruh risiko bawaan
risiko pengendalian terhadap risiko ketidakpatuhan material: dan risiko pengendalian

Subdit Litbang PDTT | 62


Tabel 4 Pengaruh Risiko Bawaan dan Risiko Pengendalian terhadap terhadap risiko
Risiko Ketidakpatuhan Material ketidakpatuhan material

Risiko
Risiko
Risiko Bawaan Ketidapatuhan
Pengendalian
Material

Tinggi Moderat-tinggi Tinggi

Moderat Moderat-tinggi Tinggi

Moderat Rendah Moderat

Tabel di atas merupakan ilustrasi, Pemeriksa menggunakan


pertimbangan profesional untuk menentukan risiko
ketidakpatuhan material.

52 Contoh: Contoh kasus


ketidakpatuhan material
Polisi Sebut Akan Ada Tersangka Korupsi Kasus Ambruknya
pelaksanaan pekerjaan
SDN Gentong
konstruski yang
Atap SDN Gentong di Pasuruan Jawa Timur pada November 2019 mengarah pada
ambruk menyebabkan seorang siswa dan guru meninggal. kecurangan
Kapolda Jawa Timur setelah usai melakukan pengecekan ke
lokasi menyampaikan bahwa renovasi atap tersebut
menggunakan anggaran tahun 2012. Menurut keterangan Polisi,
atap SDN Gentong tersebut menggunakan material galvalum
dan dikerjakan secara asal-asalan. Berdasarkan hasil
penyelidikan Polisi, didapatkan keterangan bahwa PPK
sebenarnya sudah mengetahui buruknya kualitas bangunan
bahkan PPK sudah meramal atap tidak akan bertahan lama dan
akan runtuh. Pada saat penerimaan bangunan PPK sudah
menyampaikan hal tersebut, tapi karena satu dan lain hal
pekerjaan tetap diterima.

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4778143/polisi-sebut-
akan-ada-tersangka-korupsi-kasus-sdn-gentong-ambruk

Risiko bawaan
Untuk kasus di atas, dengan pertimbangan profesionalnya
Pemeriksa mungkin menilai risiko bawaan dari renovasi atap
berada pada tingkat moderat karena jenis pekerjaan sederhana,
dan salah satunya dengan mengasumsikan latar belakang
pendidikan dan pengalaman PPK juga memadai untuk
mengendalikan pekerjaan.
Risiko pengendalian
Kemudian terkait risiko pengendalian, dari contoh kasus dapat
dilihat bahwa PPK melakukan pengecekan fisik sebelum serah
terima (PPK mengetahui bahwa kualitas atap buruk). Kondisi ini

Subdit Litbang PDTT | 63


bisa menunjukkan risiko pengendalian juga berada pada tingkatan
moderat.
Risiko ketidakpatuhan material
Untuk kasus SDN Gentong, Secara umum risiko ketidakpatuhan
material berada pada tingkat medium. Namun sayangnya PPK
tetap menerima pekerjaan.
Ketidakpatuhan yang terjadi pada kasus ini adalah PPK yang tetap
menerima pekerjaan dan kemudian menyetujui pembayaran
padahal berdasarkan pengujian fisiknya PPK mengetahui kondisi
fisik bangunan tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Apabila Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi di Dinas Pendidikan Kota Pasuruan pada
tahun 20XX (asumsi Pengguna Jasa adalah Dinas Pendidikan),
untuk dapat menyimpulkan apakah seluruh kegiatan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi di Dinas Pendidika Kota Pasuruan pada 20XX
(populasi) pada satu periode tertentu telah sesuai dengan
peraturan yang berlaku, Pemeriksa harus melakukan penilaian
risiko ketidakpatuhan material terhadap keseluruhan pekerjaan
konstruksi yang ada. Sehingga Pemeriksa bisa mendapatkan
kesimpulan apakah kejadian SDN Gentong ini hanyalah
ketidakpatuhan yang bersifat kebetulan atau memang sistemik
pada seluruh pekerjaan konstruksi. Dari kasus SDN Gentong juga
mencuat risiko kecurangan yang harus diwaspadai Pemeriksa.
Pengendalian intern yang efektif dapat gagal karena adanya
kolusi, apalagi apabila Pengguna Jasa tidak menyelenggarakan
suatu pengendalian intern.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Pemeriksa untuk memastikan
Pengguna Jasa telah menyelenggarakan pengendalian intern yang
efektif untuk mencegah ketidaktepatan mutu, volume, dan waktu
dan juga risiko kecurangan.

Subdit Litbang PDTT | 64


Gambar 19. Atap SDN Gentong Roboh

Sumber: https://jatim.suara.com/read/2019/11/06/214707/insiden-ambruknya-atap-sd-
gentong-polsek-pasuruan-telah-periksa-10-saksi

Untuk melakukan pengujian yang dapat digeneralisasikan kepada


populasi Pemeriksa melaksanakan prosedur uji petik
sebagaimana berikut.

B.9. Penentuan uji petik (sampling)

53 Uji petik (sampling) pemeriksaan adalah penerapan prosedur Definisi dan Risiko Uji
pemeriksaan terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam Petik
populasi yang relevan di mana semua unit uji petik memiliki
peluang yang sama untuk dipilih untuk memberikan dasar
memadai bagi Pemeriksa untuk menarik kesimpulan tentang
populasi secara keseluruhan4.

54 Populasi adalah keseluruhan set data yang merupakan sumber Kaitannya tujuan dan
dari suatu sampel yang dipilih dan Pemeriksa bertujuan untuk prosedur pengujian
menarik kesimpulan dari keseluruhan set data tersebut5. Tujuan dengan populasi
pengujian dan penentuan prosedur pengujian akan menentukan
populasi yang relevan.
Contoh:
- Pemeriksa ingin melakukan pengujian bahwa setiap BAST
PHO disertai dengan laporan hasil pengawasan yang telah
ditandatangani PPK. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan
adalah inspeksi atas dokumen BAST pada pekerjaan-
pekerjaan yang telah PHO. Populasi dari pengujian ini adalah
seluruh dokumen BAST PHO.

4
SA 530, Sampling audit https://docplayer.info/51782421-Standar-audit-sa-530-sampling-audit.html
5
SA 530, Sampling audit https://docplayer.info/51782421-Standar-audit-sa-530-sampling-audit.html
Subdit Litbang PDTT | 65
- Pemeriksa ingin melakukan pengujian bahwa PPHP telah
menandatangani seluruh Berita Acara Pemeriksaan
Administratif atas pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang
telah diserahterimakan kepada PA/KPA. Prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan adalah inspeksi atas
dokumen BA pemeriksaan administratif. Populasi dari
pengujian ini adalah seluruh BA pemeriksaan administratif
atas keseluruhan pekerjaan yang telah diserahterimakan
kepada PA/KPA. BA pemeriksaan administratif menjadi unit
uji petik dari populasi.

55 Agar uji petik efektif, Pemeriksa terlebih dahulu memastikan Kelengkapan populasi
bahwa keseluruhan unit uji petik telah masuk ke dalam populasi.
Untuk mengonfirmasi kelengkapan populasi Pemeriksa dapat
melakukan cross check kepada sumber data yang lain misalnya
data PBJ konstruksi yang terdapat di SiRUP, daftar aset tetap, dll.

56 Penggunaan uji petik memiliki risiko bahwa kesimpulan Risiko Uji Petik dan
Pemeriksa yang didasarkan pada uji petik berbeda dengan Nonuji Petik
kesimpulan apabila prosedur pemeriksaan yang sama diterapkan
pada keseluruhan populasi. Sedangkan risiko nonuji petik adalah
risiko kesalahan kesimpulan pemeriksaan yang bukan disebabkan
oleh uji petik misalnya disebabkan oleh kesalahan prosedur
pemeriksaan. Dengan melaksanakan prosedur uji petik yang
benar, Pemeriksa dapat memitigasi risiko uji petik sebagaimana
diungkap di atas. Langkah/prosedur uji petik dapat dilihat pada
Gambar 20.
Gambar 20. Langkah Uji Petik

LANGKAH UJI PETIK PEMERIKSAAN


1. Perencanaan
a. Penentuan tujuan
b. Penentuan prosedur pemeriksaan
c. Pendefinisian populasi dan unit uji petik
d. Penentuan metode uji petik

2. Pelaksanaan
a. Penentuan ukuran sampel
b. Pemilihan sampel
c. Pengujian sampel

3. Evaluasi
a. Evaluasi hasil sampel
b. Pendokumentasian

Sumber: Juknis Uji Petik, 2014

Subdit Litbang PDTT | 66


57 Dalam melakukan uji petik, Pemeriksa dapat menggunakan Pemilihan metode uji
metode statistika maupun nonstatistika. Metode uji petik baik petik
secara statistik maupun nonstatistik memiliki tujuan yang sama
yaitu menghasilkan unit-unit uji petik yang representatif.
Metode pemilihan uji petik secara statistik ataupun nonstatistik
lebih dikarenakan pertimbangan biaya-manfaat. Pemeriksa
sedapat mungkin memilih unit-unit uji petik yang
merepresentasikan populasi sehingga kesimpulan yang diambil
tidak bias baik ketika menggunakan metode statistika maupun
nonstatistika.

58 Baik metode statistik maupun nonstatistik memiliki risiko, oleh Jaminan pada uji petik
karenanya AICPA menyatakan bahwa tidak ada alasan konseptual statistik dan nonstatistik
yang menyatakan bahwa sampel nonstatistik akan memberikan
jaminan (assurance) yang berbeda dengan sampel statistik,
selama proses sampling direncanakan dengan baik dan dengan
jumlah yang komparabel6.
Suatu metode nonstatistika yang didesain dengan tepat dan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti halnya dalam metode
statistika akan dapat menghasilkan hasil yang efektif pula,
walaupun tidak dapat secara eksplisit menyajikan risiko uji petik,
tingkat keyakinan, dan presisi atas hasil sampel.

59 Sesuai dengan metodologi pemeriksaan (apapun jenis Uji petik diterapkan pada
pemeriksaannya), Pemeriksa melakukan dua jenis pengujian yaitu pengujian pengendalian
pengujian pengendalian dan kemudian pengujian substantif. Pada (control testing) dan
pemeriksaan kepatuhan pengujian pengendalian disebut kepatuhan (compliance
pengujian pengendalian atas kepatuhan (untuk kemudahan testing)
selanjutnya tetap digunakan terminologi pengujian pengendalian),
dan pengujian substantif disebut sebagai pengujian kepatuhan.
Pengujian secara uji petik diterapkan pada kedua jenis pengujian
tersebut

60 Uji petik pada pengujian pengendalian disebut sebagai attribute Attribute sampling pada
sampling, karena pengujian diarahkan pada atribut-atribut pengujian pengendalian
pengendalian yang dijalankan entitas. Penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dinyatakan dalam jumlah keterjadian
bukan nilai moneter.
Pengendalian yang sama seharusnya diterapkan pada semua
pekerjaan konstruksi yang mengikuti aturan tertentu (misal
menggunakan tata cara sesuai Permen PUPR No. 21 Tahun 2019)
tanpa memandang besarnya nilai pekerjaan konstruksi. Oleh
karena itu tidak relevan apabila Pemeriksa melakukan pengujian

6
AICPA, Audit Guide Audit Sampling paragraph 2.28
Subdit Litbang PDTT | 67
pengendalian hanya pada pekerjaan-pekerjaan dengan nilai besar
atau berdasarkan karakteristik tertentu.

61 Dalam melakukan uji petik untuk pengujian pengendalian, Risiko uji petik dalam
Pemeriksa menghadapi dua risiko berikut: pengujian pengendalian

a. Kesalahan dalam menyimpulkan bahwa pengendalian kurang


efektif daripada kondisi sebenarnya (underreliance risk).
Risiko ini akan berdampak pada efisiensi pemeriksaan.
Dengan menyimpulkan bahwa pengendalian tidak/kurang
efektif, Pemeriksa akan menambah jumlah pengujian
kepatuhan yang kemudian akan berdampak pada biaya dan
waktu. Namun hasil pemeriksaan tetap akan efektif.
b. Kesalahan dalam menyimpulkan bahwa pengendalian lebih
efektif daripada kondisi sebenarnya (overreliance risk).
Risiko ini akan berdampak pada efektivitas pemeriksaan.
Dengan meyakini pengendalian berjalan efektif, Pemeriksa
akan mengurangi jumlah pengujian kepatuhannya yang
sebenarnya berisiko karena pengendalian pada kenyataanya
tidak efektif. Risiko ini menjadi sangat penting untuk ditangani
karena pada akhirnya dapat mengakibatkan kesalahan
pemberian kesimpulan.

62 Dari paragraf di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya Tingkat keyakinan pada
pengujian atas pengendalian untuk mencegah risiko salah pengujian pengendalian
pemberian kesimpulan (pemeriksaan tidak efektif). Pengujian (control testing)
pengendalian menjadi sumber bukti utama bagi Pemeriksa untuk
menentukan apakah pengendalian intern berjalan efektif, oleh
karenanya untuk memitigasi overreliance risk, Pemeriksa
menetapkan tingkat risiko yang rendah atas kemungkinan
overreliance terhadap pengendalian (low risk of overreliance).
Untuk itu, biasanya pengujian atas pengendalian didesain pada
tingkat risk of overreliance 5%-10%, atau untuk mencapai tingkat
kepercayaan (confidence level) 90%-95%* (komplementer)
*Terdapat kesepakatan umum bahwa tingkat jaminan yang memadai
diperoleh pada tingkat keyakinan 90-95%.7

63 Penentuan ukuran uji petik mengikuti metode uji petik yang dipilih. Penentuan ukuran uji
Penentuan ukuran uji petik secara statistik dalam pengujian petik secara statistik
pengendalian dapat diperoleh secara terstruktur dari tabel
statistik.

64 Penentuan ukuran uji petik dengan metode nonstatistik akan Penentuan ukuran uji
banyak mengandalkan pertimbangan profesional Pemeriksa petik secara nonstatistik
(walaupun pertimbangan profesional juga diterapkan pada uji

7
AICPA, Government Auditing Standards and Single Audit paragraph 11.77
Subdit Litbang PDTT | 68
petik secara statistik). Berdasarkan pertimbangan profesionalnya,
Pemeriksa menentukan sendiri ukuran uji petik.
Sebagai salah satu referensi, Panduan menyajikan penentuan
ukuran uji petik secara nonstatistik yang diterapkan oleh AICPA,
sebagaimana disajikan dalam tabel 5 yang menyajikan ukuran uji
petik untuk pengujian pengendalian secara nonstatistik pada
populasi besar (>250). Walaupun ukuran uji petik ditentukan
dengan cara nonstatistik, namun dapat dilihat dari tabel bahwa
Pemeriksa tetap mempertimbangkan beberapa parameter yang
relevan sehingga dapat mengurangi bias yang terjadi. Sebagai
informasi tambahan, ukuran uji petik ini digunakan oleh AICPA
untuk pemeriksaan kepatuhan atas program “Grants” dari
pemerintah federal kepada publik8. Dengan pertimbangan bahwa
program ini sangat penting, AICPA menerapkan kebijakan zero
expected deviation rate 9.

65 Tabel 5 Ukuran Uji Petik Nonstatistik Pengujian Pengendalian Pada Tabel ukuran uji petik
Populasi Besar nonstatistik untuk
pengujian pengendalian
Signifikansi Pengendalian dan Jumlah Sampel Minimum
pada populasi besar
Risiko Bawaan 0 Deviation Expected (>250)
Pengendalian sangat signifikan 60
dan risiko bawaan tinggi
Pengendalian sangat signifikan
dan risiko bawaan terbatas
atau 40
Pengendalian moderat dan risiko
bawaan tinggi
Pengendalian moderat 25
dan risiko bawaan terbatas

Sumber: Table 11-1, AICPA Government Auditing Standards and Single Audits

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa AICPA memandang


siginifikansi pengendalian dan risiko bawaan dari pengendalian
menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan ukuran uji
petik secara nonstatistik.

66 Untuk penentuan ukuran uji petik secara nonstatistik pada


populasi kecil (<250) disajikan pada Tabel 6.

8
Informasi mengenai program Grants dapat dilihat pada https://www.grants.gov/web/grants/learn-grants/grants-101.html
9
Expected population deviation rate adalah dugaan tingkat penyimpangan yang ada di populasi. Pemeriksa dapat menggunakan nilai
expected population deviation rate dari hasil pemeriksaan sebelumnya apabila tidak terdapat perubahan mayor pada pengendalian intern
atau melalui piloting uji petik. Bersama dengan confidence level (tingkat keyakinan bahwa pengendalian intern efektif), dan tolerable
deviation rate (tingkat penyimpangan dalam uji petik yang masih dapat diterima Pemeriksa untuk meyakini pengendalian efektif), expected
population deviation rate akan menentukan ukuran sampel secara statistik-namun ketiga konsep ini juga harus dipertimbangkan ketika
menentukan ukuran uji petik secara nonstatistik.
Subdit Litbang PDTT | 69
67 Tabel 6 Ukuran Uji Petik Nonstatistik Pengujian Pengendalian Pada Tabel ukuran uji petik
Populasi Kecil nonstatistik untuk
pengujian pengendalian
Ukuran Populasi Jumlah Sampel Minimum
pada populasi kecil (<250)
4 2
12 2-4
24 3-8
52 5-9

Sumber: Table 11-3 AICPA Government Auditing Standards and Single Audits

Perlu diingat bahwa populasi dalam uji pengendalian adalah total


dokumentasi atas pengendalian tertentu yang diuji.
Contoh:
Pemeriksa ingin menguji apakah PPK telah menyetujui semua
laporan bulanan pekerjaan konstruksi yang disampaikan oleh
Pengawas Pekerjaan. Dalam satu tahun (12 bulan) terdapat 10
kontrak pekerjaan konstruksi. Untuk tujuan pengujian ini maka
populasinya adalah 120 laporan bulanan dari Pengawas Pekerjaan
kepada PPK.

68 Untuk ukuran populasi antara 52 - 250 item, AICPA Best practices penentuan
memberlakukan aturan praktis (rule of thumb), untuk mengambil ukuran uji petik pada
ukuran uji petik sebanyak 10% dari populasi10. Sebagai referensi populasi kecil
lain, untuk populasi kecil IDI memberikan rule of thumb ukuran
sampel minimal sebesar 10-15% dari populasi11 .

69 Referensi ukuran uji petik di atas bersifat tidak mengikat, Pertimbangan profesional
Pemeriksa tetap menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam penentuan ukuran
dalam menentukan ukuran uji petik yang memadai. uji petik

70 Dengan menggunakan pertimbangan profesional, Pemeriksa Siginifikansi pengendalian


menentukan pengendalian-pengendalian mana yang signifikan yang akan diuji
sehingga harus diuji efektivitasnya. Faktor yang dapat dijadikan
pertimbangan untuk menentukan siginifikansi pengendalian
adalah besarnya potensi ketidakpatuhan yang akan terjadi (baik
secara kuantitatif maupun kualitatif) apabila pengendalian
tersebut tidak berjalan efektif. Oleh karenanya sangat penting bagi
Pemeriksa untuk meyakini bahwa pengendalian tersebut berjalan
efektif, sehingga pemeriksa dapat memperoleh tingkat jaminan
(confidence level) yang memadai.

10
AICPA, Government Auditing Standards and Single Audits, paragraf 11.87
11
IDI, ISSAI Implementation Handbook, 2018
Subdit Litbang PDTT | 70
Contoh:
Macam-macam pengendalian dalam pekerjaan konstruksi telah
dijelaskan pada bab 3, diantarnya dengan melakukan rapat PCM,
Pemeriksaan awal (MC-0), pemantauan pekerjaan melalui S
Curve, Laporan-laporan harian, mingguan, bulanan dari
Pengawas Pekerjaan kepada PPK, pengecekan fisik oleh PPK, dan
lain-lain.
Berdasarkan analisis Pemeriksa, pengecekan fisik menjadi salah
satu kontrol yang sangat signifikan bagi PPK untuk memastikan
seluruh laporan pengendalian dan pengawasan yang disampaikan
kepadanya memberikan fakta yang sesuai di lapangan. Di sisi lain,
risiko bawaan pada pengendalian ini juga tinggi diantaranya
karena kesibukan PPK di mana pekerjaan PPK bersifat tambahan
sehingga PPK harus juga membagi waktu dengan pekerjaan
utama, lokasi geografis pekerjaan yang tersebar, kurangnya
kompetensi teknis PPK dalam mengevaluasi hasil-hasil laporan
Pengendali dan Pengawas, dan lain-lain. Oleh karena itu,
Pemeriksa memutuskan bahwa pengecekan fisik oleh PPK
menjadi salah satu fokus dalam pengujian pengendalian.

71 Penentuan ukuran uji petik pada pengujian kepatuhan (compliance Faktor yang
testing) ditentukan oleh tingkat risiko ketidakpatuhan material memengaruhi ukuran uji
yang tersisa setelah Pemeriksa melakukan serangkaian petik pada pengujian
pengujian pengendalian (bisa juga dilengkapi dengan prosedur kepatuhan (compliance
lain seperti prosedur analitis, dan lain-lain). Apabila berdasarkan testing)
pengujian Pemeriksa menyimpulkan:
a. Pengendalian dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi
efektif, maka Pemeriksa dapat menyimpulkan bahwa risiko
ketidakpatuhan material berada pada level rendah sampai
sedang, sehingga ukuran sampel pengujian substantif dapat
dikurangi; dan
b. apabila sebaliknya yang terjadi maka Pemeriksa menilai
risiko ketidakpatuhan material berada pada level sedang
sampai tinggi, dan ukuran sampel pengujian substantif
menjadi lebih besar.

72 AICPA sebagaimana disajikan dalam Tabel 7 berikut memberikan Tabel ukuran sampel
referensi ukuran uji petik minimum untuk pengujian kepatuhan pengujian kepatuhan
pada berbagai tingkat risiko ketidakpatuhan material yang tersisa pada populasi besar
untuk pengujian dengan populasi besar (> 250). Pengujian sampel (>250)
pada populasi kecil (<250) mengikuti referensi pada tabel 6 di atas.

Subdit Litbang PDTT | 71


Tabel 7 Ukuran Uji Petik Nonstatistik Pengujian Kepatuhan pada
Populasi Besar

Tingkat jaminan/confidence level* Jumlah sampel minimum


yang diharapkan
0 pengecualian yang
(risiko ketidakpatuhan material yang
diharapkan
tersisa)
Tinggi 60
Sedang 40
Rendah 25
Sumber: Table 11-2 Government Auditing Standards and Single Audit, AICPA
*Terdapat kesepakatan umum dalam penerapan uji petik, bahwa tingkat jaminan yang
memadai diperoleh dari 90%-95% confidence level12.

73 Pemilihan uji petik secara statistik berarti Pemeriksa dapat Pemilihan uji petik secara
secara sistematis menghindari bias, dengan menggunakan statistik
metode pemilihan secara random misalnya simple random atau
systematic sampling.
Untuk memudahkan, Pemeriksa dapat menggunakan aplikasi
untuk melakukan pemilihan uji petik secara statistik.

74 Salah satu metode uji petik nonstatistik yang dapat digunakan Contoh pemilihan uji petik
adalah haphazard sample. Metode ini merepresentasikan upaya secara nonstatistik -
Pemeriksa untuk menghindari bias yang disengaja namun tanpa Haphazard sample
menggunakan cara yang terstruktur (tidak dengan menggunakan
tabel random). Menghindari bias berarti Pemeriksa mengabaikan
alasan kenapa satu unit dipilih atau tidak dipilih. Pemeriksa
memilih unit-unit uji petik tanpa memperhatikan nilai kontrak,
lokasi aset, kompleksitas aset, dan lain-lain. Risiko dari metode
ini adalah kemungkinan munculnya bias tanpa disadari oleh
Pemeriksa. Misalnya hasil pemilihan hanya berisikan unit uji petik
dari nilai kontrak lebih dari Rp1 miliar.

75 Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk Stratified sampling
menekan bias adalah dengan sebelumnya mengelompokkan
pekerjaan-pekerjaan konstruksi dalam satu kelompok
berdasarkan karakteristik tertentu, yang disebut dengan strata
(disebut juga stratified sampling). Kemudian dari setiap strata
akan dipilih unit-unit uji petik yang akan diuji.
Contoh:
Pemeriksa membagi strata pekerjaan konstruksi berdasarkan
nilai kontrak yang besar, sedang, dan kecil. Alternatif lain,
Pemeriksa membuat strata berdasarkan tiap-tiap PPK yang
menjadi penanggung jawab pekerjaan, strata berdasarkan lokasi
pekerjaan, dan lain-lain. Kemudian dari masing-masing strata

12
AICPA, Government Auditing Standard and Single Audits paragraph 11.77
Subdit Litbang PDTT | 72
Pemeriksa melakukan pemilihan unit uji petik misalnya
menggunakan metode haphazard.
Tata cara uji petik lebih lanjut dapat mengacu pada Juknis Uji Petik
yang berlaku.

B.10. Penggunaan Tenaga Ahli

76 Sesuai SPKN, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli dari Penggunaan Tenaga Ahli
luar BPK jika teknik, metode, atau keterampilan khusus tidak
tersedia dalam tim atau organisasi. Tenaga Ahli dari luar BPK
dapat digunakan diantaranya untuk melakukan pengujian mutu
dan volume pekerjaan konstruksi. Ketika berencana
menggunakan Tenaga Ahli dari luar BPK, Pemeriksa perlu
mengevaluasi independensi, kompetensi, kemampuan, dan
objektivitas Tenaga Ahli tersebut.

77 Faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk menggunakan Faktor yang


Tenaga Ahli diantaranya adalah risiko ketidakpatuhan material, mempengaruhi
harapan penugasan, dan asas biaya manfaat penggunaan Tenaga penggunaan Tenaga Ahli
Ahli.

78 Gambar 18 mengilustrasikan alur pikir kapan Pemeriksa Alur pikir penggunaan


menggunakan Tenaga Ahli dalam pemeriksaan pelaksanaan Tenaga Ahli
konstruksi.

Subdit Litbang PDTT | 73


Gambar 18. Alur Pikir Penggunaan Tenaga Ahli dalam Pemeriksaan

START

Harapan Ya

Pertimbangan asas biaya manfaat


Pemeriksa Reguler
Penugasan:
Keberadaan

Tidak
Risiko
Ketidakpatuhan
Harapan Ya Material ? Menggunakan pemeriksa
Penugasan: Indikasi yang memiliki kompetensi
Tepat Volume Kecurangan? Rendah dan latar belakang teknik

Tidak

Tinggi
Harapan Penugasan:
Tepat Mutu

Menggunakan Ahli

Sumber: Kajian Penggunaan Tenaga Ahli Dalam Pemeriksaan Konstruksi, BPK 2019

79 Berikut adalah tabel 3 yang menguraikan strategi pemeriksaan Tabel strategi


dengan menggunakan Tenaga Ahli. penggunaan Tenaga Ahli

Tabel 3. Strategi Penggunaan Tenaga Ahli

Harapan
RKM Asas Biaya Manfaat Strategi Pemeriksaan
Penugasan
Keberadaan Rendah Manfaat < biaya Tenaga Ahli Pemeriksa reguler
Tepat volume Rendah Manfaat < biaya Tenaga Ahli Pemeriksa yang memiliki
kompetensi dan latar belakang
teknis
Tepat mutu Rendah- Manfaat > biaya Tenaga Ahli Pemeriksa dapat
Sedang menggunakan Tenaga Ahli
Tepat mutu Sedang- Manfaat > biaya Tenaga Ahli Pemeriksa dapat
dan/atau Tinggi menggunakan Tenaga Ahli
Tepat volume

RKM: Risiko Ketidakpatuhan Material

80 Dari gambar dan tabel di atas dapat diuraikan apabila harapan Penggunaan Pemeriksa
penugasan hanya pada keberadaan konstruksi dan disertai tanpa latar belakang
dengan risiko ketidakpatuhan material yang rendah, maka pendidikan atau
manfaat penggunaan Tenaga Ahli akan lebih kecil dibandingkan pengalaman konstruksi
biaya terkait. Oleh karena itu, pengujian fisik yang bersifat teknis dalam pemeriksaan

Subdit Litbang PDTT | 74


dapat dilaksanakan langsung oleh Pemeriksa walaupun
Pemeriksa tidak memiliki latar belakang pendidikan ataupun
pengalaman di bidang konstruksi (dalam konteks panduan ini
disebut sebagai Pemeriksa reguler).

81 Apabila harapan penugasan adalah untuk menguji ketepatan Penggunaan Pemeriksa


volume yang disertai dengan risiko ketidakpatuhan material yang dengan latar belakang
rendah, maka manfaat dari penggunaan Tenaga Ahli masih lebih pendidikan atau
rendah daripada biaya terkait. Pengujian ini dapat dilakukan oleh pengalaman konstruksi
Pemeriksa yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun dalam pemeriksaan
pengalaman di bidang konstruksi terutama yang bersifat
pengujian visual atas ketepatan dimensi.
Contoh:
Menghitung luasan lantai, mengukur panjang jalan, dan lain-lain.

82 Namun, apabila harapan penugasan adalah untuk menguji Penggunaan Tenaga Ahli
ketepatan mutu, berapapun risikonya maka manfaat penggunaan konstruksi dalam
Tenaga Ahli menjadi lebih besar daripada biaya terkait. Hal ini pemeriksaan
diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya perdebatan dengan
entitas terkait kompetensi Pemeriksa.
Selain itu, terkait pegujian volume yang disertai dengan risiko
ketidakpatuhan material yang sedang-tinggi maka sebaiknya
Pemeriksa juga menggunakan Tenaga Ahli (manfaat yang
diperoleh masih lebih besar daripada biaya terkait).
Contoh:
Menguji mutu beton, menguji volume pekerjaan-pekerjaan yang
tidak kasat mata seperti pada pondasi, kolom, dll.
Pada pengujian-pengujian mutu atau volume atas pekerjaan yang
tidak kasat mata seringkali Pemeriksa hanya mampu melakukan
pembuktian sebatas dokumentasi, sehingga apabila harapan
penugasan meminta pengujian mutu dan/volume atas pekerjaan
yang tidak kasat mata, maka harus diperkuat dengan penggunaan
Tenaga Ahli.

C. Pelaksanaan Pemeriksaan

C.1. Pemerolehan Bukti dan Analisis Bukti

83 Setiap proses dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi Titik kritis


memiliki peran yang penting demi tercapainya pelaksanaan
pekerjaan yang tepat mutu, volume, dan waktu. Lampiran 4.2
mengilustrasikan contoh hasil pemetaan risiko ketidakpatuhan
atas tepat mutu, volume, dan waktu dalam tahapan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi yang dapat menjadi titik kritis dalam
Subdit Litbang PDTT | 75
pemeriksaan. Sementara, contoh prosedur pemeriksaan untuk
menguji titik kritis tersebut disajikan dalam Lampiran 4.3.
Contoh risiko dan prosedur yang tersaji dalam lampiran tersebut
disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat Panduan ini
disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan
konstruksi. Perbedaan di lapangan sangat mungkin terjadi dengan
mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD dan kondisi pada waktu pekerjaan
konstruksi dilaksanakan.

84 Sebagaimana disebutkan, sebelum melaksanakan pengujian Pengujian pengendalian


kepatuhan, Pemeriksa terlebih dahulu melakukan pengujian menentukan sifat, luas,
pengendalian untuk menyimpulkan efektivitas pengendalian dan kedalaman prosedur
tersebut. Hasil dari pengujian pengendalian akan menentukan pengujian kepatuhan
sifat, luas, dan kedalaman pemeriksaan kepatuhan.

85 Untuk mengafirmasi dugaan yang diperoleh Pemeriksa atas Prosedur pengujian fisik
efektivitas pengendalian, Pemeriksa diantaranya dapat mempertimbangkan
menerapkan prosedur pengujian fisik untuk melihat eksistensi kondisi dan ketentuan
pekerjaan dan/atau termasuk melakukan pengujian fisik untuk yang berlaku
menguji ketepatan mutu, volume, dan waktu.
Lampiran 4.4 memuat beberapa contoh prosedur pengujian fisik
pekerjaan konstruksi, khususnya untuk konstruksi jalan dan
kesepakatan cara pengambilan sampel benda uji. Dalam
penerapan contoh ini, Pemeriksa mempertimbangkan kondisi dan
ketentuan yang berlaku dan dipedomani Pengguna Jasa (misal
keberlakuan SNI dan adopsi atau adaptasi ketentuan dari
kementerian teknis terkait pada K/L/PD).

86 Untuk menghindari adanya perselisihan terkait hasil pengujian Berita Acara Kesepakatan
fisik terkait mutu dan volume, maka Pemeriksa Pengujian Fisik
mengomunikasikan terlebih dahulu tata cara pengujian fisik yang
akan dilakukan kepada entitas dan Penyedia. Komunikasi ini
dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik.

87 Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik memuat metodologi Isi dan manfaat Berita
pemeriksaan lapangan, metode pengambilan sampel, cara Acara Kesepakatan
perhitungan, alat yang digunakan, dan hal-hal lain yang terkait Pengujian Fisik
dengan pelaksanaan pengujian serta disepakati dan
ditandatangani oleh semua pihak, yaitu Pemeriksa, PPK proyek
konstruksi yang diperiksa, Penyedia, Pengawas Pekerjaan, dan
Kepala Satuan Kerja. Pelibatan Inspektorat sebagai saksi
mempertimbangkan lokasi proyek konstruksi dan penugasan dari
Inspektorat dalam K/L/PD.
Berita Acara ini diperlukan untuk menghindari perselisihan
(dispute) yang dapat timbul apabila Pengguna Jasa atau Penyedia

Subdit Litbang PDTT | 76


tidak setuju dengan hasil pemeriksaan BPK karena perbedaan
cara pengambilan benda uji, waktu pengambilan benda uji, cara
menguji, dll. Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian terdapat
pada Lampiran 4.5.

88 Pelaksanaan pengujian fisik dilakukan bersama-sama antara Pelaksanaan pengujian


Pemeriksa, PPK, Pengawas Pekerjaan, dan Penyedia berdasarkan fisik
kesepakatan pengujian yang tertuang dalam Berita Acara
Kesepakatan Pengujian Fisik.

89 Setelah melakukan pengujian fisik, Pemeriksa menyusun Berita Berita Acara Hasil
Acara Hasil Pengujian Fisik. Berita Acara minimal memuat Pengujian Fisik
informasi terkait tanggal pelaksanaan pengujian, pihak yang ikut
dalam pengujian fisik, item pekerjaan yang diuji serta hasil
pengujian, termasuk foto dokumentasi pelaksanaan pengujian.
Berita acara ini ditandatangani oleh Pemeriksa, PPK, Penyedia,
dan Pengawas Pekerjaan. Contoh Berita Acara Hasil Pengujian
Fisik terdapat pada Lampiran 4.6.

90 Pemeriksa memberikan kesempatan kepada PPK, Pengawas Data tambahan dan bukti
Pekerjaan, dan Penyedia untuk menanggapi hasil pengujian fisik. pendukung lain untuk
Pemeriksa meminta data tambahan dan bukti pendukung dari PPK menanggapi hasil
dan Penyedia apabila mereka menyatakan tidak bersepakat penghitungan
dengan hasil penghitungan.

C.2. Pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara jarak jauh


atau daring

91 Perkembangan teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan Pemanfaatan teknologi


pokok bagi Pemeriksa maupun entitas. Dengan demikian, informasi dan tantangan
Pemeriksa harus berhadapan dengan informasi dalam jumlah bagi Pemeriksa
yang sangat besar dan beragam bentuk.

92 Pemeriksa dituntut untuk beradaptasi dengan era baru di mana Adaptasi metode
pemeriksaan akan lebih banyak memanfaatkan teknologi pemeriksaan baru
informasi dan big data analytics melalui metode pemeriksaan
yang dapat dilaksanakan secara jarak jauh atau daring.

93 Pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara jarak jauh Risiko ketidakpatuhan


atau daring dilakukan sepanjang Pemeriksa dapat meyakini material sebagai
bahwa prosedur jarak jauh yang diterapkan mampu parameter utama
mengendalikan risiko pemeriksaan pada tingkatan yang dapat pemeriksaan secara jarak
diterima. Risiko ketidakpatuhan material pada entitas menjadi jauh dan parameter
pertimbangan utama bagi Pemeriksa sebelum memutuskan untuk lainnya
menerapkan prosedur pemeriksaan jarak jauh. Gambaran tentang

Subdit Litbang PDTT | 77


risiko ketidakpatuhan material ini dapat diperoleh salah satunya
berdasarkan pemeriksaan sebelumnya.
Selain parameter risiko ketidakpatuhan material, Pemeriksa
kemudian memperhatikan beberapa parameter lain, seperti:
a. Tersedianya infrastruktur teknologi pada lokasi pemeriksaan,
misalnya kualitas jaringan atau koneksi internet, stabilitas
sambungan listrik, dan lain-lain;
b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengendalian
pelaksanaan pekerjaan konstruksi oleh Pengguna Jasa,
misalnya penggunaan aplikasi e-monitoring;
c. Kesiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan prosedur pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi secara jarak jauh atau daring pada entitas dan
Pemeriksa, misalnya smartphone, jaringan internet,
ketersediaan alat uji yang akan digunakan berdasarkan
metode yang disepakati, kapabilitas sumber daya manusia
untuk mengoperasikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan,
dan lain-lain;
d. Sulitnya akses terhadap lokasi proyek yang akan diperiksa,
misal lokasi sangat remote, keterbatasan pilihan moda
transportasi, terjadi bencana yang menghalangi akses menuju
lokasi proyek konstruksi, penerapan kebijakan khusus oleh
pemerintah daerah di mana lokasi proyek berada, dan lain-lain;
e. Tingginya risiko kesehatan dan/atau keamanan bagi
Pemeriksa, misal lokasi proyek berada di daerah yang terkena
pandemi atau rawan secara fisik, terjadi bencana, dan lain-lain;
dan
f. Tingkat kematangan APIP, hal ini dapat dilihat dari hasil
penilaian tingkat maturitas APIP oleh BPKP. Hal ini penting
apabila Pemeriksa mempertimbangkan untuk bekerja sama
dengan APIP dalam menerapkan prosedur pemeriksaan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara jarak jauh atau
daring.

94 Pemeriksa juga mempertimbangkan keterbatasan prosedur Keterbatasan prosedur


pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara jarak jauh pemeriksaan secara jarak
atau daring, seperti: jauh

a. tidak semua area pemeriksaan didukung oleh jaringan internet


atau layanan seluler;
b. pengurusan izin untuk penggunaan tools tertentu (misalnya
izin untuk menerbangkan drone di atas kawasan tertentu);
c. durasi pengoperasian suatu tools yang digunakan (misalnya
batasan durasi terbang dan kemampuan rekam drone);
Subdit Litbang PDTT | 78
d. keaslian software yang akan dimanfaatkan Pemeriksa untuk
mengolah data;
e. distorsi informasi yang mungkin dihasilkan akibat
pemanfaatan teknologi informasi dalam pemeriksaan
(misalnya pengambilan gambar yang dilakukan dengan
bergerak dari satu titik ke titik lain melalui video call atau
akurasi fasilitas sharing location);
f. dan lain-lain.

95 Berikut ini adalah beberapa prosedur pemeriksaan jarak jauh Pengujian fisik dalam
yang dapat diterapkan sesuai kondisi. pemeriksaan secara jarak
jauh
Pengujian Fisik Jarak Jauh
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi saat ini,
Pemeriksa dapat melakukan pengujian fisik atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi secara jarak jauh atau daring. Media yang
dapat digunakan antara lain:
a. Video call
Melalui video call, Pemeriksa dapat melihat keberadaan dan
kondisi pekerjaan konstruksi yang kasat mata. Namun,
Pemeriksa harus memastikan bahwa konstruksi yang
ditunjukkan oleh entitas adalah fisik aset yang benar ingin diuji
Pemeriksa. Untuk itu, Pemeriksa dapat menambahkan
prosedur seperti menggunakan GPS, time stamp, photo stamp,
atau share location untuk memastikan titik lokasi fisik aset
yang ditunjukkan oleh entitas. Selain itu, Pemeriksa dapat
meminta entitas untuk menunjukkan ciri-ciri fisik aset yang
akan diuji, dengan menunjukkan ciri-ciri khusus aset tersebut
seperti nama jalan, plang proyek, nama gedung, dan lain-lain.
Hal ini sangat penting karena Pemeriksa harus dapat memiliki
keyakinan memadai bahwa fisik aset yang ditunjukkan
merupakan fisik aset yang benar ingin diuji.
b. Software spasial
Software spasial dapat digunakan untuk menganalisis
keberadaan dan setidaknya dimensi luas proyek konstruksi.
Penggunaan Geographic Information System/GIS, Global
Positioning System/GPS dalam proses pemeriksaan dapat
membantu melihat kondisi fisik proyek untuk area yang luas
atau terbatas.
c. Drone
Drone dapat dimanfaatkan untuk mengambil gambar terkini
proyek konstruksi. Penggunaan tools ini memungkinkan
Pemeriksa untuk menentukan (misalnya lokasi, letak proyek,
jumlah) serta ukuran dimensi.

Subdit Litbang PDTT | 79


96 Pada pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara Berita Acara Kesepakatan
jarak jauh atau daring, Pemeriksa tetap meminta tanda tangan Pengujian Fisik dan Berita
baik atas Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik maupun Acara Hasil Pengujian
Berita Acara Hasil Pengujian Fisik dari pihak-pihak terkait. Berita Fisik secara jarak jauh
Acara Kesepakatan Pengujian Fisik dan Berita Acara Hasil
Pengujian Fisik secara jarak jauh pada lampiran 4.5 dan 4.6.

97 Dalam pelaksanaan pengujian fisik secara jarak jauh, Pemeriksa Kerja sama dengan pihak
mempertimbangkan penggunaan pihak lain, misalnya Konsultan, lain dalam rangka
Penyedia, APIP, atau entitas untuk mengambil sampel secara live pengujian fisik virtual
(divideokan) dan kemudian mengirimkannya kepada Tenaga Ahli
untuk diuji kualitasnya.

98 Analisis dokumen Analisis dokumen pada


pemeriksaan secara jarak
Analisis dokumen pada pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan
jauh
konstruksi secara jarak jauh atau daring mempunyai kesamaan
dengan analisis dokumen di tempat kerja. Meskipun demikian,
Pemeriksa memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Perlunya tambahan waktu
Entitas bisa jadi memerlukan lebih banyak waktu untuk
menyiapkan dan mengunggah dokumen ke berbagai media
sharing file. Metode dokumentasi ini membutuhkan tambahan
waktu untuk mengubah dokumen menjadi format yang dapat
dianalisis, seperti pdf, dan mengunggah file tersebut.
b. Keaslian (otentik) dokumen
Pemeriksa harus meyakini keotentikan dokumen yang
disampaikan oleh entitas. Hal ini dapat dilakukan antara lain
dengan:
- meminta entitas untuk menyusun pernyataan atau
memberikan label yang menyatakan bahwa dokumen yang
diberikan sesuai dengan aslinya;
- meminta entitas untuk melakukan converting dokumen ke
dalam bentuk softfile dengan disaksikan Pemeriksa dan
segera dikirimkan ke Pemeriksa;
- meminta entitas untuk mengirimkan dokumen dengan
menggunakan jasa ekspedisi. Dalam hal ini, Pemeriksa
harus mewaspadai risiko dokumen hilang dan/atau rusak
dalam perjalanan; dan
- meminta entitas untuk menyimpan fisik dokumen (asli).
c. Ukuran file
Ukuran file softcopy bisa jadi sangat besar untuk dikirim
melalui e-mail atau media lain yang disepakati. Untuk itu,

Subdit Litbang PDTT | 80


Pemeriksa dapat memanfaatkan document sharing platform
yang disepakati kedua belah pihak. Namun demikian,
kemudahan akses, keamanan platform, dan kerahasiaan
informasi perlu diperhatikan. Selain itu, hal ini berisiko pada
pemastian keaslian dokumen.

99 Software konstruksi digunakan untuk menganalisis adanya Contoh tools analisis


anomali atau ketidaksesuaian dokumen perencanaan konstruksi dokumen jarak jauh
(misalnya DED dan shop drawing) dengan dokumen terlaksana (as
built drawing dan dokumen back up quantity) dengan melakukan
pengujian atas gambar-gambar dari Penyedia dengan
menggunakan software khusus (misalnya AUTOCAD, ETABS).
Penggunaan software ini memungkinkan Pemeriksa memperoleh
informasi tentang adanya ketidaktepatan perencanaan konstruksi
dan volume pekerjaan konstruksi.

100 Wawancara Wawancara dalam


pemeriksaan secara jarak
Dalam pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan konstruksi secara
jauh
jarak jauh atau daring, Pemeriksa melaksanakan wawancara
secara virtual melalui video call atau video conference. Dalam
penyelenggaraan wawancara virtual ini, Pemeriksa
memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Pemeriksa membatasi jumlah personel/peserta dalam virtual
meeting dan memastikan bahwa personel/peserta tersebut
benar-benar yang berkepentingan.
b. Pemeriksa menghindari pelaksanaan virtual meeting dalam
waktu yang panjang. Bagi waktu pelaksanaan wawancara
tersebut dalam beberapa sesi.
c. Ketika memilih tools wawancara, Pemeriksa memastikan
koneksi lancar, kualitas suara baik, dan kedua pihak familiar
dengan tools wawancara yang digunakan.
d. Jika diperlukan, Pemeriksa memandu interviewee apabila
menemukan kesulitan. Dalam wawancara jarak jauh,
membangun rapport dengan interviewee dapat menjadi
tantangan tersendiri yang harus diperhatikan Pemeriksa.
Pemeriksa memperhatikan adanya time lag antara Pemeriksa
dan personel di entitas. Hal ini diperlukan untuk
mengidentifikasi apakah time lag tersebut muncul akibat
permasalahan jaringan atau sengaja dibuat interviewee karena
pertanyaan Pemeriksa sensitif untuk dijawab interviewee.

101 Pemeriksa mengomunikasikan tata cara pengujian jarak jauh Komunikasi penggunaan
termasuk persyaratan terkait (misal terkait persyaratan media dan teknologi
keotentikan dokumen) kepada entitas. Penting bagi Pemeriksa pemeriksaan jarak jauh
untuk memastikan bahwa entitas familiar dengan media dan
Subdit Litbang PDTT | 81
metodologi yang dipilih sehingga Pemeriksa dapat memperoleh
bukti yang cukup dan tepat.

C.3. Pengembangan Temuan

102 SPKN menyatakan bahwa temuan adalah ketidaksesuaian kondisi Temuan Pemeriksaan
dengan kriteria. Pemeriksa harus cermat dalam membedakan
kondisi, dan akibat. Unsur sebab menjadi opsional dalam
pemeriksaan kepatuhan.
Contoh:
Pada TA 2020 Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas pekerjaan
pembangunan jalan dari yang melintasi tiga provinsi A,B,C,
dengan nilai kontrak Rp50 miliar. Pekerjaan telah diserah
terimakan pada Agustus 2020 dan telah lunas dibayar.
Berdasarkan pengujian fisik yang dilakukan Pemeriksa pada
pertengahan September 2020 ternyata pekerjaan belum selesai,
volume jalan yang belum terpasang senilai Rp5 miliar.
Berdasarkan wawancara dan analisis dokumen, diketahui bahwa
PPK sekedar menandatangani laporan hasil pengujian fisik yang
disampaikan oleh Pengawas Pekerjaan sebelum membuat dan
menandatangani SPP.
Temuan Pemeriksaan:
Kondisi: PPK pekerjaan jalan lintas tiga provinsi A,B,C membuat
dan menandatangani SPP kepada Penyedia tanpa menguji
kesesuaian volume jalan yang diserahkan Penyedia sebagaimana
yang tercantum dalam dokumen serah terima maupun kontrak,
serta kesesuaiannya dengan waktu penyelesaian pekerjaan.
Kriteria:
Sebagaimana dijelaskan pada bab 3, PMK No. 190/PMK.05/2012
mensyaratkan PPK pada saat membuat dan menandatangani SPP
untuk menguji:
a. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa
sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian/kontrak
dengan barang/jasa yang diserahkan oleh Penyedia
barang/jasa;
b. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa
sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima
barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
c. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana
yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa
dengan dokumen perjanjian/kontrak.

Subdit Litbang PDTT | 82


Akibat:
PPK melakukan lebih bayar sekurang-kurangnya sebesar Rp5
miliar.

103 Tujuan dari pemeriksaan kepatuhan bukanlah untuk membuktikan Fokus pemeriksaan
kecurangan. Fokus pemeriksaan adalah untuk menemukan kepatuhan bukan mencari
penyimpangan dari ketentuan. kecurangan

104 Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan Temuan yang
disajikan dalam LHP tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan mengandung indikasi
kecurangan tersebut. Pemeriksa lebih menitikberatkan awal kecurangan tidak
penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal disajikan secara detail
pokok yang diperiksa. Temuan-temuan yang mempunyai indikasi menjelaskan dugaan
awal kecurangan akan memiliki bobot yang lebih dalam kecurangan yang terjadi
pemberian kesimpulan selain “Sesuai dengan Kriteria”.
Dalam menyajikan temuan, Pemeriksa mengungkapkan 4W+ 2H
(What, When, Where, dan Who + How dan How Much) sepanjang
mendukung tujuan pemeriksaan.
Contoh:
Volume Pekerjaan Pembuangan Hasil Galian dan Pasangan Batu
Kali Tidak Dapat Diyakini Sebesar Rp1.542.525.687,30
Item pekerjaan Pembuangan Hasil Galian dengan Dump Truck
senilai Rp1.288.938.873,60 dan Pasangan Batu Kali senilai
Rp253.586.813,70 tidak didukung dengan dokumen As Built
Drawing dan Back Up Data Quantity yang telah diverifikasi dan
disetujui oleh para pihak terkait. PT SAS selaku kontraktor
pelaksana hanya memiliki foto dokumentasi kegiatan tersebut,
namun tidak memiliki mekanisme pengendalian atas volume
pembuangan hasil galian dengan dump truck.
Menurut keterangan PT CGK selaku konsultan pengawas, PT CGK
tidak melakukan pengawasan atas pekerjaan Pembuangan Hasil
Galian dengan dump truck. Selanjutnya, Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) selaku PPK bersama dengan PPTK tidak bersedia
mengalokasikan waktu untuk melakukan pengujian fisik dengan
Pemeriksa BPK terkait pekerjaan tersebut.
Pihak Konsultan Pengawas dan Ketua Panitia PHO Dinas PSDA
menyatakan bahwa PHO belum dapat dilakukan karena PT SAS
belum membuat dan menyerahkan dokumen hasil pekerjaan.
Namun demikian, KPA dan PA telah menyetujui penerbitan SPM
dan SP2D 95% atas pekerjaan tersebut.
Temuan di atas telah menggambarkan sesuatu yang
mengindikasikan adanya dugaan awal kecurangan seperti
Penyedia yang tidak memiliki mekanisme pengendalian
pembuangan galian, Konsultan Pengawas yang tidak mengawasi
Subdit Litbang PDTT | 83
kegiatan tersebut padahal nilainya besar, PPK dan PPTK yang
tidak bersedia mengalokasikan waktu untuk melakukan pengujian
fisik bersama BPK, dan lain-lain. Namun dalam temuan tersebut
Pemeriksa sudah menyajikan dengan baik tidak menyatakan
bahwa kegiatan pembuangan galian fiktif, dan PPK maupun PPTK
menutupi hal tersebut.

105 Dari ilustrasi di atas juga dapat diperoleh suatu lesson learned Ketiadaan SPI dapat
bahwa ketiadan SPI, apalagi yang terus menerus dibiarkan dapat menjadi faktor risiko
menjadi sinyal terbukanya peluang kecurangan. kecurangan

106 Pemeriksa kemudian menindaklanjuti temuan yang berindikasi Tindak lanjut temuan
kecurangan tersebut dengan menyampaikannya kepada Auditorat yang berindikasi
Utama Investigasi (AUI). kecurangan

C.4. Perolehan Tanggapan

107 Pemeriksa memperoleh tanggapan tertulis dari entitas sebagai Tanggapan tertulis dari
salah satu alat untuk memastikan bahwa Pemeriksa menyajikan entitas
temuan pemeriksaanya secara objektif. Terutama pada kondisi
pemeriksaan jarak jauh, hal ini menjadi sangat penting karena
mungkin penerapan prosedur pemeriksaan secara jarak jauh
memiliki tingkat distorsi yang lebih tinggi dibandingkan pengujian
secara langsung.

D. Pelaporan Pemeriksaan

108 Pada akhir pemeriksaan, Pemeriksa menyusun Laporan Hasil Kewajiban menyusun
Pemeriksaan (LHP) secara tertulis yang berisi hasil analisis atas laporan hasil
pengujian bukti yang diperoleh selama pemeriksaan. pemeriksaan

109 Kesimpulan adalah penyataan atas keyakinan (keyakinan positif) Bentuk kesimpulan dalam
untuk menjawab tujuan pemeriksaan. Bentuk kesimpulan dan pemeriksaan kepatuhan
pertimbangan yang dapat diterapkan dalam penarikan kesimpulan
adalah sebagai berikut:
a. Kesimpulan “Sesuai dengan Kriteria”
1) patuh pada semua kriteria; dan/atau
2) terdapat ketidakpatuhan dan/atau potensi terjadinya
ketidakpatuhan yang tidak material dan tidak terdapat isu
independensi.
b. Kesimpulan “Tidak Sesuai dengan Kriteria”
Terdapat ketidakpatuhan yang material dan bersifat pervasif
serta memengaruhi keseluruhan hal pokok yang disebabkan
dari penyimpangan atas kriteria.

Subdit Litbang PDTT | 84


c. Kesimpulan “Sesuai Kriteria dengan Pengecualian”
1) terdapat ketidakpatuhan yang material tapi tidak bersifat
luas (pervasif); dan/atau
2) pembatasan ruang lingkup yang berpotensi menyebabkan
terjadinya ketidakpatuhan material tetapi tidak bersifat
luas (pervasif).
d. Kesimpulan “Tidak Menyatakan Kesimpulan”
1) terdapat potensi terjadinya ketidakpatuhan yang material
dan bersifat luas (pervasif) dan memengaruhi
keseluruhan objek yang diperiksa (subject matter)
disebabkan pembatasan lingkup oleh pihak terperiksa
atau penyebab lainnya, sehingga lingkup pemeriksaan
sangat terbatas dan pemeriksa tidak dapat menerapkan
prosedur alternatif untuk mendapatkan bukti yang
memadai; dan/atau
2) terdapat isu independensi dan hal ini tidak memerlukan
pertimbangan materialitas.

110 Dalam pemeriksaan kepatuhan, penyajian unsur sebab bersifat Rekomendasi bersifat
opsional tergantung dengan kedalaman pengujian yang dilakukan opsional dalam
Pemeriksa untuk dapat menentukan penyebab utama dari pemeriksaan kepatuhan
ketidakpatuhan yang timbul. Karena unsur sebab bersifat
opsional, maka rekomendasi juga menjadi tidak wajib. Pemeriksa
memberikan rekomendasi manakala penyebab temuan diketahui
dengan pasti.

111 Rekomendasi harus dapat memperbaiki kelemahan yang ada, Rekomendasi harus
namun tidak melampaui apa yang menjadi batas tanggung jawab memperbaiki kelemahan
manajemen entitas. Oleh karena itu, rekomendasi diarahkan untuk untuk mencegah temuan
memperbaiki kelemahan pengendalian intern Pengguna Jasa berulang
serta secara jelas menyatakan siapa yang memiliki wewenang
untuk melaksanakan perbaikan sehingga mencegah terjadinya
temuan berulang.
Rekomendasi harus disampaikan sejalan dengan tujuan, temuan,
dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Temuan pemeriksaan yang
sama belum tentu mempunyai sebab yang sama sehingga
rekomendasinya pun belum tentu menjadi seragam.
Contoh:
Dari ilustrasi sebelumnya, seandainya Pemeriksa ingin
memberikan rekomendasi maka rekomendasi diarahkan kepada
penyebab utama. Salah satu cara mencari rekomendasi yang tepat
adalah dengan menggali akar masalah melalui pendekatan lima
why, namun untuk kepraktisan, panduan mengilustrasikan

Subdit Litbang PDTT | 85


penentuan rekomendasi dengan pendekatan tiga why sebagai
berikut:
1) Mengapa PPK melakukan lebih bayar? Karena PPK tidak
mengevaluasi lagi laporan dari Pengawas Pekerjaan yang
menyatakan jalan telah selesai (misal dengan mengevaluasi
kesesuaiannya dengan laporan-laporan terdahulu, meminta
dokumentasi langsung terkait penyelesaian pekerjaan misal
foto, rekaman video, atau datang secara langsung ke lokasi
jalan).
2) Mengapa PPK tidak melakukan kunjungan fisik/mengevaluasi
laporan Pengawas Pekerjaan? Karena PPK menangani
banyak pekerjaan lain sehingga PPK tidak sempat datang
langsung atau menguji laporan Pengawas Pekerjaan.
3) Mengapa PPK memiliki banyak pekerjaan yang harus
ditangani secara bersamaan? Kerena organisasi Pengguna
Jasa hanya memiliki 5 PPK sementara jumlah pekerjaan
konstruksi setiap tahunnya rata-rata sekitari 150 pekerjaan.
Dari penggalian penyebab utama tersebut maka rekomendasi
diarahkan agar PA/KPA menambah lebih banyak PPK atau
menyesuaikan volume pekerjaan tiap-tiap PPK agar pekerjaan
dapat dikendalikan dan diawasi secara lebih baik oleh PPK
sebagai pihak yang bertanggung jawab mengendalikan kontrak.
Nilai-nilai kekurangan (moneter) yang ditemukan pada
pemeriksaan pada hakikatnya merupakan akibat dari
ketidakpatuhan Pengguna Jasa dalam melaksanakan
kewajibannya.

112 Pada hakikatnya pasal 59 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Kewajiban melekat untuk
tentang Perbendaharaan Negara, menggarisbawahi bahwa mengembalikan kerugian
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain negara/daerah yang
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan terjadi
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Oleh karena itu, dengan atau tanpa rekomendasi pengembalian
oleh BPK, sejatinya Pihak yang Bertanggung Jawab berkewajiban
untuk mengembalikan setiap kerugian yang terjadi. Sejatinya ini
merupakan bentuk pengendalian intern yang andal

113 Konsep LHP disampaikan kepada entitas untuk memperoleh Tindak lanjut
tanggapan berupa rencana aksi sebagai bentuk rencana tindak pemeriksaan kepatuhan
lanjut entitas.

Subdit Litbang PDTT | 86


BAB 5

PENGGUNAAN TENAGA AHLI DALAM PEMERIKSAAN

ATAS PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Pengantar

01 Tenaga Ahli adalah orang yang memiliki keahlian dalam hal-hal atau Tenaga Ahli
bidang tertentu, yang dibutuhkan dalam pemeriksaan dan bukan
merupakan Pemeriksa. Keahlian dalam hal-hal atau bidang tertentu
tersebut disesuaikan dengan klasifikasi/subklasifikasi (SKA) Tenaga Ahli
yang bersangkutan, seperti:
a. Arsitektur, antara lain mencakup arsitek, ahli desain interior, ahli
arsitektur lansekap, dan lain-lain;
b. Sipil, antara lain mencakup ahli teknik bangunan gedung, ahli teknik
jalan, ahli teknik jembatan, dan lain-lain;
c. Mekanikal, antara lain mencakup ahli teknik mekanikal, ahli teknik
plumbing dan pompa mekanik, dan lain-lain;
d. Elektrikal, antara lain mencakup ahli teknik tenaga listrik, ahli teknik
elektronika dan telekomunikasi dalam gedung, dan lain-lain;
e. Tata Lingkungan, antara lain mencakup ahli teknik lingkungan, ahli
perencanaan wilayah dan kota, dan lain-lain; dan
f. Manajemen Pelaksanaan, antara lain mencakup ahli manajemen
konstruksi, ahli K3 konstruksi, dan lain-lain.
Daftar klasifikasi/subklasifikasi Tenaga Ahli konstruksi dapat dilihat pada
Lampiran 5.1.

02 Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan Pemeriksa tidak


pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama diharapkan untuk
BPK. Namun demikian, dalam melaksanakan pekerjaannya, Pemeriksa menjadi ahli di
tidak diharapkan untuk menjadi ahli di berbagai bidang lainnya yang terkait berbagai bidang
dengan pekerjaannya sebagai Pemeriksa.

03 Strategi pemeriksaan perlu mempertimbangkan pemenuhan keahlian Penggunaan Tenaga


teknis yang dibutuhkan untuk mendukung penugasan pemeriksaan. Untuk Ahli
dapat memenuhi tujuan pemeriksaan, Pemeriksa dapat menggunakan
hasil pekerjaan Tenaga Ahli untuk membantu memperoleh bukti
pemeriksaan yang cukup dan kompeten.
Pemeriksa dapat menggunakan pertimbangan profesional untuk
menentukan kapan bantuan Tenaga Ahli dibutuhkan. Pada pelaksanaannya,
Tenaga Ahli dapat bekerja sejak awal pemeriksaan maupun pada saat
pengujian fisik sedang berlangsung. Pada awal pemeriksaan, Tenaga Ahli

Subdit Litbang PDTT | 87


dapat memberikan masukan perihal metodologi pengujian yang dapat
dilaksanakan dan kesesuaiannya dengan peraturan.

04 Pemeriksa juga dapat menggunakan jasa laboratorium untuk pengujian Penggunaan jasa
mutu pekerjaan konstruksi tanpa menggunakan Tenaga Ahli, sepanjang laboratorium
hasil pengujian laboratorium tersebut sudah memiliki standar interpretasi
yang jelas.

05 Pada saat harapan penugasan pemeriksaan adalah untuk menguji Tenaga Ahli untuk
ketepatan mutu, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli, baik untuk menguji ketepatan
kegiatan konstruksi dengan risiko ketidakpatuhan material rendah, sedang mutu konstruksi
maupun tinggi. Apabila memutuskan untuk menggunakan Tenaga Ahli,
Pemeriksa harus menentukan apakah hasil pekerjaan Tenaga Ahli tersebut
memadai untuk dapat memenuhi tujuan pemeriksaan.

06 Pemeriksa mempertimbangkan antara biaya pemerolehan bukti dengan Pertimbangan biaya –


kegunaan informasi yang diperoleh. Namun demikian, kesulitan atau biaya manfaat dalam
yang timbul untuk memperoleh bukti tidak dijadikan alasan untuk penggunaan Tenaga
menghilangkan suatu prosedur pengumpulan bukti ketika prosedur Ahli
alternatif tidak tersedia. Pertimbangan asas biaya manfaat dapat, misalnya,
didasarkan pada biaya pelaksanaan konstruksi, tingkat risiko konstruksi,
penggunaan teknologi, ketersediaan Tenaga Ahli di wilayah tersebut, dan
lain-lain.

07 Pemeriksa bertanggung jawab secara penuh atas kesimpulan Tanggung jawab


pemeriksaan yang dihasilkan. Penggunaan hasil pekerjaan Tenaga Ahli Pemeriksa
menjadi kesatuan yang mendukung kesimpulan sehingga tidak mengurangi
tanggung jawab Pemeriksa atas bagian-bagian pekerjaan yang dilakukan
Tenaga Ahli. Pemeriksa memastikan bahwa pekerjaan Tenaga Ahli
memadai untuk memenuhi tujuan pemeriksaan sehingga hasil pekerjaan
Tenaga Ahli tersebut dapat diterima sebagai bukti pemeriksaan yang tepat.
Pemeriksa melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Tenaga Ahli.

B. Penggunaan Tenaga Ahli

08 Pemeriksa harus memastikan bahwa Tenaga Ahli yang akan digunakan Parameter Tenaga
dalam pemeriksaan memiliki kompetensi, kapabilitas, serta objektivitas Ahli
dalam melaksanakan tugasnya.
a. Kompetensi mengacu pada sifat dan tingkat kepakaran (expertise) dari
Tenaga Ahli.
b. Kapabilitas mengacu pada kemampuan Tenaga Ahli untuk
menggunakan kepakarannya dalam penugasan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kapabilitas antara lain lokasi geografis, jangka
waktu yang disediakan, serta sumber daya yang dimiliki Tenaga Ahli.

Subdit Litbang PDTT | 88


c. Objektivitas mengacu pada kemungkinan terjadinya bias, benturan
kepentingan, atau adanya pengaruh-pengaruh dari pihak lain terhadap
profesionalitas dan kinerja dari Tenaga Ahli. Pemeriksa mewaspadai
potensi benturan kepentingan yang bisa jadi muncul akibat hubungan
Tenaga Ahli dengan pekerjaan konstruksi yang akan diuji Pemeriksa
atau akibat hubungan antara Tenaga Ahli dengan Penyedia atau akibat
hubungan Tenaga Ahli dengan Pengguna Jasa.

09 Informasi mengenai kompetensi, kapabilitas, dan objektivitas Tenaga Ahli Sumber informasi
dapat diperoleh Pemeriksa dari sumber-sumber berikut: untuk menilai Tenaga
a. pengalaman pribadi saat menggunakan Tenaga Ahli yang sama pada Ahli

pemeriksaan sebelumnya;
b. diskusi dengan Tenaga Ahli;
c. diskusi dengan Tim Pemeriksa yang pernah menggunakan Tenaga Ahli
tersebut;
d. informasi dari asosiasi di mana Tenaga Ahli menjadi anggota dan
memiliki surat izin praktik;
e. berbagai tulisan, buku, dan publikasian lain yang disusun/dibuat oleh
Tenaga Ahli;
f. dan lain-lain.

10 Beberapa hal yang dapat dijadikan bahan evaluasi Pemeriksa atas Evaluasi untuk
kompetensi, kapabilitas, dan objektivitas Tenaga Ahli adalah: menguji kompetensi,

a. apakah Tenaga Ahli terikat pada suatu standar profesional tertentu, kapabilitas, dan

termasuk kode etik, standar keanggotaan dalam asosiasi, dan lain- objektivitas Tenaga

lain; Ahli

b. apakah Tenaga Ahli harus memiliki akreditasi untuk izin praktiknya;


c. apakah ada ketentuan dalam peraturan tertentu yang harus dipenuhi
oleh Tenaga Ahli; dan
d. kepakaran spesifik yang harus dimiliki Tenaga Ahli, misal ahli khusus
untuk menilai konstruksi transportasi Moda Raya Terpadu (MRT).

11 Pemeriksa harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang Pemahaman atas


kompetensi Tenaga Ahli di bidang kepakaran tertentu yang akan digunakan kompetensi/bidang
sehingga Pemeriksa mampu untuk: kepakaran Tenaga Ahli

a. menentukan sifat, lingkup, dan tujuan pekerjaan Tenaga Ahli yang


akan digunakan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan; dan
b. mengevaluasi kecukupan hasil pekerjaan Tenaga Ahli.

12 Walaupun Pemeriksa menggunakan Tenaga Ahli, bukan berarti Pemeriksa Aspek-aspek


sama sekali tidak memiliki pemahaman yang memadai atas bidang kepakaran Tenaga Ahli
pekerjaan yang diserahkan kepada Tenaga Ahli. Untuk dapat mengevaluasi yang harus dipahami
kecukupan pekerjaan Tenaga Ahli, Pemeriksa pun, dalam porsi tertentu, Pemeriksa
memahami bidang pekerjaan Tenaga Ahli.

Subdit Litbang PDTT | 89


Berikut adalah beberapa aspek terkait bidang pekerjaan Tenaga Ahli yang
harus dipahami Pemeriksa:
a. apakah Tenaga Ahli yang akan digunakan membutuhkan kepakaran
khusus, misalnya kepakaran konstruksi di bidang teknik jalan, teknik
jembatan, teknik terowongan, teknik bangunan lepas pantai, dan lain-
lain;
b. apakah ada standar profesional yang melingkupi pekerjaan Tenaga
Ahli tersebut;
c. metode, asumsi, permodelan, dan lain-lain seperti apa yang
digunakan Tenaga ahli, dan apakah hal-hal tersebut sesuai dengan
standar dan praktik yang berlaku; dan
d. Sifat data dan informasi internal maupun eksternal yang digunakan
oleh Tenaga Ahli.

13 Aspek-aspek kapabilitas Tenaga Ahli yang harus dievaluasi Pemeriksa Aspek-aspek


misalnya kemampuan Tenaga Ahli untuk berkerja pada lokasi geografis kapabilitas Tenaga
tertentu, kemampuannya untuk bekerja dengan jadwal kerja yang pendek, Ahli yang harus
serta apakah sumber daya yang dimiliki oleh Tenaga Ahli memadai untuk dipahami Pemeriksa
melaksanakan pekerjaan pengujian yang dibutuhkan.

14 Banyak hal dapat mempengaruhi objektivitas Tenaga Ahli. Risiko terbesar Aspek-aspek
yang dihadapi Pemeriksa adalah terjadi konflik kepentingan antara Tenaga objektivitas Tenaga
Ahli dengan entitas yang diperiksa (Pengguna Jasa). Ketika Pemeriksa Ahli yang harus
mengevaluasi objektivitas ahli, beberapa hal berikut dapat dilaksanakan dipahami Pemeriksa
oleh Pemeriksa:
a. Wawancara dengan entitas yang diperiksa tentang kemungkinan
Tenaga Ahli yang akan digunakan oleh Pemeriksa. Evaluasi bentuk-
bentuk kepentingan (interest) dan hubungan antara entitas yang
diperiksa dengan Tenaga Ahli yang mungkin akan mengganggu
objektivitas Tenaga Ahli, seperti:
1) Kepentingan keuangan (financial interest); dan
2) Hubungan bisnis maupun personal.
b. Berdiskusi dengan Tenaga Ahli mengenai aturan-aturan yang
mengikat objektivitas Tenaga Ahli, dan melakukan evaluasi seberapa
jauh aturan-aturan tersebut mampu memitigasi risiko tidak
objektifnya Tenaga Ahli atas hasil pekerjaannya. Bagaimana
pengendalian intern yang dijalankan Tenaga Ahli untuk memastikan
objektivitas dan kerahasiaan hasil pekerjaannya, dll.
c. Pada beberapa situasi Pemeriksa dapat meminta Tenaga Ahli untuk
menyampaikan representasi tertulis tentang bentuk-bentuk
kepentingan dan/atau hubungan antara Tenaga Ahli dan entitas yang
diperiksa.

Subdit Litbang PDTT | 90


15 Sebelum memulai pekerjaan, Pemeriksa dan Tenaga Ahli dapat membuat Kesepakatan antara
kesepakatan tertulis yang antara lain memuat hal-hal berikut: Pemeriksa dan Tenaga
Ahli
a. Sifat, lingkup, dan tujuan dari pekerjaan Tenaga Ahli
Bagian ini antara lain memuat standar pengujian dan persyaratan
profesional yang akan dijadikan acuan oleh Tenaga Ahli.
b. Peran masing-masing dari Pemeriksa dan Tenaga Ahli
Bagian ini memuat bagaimana pengujian akan dilakukan, persetujuan
untuk menjadikan hasil pengujian Tenaga Ahli sebagai bahan diskusi
dengan entitas yang diperiksa, dan sebagai bahan pertimbangan untuk
memberikan kesimpulan.
c. Persetujuan untuk akses ke kertas kerja tenaga ahli, jangka waktu
retensi kertas kerja oleh Tenaga Ahli, dan lain-lain.
d. Sifat, waktu, dan sejauh mana komunikasi antara Pemeriksa dan
Tenaga Ahli termasuk bentuk-bentuk laporan yang harus disampaikan
oleh Tenaga Ahli kepada Pemeriksa. Bagian ini juga dapat mengatur
siapa yang menjadi narahubung (liaison officer) antara Tenaga Ahli
dan Pemeriksa.
e. Persyaratan kerahasiaan yang harus dipenuhi Tenaga Ahli. Kode etik
terkait kerahasiaan proses pemeriksaan harus juga diterapkan
kepada Tenaga Ahli.

16 Pemahaman Pemeriksa terhadap kompetensi, kapabilitas, objektivitas Evaluasi atas


Tenaga Ahli, keterbiasaan (familiarity) Pemeriksa dengan bidang kecukupan hasil
kepakaran Tenaga Ahli, serta sifat pekerjaan Tenaga Ahli akan menentukan pekerjaan Tenaga Ahli
sejauh mana Pemeriksa perlu mengevaluasi kecukupan hasil pekerjaan
Tenaga Ahli. Beberapa cara yang dapat dilakukan Pemeriksa untuk
melakukan evaluasi diantaranya:
a. melakukan wawancara dengan Tenaga Ahli tentang kepakarannya;
b. mereviu kertas kerja dan laporan-laporan Tenaga Ahli;
c. prosedur lain yang bersifat menguatkan (corroborative) seperti:
1) melakukan observasi saat Tenaga Ahli melaksanakan tugasnya;
2) melakukan perhitungan ulang (rekalkulasi);
3) mengonfirmasi hal-hal yang terkait dengan pihak ketiga; dan
4) melakukan prosedur analitis secara mendetail.
d. menilai relevansi dan kewajaran temuan-temuan dan kesimpulan
dari hasil pekerjaan Tenaga Ahli dan konsistensinya dengan bukti-
bukti pemeriksaan;
e. melakukan diskusi dengan Tenaga Ahli lain apabila menurut
Pemeriksa hasil kerja dari Tenaga Ahli tidak sesuai dengan bukti
pemeriksaan yang lainnya; dan

Subdit Litbang PDTT | 91


f. melakukan diskusi atas laporan Tenaga Ahli dengan manajemen
Pemeriksa.

17 Dalam beberapa kondisi, pengambilan dan pengujian sampel dilakukan Kesepakatan


melalui pihak ketiga lain, yaitu Laboratorium Uji. Dalam kondisi demikian, Pemeriksa dengan
Pemeriksa menyusun kesepakatan dengan pihak Laboratorium antara lain Laboratorium Uji
terkait sifat dan lingkup penugasan (misalnya mulai pengambilan sampel,
pengiriman sampel ke Laboratorium, pengujian sampel, sampai dengan
penggunaan laporan hasil uji sampel), peran Pemeriksa dan Laboratorium
(mulai dari pengambilan sampel sampai dengan penggunaan laporan hasil
uji sampel), pengujian yang dilakukan Laboratorim, kerahasiaan informasi,
komunikasi antara Pemeriksa dan Laboratorium, serta hal-hal lain yang
perlu disepakati sebelum penugasan.

18 Dalam hal tidak terdapat MoU antara BPK dengan Laboratorium Uji, Permintaan pengujian
Pemeriksa dapat mengirimkan permintaan pengujian kepada Laboratorim kepada Laboratorium
Uji dengan menyatakan antara lain: Uji

a. Pemeriksaan yang mendasari perlunya pengujian;


b. Paket pekerjaan yang diuji;
c. Nomor kontrak yang terkait dengan pekerjaan yang diuji;
d. Uraian sampel/material yang akan diuji;
e. Jenis pengujian yang diperlukan;
f. Output yang diperlukan; dan
g. Hal lain yang diperlukan.
Contoh surat permintaan pengujian terdapat pada Lampiran 5.2.

19 Pemeriksa memastikan Laboratorium Uji yang dipilih bebas dari konflik Independensi dan
kepentingan dan independen dari pihak yang diperiksa (baik Pengguna objektivitas
Jasa, Konsultan, maupun Penyedia). Dalam hal ini, Pemeriksa dapat Laboratorium Uji
meminta Laboratorium Uji untuk menyampaikan representasi tertulis
tentang independensi dan objektivitas Laboratorium Uji.

20 Apabila Pemeriksa dan Tenaga Ahli/Laboratorium Uji tidak membuat Dokumentasi


kesepakatan secara tertulis, bukti adanya kesepakatan dalam penggunaan Tenaga
menggunakan Tenaga Ahli/Laboratorium Uji dapat dituangkan pada Ahli/Laboratorium Uji
program pemeriksaan dan kertas kerja pemeriksaan.

21 Apabila berdasarkan evaluasinya, Pemeriksa menilai hasil pekerjaan Perlakuan Pemeriksa


Tenaga Ahli/Laboratorium Uji tidak memenuhi kualitas, Pemeriksa dapat terhadap hasil
melakukan hal-hal berikut: pekerjaan Tenaga
Ahli/Laboratorium Uji
a. menyepakati dengan Tenaga Ahli sifat dan luas pengujian lebih lanjut
yang tidak memenuhi
yang harus dikerjakan Tenaga Ahli/Laboratorium Uji; dan
kualitas

Subdit Litbang PDTT | 92


b. melaksanakan prosedur pemeriksaan tambahan sesuai dengan
kondisi yang ada.
Prosedur yang dapat dilakukan Pemeriksa dalam kaitannya dengan Tenaga
Ahli dapat dilihat pada Lampiran 5.3.

Subdit Litbang PDTT | 93


BAB 6

PENUTUP

A. Pemberlakuan Panduan

01 Panduan pemeriksaan ini berlaku untuk pemeriksaan atas pelaksanaan Pemberlakuan


pekerjaan konstruksi sejak panduan pemeriksaan ini ditetapkan. Penerapan panduan
lebih awal dari tanggal efektif pemberlakuan surat keputusan ini diizinkan.

02 Panduan pemeriksaan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


Suplemen Panduan Pemeriksaan Kepatuhan atas Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi.

B. Pemutakhiran Panduan

02 Agar panduan pemeriksaan ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan Pemutakhiran
fungsinya, panduan pemeriksaan ini perlu dievaluasi, disempurnakan, atau panduan
dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan dan/atau untuk merespon
perubahan kebijakan yang berlaku.

C. Pemantauan Panduan

03 Panduan pemeriksaan ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai Pemantauan
dengan perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, panduan
dan kondisi lain. Pemantauan panduan akan dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan.

Masukan atau pertanyaan terkait panduan ini dapat disampaikan kepada: Kontak
Subdirektorat
Subdirektorat Litbang PDTT Litbang PDTT
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip BPK RI
Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210
Telp. (021) 25549000 ext. 3311
Faks. (021) 5705372
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id

Subdit Litbang PDTT | 94


DAFTAR PUSTAKA

AICPA, 2017, Government Auditing Standards and Single Audits


BPK, Direktorat Litbang, 2019, Kajian Penggunaan Tenaga Ahli
IDI, 2018, ISSAI Implementation Handbook
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017, Modul Pengendalian
Pengawasan Pada Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
Susanto, Hendra, 2020, Peningkatan Kompetensi Profesional Pemeriksa BPK Dalam Melakukan
Pemeriksaan Infrastruktur, paparan Anggota I BPK dalam Pembekalan Sertifikasi Certified
State Finance Auditor
Susanto, Hendra dan Hediana Makmur, 2013, Auditing Proyek-Proyek Konstruksi, ANDI Yogyakarta.
BPK, 2017, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
BPK, 2018, Juklak Pemeriksaan Kepatuhan
https://cepagram.com/index.php/2016/10/07/daftar-klasifikasisub-klasifikasi-tenaga-kerja-ahli-
konstruksi-ska/)

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara;
Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
Undang-Undang No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara;
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP);
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 sebagaimana diubah dengan PP No. 50 Tahun 2018
tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN;
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana dua kali diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun
2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari
Luar BPK;
Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan APBN;
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara;
Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peraturan, Instruksi, Surat Edaran,
Keputusan, dan Pengumuman pada Badan Pemeriksa Keuangan;

Subdit Litbang PDTT | 95


Peraturan Menteri PUPR No. 20/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan SPIP di KemenPUPR;
Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah melalui Penyedia;
Peraturan LKPP No. 14 Tahun 2018 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ);
Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan LKPP No.15 Tahun 2018
tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa.
Peraturan Menteri PUPR No. 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi Melalui Penyedia;
Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi;
Peraturan Menteri PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi Melalui Penyedia;
Keputusan BPK Nomor 9/K/I-XIII.2/8/2017 tentang Pedoman Penyusunan dan Revisi Perangkat
Lunak pada Badan Pemeriksa Keuangan;
Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/5/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan;

Subdit Litbang PDTT | 96


GLOSARIUM

As Built Drawing : gambar teknik laporan hasil pekerjaan yang diolah dari gambar
shop drawing yang disesuaikan dengan kondisi bangunan yang
sudah dikerjakan, dibuat oleh kontraktor dan disetujui oleh
Konsultan Pengawas untuk diberikan ke Pengguna Jasa sebagai
laporan, arsip sekaligus sebagai pedoman dalam pengelolaan
bangunan seperti pengoperasion, perawatan, serta dasar dalam
melakukan renovasi atau perubahan pada bangunan di masa
depan.

Denda : sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia, antara lain:


denda keterlambatan dalam penyelesaian pelaksanaan
pekerjaan, denda keterlambatan dalam perbaikan Cacat Mutu,
denda terkait pelanggaran ketentuan subkontrak.

Direksi Teknik atau : Orang, Pejabat Pekerjaan atau Badan Hukum yang ditunjuk oleh
Engineer Representative PPK yang mempunyai kekuasaan penuh untuk mengawasi dan
mengarahkan pelaksanaan pekerjaan sebaik-baiknya menurut
persyaratan yang ada dalam dokumen kontrak.

Engineer Estimate (EE) : perkiraan biaya pekerjaan kegiatan satker yang dibuat oleh
atau Estimasi Perencana dan/atau Konsultan.
Perencanaan

Gambar Rencana : gambar yang tercantum dalam dokumen kontrak dan setiap
gambar perubahan atau penambahan yang telah dibuat dan
disetujui secara tertulis oleh Direksi Teknik.

Ganti Rugi : sanksi finansial yang dikenakan kepada Pengguna Jasa maupun
Penyedia karena terjadinya cidera janji/wanprestasi. Besarnya
sanksi ganti rugi adalah sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan.

Harga Kontrak : harga yang tercantum dalam surat penunjukan Penyedia Jasa
yang selanjutnya disesuaikan menurut ketentuan kontrak.

Jasa Konstruksi : layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,


layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Job Mix Design : suatu takaran/ramuan campuran bahan material yang akan
digunakan untuk pedoman/acuan proses pelaksanaan pekerjaan,
sehingga dapat hasil memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan
Job Mix Design.

Subdit Litbang PDTT | 1


Job Mix Formula (JMF) : proses merancang dan memilih bahan yang cocok dan
menentukan proporsi relatif dengan tujuan memproduksi beton
dengan kekuatan tertentu, daya tahan tertentu dan se-ekonomis
mungkin.

Kegagalan Bangunan : keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan
maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat
penyedia jasa dan/atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi, yang ditetapkan oleh tim penilai ahli.

Kegagalan Konstruksi : keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak
kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan, sebagai
akibat kesalahan Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa.

Kontrak Kerja Konstruksi : keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi

Manajemen Konstruksi : tata kelola penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang meliputi


tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.

Metode Kerja (Work : cara pelaksanaan kegiatan pekerjaan dengan susunan bahan,
Method) peralatan dan tenaga manusia yang menghasilkan produk
pekerjaan dalam bentuk satuan volume dan biaya.

Metode Pelaksanaan : cara pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdasarkan urutan


(Construction Method) kegiatan yang logik, realistik dan dapat dilaksanakan dengan
menggunakan sumber daya secara efisien.

Pekerjaan Konstruksi : keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/


atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Pemeriksa : orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan


tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

Pemeriksaan Mutu : kegiatan memeriksa, baik secara visual maupun teknis dengan
cara mengukur, menilai dan menguji di laboratorium terhadap
hasil/ kemajuan pekerjaan dan atau keadaan dan mutu bahan
yang digunakan dalam pekerjaan.

Subdit Litbang PDTT | 2


Pengawas Lapangan : Pejabat Pekerjaan, Instansi atau badan hukum yang ditunjuk dan
diberi kekuasaan penuh oleh PPK untuk membantu Direksi Teknik
dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan.

Pengujian (Testing) Mutu : kegiatan untuk menguji keadaan dan mutu pekerjaan dan/atau
mutu bangunan dan bahan.

Pengukuran (Measuring) : kegiatan mengukur panjang, lebar, luas, tinggi, isi, berat dari hasil
pekerjaan yang diselesaikan dan bahan yang disediakan (material
on site).

Penyelenggara : satker Pengguna Jasa pekerjaan konstruksi misalnya Direktorat


Infrastruktur Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Bina Marga, Direktorat
Cipta Karya, dll.

Penyerahan Akhir : suatu proses penyerahan hasil pekerjaan fisik yang telah
Pekerjaan (FHO=Final diselesaikan oleh Penyedia setelah masa pemeliharaan berakhir,
Hand Over) dan hasil pekerjaan secara keseluruhan kondisinya tetap sama
dengan kondisi saat PHO.

Penyerahan Pertama : suatu proses penyerahan hasil pekerjaan fisik yang telah 100%
Pekerjaan diselesaikan oleh Penyedia sesuai gambar dan spesifikasi yang
(PHO=Provisional Hand tercantum di dalam dokumen kontrak
Over)

Perintah Perubahan : perintah yang diberikan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia
Jasa untuk melakukan perubahan pekerjaan.

Periode Mobilisasi : jangka waktu bagi Penyedia untuk mengadakan peralatan-


peralatan sampai siap pakai, bahan/material, personil dan
perlengkapan-perlengkapan lainnya yang diperlukan sesuai
dengan rencana penggunaannya.

Shop drawing : gambar Teknik yang dibuat oleh kontraktor dalam pelaksanaan
proyek konstruksi bangunan sebagai acuan dalam melaksanaan
pekerjaan dimana pembuatannya mengacu pada gambar kontrak
yang dibuat oleh Konsultan Perencana.

Surat Perintah Mulai : perintah tertulis untuk memulai pelaksanaan pekerjaan yang
Kerja (SPMK) diterbitkan setelah penandatanganan kontrak oleh PPK.

Tanggal Mulai Kerja : tanggal mulai kerja bagi penyedia jasa yang dinyatakan pada
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang dikeluarkan oleh PPK.

Tanggal Penyelesaian : tanggal penyerahan pertama pekerjaan, dinyatakan dalam berita


Pekerjaan acara penyerahan pertama pekerjaan yang diterbitkan oleh
Pengguna Jasa.

Subdit Litbang PDTT | 3


LAMPIRAN

Subdit Litbang PDTT | 4


Lampiran 1.1

TEMUAN PEMERIKSAAN TERKAIT PENGADAAN BARANG DAN JASA

Semester I 2018 Semester I 2019


No Permasalahan
Jumlah Nilai Jumlah Nilai
Temuan
Temuan (Rp juta) (Rp juta)

1 Kekurangan volume pekerjaan 907 702.040,85 928 710.426,65


dan/atau barang

2 Kelebihan pembayaran selain 527 291.337,38 486 426.858,20


kekurangan volume pekerjaan
dan/atau barang

3 Pemahalan harga (Mark up) 69 29.215,00 58 20.765,14

4 Belanja atau pengadaan 59 27.868,19 23 19.998,75


barang/jasa fiktif

5 Spesifikasi barang/jasa yang 109 82.102,16 104 89.515,98


diterima tidak sesuai dengan
kontrak

6 Rekanan pengadaan 43 19.907,57 38 33.454,50


barang/jasa tidak
menyelesaikan pekerjaan

7 Denda keterlambatan 78 129.165,68 460 454.072,77


pekerjaan belum
dipungut/diterima

Jumlah 1.792 1.281.636,83 2.097 1.755.091,99

Sumber: Diolah dari IHPS I 2018 dan IHPS I 2019

Subdit Litbang PDTT | 5


Lampiran 2.1

JENIS-JENIS KONTRAK PEKERJAAN KONSTRUKSI

PPK memilih jenis kontrak dengan mempertimbangkan antara lain jenis barang/jasa,
spesifikasi teknis/KAK, volume, lama waktu pekerjaan, dan/atau kesulitan dan risiko
pekerjaan. Menurut Perpres No. 16 Tahun 2018, jenis kontrak untuk pekerjaan konstruksi
terdiri dari:
a. Lumsum
Kontrak lumsum digunakan dalam hal ruang lingkup, waktu pelaksanaan, dan
produk/keluaran dapat didefinisikan dengan jelas, misalnya pada pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sederhana dan pekerjaan konstruksi terintegrasi (design and
build).
Pembayaran dalam kontrak lumsum dengan harga pasti dan tetap senilai harga yang
dicantumkan dalam kontrak. Pembayaran dapat dilakukan sekaligus berdasarkan
hasil/keluaran atau pembayaran secara bertahap pekerjaan berdasarkan tahapan
atau bagian keluaran yang dilaksanakan.
b. Harga satuan
Kontrak harga satuan digunakan dalam hal ruang lingkup, kuantitas/volume tidak
dapat ditetapkan secara tepat yang disebabkan oleh sifat/karakteristik, kesulitan, dan
risiko pekerjaan, seperti kegiatan pembangunan gedung atau infrastruktur.
Dalam kontrak harga satuan, pembayaran dilakukan berdasarkan harga satuan yang
tetap untuk masing-masing volume pekerjaan dan total pembayaran tergantung pada
total kuantitas/volume dari hasil pekerjaan. Pembayaran dilakukan berdasarkan
pengukuran hasil pekerjaan yang dituangkan dalam sertifikat hasil pengukuran,
misalnya monthly certificate.
c. Gabungan lumsum dan harga satuan
Kontrak gabungan lumsum dan harga satuan digunakan dalam hal terdapat bagian
pekerjaan yang dapat dikontrakkan menggunakan kontrak lumsum dan harga satuan,
misalnya pekerjaan konstruksi yang terdiri dari pekerjaan pondasi tiang pancang dan
bangunan atas.
d. Terima jadi (Turnkey)
Kontrak terima jadi digunakan dalam hal kontrak pengadaan pekerjaan konstruksi
atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan;
dan
2) pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam
kontrak.

Subdit Litbang PDTT | 6


Penyelesaian pekerjaan sampai dengan siap dioperasionalkan/difungsikan sesuai
kinerja yang telah ditetapkan. Kontrak ini biasanya digunakan pada pekerjaan
konstruksi terintegrasi seperti Engineering Procurement Construction.
e. Kontrak payung
Kontrak payung digunakan dalam hal pekerjaan yang akan dilaksanakan secara
berulang dengan spesifikasi yang pasti namun volume dan waktu pesanan belum
dapat ditentukan, misal pengadaan material.

Subdit Litbang PDTT | 7


Lampiran 3.1

…………….
(Logo & Nama
Perusahaan) RENCANA MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI

DAFTAR ISI
A. DATA UMUM PROYEK
B. STRUKTUR ORGANISASI PENYEDIA JASA
B.1 Struktur Organisasi
B.2 Tugas dan Tanggung Jawab
C. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
D. TAHAPAN PEKERJAAN
E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI TEKNIS
E.1 Gambar
E.2 Spesifikasi Teknis
F. RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN (Method Statement)
F.1 Metode Kerja Pelaksanaan
F.2 Tenaga Kerja
F.3 Material
F.4 Peralatan
F.5 Aspek Keselamatan Konstruksi (Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja/K3)
G. RENCANA PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN (Inspection and Test Plan/ITP)
H. PENGENDALIAN SUB-PENYEDIA JASA DAN PEMASOK

Subdit Litbang PDTT | 8


A. DATA UMUM PROYEK
Data Umum Proyek

a. Nama Paket Kegiatan :


b. Kode dan Nomor Kontrak :
c. Sumber Dana :
d. Lokasi :
e. Lingkup Pekerjaan :
f. Waktu Pelaksanaan :
g. Penanggung Jawab :
Penyedia

B. STRUKTUR ORGANISASI PENYEDIA JASA


B.1 Struktur Organisasi Penyedia
Struktur Organisasi Penyedia Jasa (termasuk persyaratan dalam kontrak
maupun yang terkait dengan penjaminan dan pengendalian mutu di lapangan),
Nama, Jabatan dan No. telp/hp yang bisa dihubungi.
B.2 Tugas dan Tanggung Jawab
Penjelasan tugas dan tanggung jawab setiap personil yang ada di dalam
struktur organisasi tersebut

C. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


Uraian seluruh item pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kontrak dan
menampilkan jangka waktu yang dibutuhkan setiap pekerjaannya. Jadwal
pelaksanaan dilengkapi dengan jadwal pelaksanaan tiap-tiap pekerjaan (Work
Breakdown Schedule/WBS).

Subdit Litbang PDTT | 9


Subdit Litbang PDTT | 10
D. TAHAPAN PEKERJAAN

MULAI

Mobilisasi

Pengukuran/ Daftar Kuantitas


Setting Out Harga

Shop Drawing

Pasangan Batu & Galian Selokan Pekerjaan


Batu Mortan Drainase & Gorong-Gorong
Mongukuran/Seti Saluran Air dalam 25 cm
ng Out

E E E Menentukan Titik
Tiang Pancang

Pengadaan
Tiang Pancang Sesuai
tidak
ya
Pemancangan
Tiang Pancang
Beton Pracetak
ya

Hasil
Kalendering
tidak

ya
Pemancangan
Selesai

Galian Struktur Untuk


Pekerjaan Abutment

Subdit Litbang PDTT | 11


A

Pemotongan Tiang Pancang

Pasangan Batu Kosong dan Lantai Kerja


Beton Mutu Tebal fc 10 Mpa

Pembuatan & Bekisting Abutment

Cek Elevasi
Tidak

Ya
Pengecoran Abutment dengan
Beton Mutu Sedang Fc 20 Mpa
- Pilecap Abbutment
- Badan Abutment

Pengadaan Girder Pra


Cetak Gelagar Type I Pemasangan Elastomerik Batu Alam

Penyusunan Pemasangan Unit Girder


Girder & Stresing Type I Bentang 25 m

Pemberian & Pengecoran Diafragma menggunakan Baja


Tulangan U-39 Ulir & Beton Mutu Sedang fc 30 Mpa

Subdit Litbang PDTT | 12


B

Persiapan Pekerjaan Lantai Jembatan

Pembuatan & Pengecoran Lantai Jembatan dengan Baja Tulangan


U-39 Ulir & Beton Mutu Sedang fc 30 Mpa

Pemasangan Expansion Jembatan Type Asphaltic Plug

Pengecoran Palapet Jembatan dengan Beton


Mutu Sedang fc 30 Mpa

Pemasangan Saluran Jembatan

Pekerjaan Opint Jembatan

E
Pemasangan Plat Injak

Pekerjaan Pengaspalan

Selesai

Subdit Litbang PDTT | 13


E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI TEKNIS
E.1 Gambar
Lampirkan gambar-gambar DED yang akan digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan nantinya.
Contoh:

E.2 Spesifikasi Teknis


Uraian rekapan spesifikasi teknis sesuai yang tercantum dalam kontrak yang
telah ditandatangani. Mulai dari spesifikasi alat, material, tenaga kerja, dan
produk yang dihasilkan bisa dalam bentuk tabel maupun narasi.
Contoh:

Alat/Material/Tenaga
Spesifikasi Keterangan
Kerja/produk

Beton Ready Mix F’c : 37 MPa; 45Mpa Tes Independen

Tower Crane Jib : 70 m ; Max Beban : 2,5 Konvensional


ton

…… …… ……

Subdit Litbang PDTT | 14


F. RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN (METHOD STATEMENT)
Contoh:
METODE PELAKSANAAN NO. HAL:
DOCUMENT
PEKERJAAN LIFTING DENGAN CRANE REVISI TGL : DARI :
KE :
NAMA PROYEK : ……………………………………………………………………………………………………

LOKASI : ………………………………………………………………………………………………….

Diajukan oleh: Disetujui oleh: Diverifikasi oleh :


KONTRAKTOR PPK KONSULTAN PENGAWAS

(……………………………) (…………………………………) ( ……………………………. )


Tanggal disetujui: Tanggal disetujui: Tanggal disetujui:

Subdit Litbang PDTT | 15


METODE PELAKSANAAN NO. HAL:
DOCUMENT
PEKERJAAN LIFTING DENGAN CRANE REVISI TGL : DARI :
KE :
NAMA PROYEK : ……………………………………………………………………………………………………

LOKASI : ………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI

E.1 METODE PELAKSANAAN

E.2 TENAGA KERJA YANG TERLIBAT

E.3 MATERIAL YANG DIBUTUHKAN

E.4 PERALATAN YANG DIBUTUHKAN

E.5 ASPEK K3

Subdit Litbang PDTT | 16


F.1 Metode Kerja
a. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan ini dibuat untuk pekerjaan pengangkatan beban
yang berat dengan menggunakan bantuan alat berupa crane yang
meliputi: pekerjaan pengangkatan girder mulai dari mobilisasi alat,
persiapan, pelaksanaan pekerjaan, perapihan pekerjaan hingga
demobilisasi alat pada pekerjaan ....

Uraian Pekerjaan
1) Mobilisasi crane
a) Melakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap alat
crane yang akan di mobilisasi ke lokasi pekerjaan untuk
menghindari tidak berfungsinya alat pada saat di pergunakan.
b) Melibatkan instansi setempat terkait Surat Izin Laik Operasi
(SILO).
2) Persiapan Crane dan Lifting Gear
a) Mengumpulkan beberapa data seperti kapasitas crane, kondisi
crane, load chart crane, lifting accesoris (chain block, shackle,
sling, dan lain-lain), kondisi lokasi untuk crane, berat material
yang diangkat dan lain-lain sesuai dengan analisa dari
engineer.

Subdit Litbang PDTT | 17


b) Memastikan operator crane dan petugas rigger kompeten, dan
mempunyai SIO (Surat izin Operator) yang masih berlaku.
c) Menyiapkan alat komunikasi (HT) dan Alat Pelindung Diri (APD)
yang akan digunakan.
d) Menyiapkan area kerja aman untuk bekerja, dan membuat
barikade agar tidak ada aktifitas pejalan kaki pada area kerja
serta rambu-rambu yang dibutuhkan berikut pengendalian lalu
lintas.
3) Melakukan pengangkatan dan penurunan material
a) Menaati aturan dasar pengangkatan. Dalam hal ini biasanya
telah disebutkan dalam rigging plan atau JSA pekerjaan.
b) Dilakukan briefing sebelum memulai aktifitas.
c) Kapasitas crane sesuai dengan berat beban yang akan
diangkat.
d) Petugas rigger berkompeten, dan petugas rigger tidak
merangkap sebagai petugas sinyal.
e) Komunikasi dengan baik antara operator dengan petugas
sinyal.
4) Penyelesaian pekerjaan/house keeping
a) Saat selesai lakukan clean up dan pastikan segala sesuatunya
ditinggalkan dalam keadaan tidak membahayakan bagi orang
lain.
b) Merapikan area kerja seperti semula.
5) Demobilisasi crane
a) Menyiapkan jalan yang aman untuk melintas crane,
memposisikan boom dalam keadaan standby, melintas dengan
kecepatan rendah.
b) Membuat barikade untuk demobilisasi crane, mengatur kondisi
lalu lintas yang akan dilewati crane, bila perlu menggunakan
pengawalan polisi.
b. Tahapan Pekerjaan
MULAI

MOBILISASI

PERSIAPAN CRANE & LIFTING

MELAKUKAN PENGANGKATAN & PENURUNAN

PENYELESAIAN PEKERJAAN/HOUSE

DEMOBILISASI

Subdit Litbang PDTT | 18


SELESAI
F.2 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terlibat dalam pekerjaan angker D32 dan D25

NO PERSONIL JUMLAH KETERANGAN

1 Pelaksana 1 Orang SKA

2 Petugas K3 1 Orang Petugas K3/SKA

3 Operator Crane 2 Orang SKA

4 Rigger 2 Orang SKT

5 Sinyalemen 1 Orang SKT

6 Pekerja 8 Orang SKT

F.3 Material/Bahan

NO URAIAN VOL SATUAN KETERANGAN

1 Girder 120 Bh SNI/Spek Tek

2 ....

F.4 Peralatan

NO URAIAN VOL SATUAN KETERANGAN

1 Crane 2 Unit SILO

2 Truk Trailer 2 Unit

3 Alat bantu 1 Ls

F.5 Aspek Keselamatan Konstruksi (Kesehatan dan Keselamatan Kerja/K3)


Uraian analisis K3 yang dijabarkan berdasarkan Identifikasi Bahaya,
Penilaian Risiko, Penetapan Pengendalian Risiko K3 yang ada di RKK
untuk tiap-tiap pekerjaan.

Subdit Litbang PDTT | 19


Contoh JSA:

ANALISA KESELAMATAN KERJA/ JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)


UNIT KERJA : No. JSA : Halaman … dari …. BARU REV HARI/
…….. …………… TANGGAL

DIVERIFIKASI OLEH :

JENIS PEKERJAAN: DIBUAT OLEH:


PELAKSANA AHLI K3
DIKETAHUI OLEH :
PEKERJAAN ANGKAT/LIFTING ………………… ………………
KEBUTUHAN APD:
NO TAHAPAN POTENSI PENGENDALIAN RISIKO/REKOMENDASI TANGGUNG
PERSIAPAN BAHAYA/KERUSAKAN TINDAKAN JAWAB
LINGKUNGAN
1 Mobilisasi 1.1. Kondisi Crane Tidak 1.1.1. Memastikan operator kompeten dalam Supervisor
Crane Terawat (kondisi mengoperasikan crane dan melakukan
tidak bagus) pre-start checklist
1.1.2. Memeriksa secara visual pada crane Operator
crane
1.1.3. Melakukan Pre-start checklist pada Operator
crane crane
1.1.4 Me-record semua pemeriksaan di log Operator
book crane crane
1.1.5. Memastikan kabin aman dari hewan Operator
berbisa (ular, kalajengking, laba-laba, crane
dan sebagainya)
1.1.6. Melaporkan pada supervisor jika ada Operator
kondisi tidak aman pada crane crane
1.2 Ramai lalu lintas dan 1.2.1 Membuat izin melintas ke instansi Supervisor
pejalan kaki terkait, jika perlu dikawal polisi
1.2.2 Melintas dengan kecepatan rendah Operator,
atau sangat lambat Supervisor
1.2.3 Memastikan jarak penglihatan tidak Operator
terhalang crane
1.2.4 Memastikan jarak aman dengan Operator
kendaraan lain crane
1.2.5 Menyalakan lampu hazard ketika Operator
sedang melintas crane
1.3 Jaringan kabel 1.3.1 Memposisikan telescopic boom dalam Operator
listrik melintang di kondisi turun dan memendek (standby) crane
udara pada
ketinggian 4m
1.3.2 Memperhatikan jarak antara ujung Operator
boom dengan kabel listrik crane
1.3.3 Melintas dengan kecepatan rendah Operator
atau sangat lambat crane
1.3.4 Memastikan dan menghitung tinggi Supervisor
crane dengan kabel listik

Subdit Litbang PDTT | 20


Tahapan Potensi Bahaya/Kerusakan
No Pengendalian Risiko/Rekomendasi Tindakan Tanggung Jawab
Pekerjaan Lingkungan

2. Persiapan 2.1 Kondisi crane tidak terawat 2.1.1. Melakukan pre-start check list crane Operator Crane
Crane & Lifting (kondisi tidak bagus)
2.1.2. Memastikan operator kompeten dalam mengoperasikan Supervisor
Gear crane dan melakukan pre-start check list

2.2 Kondisi lifting gear tidak 2.2.1. Melakukan inspeksi sebelum menggunakan lifting gear Rigger Supervisor,
terawat (kondisi tidak
2.2.2. Tidak menggunakan lifting gear yang rusak Rigger
bagus)

2.3 Permukaan tajam dari 2.3.1. Operator crane dan rigger menggunakan sarung tangan Supervisor
lifting gear pada saat melakukan pengecekan

2.4 Area kerja berlumpur dan 2.4.1. Perhatikan tiga titik tumpu pada saat naik turun tangga Supervisor
licin crane Supervisor Operator
2.4.2. Lakukan pengecekan di area kerja yang kering Crane Operator
2.4.3. Membersihkan lumpur pada jalan masuk ke kabin Crane Rigger
2.4.4. Membersihkan lumpur pada sepatu operator Operator Crane,
2.4.5. Memberikan plat/balok sebagai alas outrigger Rigger
2.4.6. Memastikan outrigger keluar maksimal

2.5 Titik jepit 2.5.1. Perhatikan titik jepit Komunikasi aktif antar personil Operator crane, Rigger
2.5.2. Lakukan pengecekan di area kerja yang kering Operator crane, Rigger
2.5.3. Menggunakan PPE yang sesuai dengan baik dan benar Supervisor
2.5.4. Tidak terburu-buru saat melakukan pekerjaan Supervisor

2.6 Gangguan pejalan kaki atau 2.6.1. Tidak memposisikan crane pada area walk way Supervisor
lalu lintas
2.6.2. Mengarahkan pejalan kaki melalui area yang aman Supervisor
2.6.3. Memasang barikade dilarang masuk bagi orang yang tidak Supervisor
berkepentingan

Subdit Litbang PDTT | 21


Tahapan Potensi Bahaya/Kerusakan
No Pengendalian Risiko/Rekomendasi Tindakan Tanggung Jawab
Pekerjaan Lingkungan
2.6.4. Mengatur kondisi lalu lintas Supervisor
2.6.5. Membuat warning sign di lokasi kerja Supervisor

3. Melakukan 3.1 SIO tidak sesuai 3.1.1. Memilih operator yang memiliki SIO sesuai dengan Supervisor
pengangkatan kapasitas alat angkat yang digunakan
dan
menurunkan 3.2 Lokasi kerja terbatas oleh 3.2.1. Operator memperhatikan arah gerak swing telescop Operator
material bangunan di sekeliling area
3.2.2. Operator memperhatikan arah gerak swing telescop Supervisor
3.2.3. Memposisikan crane sesuai dengan lifting plan Operator
3.2.4. Menghitung jarak radius aman untuk crane bekerja Supervisor, Operator

3.3 Kapasitas crane tidak 3.3.1. Memperkirakan atau menghitung berat material yang akan Supervisor
sesuai dengan material diangkat
yang diangkat 3.3.2 Pastikan lifting plan telah dibuat, dipahami, dan dilakukan Supervisor
sesuai prosedur
3.3.3. Pastikan indikator berat material di crane bekerja dengan Operator Crane
baik

3.4 Komunikasi tidak berjalan 3.4.1. Menggunakan radio atau sinyal tangan dalam Supervisor
dengan baik berkomunikasi dengan operator
3.4.2. Memastikan operator memahami dan mengerti arti signal Supervisor
tangan dari rigger

3.5 Pengikatan material yang 3.5.1. Rigger berkompeten Supervisor


tidak kuat/tidak
3.5.2. Tidak ada orang yang berada di bawah material yang Supervisor
bagus/tidak benar sedang diangkat

Subdit Litbang PDTT | 22


G. RENCANA PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN/INSPECTION AND TEST PLAN (RPP/ITP)
Conton RPP/ITP:

Subdit Litbang PDTT | 23


Petunjuk Pengisian Form Rencana Inspeksi dan Tes / Inspection and Test Plan (ITP)
Kode
No. Petunjuk Keterangan

Nama Proyek diisi sesuai dengan Nama proyek yang ada di dokumen kontrak proyek
Pekerjaan diisi dengan item pekerjaan yang akan dianalisis aktivitasnya untuk inspeksi dan tes
1 mutunya
Subkontraktor diisi dengan nama badan usaha subkontraktor yang mengerjakan item pekerjaan
tersebut
2 Kolom Kegiatan diisi dengan penjabaran setiap kegiatan dari pekerjaan yang akan dianalisa untuk
(Aktivitas) inspeksi dan tes mutunya
3 Kolom Referensi dan diisi dengan item dokumen atau form yang berguna sebagai alat pengendali dan
Input Dokumen pendukung inspeksi dan tes tersebut
Kolom Metode diisi cara yang digunakan untuk inspeksi dan tes material yang akan dipakai atau hasil
4 Pemeriksaaan dan pekerjaan yang telah selesai
Pengujian
5 Kolom diisi skala frekuensi inspeksi dan tes yang dilakukan disetiap kegiatan
Waktu/Frekuensi
Kolom Penanggung diisi dengan kode di tiap kolom kegiatan dan setiap pihak penanggung jawab. Kode yang
6 Jawab (Subkont, mengartikan tindakan (action) yang harus dilakukan setiap pihak penanggung jawab
Kontraktor, Pengguna
Jasa)
Kolom Output diisi dengan hasil dokumen atau form setelah inspeksi dan tes yang sudah terdata
7 Dokumen hasilnya (sesuai persyaratan atau tidak) untuk mengkonfirmasi pekerjaan selanjutnya
dapat dilanjutkan atau perlu tindakan khusus dan diberhentikan (tidak dilanjutkan).
dibagian bawah divalidasi terlebih dahulu oleh subkontraktor sebagai pihak yang
8 Kolom Pengesahan membuat rencana inspeksi dan tes, dilanjutkan oleh kontraktor bila rencana inspeksi
dan tes yang diusulkan oleh subkontraktor disepakati dan sesuai dengan standar
sistem mutu perusahaan kontraktor tersebut

Subdit Litbang PDTT | 24


H. PENGENDALIAN SUB-PENYEDIA JASA DAN PEMASOK
Uraian pengendalian sub-penyedia jasa dan pemasok dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak
yang telah disetujui. Jelaskan hubungan koordinasi antara sub-penyedia jasa/pemasok dengan penyedia jasa dan pengguna
jasa.

Pengendalian Sub-penyedia Jasa :

Pengendalian Pemasok :

Subdit Litbang PDTT | 25


Lampiran 3.2

CONTOH ALAT PENGENDALI WAKTU

1. Bar Chart
Bar Graph Schedule atau biasa disebut diagram balok atau bar chart adalah jadwal yang
banyak digunakan karena mudah dibuat dan dimengerti. Masing-masing garis menunjukkan
awal sampai dengan akhir waktu penyelesaian suatu pekerjaan dari serangkaian pekerjaan
yang ada disuatu proyek. Bar chart lebih tepat menjadi alat komunikasi untuk melukiskan
kemajuan proyek kepada manajemen senior. Bar chart lebih merupakan ikhtisar atas
informasi tugas (yang biasa ditulis di sebelah kiri) dan informasi waktu (yang digambarkan
berupa batangan/balok mendatar di sebelah kanan), kode pekerjaan, bobot/nilai persentase
kuantitas serta pertanggungjawabannya. Bar chart tidak menginformasikan ketergantungan
antar kegiatan dan tidak mengindikasikan kegiatan mana saja yang berada dalam lintasan
kritisnya.
Contoh Gambar Bar Chart Schedule

Sumber: (Modul Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017)

Subdit Litbang PDTT | 26


2. Critical Path Method (CPM) atau Network Planning
CPM atau jadwal metode lintasan kritis merupakan salah satu jenis jadwal jaringan rencana
kerja atau biasa disebut Network Planning. Persyaratan dan simbol pembuatan CPM adalah:
a. Diketahui logika urutan dan ketergantungan pekerjaan/kegiatannya, sehingga bisa dibuat
rangkaian jaringan rencana kerjanya;
b. Diketahui taksiran / perkiraan waktu pelaksanaan dari pekerjaan tersebut;
c. Satuan waktu yang dipakai dalam durasinya, biasanya hari kerja atau mingguan.

Contoh gambar CPM

Sumber: (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017)

Catatan :
- Lintasan kritis = jalur A – D – I – H – J – K – Q – T
- Lintasan kritis = nilai EET – LET = 0
- Lintasan kritis = umur proyek = waktu pelaksanaan proyek
- Lintasan kritis boleh (ada kala) melalui garis dummy
- Lintasan kritis merupakan rangkaian pekerjaan pekerjaan yang tidak boleh terlambat dimulai dan diselesaikan.

Subdit Litbang PDTT | 27


Lampiran 3.3
MATRIKS PELAPORAN DALAM RANGKA PENJAMINAN MUTU DAN PENGENDALIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Penyelenggara Proyek Keterangan
Direksi Penyedia
Materi Laporan PPK Direksi Teknis/ Waktu Penyerahan Distribusi
Jasa
Lapangan/Konsultan Jml
Konsultan Pekerjaan ***) ***)
MK ***)
Pengawas Konstruksi
(1) (2) (3) (4)
LAPORAN PELAKSANAAN
A. Laporan Harian Mengetahui Menyetujui Memeriksa Menyusun*) 4 Setiap hari (1) (2) (3) (4)
B. Laporan Mingguan Mengetahui Menyetujui Memeriksa Menyusun*) 3 Senin mgg berikut (1) (2) (3)
C. Laporan Bulanan Mengetahui Menyetujui Memeriksa Menyusun*) 3 Tgl 10 bln berikut (1) (2) (3)
LAPORAN PENGAWASAN
A. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
1. Laporan Mingguan Mengetahui Menyetujui Menyusun - 3 Senin mgg berikut (1) (2) (3)
2. Laporan Bulanan Mengetahui Menyetujui Menyusun - 3 Tgl 10 bln berikut (1) (2) (3)
3. Laporan Khusus Mengetahui Menyetujui Menyusun - 3 Sesuai kondisi (1) (2) (3)
4. Laporan Akhir Mengetahui Menyetujui Menyusun - 3 Setelah PHO (1) (2) (3)
B. LAPORAN PELAKSANAAN PENGAWASAN
1. Lap. Berkala/Antara - - Menyusun**) - Sesuai Kontrak Konsultan Pengawas
2. Lap. Bulanan - - Menyusun**) - Sesuai Kontrak Konsultan Pengawas
3. Lap. Khusus - - Menyusun**) - Sesuai Kontrak Konsultan Pengawas
4. Lap. Akhir - - Menyusun**) - Sesuai Kontrak Konsultan Pengawas
LAPORAN Kepala Satker/PPPK ke Atasan Langsung
Laporan Pengendalian Memeriksa Menyusun - - 3 Min. 2 kali
*) Laporan pelaksanaan pekerjaan konstruksi disusun oleh Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi dan diserahkan kepada Direksi
Teknis/Konsultan Pengawas untuk diperiksa.
**) Laporan pelaksanaan pengawasan disusun oleh Konsultan Pengawas dan diserahkan kepada PPK Paket Pengawasan.
***) Ketentuan terkait jumlah, waktu penyerahan dan distribusi disesuaikan dengan klausul dan persyaratan dalam Kontrak.

Subdit Litbang PDTT | 28


PENJELASAN PER LAPORAN

Berdasarkan Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019, Laporan Pelaksanaan Pekerjaan


merupakan laporan yang disusun oleh Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi kepada PPK
dan terdiri dari:
a. Laporan Harian
Laporan ini disusun berdasarkan buku harian mengenai rencana dan realisasi
pekerjaan harian. Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Harian adalah
sebagai berikut:
1) capaian pekerjaan, pemenuhan volume dan kualitas bahan, jumlah, jenis, dan
kondisi peralatan, penempatan tenaga kerja untuk setiap macam pekerjaan/sub
pekerjaan;
2) kondisi cuaca yang memengaruhi pekerjaan;
3) hambatan dan kendala yang berdampak pada pekerjaan;
4) informasi Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), termasuk kecelakaan kerja yang
terjadi dan nyaris terjadi, dan lain-lain;
5) rencana kerja hari berikutnya; dan
6) catatan yang berkaitan dengan perubahan pekerjaan (perubahan desain, gambar
kerja, spesifikasi teknis, keterlambatan dan penyebabnya, dan lain-lain).
b. Laporan Mingguan
Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Mingguan adalah sebagai berikut:
1) capaian pekerjaan selama minggu berjalan, perbandingan dengan capaian
minggu lalu, dan rencana pada minggu berikutnya;
2) hambatan dan kendala dalam minggu berjalan dan penanggulangannya, rencana
tindak lanjut, potensi kendala dan rencana penanggulangannya pada minggu
berikut;
3) dukungan yang dibutuhkan dari Kepala Satker/PPK, Pengawas, dan pihak lain
yang terkait;
4) status persetujuan atas usulan dan permohonan dokumen;
5) ringkasan kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan; dan
6) ringkasan infomasi K3 termasuk kecelakaasn kerja yang terjadi dan nyaris
terjadi, dan lain-lain.
c. Laporan Bulanan
Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Bulanan adalah sebagai berikut:
1) capaian pekerjaan selama bulan berjalan, perbandingan dengan capaian bulan
lalu, dan rencana pada bulan berikutnya;
2) foto dan dokumentasi;

Subdit Litbang PDTT | 29


3) ringkasan kondisi keuangan Penyedia dan status pembayaran dari Pengguna;
4) perubahan kontrak dan pekerjaan;
5) hambatan dan kendala dalam bulan berjalan dan penanggulangannya, rencana
tindak lanjut, potensi kendala pada bulan berikut dan rencana
penanggulangannya;
6) status persetujuan atas usulan dan permohonan dokumen; serta
7) ringkasan infomasi K3 termasuk kecelakaan kerja yang terjadi dan nyaris terjadi.
Secara ringkas, isi laporan pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar berikut.

Laporan Pengawasan Pekerjaan merupakan laporan yang dibuat oleh Pengawas Pekerjaan
kepada Kepala Satker/PPK. Laporan ini disusun oleh Pengawas Pekerjaan (Direksi
Teknis/Konsultan Pengawas) dan disampaikan kepada PPK. Nomenklatur Laporan
Pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Laporan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan (apabila yang bertindak sebagai Pengawas
adalah Direksi Teknis); dan
b. Laporan Pelaksanaan Pengawasan (apabila yang bertindak sebagai Pengawas adalah
Konsultan Pengawas).

Laporan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan (Pengawasan oleh Direksi Teknis) meliputi Laporan
Mingguan, Laporan Bulanan, Laporan Khusus, dan Laporan Akhir.
a. Laporan Mingguan
Informasi minimum yang harus ada dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1) ringkasan capaian pekerjaan fisik minggu berjalan, perbandingan dengan
minggu lalu, dan rencana capaian minggu berikutnya;
2) foto dokumentasi;
3) ringkasan kondisi keuangan Penyedia dan status pembayaran dari Pengguna
Jasa;
4) perubahan kontrak dan perubahan pekerjaan

Subdit Litbang PDTT | 30


5) hambatan dan kendala dalam minggu berjalan dan penanggulangannya, rencana
tindak lanjut, potensi kendala pada minggu berikut dan rencana
penanggulangannya;
6) status persetujuan atas usulan dan permohonan dokumen;
7) daftar dan status persetujuan dokumen yang harus ditindaklanjuti oleh
Pengendali Pekerjaan;
8) daftar hasil pelaksanaan pekerjaan dan status persetujuannya;
9) ringkasan infomasi K3 termasuk kecelakaan kerja yang terjadi dan nyaris terjadi;
serta
10) kendala yang dihadapi Pengawas Pekerjaan, tindakan penanggulangan yang
telah dan akan dilaksanakan, serta dukungan yang dibutuhkan dari Pengendali
Pekerjaan untuk kelancaran pekerjaan.
b. Laporan Bulanan
Laporan Bulanan merupakan kompilasi dan pemutakhiran dari Laporan Mingguan.
c. Laporan Khusus (apabila diperlukan)
Laporan Khusus berisi tentang kejadian, kegiatan, keadaan khusus yang perlu
dilaporkan atau berdasarkan permintaan Kepala Satker/PPK.
d. Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan rangkuman hasil laporan bulanan dari awal sampai akhir
pekerjaan konstruksi, serta memuat evaluasi pelaksanaan pekerjaan. Hasil evaluasi
dapat digunakan baik oleh Penyedia dan PPK untuk pekerjaan konstruksi yang
memiliki kesamaan (sejenis) di masa yang akan datang. Hasil evaluasi ini dapat
menjadi bahan perbaikan maupun inovasi selanjutnya.

Laporan Pengawasan Pekerjaan (Pengawasan oleh Konsultan Pengawas) meliputi


Laporan Pendahuluan, Laporan Berkala, Laporan Bulanan, Laporan Khusus (apabila
diperlukan), dan Laporan Akhir.
a. Laporan Pendahuluan
Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Pendahuluan adalah sebagai
berikut:
1) pemahaman terhadap lingkup layanan konsultansi;
2) rencana kerja dan pengorganisasian pekerjaan;
3) jadwal pelaksanaan dan penugasan Tenaga Ahli; dan
4) ringkasan kemajuan pelaksanaan pengawasan (jika sudah ada).
b. Laporan Berkala
Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Berkala adalah sebagai berikut:
1) hasil sementara pelaksanaan kegiatan;

Subdit Litbang PDTT | 31


2) kemajuan pelaksanaan pengawasan;
3) rencana kerja untuk sisa masa pengawasan termasuk pemutakhiran sebagai
konsekuensi jika kemajuan pekerjaan tidak sesuai rencana;
4) jadwal pelaksanaan dan penggunaan Tenaga Ahli; dan
5) evaluasi sementara dan saran kepada PPK.
c. Laporan Bulanan
Informasi minimum yang harus ada dalam Laporan Bulanan adalah sebagai berikut:
1) ringkasan pelaksanaan pengawasan;
2) laporan sumber daya manusia (SDM) tim konsultan pengawas (personil, time
sheet, dan lain-lain);
3) daftar dan status persetujuan yang dikeluarkan Konsultan Pengawas;
4) daftar dan status instruksi yang dikeluarkan Konsultan Pengawas kepada
Penyedia;
5) daftar dan status persetujuan dokumen yang harus ditindaklanjuti oleh Kepala
Satker/PPK; dan
6) Kendala yang dihadapi Konsultan Pengawas, tindakan yang telah dan akan
dilakukan, serta dukungan yang dibutuhkan.
d. Laporan Khusus (apabila diperlukan)
Laporan Khusus berisi tentang kejadian, kegiatan, keadaan khusus yang perlu
dilaporkan atau atas permintaan Kepala Satker/PPK.
e. Laporan Akhir
Laporan Akhir mencakup ringkasan seluruh layanan konsultansi selama masa
kontrak, dengan informasi minimum yang harus ada sebagai berikut:
1) rencana kerja awal selama periode pengawasan;
2) pemutakhiran rencana kerja;
3) realisasi pelaksanaan pengawasan (jadwal dan Tenaga Ahli yang digunakan);
4) evaluasi pelaksanaan pengawasan secara menyeluruh dan saran kepada PPK;
dan
5) lampiran-lampiran berupa salinan seluruh output yang dipersyaratkan dalam
kontrak dan dokumen lain yang penting.

Laporan Kepala Satker/PPK kepada Atasan Langsung merupakan laporan pengendalian


pekerjaan konstruksi, dan disampaikan paling sedikit dua kali selama masa kontrak.
Informasi minimum yang harus ada dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
a. ringkasan kemajuan fisik dan pembayaran, serta target berikutnya yang harus
dicapai;

Subdit Litbang PDTT | 32


b. penilaian kinerja terhadap para pihak yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi
(contoh: Penyedia, Subkontraktor, Direksi Teknis/Konsultan Pengawas);
c. kendala yang dihadapi terkait pengendalian pekerjaan konstruksi serta
penanggulangan yang sudah dan akan dilakukan;
d. potensi masalah yang mungkin terjadi serta rencana pencegahan dan/atau
penanggulangannya;
e. status perubahan kontrak (apabila ada);
f. laporan keterlambatan dan/atau ketidaksesuaian dengan rencana yang ditetapkan
serta penyebabnya, dan usulan rencana percepatan, dan solusi alternatif; dan
g. hal-hal lain yang perlu dilaporkan.

Subdit Litbang PDTT | 33


Lampiran 4.1
LANGKAH PEMAHAMAN PENGENDALIAN INTERN

No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

Lingkungan pengendalian – penegakan integritas dan nilai etika

1. Teliti/tanyakan apakah entitas telah memiliki aturan a. Permen PUPR No. 07/PRT/M/2017
kode etik dan perilaku yang berlaku bagi semua tentang Kode Etik dan Kode
pegawai di semua level? (perilaku etik, praktik yang Perilaku Pegawai Kementerian
dapat diterima, benturan kepentingan, gratifikasi, Pekerjaan Umum dan Perumahan
profesionalisme, dan lain-lain). Rakyat. H
b. Kode Etik masing-masing entitas.

2. Teliti/tanyakan apakah terdapat komitmen dari para a. Hasil penelusuran di internet,


pegawai pada semua level (termasuk Kepala pemberitaan, hasil pemeriksaan
Satker) untuk mematuhi aturan perilaku dan terdahulu yang dapat memberikan
kebijakan yang terkait dengan kode etik dan informasi terkait integritas Kepala
perilaku, termasuk secara berkala menandatangani Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
komitmen untuk menerapkan aturan perilaku Pengawas Pekerjaan, dan pegawai
tersebut. lainnya yang terkait. Termasuk juga
kasus-kasus penyimpangan etika,
peraturan, kecurangan, dan
masalah-masalah lain terkait
integritas.
b. Hasil wawancara dengan pegawai
terkait pendapat mereka atas
integritas Kepala Satker, PPK,
Pengendali Pekerjaan, Pengawas
Pekerjaan, dan pegawai lainnya
yang terkait.
c. Dokumen Pakta Integritas, LHKPN,
LHKASN, dan lain-lain.
d. Hasil reviu yang dilakukan oleh
APIP.

3. Teliti/tanyakan apakah kode etik dan perilaku yang a. Hasil wawancara dengan Kepala
berlaku di entitas telah dipahami oleh pegawai? Satker sampai dengan pegawai.
Apakah peraturan tersebut diturunkan pada level
b. Sampel kontrak.
yang lebih rendah, misalnya termuat dalam
kontrak? Apakah pernah terjadi pelanggaran kode c. Dokumen sosialisasi kode etik.
etik dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan d. Daftar sanksi terkait kode etik yang
bagaimana tindak lanjutnya? pernah diberikan entitas kepada
pegawai.

3. Teliti/tanyakan apakah entitas merespon dengan a. POS penanganan keluhan


baik keluhan-keluhan dari masyarakat (bila ada) masyarakat.
terkait dengan pekerjaan konstruksi yang
dilaksanakan?

Subdit Litbang PDTT | 34


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen
b. Daftar keluhan masyarakat yang
disampaikan kepada entitas dan
tindak lanjutnya.

4. Teliti/tanyakan apakah entitas telah mengambil a. Daftar tindakan disiplin yang


tindakan disiplin yang tepat atas berbagai diberikan selama beberapa tahun
penyimpangan yang terjadi, dan mengomunikasikan terakhir.
hal tersebut kepada seluruh pegawai.
b. Bukti komunikasi kepada pegawai
tentang tindakan disiplin yang
diberikan (misal melalui website
internal, memo, dan lain-lain).

5. Pada kondisi tertentu mungkin manajemen harus a. POS tentang kapan dan level
mengambil keputusan menggunakan diskresinya. manajemen yang boleh
Misal PPK dalam keadaan darurat harus menyetujui menggunakan diskresinya.
perubahan desain, metode kerja, atau bahan yang
b. Laporan yang berisi keputusan-
digunakan yang seharusnya terlebih dahulu
keputusan yang diambil dengan
didiskusikan dan mendapat persetujuan Kepala
diskresi.
Satker. Teliti/tanyakan apakah pengabaian terhadap
pengendalian intern tersebut didokumentasikan
dengan baik (temasuk alasannya), dan segera
dilaporkan kepada Kepala Satker.

Lingkungan pengendalian – komitmen terhadap kompetensi

1. Tanyakan/teliti apakah entitas menentukan tingkat a. Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2019
kompetensi dan pengalaman yang harus dimiliki tentang Perubahan atas Peraturan
untuk mengerjakan tugas tertentu, misal sebagai LKPP No.15 Tahun 2018 tentang
PPK, Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, Pelaku Pengadaan Barang/Jasa.
PPHP, dan lain-lain?
b. Aturan kompetensi internal entitas
lainnya.

2. Tanyakan/teliti apakah entitas memfasilitasi a. Daftar pegawai yang memiliki


pegawai untuk meningkatkan kompetensi terkait sertifikasi terkait PBJ, teknis
tugas pengawasan dan pemeriksaan pelaksanaan konstruksi, keanggotaan dalam
pekerjaan konstruksi? asosiasi profesi, dan lain-lain.
b. Daftar jam pelatihan karyawan
yang terkait konstruksi.

3. Tanyakan/teliti apakah terdapat mekanisme yang a. Surat Edaran/Nota Dinas terkait


menginformasikan kepada pegawai tentang kualifikasi untuk menduduki
pengetahuan dan keahlian yang harus dimiliki untuk jabatan dalam kegiatan PBJ
melaksanakan tugas atau jabatan tertentu? konstruksi.
b. Persyaratan standar kompetensi
untuk menduduki jabatan PPK,
Pengendali Pekerjaan, Pengawas
Pekerjaan, PPHP, dan lain-lain.

Subdit Litbang PDTT | 35


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

4. Teliti/ tanyakan kepada pegawai terkait, bagaimana a. Hasil penelusuran berita di media
penilaian mereka terhadap kemampuan manajerial massa, internet, media sosial, surat
dan pengalaman teknis Kepala Satker, PPK beserta kabar, dan lain-lain terkait
jajarannya atas pekerjaan konstruksi. pengalaman kerja dan kompetensi
teknis Kepala Satker, PPK,
Pengendali Pekerjaan, Pengawas
Pekerjaan, dan pegawai lain yang
terkait.
b. Daftar riwayat hidup Kepala Satker,
PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, dan pegawai
lainnya yang terkait .
c. Hasil wawancara dengan pegawai.

Lingkungan pengendalian – Kepemimpinan yang kondusif

1. Tanyakan/teliti apakah pertemuan para pimpinan a. Agenda rapat rutin.


(Kepala Satker/PPK dan jajarannya) untuk
b. Berita acara/Notulen rapat terkait
membahas isu terkini terkait entitas dan kemajuan
kemajuan pekerjaan konstruksi,
pelaksanaan konstruksi di entitas diselenggarakan
hambatan yang ditemui, rencana
secara rutin?
aksi, dan lain-lain.
c. Hasil wawancara dengan Kepala
Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, dan pegawai
lainnya yang terkait.

2. Tanyakan/teliti apakah informasi-informasi yang a. Notulen rapat terkait.


termuat dalam laporan–laporan/berita acara yang
b. Hasil wawancara dengan pihak
diterima (laporan RMPK, laporan harian/ mingguan/
Kepala Satker, PPK Pengendali
bulanan/penyelesaian pekerjaan, BAST PHO atau
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan,
sejenisnya) digunakan oleh Kepala Satker/PPK
dan pegawai lainnya yang terkait.
dalam pengambilan keputusan?

3. Tanyakan/teliti apakah setiap keputusan yang a. Notulen rapat terkait.


diambil Kepala Satker/PPK berdasarkan pada
b. Hasil penilaian atau analisis risiko
analisis risiko yang memadai?
dan respon yang dipilih Kepala
Satker/PPK.

4. Tanyakan/teliti apakah pernah/sering terjadi Daftar mutasi pegawai


pergantian pegawai secara berlebihan di fungsi-
fungsi kunci misal pada PPK, APIP, dan lain-lain.
Analisis pola pergantian tersebut untuk melihat
kemungkinan pengisian posisi kunci dengan orang-
orang yang dapat dikendalikan Kepala Satker. Atau
sebaliknya tidak pernah ada pergantian di posisi-
posisi kunci.

Subdit Litbang PDTT | 36


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

Lingkungan pengendalian – struktur organisasi

1. Tanyakan/teliti apakah struktur organisasi entitas Naskah akademis penyusunan


sudah mempertimbangkan jenis konstruksi, struktur organisasi/ SOTK satker dan
besaran anggaran, sifat aktivitasnya, dan pemutakhiran struktur organisasi/
sebagainya? Apakah struktur organisasi entitas SOTK (apabila ada) untuk
telah memadai/efektif?. mengakomodir perubahan kondisi.

2. Tanyakan/teliti apakah SOTK telah mendefinisikan SOTK, uraian tugas dan jabatan.
tanggung jawab setiap unit yang terkait dengan
pekerjaan konstruksi dengan jelas, dan hal ini telah
dipahami oleh seluruh pegawai yang terkait?

3. Tanyakan/teliti apakah entitas membatasi jumlah a. Daftar PPK dan proyek yang
kontrak yang menjadi tanggung jawab seorang PPK, menjadi tanggung jawab masing-
begitupun bagi Pengendali Pekerjaan, Pengawas masing PPK.
Pekerjaan, dan PPHP.
b. Daftar Pengendali Pekerjaan dan
pekerjaan konstruksi yang menjadi
tanggung jawabnya.
c. Daftar Pengawas Pekerjaan dan
pekerjaan konstruksi yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Daftar PPHP dan pekerjaan
konstruksi yang menjadi tanggung
jawabnya.

Lingkungan pengendalian – Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab

1. Tanyakan/teliti apakah pendelegasian wewenang a. Struktur organisasi yang jelas.


telah sesuai dengan kemampuan dan tanggung
b. Uraian tugas dan jabatan/ SOTK.
jawab pegawai, dan diarahkan untuk peningkatan
kompetensi? Selain itu perhatikan juga c. Hasil wawancara dengan Kepala
keseimbangan antara pendelegasian dan Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
keterlibatan pimpinan yang lebih tinggi dalam Pengawas Pekerjaan, serta
pengambilan keputusan. pegawai lainnya yang terkait.

2. Tanyakan/teliti apakah PPK, Pengendali Pekerjaan, Hasil wawancara dengan PPK,


Pengawas Pekerjaan, dan pegawai lainnya yang Pengendali Pekerjaan, Pengawas
terkait, telah paham cara menjalankan tugas, Pekerjaan, dan pegawai lainnya yang
wewenang, dan tanggung jawabnya serta mereka terkait.
memahami bahwa pelaksanaan hal tersebut terkait
dengan implementasi SPI yang efektif.

3. Tanyakan/teliti apakah pegawai telah paham tata a. POS pelaporan atas hambatan dan
cara tindak lanjut dan pelaporan jika terjadi kendala di lapangan.
permasalahan di lapangan yang dapat
b. Hasil wawancara dengan pegawai
mempengaruhi tujuan pelaksanaan konstruksi?
di lapangan.

Subdit Litbang PDTT | 37


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

4. Tanyakan/teliti apakah Kepala Satker memiliki a. POS pelaporan.


prosedur untuk memantau kewenangan yang
b. Notulen rapat monitoring.
dijalankan PPK, demikian juga PPK atas
kewenangan yang didelegasikan kepada Pengendali c. Laporan PPK kepada Kepala
Pekerjaan dan Pengawas Pekerjaan. Satker.
d. Laporan Pengendalian Pekerjaan.
e. Laporan Pengawasan Pekerjaan.
f. Hasil wawancara Kepala Satker,
PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, dan pegawai
lainnya yang terkait

Lingkungan pengendalian - Praktik Pembinaan Sumber Daya Manusia

1. Tanyakan/teliti apakah Kepala Satker a. Dokumen terkait penyampaian


mengomunikasikan kepada Pengelola Pegawai kebutuhan kompetensi kepada
mengenai kompetensi yang diperlukan dalam Pengelola Pegawai untuk
jabatan tertentu (misal sebagai PPK)? menduduki jabatan tertentu.
b. Dokumen persyaratan kompetensi.

2. Tanyakan/teliti apakah entitas memiliki standar dan a. Dokumen persyaratan kompetensi.


kriteria yang jelas untuk penunjukan PPK,
b. Roadmap pengembangan SDM.
Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, PPHP,
dan pegawai lainnya terkait dengan latar belakang c. Daftar riwayat hidup PPK,
pendidikan, pengalaman, prestasi, perilaku etika, Pengendali Pekerjaan, Pengawas
serta integritas? Pekerjaan, PPHP, dan pegawai
lainnya yang terkait.
d. Daftar tindakan disiplin yang
diberikan kepada PPK, Pengendali
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan,
PPHP, dan pegawai lainnya yang
terkait (apabila ada).

2. Tanyakan/teliti apakah entitas menetapkan Roadmap pengembangan SDM.


prosedur dan kebijakan yang jelas, terkait program
orientasi, pendidikan dan latihan, evaluasi,
konseling, serta kompensasi bagi PPK, Pengendali
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
pegawai lainnya yang terkait secara memadai?.

5. Teliti/tanyakan apakah entitas menetapkan Kebijakan jam pelatihan minimum


kebijakan pelatihan untuk memperkuat peningkatan yang harus diperoleh pegawai dalam
kinerja bagi PPK, Pengendali Pekerjaan, Pengawas setahun
Pekerjaan, PPHP, dan pegawai lainnya yang terkait?

Subdit Litbang PDTT | 38


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

6. Teliti/tanyakan apakah terdapat program SK tunjangan PA/KPA, PPK,


kompensasi yang kompetitif seperti honor dan Pengendali Pekerjaan, Pengawas
insentif untuk memberikan motivasi dan Pekerjaan, PPHP, dan lain-lain.
meningkatkan kinerja PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan pegawai lainnya
yang terkait?

Lingkungan pengendalian – Perwujudan Peran APIP yang Efektif

1. Teliti/tanyakan bagaimana peran APIP terkait a. Rencana kerja APIP.


pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Apakah APIP
b. Laporan hasil pengawasan APIP.
secara aktif turut mengawasi pelaksanaan
pekerjaan konstruksi? Apakah APIP memberikan
peringatan dini terhadap sinyalemen masalah yang
timbul?

2. Teliti/tanyakan bagaimana peran APIP terkait a. Laporan hasil pengawasan APIP.


pemberian peringatan dini terhadap sinyalemen
b. Tindak lanjut atas laporan hasil
masalah yang timbul dan peningkatan efektivitas
pengawasan APIP.
manajemen risiko dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi ?

3. Teliti/tanyakan bagaimana hubungan Kepala Satker, Hasil wawancara dengan Kepala


PPK, Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
PPHP, dan pegawai lainnya yang terkait dengan Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
APIP? Evaluasi apakah hubungan tersebut menjadi pegawai lainnya yang terkait.
sangat akrab atau malah sebaliknya, atau dapat
dikatakan wajar.

Penilaian risiko - Identifikasi Risiko-Risiko yang Relevan terhadap Pencapaian Tujuan-


Tujuan entitas

1. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker telah Dokumen rencana strategis entitas


menetapkan rencana strategis entitas yang terpadu yang komprehensif dengan penilaian
dan dilengkapi dengan penilaian risiko internal dan rencana penanganan risiko.
maupun eksternal, serta penetapan struktur
pengendalian intern untuk dapat menangani risiko
dengan baik. Teliti juga apakah tujuan telah
ditetapkan dengan memenuhi parameter SMART
(Spesific, Measurable, Attainable, Relevant, dan
Time bound).

2. Teliti/tanyakan apakah tujuan di level kegiatan Dokumen usulan pekerjaan


pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan relevan konstruksi beserta analisis atas
dengan rencana strategis entitas secara kesesuaian usulan tersebut dengan
keseluruhan. rencana strategis entitas.

3. Teliti/ tanyakan juga apakah tujuan di level kegiatan Dokumen manajemen risiko
pekerjaan konstruksi telah dilengkapi dengan pekerjaan konstruksi terkait.

Subdit Litbang PDTT | 39


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen
penilaian risiko internal maupun eksternal,
penetapan struktur pengendalaian intern untuk
dapat menangani risiko dengan baik. Teliti juga
apakah tujuan telah ditetapkan dengan memenuhi
parameter SMART (Spesific, Measurable,
Attainable, Relevant, dan Time bound).

4. Teliti/tanyakan apakah atas semua kegiatan DIPA


konstruksi telah didukung oleh sumber daya yang
memadai.

5. Teliti/tanyakan apakah entitas telah melakukan a. Dokumen manajemen risiko


identifikasi risiko setidaknya atas risiko-risiko entitas.
berikut, dan telah didokumentasikan secara
b. Berita acara/notulen rapat terkait
memadai:
identifikasi risiko.
a. Perubahan harapan dari pimpinan yang lebih
c. Dokumentasi tentang metode
tinggi (misal sampai dengan perubahan program
penilaian risiko yang dilakukan
prioritas dari pimpinan tertinggi seperti Kepala
entitas.
Daerah/Menteri/ Presiden);
b. Perubahan kebutuhan rakyat;
c. Perubahan peraturan perundang-undangan
baru;
d. Risiko kegagalan konstruksi;
e. Risiko tidak tercapainya umur konstruksi;
f. Risiko keterlambatan penyelesaian pekerjaan
konstruksi;
g. Risiko ketidaksesuaian dengan mutu yang
dipersyaratkan;
h. Risiko ketidaksesuaian dengan volume yang
dipersyaratkan;
i. Risiko yang diakibatkan oleh keadaan kahar
(bencana alam, kejahatan, terorisme, wabah
penyakit, kerusuhan masal, kondisi politik, krisis
ekonomi, dan lain-lain);
j. Risiko yang timbul dari ketergantungan dengan
Penyedia;
k. Risiko yang timbul dari kurang memadainya
kompetensi Penyedia;
l. Risiko dari pekerjaan konstruksi pada lokasi
geografis tertentu;
m. Risiko pembiayaan yang tidak memadai;
n. Dan lain-lain.

Subdit Litbang PDTT | 40


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

5. Teliti/tanyakan apakah identifikasi risiko dilakukan a. Dokumen manajemen risiko


secara berkelanjutan dan berkala dengan entitas.
mempertimbangkan jenis kegiatan konstruksi,
b. Berita acara/notulen rapat terkait
melibatkan pegawai, dan juga hasilnya
pemutakhiran risiko.
dikomunikasikan kepada para pegawai terkait.
Teliti/tanyakan juga metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan memeringkat risiko.

Penilaian risiko - Analisis risiko

1. Teliti/tanyakan atas risiko yang teridentifikasi, a. Dokumen manajemen risiko


apakah dilakukan evaluasi dan penilaian atas entitas.
tingkat risiko (apakah rendah, sedang, tinggi).
b. Hasil wawancara dengan pihak
Evaluasi apakah tingkat risiko diukur dengan
Kepala Satker, PPK, Pengendali
mempertimbangkan signifikansi/besarnya dampak
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan,
yang ditimbulkan serta dari kemungkinan
PPHP, dan pegawai lainnya yang
(probabilitas atau frekuensi) terjadinya risiko.
terkait.
Teliti/tanyakan juga apakah analisis risiko tersebut
telah dilengkapi dengan cara terbaik untuk
mengurangi risiko tersebut?

2. Teliti/tanyakan apakah proses analisis risiko telah a. Notulen rapat yang membahas
melibatkan Kepala Satker, PPK, Pengendali analisis risiko.
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
b. Hasil wawancara dengan Kepala
pegawai lainnya yang terkait.
Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
pegawai lainnya yang terkait.

Aktivitas pengendalian

1. Teliti/tanyakan bentuk aktivitas pengendalian atas a. Dokumen manajemen risiko.


risiko-risiko yang telah diidentifikasi (kegagalan
b. Dokumen SPI entitas.
konstruksi/ketepatan waktu/ketepatan mutu/
ketepatan volume/kejadian kahar/dan sebagainya)? c. Hasil wawancara dengan Kepala
Satker, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, PPHP,
pegawai lainnya yang terkait, dan
APIP.

2. Teliti/tanyakan apakah kegiatan pengendalian telah a. Berita acara/notulen rapat terkait


mempertimbangkan hasil evaluasi dan penilaian pemantauan pengendalian intern.
risiko?
b. Dokumen manajemen risiko
entitas.
c. Dokumen SPI entitas.

Subdit Litbang PDTT | 41


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

3. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker dan PPK a. Daftar masalah pencapaian


melakukan reviu/evaluasi berkala terkait kegiatan ketepatan mutu, volume, dan waktu
pengendalian intern. dan rencana aksi yang telah/akan
dilakukan untuk mencegah hal
tersebut berulang.
b. Laporan monitoring implementasi
pengendalian intern.

4. Teliti/tanyakan apakah PPK, Pengendali Pekerjaan, Hasil wawancara dengan PPK,


Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan pegawai lainnya Pengendali Pekerjaan, Pengawas
yang terkait. memahami tujuan dari kegiatan Pekerjaan, PPHP, dan pegawai lainnya
pengendalian yang terkait dengan tusinya? yang terkait.

5. Teliti/tanyakan apakah APIP melaksanakan reviu/ a. Hasil wawancara dengan Kepala


evaluasi atas efektivitas implementasi kegiatan Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
pengendalian intern di entitas? Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
pegawai lainnya yang terkait.
pegawai, APIP.
b. Laporan hasil reviu APIP atas
efektivitas pengendalian intern.

6. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker terlibat dalam a. Rencana strategis entitas.


penyusunan rencana strategis dan rencana tahunan
b. Rencana tahunan entitas.
entitas, serta melakukan reviu berkala atas
pencapaian target kinerja entitas. c. Laporan hasil monitoring dan
evaluasi capaian target kinerja.

7. Teliti/tanyakan kegiatan pengendalian yang a. SE Menteri PUPR No. 15/SE/M/2019


diterapkan entitas untuk mencapai kepatuhan tentang Penjaminan Mutu dan
terhadap aturan dan ketepatan mutu, volume, dan Pengendalian Mutu Pekerjaan
waktu konstruksi. Konstruksi di Kementerian PUPR.
b. Dokumen Penjaminan dan
Pengendalian Mutu di masing-
masing entitas.

8. Teliti/tanyakan apakah entitas telah memiliki a. Dokumen contingency plan.


contingency plan untuk mengamankan pekerjaan
b. Laporan hasi uji coba dan tindak
konstruksi baik yang sedang berjalan maupun yang
lanjut atas contingency plan.
sudah selesai apabila terjadi keadaan kahar seperti
bencana alam, sabotase, terorisme, wabah,
kerusuhan masal, dan lain-lain. Tanyakan juga
apakah entitas melakukan uji berkala atas
contingency plan dan memutakhirkannya sesuai
kebutuhan.

9. Teliti/tanyakan apakah kegiatan pengendalian a. Laporan Pengendalian.


terkait pelaksanaan konstruksi telah
b. Laporan Pengawasan.
didokumentasikan secara tertulis dengan baik,

Subdit Litbang PDTT | 42


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen
termasuk seluruh transaksi dan kejadian penting c. Laporan PPK kepada Kepala
yang terjadi selama pelaksanaan pekerjaan. Satker.
d. Dan lain-lain

Informasi dan Komunikasi

1. Teliti/tanyakan apakah terdapat POS yang mengatur a. POS terkait laporan rutin atas
secara berkala pelaporan kepada Kepala Satker perkembangan pekerjaan
dan PPK atas kegiatan konstruksi di entitas? konstruksi.
b. Laporan harian, mingguan, bulanan
dari Penyedia kepada PPK.
c. Laporan Pengendalian Pekerjaan.
d. Laporan Pengawasan Pekerjaan.
e. Laporan PPK kepada Kepala Satker
yang diantaranya berisi informasi
operasional dan keuangan
pekerjaan konstruksi yang
membantu Kepala Satker untuk
memantau pencapaian kinerja
entitas.
f. Dan lain-lain.

2. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker memiliki a. Hasil wawancara dengan Kepala


mekanisme untuk memberikan arahan kepada Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
seluruh level manajemen (dhi. PPK) tentang Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
pentingnya tanggung jawab pengendalian intern. pegawai lainnya yang terkait.
b. Surat edaran/memo terkait.
c. dan lain-lain

3. Teliti/tanyakan apakah pegawai memiliki saluran a. Hasil wawancara dengan Kepala


komunikasi ke atas selain melalui atasan Satker, Pengendali Pekerjaan,
langsungnya, dan Kepala Satker merespon hal Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
tersebut. pegawai lainnya yang terkait.
b. Saluran pengaduan (whistle
blowing system).

4. Teliti/tanyakan apakah pegawai merasa adanya a. Hasil wawancara dengan PPK,


jaminan bahwa tidak akan ada tindakan “balas Pengendali Pekerjaan, Pengawas
dendam” jika mereka melaporkan penyimpangan Pekerjaan, PPHP, dan pegawai
yang mereka ketahui. lainnya yang terkait.
b. Laporan penanganan dan tindak
lanjut atas pengaduan melalui
whistle blowing system.

Subdit Litbang PDTT | 43


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen

5. Teliti/tanyakan apakah entitas memiliki daftar a. Aturan mengenai perbuatan-


perbuatan yang termasuk dalam kecurangan? perbuatan yang dikategorikan
sebagai bentuk kecurangan.
b. Hasil penilaian atas risiko
kecurangan.

6. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker telah Surat pemberitahuan kepada pihak


menginformasikan secara jelas kepada pihak-pihak eksternal misalnya Penyedia Jasa
eksternal terkait mengenai kode etik bagi pegawai, Konstruksi maupun Konsultansi
dan secara jelas menyatakan bahwa pemberian mengenai aturan tentang intoleransi
komisi dan lain-lain (misalnya untuk mendapatkan terhadap kecurangan.
pekerjaan konstruksi) adalah bentuk kecurangan
yang tidak dapat ditolerir.

7. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker memberikan a. Penyediaan anggaran yang


dukungan yang memadai untuk efektivitas saluran memadai untuk pembentukan
informasi dan komunikasi? saluran informasi dan komunikasi
yang memungkinkan tersedianya
informasi secara akurat dan tepat
waktu.
b. Penyediaan pegawai yang
kompeten untuk memelihara
saluran informasi dan komunikasi
yang efektif.

Pemantauan

1. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker memiliki a. Hasil wawancara dengan Kepala


mekanisme untuk menekankan kepada PPK bahwa Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
mereka bertanggung jawab atas pengendalian Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
intern sehari-hari dalam pelaksanaan pekerjaan pegawai lainnya yang terkait.
konstruksi dan memantau efektivitas pengendalian
b. Laporan monitoring dan evaluasi
intern di lapangan merupakan bagian pekerjaan
dari PPK kepada Kepala Satker
mereka sehari-hari.
c. Notulen rapat koordinasi Kepala
Satker dengan para PPK.

2. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker memiliki a. Laporan operasional di lapangan


mekanisme untuk menyampaikan kepada PPK yang terintegrasi dan selalu
beserta jajarannya dan pihak-pihak yang terkait direkonsiliasi dengan data laporan
dengan pelaksanaan konstruksi bahwa SPI berjalan keuangan dan anggaran.
efektif? Hal ini penting agar mereka merasa selalu
b. Daftar pengaduan melalui Whistle
terpantau sehingga sulit untuk melakukan
Blowing System (WBS) yang ada di
kecurangan karena efektifnya pengendalian intern
entitas, beserta tindak lanjutnya
untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan
(misal aduan dari Penyedia yang
dengan cepat.
merasa diperlakukan tidak adil,
aduan tentang gaya hidup mewah

Subdit Litbang PDTT | 44


No. Pertanyaan Contoh Bukti Dokumen
pegawai yang tidak sesuai
penghasilan, dan lain-lain).
c. Daftar masalah ketidakpatuhan
material yang terjadi pada tiap-tiap
pekerjaan konstruksi dan respon
entitas untuk mengatasi hal
tersebut, serta upaya perbaikan
selanjutnya.

3. Teliti/tanyakan apakah entitas memiliki struktur a. Hasil wawancara tentang


organisasi yang mendorong pengawasan atas independensi APIP, dan
implementasi pengendalian intern. Pastikan juga kewenangan APIP untuk melapor
APIP tidak melakukan tugas operasional apapun langsung kepada Kepala Satker.
untuk kepentingan Kepala Satker.
b. Rencana kerja APIP.
c. Laporan APIP dan tindaklanjutnya
oleh Kepala Satker.

4. Teliti/tanyakan apakah Kepala Satker mendorong a. Hasil wawancara dengan PPK,


pegawai untuk tidak ragu melaporkan kelemahan Pengendali Pekerjaan, Pengawas
pengendalian intern kepada atasan langsungnya? Pekerjaan, PPHP, dan pegawai
lainnya yang terkait.
b. Notulen rapat terkait.

5. Teliti/tanyakan apakah entitas memiliki mekanisme a. Hasil wawancara dengan PPK,


evaluasi berkala atas efektivitas SPI Pengendali Pekerjaan, Pengawas
Pekerjaan, PPHP, dan pegawai
lainnya yang terkait.
b. Dokumen evaluasi berkala seperti
check list, kuesioner, hasil reviu/
direct testing atas SPI.

6. Teliti/tanyakan apakah entitas memiliki mekanisme a. Daftar tindak lanjut hasil


untuk meyakinkan bahwa setiap temuan pemeriksaan BPK terdahulu.
audit/reviu/pemeriksaan sudah ditindaklanjuti
b. Daftar tindak lanjut hasil
dengan segera.
pemeriksaan APIP.
c. Notulen rapat pembahasan entitas
untuk tindak lanjut hasil audit/
pemeriksaan.

Subdit Litbang PDTT | 45


Lampiran 4.2

ILUSTRASI TITIK KRITIS PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Volume

Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis

Tahap Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

1. Penyerahan lokasi kerja


• PPK melaksanakan penyerahan lokasi kerja kepada Penyedia - - X
namun tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam rencana
kerja (misal: kepemilikan, luasan yang tidak sesuai, dan lain-lain)

2. Penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)


• Keterlambatan penerbitan SPMK - - X

• SPMK tidak memuat tanggal mulai kerja sebagaimana


- - X
dipersyaratkan peraturan.

3. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (PCM)


• Entitas dan Penyedia tidak melaksanakan Rapat Persiapan X X X
Pelaksanaan Kontrak.

• Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak tidak membahas hal-hal


yang seharusnya dievaluasi/disepakati sebelum pekerjaan X X X
dilaksanakan.

4. Pembayaran Uang Muka


• Uang Muka yang dibayarkan tidak sesuai dengan ketentuan (tujuan - - -
penggunaan, jumlah, dan waktu).

• Jaminan uang muka yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan


- - -
(nilai, klausul yang harus dipenuhi, jangka waktu pencairan)

5. Mobilisasi
- - X
• Mobilisasi tidak dilakukan tepat waktu.

• Material, peralatan, dan lain-lain yang dimobilisasi tidak sesuai


X - X
dengan peraturan dan sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak.

Tahap pelaksanaan pekerjaan konstruksi

1. Pemeriksaan bersama (Mutual Check/ MC 0)


• PPK tidak melakukan Pemeriksaan Bersama dengan Penyedia. X X X

Subdit Litbang PDTT | 46


Volume

Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis

• Adendum kontrak tidak didasari pada Pemeriksaan Bersama atas - X X


kondisi awal.

• PPK tidak melaksanakan negosiasi teknis atas volume dan harga. - X -

• Gambar perubahan pekerjaan (shop drawing) tidak sesuai dengan - X -


adendum kontrak.

2. Pengajuan Persyaratan untuk Memulai Kegiatan Setiap Pekerjaan


• Pengawas Pekerjaan dan Pengendali Pekerjaan tidak - - X
melaksanakan tanggung jawabnya untuk memeriksa persyaratan
izin memulai pekerjaan.

3. Pengawasan atas Pemantauan Pelaksanaan Pekerjaan


• PPK melalui Konsultan Pengawas tidak melakukan X X X
pengawasan/pengendalian mutu pekerjaan sesuai dengan kontrak.

• PPK tidak melaksanakan rapat pemantauan/rapat pemantauan X X X


tidak membahas materi-materi yang krusial.

4. Pengawasan atas Perubahan Pekerjaan


• Adendum kontrak tidak didasarkan pada kebutuhan yang sesuai - X X
(real) di lapangan

• Duplikasi pekerjaan/pekerjaan tambah serupa dengan pekerjaan - X -


lain yang sudah ada dalam kontrak namun diganti terminologi

• Adendum kontrak tidak dibuat berdasarkan negosiasi teknis dan - X -


harga.

5. Pengawasan atas Penilaian Kemajuan Pekerjaan


• Kemajuan pekerjaan yang dilaporkan tidak sesuai dengan - X X
kemajuan fisik yang sebenarnya.

6. Pembayaran Prestasi Pekerjaan/ Parsial


• PPK melakukan pembayaran melampaui prestasi kerja. - X -

• PPK melakukan pembayaran tanpa memperhitungkan uang muka - - -

7. Perpanjangan Masa Pelaksanaan Kontrak


• Pemberian perpanjangan waktu tidak berdasarkan alasan yang - - X
tepat.

Subdit Litbang PDTT | 47


Volume

Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis

• Pemberian perpanjangan masa pelaksanaan kontrak karena - - X


Peristiwa Kompensasi tidak sesuai dengan aturan.

8. Denda dan Ganti Rugi


• Pengenaan denda tidak sesuai aturan - - -

• Pembayaran klaim ganti rugi karena Peristiwa Kompensasi tidak


sesuai aturan.
- - -
• Pengenaan jumlah denda dan/atau ganti rugi tidak tepat.

9. Penyesuaian Harga
• Penyesuaian harga dilakukan untuk memperoleh harga yang lebih - - -
mahal dan tidak sesuai kontrak

10. Keadaan Kahar


• Penanganan keadaan kahar tidak sesuai dengan peraturan. - - X

11. Pengakhiran dan Pemutusan Kontrak


• Kontrak dinyatakan selesai namun kedua belah pihak belum - X X
memenuhi/ mendapatkan 100% hak dan kewajibannya.

• Alasan penghentian kontrak karena keadaan kahar tidak sesuai - X X


dengan kondisi sebenarnya.

• Alasan pemutusan kontrak oleh PPK tidak sesuai dengan ketentuan - - -


atau PPK tidak memutus kontrak walaupun Penyedia melanggar
peraturan.

• Penyedia tidak memutus kontrak walaupun kondisi yang X X X


mempersayaratkannya sudah terjadi.

12. Kontrak Kritis


• PPK tidak memberikan peringatan tertulis atas keterlambatan - - X
dalam proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

• PPK tidak memberikan kesempatan Penyedia yang diperkirakan - - -


akan gagal menyelesaikan pekerjaan untuk berupaya
menyelesaikan pekerjaannya sebelum memutus kontrak.

• PPK tidak memutus kontrak meskipun telah memenuhi kriteria X X X


pemutusan kontrak

Subdit Litbang PDTT | 48


Volume

Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis

Tahap penyelesaian pekerjaan konstruksi

1. Serah Terima Pertama Pekerjaan (Provisional Hand Over /PHO)


• Hasil pekerjaan yang diserahkan tidak memenuhi ketentuan X X X
mutu,volume, dan waktu sebagaimana diatur dalam kontrak

• PHO tidak diikuti dengan program rencana pemeliharaan


X - -
sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak

2. Masa Pemeliharaan
• PPK tidak mengenakan retensi selama masa pemeliharaan - - -
sebesar 5% dari kontrak atau sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

• PPK tidak memantau pemeliharaan oleh Penyedia. X X -

• Penyedia tidak melaksanakan pemeliharaan. X X -

3. Pembayaran Hasil Pekerjaan


• Pembayaran dilakukan sebelum hasil pekerjaan selesai/tidak - X -
sesuai dengan kemajuan pekerjaan (termasuk pembayaran kepada
subkontraktor, jika ada)

4. Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over/FHO)


• Hasil akhir pekerjaan tidak sesuai kontrak/ada kekurangan X X -
pekerjaan yang tidak diselesaikan Penyedia.

5. Pengembalian Retensi atau Jaminan Pemeliharaan


- - -
• PPK tidak mengembalikan jaminan pemeliharaan kepada Penyedia.

6. Penyerahan Hasil Konstruksi kepada PA/ KPA dan Pencatatan ke


Daftar Aset Tetap
- - -
• PPK belum melakukan penyerahan hasil konstruksi kepada PA/
KPA

• PPK belum mencatat hasil pekerjaan konstruksi ke dalam daftar


- - -
aset tetap.
Catatan: Titik kritis di atas diambil dari rangkaian kegiatan pada tahapan dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi. Hasil pemetaan dapat disesuaikan dengan professional judgment Pemeriksa. Dengan memetakan
titik kritis, Pemeriksa dapat meniliai kemungkinan dampak dari tidak dilaksanakannya suatu kegiatan sesuai
aturan.
X=relevan
-=tidak relevan

Subdit Litbang PDTT | 49


Lampiran 4.3

CONTOH PROSEDUR PENGUJIAN KEPATUHAN ATAS


PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Tujuan Umum: Untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan kontrak telah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku .
Contoh Prosedur Pemeriksaan
Tahap Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi - Penyerahan lokasi kerja

No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

A. Penyerahan Lokasi Kerja

Tujuan: Untuk memastikan PPK membuat adendum kontrak dengan didasarkan pada
proses peninjauan lokasi kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan.

1. PPK melaksanakan a. Dapatkan dan pelajari kontrak, adendum, BAPLK,


penyerahan lokasi kerja dokumentasi terkait, dan BAST Lokasi Kerja.
kepada Penyedia namun
b. Pelajari apakah adendum menyatakan adanya
tidak sesuai dengan yang
perpanjangan waktu karena ada Peristiwa Kompensasi
dipersyaratkan dalam
karena PPK tidak dapat menyerahkan seluruh lokasi
rencana kerja (misal:
kerja sesuai kebutuhan Penyedia sebagaimana
kepemilikan, luasan yang
tercantum dalam rencana kerja untuk melaksanakan
tidak sesuai, dan lain-lain)
pekerjaan sesuai kontrak.
c. Cek ke dokumen sumber berupa BAPLK dan BAST
Lokasi Kerja. Cek kapan tanggal BAPLK dan BAST
Lokasi Kerja ditandatangani, apakah terjadi time lag yang
cukup panjang. Dapatkan penjelasannya dari PPK.
d. Pelajari jika dalam BAPLK terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan terkait:
1) kesiapan lokasi;
2) masalah kepemilikan (sengketa, hukum adat, dll);
3) luasan;
4) inventarisasi bangunan dan aset lainnya milik
Pengguna Jasa (apabila ada); dan
5) potensi yang menghambat ketepatan mutu, volume,
dan waktu pekerjaan konstruksi.
e. Lakukan wawancara dengan Penyedia mengenai serah
terima lokasi kerja dan yang menjadi kendala.

Kesimpulan:

Subdit Litbang PDTT | 50


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

B. Penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)

Tujuan: Untuk memastikan bahwa penerbitan SPMK oleh PPK telah sesuai dengan
peraturan dan dapat dijadikan acuan Penyedia untuk memulai pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.

1. Keterlambatan penerbitan a. Dapatkan dokumen SPMK dan tanda terima SPMK


SPMK tersebut dari Penyedia.
b. Teliti apakah SPMK diterbitkan setelah tanggal BAPLK,
namun tidak melebihi 14 hari* setelah penandatangan
kontrak atau 14 hari kerja* setelah tanggal penyerahan
lokasi kerja pertama kali. Teliti penyebabnya apabila
SPMK diterbitkan melebihi jangka waktu yang
dipersyaratkan.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku

2 SPMK tidak memuat a. Teliti apakah SPMK memuat tanggal mulai kerja, dan
tanggal mulai kerja apakah tanggal tersebut ditetapkan setelah serah terima
sebagaimana lapangan dilaksanakan atau minimum bersamaan
dipersyaratkan peraturan. dengan tanggal serah terima lapangan.
b. Teliti penyebabnya apabila tanggal mulai kerja
ditetapkan tidak sesuai peraturan.

Kesimpulan

C. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (Pre Construction Meeting/PCM)

Tujuan: Untuk memastikan bahwa PCM benar dilakukan dan membahas hal-hal
sebagaimana dipersyaratkan dalam aturan.

1. Entitas dan Penyedia tidak a. Dapatkan jadwal PCM, undangan, daftar hadir, notulen,
melaksanakan PCM dokumentasi rapat (misal foto), dan lain-lain.
b. Teliti apakah PCM dilaksanakan paling lambat tujuh hari*
setelah diterbitkannya SPMK dan dihadiri oleh PPK,
Pengendali Pekerjaan (Direksi Lapangan/Konsultan MK),
Pengawas (Direksi Teknis/Konsultan Pengawas),
Penyedia, Tim perencana, dan pihak terkait.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku

2. PCM tidak membahas hal- a. Pelajari agenda PCM, notulen, dan Berita Acara PCM.
hal yang seharusnya Teliti apakah pokok pembahasan sesuai dengan aturan?
dievaluasi/disepakati
Sebagai referensi saat ini dapat dilihat Lampiran Surat
sebelum pekerjaan
Edaran Menteri PUPR No. 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara
dilaksanakan.
Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pekerjaan
Konstruksi di Kementerian PUPR.

Subdit Litbang PDTT | 51


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
b. Apakah PCM terutama mengevaluasi Rencana Mutu
Pekerjaan Konstruksi (RMPK), Program Mutu, Rencana
Pemeriksaan Bersama (Mutual Check), Rencana
Keselamatan Kerja (RKK)? Apakah terdapat hal-hal yang
membutuhkan perubahan kontrak?

Kesimpulan

D. Pembayaran Uang Muka

Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK membayarkan uang muka dengan tepat jumlah,
tepat waktu, dan sesuai dengan peraturan.

1. Uang Muka yang dibayarkan a. Dapatkan surat permohonan Uang Muka dari Penyedia.
tidak sesuai dengan Teliti apakah terdapat rencana penggunaan Uang Muka
ketentuan (tujuan (apabila dipersyaratkan dalam kontrak, misal untuk
penggunaan, jumlah, dan mobilisasi personil, peralatan, tanda jadi kepada
waktu). pemasok, dan persiapan teknis lainnya) dan telah
disetujui oleh PPK.
b. Teliti apakah jumlah Uang Muka yang dibayarkan sesuai
dengan yang diatur dalam Syarat-Syarat Khusus
Kontrak (SSKK) dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut (pada saat panduan disusun
menggunakan acuan Perpres No. 16 tahun 2018):*
- maksimum 30% dari nilai kontrak untuk usaha kecil;
- maksimum 20% untuk usaha non kecil dan jasa
konsultansi;
- maksimum 15% untuk kontrak tahun jamak.
c. Teliti apakah Uang Muka dibayarkan kepada Penyedia
setelah Penyedia memberikan Jaminan Uang Muka
senilai dengan Uang Muka yang diberikan PPK.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku

2. Jaminan uang muka yang a. Dapatkan dokumen jaminan uang muka. Teliti apakah
diterima tidak sesuai nilai jaminan uang muka yang diserahkan oleh Penyedia
dengan ketentuan (nilai, senilai dengan jumlah jaminan uang muka yang
klausul yang harus diberikan oleh PPK kepada Penyedia.
dipenuhi, jangka waktu
b. Pastikan bahwa jaminan uang muka diberikan dalam
pencairan)
bentuk bank garansi atau surety bond, dan bersifat:
Catatan: Perlu diperhatikan
bahwa pemberian uang muka
- Mudah dicairkan;
tidak bersifat wajib. - Tidak bersyarat;
- Harus dicairkan oleh penerbit jaminan maksimum 14
(empat belas) hari kerja setelah surat perintah

Subdit Litbang PDTT | 52


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang
diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima*.
c. Pastikan Penjamin (bank, asuransi, atau perusahan
penjamin) telah mencatatkan produknya dan mendapat
izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan tidak masuk dalam
daftar penjamin yang wanprestasi.
d. Pastikan Penjamin (bank, asuransi, atau perusahaan
penjamin) melampirkan surat pernyataan mengenai
klausul mudah dicairkan dan tidak bersyarat.
e. Pastikan masa berlakunya jaminan minimum sejak
tanggal diberikannya uang muka sampai dengan
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana diatur
dalam kontrak. Apabila terdapat adendum berupa
perpanjangan jangka waktu penyelesaian pekerjaan
yang pengembalian jaminan uang mukanya belum lunas,
pastikan jangka waktu jaminan uang muka juga
diperpanjang minimum sesuai dengan perpanjangan
jangka waktu penyelesaian pekerjaan setelah adendum.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku

Kesimpulan

E. Mobilisasi

Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK telah memantau mobilisasi material, peralatan, dan
lain-lain oleh Penyedia sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak (waktu dan materi
yang harus dimobilisasi).

1. Mobilisasi tidak dilakukan Reviu kontrak tentang jadwal mobilisasi, bandingkan dengan
tepat waktu. berita acara mobilisasi. Pastikan mobilisasi dilaksanakan
sesuai aturan yaitu maksimum 30 hari setelah SPMK terbit*.
Apabila terjadi keterlambatan mobilisasi pastikan PPK telah
mengenakan denda sesuai dengan klausul dalam kontrak.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku

2. Material, peralatan, dan Reviu klausul dalam kontrak terkait dengan material,
lain-lain yang dimobilisasi peralatan, personil inti dan pendukung, serta fasilitas yang
tidak sesuai dengan harus disiapkan oleh Penyedia untuk dapat memulai
peraturan dan pekerjaan seperti kantor, rumah, barak, bengkel, gudang,
sebagaimana dan lain-lain. Pastikan bahwa mobilisasi dilakukan untuk
dipersyaratkan dalam hal-hal tersebut sesuai dengan kontrak.
kontrak.

Kesimpulan:

Subdit Litbang PDTT | 53


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

Tahap Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

A. Pemeriksaan bersama (Mutual Check/ MC 0)

Tujuan: Untuk memastikan bahwa kondisi lokasi kerja yang diserahkan oleh PPK kepada
Penyedia sesuai dengan kebutuhan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

1. PPK tidak melakukan a. Dapatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama


Pemeriksaan Bersama (mutual check/ MC-0). Pastikan bahwa pengecekan
dengan Penyedia. bersama memang dilakukan oleh PPK, mintakan laporan
hasil pengecekan bersama, dokumentasi berupa foto
lokasi sebelum pembangunan yang menunjukkan
kesesuaian/ketidaksesuaian dengan rencana desain
awal, dan lain-lain.
b. Lakukan wawancara dengan para personil yang
mengikuti pemeriksaan bersama untuk mengkonfirmasi
pelaksanaan kegiatan tersebut, dan menggali informasi
hasil-hasil pemeriksaan bersama.

2. Adendum kontrak tidak a. Dapatkan adendum kontrak dan Berita Acara Hasil
didasari pada Pemeriksaan Pemeriksaan Bersama. Teliti isi adendum, bandingkan
Bersama atas kondisi awal. dengan BA Hasil Pemeriksaan Bersama.
b. Pelajari Berita Acara Hasil Pemeriksaan bersama
apakah telah menuangkan hasil pengukuran dan detail
kondisi awal lokasi pekerjaan yang mencakup
pemeriksaan atas desain awal untuk menilai
kecocokannya dengan kondisi lokasi kerja.
c. Pelajari Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama,
telusuri informasi terkait ketidakcocokan lokasi dengan
desain awal, sehingga diperlukan penyesuaian atas
desain awal (reviu desain) dan volume awal (karena
adanya penyesuaian desain). Pastikan kebutuhan
penyesuaian tersebut disetujui PPK dan Penyedia, dan
kemudian ditindaklanjuti dengan adendum kontrak.
Perhatikan apakah adendum terkait volume tersebut
mengakibatkan perubahan harga.

3. PPK tidak melaksanakan a. Apabila terjadi perubahan harga karena kondisi


negosiasi teknis atas sebagaimana dijelaskan di atas, maka pastikan bahwa
volume dan harga. PPK telah melakukan negosiasi volume dan harga
dengan mengacu pada kontrak awal. Hasil negosiasi
dituangkan dalam Berita Acara Negosiasi Volume dan
Harga, dan juga menjadi dokumen sumber adendum.
b. Pastikan nilai perubahan kontrak tidak lebih dari 10% dari
harga* yang tercantum dalam perjanjian/kontrak awal.
c. Selain itu perhatikan juga pengaruh perubahan tersebut
terhadap rencana jangka waktu penyelesaian kontrak.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan yang berlaku.

Subdit Litbang PDTT | 54


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

4. Gambar perubahan Dapatkan gambar perubahan pekerjaan, dan pastikan


pekerjaan tidak sesuai perubahan tersebut telah sesuai dengan adendum dan
dengan adendum kontrak. disetujui oleh PPK berdasarkan verifikasi dari Pengawas
dan Pengendali Pekerjaan.

Kesimpulan

B. Pengajuan Persyaratan untuk Memulai Kegiatan Setiap Pekerjaan

Tujuan: Untuk memastikan PPK telah memberikan persetujuan untuk memulai pekerjaan
yang diajukan Penyedia sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1. Pengawas Pekerjaan dan a. Dapatkan dokumen Pengajuan Permohonan Memulai


Pengendali Pekerjaan tidak Pekerjaan dari Penyedia (request of work) dan Surat
melaksanakan tanggung Persetujuan untuk memulai pekerjaan yang telah
jawabnya untuk memeriksa disetujui (approval of work) dari Pengendali.
persyaratan izin memulai
b. Dapatkan Daftar Simak Pengajuan Permohonan Memulai
pekerjaan.
Pekerjaan yang menjadi kendali PPK untuk memonitor
persetujuan memulai pekerjaan.
c. Pada dokumen Pengajuan Permohonan Memulai
Pekerjaan, pastikan hal-hal berikut telah diverifikasi
oleh Pengawas Pekerjaan dan disetujui oleh Pengendali
Pekerjaan.
1) Gambar Kerja
Kesesuaian gambar kerja (shop drawing) dengan
gambar desain dan kondisi lapangan.
2) Rencana Pelaksanaan Pekerjaan (Method
Statement)
3) Kesesuaian dengan spesifikasi dalam kontrak dan
gambar desain yang meliputi:
a) Kelaikan dan keandalan metode kerja.
b) Kesesuaian kompetensi tenaga kerja dengan
rencana pekerjaan yang diajukan.
c) Kesesuaian peralatan dengan rencana pekerjaan
yang diajukan termasuk kelaikan peralatan.
d) Adanya Surat Izin Laik Operasi (SILO) dan Surat
Izin Operator (SIO) untuk operator masing-
masing alat.
e) Kesesuaian material dengan spesifikasi.
▪ Pastikan bahwa Pengawas Pekerjaan telah
memeriksa kesesuaian spesifikasi material
yang diajukan (sampel) oleh Penyedia dan
memerintahkan Penyedia untuk

Subdit Litbang PDTT | 55


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
melaksanakan pemeriksaan/ pengujian lebih
lanjut atas material yang akan digunakan
(apabila dibutuhkan).
▪ Dapatkan dokumentasi dan laporan-laporan
terkait hasil pengujian material, lakukan
wawancara dengan personil di lapangan
untuk memastikan Pengawas Pekerjaan
menghadiri pengujian material (minimum
pengujian dilakukan dengan sepengetahuan
Pengawas Pekerjaan).
▪ Pastikan Pengawas Pekerjaan telah
menyetujui hasil pengujian, dan melaporkan
hal tersebut kepada PPK.
▪ Pastikan bahwa PPK memonitor proses
persetujuan oleh Pengawas Pekerjaan.
f) Kesesuaian analisis Keselamatan Kesehatan
Kerja (K3) yang mengacu pada Rencana
Keselamatan Konstruksi (RKK).
g) Kesesuaian jadwal mobilisasi dengan kebutuhan
pengadaan dalam rencana pekerjaan yang
diajukan.
h) Titik-titik Tunggu (Hold Points)
Titik tunggu adalah saat-saat harus
dilaksanakannya pengendalian mutu pekerjaan.
Pemeriksa harus memastikan bahwa
pengendalian mutu pekerjaan dilaksanakan pada
setiap titik tunggu yang direncanakan, dan tidak
ada pekerjaan selanjutnya yang dimulai sebelum
pengujian-pengujian. Pengendalian mutu
dilaksanakan dan disetujui PPK berdasarkan
verifikasi Pengawas.
i) Rencana Pemeriksaan dan Pengujian (Inspection
and Test Plan /ITP)
Kesesuaian item-item pemeriksaan dan
pengujian dengan pengendalian mutu yang
mencakup pemeriksaan bahan, material, dan
hasil pekerjaan dengan yang dipersyaratkan
dalam kontrak.

Kesimpulan

Subdit Litbang PDTT | 56


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

C. Pengawasan Mutu

1) Pemantauan Pelaksanaan Pekerjaan

Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK melalui Pengawas Pekerjaan telah melaksanakan
kewajibannya untuk melakukan pemantauan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
peraturan.

1. PPK melalui Konsultan Dapatkan laporan-laporan hasil pengujian berkala sesuai


Pengawas tidak melakukan dengan rencana pada dokumen pemeriksaan dan Inspection
pengawasan/pengendalian Test Plan yang memuat hasil pengujian (dengan disertai data
mutu pekerjaan sesuai pendukung misalnya sampel/ benda uji mutu laboratorium
dengan kontrak. dan hasil uji laboratoriumnya). Pelajari Laporan
Pengawasan yang mungkin menemukan masalah-masalah
berikut:
a. Ketidaksesuaian dengan metode kerja yang telah
disetujui oleh Konsultan Pengawas.
b. Pekerjaan dilaksanakan terus menerus tanpa titik
tunggu.
c. Ketidaksesuaian dengan tenaga kerja sebagaimana
direncanakan
d. SILO dan SIO tidak tersedia.
e. Ketidaksesuaian penggunaan material dasar dan olahan.
Pastikan Penyedia melakukan pemeriksaan visual dan
pengukuran (bila diperlukan) yang disaksikan oleh
Pengawas Pekerjaan.
f. Ketidaksesuaian jadwal mobilisasi sumber daya tiap
pekerjaan dengan rencana.
g. Ketidaksesuaian hasil setiap pekerjaan maupun sub
pekerjaan dengan spesifikasi (ketidaksesuaian dengan
spesifikasi diikuti dengan peringatan tertulis dari
Pengawas Pekerjaan sampai dengan penghentian
sementara pekerjaan apabila tidak dihiraukan Penyedia).
Pastikan Pengawas Pekerjaan telah menyetujui
substansi hasil pemeriksaan pekerjaan fisik maupun
administrasi yang dilakukan oleh Penyedia, sesuai
dengan spesifikasi.

2. PPK tidak melaksanakan a. Dapatkan Berita Acara Rapat Pemantauan Pelaksanaan


rapat pemantauan/rapat Pekerjaan, notulen, daftar hadir, dan dokumentasi
pemantauan tidak lainnya untuk membuktikan pelaksanaan Rapat
membahas materi-materi Pemantauan Pelaksanaan Pekerjaan (misal foto, dan
yang krusial. lain-lain). Pastikan bahwa rapat tersebut dihadiri
minimum oleh Konsultan Pengawas dan Penyedia.
Pastikan PPK membaca dan memahami isi rapat dan
menyetujuinya.

Subdit Litbang PDTT | 57


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
b. Evaluasi apakah rapat pemantauan membahas tentang:
1) Perkembangan pekerjaan.
2) Perencanaan atas pekerjaan yang belum selesai.
3) Rencana tindak lanjut atas ketidaksesuaian yang
ditemukan di lapangan sehingga seharusnya
penyedia menyampaikan peringatan dini kepada
Konsultan Pengawas dan/ atau PPK.
4) Hal-hal yang bersifat teknis yang perlu pengawasan
tinggi.
c. Apabila pada rapat pemantauan tersebut tidak
ditemukan adanya materi terkait peringatan dini,
konfirmasikan lebih lanjut kepada Penyedia apakah
memang tidak ada peringatan dini yang harus
disampaikan kepada Pengawas. Bandingkan dengan
adendum kontrak (apabila ada) yang harusnya dibuat
dengan salah satu dokumen sumbernya adalah
peringatan dini dari Penyedia.
d. Lakukan wawancara dengan peserta rapat untuk
mengkonfirmasi keterjadian rapat dan hal-hal yang
dibahas dalam rapat, serta memastikan mereka telah
menerima Berita Acara Rapat Pemantauan Pelaksanaan
Pekerjaan sehingga bisa dipastikan mereka tahu dan
memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi
yang mungkin akan berdampak pada ketepatan mutu,
volume, dan waktu.
e. Konfirmasi kepada PPK apakah dia menerima dan
memahami seluruh materi dalam rapat pemantauan dan
apakah PPK sudah memastikan Pengawas Pekerjaan
menindaklanjuti seluruh hasil rapat pembahasan.
f. Dapatkan dokumen pernyataan tertulis dari Pengawas
Pekerjaan atas seluruh keputusan yang diambil
Pengawas Pekerjaan terhadap semua permasalahan
yang disampaikan.

Kesimpulan

2). Perubahan Pekerjaan

Tujuan: Untuk memastikan bahwa semua perubahan diketahui PPK dan dilaksanakan
sesuai prosedur dalam kontrak.

1. Adendum kontrak tidak a. Dapatkan surat perintah perubahan pekerjaan dari PPK
didasarkan pada kebutuhan kepada Penyedia, Berita Acara Negosiasi Teknis dan
yang riil di lapangan Harga, adendum, dan Surat Keputusan (SK) PPHP.

Subdit Litbang PDTT | 58


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
b. Teliti apa yang mendasari perubahan tersebut. Pastikan
perubahan sesuai dengan hasil penelitian
Panitia/Pejabat Peneliti Pelaksanaan Kontrak dan
Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK).

2. Duplikasi Jika perubahan pekerjaan merupakan pekerjaan tambah,


pekerjaan/pekerjaan pastikan bahwa pekerjaan tambah tersebut belum
tambah serupa dengan tercantum dalam kontrak dan memang pekerjaan yang
pekerjaan lain yang sudah diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan serta
ada dalam kontrak namun tidak melebihi 10 % * dari nilai kontrak awal.
diganti terminologi *ketentuan dapat berubah sesuai peraturan yang berlaku

3. Adendum kontrak tidak Bandingkan adendum kontrak dengan Berita Acara


dibuat berdasarkan Negosiasi Teknis dan Harga, untuk memastikan bahwa
negosiasi teknis dan harga. adendum kontrak dibuat berdasarkan hasil negosiasi teknis
dan harga dan dengan tetap mengacu pada kontrak awal.

3). Penilaian Kemajuan Pekerjaan

Tujuan: Mengevaluasi apakah kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang disepakati oleh PPK
dan Penyedia sesuai dengan kemajuan fisik di lapangan, dan memenuhi mutu sebagaimana
ditetapkan dalam spesifikasi teknis dalam kontrak.

1. Kemajuan pekerjaan yang a. Dapatkan laporan kemajuan hasil pekerjaan yang


dilaporkan tidak sesuai memuat back up data dan back up mutu, kurva S, laporan
dengan kemajuan fisik yang hasil pemantauan, laporan hasil program mutu, laporan
sebenarnya. harian/mingguan, bulanan dan adendum kontrak (bila
ada).
b. Evaluasi laporan kemajuan hasil pekerjaan apakah telah
sesuai dengan kontrak/adendum (rincian kegiatan,
harga satuan, kebenaran perhitungan, bobot pekerjaan,
persentase kemajuan fisik, spesifikasi teknis, dan lain-
lain).
c. Bandingkan antara laporan kemajuan pekerjaan dengan
jadwal pelaksanaan pekerjaan, laporan
bulanan/mingguan/harian, cek juga dengan kurva S. Cek
apakah semua laporan tersebut konsisten. Mintakan
penjelasan kepada PPK dan/atau Konsultan Pengawas
apabila dokumen-dokumen tersebut menunjukkan
adanya inkonsistensi informasi.
d. Bandingkan juga laporan kemajuan pekerjaan dengan
kemajuan pekerjaan yang disampaikan dalam Berita
Acara Rapat Pemantauan Pelaksanaan. Apabila terdapat
perbedaan konfirmasikan dengan PPK dan/atau
Pengawas Pekerjaan.
e. Dapatkan data kemajuan fisik pekerjaan yang
disubkontrakkan, pastikan bahwa pekerjaan tersebut
sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Apabila terjadi

Subdit Litbang PDTT | 59


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
perbedaan konfirmasikan kepada PPK dan/atau
Pengawas Pekerjaan.
f. Lakukan peninjauan ke lokasi pekerjaan untuk
memastikan kemajuan fisik telah sesuai dengan yang
dilaporkan.

Kesimpulan

D. Pembayaran Prestasi Pekerjaan/ Parsial

Tujuan: Memastikan bahwa pembayaran pekerjaan oleh PPK kepada Penyedia tidak
melebihi prestasi kemajuan fisiknya.

1. PPK melakukan a. Dapatkan dokumen permintaan pembayaran dari


pembayaran melampaui Penyedia dan Laporan-laporan Hasil Pengawasan
prestasi kerja. terkait. Bandingkan kedua dokumen tersebut dan
pastikan:
1) Persetujuan atas tagihan Penyedia didahului dengan
persetujuan atas mutu dan volume hasil pekerjaan
yang telah diverifikasi kebenarannya oleh PPK
melalui Pengawas Pekerjaan.
2) Apabila berdasarkan Laporan Pengawasan,
pemeriksa mendapati ketidaksesuaian mutu dan
volume antara Laporan Pengawasan dan tagihan,
pastikan PPK tidak melakukan pembayaran sesuai
tagihan. Pastikan PPK menjalankan pengawasannya
dengan meminta Penyedia untuk melakukan
perbaikan hasil pekerjaan dan dokumen tagihan
terkait.
3) Jumlah yang ditagih sesuai dengan aturan dalam
kontrak.
4) Prestasi pekerjaan yang diajukan pembayarannya
tidak melebihi kemajuan fisik yang sudah disepakati
antara PPK dan Penyedia.
5) Apabila Pemeriksa menemukan material on site,
pastikan jumlah pembayaran prestasi pekerjaan
sesuai dengan SSKK dan tidak melebihi persentase
yang diatur dalam ketentuan yang berlaku
6) Terdapat dokumen pembayaran kepada
Subkontraktor atas pekerjaan yang telah mereka
kerjakan.
b. Evaluasi bukti pembayaran kepada Subkontraktor,
pastikan bahwa pekerjaan mereka telah terpasang
sesuai dengan hasil pemeriksaan di lapangan.

Subdit Litbang PDTT | 60


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

2. PPK melakukan
pembayaran kepada
subkontraktor tanpa bukti
yang memadai.

a. Pekerjaan yang a. Dapatkan dan pelajari kontrak (termasuk SSUK, SSKK,


dinyatakan memakai dan adendum).
subkontraktor tapi b. Dapatkan bukti pekerjaan dan kuitansi atas pekerjaan
pekerjaan dilakukan yang dilakukan subkontraktor.
secara swakelola oleh c. Lakukan konfirmasi/ wawancara kepada subkontraktor
Penyedia. (termasuk pelaksana lapangan) mengenai item-item
pekerjaan oleh subkontraktor.

b. Pekerjaan yang a. Dapatkan dan pelajari kontrak (termasuk SSUK, SSKK,


dinyatakan tidak dan adendum).
memakai b. Lakukan wawancara perihal teknis pelaksanaan
subkontraktor, tapi pekerjaan yang dilakukan Penyedia.
dilakukan menggunakan c. Pelajari apakah Penyedia memiliki kompetensi teknis
subkontraktor (termasuk mereviu dokumen penawaran) untuk
mengetahui kompetensi Penyedia melakukan pekerjaan
tersebut, jika tidak ada lakukan konfirmasi kepada
Penyedia terkait realisasi teknis pekerjaan.
d. Jika teridentifikasi pekerjaan disubkontraktorkan,
lakukan konfirmasi ke Penyedia subkontraktor.

3. PPK melakukan Jika ada pembayaran uang muka pastikan bahwa


pembayaran tanpa pembayaran prestasi pekerjaan telah dikurangi dengan
memperhitungkan uang angsuran uang muka, denda, atau ganti rugi (jika ada) serta
muka. pajak.

Kesimpulan

E. Perpanjangan Masa Pelaksanaan Kontrak

Tujuan: Memastikan bahwa perpanjangan masa pelaksanaan kontrak diberikan PPK sesuai
ketentuan dalam kontrak.

1. Pemberian perpanjangan a. Dapatkan permintaan perpanjangan masa pelaksanaan


waktu tidak berdasarkan kontrak dari Penyedia beserta dokumen pendukungnya.
alasan yang tepat.
b. Dapatkan dokumen hasil penelitian (evaluasi) PPK atas
usulan perpanjangan masa pelaksanaan kontrak.
Pelajari hasil evaluasi PPK tersebut untuk mengetahui
alasan diterimanya/ditolaknya perpanjangan masa
pelaksanaan.
c. Analisis persetujuan/penolakan PPK untuk memastikan
bahwa hal tersebut sesuai dengan kontrak. Perhatikan
bahwa pemberian perpanjangan masa pelaksanaan

Subdit Litbang PDTT | 61


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
kontrak telah mempertimbangkan hal yang layak dan
wajar karena:
1) Perubahan Pekerjaan;
2) Peristiwa Kompensasi;
3) Keadaan kahar.
(Permen PUPR No.7 tahun 2019)
d. Telusuri alasan permintaan perpanjangan waktu ke
dokumen Laporan Harian/Mingguan/ Bulanan untuk
memastikan bahwa alasan permintaan perpanjangan
masa pelaksanaan kontrak memang dibutuhkan dan
merupakan masalah yang benar muncul selama
pelaksanaan pekerjaan.
e. Teliti apakah persetujuan perpanjangan masa
pelaksanaan kontrak telah disetujui oleh PPK dan
Pengawas Pekerjaan sesuai peraturan. Persetujuan
perpanjangan masa pelaksanaan kontrak dilakukan
secara tertulis dan dituangkan dalam adendum.

2. Pemberian perpanjangan Apabila perpanjangan masa pelaksanaan kontrak


masa pelaksanaan kontrak dimintakan oleh Penyedia berdasarkan Peristiwa
karena Peristiwa Kompensasi yang terjadi, maka pastikan usulan tersebut:
Kompensasi tidak sesuai
a. disertai data dan bukti valid tentang perlunya
dengan aturan.
perpanjangan waktu;
b. Penyedia telah terlebih dahulu menyampaikan
peringatan dini kepada Pengawas Pekerjaan dan/atau
PPK tentang dampak dari Peristiwa Kompensasi.
(Peristiwa kompensasi dapat dilihat di Permen PUPR No.
7 Tahun 2019).

Kesimpulan

F. Denda dan Ganti Rugi

Tujuan:
- Memastikan kondisi yang dikenakan denda dan/atau ganti rugi oleh PPK sesuai dengan
kontrak.
- Memastikan pengenaan jumlah denda dan/atau ganti rugi kepada Penyedia sudah sesuai
kontrak.
- Memastikan prosedur pembayaran ganti rugi oleh PPK sudah sesuai dengan peraturan.

1. Pengenaan denda tidak a. Pahami ketentuan mengenai pengenaan denda di dalam


sesuai kontrak. kontrak.

Subdit Litbang PDTT | 62


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
b. Analisis kondisi-kondisi yang mengharuskan
dikenakannya denda sesuai peraturan (murni karena
kesalahan Penyedia).
c. Jika PPK mengenakan denda kepada Penyedia, pastikan
PPK telah:
1) meneliti alasan dan dokumen pendukungnya
untuk memastikan bahwa keterlambatan tersebut
semata-mata karena kesalahan Penyedia;
2) meneliti perhitungan denda yang kenakan
kepada Penyedia untuk memastikan bahwa
perhitungan denda telah sesuai dengan kontrak.
d. Evaluasi hasil penelitian PPK tersebut, cari data
pembanding apabila memungkinan dan lakukan
konfirmasi/wawancara dengan pihak lain yang terkait
mengenai kondisi yang mengakibatkan pengenaan denda
kepada Penyedia.

2. Pembayaran klaim ganti a. Jika Penyedia mengajukan klaim ganti rugi karena
rugi kepada Penyedia Peristiwa Kompensasi, teliti alasan dan dokumen
karena Peristiwa pendukungnya untuk memastikan bahwa keterlambatan
Kompensasi tidak sesuai tersebut memang karena Peristiwa Kompensasi.
aturan.
b. Peristiwa Kompensasi dapat diberikan kepada Penyedia
apabila:
1) PPK mengubah jadwal pekerjaan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan;
2) Terjadi keterlambatan pembayaran kepada
Penyedia;
3) PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi
dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan;
4) Penyedia belum bisa masuk ke lokasi sesuai jadwal
dalam kontrak;
5) PPK menginstruksikan kepada pihak Penyedia untuk
melakukan pengujian tambahan yang setelah
dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan
kerusakan/kegagalan/penyimpangan;
6) PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan
pekerjaan;
7) PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi
tertentu yang tidak dapat diduga sebelumnya yang
disebabkan/tidak disebabkan oleh PPK; atau
8) ketentuan lain dalam SSKK.
c. Dapatkan data penunjang dan perhitungan
kompensasi yang diajukan oleh Penyedia kepada PPK,

Subdit Litbang PDTT | 63


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
teliti data tersebut untuk memastikan bahwa data dan
perhitungan tersebut merupakan kerugian akibat
Peristiwa Kompensasi terkait.
d. Evaluasi hasil penelitian PPK terhadap klaim ganti rugi
yang diajukan Penyedia. Lakukan wawancara kepada
PPK dan pihak terkait lainnya tentang sebab-sebab
diberlakukannya Peristiwa Kompensasi.
e. Teliti dan evaluasi kembali peringatan dini yang
disampaikan Penyedia untuk memastikan bahwa
Penyedia telah menyampaikan peringatan dini terkait
Peristiwa Kompensasi yang diklaim Penyedia.

3. Pengenaan jumlah denda a. Dapatkan dokumen pembayaran denda dan/atau ganti


dan/atau ganti rugi kepada rugi dari Penyedia, cek kelengkapan dan validitas bukti
Penyedia tidak tepat. tersebut.
b. Rekalkulasi ketepatan pengenaan denda dan/atau klaim
ganti rugi.

4 Nilai pembayaran ganti rugi a. Dapatkan dokumen pembayaran ganti rugi kepada
kepada Penyedia tidak Penyedia, cek kelengkapan dan validitas bukti tersebut.
tepat.
b. Rekalkulasi ketepatan perhitungan ganti rugi termasuk
ketepatan tarif bunga yang disebabkan oleh
keterlambatan pembayaran dari PPK kepada Penyedia.

Kesimpulan

G. Penyesuaian Harga

Tujuan: Memastikan bahwa penyesuaian harga dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku

1. Penyesuaian harga a. Teliti kembali kontrak yang ditandatangani untuk


dilakukan untuk memastikan bahwa kontrak yang ditandatangani adalah
memperoleh harga yang kontrak harga satuan.
lebih mahal dan tidak
b. Dapatkan perhitungan penyesuaian harga yang
sesuai kontrak
diajukan oleh Penyedia beserta data-datanya (termasuk
indeks penyesuaian harga bagi komponen pekerjaan
yang berasal dari luar negeri, bila ada)
c. Pastikan PPK telah melakukan penghitungan yang
cermat terkait penyesuaian harga yang diajukan
Penyedia. Lakukan rekalkulasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) penyesuaian harga diperbolehkan bagi kontrak
tahun jamak dengan masa pelaksanaan kontrak
lebih dari 18 (delapan belas) bulan;

Subdit Litbang PDTT | 64


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
2) perhitungan penyesuaian harga satuan dimulai
pada bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan
pekerjaan;
3) penyesuaian harga satuan tidak termasuk
komponen keuntungan, biaya tidak langsung (over
head cost), dan harga satuan timpang;
4) penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai
dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam
kontrak awal/adendum;
5) penyesuaian harga satuan komponen pekerjaan
yang berasal dari luar negeri menggunakan indeks
penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;
6) Kontrak yang terlambat pelaksanaannya disebabkan
oleh kesalahan Penyedia, diberlakukan penyesuaian
harga berdasarkan indeks harga terendah antara
jadwal awal dengan jadwal realisasi pekerjaan.
d. Teliti apakah rumusan penyesuaian harga satuan dan
nilai kontrak telah sesuai dengan klausul kontrak (pada
SSKK) dan tepat perhitungannya
b. Cek tagihan penyesuaian harga yang diajukan oleh PPK
apakah telah sesuai dengan kontrak.

Kesimpulan

H. Keadaan Kahar

Tujuan: Untuk memastikan bahwa pemberlakuan keadaan kahar oleh PPK sesuai dengan
peraturan.

1. Penanganan keadaan kahar a. Dapatkan dokumen-dokumen berikut:


tidak sesuai dengan
1) surat pemberitahuan dari Penyedia/PPK tentang
peraturan.
terjadinya keadaan kahar;
2) salinan pernyataan keadaan kahar yang dikeluarkan
oleh pihak/instansi yang berwenang sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku;
3) foto/video dokumentasi keadaan kahar, verifikasi
kebenarannya dengan mencari data pembanding
tentang kejadian kahar yang terjadi (misal informasi
melalui internet, koran dan lain-lain).
4) Kontrak dan adendum akibat keadaan kahar.
b. Teliti tanggal surat pemberitahuan keadaan kahar,
dan bandingkan dengan tanggal terjadinya keadaan
kahar serta pastikan bahwa tanggal surat

Subdit Litbang PDTT | 65


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
pemberitahuan tersebut tidak melebihi 14 hari*
kalender sejak terjadinya keadaan kahar.
c. Pastikan PPK melalui Pengawas Pekerjaan telah
melakukan penelitian seksama atas pemberitahuan
keadaan kahar dan bukti-buktinya, termasuk bukti-
bukti dari Penyedia atas kinerjanya yang terhambat atau
akan terhambat.
d. Apabila langkah di atas tidak dijalankan maka pastikan
PPK tidak boleh memberlakukan keadaan kahar.
e. Evaluasi apakah keadaan kahar yang diungkapkan
dalam surat pemberitahuan sesuai dengan klausul
keadaan kahar yang disepakati dalam kontrak, dan
memenuhi definisi peraturan terkait, jika berbeda
dapatkan penjelasan perbedaan tersebut kepada PPK.
f. Pelajari kontrak dan/atau adendum akibat keadaan
kahar, apakah pekerjaan dihentikan sementara,
dilanjutkan, atau dihentikan permanen dan dapatkan
penjelasan pertimbangannya. Selain itu, pelajari juga
apakah kontrak/ adendum, sudah memuat ketentuan
mengenai penanggulangan akibat keadaan kahar misal
bagaimana skema untuk menanggung kerugian yang
ditimbulkan, siapa pihak yang harus menanggung
kerugian apabila terjadi keadaan kahar, dll.
g. Jika pekerjaan dihentikan sementara, maka pelajari
adendum, pastikan bahwa perpanjangan masa
pelaksanaan kontrak sekurang-kurangnya sama
dengan jangka waktu terhentinya kontrak akibat
keadaan kahar. Perpanjangan masa pelaksanaan
kontrak dapat melewati Tahun Anggaran.
h. Jika PPK memerintahkan pekerjaan tetap dilaksanakan,
maka:
1) pelajari adendum, dan buat rincian biaya-biaya yang
harus dikeluarkan PPK untuk melaksanakan
pekerjaan dalam masa keadaan kahar;
2) dapatkan dasar pertimbangan penetapan biaya yang
harus dikeluarkan PPK untuk melaksanakan
pekerjaan dalam masa keadaan kahar, dan pelajari
dasar pertimbangan tersebut apakah telah memadai;
3) dapatkan Laporan Harian /Minggguan /Bulanan pada
masa keadaan kahar dan teliti biaya tambahan yang
terkait pekerjaan tersebut untuk memastikan bahwa
biaya yang tambahan yang dikeluarkan adalah
benar-benar biaya tambahan pada masa keadaan
kahar, dan sesuai dengan yang diatur dalam
adendum.

Subdit Litbang PDTT | 66


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
i. Jika kontrak dihentikan permanen, maka:
1) dapatkan Surat Penghentian Kontrak dari PPK.
Pastikan surat tersebut menyebutkan alasan
penghentian kontrak dengan jelas. Evaluasi kontrak
dan adendum (bila ada), surat pemberitahuan
keadaan kahar, dan surat penghentian kontrak.
Pastikan semuanya memberikan informasi yang
sejalan dan menjadi bukti yang saling menguatkan;
2) pastikan pembayaran yang dilakukan sesuai dengan
pemeriksaan prestasi pekerjaan yang dilakukan
bersama;
3) dapatkan hasil inventarisasi bahan/perlengkapan
yang dilakukan oleh Pengawas/Penyedia dan nilai
biaya langsung pembongkaran, demobilisasi
peralatan, dan personil;
4) lakukan peninjauan ke lapangan untuk memastikan
keberadaan dan kesesuaian hasil inventarisasi
Pengawas/Penyedia dengan keadaan di lapangan.
5) Teliti kewajaran kuantitas bahan dan perlengkapan
hasil inventarisasi dengan kuantitas yang tercantum
dalam kontrak dan kesesuaian harga
bahan/perlengkapan yang diperhitungkan dengan
harga yang ditetapkan dalam kontrak. Jika terdapat
perbedaan, dapatkan penjelasan kepada PPK.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan

Kesimpulan

I. Pengakhiran dan Pemutusan Kontrak

Tujuan: Untuk menguji apakah berakhirnya, dan pemutusan kontrak oleh PPK atau
Penyedia disebabkan oleh hal yang disepakati dalam kontrak.

1. Kontrak dinyatakan selesai Pastikan bahwa PPK mengakhiri kontrak karena memang
namun kedua belah pihak pelaksanaan pekerjaan konstruksi telah selesai,
belum memenuhi/ diantaranya dengan melaksanakan prosedur berikut:
mendapatkan 100% hak dan
a. Dapatkan kontrak yang telah selesai dilaksanakan.
kewajibannya.
b. Evaluasi apakah kontrak berakhir memang benar
karena pekerjaan telah selesai, serta hak dan kewajiban
para pihak pun sudah terpenuhi. Lakukan pengujian fisik
ke lapangan untuk memastikan pekerjaan benar telah
selesai.
c. Evaluasi apakah ada kontrak yang telah berhenti karena
pekerjaan telah selesai 100% namun masih terdapat sisa

Subdit Litbang PDTT | 67


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
pembayaran yang belum lunas. Konfirmasikan kepada
Penyedia tentang tagihan-tagihan yang belum lunas atas
pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang telah selesai.

2. Alasan penghentian Kontrak dapat dihentikan di tengah jalan oleh PPK karena
kontrak karena keadaan terjadinya keadaan kahar. Apabila PPK melakukan
kahar tidak sesuai dengan penghentian, pastikan PPK melakukan penghentian tersebut
kondisi sebenarnya. sesuai dengan peraturan (lihat prosedur penanganan
keadaan kahar).

3. Alasan pemutusan kontrak a. Dapatkan surat pemutusan kontrak oleh PPK dan
oleh PPK tidak sesuai evaluasi penyebabnya.
dengan ketentuan atau
b. Evaluasi bukti-bukti dan data pendukung penyebab
PPK tidak memutus
pemutusan kontrak, untuk memastikan ketepatan
kontrak walaupun
penyebab pemutusan kontrak, sebagai berikut:
Penyedia melanggar
peraturan. 1) Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan
dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang
diputuskan oleh instansi yang berwenang.
2) Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan
KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa dinyatakan
benar oleh instansi yang berwenang.
3) Penyedia berada dalam keadaan pailit.
4) Penyedia terbukti dikenakan Sanksi Daftar Hitam
sebelum penandatanganan kontrak.
5) Penyedia gagal memperbaiki kinerja setelah
mendapat Surat Peringatan Kontrak Kritis berturut-
turut sebanyak 3 (tiga) kali.
6) Penyedia tidak mempertahankan berlakunya
Jaminan Pelaksanaan.
7) Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
8) Berdasarkan penelitian PPK, Penyedia tidak akan
mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan
walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50
(lima puluh) hari kalender* sejak masa berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan
pekerjaan.
9) Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari
kalender* sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Penyedia tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan.

Subdit Litbang PDTT | 68


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
10) Penyedia menghentikan pekerjaan selama waktu
yang ditentukan dalam kontrak dan penghentian ini
tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa
persetujuan Pengawas Pekerjaan atau
c. Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan pada masa
pelaksanaan karena kesalahan Penyedia, pastikan PPK
telah melaksanakan langkah-langkah berikut:
1) Mencairkan Jaminan Pelaksanaan;
2) Mendapatkan pelunasan sisa Uang Muka dari
Penyedia atau mencairkan Jaminan Uang Muka;
3) Mendapatkan pembayaran denda keterlambatan; dan
4) Mengenakan Sanksi Daftar Hitam kepada Penyedia.
d. Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan pada masa
pemeliharaan karena kesalahan Penyedia, pastikan PPK
telah melaksanakan langkah-langkah berikut:
1) Tidak membayar retensi atau Jaminan Pemeliharaan
dicairkan untuk membiayai perbaikan/pemeliharaan.
2) Mengenakan Sanksi Daftar Hitam kepada Penyedia.
e. Jika pemutusan kontrak dilakukan karena adanya
pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan
KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam
pelaksanaan pengadaan, teliti dokumen pendukungnya
untuk memastikan bahwa dokumen pendukung
pemutusan kontrak telah memadai.
f. Teliti dan lakukan perhitungan bobot pekerjaan akhir
saat pemutusan kontrak dilakukan.
g. Pastikan bobot pekerjaan akhir tersebut adalah benar-
benar prestasi fisik yang telah dilakukan oleh Penyedia.
h. Pastikan pembayarannya sesuai dengan prestasi akhir
sebelum pemutusan kontrak dilakukan dikurangi dengan
denda/ganti rugi (kalau ada) yang harus dibayar
Penyedia (apabila ada).
i. Pastikan Pokja Pemilihan telah menunjuk pemenang
cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama
atau Penyedia lain yang mampu dan memenuhi syarat
untuk melanjutkan pekerjaan.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan

4. Penyedia tidak memutus Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan oleh Penyedia,
kontrak walaupun kondisi maka pastikan hal-hal berikut telah dilakukan oleh PPK:
yang
a. PPK telah memberikan persetujuan kepada Pengawas
mempersyaratkannya
Pekerjaan untuk memerintahkan Penyedia menunda
sudah terjadi.

Subdit Litbang PDTT | 69


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
pelaksanaan pekerjaan, dan penundaan tersebut tidak
ditarik selama waktu yang ditentukan dalam kontrak.
b. PPK tidak menerbitkan SPP untuk membayar tagihan
angsuran sesuai yang tercantum dalam SSKK.

Kesimpulan:

J. Kontrak Kritis

Tujuan: Untuk memastikan PPK telah menerapkan ketentuan kontrak kritis sebelum
melakukan pemutusan kontrak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1. PPK tidak memberikan a. Apabila dalam pemeriksaan atas dokumen pengawasan


peringatan tertulis atas Pemeriksa menemukan adanya masalah keterlambatan,
keterlambatan dalam Pemeriksa harus memastikan bahwa PPK telah
proses pelaksanaan merespon hal tersebut dengan:
pekerjaan konstruksi. 1) memberikan peringatan tertulis (I-III) kepada
Penyedia;
2) menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM)
tahap I-III.
b. Dapatkan berita acara dan dokumentasi setiap Rapat
SCM, teliti siapa saja yang menghadiri rapat-rapat
tersebut, evaluasi materi SCM apakah telah secara
tepat menggambarkan kemampuan/ketidakmampuan
Penyedia untuk memenuhi kewajibannya.

2. PPK tidak memberikan a. Dapatkan adendum kontrak, evaluasi klausul adendum


kesempatan Penyedia yang yang memberikan perpanjangan waktu sebagai bentuk
diperkirakan akan gagal pemberian kesempatan kepada Penyedia yang
menyelesaikan pekerjaan diperkirakan gagal agar dapat menyelesaikan
untuk berupaya pekerjaannya.
menyelesaikan b. Pastikan PPK telah mengenakan denda keterlambatan
pekerjaannya sebelum atas perpanjangan waktu karena pemberian
memutus kontrak. kesempatan dengan maksimal waktu 50 hari kalender*
sejak berakhirnya masa pelaksanaan kontrak.
Perhatikan bahwa perpanjangan waktu dapat
melampaui tahun anggaran.
c. Pastikan bahwa Jaminan Pelaksanaan juga telah
diperpanjang.
d. Pastikan ketersediaan anggaran dari DIPA tahun
anggaran berikutnya apabila jangka waktu pemberian
kesempatan melampaui tahun anggaran.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan

Kesimpulan

Subdit Litbang PDTT | 70


Tahap Penyelesaian Pekerjaan Konstruksi

No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

A. Serah Terima Pertama Pekerjaan (Provisional Hand Over /PHO)

Tujuan:
- Memastikan bahwa hasil pekerjaan konstruksi yang diterima PPK sudah selesai 100%
dan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak (mutu, volume, dan
waktu).
- Memastikan bahwa PPK telah menerima rencana pemeliharaan dari Penyedia

1. Hasil pekerjaan yang a. Dapatkan kontrak, adendum (kalau ada), Surat


diserahkan tidak Permintaan Penyerahan Hasil Pekerjaan, laporan-
memenuhi ketentuan mutu laporan terkait kemajuan hasil pekerjaan, laporan
dan volume sebagaimana pengawasan, dan BAST Pekerjaan dari Penyedia
diatur dalam kontrak kepada PPHP.
b. Pastikan bahwa PPK menyetujui penerimaan hasil
pekerjaan yang sudah selesai 100% berdasarkan
rekomendasi dari Pengendali Pekerjaan. Pastikan
rekomendasi tersebut sudah berdasarkan verifikasi
dari Pengawas Pekerjaan atas pemeriksaan cacat
mutu, perbaikan, dan verifikasi mutu akhir (termasuk
juga uji fungsi).
c. Evaluasi pengujian pembayaran oleh PPK atas hasil
pekerjaan (100%) dan kesesuaiannya dengan mutu dan
volume sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak.
d. Dapatkan laporan mingguan/bulanan, laporan hasil
pengawasan mutu oleh PPK dan laporan PPK kepada
Kepala Satker. Evaluasi apakah berdasarkan laporan-
laporan tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerjaan
telah selesai 100%.
e. Apabila berdasarkan evaluasi, Pemeriksa
mendapatkan indikasi adanya bagian pekerjaan yang
belum selesai 100%, identifikasi bagian tersebut untuk
diprioritaskan pada saat pengujian fisik ke lapangan.
f. Dapatkan dan evaluasi juga seluruh dokumen
terlaksana (as-built document) yang menunjukkan
semua pekerjaan telah sesuai dengan persyaratan dan
seluruh laporan ketidaksesuaian (non-conformance
report) telah diselesaikan.
g. Evaluasi juga apakah serah terima dari Penyedia
dilakukan tepat waktu, dan apakah kelengkapan
administratifnya telah terpenuhi.
h. Lakukan wawancara kepada PPHP tentang
kelengkapan administrasi, ketepatan waktu, hasil

Subdit Litbang PDTT | 71


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
observasi visual sekilas PPHP terkait volume dan
mutu.
i. Tanyakan kepada PPHP apakah mereka memiliki POS
untuk melaksanakan pemeriksaan administrasif atas
hasil pekerjaan 100%. Jika tidak ada, konfirmasi
langkah-langkah apa saja yang mereka lakukan dalam
memeriksa hasil pekerjaan. Evaluasi apakah langkah-
langkah pemeriksaan tersebut secara administratif
sudah memadai untuk memastikan ketepatan mutu,
volume, dan waktu. Mintakan hasil dan dokumentasi
pemeriksaan mereka.
j. Apabila berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dari
Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, dan PPHP
(administratif) terdapat kekurangan volume dan cacat
mutu, pastikan PPK telah memerintahkan Penyedia
untuk memperbaikinya. Cek apakah perbaikan sudah
benar dilaksanakan oleh Penyedia, dan perbaikan mutu
tersebut telah diperiksa kembali oleh Pengawas
Pekerjaan.
k. Lakukan pengujian fisik untuk mengkonfirmasi
kebenaran laporan-laporan dari PPK dan jajarannya,
serta laporan administratif PPHP dengan kesesuaian
mutu dan volume fisik hasil pekerjaan.
l. Jika berdasarkan hasil pengujian fisik menurut
Pemeriksa bangunan tidak memenuhi standar
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
keberlanjutan; maka Pemeriksa dapat menggunakan
Tenaga Ahli/Penilai Ahli untuk menilai kemungkinan
terjadinya kegagalan bangunan.13
m. Untuk pengujian yang sederhana (misal eksistensi,
pengujian volume yang terlihat secara visual) dan
memiliki risiko ketidakpatuhan material yang rendah,
Pemeriksa dapat melakukan pengujian fisik secara
mandiri.
n. Apabila Pemeriksa harus melakukan pengujian volume
yang tidak dapat dilihat secara visual, dan pengujian
kesesuaian mutu, baik untuk pekerjaan-pekerjaan
yang memiliki risiko ketidakpatuhan material rendah
ataupun tinggi, dan dibarengi dengan pertimbangan
biaya-manfaat, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga
Ahli yang terkait. Prosedur pemilihan Tenaga Ahli dan
quality assurance atas pekerjaan Tenaga Ahli dapat
dilihat pada Bab 5.

13
Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pasal 60 ayat (1).

Subdit Litbang PDTT | 72


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

2. PHO tidak diikuti dengan a. Pastikan PPK telah menerima program kerja/rencana
program rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk melaksanakan
pemeliharaan pemeliharaan.
sebagaimana
b. Evaluasi isi dokumen Rencana Pemeliharaan apakah
dipersyaratkan dalam
sudah mencakup tindakan:
kontrak
1) pemeriksaan untuk memastikan komponen/
item/fungsi hasil pekerjaan masih sesuai dengan
spesifikasi.
2) pemeliharaan dan perbaikan untuk mencegah dan
memperbaiki kerusakan komponen/item/fungsi
hasil pekerjaan.
c. Pastikan PPK telah mendapatkan Manual Operasi dan
Pemeliharaan sebagai panduan atas mekanisme
pemeliharan atas komponen-komponen terkait.
Pastikan Manual Operasi diterima saat PHO.
d. Pastikan Pengendali Pekerjaan telah memeriksa dan
menyetujui dokumen Rencana Pemeliharaan yang
diajukan Penyedia.

Kesimpulan

B. Masa Pemeliharaan

Tujuan: Memastikan bahwa PPK telah memantau pelaksanaan pemeliharaan oleh


Penyedia sebagaimana dipersyaratkan dalam Rencana Pemeliharaan.

1. PPK tidak mengenakan Dapatkan dokumen terkait jaminan pemeliharaan, pastikan


retensi selama masa jumlahnya sesuai.
pemeliharaan sebesar 5%
dari kontrak.

2. PPK tidak memantau a. Dapatkan laporan dan dokumentasi kegiatan


pemeliharaan oleh pemeliharaan oleh Penyedia. Pastikan PPK memantau
Penyedia. pemeliharaan yang dilakukan, terutama kesesuaian
mekanisme dan frekuensi pemeliharaan berkala
sebagaimana diatur dalam Manual Operasi dan
Pemeliharaan.
b. Pastikan PPK melalui Pengawas Pekerjaan menyetujui
dan memverifikasi setiap perbaikan yang dilaksanakan.
c. Pastikan PPK telah menerima seluruh laporan-laporan
kegiatan pemeliharaan dari Penyedia, dan gambar
terlaksana (as-built drawing) sebelum dilakukan FHO.

Subdit Litbang PDTT | 73


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur

3. Penyedia tidak Jika Penyedia tidak melakukan kewajibannya pada masa


melaksanakan pemeliharaan, maka pastikan PPK telah melaksanakan
pemeliharaan hal-hal berikut:
a. Pemutusan kontrak sepihak;
b. Mengenakan sanksi Daftar Hitam; dan
c. PPK berhak untuk tidak membayar retensi atau
mencairkan Jaminan Pemeliharaan untuk membiayai
perbaikan/ pemeliharaan.

Kesimpulan

C. Pembayaran Hasil Pekerjaan

Tujuan:
- Memastikan bahwa pembayaran dilakukan setelah pekerjaan selesai 100% sesuai
dengan kontrak.
- Memastikan pembayaran hasil pekerjaan telah memperhitungkan uang muka, pajak,
ganti rugi (bila ada), dan denda (bila ada).

1. Pembayaran dilakukan a. Dapatkan permintaan pembayaran hasil pekerjaan dari


sebelum hasil pekerjaan Penyedia dan BAST PHO kepada PPK.
selesai/tidak sesuai dengan b. Cek ulang, pastikan permintaan pembayaran tersebut
kemajuan pekerjaan telah sesuai kontrak dan disetujui PPK.
c. Jika jumlah permintaan pembayaran 100% maka:
1) Pastikan PPK telah menerima jaminan
pemeliharaan.
2) Pastikan masa berlaku jaminan pemeliharaan
yaitu sejak tanggal serah terima pertama sampai
dengan tanggal penyerahan akhir pekerjaan, dan
besarnya 5%* dari nilai kontrak.
3) Pastikan bahwa jaminan pemeliharaan diterbitkan
oleh Bank Umum atau perusahaan penjaminan atau
Perusahaan Asuransi Umum yang telah
memperoleh izin untuk menjual produk jaminan,
bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat
(unconditional).
4) Dapatkan jawaban klarifikasi tertulis dari PPK
mengenai keabsahan jaminan pemeliharaan
terutama mengenai kepastian pencairan jaminan
pemeliharaan bila terjadi wanprestasi.
5) Dapatkan SPP yang diajukan PPK kepada Pejabat
Penanda tangan SPM, dan teliti tanggal penerbitan
SPP sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak

Subdit Litbang PDTT | 74


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
(paling lambat 7 hari* pengajuan permintaan
pembayaran).
6) Pastikan jumlah yang akan dibayarkan
sebesar 100 % dan telah dipotong uang muka, pajak,
denda (jika ada) atau telah diperhitungkan ganti rugi
(jika ada).
d. Jika jumlah pemintaan pembayaran 95% dari nilai
kontrak maka:
1) Dapatkan SPP yang diajukan PPK kepada Pejabat
Penandatangan SPM, dan teliti tanggal penerbitan
SPP sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak
(paling lambat 7 hari* pengajuan permintaan
pembayaran).
2) Pastikan jumlah yang dibayarkan PPK 95%
dari nilai kontrak dan telah dipotong uang muka,
pajak, denda (jika ada) atau telah diperhitungkan
ganti rugi (jika ada).
3) Pastikan PPK telah mengenakan denda dan ganti
rugi (apabila ada) kepada Penyedia.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan

Kesimpulan

D. Serah Terima Akhir Pekerjaan (Final Hand Over/FHO)

Tujuan: Untuk memastikan bahwa hasil pekerjaan setelah masa pemeliharaan tetap
sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.

1. Hasil akhir pekerjaan tidak a. Dapatkan surat permintaan penyerahan akhir dari
sesuai kontrak/ada Penyedia kepada PPK.
kekurangan pekerjaan
b. Evaluasi apakah permintaan penyerahan akhir tersebut
yang tidak diselesaikan
telah melalui masa pemeliharaan sesuai kontrak.
Penyedia.
Pastikan PPK telah menyetujui hasil pemeriksaan atas
pekerjaan pemeliharaan yang dibuat oleh Pengawas
Pekerjaan. Apabila tidak sesuai, evaluasi tindak lanjut
yang diambil PPK.
c. Dapatkan hasil-hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
oleh Pengawas Pekerjaan (perhatikan cacat
mutu/pekerjaan kurang), kemudian cek apakah hal-hal
tersebut telah ditindaklanjuti dengan perbaikan oleh
Penyedia. Pastikan PPK telah mengetahui hal ini.
Dapatkan dokumentasi perbaikan-perbaikan tersebut
(bisa dengan foto-foto saat perbaikan, sebelum dan
sesudah perbaikan, dan lain-lain).

Subdit Litbang PDTT | 75


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
d. Dapatkan BAST Akhir (FHO) pekerjaan, pastikan telah
ditandatangani oleh Penyedia dan PPHP.
e. Pastikan PPK telah menerima seluruh dokumentasi
terlaksana (as-built document) yang minimum
mencakup dokumen terkait dengan mutu (laporan
terkait uji mutu, job mix design, job mix formula,
penjaminan dan pengendalian mutu, dan penghitungan
volume), dokumen administrasi (kontrak, adendum,
dokumen pembayaran, penghitungan penyesuaian
harga, foto-foto pelaksanaan, gambar terlaksana/as-
bulit drawing, dan lain-lain) dokumen lainnya (seperti
pengelolaan lingkungan, K3, pemeliharaan) dan Manual
Operasi dan Pemeliharaan.
f. Lakukan pengujian fisik untuk memastikan bahwa
seluruh pekerjaan kurang/cacat mutu telah diperbaiki
Penyedia.
g. Lakukan pengujian fisik untuk mengkonfirmasi
kebenaran laporan-laporan dari PPK dan jajarannya,
PPHP, dengan kesesuaian mutu dan volume fisik hasil
pekerjaan.
h. Untuk pengujian yang sederhana (misal eksistensi,
pengujian volume yang terlihat secara visual) dan
memiliki risiko ketidakpatuhan material yang rendah,
Pemeriksa dapat melakukan pengujian fisik secara
mandiri.
i. Apabila Pemeriksa harus melakukan pengujian volume
yang tidak dapat dilihat secara visual, dan pengujian
kesesuaian mutu, baik untuk pekerjaan-pekerjaan yang
memiliki risiko ketidakpatuhan material rendah ataupun
tinggi, dan dibarengi dengan pertimbangan biaya-
manfaat, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli
yang terkait. Prosedur pemilihan Tenaga Ahli dan quality
assurance atas pekerjaan Tenaga Ahli dapat dilihat pada
Bab 5.

Kesimpulan

E. Pengembalian Retensi atau Jaminan Pemeliharaan

Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK melakukan pengembalian retensi atau jaminan
pemeliharaan setelah Penyedia melaksanakan seluruh kewajibannya.

1. PPK tidak mengembalikan a. Dapatkan bukti-bukti pembayaran oleh PPK untuk


jaminan pemeliharaan perbaikan pekerjaan kurang/cacat mutu yang terjadi
kepada Penyedia. (bila ada).

Subdit Litbang PDTT | 76


No Risiko Ketidakpatuhan Prosedur
b. Dapatkan bukti pengembalian jaminan
pemeliharaan/pengembalian retensi kepada Penyedia.
Cek tanggal pengembalian tersebut sesuai aturan saat
ini 14 hari* setelah masa pemeliharaan.
c. Teliti jumlah pengembalian jaminan
pemeliharaan/retensi setelah dikurangi pengeluaran
PPK pada masa pemeliharaan dalam rangka perbaikan
pekerjaan kurang/cacat mutu (bila ada-perbaikan
karena keadaan kahar ditanggung oleh Pengguna Jasa
dhi PPK).
d. Pastikan kembali PPK telah menerima pedoman
pengoperasian dan perawatan serta dokumen, piranti
lainnya sesuai SSKK dari Penyedia.
*ketentuan dapat berubah sesuai peraturan

Kesimpulan:

F. Penyerahan Hasil Konstruksi kepada PA/ KPA dan Pencatatan ke Daftar Aset Tetap

Tujuan: Untuk memastikan PPK telah menyerahkan hasil pekerjaan kepada PA/ KPA dan
hasil pekerjaan telah dicatat dalam daftar aset tetap

PPK belum melakukan a. Peroleh BAST hasil pekerjaan konstruksi dari PPK
penyerahan hasil kepada PA/KPA.
konstruksi kepada PA/ KPA. b. Bandingkan BAST hasil pekerjaan konstruksi dari PPK
kepada PA/KPA dengan BAST pekerjaan dari Penyedia
ke PPK.
c. Evaluasi time lag yang terjadi, tanyakan alasannya
kepada PPK.
d. Pastikan PA/KPA telah memverifikasi hasil
pemeriksaan administratif oleh PPHP beserta seluruh
kelengkapan pendukung Berita Acara pemeriksaan
administratif oleh PPHP. Apabila terdapat kekurangan
PA/KPA (melalui PPHP) harus meminta PPK untuk
melengkapinya sebagai pemenuhan syarat
administratif.

PPK belum mencatat hasil a. Dapatkan daftar aset tetap.


pekerjaan konstruksi ke b. Cek apakah hasil pekerjaan konstruksi yang
dalam daftar aset tetap. diserahterimakan sudah masuk dalam daftar tersebut.

Kesimpulan

Catatan: Pemeriksa dengan pertimbangan profesionalnya dapat menyesuaikan prosedur yang


dipilih, dan dengan tujuan terutama yang terkait dengan ketepatan mutu, volume, dan waktu

Subdit Litbang PDTT | 77


Lampiran 4.4.a

CONTOH PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN


KONSTRUKSI JALAN
CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu pekerjaan konstruksi
dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak adalah wajar, Pemeriksa
melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.

Persiapan Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi


Langkah–langkah persiapan yang dijalankan Pemeriksa sebelum melakukan pengujian fisik
untuk menguji konstruksi fisik adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksa melakukan koordinasi awal dan mengumpulkan dokumen terkait dan
melakukan diskusi awal pemeriksaan (jika diperlukan);
2. Pemeriksa mempelajari dan melakukan reviu/analisis awal dokumen terkait;
3. Pemeriksa harus memperoleh informasi yang lengkap mengenai paket yang akan
diperiksa baik dari dokumen-dokumen terkait maupun dari wawancara/ ekspose dari
entitas yang diperiksa;
4. Pemeriksa menentukan paket, jadwal, dan lokasi pengujian;
5. Pemeriksa menyusun rencana teknis pelaksanaan pemeriksaan lapangan;
6. Pemeriksa menetapkan alokasi waktu pemeriksaan lapangan;
7. Menentukan metode pengambilan sampel benda uji dengan pihak yang bertanggung jawab
yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik yang ditandatangani
oleh pihak-pihak yang terkait (lihat Lampiran 4.5a atau Lampiran 4.5b);
8. Hasil – hasil pembahasan pengujian fisik yang telah disepakati oleh pihak-pihak terkait
dimuat dalam Berita Acara Hasil Pengujian Fisik (lihat Lampiran 4.6); dan
9. Pemeriksa menggunakan pertimbangan profesional dalam menentukan kapan waktu yang
paling tepat untuk melakukan pengujian fisik atas konstruksi jalan.
a. Untuk jalan aspal tidak ada ketentuan baku mengenai kapan waktu yang paling tepat
untuk melakukan pengujian fisik. Secara best practice, pengujian fisik jalan aspal
dapat dilakukan sejak satu hari setelah aspal dihampar dan dipadatkan.
b. Untuk jalan beton, sesuai dengan Spesifikasi Umum 2018 untuk Pekerjaan Konstruksi
Jalan dan Jembatan Bina Marga (revisi 2)14, waktu yang paling tepat untuk melakukan
pengujian fisik (uji kuat tekan) adalah minimum pada hari ke-14 setelah terpasang

14
Spesifikasi Umum 2018 (revisi 2) ini berlaku pada saat Panduan disusun. Pemeriksa menyesuaikan dengan perubahan-perubahan
peraturan selanjutnya.

Subdit Litbang PDTT | 78


(pada saat kekuatan beton mencapai 85%). Pada hari ke-28 kekuatan beton akan
mencapai kekuatan optimum.
Namun perlu diperhatikan tidak semua pekerjaan konstruksi jalan mengikuti Spesifikasi
Umum yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga. Pemeriksa perlu menyesuaikan dengan
peraturan yang dijadikan kriteria, sebagaimana dicantumkan dalam kontrak.

No Prosedur Pengujian

A. Pengujian fisik konstruksi jalan aspal

1. Menentukan Sampel Benda Uji

Lakukan penentuan sampel benda uji dengan langkah sebagai berikut:


a. Buat kesepakatan Stasiun (STA) jumlah titik uji, kemudian dituangkan dalam Berita
Acara Kesepakatan Pengujian Fisik (lihat Lampiran 4.5a atau Lampiran 4.5b).
b. Penentuan jumlah benda uji ditentukan dengan pendekatan* :
1) Pendekatan akar pangkat tiga ( 3√𝐿) dari panjang ruas jalan aspal yang diperiksa.
Lokasi titik uji ditentukan dengan metode acak yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, misal mengacu SNI yang sesuai dengan jenis pengujian. Sebagai
contoh dalam pekerjaan perkerasan aspal panas, apabila ditemukan indikasi
ketebalan di bawah kontrak, maka jumlah sampel diperbanyak dengan metode
pengambilan sampel sesuai spesifikasi teknis yang ditentukan dalam kontrak
(maju mundur maksimal per 100 meter).
Sampel benda uji inti (core drill) dalam pendekatan ini dapat digunakan untuk uji
kepadatan (density) di laboratorium, dengan syarat jarak benda uji maksimal per
100 meter dan/atau hari produksi hampar sesuai kesepakatan.
2) Pendekatan metode sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak
a) Jumlah pengambilan sampel core drill per 100m dengan metode zigzag.
b) Untuk penghitungan volume pekerjaan berdasarkan tebal rata-rata dari dua
pengambilan sampel yang berurutan.
c) Sampel benda uji inti (core drill) dapat digunakan langsung untuk uji
kepadatan (density) di laboratorium.
*Pemeriksa dapat menggunakan salah satu dari metode di atas sesuai dengan sumber daya dan
risiko pemeriksaan. Pemilihan metode disesuaikan dengan kondisi, ketentuan yang berlaku, praktik
terbaik yang menjadi pedoman, dan/atau kesepakatan dalam Berita Acara Kesepakatan Pengujian
Fisik.

2. Pengujian ketepatan mutu


Pengujian kualitas konstruksi jalan dilakukan dengan menggunakan Tenaga Ahli/
laboratorium. Pengujian kualitas ini meliputi pengujian kepadatan (density) dan ketebalan
aspal. Sampel benda uji yang digunakan untuk menguji mutu sama dengan sampel benda
uji yang digunakan pada pengujian ketepatan volume.

Subdit Litbang PDTT | 79


No Prosedur Pengujian

3. Pengujian ketepatan volume


Pengujian ketepatan volume terpasang dilakukan dengan melakukan pengukuran dimensi.
Pengukuran panjang dapat menggunakan alat pengukur meter, sedangkan ketebalan harus
dilakukan dengan alat bor inti (core drill)15.
a. Lakukan pengujian ketepatan volume (ketebalan) pada benda uji dilaksanakan minimal
pada tiga sisi yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong untuk mendapatkan
hasil yang mewakili.
b. Apabila hasil pengukuran (core drill) ketebalan aspal lebih dari ketebalan desain, maka
volume aspal yang diakui adalah berdasarkan desain/spesifikasi dikalikan luas
pekerjaan aspal.
c. Apabila hasil pengukuran ketebalan lebih kecil dari ketebalan desain, namun masih
dalam batas toleransi yang ditetapkan dalam spesifikasi kontrak, maka volume Aspal
yang diakui dan dibayarkan adalah ketebalan aspal hasil core drill dikalikan luas
pekerjaan aspal;
d. Apabila hasil pengukuran ketebalan lebih kecil dari ketebalan desain dan selisihnya
sudah melebihi batas toleransi yang ditetapkan dalam spesifikasi kontrak, maka
pembayaran pekerjaan aspal pada segmen pekerjaan yang tidak memenuhi batas
toleransi, tidak diperkenankan dibayarkan (batas toleransi ketebalan dalam pekerjaan
perkerasan berbutir dan beton semen dapat mengacu pada Spesifikasi Umum Ditjen Bina
Marga, atau SNI).
e. Hitung volume setiap penampang pada hasil pekerjaan terlaksana dengan perhitungan
sebagai berikut:

Volume pengujian fisik= lebar rerata x tebal rerata x jarak x density


lapangan*
Sedangkan kelebihan pembayaran dihitung sebagai berikut:

Kelebihan pembayaran = (Volume Kontrak –volume pengujian fisik) x


harga satuan
f. Tuangkan hasil perhitungan volume dan nilai kelebihan pembayaran dalam risalah hasil
pembahasan hasil perhitungan pemeriksaan.
*Apabila Pemeriksa tidak melakukan pengujian density di laboratorium, maka nilai density yang
digunakan adalah nilai density dalam Job Mix Formula (JMF).

B Pengujian fisik konstruksi jalan beton

1. Penentuan Jumlah Sampel Benda Uji

Penentuan sampel benda uji adalah sebagai berikut:


a. Buat kesepakatan STA dan jumlah titik uji, kemudian tuangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan Pengujian Fisik (Lampiran 4.5a atau Lampiran 4.5b) yang ditandatangani
oleh Tim Pemeriksa, PPK, Penyedia, Pengendali dan Pengawas Pekerjaan, dan
Inspektorat sebagai saksi (Pelibatan Inspektorat dilakukan sesuai kondisi penugasan).

15
Susanto, Makmur, Auditing Proyek-Proyek Konstruksi,2013

Subdit Litbang PDTT | 80


No Prosedur Pengujian
b. Tentukan jumlah benda uji ditentukan dengan pendekatan akar pangkat tiga ( 3√𝐿) dari
panjang ruas jalan beton yang diperiksa. Lokasi titik uji ditentukan dengan metode acak
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, misal mengacu SNI yang sesuai
dengan jenis pengujian.

2. Pengujian ketepatan mutu


Pengujian mutu konstruksi jalan beton dilakukan dengan menggunakan Tenaga Ahli/
laboratorium. Namun sebagai input pengujian laboratorium, berikut adalah beberapa
pengujian yang dapat dilakukan oleh Pemeriksa:
a. Pengujian nondestruktif
Pengujian ketepatan mutu diawali dengan pengujian nondestruktif dengan
menggunakan alat uji hammer test, yang digunakan untuk menghitung nilai perkiraan
mutu beton.
b. Pengujian destruktif
Apabila berdasarkan pengujian nondestruktif ditemukan indikasi mutu beton kurang
dari yang dipersyaratkan dalam kontrak, Pemeriksa, melalui Tenaga Ahli, dapat
melakukan pemeriksaan destruktif yang paling sesuai, misalnya menggunakan core
drill.
c. Pengujian nilai kuat tekan beton
Pengujian ini dilaksanakan di laboratorium untuk mengetahui berapa nilai kuat tekan
beton.
d. Perhitungan kekurangan kualitas pada hasil pekerjaan terlaksana adalah:
• Kuat Tekan (K atau Fc’)
Jika terjadi kekurangan mutu, lakukan koreksi harga satuan.
• Kuat Lentur (Fs)
Jika terjadi kekurangan mutu lentur berdasarkan pengujian mutu tekan
karakteristik, lakukan koreksi harga satuan.
Catatan: Pemeriksa menilai apakah mutu tersebut masih berada dalam batas toleransi
minimum atau tidak. Jika Pemeriksa menemukan pekerjaan konstruksi di bawah nilai
toleransi minimum, Pemeriksa memperlakukan kondisi tersebut sebagaimana diatur
dalam ketentuan yang berlaku, misal apakah mewajibkan Pengguna Jasa untuk meminta
Penyedia melakukan perbaikan mutu atau tindakan lainnya

3. Pengujian ketepatan volume


a. Lakukan pengujian ketepatan volume (ketebalan) pada benda uji diukur berdasarkan
rata-rata dari tiga sisi/ bidang dengan menggunakan jangka sorong/penggaris untuk
mendapatkan hasil yang cukup mewakili.
b. Hitung volume setiap penampang pada hasil pekerjaan terlaksana dengan perhitungan
sebagai berikut:

Volume pengujian fisik (m3)= lebar rerata x tebal rerata x jarak

Sedangkan kelebihan pembayaran dihitung sebagai berikut:


Kelebihan pembayaran = (volume kontrak –volume pengujian fisik) x
harga satuan
c. Tuangkan hasil perhitungan volume dan nilai kelebihan pembayaran dalam risalah
hasil pembahasan hasil perhitungan pemeriksaan.

Subdit Litbang PDTT | 81


Lampiran 4.4.b

CONTOH PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN


KONSTRUKSI GEDUNG DAN BANGUNAN

CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu pekerjaan konstruksi
dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak adalah wajar, Pemeriksa
melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.

1. Pekerjaan Persiapan, antara lain:


Rincian Kelengkapan Indikasi
No Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen Masalah
1 Direksi Keet Daftar kuantitas dan Luas dan Pendekatan ketidaksesuaian AHSP
(kantor harga (DKH) meliputi bahan tidak dapat digunakan sebagai dasar
lapangan), luas (m²), kode pembentuk, perhitungan kelebihan pembayaran.
Gudang analisa, Analisa tidak sesuai Perhitungan kelebihan pembayaran
Kerja, Pagar Harga Satuan dengan dilakukan terhadap ketidaksesuaian
Seng Keliling Pekerjaan (AHSP) kontrak dan volume dalam kuantitas harga
Proyek, dan jumlah nilai AHSP pekerjaan Direksi Keet, Gudang Kerja,
pekerjaan Pagar Seng Keliling Proyek.
2 Sewa alat DKH, jumlah dan Jumlah alat Jika terdapat item pekerjaan sewa
berat (misal spesifikasi alat dan masa alat yang terpisah, maka pengujian
crane on berat, jangka waktu sewa tidak dapat dilakukan dengan cara
track, untuk sewa, foto sesuai memeriksa dokumen atau konfirmasi
alat bantu dokumentasi kontrak kepada Penyedia alat berat terkait
utama pelaksanaan jumlah unit alat dan jangka waktu
pemasangan pekerjaan, laporan pemakaian alat sampai item
rangka baja pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan alat
gedung) pekerjaan berat tersebut selesai 100%
3 Sewa DKH, jumlah dan Jumlah unit Lakukan perhitungan volume ruang
Scaffolding spesifikasi alat dan dan bandingkan dengan volume
scaffolding, jangka masa sewa ruang satu set scaffolding
waktu sewa tidak sesuai
kontrak

Subdit Litbang PDTT | 82


Perhitungan Scaffolding
Biasanya untuk cara menghitung kebutuhan scaffolding pada proyek dibagi 2, yaitu:
a. Cara menghitung untuk balok dan plat lantai
Saat menggunakan scaffolding dalam pembangunan, berikan prioritas dalam pembuatan
balok, baru pembuatan plat lantai. Ukur ketinggian struktur yang akan dibangun sehingga
Anda mengetahui jumlah tingkat scaffolding yang dibutuhkan.
Karena berfungsi sebagai penahan scaffolding, hitung volume ruangan yang berada di bawah
bekisting dak yang akan dicor. Lazimnya ukuran scaffolding adalah 1,8 m (p), 1,2 m (l), dan 1,7
m (t).
Rumus: Volume Ruangan (m3): 3,6 m3 (Volume scaffolding)
Contoh: Volume ruangan (Jumlah panjang x lebar x tinggi ruangan) 100 m3: 3,6 m3 = 27 set
b. Cara menghitung kebutuhan scaffolding untuk pengecatan dinding dan pemasangan batu
bata
Scaffolding juga biasa digunakan untuk steger pengecatan dinding atau pemasangan bata.
Penghitungan kebutuhan scaffolding berbeda dengan sebelumnya, yakni dihitung dari
ukuran luas (m2). Luas scaffolding 1,8 m (p), dan 1,7 m (t) 3,06 m2 (dibulatkan menjadi 3 m).
Rumus: Luas Dinding (m2): 3 m2 (Luas scaffolding)
Contoh: Luas Dinding (Jumlah panjang x tinggi dinding yang akan dipasang scaffolding) 100
m2: 3 m3 = 33 set.
Catatan: Scaffolding dapat digunakan berulang kali. Dengan demikian, dalam menghitung
kebutuhan scaffolding, Pemeriksa perlu memerhatikan koefisien volume pada AHSP.

2. Pekerjaan Struktur Bawah


Pekerjaan struktur bawah meliputi pondasi, foot plate, kolom pedestal, tie beam/sloof.

Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen

A. Pondasi

1 Pondasi As-built Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu


setempat/foot drawing, back dan berat besi beton dan besi dengan spesifikasi
plate up quantity, foto tidak sesuai teknis kontrak (apabila telah
dokumentasi dengan back up terdapat hasil pengujian). Lakukan
pekerjaan quantity reviu/evaluasi terhadap
perhitungan mutu karakteristik
yang diterima sesuai kontrak
konstruksi.
b) Pelajari dan uji cara perhitungan
volume beton, besi, dan bekisting
pada back up quantity kemudian

Subdit Litbang PDTT | 83


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
bandingkan dengan foto
dokumentasi dan as-built drawing
apakah jumlah dan dimensinya
telah sesuai.
c) Penghitungan bekisting dapat
dilihat pada AHSP. Pemeriksa
dapat mengecek koefisien
penggunaan volume bekisting
pada AHSP apabila bekisting
digunakan berulang (biasanya
bekisting hanya digunakan 2 – 3
kali)
d) Lakukan pengukuran dimensi
pondasi setempat dan bandingkan
dengan back up data.
e) Jika memungkinkan, uji berat per
meter besi untuk masing-masing
diameter dan bandingkan dengan
back up quantity antara lain
dengan cara:
1) Hasil pengujian laboratorium
yang mencantumkan data
berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang
masih ada;
3) Ukur diameter besi (D)
terpasang yang masih terlihat
dengan jangka sorong. Berat
kg/m = 0,006165 x D2 (untuk
diameter besi ulir diukur pada
diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil
lab atau hasil penimbangan besi
atau hasil pengukuran diameter
besi telah mewakili pekerjaan
pembesian sejenis yang dipasang
pada paket pekerjaan tsb.

2 Pondasi tiang As built a) Panjang total a) Dapatkan hasil uji mutu beton dari
pancang drawing, back pancang Penyedia. Lakukan reviu/evaluasi

Subdit Litbang PDTT | 84


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
up data quantity tertanam tidak terhadap perhitungan mutu
dan quality, sesuai dengan karakteristik yang diterima sesuai
kalendering MC kontrak konstruksi
pancang, foto
b) Volume b) Bandingkan data pemancangan
dokumentasi
pekerjaan (kalendering dengan back up data
pekerjaan
pemancangan quantity.
diperhitungkan
c) Jika terdapat indikasi
dengan
ketidaksesuaian panjang tiang
kondisi
pancang tertanam yang signifikan
seluruh tiang
dengan back up data quantity
pancang
lakukan konfirmasi ke produsen
tertanam.
tiang pancang
Analisa harga
satuan d) Untuk pengujian lebih lanjut
pekerjaan terkait pondasi dalam atau
pemancangan pondasi dengan tiang pancang
adalah harga atau borepile, Pemeriksa dapat
satuan. menggunakan Ground Penetrating
Pembayaran Radar (GPR). Alat ini mampu
yang dilakukan mengetahui kedalaman
terhadap pemancangan dan jumlah tiang
jumlah pancang yang terpasang.
panjang
tertanam.

3. Sloof/Tie As built a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian


Beam drawing, back dan mutu beton dan besi dengan
up data quantity pembesian spesifikasi teknis kontrak
dan quality, foto tidak sesuai (apabila telah terdapat hasil
dokumentasi gambar dan pengujian). Lakukan reviu/
pekerjaan back up. evaluasi terhadap perhitungan
mutu karakteristik yang diterima
b) Perhitungan
sesuai kontrak konstruksi.
double pada
beton kolom, b) Pelajari dan uji cara perhitungan
sloof dan pile volume beton, besi, dan
cap beririsan. bekisting pada back up quantity
kemudian bandingkan dengan
c) volume kayu
foto dokumentasi dan as built
pembentuk
drawing apakah jumlah dan
bekisting
dimensinya telah sesuai.
tidak sesuai
AHSP c) Penghitungan bekisting dapat
dilihat pada AHSP. Pemeriksa

Subdit Litbang PDTT | 85


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
dapat mengecek koefisien
penggunaan volume bekisting
pada AHSP apabila bekisting
digunakan berulang (biasanya
bekisting hanya digunakan 2 – 3
kali)
d) Lakukan pengujian apakah
perhitungan panjang sloof dari
as ke as atau panjang bersih
(setelah dikurangkan dengan
lebar kolom atau pile cap jika
elevasi sloof sejajar dengan pile
cap). Jika dari as ke as, maka
koreksi volumenya menjadi
panjang bersih sloof.
e) Terhadap bekisting, dapatkan
bukti foto atau bukti lapangan
tentang material kayu, plywood
yang digunakan. Hitung volume
bahan dan bandingkan dengan
AHSP. Jika terdapat perbedaan,
lakukan perhitungan atas
masing-masing koefisien
kayu/plywood

4. Lantai kerja, As built Lantai kerja dan a) Dapatkan foto pelaksanaan


urugan pasir, drawing, back urugan pasir pekerjaan
di bawah foot up data tidak dikerjakan
b) Lakukan klarifikasi jika foto
plate dan quantity, foto
menunjukkan tidak dilaksanakan
sloof dokumentasi
pekerjaan c) Jika dimungkinkan lakukan
pengujian untuk membuktikan
bahwa pekerjaan tersebut tidak
dikerjakan.

5. Urugan As built Volume urugan a) Bandingkan volume di as built


drawing, back tidak sesuai drawing dengan back up data
up data dengan volume
b) Jika diperlukan lakukan pengujian
quantity, foto kontrak
kedalaman urugan dengan
dokumentasi
melakukan test pit/penggalian.
pekerjaan
Lakukan kesepakatan jumlah titik
test pit yang mewakili luasan

Subdit Litbang PDTT | 86


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
pekerjaan yang diambil dengan
Penyedia jasa.
c) Lakukan perhitungan volume
urugan dari hasil data test pit dan
luasan pekerjaan, jika terdapat
selisih maka dihitung sebagai
kurang volume.
d) Jika item pekerjaan urugan
nilainya material maka lakukan
prosedur alternatif pengujian
volume urugan dengan
menggunakan alat bantu seperti
hand bor.
e) Jika bahan urugan adalah material
pilihan, maka berdasarkan
Spesifikasi Umum 2018 Divisi
3.2.2.3).b) halaman 3-22
spesifikasi material timbunan
pilihan harus, bila diuji sesuai SNI
1744:2012, memenuhi CBR paling
sedikit 10% setelah 4 hari
perendaman bila dipadatkan
sampai 100% kepadatan kering
maksimum sesuai SNI 1744:2012.
Lakukan pengujian CBR di
laboratorium mekanika tanah.
Jika CBR tidak terpenuhi, hitung
selisih perhitungan dengan
material timbunan pilihan.

3. Pekerjaan Struktur Atas

Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen

1. Kolom/ As built a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu


Kolom drawing, back dan pembesian beton dan besi dengan
Pedestal up data tidak sesuai spesifikasi teknis kontrak
quantity, back gambar dan back (apabila telah terdapat hasil
up data quality, up. pengujian). Lakukan reviu/
foto evaluasi terhadap perhitungan

Subdit Litbang PDTT | 87


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
dokumentasi b) Mutu beton dan mutu karakteristik yang diterima
pekerjaan besi tidak sesuai sesuai kontrak konstruksi.
spesifikasi
(hardcopy dan b) Pelajari dan uji cara perhitungan
softcopy) c) Perhitungan volume beton, besi, dan bekisting
ganda pada pada back up quantity kemudian
beton kolom, bandingkan dengan foto
balok, dan pelat dokumentasi dan as built drawing
yang beririsan. apakah jumlah dan dimensinya
telah sesuai.
c) Penghitungan bekisting dapat
dilihat pada AHSP. Pemeriksa
dapat mengecek koefisien
penggunaan volume bekisting
pada AHSP apabila bekisting
digunakan berulang (biasanya
bekisting hanya digunakan 2- 3
kali).
d) Lakukan pengukuran dimensi
kolom dan bandingkan dengan
back up data. Pastikan dimensi
kolom tidak termasuk ketebalan
plesteran dan acian.
e) Jika memungkinkan, uji berat per
meter besi untuk masing-masing
diameter dan bandingkan dengan
back up quantity antara lain
dengan cara:
1) Hasil pengujian laboratorium
yang mencantumkan data
berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang
masih ada;
3) Ukur diameter besi (D)
terpasang yang masih terlihat
dengan jangka sorong. Berat
kg/m = 0,006165 x D2 (untuk
diameter besi ulir diukur pada
diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil
lab atau hasil penimbangan besi

Subdit Litbang PDTT | 88


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
atau hasil pengukuran diameter
besi telah mewakili pekerjaan
pembesian sejenis yang dipasang
pada paket pekerjaan tsb.
f) Jika tidak ditemukan dokumen
pengujian mutu beton maka
apabila dimungkinkan lakukan
pengujian Non Destructive
test/NDT (hammer test atau
Ultrasonic Pulse Velocity Test).
g) Jika hasil NDT tersebut
menyimpang dibawah 0,85 f’c,
maka mintakan pendapat ahli
untuk pelaksanaan uji Core
beton.

2. Plat Lantai As built a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu


drawing, back dan pembesian beton dan besi dengan
up quantity, tidak sesuai spesifikasi teknis kontrak
back up quality, gambar dan (apabila telah terdapat hasil
foto back up. pengujian). Lakukan reviu/
dokumentasi evaluasi terhadap perhitungan
b) Mutu beton dan
pekerjaan mutu karakteristik yang diterima
besi tidak sesuai
sesuai kontrak konstruksi.
(hardcopy dan spesifikasi
softcopy) b) Pelajari dan uji cara perhitungan
c) Perhitungan
volume beton, besi, dan bekisting
double pada
pada back up quantity kemudian
beton plat,
bandingkan dengan foto
kolom, dan balok
dokumentasi dan as built drawing
yang beririsan.
apakah jumlah dan dimensinya
telah sesuai.
c) Lakukan pengujian apakah
perhitungan panjang/lebar pelat
dari as ke as atau panjang/lebar
bersih (setelah dikurangkan
dengan lebar balok yang
beririsan). Jika dari as ke as,
maka koreksi volumenya.
d) Lakukan pengukuran panjang
dan lebar plat. Pada lokasi yang

Subdit Litbang PDTT | 89


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
masih terlihat (bila ada), ukur
ketebalan plat dengan
sigmat/jangka sorong. Pastikan
ketebalan plat yang diukur tidak
termasuk screed/rabat beton dan
keramik/penutup lantai.
e) Pada back up quantity, pastikan
tidak terdapat perhitungan
ganda/double pada plat, kolom
dan balok yang beririsan.
f) Jika memungkinkan, uji berat per
meter besi untuk masing-masing
diameter dan bandingkan dengan
back up quantity antara lain
dengan cara:
1) Hasil pengujian laboratorium
yang mencantumkan data
berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang
masih ada;
3) Ukur diameter besi (D)
terpasang yang masih
terlihat dengan jangka
sorong. Berat kg/m =
0,006165 x D2 (untuk diameter
besi ulir diukur pada
diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil
lab atau hasil penimbangan besi
atau hasil pengukuran diameter
besi telah mewakili pekerjaan
pembesian sejenis yang dipasang
pada paket pekerjaan tsb.
h) Jika tidak ditemukan dokumen
pengujian mutu beton maka
apabila dimungkinkan lakukan
pengujian Non Destructive
test/NDT (hammer test atau
Ultrasonic Pulse Velocity Test).

Subdit Litbang PDTT | 90


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
i) Jika hasil NDT tersebut
menyimpang dibawah 0,85 f’c,
maka mintakan pendapat ahli
untuk pelaksanaan uji Core
beton.

3 Balok As built a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian


drawing, back dan pembesian mutu beton dan besi dengan
up quantity, tidak sesuai spesifikasi teknis kontrak
back up quality, gambar dan (apabila telah terdapat hasil
foto back up. pengujian). Lakukan reviu/
dokumentasi evaluasi terhadap perhitungan
b) Mutu beton dan
pekerjaan mutu karakteristik yang
besi tidak
diterima sesuai kontrak
(hardcopy dan sesuai
konstruksi.
softcopy) spesifikasi
b) Pelajari dan uji cara
c) Perhitungan
perhitungan volume beton, besi,
double pada
dan bekisting pada back up
beton plat,
quantity kemudian bandingkan
kolom, balok
dengan foto dokumentasi dan
dan antar balok
as built drawing apakah jumlah
yang
dan dimensinya telah sesuai.
berhimpitan/
beririsan. c) Penghitungan bekisting dapat
dilihat pada AHSP. Pemeriksa
dapat mengecek koefisien
penggunaan volume bekisting
pada AHSP apabila bekisting
digunakan berulang (biasanya
bekisting hanya digunakan 2 – 3
kali)
d) Lakukan pengujian apakah
perhitungan panjang balok dari
as ke as atau panjang bersih
(setelah dikurangkan dengan
lebar kolom). Jika dari as ke as,
maka koreksi volumenya
menjadi panjang bersih balok.
e) Jika perlu, lakukan pengukuran
panjang dan tinggi balok.
Pastikan balok yang diukur
tidak termasuk plester dan
acian/penutup balok.

Subdit Litbang PDTT | 91


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
f) Uji berat permeter besi seperti
pada pelat lantai.
g) Pada back up quantity, pastikan
tidak terdapat perhitungan
ganda/double pada plat, kolom,
balok dan antar balok yang
beririsan.
h) Jika tidak ditemukan dokumen
pengujian mutu beton maka
apabila dimungkinkan lakukan
pengujian Non Destructive
test/NDT (hammer test atau
Ultrasonic Pulse Velocity Test).
i) Jika hasil NDT tersebut
menyimpang dibawah 0,85 f’c,
maka mintakan pendapat ahli
untuk pelaksanaan uji Core
beton.

4 Rangka atap a) Kontrak dan a) Dimensi / a) Pelajari terlebih dahulu


perubahan Ukuran Baja dokumen yang didapatkan.
nya (Hard yang dipasang
b) Pelajari RAB dan bandingkan
copy) lebih kecil dari
dengan as built drawing untuk
rencana (Shop
b) RAB (Hard melihat kesesuaian item
Drawing)
copy dan Soft pembayaran
copy Ms b) Koefisien Baja
c) Contoh: di RAB terdapat Item
Excell) lebih besar dari
Gording Canal (C 100 x 50 x 5 x
Tabel Baja
c) Back Up 7,5) lalu cek pada Gambar di
Profil ataupun
Kuantitas posisi mana Item tersebut
Katalog Produk
(Hard copy dipasang
dan Soft copy
d) Pelajari back up data quantity
Ms Excell)
untuk melihat cara Penyedia
d) Shop jasa menyajikan perhitungan
Drawing/Asbu volumenya.
ilt Drawing BQ RAB

(Hard copy No Item Pekerjaan Sat Volume Harsat


(Rp)
Jumlah (Rp)

dan Soft copy


Rangka Atap
Auto Cad) 1 Gording C Kg 561,60 25.000,00 14.040.000,00
100 x 50 x 5 x 7,5

e) Foto
Pekerjaan
(Hard copy

Subdit Litbang PDTT | 92


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
dan Soft copy
JPEG)

e) Dapatkan sertifikat dan Tabel


Baja (Katalog) dari pabrikan
baja dari PPK, Konsultan
Pengawas atau Penyedia Jasa.
Jika tidak didapatkan maka
gunakan tabel baja profil yang
disepakati.
f) Lakukan Pengujian Fisik dan
Analisa Perhitungan dengan
menggunakan Aplikasi Auto
Cad (oleh Pemeriksa atau
dengan bantuan Konsultan
Pengawas atau Penyedia Jasa
melakukan
presentasi/memberikan
penjelasan terkait perhitungan
tersebut) atau perhitungan
manual berdasarkan as built
drawing.
Uji kesuaian dimensi Gording
Canal (C 100 x 50 x 5 x 7,5)
dengan menggunakan Jangka
Sorong/Sigmat/Micrometer
screw.

Luas Berat Pusat


tampa titik
ng berat

A x B x t1 x t2 cm2 Kg/m cm

76 x 40 x 5 x 7 8,818 6,92 1,27

100 x 50 x 5 x 7,5 11,920 9,36 1,65

125 x 65 x 6 x 8 17,110 13,40 1,94

- Jika tidak dimungkinkan


menghitung panjang secara
langsung di lapangan, kontrol

Subdit Litbang PDTT | 93


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
pengukuran panjang gording
dengan melihat gambar atau
dengan Aplikasi Auto Cad.
- Jika memungkinkan
dapatkan sampel profil,
ditimbang untuk mengetahui
berat aktual kg/m’
- Tuangkan hasil pengujian
fisik dalam Berita Acara Hasil
Pengujian
- Contoh didapatkan Hasil
Pengujian Fisik :
A = 75
B = 40
T1 = 5
T2 = 7
- Jika terdapat perbedaan jenis
Gording yang dipakai misal di
dalam kontrak seharusnya
C 100 x 50 x 5 x 7,5 tetapi di
lapangan yang terpasang C
75 x 40 x 5 x 7, dapat
didatangkan Tenaga Ahli
untuk menghitung keamanan
struktur. Bila dinyatakan
aman, selisih bisa dihitung
sebagai kekurangan volume.
Jika pendapat Tenaga Ahli
menyatakan tidak aman,
maka pekerjaan tersebut
tidak dapat diterima.
g) Hitung ulang volume (back up
quantity) berdasarkan data
hasil pengujian fisik, sesuaikan
penggunaan koefisien baja
sesuai hasil pengujian fisik.

Subdit Litbang PDTT | 94


4. Pekerjaan Non Struktur/Arsitektural

Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen

1 Pekerjaan As built a) Volume penutup a) Lakukan perhitungan luasan bersih


penutup drawing, back lantai tidak penutup lantai (setelah dikurangi
lantai dan up quantity dan sesuai gambar dengan irisan dinding, kolom, void,
pekerjaan quality, foto dan back up dll)
keramik dokumentasi
b) Spesifikasi b) Dapatkan faktur/bukti pembelian
pekerjaan
penutup lantai material penutup lantai dan
terpasang tidak bandingkan dengan spesifikasi dan
sesuai dengan harga dalam kontrak untuk
spesifikasi di membandingkan kesetaraan harga.
kontrak
c) Lakukan klarifikasi jika foto
c) Pada lantai menunjukkan tidak terdapat pasir
dasar, tidak urug di atas tanah dasar atau di atas
terdapat pasir plat beton
urug,
d) Jika diperlukan lakukan pengujian
spesi/mortar
dengan membongkar lantai keramik
langsung di atas
pada titik yang disepakati
tanah biasa
kemudian
terdapat spesi
untuk
merekatkan
ubin.
d) Pada lantai-
lantai bangunan
bertingkat, di
atas pelat beton
tidak diberi
lapisan pasir ± 5
cm, kemudian
spesi untuk
perekat ubin

2 Pekerjaan As built a) Jendela, pintu, a) Cek perhitungan di back up data


dinding drawing, back kusen, ventilasi, quantity apakah pekerjaan jendela,
(bata up quantity dan pasangan glass pintu, kusen, ventilasi, void, pasangan
biasa) quality, foto block tidak glass block sudah dijadikan
dokumentasi dijadikan pengurang pekerjaan dinding bata
pekerjaan pengurang biasa
volume pekerjaan

Subdit Litbang PDTT | 95


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
dinding bata b) Lakukan penghitungan ulang volume
biasa pekerjaan dinding bata biasa dan
luasan (m2) pekerjaan jendela, pintu,
b) Volume
kusen, ventilasi, void, pasangan glass
Pekerjaan dinding
block sebagai pengurang volume
bata biasa tidak
pekerjaan dinding bata.
sesuai gambar
dan back up. c) Teliti apakah terdapat bidang
beririsan pada pertemuan plat,
c) Perhitungan
kolom, kolom praktis, balok dan antar
double pada
balok yang beririsan dengan lokasi
pertemuan plat,
pekerjaan dinding bata biasa dan
kolom, kolom
bandingkan dengan as built drawing
praktis, balok dan
dan back up data quantity
antar balok yang
beririsan dengan
lokasi pekerjaan
dinding bata
biasa

3 Pekerjaan As built a) Koefisien per m2 a) Dimensi bata ringan adalah lebar 20


dinding drawing, poto pada analisa cm, panjang 60 cm dengan ketebalan
(bata pelaksanaan harga satuan bervariasi mulai 7,5 s.d. 20 cm. Jadi
ringan) pekerjaan, back lebih besar untuk per m2 pekerjaan dinding (bata
up quantity, dibanding yang ringan) seharusnya berjumlah
brosur terpasang di kisaran (1 m / (0,2 m x 0,6 m)) atau
3

lapangan 8,33 biji


(hardcopy dan
softcopy) b) Mutu bata ringan b) Uji foto pelaksanaan atau faktur
tidak sesuai pembelian atau sisa material,
spesifikasi pastikan material untuk
membandingkan merk/logo yang
c) Volume
tertera di bata ringan dengan yang
Pekerjaan dinding
disyaratkan di spesifikasi teknis
(bata ringan)
(brosur penawaran).
tidak sesuai
gambar dan back c) Pelajari dan uji cara perhitungan
up. volume pekerjaan dinding (bata
ringan) pada back up quantity,
d) Perhitungan
kemudian lakukan pengujian fisik.
double pada
pertemuan plat, d) Pada back up quantity, pastikan tidak
kolom, balok dan terdapat perhitungan double pada
antar balok yang pertemuan kolom dan balok yang
beririsan dengan beririsan dengan lokasi pekerjaan
lokasi pekerjaan dinding (bata ringan). Pastikan juga

Subdit Litbang PDTT | 96


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
dinding (bata bahwa volume pasangan bata telah
ringan). dikurangi lubang pintu dan jendela.

4 Pekerjaan As built a) Volume pintu dan a) Perhatikan satuan pembayaran


pintu dan drawing, back jendela, kusen pekerjaan pintu dan jendela (buah,
jendela up quantity, dan daun pintu m’, m2 atau m3)
brosur tidak sesuai
b) Bandingkan kualitas bahan kusen,
gambar dan back
(hardcopy dan daun pintu/jendela, dan aksesorinya
up.
softcopy) dengan brosur dan spesifikasi teknis
b) Mutu bahan dan kontrak.
ketebalan
c) Pelajari dan uji cara perhitungan
aluminium serta
volume pintu dan jendela pada back
daun pintu tidak
up quantity kemudian bandingkan
sesuai
dengan as built drawing apakah
spesifikasi.
jumlah dan dimensinya telah sesuai.
c) Aksesori pintu Jika tidak sesuai, maka dilakukan
dan jendela tidak perhitungan selisih secara
lengkap. proporsional dan disepakati
bersama.
d) Lakukan pengukuran dimensi
panjang dan tinggi untuk masing-
masing tipe pintu dan jendela dan
hitung jumlahnya. Jika tidak sesuai,
maka dilakukan perhitungan selisih
secara proporsional dan disepakati
bersama.
e) Lakukan penghitungan jumlah
pengunci dan penggantung pada
masing-masing tipe (jendela, pintu),
bandingkan dengan analisa
pekerjaan/spesifikasi teknisnya.

5 Plesteran As built a) Ketebalan a) Pelajari ketebalan plesteran dan


dan acian drawing, plesteran tidak acian yang disyaratkan dalam
backup quantity sesuai dengan spesifikasi teknis kemudian
dan quality, rencana bandingkan dengan hasil pengujian
foto ketebalan ketebalan di lapangan dengan titik
dokumentasi plesteran, pengujian yang disepakati
pekerjaan biasanya antara
b) Jika terdapat selisih ketebalan maka
1,5 s.d. 3 cm
dilakukan perhitungan selisih secara

Subdit Litbang PDTT | 97


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
b) Terdapat luasan proporsional dan disepakati
pekerjaan bersama.
plesteran dan
c) Pelajari foto pelaksanaan kegiatan
acian (terutama
terhadap pekerjaan plesteran di atas
dinding di atas
plafon, luasan plint, dan luasan
elevasi plafon,
penutup dinding. Jika terdapat
plint, dan penutup
indikasi pekerjaan plesteran acian
dinding) yang
tersebut tidak dikerjakan maka
tidak dikerjakan
lakukan pengujian fisik.
d) Jika terdapat kekurangan luasan
terpasang maka hitung selisih dan
jadikan catatan pemeriksaan.

6 Pekerjaan RAB, Back up a) Luasan tidak a) Pelajari back up data quantity yang
pengeca- data, Gambar sesuai dengan menjadi dasar pengajuan
tan As Built. volume kontrak pembayaran atas pekerjaan
b) Pekerjaan b) Bandingkan luasan pengecatan
pengecatan tidak dengan luasan pekerjaan acian. Jika
dilakukan terdapat selisih, pastikan penyebab
sebanyak lapisan selisih tersebut dengan pengujian
pengecatan yang fisik. Jika selisih tersebut tidak dapat
dipersyaratkan dijelaskan maka jadikan catatan
pemeriksaan.
c) Cat mengelupas,
terlihat basah, c) Luasan permukaan cat yang
dan berjamur. mengelupas, terlihat basah, dan
berjamur sebagai kekurangan
d) Penggunaan cat
volume pekerjaan.
interior untuk
eksterior d) Jika secara kasat mata dan perabaan
permukaan, Pemeriksa menduga
kualitas cat adalah buruk maka
Pemeriksa dapat melakukan
prosedur alternatif dengan meminta
bukti surat jalan pengiriman cat,
wawancara dengan orang yang
kemungkinan selalu berada di sekitar
lokasi pekerjaan, mencari bekas
packaging cat, konfirmasi dengan
toko atau penjual cat untuk
dicocokkan dengan spesifikasi cat
yang disyaratkan dalam kontrak dan
bila berbeda Pemeriksa harus dapat

Subdit Litbang PDTT | 98


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
memperoleh dokumentasi
pengakuan dari rekanan. Jika telah
dilakukan konfirmasi kesetaraan
harga atas cat yang digunakan, maka
lakukan perhitungan penyesuaian
harga atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.
e) Jika ditemukan penggunaan cat
interior untuk eksterior maka
lakukan penyesuaian harga.

7 Pekerjaan RAB, Back up a) Pekerjaan a) Pelajari back up data quantity yang


plafon data, As built plafon tidak menjadi dasar pengajuan
drawing. sesuai pembayaran atas pekerjaan
spesifikasi
b) Pengujian fisik dilakukan dengan
teknis
mengukur luas penampang plafon
b) Luasan plafon baik dalam ruangan maupun yang
tidak sesuai berada di luar gedung (oversteak)
dengan volume yang dinyatakan telah dipasang
kontrak sesuai as built drawing dan back up
data quantity. Luas pekerjaan plafon
dalam ruangan dapat diukur
bersamaan dengan pemeriksaan
luas lantai, namun harus
memperhatikan juga bila terdapat
pekerjaan oversteak di luar gedung,
pemasangan vertikal drop (variasi
plafon), dan void.
c) Jika terdapat ketidaksesuaian
penawaran dengan pekerjaan yang
terlaksana atas bahan rangka dan
ketebalan plafon, maka lakukan
perhitungan penyesuaian harga atau
pekerjaan tersebut tidak dapat
diterima.

Subdit Litbang PDTT | 99


5. Pekerjaan Mekanikal & Elektrikal

Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen

1 Instalasi As built a) Penggunaan a) Perhatikan satuan pembayaran


listrik drawing, back bahan pekerjaan instalasi listrik (buah,
up data pembentuk titik, atau m’)
quantity,RAB (kabel dan
b) Pelajari back up data quantity dan
kontrak, aksesori
as built drawing gambar rencana
metodologi kelengkapan)
denah instalasi listrik
pelaksanaan tidak sebesar
berdasarkan satuan pembayaran
pekerjaan di volume yang
(titik atau m’) dengan cara
kontrak, ditawarkan
menelusuri jalur stop kontak dan
AHSP, foto b) Jenis material saklar. Pastikan tidak terdapat
dokumentasi kabel dan pembayaran ganda untuk item
pekerjaan aksesoris tidak pekerjaan yang merupakan satu
sesuai dengan kesatuan pekerjaan seperti
jenis kabel yang (pekerjaan instalasi titik lampu
dipersyaratkan dan saklar dihitung menjadi dua
dalam kontrak pekerjaan terpisah).
c) Periksa apakah material jenis
kabel (NYY, NYM, dll) dan aksesori
(pipa PVC kabel, isolatip, dll) yang
digunakan sesuai dengan yang
ditawarkan dalam kontrak, jenis
kabel yang dipergunakan dapat
dilihat pada kulit kabel.
d) Jika terdapat ketidaksesuaian
Jenis material kabel dan aksesori
dan telah dilakukan konfirmasi
kesetaraan harga atas item
pekerjaan tersebut, maka lakukan
perhitungan penyesuaian harga
atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.

2 Plumbing/ As built a) Penggunaan a) Pastikan panjang instalasi sesuai


Pemipaan drawing, back bahan denah gambar dalam as built
up data pembentuk drawing dan penggunaan
quantity, RAB (pipa dan aksesori plumbing benar telah
kontrak, aksesori dipergunakan sesuai back up data
metodologi kelengkapan) quantity dan volume kontrak
pelaksanaan tidak sebesar

Subdit Litbang PDTT | 100


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
pekerjaan di volume yang b) Periksa apakah material jenis
kontrak, ditawarkan pipa dan ukuran pipa yang
dipergunakan sesuai dengan yang
AHSP, foto b) Jenis material
ditawarkan dalam kontrak, jenis
dokumentasi pipa dan
dan ukuran pipa dapat dilihat
pekerjaan aksesori tidak
dalam AHSP dan metodologi
sesuai dengan
pelaksanaan pekerjaan di
jenis pipa yang
kontrak.
dipersyaratkan
dalam kontrak c) Jika terdapat ketidaksesuaian
jenis material pipa dan aksesori
dan telah dilakukan konfirmasi
kesetaraan harga atas item
pekerjaan tersebut, maka lakukan
perhitungan penyesuaian harga
atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.

3 Instalasi tata As built a) Jumlah unit AC a) Dapatkan gambar denah instalasi


udara drawing, back terpasang tidak AC baik AC sentral ataupun AC
up data sesuai dengan tunggal (Cassete/dinding) dan
quantity, RAB volume dalam bandingkan jumlahnya dengan
kontrak, kontrak volume AC dalam kontrak.
metodologi
b) Penggunaan Air b) Untuk item aksesori yang dibuat
pelaksanaan
Conditioner (AC) terpisah seperti pemipaan, kabel
pekerjaan di
tidak sesuai dan breket AC yang dibuat
kontrak,
Paard Kracht terpisah dalam RAB, pastikan
AHSP, foto (PK) yang volume pipa, kabel dan breket
dokumentasi ditentukan telah sesuai dengan penggunaan
pekerjaan di lapangan. Jika terdapat selisih
c) Penggunaan
maka hitung sebagai kekurangan
instalasi kabel
volume.
dan Aksesoris
kelengkapan AC c) Jika kontrak menyebut spesifikasi
(seperti dan merk maka lakukan
breket/dudukan pemeriksaan atas kedua kriteria
AC dan pipa AC) tersebut. Jika terdapat
tidak sesuai ketidaksesuaian dan telah
volume kontrak dilakukan konfirmasi kesetaraan
harga atas item pekerjaan
d) Penggunaan
tersebut, maka lakukan
merk AC tidak
perhitungan penyesuaian harga
sama dengan

Subdit Litbang PDTT | 101


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
yang ditentukan atau pekerjaan tersebut tidak
dalam kontrak dapat diterima.

4 Instalasi tata As built a) Volume a) Perhatikan satuan pembayaran


suara drawing, back instalasi dan pekerjaan instalasi tata suara
up data aksesori tata
b) Dapatkan gambar denah instalasi
quantity, RAB suara tidak
tata suara dan bandingkan
kontrak, sesuai kontrak
jumlahnya dengan volume
metodologi
b) Penggunaan instalasi tata suara dalam
pelaksanaan
merk speaker kontrak.
pekerjaan di
tidak sama
kontrak, c) Untuk item aksesori yang dibuat
dengan yang
terpisah dalam kontrak, pastikan
AHSP, foto ditentukan
volume antara lain microphone,
dokumentasi dalam kontrak
mixer panel control, kabel dan
pekerjaan
penggantung (support and
hanger) telah sesuai dengan yang
terpasang di lapangan. Jika
terdapat selisih maka hitung
sebagai kekurangan volume.
d) Jika kontrak menyebut spesifikasi
dan merk maka lakukan
pemeriksaan atas kedua kriteria
tersebut. Jika terdapat
ketidaksesuaian dan telah
dilakukan konfirmasi kesetaraan
harga atas item pekerjaan
tersebut, maka lakukan
perhitungan penyesuaian harga
atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.

5 Instalasi As built a) Volume instalasi a) Perhatikan satuan pembayaran


data drawing, back dan aksesoris pekerjaan instalasi data
(telekomuni up data data (telekomunikasi, dan internet),
kasi, dan quantity, RAB (telekomunikasi, CCTV.
internet), kontrak, dan internet),
b) Dapatkan gambar denah Instalasi
CCTV. metodologi CCTV tidak
data (telekomunikasi, dan
pelaksanaan sesuai kontrak
internet), CCTV dan bandingkan
pekerjaan di
b) Penggunaan jumlahnya dengan volume
kontrak,
merk alat tidak Instalasi data (telekomunikasi,
sama dengan

Subdit Litbang PDTT | 102


Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
AHSP, foto yang ditentukan dan internet), CCTV dalam
dokumentasi dalam kontrak kontrak.
pekerjaan
c) Untuk item aksesoris yang dibuat
terpisah dalam kontrak, pastikan
volume antara lain:
Pekerjaan telekomunikasi (PABX
dan unit telephone), pekerjaan
internet (wifi router, switch hub,
outlet data/connector, kabel UTP),
dan pekerjaan CCTV (kamera
dome, armatur, pipa conduit, dan
kabel coaxial) telah sesuai
dengan yang terpasang di
lapangan. Jika terdapat selisih
maka hitung sebagai kekurangan
volume.
d) Jika kontrak menyebut spesifikasi
dan merk maka lakukan
pemeriksaan atas kedua kriteria
tersebut. Jika terdapat
ketidaksesuaian dan telah
dilakukan konfirmasi kesetaraan
harga atas item pekerjaan
tersebut, maka lakukan
perhitungan penyesuaian harga
atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.

Catatan: Pemeriksa menilai apakah mutu tersebut masih berada dalam batas toleransi minimum atau
tidak. Jika Pemeriksa menemukan pekerjaan konstruksi di bawah nilai toleransi minimum, Pemeriksa
memperlakukan kondisi tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, misal apakah
mewajibkan Pengguna Jasa untuk meminta Penyedia melakukan perbaikan mutu atau tindakan lainnya

Subdit Litbang PDTT | 103


Lampiran 4.4.c

CONTOH PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN


KONSTRUKSI BANGUNAN AIR DAN SALURAN IRIGASI

CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap
pelaksanaan konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu
pekerjaan konstruksi dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak
adalah wajar, Pemeriksa melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.

No Prosedur Pengujian

1. Langkah –langkah pemeriksaan ketepatan volume konstruksi Bangunan Air dan Saluran
Irigasi adalah sebagai berikut:
a. Dapatkan dan bandingkan back up data, final quantity, dan as built drawing
sesuai dengan data MC 100%. Jika terdapat selisih, telusuri penyebabnya.
b. Pengujian fisik saluran irigasi difokuskan pada kesesuaian panjang saluran,
bentuk penampang saluran dan spesifikasi kontrak.
1) Pengukuran panjang saluran dilakukan dengan mengukur panjang saluran
yang diklaim telah dilaksanakan oleh Penyedia. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan meteran roll yang ditarik sesuai panjang saluran yang
ada di lapangan.
2) Pengukuran penampang saluran (bentuk potongan saluran) dilakukan
dengan mengukur dimensi potongan saluran berupa lebar dinding atas
saluran, tinggi dinding saluran, lebar dasar saluran, dan pondasi kaki
saluran.
Apabila memungkinkan, pengukuran ketebalan dasar saluran dapat
dilakukan dengan melubangi dasar saluran dengan menggunakan alat bantu
seperti linggis, kemudian tebal lantai dasar dapat dihitung.
Perhitungan tebal dinding saluran dapat dilakukan dengan melubangi
dinding saluran atau dengan menggali sisi luar dinding saluran. Jumlah titik
dan lokasi pengujian berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam hal Pemeriksa akan melakukan pengujian jumlah saluran beton
precast, maka Pemeriksa dapat melakukan hal tersebut dengan cara
konfirmasi kepada supplier.

Subdit Litbang PDTT | 104


No Prosedur Pengujian

2. Pengujian ketepatan mutu konstruksi bangunan air dan saluran irigasi adalah sebagai
berikut:
a. Konstruksi saluran berupa pasangan batu tidak dilakukan pengujian mutu.
b. Pengujian konstruksi saluran berupa beton precast dilakukan dengan cara
memperoleh bukti pengujian mutu dari pihak supplier yang dapat diperoleh dari
Penyedia, atau menggunakan Tenaga Ahli/ Laboratorium.
c. Jika terdapat selisih mutu dengan rencana, maka dilakukan koreksi harga secara
proporsional.
Keterangan: Pemeriksa menilai apakah mutu tersebut masih berada dalam batas
toleransi minimum atau tidak. Jika Pemeriksa menemukan pekerjaan konstruksi di
bawah nilai toleransi minimum, Pemeriksa memperlakukan kondisi tersebut
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, misal apakah mewajibkan Pengguna
Jasa untuk meminta Penyedia melakukan perbaikan mutu atau tindakan lainnya.

Subdit Litbang PDTT | 105


Lampiran 4.4.d

CONTOH PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI –


PEKERJAAN TIMBUNAN

CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu pekerjaan konstruksi
dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak adalah wajar, Pemeriksa
melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.

Langkah-langkah pengujian ketepatan volume timbunan adalah sebagai berikut:


a. Lakukan analisa atas item pekerjaan Galian-Timbunan dalam kontrak, adendum kontrak.
Bila terdapat indikasi tidak wajar (misal: penggunaan material galian menjadi material
timbunan, tetapi dalam analisa harga satuan masih mencantumkan pembelian Material
Tanah). Minta penjelasan, informasi dari pihak yang kompeten jika terdapat indikasi di atas.
Buat perhitungan kerugian negaranya;
b. Lakukan pengujian terhadap metode pekerjaan dengan pelaksanaan di lapangan pada item
pekerjaan Galian-Timbunan antara lain:
1) Jarak antara lokasi Quarry/ Borrow Area dengan lokasi pekerjaan.
2) Jarak antara lokasi penggalian dengan lokasi penimbunan.
3) Peralatan yang digunakan (cek laporan harian standar yang dibuat Pengawas
Pekerjaan). Bila terdapat perbedaan lakukan perhitungan selisih yang terjadi.
c. Lakukan pengujian atas perhitungan volume timbunan dengan menggunakan alat ukur
waterpass, theodolite, atau total station, Pemeriksa dapat bekerja sama dengan Tenaga Ahli.
d. Lakukan penelitian atas item pekerjaan Penyiapan Badan Jalan. Bila lokasi/STA pekerjaan
tersebut berada pada lokasi/STA yang sama/berimpit dengan pekerjaan timbunan pilihan,
buat daftar rekapitulasi timbunan pilihan per STA. Teliti kemungkinan terjadi duplikasi pada
pekerjaan tersebut.
Tuangkan hasil perhitungan volume dan nilai kelebihan pembayaran dikomunikasikan dan
disetujui oleh para pihak yang terkait serta dituangkan di dalam risalah pembahasan hasil
perhitungan pemeriksaan

Subdit Litbang PDTT | 106


Lampiran 4.5a

Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik untuk pemeriksaan pelaksanaan


pekerjaan konstruksi secara jarak jauh (daring)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI


BERITA ACARA KESEPAKATAN PENGUJIAN FISIK
NOMOR : / /BAK/INTERIMLK/ST…/BB/TTTT

Pada hari .. tanggal .. bulan … tahun … berdasarkan Surat Tugas Nomor .. tanggal .. tentang .., Tim
Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah melakukan
kesepakatan terkait pelaksanaan pengujian fisik yang dilakukan secara virtual menggunakan
aplikasi Zoom atas pelaksanaan pekerjaan fisik pada paket … dengan uraian:

1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :

Dalam kesepakatan atas pelaksanaan pengujian fisik pekerjaan tersebut di atas masing-masing
pihak diwakili oleh personil sebagai berikut:

1. Nama PPK/Wakil PPK :


Jabatan/Surat Tugas/SK No. :
2. Nama Wakil Penyedia Jasa :
Jabatan/Surat Tugas/SK No. :
3. Nama Wakil Konsultan Pengawas :
Jabatan/Surat Tugas/SK No.

Metode pengujian/pemeriksaan yang disepakati dituangkan dalam Lampiran yang merupakan


bagian tidak terpisahkan dari Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik ini.

Subdit Litbang PDTT | 107


Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik ini dibuat dengan sesungguhnya dan disepakati serta
ditandatangani masing-masing pihak secara bergantian oleh PPK/Wakil PPK, Wakil Penyedia
Jasa, dan Wakil Konsultan Pengawas, kemudian dikirimkan ke Tim Pemeriksa untuk
ditandatangani.

Menyepakati,

1. PPK ...................................... Pemeriksa,

(.............................................) 1. (.........................................)

2. Penyedia ............................... NIP .................................

(.............................................)

3. Konsultan Pengawas ........... 2. (..........................................)

NIP ....................................

(............................................)

Mengetahui,

Kepala Satker ........................... Ketua Tim/Sub Tim

(.................................................) (...................................)

NIP ........................................... NIP ............................

Subdit Litbang PDTT | 108


HASIL KESEPAKATAN: (Poin-poin yang dituangkan di sini hanyalah contoh. Pemeriksa dapat
menuangkan hal-hal yang disepakati dalam rangka pelaksanaan pengujian)
1. Peralatan pengukuran dan tenaga pelaksana pengukuran disediakan oleh pihak Satuan
Kerja/PPK atau oleh Penyedia Jasa yang melaksanakan pekerjaan yang diuji.
2. Khusus terkait dengan tenaga pelaksana pengukuran, agar disediakan tenaga yang
memadai untuk proses pelaksanaan pemeriksaan sehingga tidak terjadi penundaan atau
penambahan jadwal hari pelaksanaan pemeriksaan. Apabila terdapat kondisi yang
menghambat pelaksanaan pemeriksaan, Tim Pemeriksa akan mengambil langkah yang
diperlukan dengan berkoordinasi dengan Satker/PPK.
3. Penyedia Jasa agar menyediakan bahan penutup/perapian kembali apabila terdapat
pelaksanaan pengujian yang memerlukan perapian kembali lokasi pekerjaan.
4. Metode pengujian volume pekerjaan galian/timbunan dilakukan dengan melakukan
pengukuran elevasi akhir pekerjaan pada STA yang diuji petik dengan menggunakan alat
Total Station, dimana pengukuran elevasi akhir tersebut mengacu pada elevasi Benchmark
(BM) dan Control Point (CP) yang sudah ada di lokasi pekerjaan.
Dari hasil pengukuran elevasi akhir tersebut akan dilakukan perhitungan ulang volume
pekerjaan terpasang dengan merujuk pada data elevasi awal yang terdapat laporan hasil
pengukuran awal yang dilakukan Penyedia/Konsultan, gambar atau back up data quantity,
dimana ukuran/dimensi/elevasi pada bagian-bagian yang tidak diukur pada saat pengujian
fisik akan mengacu pada ukuran/dimensi/elevasi yang terdapat pada back up data quantity
atau gambar.
5. Metode pengujian atas item pekerjaan seperti pekerjaan saluran, pasangan batu, tembok
penahan tanah, rangka jembatan, dan lain-lain dilakukan dengan melakukan pengukuran
panjang, lebar, dan tinggi masing-masing item dengan menggunakan alat berupa meteran
gulung, meteran roll, dll.
6. Dan seterusnya

Subdit Litbang PDTT | 109


Lampiran 4.5b

Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik untuk pemeriksaan pelaksanaan


pekerjaan konstruksi secara langsung (konvensional)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI


BERITA ACARA KESEPAKATAN PENGUJIAN FISIK
NOMOR : / /BAK/INTERIMLK/ST…/BB/TTTT

Pada hari .. tanggal .. bulan … tahun … berdasarkan Surat Tugas Nomor .. tanggal .. tentang .., Tim
Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah melakukan
kesepakatan terkait pelaksanaan pengujian fisik, atas pelaksanaan pekerjaan fisik pada paket …
dengan uraian:

1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :

Dalam kesepakatan atas pelaksanaan pengujian fisik pekerjaan tersebut di atas masing-masing
pihak diwakili oleh personil sebagai berikut:

1. Nama PPK/Wakil PPK :


Jabatan/Surat Tugas/SK No. :
2. Nama Wakil Penyedia Jasa :
Jabatan/Surat Tugas/SK No. :
3. Nama Wakil Konsultan Pengawas :
Jabatan/Surat Tugas/SK No.

Metode pengujian yang disepakati dituangkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik ini.

Subdit Litbang PDTT | 110


Dengan demikian, para pihak telah sepakat untuk menandatangani Berita Acara Kesepakatan
Pengujian Fisik ini pada tanggal tersebut di atas. Dibuat dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum

Menyepakati,

1. PPK ...................................... Pemeriksa,

(.............................................) 1. (.........................................)

2. Penyedia ............................... NIP .................................

(.............................................)

3. Konsultan Pengawas ........... 2. (..........................................)

NIP ....................................

(............................................)

Mengetahui,

Kepala Satker ........................... Ketua Tim/Sub Tim

(.................................................) (...................................)

NIP ........................................... NIP ............................

Subdit Litbang PDTT | 111


HASIL KESEPAKATAN (Poin-poin yang dituangkan di sini hanyalah contoh. Pemeriksa dapat
menuangkan hal-hal yang disepakati dalam rangka pelaksanaan pengujian)

a. Alat dan Metode

No. Alat dan Metode Keterangan

1. Pengujian Pekerjaan Aspal


(Hotmix)

Peralatan Utama : - Alat core aspal dan kelengkapannya untuk pengujian


ketebalan
- Sigmat (jangka sorong)
- Meteran Panjang dan Meteran Pendek
- Asphalt Cutter

Metode Pengambilan Sampel : - Pengambilan sampel benda uji dengan


dan Pengukuran menggunakan alat core drill.
- Setiap STA pengujian diambil satu sampel core drill.
Jumlah STA pengujian pada masing-masing paket
ditentukan dengan pendekatan :
• Akar pangkat tiga dari panjang pekerjaan jalan,
dengan jarak minimal antar STA pengujian adalah
100 m dengan kondisi ketebalan aspal minimal
sesuai dengan rencana/gambar. Apabila
ditemukan ketebalan aspal pada STA pengujian
kurang dari tebal rencana/gambar, maka jumlah
sampel diperbanyak dengan metode pengambilan
sampel pada 100 m sebelum dan 100 m sesudah
STA dengan ketebalan aspal kurang dari tebal
rencana/gambar tersebut.
• Benda uji diukur dengan sigmat/meteran minimal
sebanyak tiga kali (secara acak), lalu diambil rata-
rata.
- Pengujian density dilakukan sebanyak 4 – 6 benda uji
pada titik pengambilan sampel yang proporsional
antara awal, tengah, dan akhir. Rata-rata density dari
sampel-sampel tersebut mewakili seluruh density
pada satu paket pekerjaan tersebut. Pengujian
density dilakukan di Laboratorium …… atau
laboratorium independen lain yang disepakati
bersama. Penyerahan benda uji kepada petugas
laboratorium dilaksanakan oleh Tim BPK
dengan/tanpa pihak DPUPR.

Subdit Litbang PDTT | 112


No. Alat dan Metode Keterangan
- Perhitungan volume/tonase pekerjaan antar STA
adalah:
• Tonase = lebar rata-rata x tebal rata-rata x jarak
x density
• Jika lebar rata-rata lebih besar daripada lebar
rencana, maka perhitungan volume menggunakan
lebar rencana.
• Jika tebal rata-rata lebih besar daripada tebal
rencana, maka perhitungan volume menggunakan
tebal rencana.
• Density adalah rata-rata density hasil pengujian
laboratorium. Jika density hasil pengujian
laboratorium lebih besar daripada density JMF,
maka perhitungan volume menggunakan density
JMF.

2. Pengujian Pekerjaan Jalan


Beton

Peralatan Utama : - Meteran dan Core drill

Metode Pengambilan Sampel : - Pengambilan sampel benda uji dengan menggunakan


dan Pengukuran alat core drill.
- Jumlah sampel pada masing-masing paket
ditentukan dengan pendekatan akar pangkat tiga dari
panjang pekerjaan jalan, dengan jarak minimal antar
STA pengujian 100 m dengan kondisi ketebalan
perkerasan sesuai rencana.
- Apabila ditemukan ketebalan perkerasan jalan pada
titik pengujian di bawah ketebalan rencana, maka
jumlah sampel diperbanyak dengan metode
pengambilan sampel pada jarak 100 m sebelum dan
100 m sesudah titik dengan ketebalan perkerasan
jalan di bawah ketebalan rencana tersebut.
- Benda uji diukur dengan sigmat/meteran minimal
sebanyak tiga kali (secara acak), lalu diambil rata-
rata.
- Perhitungan volume pekerjaan antar STA adalah:
• Volume = lebar rata-rata x tebal rata-rata x jarak

Subdit Litbang PDTT | 113


No. Alat dan Metode Keterangan
• Jika lebar rata-rata lebih besar daripada lebar
rencana, maka perhitungan volume menggunakan
lebar rencana.
• Jika tebal rata-rata lebih besar daripada tebal
rencana, maka perhitungan volume menggunakan
tebal rencana.
- Apabila diperlukan, pengujian mutu beton akan
dilakukan dengan metode diawali terlebih dahulu
dengan pengujian non destruktif menggunakan alat
hammer test untuk menghitung nilai perkiraan mutu
beton. Apabila ditemukan indikasi mutu beton di
bawah spesifikasi kontrak, maka dilakukan pengujian
destruktif menggunakan core drill sebanyak dua
benda uji pada jarak maksimal 100 m sebelum dan
100 m sesudah titik tersebut, untuk kemudian
dilakukan pengujian kuat tekan beton di
laboratorium.
- Penyesuaian pembayaran karena mutu beton aktual
di bawah mutu beton rencana dengan ketentuan
sebagai berikut:
• Untuk mutu beton berupa kuat tekan (Fc’ atau K)
atau Divisi 7, maka pengurangan pembayaran
sebesar 1,5% dari harga satuan untuk setiap
pengurangan kekuatan beton 1% dari nilai
kekuatan karakteristik rencana (Spesifikasi
Umum Divisi 7).
• Untuk mutu beton berupa kuat lentur (Fs) atau
Divisi 5, maka pengurangan 4% harga satuan
untuk perkerasan beton semen untuk setiap 1
kg/cm2 (0,1 MPa) atau bagian daripadanya.
(Spesifikasi Umum Divisi 5).

3. Pengujian Pekerjaan Saluran


Irigasi dan Talud

Peralatan Utama : - Meteran, besi tulangan letter L dan alat pendukung


lainnya
- Alat gali

Subdit Litbang PDTT | 114


No. Alat dan Metode Keterangan

Cara Pengukuran : - Dilakukan pengukuran dimensi (panjang, lebar, tebal)


pada bagian yang masih terlihat. Jika diperlukan,
akan dilakukan penggalian pada bagian-bagian
tertentu untuk diukur.
- Jumlah titik uji yang diambil untuk masing-masing
tipycal penampang melintang disepakati
proporsional menyesuaikan kondisi di lapangan.

b. Ketentuan
1) Peralatan pengukuran dan tenaga pelaksana pengukuran disediakan oleh pihak Satuan
Kerja/PPK atau oleh Penyedia yang melaksanakan pekerjaan di ruas yang diuji.
2) Penyedia agar menyediakan bahan penutup lubang bekas pengambilan benda uji
beton/aspal/cutting/agregat.
3) Pemilihan metodologi ini, disepakati antara Pemeriksa BPK dan PPK serta diketahui oleh
… (diisi nama satker yang menjadi entitas terperiksa).
4) Pengambilan sampel dan hasil pengukuran bersama ini akan digunakan untuk
perhitungan volume pekerjaan terpasang/terlaksana dan hasil pengujian akan disepakati
oleh semua pihak dan setelah selesai dilakukan pengukuran bersama, penambahan
benda uji (sampel) atau pengukuran ulang tanpa dihadiri pihak-pihak terkait, terutama
Pemeriksa BPK, dinyatakan tidak ada atau tidak berlaku.
Apabila ada titik pengambilan sampel yang sudah ditentukan namun ternyata tidak dapat
dilakukan karena kepadatan lalu lintas atau sebab lainnya, maka akan dialihkan ke titik lain
yang masih mewakili STA yang bersangkutan, dan titik tersebut disepakati oleh semua pihak

Subdit Litbang PDTT | 115


Lampiran 4.6

CONTOH BERITA ACARA HASIL PENGUJIAN FISIK

BERITA ACARA HASIL PENGUJIAN FISIK


NOMOR: /BAPF/INTERIMLK/ST…./BB /TTTT

Pada hari ......... tanggal …… bulan ……. tahun …… berdasarkan Surat Tugas Nomor ……….. tanggal ……
tentang ........, Tim Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah
melakukan pembahasan terkait hasil pengujian fisik pada paket ……………., dengan rincian sebagai
berikut:
I. Data Pekerjaan

1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :
8. Jangka Waktu Pekerjaan : ........ hari kalender (.......... s.d. ...........)
9. Nomor PHO :
10. Tanggal PHO :
11. Tanggal pengujian fisik :

II. Hasil Perhitungan

III. Tanggapan
Penyedia Jasa menyatakan menerima hasil pengujian dan penghitungan kekurangan
volume oleh BPK.

Subdit Litbang PDTT | 116


IV. Kesimpulan
Hasil pemeriksaan telah dilakukan bersama dengan Tim Pemeriksa, PPK, Penyedia Jasa,
dan Konsultan Pengawas. Perhitungan bersama hasil pengujian dinyatakan sesuai dan telah
disepakati serta penyedia jasa bersedia membayar kurang volume hasil pengujian tersebut.

Dengan demikian, semua pihak telah sepakat untuk menandatangani Berita Acara Hasil
Pengujian ini pada tanggal tersebut diatas. Dibuat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.

……….., ………………………

1. PPK ...................................... Pemeriksa,

(.............................................) 1. (.........................................)

2. Penyedia ............................... NIP .................................

(.............................................)

3. Konsultan Pengawas ........... 2. (..........................................)

NIP ....................................

(............................................)

Mengetahui,

Kepala Satker ........................... Ketua Tim/Sub Tim

(.................................................) (...................................)

NIP ........................................... NIP ............................

Subdit Litbang PDTT | 117


DAFTAR HADIR PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN FISIK

No. Nama Jabatan Tanda Tangan


1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Subdit Litbang PDTT | 118


Lampiran 5.1

DAFTAR KLASIFIKASI/SUBKLASIFIKASI
TENAGA KERJA AHLI KONSTRUKSI

No Klasifikasi/Subklasifikasi (SKA)
ARSITEKTUR
1 Arsitek
2 Ahli Desain Interior
3 Ahli Arsitektur Lansekap
4 Teknik Luminasi
SIPIL
1 Ahli Teknik Bangunan Gedung
2 Ahli Teknik Jalan
3 Ahli Teknik Jembatan
4 Ahli Keselamatan Jalan
5 Ahli Teknik Terowongan
6 Ahli Teknik Landasan Terbang
7 Ahli Teknik Jalan Rel
8 Ahli Teknik Dermaga
9 Ahli Teknik Bangunan Lepas Pantai
10 Ahli Teknik Bendungan Besar
11 Ahli Teknik Sungai dan Drainase
12 Ahli Teknik Irigasi
13 Ahli Teknik Rawa dan Pantai
14 Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan
15 Ahli Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan
16 Ahli Geoteknik
17 Ahli Geodesi

Subdit Litbang PDTT | 119


No Klasifikasi/Subklasifikasi (SKA)
MEKANIKAL
1 Ahli Teknik Mekanikal
2 Ahli Teknik Sistem Tata Udara dan Refrigerasi
3 Ahli Teknik Plambing dan Pompa Mekanik
4 Ahli Teknik Proteksi Kebakaran
5 Ahli Teknik Transportasi Dalam Gedung
ELEKTRIKAL
1 Ahli Teknik Tenaga Listrik
2 Ahli Teknik Elektronika dan Telekomunikasi Dalam Gedung
3 Ahli Teknik Sistem Sinyal Telekomunikasi Kereta Api
TATA LINGKUNGAN
1 Ahli Teknik Lingkungan
2 Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
3 Ahli Teknik Sanitasi dan Limbah
4 Ahli Teknik Air Minum
MANAJEMEN PELAKSANAAN
1 Ahli Manajemen Konstruksi
2 Ahli Manajemen Proyek
3 Ahli K3 Konstruksi
4 Ahli Sistem Manajemen Mutu

Sumber: Asosiasi Tenaga Teknik Konstruksi Indonesia – ASTEKINDO (https://cepagram.com/index.php/2016/10/07/daftar-


klasifikasisub-klasifikasi-tenaga-kerja-ahli-konstruksi-ska/)

Subdit Litbang PDTT | 120


Lampiran 5.2

CONTOH SURAT PERMINTAAN PENGUJIAN KEPADA LABORATORIUM UJI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


PERWAKILAN PROVINSI ....
Alamat...
Telepon. ... ; Fax ..

Nomor : .. Tempat, Tanggal pembuatan surat


Perihal : Permintaan Pengujian

Kepada Yth.
Kepala Laboratorium Uji yang dituju
di
Kota lokasi laboratorium uji

Sehubungan dengan dilaksanakannya Pemeriksaan atas .. Tahun Anggaran ... pada .. di ..,
serta instansi terkait lainnya dengan Surat Tugas .. Nomor .. tanggal .., dengan ini kami
mengajukan permohonan pengujian laboratorium atas benda uji paket pekerjaan ... (sebutkan
paket pekerjaan yang diuji) dengan kontak Nomor .....

dengan rincian pengujian yang dibutuhkan sebagai berikut:


Uraian Sampel/Material yang akan diuji Jenis Pengujian Output yang Diperlukan
Sebutkan sampel yang akan diuji (misal Sebutkan Tingkat kepadatan aspal
sampel core drill dengan kode A1 s.d. A.10 pengujian yang Dll
(panjang aspal 300m) diperlukan (misal
..dst density, dll)

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan
terimakasih.

Ketua Tim

Nama
NIP

Subdit Litbang PDTT | 121


Lampiran 5.3

CONTOH PROSEDUR TERKAIT PENGGUNAAN TENAGA AHLI

No. Risiko Prosedur

1. Kompetensi Tenaga Perhatikan apakah profesi Tenaga Ahli tersebut terikat pada
Ahli suatu standar profesional tertentu, kode etik, keanggotaan pada
asosiasi profesi, akreditasi izin praktik, kepakaran spesifik yang
harus dimiliki, dll.

2. Kapabilitas Tenaga a. Wawancara Tenaga Ahli tentang kemampuannya untuk


Ahli melaksanakan pekerjaan dengan kondisi-kondisi khusus
misalnya seperti di lokasi geografis tertentu yang cukup sulit,
dalam jangka waktu tertentu yang cukup singkat, dan
melakukan penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki
Tenaga Ahli.
b. Observasi saat Tenaga Ahli melakukan tugasnya dengan
terlebih dahulu memiliki pemahaman mengenai proses dan
tata cara kerja Tenaga Ahli.

2. Objektivitas Tenaga a. Wawancara dengan entitas yang diperiksa tentang


Ahli kemungkinan Tenaga Ahli yang akan digunakan oleh
Pemeriksa.
b. Evaluasi bentuk-bentuk kepentingan (interest) dan hubungan
antara entitas yang diperiksa dengan Tenaga Ahli yang
mungkin akan mengganggu objektivitas Tenaga Ahli, seperti:
1) Kepentingan keuangan (financial interest) dan
2) Hubungan bisnis maupun personal .
c. Berdiskusi dengan Tenaga Ahli mengenai aturan-aturan yang
mengikat objektivitas ahli, dan kemudian evaluasi seberapa
jauh aturan-aturan tersebut mampu memitigasi risiko tidak
objektifnya Tenaga Ahli atas hasil pekerjaannya.
d. Evaluasi pengendalian intern dari Tenaga Ahli untuk
menjamin objektivitas dan kerahasiaan hasil pekerjaannya.
e. Apabila Pemeriksa mengidentifikasi adanya masalah
objektivitas, namun di satu sisi juga terdapat keterbatasan
atas Tenaga Ahli yang dapat digunakan, maka Pemeriksa
harus mendokumentasikan dalam kertas kerja
pemeriksaannya mengenai konflik kepentingan yang terjadi.
f. Minta Tenaga Ahli untuk menyampaikan representasi tertulis
tentang bentuk-bentuk konflik kepentingannya dengan
entitas yang diperiksa.

4 Kecukupan hasil a. Wawancara dengan Tenaga Ahli tentang kepakarannya.


pekerjaan Tenaga Ahli
b. Reviu kertas kerja dan laporan-laporan Tenaga Ahli.

Subdit Litbang PDTT | 122


No. Risiko Prosedur
c. Lakukan prosedur lain yang bersifat menguatkan
(corroborative) seperti:
1) melakukan observasi saat Tenaga Ahli melaksanakan
tugasnya;
2) melakukan perhitungan ulang (rekalkulasi);
3) mengkonfirmasi hal-hal yang terkait dengan pihak
ketiga;
4) melakukan prosedur analitis secara mendetail.
d. Melakukan diskusi dengan Tenaga Ahli yang lain apabila
menurut Pemeriksa hasil kerja dari Tenaga Ahli tidak sesuai
dengan bukti pemeriksaan yang lainnya.
e. Melakukan diskusi atas laporan Tenaga Ahli dengan
manajemen Pemeriksa.

4. Kualitas Tenaga Ahli a. Evaluasi relevansi dan kewajaran temuan dan kesimpulan
secara keseluruhan ahli dan konsistensinya dengan bukti-bukti pemeriksaan
yang telah dikumpulkan Pemeriksa;
b. Evaluasi asumsi signifikan dan metode khusus yang
digunakan Tenaga Ahli (bila ada);
c. Evaluasi relevansi, kelengkapan, dan akurasi sumber data
yang digunakan Tenaga Ahli (bila ada).

Subdit Litbang PDTT | 123

Anda mungkin juga menyukai