Nomor : P-002.0/XII.3.4/2021
Tanggal : 28 Januari 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Siti Zubaidah
NIP 197301131996032002
Menyetujui
Kepala Ditama Revbang
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR LAMPIRAN iv
DAFTAR TABEL ix
KATA PENGANTAR x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Panduan 4
C. Lingkup Panduan 5
E. Sistematika Penulisan 6
A. Pengantar 7
A. Pengantar 34
A. Pengantar 48
B. Perencanaan Pemeriksaan 49
C. Pelaksanaan Pemeriksaan 75
D. Pelaporan Pemeriksaan 84
A. Pengantar 87
BAB 6 PENUTUP 94
A. Pemberlakuan Panduan 94
B. Pemutakhiran Panduan 94
C. Pemantauan Panduan 94
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3.3 Matriks Pelaporan dalam Rencana Penjaminan Mutu dan Pengendalian
Pekerjaan Konstruksi
Lampiran 4.3 Contoh Prosedur Pengujian Kepatuhan atas Proses Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
Lampiran 4.4.b Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Gedung dan
Bangunan
Lampiran 4.4.c Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Bangunan Air dan
Saluran Irigasi
Lampiran 4.4.d Contoh Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi – Pekerjaan Timbunan
Lampiran 4.5.a Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik Untuk Pemeriksaan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Secara Jarak Jauh (Daring)
Lampiran 4.5.b Contoh Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik Untuk Pemeriksaan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Secara Konvensional
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 Tiang Penyangga dan Tali Bentang Sisa Ambruknya Jembatan Kutai
Kartanegara
Gambar 4 Tanggung Jawab dan Wewenang PPK dalam Penjaminan dan Pengendalian
Mutu
DAFTAR TABEL
Tabel 5 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Pengendalian pada Populasi Besar
Tabel 6 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Pengendalian pada Populasi Kecil
Tabel 7 Ukuran Uji Petik Nonstatistik untuk Pengujian Kepatuhan pada Populasi Besar
(Compliance Testing)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi ini. Tujuan dari Panduan ini untuk memberikan pedoman bagi Pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan pada tahapan pelaksanaan dari pekerjaan konstruksi. Penyusunan
Panduan ini sendiri telah melalui serangkaian proses mulai dari pemahaman literatur, diskusi
dengan pihak regulator, praktisi, dan tentunya Pemeriksa BPK sebagai pihak yang akan menjadi
pengguna utama dari Panduan ini.
Panduan ini kami rancang untuk dapat digunakan oleh semua Pemeriksa di BPK, baik yang memiliki
latar belakang di bidang teknik ataupun tidak. Panduan menekankan tentang pentingnya bagi
Pemeriksa untuk menguji pengendalian intern yang dijalankan oleh entitas sehingga Pemeriksa
dapat memberikan kesimpulan dengan keyakinan memadai mengenai kepatuhan entitas dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dengan melakukan pengujian pengendalian intern, Pemeriksa
dapat mengevaluasi bagaimana entitas memastikan Penyedia melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan apa yang diperjanjikan. Pengujian-pengujian teknis dilakukan sebagai bentuk konfirmasi
Pemeriksa akan efektivitas pengendalian intern yang dijalankan oleh entitas.
Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Panduan, kepada Bapak Anggota I dan Ibu Anggota IV atas
arahannya dalam penyusunan Panduan, serta tentunya rekan-rekan Pemeriksa yang tidak dapat
kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa Panduan ini belumlah sempurna, sehingga
kami mengharapkan adanya masukan-masukan yang membangun sebagai bahan perbaikan
berkelanjutan dari Panduan.
Kaditama Revbang
https://id.pinterest.com/pin/588564245043380112/
https://www.kintamani.id/tukad-unda-bali-bendungan-cantik
A. Latar Belakang
APBN
APBN
(triliun rupiah)
2016:
269,1 T
03 Bahkan, sejak tahun 2017, Undang-Undang APBN mengatur bahwa untuk Belanja
mendukung akselerasi pembangunan infrastruktur publik daerah, infrastruktur
pemerintah pusat memerintahkan pemerintah daerah penerima Dana daerah
Transfer Umum (DTU) untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 25% dari
Subdit Litbang PDTT | 1
DTU tersebut untuk belanja infrastruktur daerah yang terkait langsung
dengan percepatan pembangunan fasilitas publik dan ekonomi daerah.
Ditambah dengan anggaran penyediaan infrastruktur yang sudah
dialokasikan pemerintah daerah, kondisi tersebut mengakibatkan anggaran
belanja untuk pembangunan infrastruktur di daerah, terutama yang terkait
dengan pekerjaan konstruksi, juga terus meningkat.
04 Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Tujuan PBJ
Jasa Pemerintah menyatakan bahwa Pengadaan Barang/Jasa (PBJ)
bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, antara lain diukur dari aspek mutu, volume, dan waktu.
05 Di sisi lain, rentetan peristiwa kegagalan bangunan terjadi dan menyisakan Permasalahan
persoalan terkait kualitas dan tanggung jawab Penyedia dan Penggunanya. konstruksi
Salah satu insiden yang cukup mengemuka adalah ambruknya jembatan
Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur pada tahun 2011 yang mengakibatkan
puluhan orang tewas, belasan orang dilaporkan hilang, serta puluhan lainnya
terluka berat dan ringan. Hasil investigasi menunjukkan runtuhnya jembatan
diakibatkan oleh kegagalan struktur. Bahkan analisis ahli menunjukkan
bahwa perencanaan, pelaksanaan, kegiatan operasional, hingga
pemeliharaan tidak sesuai dengan kaidah jembatan bentang panjang. Di
samping itu, tim investigasi juga menemukan bahwa kualitas bahan tidak
sesuai dengan spesifikasi yang mengakibatkan klem tidak kuat menahan
beban kejut jembatan.
Gambar 2. Tiang Penyangga dan Tali Bentang Sisa Ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara
Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/4119398/horor-ambruknya-jembatan-kutai-kartanegara-sewindu-lalu
08 Data dari Forum Ahli Kontrak Pemerintah Indonesia (FAKPI) yang disajikan Tahapan
dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan Lembaga Kebijakan pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada Agustus 2020 menyatakan pekerjaan
bahwa mayoritas putusan pengadilan masalah pengadaan adalah terkait konstruksi
tahap pelaksanaan kontrak (sebesar 41%), yang diikuti oleh tahapan sering
perencanaan sebesar 21%, proses pemilihan dan pembayaran masing- disengketakan
masing sebesar 19%, serta serah terima sebesar 1%. Data tersebut sejalan
dengan tahapan yang sering dipilih Pemeriksa sebagai fokus utama dalam
penugasan pemeriksaan terkait pekerjaan konstruksi.
10 Sejak tahun 2010 sampai dengan 2020, BPK telah menerima beberapa Risiko hukum
gugatan dari Penyedia jasa konstruksi terkait denda keterlambatan, hasil dan risiko
pengujian mutu dan volume, serta cara pelaksanaan pengujian fisik. Untuk reputasi
memitigasi risiko hukum atas pemeriksaan BPK di masa yang akan datang,
13 Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut di atas dan menjamin kualitas hasil Penyusunan
pekerjaan Tenaga Ahli untuk mendukung pemeriksaan BPK, Pemeriksa perlu panduan
memperkuat strategi pemeriksaan terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi pemeriksaan
serta merancang pendekatan dan prosedur pemeriksaan yang lebih
komprehensif. Oleh karena itu, Subdirektorat Litbang PDTT menyusun
Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi untuk
memberikan gambaran strategi pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan
konstruksi termasuk prosedur untuk memastikan kualitas hasil pekerjaan
Tenaga Ahli dalam mendukung hasil pemeriksaan BPK.
B. Tujuan Panduan
14 Penyusunan Panduan ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Tujuan panduan
Pemeriksa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Dengan demikian, Pemeriksa memiliki
acuan yang sama dalam melaksanakan pemeriksaan atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi.
15 Visi BPK sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis BPK 2020-2024 Pemeriksaan
adalah menjadi Lembaga Pemeriksa tepercaya yang berperan aktif dalam pelaksanaan
mewujudkan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat pekerjaan
untuk mencapai tujuan negara. Kesamaan pemahaman ini diperlukan konstruksi
sehingga BPK dapat melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan untuk
konstruksi secara efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kepatuhan mendukung
para pihak terkait terhadap ketentuan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. pencapaian visi
Lebih lanjut, peningkatan kepatuhan dan perbaikan tata kelola pelaksanaan BPK
C. Lingkup Panduan
17 Panduan ini hanya membahas salah satu tahapan dalam proses dalam Lingkup
kegiatan konstruksi, yaitu pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Tahap panduan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang diatur dalam Panduan ini meliputi
persiapan pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan penyelesaian
(termasuk pemeliharaan) yang dilakukan melalui Penyedia dengan sumber
dana APBN/D.
Panduan juga dilengkapi dengan suplemen pengujian fisik untuk pekerjaan
terkait Jasa Marga, Cipta Karya, dan Sumber Daya Air serta pengujian fisik
yang dilakukan secara jarak jauh (virtual).
E. Sistematika Penulisan
A. Pengantar
01 Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, jasa Pengertian jasa
konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi dan
konstruksi. Sementara, pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian pekerjaan
kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, konstruksi
pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
02 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2019 menyatakan belanja modal sebagai Belanja modal
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang menurut SAP 2019
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. SAP 2019 membagi belanja
modal dalam lima kategori, yaitu:
a. Belanja tanah;
b. Belanja peralatan dan mesin;
c. Belanja gedung dan bangunan;
d. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan;
e. Belanja aset tetap lainnya; dan
f. Belanja aset lainnya
Belanja modal konstruksi terdiri dari belanja modal gedung dan bangunan, serta
belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan.
03 Sesuai UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, pihak-pihak dalam Para pihak dalam
pekerjaan konstruksi terdiri dari: pekerjaan
konstruksi
a. Pengguna Jasa, yaitu pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan
layanan jasa konstruksi; dan
b. Penyedia Jasa, yaitu pemberi layanan konstruksi, termasuk jasa konsultansi
konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.
04 Pengguna Jasa konstruksi pada sektor publik merupakan pemerintah. Tanggung Pengguna Jasa
jawab Pengguna Jasa dibagi berdasarkan masing-masing jabatan, yaitu PA/KPA,
PPK (termasuk PPTK), dan PPHP. Dalam lingkup pengelolaan APBD, fungsi PPK
dijalankan oleh jabatan dengan terminologi yang berbeda. Namun demikian,
PA MENTERI
PENGGUNA (MENTERI)
PA
• Menetapkan PPK DIRJEN
• Menyetujui anggaran TEKNIS
• Menyetujui perubahan paket
pekerjaan
SATKER
• Mengendalikan
beberapa pekerjaan KPA KPA
konstruksi (Kasatker (Kasatker
PROJECT MANAGER
PPK PPK PPK PPK PP
• Menandatangani kontrak
• Mengendalikan
pelaksanaan pekerjaan PENGAWAS PENGAWAS
• Menerima dan memeriksa
hasil pekerjaan
PENEGNDALIAN MUTU
Sumber: Permen PUPR No. 21 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
05 Tugas dan kewenangan PA sebagai Pengguna Jasa, dalam hal pelaksanaan Tugas dan,
kegiatan konstruksi, menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan kewenangan PA
Barang/Jasa Pemerintah diantaranya: sebagai Pengguna
Jasa
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja
yang telah ditetapkan;
c. menetapkan PPK;
d. menetapkan Pejabat Pengadaan;
06 KPA bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang ada di Tugas dan
dalam penguasaannya kepada PA. Pelaksanaan tanggung jawab tersebut kewenangan KPA
menurut PMK No. 190/PMK.05/2012 dilakukan dalam bentuk: sebagai Pengguna
Jasa
a. mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
b. merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa
sesuai dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
c. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian
tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
d. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan
barang/jasa sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;
e. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak
pengadaan barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah
ditetapkan;
f. merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan
keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; dan
g. melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
07 Tanggung jawab PA/KPA sebagai Pengguna Jasa terkait penjaminan mutu dan Tanggung jawab
pengendalian mutu pekerjaan konstruksi menurut Permen PUPR No. 21 Tahun PA/KPA terkait
2019 adalah: penjaminan dan
pengendalian mutu
a. menetapkan PPK;
b. membentuk dan menetapkan Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak sebelum
pelaksanaan tahapan pengukuran/pemeriksaan bersama;
c. menerima hasil pekerjaan dari PPK setelah Berita Acara Serah Terima
(BAST) Akhir Pekerjaan diterbitkan;
d. menetapkan PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap
hasil pekerjaan yang diserahterimakan; dan
e. menyerahkan hasil pekerjaan selesai kepada penyelenggara infrastruktur.
08 Penjamin Mutu pada unit organisasi merupakan unsur pendukung pada struktur Tugas dan fungsi
penyelenggara pekerjaan konstruksi dan tidak terlibat secara langsung dalam Penjamin Mutu
09 Sebagai contoh, Dirjen Bina Konstruksi di Kementerian PUPR berperan Contoh Unit Kerja
merumuskan kebijakan dan melakukan bimbingan teknis bagi pelaksanaan Penjamin Mutu
pekerjaan konstruksi di lingkungan Kementerian PUPR. Sementara, di daerah,
Dinas PU dapat melakukan pendampingan pada perangkat daerah yang
melakukan pengadaaan pekerjaan konstruksi.
10 PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang Tugas dan
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara dengan mempedomani kewenangan PPK
tanggung jawab KPA kepada PA. Tugas PPK sebagai Pengguna Jasa terkait sebagai Pengguna
pengadaan barang/jasa menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 dalam hal Jasa
pelaksanaan kegiatan konstruksi diantaranya adalah:
a. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
b. mengendalikan kontrak;
c. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
d. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan
berita acara penyerahan;
e. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
dan
f. menilai kinerja Penyedia.
11 Bentuk pengendalian PPK sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 16 Tanggung jawab
Tahun 2018 dijabarkan dalam PP No. 45 Tahun 2013 sebagaimana diubah dengan PPK terkait
PP No. 50 Tahun 2018 dan untuk pengelolaan APBN diatur dalam PMK No. pengendalian
190/PMK.05/2012, diantaranya pada saat membuat dan menandatangani SPP, pekerjaan
PPK harus menguji: konstruksi
12 Untuk memastikan ketepatan mutu, volume, dan waktu, PPK harus Pelimpahan
melaksanakan pengendalian atas pekerjaan. Pengendalian tersebut dapat wewenang
dilimpahkan kepada pengendali pekerjaan yaitu staf PPK (kemudian disebut pengendalian
Direksi Lapangan) atau kepada Penyedia Jasa Konsultansi (kemudian disebut pekerjaan
Konsultan Manajemen Konstruksi). konstruksi
13 Selain pengendalian, PPK juga bertanggung jawab atas pengawasan pekerjaan Pelimpahan
konstruksi. Pengawasan dapat dilimpahkan kepada Pengawas Pekerjaan yang wewenang
dapat dilakukan oleh staf PPK (kemudian disebut Direksi Teknis) atau kepada pengawasan
Penyedia Jasa Konsultansi (kemudian disebut Konsultan Pengawas). konstruksi
14 Jika pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh staf PPK/Konsultan yang Laporan oleh staf
ditunjuk PPK, maka staf PPK/Konsultan menyampaikan laporan kepada PPK di PPK/Konsultan
setiap tahap pekerjaan atau sesuai ketentuan dalam kontrak melalui check list kepada PPK
(daftar simak). Staf PPK/Konsultan menjalankan tugas pengawasan atau
pengendalian sebagaimana tertuang dalam kontrak atau Kerangka Acuan Kerja
(KAK) dan bertanggung jawab terhadap PPK.
Gambar 4. Tanggung Jawab dan Wewenang PPK dalam Penjaminan dan Pengendalian Mutu
Sumber: Peraturan Menteri PUPR No. 21 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
19 Kegiatan pengawasan pekerjaan konstruksi oleh PPK atau Pengawas Pekerjaan Kegiatan
meliputi: pengawasan
pekerjaan
a. memeriksa dan membuat rekomendasi terhadap penyusunan dan
konstruksi oleh
pemutakhiran RMPK Penyedia;
PPK dan/atau
b. melakukan pemeriksaan dan pengujian mutu bahan dan hasil pekerjaan; Pengawas
c. melakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap kuantitas hasil Pekerjaan
pekerjaan;
d. melakukan pengawasan terhadap jadwal pekerjaan dan metode kerja;
e. menyusun laporan terkait hasil pekerjaan yang tidak memenuhi syarat;
f. memberikan peringatan dan teguran tertulis kepada pihak Penyedia jika
terjadi penyimpangan terhadap dokumen kontrak;
g. melakukan pengawasan terhadap penerapan keselamatan konstruksi;
h. mengusulkan kepada PPK untuk menghentikan pelaksanaan pekerjaan
sementara jika Penyedia pekerjaan tidak memperhatikan peringatan yang
diberikan;
i. merekomendasikan kepada PPK untuk menolak pelaksanaan dan hasil
pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai spesifikasi;
j. melakukan pemeriksaan terhadap laporan penyedia;
k. menyusun dan menyampaikan laporan pengawasan secara periodik; dan
l. melakukan pengawasan selama masa pemeliharaan.
20 Tanggung jawab dan wewenang Panitia/Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan Tanggung jawab
(PPHP) meliputi pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan konstruksi PPHP
yang diserahterimakan dari PPK kepada PA/KPA.
21 Penyedia jasa terdiri dari dua pihak, yaitu Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi Penyedia Jasa
(Konsultan) dan Penyedia Jasa Konstruksi.
22 Penyedia jasa konsultansi konstruksi (Konsultan) adalah individu atau badan Konsultan
usaha yang memiliki keahlian dalam spesifikasi pekerjaan tertentu serta
memiliki kompetensi untuk memberi masukan teknis pada suatu proyek.
Konsultan dapat berupa Konsultan Perencana atau Pengawas. Konsultan pada
dasarnya adalah alat PPK untuk membantu dalam mengendalikan dan
mengawasi proyek konstruksi.
23 Apabila PPK menggunakan jasa konsultansi (Konsultan MK dan/atau Konsultan Program mutu
Pengawas), Penyedia Jasa Konsultansi tersebut wajib membuat Program Mutu oleh Konsultan
sebagai bentuk penjaminan mutu.
24 Konsultan MK dapat berperan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga Peran Konsultan
pengendalian proyek untuk memastikan agar komponen produktivitas utama MK
yang terdiri dari Man, Money, Machines, Materials, dan Method dapat
menghasilkan pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
25 Sementara, Konsultan Pengawas merupakan orang/badan yang ditunjuk oleh Peran Konsultan
Pengguna Jasa untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan Pengawas
konstruksi mulai dari tahap awal pelaksanaan sampai berakhirnya pekerjaan
dimaksud.
26 Sementara, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi (Penyedia) adalah orang atau Penyedia
badan hukum yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta syarat-syarat.
27 Perpres No. 16 Tahun 2018 menyatakan bahwa Penyedia wajib memenuhi Tanggung jawab
kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan serta bertanggung jawab Penyedia
atas pelaksanaan kontrak, kualitas barang/jasa, ketepatan perhitungan jumlah
atau volume, ketepatan waktu penyerahan, dan ketepatan tempat penyerahan.
28 Pengguna Jasa dan Penyedia (termasuk Konsultan) diikat dalam suatu hubungan Hubungan
kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sebagai berikut: kontraktual dan
fungsional para
a. Hubungan kontraktual
pihak dalam
Hubungan kontraktual adalah hubungan yang dijalankan berdasarkan kegiatan
kontrak/perjanjian antara para pihak. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi
konstruksi, Pengguna Jasa menjalin hubungan kontraktual dengan
Konsultan dan Penyedia. Pengguna Jasa, dhi. PPK, menjalin hubungan
kontraktual dengan Konsultan untuk menjalankan kewenangan PPK dalam
Subdit Litbang PDTT | 14
hal mengendalikan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Sementara, PPK
menjalin hubungan kontraktual dengan Penyedia untuk melaksanakan
pekerjaan konstruksi sesuai kontrak yang telah disepakati.
b. Hubungan fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan sesuai fungsi masing-masing pihak
yang terlibat dalam suatu kegiatan/proyek. Hubungan Konsultan dan
Penyedia merupakan hubungan fungsional. Dalam hal ini, Konsultan, atas
nama Pengguna Jasa, menjalankan fungsi pengawasan kepada Penyedia.
Pengawasan dapat meliputi spesifikasi teknis, mutu, volume, waktu, dan
biaya, maupun bentuk lain sebagaimana diatur dalam kontrak antara
Pengguna Jasa dengan Konsultan. Hubungan para pihak dalam kegiatan
konstruksi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 5.
- Pemerintah
Hubungan Kontraktual - Pengendalian Pelaksanaan
Pengguna Jasa - Dilaksanakan oleh PA/KPA,
Penjamin Mutu, UKPBJ, dan unit
Hubungan Fungsional/
kerja teknis, PPK/PPTK, PPHP
Komunikasi
29 Proses PBJ konstruksi mencakup tiga tahapan utama, yaitu perencanaan, Proses PBJ
persiapan, dan pelaksanaan. Panduan ini menekankan pada tahap pelaksanaan konstruksi
pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu, tahap perencanaan dan persiapan tidak
dibahas secara mendalam.
30 Mengacu pada Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Perencanaan PBJ
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, perencanaan pengadaan dimulai dari
identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, hingga penetapan cara, jadwal,
dan anggaran pengadaannya sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 6.
Sumber: https://biz.kompas.com/read/2019/11/11/185201528/perencanaan-pengadaan-yang-tepat-dorong-kualitas-pembangunan-infrastruktur,
diakses 26 Oktober 2020
31 Hasil perencanaan pengadaan yang disusun oleh PPK dan ditetapkan oleh RUP
PA/KPA, selanjutnya dituangkan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP). Untuk
keterbukaan rencana pengadaan, KPA mengumumkan RUP pada Sistem
Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) sebelum tahun anggaran berjalan.
32 Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 menyatakan bahwa RUP melalui Penyedia Isi RUP melalui
paling tidak memuat informasi tentang: Penyedia
33 RUP merupakan gambaran besar perencanaan seluruh PBJ dalam K/L/PD, Manfaat RUP bagi
termasuk di dalamnya pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang akan PA/KPA, PPK,
dilaksanakan dalam satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, selain
mendorong transparansi RUP juga dapat menjadi salah satu dokumen sumber
bagi PA/KPA dan PPK dalam kaitannya dengan pengendalian mutu, volume, dan
waktu pekerjaan konstruksi.
34 Persiapan pengadaan dilakukan oleh PPK berdasarkan RKA K/L atau RKA Lingkup persiapan
Perangkat Daerah dan Dokumen Perencanaan PBJ. Peraturan Presiden No. 16 pengadaan oleh
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan persiapan PPK
PBJ melalui Penyedia meliputi:
a. menetapkan HPS;
b. menetapkan rancangan kontrak;
c. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,
jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.
Sementara Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia menyatakan lingkup persiapan
pengadaan melalui Penyedia sebagai berikut:
a. reviu dan penetapan spesifikasi teknis/KAK;
b. penetapan Detailed Engineering Design (DED) untuk pemilihan Penyedia
pekerjaan konstruksi;
c. penyusunan dan penetapan HPS;
d. penyusunan dan penetapan rancangan kontrak; dan
e. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,
jaminan pemeliharaan, dan/atau penyesuaian harga.
35 Salah satu output dari tahapan diatas adalah rancangan kontrak yang kemudian Kontrak dan
menjadi salah satu kriteria pada tahap pelaksanaan pekerjaan. Kontrak adalah kontrak kerja
perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia yang mencakup Syarat-Syarat konstruksi
Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) serta
dokumen lain yang merupakan bagian dari kontrak. Dalam konteks konstruksi,
kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
antara PPK dengan Penyedia dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Jenis-
jenis kontrak dapat dilihat pada Lampiran 2.1.
36 Kementerian PUPR telah menerbitkan Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 tentang Pedoman SMKK
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Pedoman ini
diperuntukkan bagi pelaksanaan SMKK di Kementerian PUPR dan dapat menjadi
acuan bagi instansi pemerintah dengan penyesuaian struktur organisasi di unit
organisasi masing-masing.
37 Pedoman SMKK membagi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam tiga Tahap pekerjaan
tahapan, yaitu persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi
pekerjaan konstruksi, dan penyelesaian pekerjaan konstruksi (termasuk di
dalamnya masa pemeliharaan).
40 Tahap persiapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi melibatkan PPK, Pengendali Pihak-pihak dalam
Pekerjaan (Direksi Lapangan atau Konsultan MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi persiapan
Teknis atau Konsultan Pengawas), dan Penyedia. Rangkaian tahapan persiapan pelaksanaan
pada pekerjaan konstruksi dapat dilihat pada Gambar 7. pekerjaan
konstruksi
44 Kepala Satuan Kerja, PPK, Pengendali Pekerjaan (Direksi Lapangan/Konsultan Pihak yang terlibat
MK), Pengawas Pekerjaan (Direksi Teknis/Konsultan Pengawas), dan Penyedia dalam
bertanggung jawab untuk menjamin dan mengendalikan mutu pekerjaan pelaksanaan
konstruksi. Rangkaian tahapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi diilustrasikan pekerjaan
pada Gambar 9 dan Gambar 10 berikut. konstruksi
45 Apabila terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan Perubahan
dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak, PPK pekerjaan
bersama Penyedia dapat melakukan perubahan pekerjaan yang meliputi:
a. volume pekerjaan;
b. jenis pekerjaan;
c. spesifikasi teknis dan/atau gambar pekerjaan; dan/atau
d. jadwal pelaksanaan pekerjaan.
Apabila hal sebaliknya yang terjadi, namun PPK memerintahkan adanya
perubahan, PPK maupun Penyedia tidak boleh melakukan perubahan terkait
volume pekerjaan (perubahan terbatas pada jenis pekerjaan, spesifikasi teknis
dan/atau gambar, dan/atau jadwal).
46 Perintah perubahan pekerjaan harus dibuat secara tertulis oleh PPK kepada Perintah
Penyedia, dan dilanjutkan dengan negosiasi teknis dan harga dengan mengacu perubahan
pada ketentuan kontrak awal. Hasil negosiasi dituangkan dalam BA Negosiasi pekerjaan secara
sebagai dasar penyusunan adendum kontrak. tertulis
47 Dalam hal perubahan pekerjaan mengakibatkan penambahan harga kontrak, Batas maksimum
perubahan harga dilakukan dengan ketentuan penambahan harga kontrak akhir penambahan
tidak melebihi 10% dari harga awal kontrak dan tersedianya anggaran. harga
52 Penyedia wajib untuk menyampaikan peringatan sedini mungkin kepada Peringatan dini
Pengawas Pekerjaan atas peristiwa yang mungkin berdampak pada penundaan
penyelesaian pekerjaan. Penyedia dan Pengawas Pekerjaan wajib bekerja
sama untuk mencegah atau mengurangi dampak penundaan. Jika Penyedia lalai
untuk memberikan peringatan dini atas keterlambatan atau tidak dapat bekerja
sama untuk mencegah keterlambatan sesegera mungkin, keterlambatan ini
tidak dapat dijadikan alasan untuk memperpanjang tanggal penyelesaian
pekerjaan.
54 Perpres No. 16 Tahun 2018 menyatakan keadaan kahar sebagai suatu keadaan Keadaan kahar
yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat
diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi. Keadaan kahar tidak terbatas pada bencana alam,
bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, cuaca ekstrim, dan
gangguan industri lainnya.
55 PPK atau Penyedia wajib memberitahukan secara tertulis kepada salah satu Kewajiban
pihak tentang terjadinya keadaan kahar maksimum 14 hari kalender setelah menyampaikan
keadaan kahar, dengan disertai bukti dan hasil identifikasi kewajiban dan keadaan kahar
kinerja yang terhambat. Bukti keadaan kahar dapat berupa pernyataan resmi
instansi berwenang atau foto/video yang telah diverifikasi kebenarannya.
57 Seluruh perubahan masa pelaksanaan kontrak harus melalui proses adendum Dokumen
kontrak dengan didukung dokumen-dokumen antara lain: pendukung
perubahan masa
a. Surat peringatan Kontrak kritis (I – III);
pelaksanaan
b. Berita Acara SCM; kontrak
c. Surat permintaan perpanjangan masa pelaksanaan kontrak;
d. Hasil penelitian atas permintaan perpanjangan masa pelaksanaan kontrak;
e. Surat peringatan dini;
f. Bukti kerugian nyata dan perhitungan kompensasi;
g. Surat pemberitahuan keadaan kahar; dan
h. Pernyataan pemerintah tentang keadaan kahar, foto, video keadaan kahar.
58 Semua perubahan harus didahului dengan adendum kontrak, yang menjadi Adendum kontrak
dasar sah pelaksanaan setiap item pekerjaan. Perubahan kontrak (adendum)
dapat dilakukan berkali-kali sesuai kebutuhan, namun hal ini dapat menjadi
sinyal mengenai ketidakcermatan dalam perencanaan. Keseluruhan kondisi
yang mempengaruhi perubahan kontrak dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Gambar 11. Adendum Kontrak
61 Selain itu, dalam rangka pelaksanaan FHO, Penyedia harus menyerahkan Dokumentasi
seluruh dokumentasi terlaksana (As-Built Document) pelaksanaan pekerjaan pekerjaan dalam
yang mencakup paling sedikit dokumen sebagai berikut: rangka FHO
a. Dokumen terkait dengan mutu:
1) Laporan Uji Mutu dibuat oleh pengendali mutu;
2) Job mix design dan dan job mix formula;1
3) Uji mutu material;
4) Dokumen penjaminan mutu dan pengendalian mutu; serta
1
Job mix design diperlukan untuk menentukan layak tidaknya rencana campuran, misal dalam rangka pembuatan beton, digunakan. Sementara, job mix formula
merupakan proses pembuatan campuran dengan menggunakan hasil dari job mix design.
Subdit Litbang PDTT | 31
5) Dokumen terkait penghitungan kuantitas/volume yang disiapkan
oleh Direksi Teknis/Konsultan Pengawas.
b. Dokumen administrasi
1) Kontrak dan dokumen perubahannya, yang meliputi Contract Change
Order (CCO)/adendum, justifikasi teknis, reviu desain, new design,
penawaran item pekerjaan baru, dokumen pengadaan, spesifikasi
teknis, Show Cause Meeting, Pre-Construction Meeting, jaminan
penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pemeliharaan.
2) Dokumen kontrak lainnya;
3) Dokumen terkait dengan pelaksanaan kontrak;
4) Dokumen Pembayaran, yang meliputi SP2D, laporan kemajuan
pekerjaan/Mutual Check (MC) 0 s.d. MC 100, back up data kuantitas
dan kualitas;
5) Dokumen perhitungan penyesuaian harga;
6) Berita Acara Pemeriksaan oleh institusi/lembaga pemeriksa;
7) Laporan ketidaksesuaian dan tindak lanjut (status harus diatasi);
8) Foto-foto pelaksanaan (0% sebelum pelaksanaan, sedang
dilaksanakan, dan 100% telah dilaksanakan); dan
9) Gambar terlaksana (As-Built Drawing).
c. Dokumen-dokumen lainnya, meliputi:
1) Laporan pengelolaan lingkungan;
2) Laporan pelaksanaan keselamatan konstruksi; dan
3) Laporan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.
d. Dokumen pengoperasian dan pemeliharaan berupa manual/pedoman
pengoperasian dan perawatan/pemeliharaan.
62 Dari seluruh rangkaian tahap pekerjaan konstruksi, kontrak dapat dihentikan, Penghentian,
diputus, atau diakhiri dengan kondisi sebagaimana tercermin pada Gambar 13 pemutusan, dan
berikut. pengakhiran
pekerjaan
konstruksi
A. Pengantar
02 Konsep three lines model merupakan bentuk koordinasi manajemen risiko Three lines model
dari suatu organisasi yang membagi fungsi-fungsi dalam sebuah organisasi sebagai bentuk
menjadi model tiga lini untuk menghadapi risiko. Model tiga lini ini bekerja koordinasi
beriringan untuk memastikan efektivitas pengendalian intern dalam manajemen risiko
memitigasi seluruh risiko yang mucul dan mungkin akan muncul di kemudian
hari. Gambar 14 menunjukkan skema dari konsep Three Lines Model dari The
Institute of Internal Auditors (IIA).
Gambar 14. Three Lines Model
04 Dalam tahap pelaksanaan pekerjaan, Pengguna Jasa menghadapi berbagai Risko dalam
risiko yang dapat menghambat penyelesaian pekerjaan, atau seandainya pelaksanaan
dapat diselesaikan dengan tepat waktu, risiko terkait mutu, dan volume pekerjaan
terpasang menjadi isu yang harus diselesaikan oleh Pengguna Jasa. Untuk konstruksi
memudahkan, bab ini membagi risiko yang dihadapi Pengguna Jasa
berdasarkan sumber, yaitu internal dan eksternal.
05 Risiko internal yang dihadapi Pengguna Jasa pada pelaksanaan pekerjaan Risiko internal
kontrak konstruksi diantaranya:
a. PPK tidak memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan/atau
keahlian yang dibutuhkan. Contoh: PPK pembangunan madrasah dijabat
oleh Sarjana Agama, bukan Sarjana Teknik.
b. Jumlah atau rasio PPK tidak sebanding dengan jumlah pekerjaan
konstruksi yang ditangani dalam rentang waktu tertentu.
Contoh: satu PPK menangani puluhan atau bahkan ratusan proyek
dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda dan tersebar
lokasinya.
c. Tidak tersedianya (atau tidak handalnya) kebijakan/sistem dan prosedur
entitas untuk mengelola keseluruhan kegiatan konstruksi.
07 Risiko di atas hanyalah sebagian kecil dari risiko yang dihadapi Pengguna Semakin banyak
Jasa. Semakin banyak Pengguna Jasa dapat mengidentifikasi risiko yang risiko teridentifikasi,
mereka hadapi, semakin mudah mereka mengelola segala ketidaktepatan semakin mudah
terkait mutu, volume, dan waktu. pengelolaannya
08 Selain itu, terdapat juga risiko kecurangan yang bersifat universal, yang dapat Risiko kecurangan
terjadi di mana saja, yang tentunya juga harus diidentifikasi Pengguna Jasa. sebagai risiko
universal
09 PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Definisi dan tujuan
mendefinisikan sistem pengendalian intern (SPI) sebagai proses yang SPI
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai yang bertujuan untuk:
a. memberikan keyakinan yang memadai atas terciptanya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien;
b. keandalan pelaporan keuangan;
c. pengamanan aset negara; dan
d. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
13 Berdasarkan Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Kualifikasi PPK
Peraturan LKPP No. 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa,
disebutkan bahwa persyaratan untuk menjadi PPK diantaranya:
a. menandatangani Pakta Integritas;
b. memiliki sertifikat kompetensi di bidang PBJ;
c. berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara;
d. memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dengan
pekerjaan; dan
e. memiliki kompetensi teknis pada bidang masing-masing sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
15 Dampak merupakan konsekuensi dari terjadinya risiko, baik pada aspek Dampak risiko
finansial, reputasi, capaian kinerja, maupun tuntutan hukum. Pekerjaan
konstruksi yang tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan dapat membawa
berbagai dampak, mulai dari pemborosan karena keterlambatan pekerjaan
atau perbedaan spesifikasi sampai dengan tuntutan hukum.
16 Pengguna Jasa melakukan analisis risiko untuk mengetahui profil dan peta Analisis risiko oleh
risiko yang ada dan menggunakannya dalam proses evaluasi dan menyusun Pengguna Jasa
strategi pengelolaan risiko. Contoh matriks penilaian risiko pada Tabel 2.
Frekuensi Dampak
Kejadian
Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar
Sangat sering H H E E E
Sering M H H E E
Kadang L M H E E
Jarang L L M H E
Sangat jarang L L M H H
17 Hasil identifikasi dan penilaian risiko diwujudkan dalam risk register yang Risk register
memuat identifikasi seluruh jenis risiko, peluang, dan dampak bila risiko-
risiko tersebut terjadi. Sebagai contoh, Permen PUPR No. 20/PRT/M/2018
menyatakan pimpinan unit organisasi sampai level balai (Unit Pelaksana
teknis/UPT) dan satuan kerja pada Kementerian PUPR bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan manajemen risiko, termasuk di dalamnya
memutakhirkan risk register yang dibuat.
18 Berdasarkan hasil penilaian risiko, Pengguna Jasa menerapkan Penilaian risiko dan
pengendalian pada area-area yang berisiko tinggi terhadap pencapaian kegiatan
tujuan kegiatan konstruksi. Area berisiko yang harus mendapat perhatian pengendalian
bukan hanya pada kegiatan di mana sering terjadi permasalahan yang konstruksi
berdampak sangat besar/besar. Kegiatan yang jarang ditemukan
permasalahan tetapi memiliki konsekuensi besar, atau kegiatan dengan
banyak permasalahan tetapi memiliki konsekuensi kecil pun, harus
mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait.
19 Tanggung jawab untuk mengelola risiko pelaksanaan pekerjaan konstruksi Tanggung jawab
agar memenuhi tepat mutu, volume, dan waktu sepenuhnya berada di Pengguna Jasa
Pengguna Jasa. Selain itu, Pengguna Jasa harus memastikan bahwa dalam mengelola
Penyedia melaksanakan pekerjaannya dengan memenuhi seluruh peraturan risiko
yang berlaku (kepatuhan terhadap aturan) agar mencapai tepat mutu,
volume, dan waktu. Namun sebelum itu, manajemen harus memastikan
bahwa pekerjaan-pekerjaan konstruksi tersebut memang menghasilkan
output berupa bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya (eksistensi).
Dengan demikian, aspek keberadaan menjadi hal pertama yang merupakan
output dari suatu pelaksanaan kontrak konstruksi.
20 Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, SPI dalam tahap pelaksanaan Kegiatan
pekerjaan diarahkan pada pencapaian ketepatan mutu, volume, dan waktu. pengendalian
Para pihak melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kontrak
baik secara langsung atau melalui pihak lain yang ditunjuk.
21 Mutu adalah kesesuaian antara hasil pekerjaan dengan spesifikasi teknis dan Pengertian mutu
persyaratan lainnya dari Pengguna Jasa dalam lingkup biaya dan waktu yang
telah ditentukan.
22 Pengendalian mutu antara lain bertujuan untuk menjamin bahwa hasil Tujuan pengendalian
pekerjaan konstruksi memenuhi: mutu
24 Pengendalian mutu konstruksi pada dasarnya dilakukan pada tiga tahapan, Waktu pengendalian
yaitu: mutu
27 Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) merupakan dokumen RMPK sebagai alat
perencanaan kegiatan penjaminan dan pengendalian mutu yang disusun oleh pengendalian mutu
Penyedia dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi. Dokumen ini menjadi
acuan kegiatan pengawasan mutu pekerjaan konstruksi. RMPK bersifat
dinamis, dapat disesuaikan dengan lingkup pekerjaan dan metode
pelaksanaan dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah penyusunannya, di
mana setiap pemutakhirannya harus mendapatkan persetujuan dari kedua
belah pihak, dan setelah melalui adendum kontrak.
29 Spesifikasi merupakan salah satu bagian penting dari dokumen kontrak yang Spesifikasi sebagai
memuat segala peraturan dan ketentuan tentang bagaimana pekerjaan harus kriteria mutu
dikerjakan dan hasil akhir tertentu yang diharapkan. Spesifikasi disebut juga
dengan spesifkasi teknis atau spesifikasi umum dan dapat dilengkapi dengan
spesifikasi khusus.
30 Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Cakupan spesifikasi
Jasa Konstruksi Melalui Penyedia menjabarkan spesifikasi teknis meliputi:
a. spesifikasi bahan bangunan konstruksi;
b. spesifikasi peralatan konstruksi dan peralatan bangunan;
c. spesifikasi proses/kegiatan;
d. spesifikasi metode konstruksi/metode pelaksanaan/metode kerja; dan
e. spesifikasi jabatan kerja konstruksi.
d. Hasil-hasil pengujian;
32 Untuk memastikan ketepatan mutu, PPK harus memiliki tools atau Prosedur Kewajiban PPK
Operasi Standar (POS) untuk mengendalikan ketepatan mutu dalam dalam pengendalian
pekerjaan konstruksi, diantaranya untuk memastikan kesesuaian spesifikasi mutu
dan metode kerja; memastikan pemeriksaan dan pengujian berkala material
dilaksanakan sesuai dengan rencana pengujian pada dokumen Pemeriksaan
dan Pengujian (ITP); memastikan bahwa hold points telah dipantau, diawasi,
dan diuji oleh pihak yang berwenang dan kompeten; serta memastikan bahwa
laporan-laporan yang disampaikan Pengawas Pekerjaan kepada PPK telah
diuji sesuai kondisi yang sebenarnya.
33 Pengendalian volume merupakan upaya untuk memastikan bahwa volume Tujuan pengendalian
bahan, volume pekerjaan, pengukuran hasil, dan pekerjaan dilakukan sesuai volume
ketentuan dalam dokumen kontrak dan kaidah-kaidah teknis yang sesuai.
34 Untuk mengendalikan volume dan biaya, dapat dibentuk Tim Mutual Check Mutual Check
(Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak) yang bertugas antara lain untuk sebagai alat
memeriksa dan mengukur hasil kerja Penyedia. Pada tahap awal pengendalian
pelaksanaan kontrak, Tim Mutual Check melakukan pemeriksaan bersama volume
dengan Penyedia dan Konsultan di lapangan untuk mengecek kesesuaian
kondisi lapangan dengan gambar awal yang tercantum dalam kontrak untuk
mendapatkan MC-0. Apabila terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan
awal, pemeriksaan bersama dilakukan untuk kemungkinan adanya reviure
desain, pekerjaan tambah/kurang, CCO, atau adendum kontrak.
35 Apabila terdapat kondisi tertentu yang mengharuskan dibuatnya desain Evaluasi volume dan
ulang, PPK berdasarkan masukan Pengawas Pekerjaan (Direksi biaya atas desain
Teknis/Konsultan Pengawas) melakukan evaluasi volume dan biaya. ulang
Berdasarkan hasil perhitungan ulang ini, PPK melakukan adendum kontrak.
Hasil perhitungan ulang ini juga menjadi kelengkapan dari gambar kerja.
36 Kurva S mencerminkan rencana penyelesaian pekerjaan setiap bulan. Setiap Kurva S sebagai alat
titik dalam kurva S menunjukkan kemajuan pekerjaan yang harus dicapai pengendalian
dalam persentase dari nilai kontrak. Contoh kurva S dapat dilihat pada volume
Lampiran 3.2.
37 Perhitungan volume dilakukan atas setiap item pekerjaan, yang akan menjadi Dasar menghitung
dasar perhitungan kemajuan pekerjaan. Untuk kontrak harga satuan, kemajuan pekerjaan
kemajuan pekerjaan dihitung dengan cara mengalikan volume setiap item berdasarkan volume
pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan harga satuan masing-masing
pekerjaan. Kemudian, nilai yang diperoleh dihitung bobotnya terhadap
kontrak. Jumlah bobot dari seluruh item pekerjaan merupakan kemajuan
pekerjaan.
40 Untuk memastikan ketepatan volume PPK diantaranya harus melakukan Kewajiban PPK
penghitungan dimensi pada setiap tahap pekerjaan agar sesuai dengan yang dalam pengendalian
tertera dalam gambar kerja. Oleh karena itu, PPK harus memiliki tools atau volume
POS untuk mengendalikan ketepatan volume. Di samping itu, PPK dapat
melibatkan APIP untuk melakukan pengawasan/audit atas kemajuan
pekerjaan termasuk melibatkan pihak Penyedia untuk melakukan pengujian
ketepatan volume terpasang sebelum PPK menyetujui dokumen
pembayaran.
41 Pengendalian waktu merupakan salah satu hal yang penting karena dapat Tujuan pengendalian
berimplikasi terhadap biaya. Tujuan pengendalian waktu bagi Pengguna Jasa waktu
dalam pekerjaan konstruksi antara lain:
a. pekerjaan selesai tepat waktu;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas;
c. tidak terjadi kenaikan biaya;
d. menghindari sisa anggaran; dan
e. tidak terjadi perubahan cost benefit cost ratio.
42 Jadwal menjadi alat pengendali waktu yang umum digunakan. Jadwal juga Jadwal sebagai
menjadi dasar bagi Pengguna Jasa, Penyedia, dan Konsultan untuk: pengendali waktu
a. memantau kemajuan pekerjaan Penyedia di lapangan; dalam pekerjaan
konstruksi
b. menjadi rujukan bagi pembayaran eskalasi/de-eskalasi harga;
c. mendukung pengalokasian anggaran biaya;
- Adendum Kontrak
- Revisi DIPA, dst.
Sumber: Modul Pelatihan Ahli Pengawasan Pekerjaan, Kementerian PUPR, 2018
44 Pengendalian waktu dilakukan mulai dari PPK hingga ke PA/KPA melalui Alat pengendali
sistem monitoring, baik manual maupun terotomasi. Sebagai contoh waktu
penggunaan aplikasi untuk memantau kemajuan fisik dan pembayaran suatu
pekerjaan. Secara umum, alat pengendali waktu yang dapat digunakan antara
lain Metode lintasan kritis (CPM) berupa arrow diagram dan precedence
diagram, Diagram balok (bar chart), Kurva S (S curve), dan Diagram vektor.
Contoh-contoh alat pengendali waktu dapat dilihat pada Lampiran 3.2.
45 Untuk memastikan ketepatan waktu, PPK harus memiliki alat evaluasi atas Kewajiban PPK
ketepatan capaian kemajuan pekerjaan dengan cara memastikan bahwa dalam pengendalian
laporan-laporan yang disampaikan Pengawas Pekerjaan telah diuji sesuai waktu
progress kemajuan pekerjaan yang sebenarnya sebelum PPK menyetujui
dokumen pembayaran.
49 APIP merupakan pihak yang sangat penting untuk turut menjamin Peran APIP
terlaksananya pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. APIP harus mampu memberikan peringatan dini dan/atau
mendeteksi penyimpangan dalam proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
APIP juga menjadi andalan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas
manajemen risiko terkait dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
50 Pengawasan oleh APIP dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, Bentuk pengawasan
pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan sistem pengaduan (whistle oleh APIP
blowing system). BPK sebagai pemeriksa eksternal harus juga mengevaluasi
efektivitas pengawasan oleh APIP. Saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) telah menerbitkan Peraturan No. 3 Tahun 2019 tentang
Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh APIP di Indonesia dalam
melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan PBJ.
Contoh implementasi SPIP dan manajemen mutu pekerjaan konstruksi pada
Kementerian PUPR dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.
Sumber: Disarikan dari PermenPUPR No. 20/PRT/M/2018 tentang Penyelenggaraan SPIP di KemenPUPR
Keterangan: SNVT : Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu; UNOR : Unit Organisasi
A. Pengantar
01 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) di dalam Kerangka untuk Arti Perikatan Asurans
Perikatan Asurans menyatakan bahwa Perikatan Asurans berarti
suatu perikatan yang di dalamnya seorang praktisi menyatakan
suatu kesimpulan yang dirancang untuk meningkatan derajat
kepercayaan pengguna yang dituju (selain Pihak yang
Bertanggung Jawab) terhadap hasil pengevaluasian atau
pengukuran atas hal pokok dibandingkan dengan kriteria
B. Perencanaan Pemeriksaan
Sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/read304029/menelisik-skandal-
subkontraktor-fiktif-waskita-karya-dari-tersangka-hingga-kerugian-negara/2
13 Tiga pihak dalam pemeriksaan adalah Pihak yang Bertanggung Tiga pihak dalam
Jawab, Pengguna yang Dituju, dan Pemeriksa. Dalam perencanaan pemeriksaan
2
Pedoman Manajemen Pemeriksaan, Bab 5 paragraf 03
Subdit Litbang PDTT | 51
pemeriksaan, Pemeriksa harus secara eksplisit menyatakan siapa
saja pihak-pihak tersebut.
14 Penentuan Pihak yang Bertanggung Jawab tidak bisa terlepas dari Penentuan pihak yang
lingkup yang diperiksa. Sedari awal Pemeriksa sudah menentukan Bertanggung jawab
secara jelas siapa Pihak yang Bertanggung Jawab. SPKN
mendefinisikan Pihak yang Bertanggung Jawab sebagai pihak
yang diperiksa, yang bertanggung jawab atas hal pokok dan/atau
bertanggung jawab mengelola hal pokok, dan/atau bertanggung
jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan antara lain Presiden,
Menteri dan Kepala Daerah.
Contoh:
Apabila suatu pemeriksaaan dilakukan atas proyek konstruksi
yang bersifat lintas satuan kerja, maka Pihak yang Bertanggung
jawab adalah Kepala Daerah/Menteri atau siapapun yang menjadi
pimpinan dari pekerjaan. Namun apabila pemeriksaan dilakukan
spesifik pada dinas tertentu maka Pihak yang Bertanggung Jawab
adalah Kepala Satker terkait. Penentuan Pihak yang Bertanggung
jawab disesuaikan dengan lingkup pemeriksaan.
15 Berdasarkan SPKN, penentuan hal pokok dapat dikatakan tepat, Penentuan hal pokok
jika: dalam pemeriksaan
kepatuhan
a. dapat diidentifikasi dan memungkinkan evaluasi dan
pengukuran yang konsisten terhadap kriteria yang telah
diidentifikasi; dan
b. memungkinkan untuk diterapkan prosedur dalam
memperoleh bukti yang cukup dan tepat serta mendukung
kesimpulan guna memberikan keyakinan yang memadai.
16 Penentuan hal pokok, tujuan, dan lingkup pemeriksaan Kejelasan hal pokok
merupakan pekerjaan yang saling berkaitan. Pemeriksa harus
menyatakan secara jelas dan cermat hal pokok yang diperiksa
dengan mempertimbangkan tujuan dan lingkup pemeriksaan.
Penentuan hal pokok yang diperiksa akan menentukan langkah
selanjutnya pada tahap perencanaan, misalnya entitas yang akan
diperiksa, Pihak-pihak yang Bertanggung Jawab, kriteria yang
digunakan, dan sumber daya yang akan digunakan.
17 Semakin luas hal pokok yang diperiksa, semakin besar risiko Hubungan hal pokok
pemeriksaan yang dihadapi. Penentuan hal pokok juga akan dengan lingkup dan
berkaitan erat dengan penentuan lingkup dan populasi. populasi
18 Pemeriksa harus menyatakan dengan jelas tujuan dari Tujuan pemeriksaan dan
pemeriksaan. Dalam konteks panduan ini tujuan pemeriksaan harapan penugasan
adalah untuk menguji kepatuhan entitas dalam tahap pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, yang diantaranya untuk dapat memenuhi
tujuan tepat mutu, volume, dan waktu. Tujuan penugasan tentunya
disesuaikan juga dengan harapan penugasan.
19 Pemahaman yang tepat atas harapan penugasan akan membantu Hubungan harapan
Pemeriksa dalam menyusun strategi pemeriksaan. Sebagai penugasan dengan
contoh, apabila harapan penugasan sampai dengan menguji strategi pemeriksaan
ketepatan mutu, Pemeriksa dapat mempertimbangkan
penggunaan Tenaga Ahli pada pemeriksaan.
22 Lingkup pemeriksaan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan Faktor eskternal yang
internal. Faktor eksternal diantaranya: memengaruhi lingkup
pemeriksaan
a. Kepentingan/harapan publik atau lembaga perwakilan
(legislatif), misal atas proyek strategis atau proyek yang
bermasalah (gagal bangunan, kekurangan pembiayaan,
kecelakaan kerja, dsb);
b. Dampak pekerjaan konstruksi terhadap masyarakat;
c. Pekerjaan konstruksi dengan penggunaan keuangan negara
yang signifikan;
d. Signifikansi dari ketentuan hukum tertentu atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi;
e. Kelemahan pengendalian intern dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi;
f. Temuan ketidakpatuhan yang diidentifikasi dalam
pemeriksaan sebelumnya dan belum ditindaklanjuti; dan
g. Informasi ketidakpatuhan terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku dari kelompok masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat dan lain sebagainya.
23 Faktor internal terkait sumber daya yang harus diperhatikan Pertimbangan sumber
diantaranya, kemampuan tim untuk melaksanakan pemeriksaan daya pemeriksaan
sesuai dengan lingkup yang dipilih, misalnya terkait jangka waktu
pemeriksaan, jumlah Pemeriksa yang tersedia, kompetensi
Pemeriksa, ketersediaan Tenaga Ahli/jasa laboratorium yang
dibutuhkan untuk pengujian mutu konstruksi, ketersediaan
anggaran, dll.
24 Keterbatasan sumber daya yang dimiliki Pemeriksa harus Hubungan lingkup, risiko,
ditandingkan dengan risiko yang dihadapi, sehingga Pemeriksa dan kesimpulan
menyesuaikan lingkup pemeriksaan pada tingkat yang auditable pemeriksaan
agar Pemeriksa dapat memberikan jaminan memadai atas
kesimpulan pemeriksaannya. Lingkup pemeriksaan harus
ditentukan serinci mungkin sehingga memberikan gambaran jelas
tentang hal pokok yang diperiksa.
25 Pada panduan ini, lingkup pemeriksaan dibatasi pada tahapan Temuan pemahalan harga
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Lingkup pada tahap tidak muncul manakala
pelaksanaan pekerjaan konstruksi memberikan arti bahwa Pemeriksa tidak
Pemeriksa melakukan pengujian terkait pelaksanaan kontrak. melakukan pengujian
Pada lingkup ini, maka tidak akan ada temuan pemahalan harga, pada tahap perencanaan
PBJ
26 Hal pokok yang diperiksa dan kriteria pemeriksaan saling Hubungan hal pokok dan
berkaitan dan harus konsisten. Oleh karena itu, mengidentifikasi kriteria pemeriksaan
kriteria pemeriksaan yang sesuai mungkin membutuhkan proses
yang berulang. Saat melakukan pemeriksaan atas suatu hal
pokok, Pemeriksa harus memastikan terdapat kriteria
pemeriksaan yang sesuai.
27 Kriteria adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai hal pokok Kriteria
yang sedang diperiksa. Kriteria merupakan hal yang utama dalam
pemeriksaan kepatuhan karena tujuan utama dari pemeriksaan
kepatuhan adalah menilai kepatuhan entitas terhadap atas kriteria
tertentu.
Contoh:
a. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. UU No. 2 tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi;
d. PP No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara;
e. PP No. 45 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN;
f. PP No. 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
g. Perpres No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah;
h. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2019 Tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia;
i. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 Tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi;
j. PMK No. 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pelaksanaan APBN;
k. Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia;
l. Aturan-aturan Kemendagri;
m. Dokumen kontrak beserta adendum; dan
n. Peraturan lain-lain yang relevan.
3
Susanto, Hendra, 2020, Peningkatan Kompetensi Profesional Pemeriksa BPK Dalam Melakukan Pemeriksaan
Infrastruktur, paparan Anggota I BPK dalam Pembekalan Sertifikasi Certified State Finance Auditor
Subdit Litbang PDTT | 55
28 Pemeriksa memastikan apakah ketentuan yang disusun atau Pertimbangan dalam
ditetapkan oleh Kementerian PUPR sebagai kementerian teknis pemilihan kriteria
yang membidangi jasa konstruksi juga berlaku pada pelaksanaan
konstruksi yang dilakukan oleh K/L/PD. Apabila K/L/PD tidak
mempedomani ketentuan-ketentuan dari Kementerian PUPR
maka Pemeriksa memastikan terlebih dulu aturan-aturan yang
melandasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang dijalankan
oleh masing-masing K/L/P/D. Pada dasarnya aturan-aturan
terkait mencerminkan pengendalian dari pelaksanaan pekerjaan
konstruksi. Ketidakjelasan acuan aturan yang digunakan
mencerminkan kelemahan pengendalian.
31 Selain sebagai input untuk penilaian risiko, hasil pemahaman Penuangan hasil
entitas nantinya akan dituangkan dalam LHP pada bagian yang pemahaman entitas pada
menyajikan Gambaran Umum Entitas. LHP
32 Pemeriksa mencari informasi hanya yang relevan dengan Pemahaman entitas yang
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Informasi yang relevan relevan akan memberikan
dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi akan mendukung potret utuh atas
Pemeriksa dalam menyajikan “potret” yang utuh atas pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan
pekerjaan konstruksi pada lingkup pemeriksaan yang diperiksa. konstruksi
35 Sistem informasi saat ini sudah semakin tersedia dan mudah Contoh pemanfaatan
diakses, salah satunya yang dapat dimanfaatkan Pemeriksa sistem informasi RUP
adalah SiRUP. Perpres No. 16 Tahun 2018 pasal 22 menyatakan
bahwa pengumuman RUP dilakukan melalui SiRUP. Pemeriksa
Subdit Litbang PDTT | 57
dapat memanfaatkan Informasi dalam SiRUP untuk melakukan (SiRUP) untuk prosedur
prosedur analitis awal yang dapat mendukung pemahaman analitis awal
entitas.
Contoh:
- Pemeriksa dapat mengakses SiRUP dan kemudian nantinya
membandingkannya dengan daftar kontrak yang diberikan
oleh Penyedia. Hal ini dapat membantu Pemeriksa untuk
mengetahui seluruh pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan
dalam satu tahun anggaran, dan memastikan bahwa seluruh
pekerjaan konstruksi yang menjadi lingkup pemeriksaan
telah disampaikan kepada Pemeriksa. Perbedaan-perbedaan
yang terjadi dapat didalami lebih lanjut oleh Pemeriksa.
- RUP memuat jadwal rencana pemanfaatan barang/jasa,
perkiraan pelaksanaan kontrak dan jadwal pemilihan
Penyedia. Pemeriksa dapat memanfaatkan informasi
tersebut untuk melihat pada periode mana pekerjaan
konstruksi mungkin banyak harus diselesaikan. Banyaknya
jumlah pekerjaan konstruksi yang harus diselesaikan pada
satu periode tertentu mungkin akan berdampak pada
melemahnya pengendalian oleh PPK atas masing-masing
pekerjaan.
36 Pemahaman atas SPI bertujuan agar Pemeriksa bisa melihat Tujuan pemahaman SPI
desain pengendalian yang diterapkan oleh Pengguna Jasa dalam
pelaksanaan kegiatan konstruksi sehingga dapat dilaksanakan
secara tepat waktu, tepat mutu, dan tepat volume.
37 Sebagaimana telah disebutkan pada Bab 3, SPI pemerintah secara SPI dalam PBJ dan
umum telah diatur dalam PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP. pelaksanaan pekerjaan
Sementara, pengendalian intern pada proses PBJ pada dasarnya konstruksi
diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah.
Khusus pada tahapan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, SPI
dituangkan dalam berbagai peraturan terkait, misal dalam
Permen PUPR maupun implisit termuat dalam kontrak. Selain itu
entitas juga mungkin telah menyusun berbagai peraturan internal
dan Prosedur Operasional Standar (POS) sebagai bentuk
pengendalian dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
38 Dalam memahami SPI entitas, data dan informasi yang dibutuhkan Input pemahaman SPI
antara lain:
a. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem
pengendalian intern entitas;
39 Pemeriksa harus menguji keandalan pengendalian intern dan Pengujian SPI dan
menilai apakah struktur pengendalian yang ada dapat mencegah manfaatnya bagi
atau mendeteksi ketidakpatuhan material termasuk juga Pemeriksa
mencegah kecurangan serta secara simultan memperbaiki
ketidakpatuhan yang terdeteksi. Pengujian pengendalian meliputi
pengujian kecukupan desain dan implementasi pengendalian
intern. Hasil dari pengujian pengendalian akan membantu
Pemeriksa menentukan tingkat keyakinan, sifat, waktu, dan
lingkup prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
43 Pemeriksa juga dapat melakukan penelaahan atas dokumen dan Menelaah dokumen dan
catatan terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Telaah catatan
dokumen akan saling mengonfirmasi dengan hasil wawancara.
Contoh:
Pemeriksa melakukan telaah atas laporan mingguan yang
disampaikan oleh Pengendali Pekerjaan kepada PPK. Tidak
berhenti pada laporan tersebut, namun Pemeriksa perlu
memastikan bahwa PPK memeriksa dan melakukan analisis atas
laporan-laporan yang disampaikan kepadanya. Begitupun juga
pada kurva S, Pemeriksa melaksanakan prosedur untuk
45 Komponen pengendalian intern yang diuji adalah pemenuhan dan Komponen pengendalian
implementasi komponen pengendalian intern sebagaimana diatur yang diuji Pemeriksa
dalam PP No. 60 Tahun 2008 (lihat Lampiran 4.1), serta
pengendalian intern terkait proses pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.
49 Setelah Pemeriksa memahami proses bisnis dan risiko yang Identifikasi area kritis
melekat pada setiap proses, kemudian mengevaluasi
pengendalian intern yang diterapkan Pengguna Jasa untuk
memitigasi risiko tersebut, pada tahap selanjutnya Pemeriksa
mengidentifikasi area-area dengan sisa risiko ketidakpatuhan
yang tinggi yang akan berdampak pada ketidaktepatan mutu,
volume, dan waktu, termasuk yang bersifat kecurangan yang akan
menjadi fokus pemeriksaan.
51 Tabel 4 berikut mengilustrasikan pengaruh dari risiko bawaan dan Pengaruh risiko bawaan
risiko pengendalian terhadap risiko ketidakpatuhan material: dan risiko pengendalian
Risiko
Risiko
Risiko Bawaan Ketidapatuhan
Pengendalian
Material
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4778143/polisi-sebut-
akan-ada-tersangka-korupsi-kasus-sdn-gentong-ambruk
Risiko bawaan
Untuk kasus di atas, dengan pertimbangan profesionalnya
Pemeriksa mungkin menilai risiko bawaan dari renovasi atap
berada pada tingkat moderat karena jenis pekerjaan sederhana,
dan salah satunya dengan mengasumsikan latar belakang
pendidikan dan pengalaman PPK juga memadai untuk
mengendalikan pekerjaan.
Risiko pengendalian
Kemudian terkait risiko pengendalian, dari contoh kasus dapat
dilihat bahwa PPK melakukan pengecekan fisik sebelum serah
terima (PPK mengetahui bahwa kualitas atap buruk). Kondisi ini
Sumber: https://jatim.suara.com/read/2019/11/06/214707/insiden-ambruknya-atap-sd-
gentong-polsek-pasuruan-telah-periksa-10-saksi
53 Uji petik (sampling) pemeriksaan adalah penerapan prosedur Definisi dan Risiko Uji
pemeriksaan terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam Petik
populasi yang relevan di mana semua unit uji petik memiliki
peluang yang sama untuk dipilih untuk memberikan dasar
memadai bagi Pemeriksa untuk menarik kesimpulan tentang
populasi secara keseluruhan4.
54 Populasi adalah keseluruhan set data yang merupakan sumber Kaitannya tujuan dan
dari suatu sampel yang dipilih dan Pemeriksa bertujuan untuk prosedur pengujian
menarik kesimpulan dari keseluruhan set data tersebut5. Tujuan dengan populasi
pengujian dan penentuan prosedur pengujian akan menentukan
populasi yang relevan.
Contoh:
- Pemeriksa ingin melakukan pengujian bahwa setiap BAST
PHO disertai dengan laporan hasil pengawasan yang telah
ditandatangani PPK. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan
adalah inspeksi atas dokumen BAST pada pekerjaan-
pekerjaan yang telah PHO. Populasi dari pengujian ini adalah
seluruh dokumen BAST PHO.
4
SA 530, Sampling audit https://docplayer.info/51782421-Standar-audit-sa-530-sampling-audit.html
5
SA 530, Sampling audit https://docplayer.info/51782421-Standar-audit-sa-530-sampling-audit.html
Subdit Litbang PDTT | 65
- Pemeriksa ingin melakukan pengujian bahwa PPHP telah
menandatangani seluruh Berita Acara Pemeriksaan
Administratif atas pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang
telah diserahterimakan kepada PA/KPA. Prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan adalah inspeksi atas
dokumen BA pemeriksaan administratif. Populasi dari
pengujian ini adalah seluruh BA pemeriksaan administratif
atas keseluruhan pekerjaan yang telah diserahterimakan
kepada PA/KPA. BA pemeriksaan administratif menjadi unit
uji petik dari populasi.
55 Agar uji petik efektif, Pemeriksa terlebih dahulu memastikan Kelengkapan populasi
bahwa keseluruhan unit uji petik telah masuk ke dalam populasi.
Untuk mengonfirmasi kelengkapan populasi Pemeriksa dapat
melakukan cross check kepada sumber data yang lain misalnya
data PBJ konstruksi yang terdapat di SiRUP, daftar aset tetap, dll.
56 Penggunaan uji petik memiliki risiko bahwa kesimpulan Risiko Uji Petik dan
Pemeriksa yang didasarkan pada uji petik berbeda dengan Nonuji Petik
kesimpulan apabila prosedur pemeriksaan yang sama diterapkan
pada keseluruhan populasi. Sedangkan risiko nonuji petik adalah
risiko kesalahan kesimpulan pemeriksaan yang bukan disebabkan
oleh uji petik misalnya disebabkan oleh kesalahan prosedur
pemeriksaan. Dengan melaksanakan prosedur uji petik yang
benar, Pemeriksa dapat memitigasi risiko uji petik sebagaimana
diungkap di atas. Langkah/prosedur uji petik dapat dilihat pada
Gambar 20.
Gambar 20. Langkah Uji Petik
2. Pelaksanaan
a. Penentuan ukuran sampel
b. Pemilihan sampel
c. Pengujian sampel
3. Evaluasi
a. Evaluasi hasil sampel
b. Pendokumentasian
58 Baik metode statistik maupun nonstatistik memiliki risiko, oleh Jaminan pada uji petik
karenanya AICPA menyatakan bahwa tidak ada alasan konseptual statistik dan nonstatistik
yang menyatakan bahwa sampel nonstatistik akan memberikan
jaminan (assurance) yang berbeda dengan sampel statistik,
selama proses sampling direncanakan dengan baik dan dengan
jumlah yang komparabel6.
Suatu metode nonstatistika yang didesain dengan tepat dan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti halnya dalam metode
statistika akan dapat menghasilkan hasil yang efektif pula,
walaupun tidak dapat secara eksplisit menyajikan risiko uji petik,
tingkat keyakinan, dan presisi atas hasil sampel.
59 Sesuai dengan metodologi pemeriksaan (apapun jenis Uji petik diterapkan pada
pemeriksaannya), Pemeriksa melakukan dua jenis pengujian yaitu pengujian pengendalian
pengujian pengendalian dan kemudian pengujian substantif. Pada (control testing) dan
pemeriksaan kepatuhan pengujian pengendalian disebut kepatuhan (compliance
pengujian pengendalian atas kepatuhan (untuk kemudahan testing)
selanjutnya tetap digunakan terminologi pengujian pengendalian),
dan pengujian substantif disebut sebagai pengujian kepatuhan.
Pengujian secara uji petik diterapkan pada kedua jenis pengujian
tersebut
60 Uji petik pada pengujian pengendalian disebut sebagai attribute Attribute sampling pada
sampling, karena pengujian diarahkan pada atribut-atribut pengujian pengendalian
pengendalian yang dijalankan entitas. Penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dinyatakan dalam jumlah keterjadian
bukan nilai moneter.
Pengendalian yang sama seharusnya diterapkan pada semua
pekerjaan konstruksi yang mengikuti aturan tertentu (misal
menggunakan tata cara sesuai Permen PUPR No. 21 Tahun 2019)
tanpa memandang besarnya nilai pekerjaan konstruksi. Oleh
karena itu tidak relevan apabila Pemeriksa melakukan pengujian
6
AICPA, Audit Guide Audit Sampling paragraph 2.28
Subdit Litbang PDTT | 67
pengendalian hanya pada pekerjaan-pekerjaan dengan nilai besar
atau berdasarkan karakteristik tertentu.
61 Dalam melakukan uji petik untuk pengujian pengendalian, Risiko uji petik dalam
Pemeriksa menghadapi dua risiko berikut: pengujian pengendalian
62 Dari paragraf di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya Tingkat keyakinan pada
pengujian atas pengendalian untuk mencegah risiko salah pengujian pengendalian
pemberian kesimpulan (pemeriksaan tidak efektif). Pengujian (control testing)
pengendalian menjadi sumber bukti utama bagi Pemeriksa untuk
menentukan apakah pengendalian intern berjalan efektif, oleh
karenanya untuk memitigasi overreliance risk, Pemeriksa
menetapkan tingkat risiko yang rendah atas kemungkinan
overreliance terhadap pengendalian (low risk of overreliance).
Untuk itu, biasanya pengujian atas pengendalian didesain pada
tingkat risk of overreliance 5%-10%, atau untuk mencapai tingkat
kepercayaan (confidence level) 90%-95%* (komplementer)
*Terdapat kesepakatan umum bahwa tingkat jaminan yang memadai
diperoleh pada tingkat keyakinan 90-95%.7
63 Penentuan ukuran uji petik mengikuti metode uji petik yang dipilih. Penentuan ukuran uji
Penentuan ukuran uji petik secara statistik dalam pengujian petik secara statistik
pengendalian dapat diperoleh secara terstruktur dari tabel
statistik.
64 Penentuan ukuran uji petik dengan metode nonstatistik akan Penentuan ukuran uji
banyak mengandalkan pertimbangan profesional Pemeriksa petik secara nonstatistik
(walaupun pertimbangan profesional juga diterapkan pada uji
7
AICPA, Government Auditing Standards and Single Audit paragraph 11.77
Subdit Litbang PDTT | 68
petik secara statistik). Berdasarkan pertimbangan profesionalnya,
Pemeriksa menentukan sendiri ukuran uji petik.
Sebagai salah satu referensi, Panduan menyajikan penentuan
ukuran uji petik secara nonstatistik yang diterapkan oleh AICPA,
sebagaimana disajikan dalam tabel 5 yang menyajikan ukuran uji
petik untuk pengujian pengendalian secara nonstatistik pada
populasi besar (>250). Walaupun ukuran uji petik ditentukan
dengan cara nonstatistik, namun dapat dilihat dari tabel bahwa
Pemeriksa tetap mempertimbangkan beberapa parameter yang
relevan sehingga dapat mengurangi bias yang terjadi. Sebagai
informasi tambahan, ukuran uji petik ini digunakan oleh AICPA
untuk pemeriksaan kepatuhan atas program “Grants” dari
pemerintah federal kepada publik8. Dengan pertimbangan bahwa
program ini sangat penting, AICPA menerapkan kebijakan zero
expected deviation rate 9.
65 Tabel 5 Ukuran Uji Petik Nonstatistik Pengujian Pengendalian Pada Tabel ukuran uji petik
Populasi Besar nonstatistik untuk
pengujian pengendalian
Signifikansi Pengendalian dan Jumlah Sampel Minimum
pada populasi besar
Risiko Bawaan 0 Deviation Expected (>250)
Pengendalian sangat signifikan 60
dan risiko bawaan tinggi
Pengendalian sangat signifikan
dan risiko bawaan terbatas
atau 40
Pengendalian moderat dan risiko
bawaan tinggi
Pengendalian moderat 25
dan risiko bawaan terbatas
Sumber: Table 11-1, AICPA Government Auditing Standards and Single Audits
8
Informasi mengenai program Grants dapat dilihat pada https://www.grants.gov/web/grants/learn-grants/grants-101.html
9
Expected population deviation rate adalah dugaan tingkat penyimpangan yang ada di populasi. Pemeriksa dapat menggunakan nilai
expected population deviation rate dari hasil pemeriksaan sebelumnya apabila tidak terdapat perubahan mayor pada pengendalian intern
atau melalui piloting uji petik. Bersama dengan confidence level (tingkat keyakinan bahwa pengendalian intern efektif), dan tolerable
deviation rate (tingkat penyimpangan dalam uji petik yang masih dapat diterima Pemeriksa untuk meyakini pengendalian efektif), expected
population deviation rate akan menentukan ukuran sampel secara statistik-namun ketiga konsep ini juga harus dipertimbangkan ketika
menentukan ukuran uji petik secara nonstatistik.
Subdit Litbang PDTT | 69
67 Tabel 6 Ukuran Uji Petik Nonstatistik Pengujian Pengendalian Pada Tabel ukuran uji petik
Populasi Kecil nonstatistik untuk
pengujian pengendalian
Ukuran Populasi Jumlah Sampel Minimum
pada populasi kecil (<250)
4 2
12 2-4
24 3-8
52 5-9
Sumber: Table 11-3 AICPA Government Auditing Standards and Single Audits
68 Untuk ukuran populasi antara 52 - 250 item, AICPA Best practices penentuan
memberlakukan aturan praktis (rule of thumb), untuk mengambil ukuran uji petik pada
ukuran uji petik sebanyak 10% dari populasi10. Sebagai referensi populasi kecil
lain, untuk populasi kecil IDI memberikan rule of thumb ukuran
sampel minimal sebesar 10-15% dari populasi11 .
69 Referensi ukuran uji petik di atas bersifat tidak mengikat, Pertimbangan profesional
Pemeriksa tetap menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam penentuan ukuran
dalam menentukan ukuran uji petik yang memadai. uji petik
10
AICPA, Government Auditing Standards and Single Audits, paragraf 11.87
11
IDI, ISSAI Implementation Handbook, 2018
Subdit Litbang PDTT | 70
Contoh:
Macam-macam pengendalian dalam pekerjaan konstruksi telah
dijelaskan pada bab 3, diantarnya dengan melakukan rapat PCM,
Pemeriksaan awal (MC-0), pemantauan pekerjaan melalui S
Curve, Laporan-laporan harian, mingguan, bulanan dari
Pengawas Pekerjaan kepada PPK, pengecekan fisik oleh PPK, dan
lain-lain.
Berdasarkan analisis Pemeriksa, pengecekan fisik menjadi salah
satu kontrol yang sangat signifikan bagi PPK untuk memastikan
seluruh laporan pengendalian dan pengawasan yang disampaikan
kepadanya memberikan fakta yang sesuai di lapangan. Di sisi lain,
risiko bawaan pada pengendalian ini juga tinggi diantaranya
karena kesibukan PPK di mana pekerjaan PPK bersifat tambahan
sehingga PPK harus juga membagi waktu dengan pekerjaan
utama, lokasi geografis pekerjaan yang tersebar, kurangnya
kompetensi teknis PPK dalam mengevaluasi hasil-hasil laporan
Pengendali dan Pengawas, dan lain-lain. Oleh karena itu,
Pemeriksa memutuskan bahwa pengecekan fisik oleh PPK
menjadi salah satu fokus dalam pengujian pengendalian.
71 Penentuan ukuran uji petik pada pengujian kepatuhan (compliance Faktor yang
testing) ditentukan oleh tingkat risiko ketidakpatuhan material memengaruhi ukuran uji
yang tersisa setelah Pemeriksa melakukan serangkaian petik pada pengujian
pengujian pengendalian (bisa juga dilengkapi dengan prosedur kepatuhan (compliance
lain seperti prosedur analitis, dan lain-lain). Apabila berdasarkan testing)
pengujian Pemeriksa menyimpulkan:
a. Pengendalian dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi
efektif, maka Pemeriksa dapat menyimpulkan bahwa risiko
ketidakpatuhan material berada pada level rendah sampai
sedang, sehingga ukuran sampel pengujian substantif dapat
dikurangi; dan
b. apabila sebaliknya yang terjadi maka Pemeriksa menilai
risiko ketidakpatuhan material berada pada level sedang
sampai tinggi, dan ukuran sampel pengujian substantif
menjadi lebih besar.
72 AICPA sebagaimana disajikan dalam Tabel 7 berikut memberikan Tabel ukuran sampel
referensi ukuran uji petik minimum untuk pengujian kepatuhan pengujian kepatuhan
pada berbagai tingkat risiko ketidakpatuhan material yang tersisa pada populasi besar
untuk pengujian dengan populasi besar (> 250). Pengujian sampel (>250)
pada populasi kecil (<250) mengikuti referensi pada tabel 6 di atas.
73 Pemilihan uji petik secara statistik berarti Pemeriksa dapat Pemilihan uji petik secara
secara sistematis menghindari bias, dengan menggunakan statistik
metode pemilihan secara random misalnya simple random atau
systematic sampling.
Untuk memudahkan, Pemeriksa dapat menggunakan aplikasi
untuk melakukan pemilihan uji petik secara statistik.
74 Salah satu metode uji petik nonstatistik yang dapat digunakan Contoh pemilihan uji petik
adalah haphazard sample. Metode ini merepresentasikan upaya secara nonstatistik -
Pemeriksa untuk menghindari bias yang disengaja namun tanpa Haphazard sample
menggunakan cara yang terstruktur (tidak dengan menggunakan
tabel random). Menghindari bias berarti Pemeriksa mengabaikan
alasan kenapa satu unit dipilih atau tidak dipilih. Pemeriksa
memilih unit-unit uji petik tanpa memperhatikan nilai kontrak,
lokasi aset, kompleksitas aset, dan lain-lain. Risiko dari metode
ini adalah kemungkinan munculnya bias tanpa disadari oleh
Pemeriksa. Misalnya hasil pemilihan hanya berisikan unit uji petik
dari nilai kontrak lebih dari Rp1 miliar.
75 Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk Stratified sampling
menekan bias adalah dengan sebelumnya mengelompokkan
pekerjaan-pekerjaan konstruksi dalam satu kelompok
berdasarkan karakteristik tertentu, yang disebut dengan strata
(disebut juga stratified sampling). Kemudian dari setiap strata
akan dipilih unit-unit uji petik yang akan diuji.
Contoh:
Pemeriksa membagi strata pekerjaan konstruksi berdasarkan
nilai kontrak yang besar, sedang, dan kecil. Alternatif lain,
Pemeriksa membuat strata berdasarkan tiap-tiap PPK yang
menjadi penanggung jawab pekerjaan, strata berdasarkan lokasi
pekerjaan, dan lain-lain. Kemudian dari masing-masing strata
12
AICPA, Government Auditing Standard and Single Audits paragraph 11.77
Subdit Litbang PDTT | 72
Pemeriksa melakukan pemilihan unit uji petik misalnya
menggunakan metode haphazard.
Tata cara uji petik lebih lanjut dapat mengacu pada Juknis Uji Petik
yang berlaku.
76 Sesuai SPKN, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli dari Penggunaan Tenaga Ahli
luar BPK jika teknik, metode, atau keterampilan khusus tidak
tersedia dalam tim atau organisasi. Tenaga Ahli dari luar BPK
dapat digunakan diantaranya untuk melakukan pengujian mutu
dan volume pekerjaan konstruksi. Ketika berencana
menggunakan Tenaga Ahli dari luar BPK, Pemeriksa perlu
mengevaluasi independensi, kompetensi, kemampuan, dan
objektivitas Tenaga Ahli tersebut.
START
Harapan Ya
Tidak
Risiko
Ketidakpatuhan
Harapan Ya Material ? Menggunakan pemeriksa
Penugasan: Indikasi yang memiliki kompetensi
Tepat Volume Kecurangan? Rendah dan latar belakang teknik
Tidak
Tinggi
Harapan Penugasan:
Tepat Mutu
Menggunakan Ahli
Sumber: Kajian Penggunaan Tenaga Ahli Dalam Pemeriksaan Konstruksi, BPK 2019
Harapan
RKM Asas Biaya Manfaat Strategi Pemeriksaan
Penugasan
Keberadaan Rendah Manfaat < biaya Tenaga Ahli Pemeriksa reguler
Tepat volume Rendah Manfaat < biaya Tenaga Ahli Pemeriksa yang memiliki
kompetensi dan latar belakang
teknis
Tepat mutu Rendah- Manfaat > biaya Tenaga Ahli Pemeriksa dapat
Sedang menggunakan Tenaga Ahli
Tepat mutu Sedang- Manfaat > biaya Tenaga Ahli Pemeriksa dapat
dan/atau Tinggi menggunakan Tenaga Ahli
Tepat volume
80 Dari gambar dan tabel di atas dapat diuraikan apabila harapan Penggunaan Pemeriksa
penugasan hanya pada keberadaan konstruksi dan disertai tanpa latar belakang
dengan risiko ketidakpatuhan material yang rendah, maka pendidikan atau
manfaat penggunaan Tenaga Ahli akan lebih kecil dibandingkan pengalaman konstruksi
biaya terkait. Oleh karena itu, pengujian fisik yang bersifat teknis dalam pemeriksaan
82 Namun, apabila harapan penugasan adalah untuk menguji Penggunaan Tenaga Ahli
ketepatan mutu, berapapun risikonya maka manfaat penggunaan konstruksi dalam
Tenaga Ahli menjadi lebih besar daripada biaya terkait. Hal ini pemeriksaan
diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya perdebatan dengan
entitas terkait kompetensi Pemeriksa.
Selain itu, terkait pegujian volume yang disertai dengan risiko
ketidakpatuhan material yang sedang-tinggi maka sebaiknya
Pemeriksa juga menggunakan Tenaga Ahli (manfaat yang
diperoleh masih lebih besar daripada biaya terkait).
Contoh:
Menguji mutu beton, menguji volume pekerjaan-pekerjaan yang
tidak kasat mata seperti pada pondasi, kolom, dll.
Pada pengujian-pengujian mutu atau volume atas pekerjaan yang
tidak kasat mata seringkali Pemeriksa hanya mampu melakukan
pembuktian sebatas dokumentasi, sehingga apabila harapan
penugasan meminta pengujian mutu dan/volume atas pekerjaan
yang tidak kasat mata, maka harus diperkuat dengan penggunaan
Tenaga Ahli.
C. Pelaksanaan Pemeriksaan
85 Untuk mengafirmasi dugaan yang diperoleh Pemeriksa atas Prosedur pengujian fisik
efektivitas pengendalian, Pemeriksa diantaranya dapat mempertimbangkan
menerapkan prosedur pengujian fisik untuk melihat eksistensi kondisi dan ketentuan
pekerjaan dan/atau termasuk melakukan pengujian fisik untuk yang berlaku
menguji ketepatan mutu, volume, dan waktu.
Lampiran 4.4 memuat beberapa contoh prosedur pengujian fisik
pekerjaan konstruksi, khususnya untuk konstruksi jalan dan
kesepakatan cara pengambilan sampel benda uji. Dalam
penerapan contoh ini, Pemeriksa mempertimbangkan kondisi dan
ketentuan yang berlaku dan dipedomani Pengguna Jasa (misal
keberlakuan SNI dan adopsi atau adaptasi ketentuan dari
kementerian teknis terkait pada K/L/PD).
86 Untuk menghindari adanya perselisihan terkait hasil pengujian Berita Acara Kesepakatan
fisik terkait mutu dan volume, maka Pemeriksa Pengujian Fisik
mengomunikasikan terlebih dahulu tata cara pengujian fisik yang
akan dilakukan kepada entitas dan Penyedia. Komunikasi ini
dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik.
87 Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik memuat metodologi Isi dan manfaat Berita
pemeriksaan lapangan, metode pengambilan sampel, cara Acara Kesepakatan
perhitungan, alat yang digunakan, dan hal-hal lain yang terkait Pengujian Fisik
dengan pelaksanaan pengujian serta disepakati dan
ditandatangani oleh semua pihak, yaitu Pemeriksa, PPK proyek
konstruksi yang diperiksa, Penyedia, Pengawas Pekerjaan, dan
Kepala Satuan Kerja. Pelibatan Inspektorat sebagai saksi
mempertimbangkan lokasi proyek konstruksi dan penugasan dari
Inspektorat dalam K/L/PD.
Berita Acara ini diperlukan untuk menghindari perselisihan
(dispute) yang dapat timbul apabila Pengguna Jasa atau Penyedia
89 Setelah melakukan pengujian fisik, Pemeriksa menyusun Berita Berita Acara Hasil
Acara Hasil Pengujian Fisik. Berita Acara minimal memuat Pengujian Fisik
informasi terkait tanggal pelaksanaan pengujian, pihak yang ikut
dalam pengujian fisik, item pekerjaan yang diuji serta hasil
pengujian, termasuk foto dokumentasi pelaksanaan pengujian.
Berita acara ini ditandatangani oleh Pemeriksa, PPK, Penyedia,
dan Pengawas Pekerjaan. Contoh Berita Acara Hasil Pengujian
Fisik terdapat pada Lampiran 4.6.
90 Pemeriksa memberikan kesempatan kepada PPK, Pengawas Data tambahan dan bukti
Pekerjaan, dan Penyedia untuk menanggapi hasil pengujian fisik. pendukung lain untuk
Pemeriksa meminta data tambahan dan bukti pendukung dari PPK menanggapi hasil
dan Penyedia apabila mereka menyatakan tidak bersepakat penghitungan
dengan hasil penghitungan.
92 Pemeriksa dituntut untuk beradaptasi dengan era baru di mana Adaptasi metode
pemeriksaan akan lebih banyak memanfaatkan teknologi pemeriksaan baru
informasi dan big data analytics melalui metode pemeriksaan
yang dapat dilaksanakan secara jarak jauh atau daring.
95 Berikut ini adalah beberapa prosedur pemeriksaan jarak jauh Pengujian fisik dalam
yang dapat diterapkan sesuai kondisi. pemeriksaan secara jarak
jauh
Pengujian Fisik Jarak Jauh
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi saat ini,
Pemeriksa dapat melakukan pengujian fisik atas pelaksanaan
pekerjaan konstruksi secara jarak jauh atau daring. Media yang
dapat digunakan antara lain:
a. Video call
Melalui video call, Pemeriksa dapat melihat keberadaan dan
kondisi pekerjaan konstruksi yang kasat mata. Namun,
Pemeriksa harus memastikan bahwa konstruksi yang
ditunjukkan oleh entitas adalah fisik aset yang benar ingin diuji
Pemeriksa. Untuk itu, Pemeriksa dapat menambahkan
prosedur seperti menggunakan GPS, time stamp, photo stamp,
atau share location untuk memastikan titik lokasi fisik aset
yang ditunjukkan oleh entitas. Selain itu, Pemeriksa dapat
meminta entitas untuk menunjukkan ciri-ciri fisik aset yang
akan diuji, dengan menunjukkan ciri-ciri khusus aset tersebut
seperti nama jalan, plang proyek, nama gedung, dan lain-lain.
Hal ini sangat penting karena Pemeriksa harus dapat memiliki
keyakinan memadai bahwa fisik aset yang ditunjukkan
merupakan fisik aset yang benar ingin diuji.
b. Software spasial
Software spasial dapat digunakan untuk menganalisis
keberadaan dan setidaknya dimensi luas proyek konstruksi.
Penggunaan Geographic Information System/GIS, Global
Positioning System/GPS dalam proses pemeriksaan dapat
membantu melihat kondisi fisik proyek untuk area yang luas
atau terbatas.
c. Drone
Drone dapat dimanfaatkan untuk mengambil gambar terkini
proyek konstruksi. Penggunaan tools ini memungkinkan
Pemeriksa untuk menentukan (misalnya lokasi, letak proyek,
jumlah) serta ukuran dimensi.
97 Dalam pelaksanaan pengujian fisik secara jarak jauh, Pemeriksa Kerja sama dengan pihak
mempertimbangkan penggunaan pihak lain, misalnya Konsultan, lain dalam rangka
Penyedia, APIP, atau entitas untuk mengambil sampel secara live pengujian fisik virtual
(divideokan) dan kemudian mengirimkannya kepada Tenaga Ahli
untuk diuji kualitasnya.
101 Pemeriksa mengomunikasikan tata cara pengujian jarak jauh Komunikasi penggunaan
termasuk persyaratan terkait (misal terkait persyaratan media dan teknologi
keotentikan dokumen) kepada entitas. Penting bagi Pemeriksa pemeriksaan jarak jauh
untuk memastikan bahwa entitas familiar dengan media dan
Subdit Litbang PDTT | 81
metodologi yang dipilih sehingga Pemeriksa dapat memperoleh
bukti yang cukup dan tepat.
102 SPKN menyatakan bahwa temuan adalah ketidaksesuaian kondisi Temuan Pemeriksaan
dengan kriteria. Pemeriksa harus cermat dalam membedakan
kondisi, dan akibat. Unsur sebab menjadi opsional dalam
pemeriksaan kepatuhan.
Contoh:
Pada TA 2020 Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas pekerjaan
pembangunan jalan dari yang melintasi tiga provinsi A,B,C,
dengan nilai kontrak Rp50 miliar. Pekerjaan telah diserah
terimakan pada Agustus 2020 dan telah lunas dibayar.
Berdasarkan pengujian fisik yang dilakukan Pemeriksa pada
pertengahan September 2020 ternyata pekerjaan belum selesai,
volume jalan yang belum terpasang senilai Rp5 miliar.
Berdasarkan wawancara dan analisis dokumen, diketahui bahwa
PPK sekedar menandatangani laporan hasil pengujian fisik yang
disampaikan oleh Pengawas Pekerjaan sebelum membuat dan
menandatangani SPP.
Temuan Pemeriksaan:
Kondisi: PPK pekerjaan jalan lintas tiga provinsi A,B,C membuat
dan menandatangani SPP kepada Penyedia tanpa menguji
kesesuaian volume jalan yang diserahkan Penyedia sebagaimana
yang tercantum dalam dokumen serah terima maupun kontrak,
serta kesesuaiannya dengan waktu penyelesaian pekerjaan.
Kriteria:
Sebagaimana dijelaskan pada bab 3, PMK No. 190/PMK.05/2012
mensyaratkan PPK pada saat membuat dan menandatangani SPP
untuk menguji:
a. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa
sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian/kontrak
dengan barang/jasa yang diserahkan oleh Penyedia
barang/jasa;
b. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa
sebagaimana yang tercantum pada dokumen serah terima
barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
c. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana
yang tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa
dengan dokumen perjanjian/kontrak.
103 Tujuan dari pemeriksaan kepatuhan bukanlah untuk membuktikan Fokus pemeriksaan
kecurangan. Fokus pemeriksaan adalah untuk menemukan kepatuhan bukan mencari
penyimpangan dari ketentuan. kecurangan
104 Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan Temuan yang
disajikan dalam LHP tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan mengandung indikasi
kecurangan tersebut. Pemeriksa lebih menitikberatkan awal kecurangan tidak
penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal disajikan secara detail
pokok yang diperiksa. Temuan-temuan yang mempunyai indikasi menjelaskan dugaan
awal kecurangan akan memiliki bobot yang lebih dalam kecurangan yang terjadi
pemberian kesimpulan selain “Sesuai dengan Kriteria”.
Dalam menyajikan temuan, Pemeriksa mengungkapkan 4W+ 2H
(What, When, Where, dan Who + How dan How Much) sepanjang
mendukung tujuan pemeriksaan.
Contoh:
Volume Pekerjaan Pembuangan Hasil Galian dan Pasangan Batu
Kali Tidak Dapat Diyakini Sebesar Rp1.542.525.687,30
Item pekerjaan Pembuangan Hasil Galian dengan Dump Truck
senilai Rp1.288.938.873,60 dan Pasangan Batu Kali senilai
Rp253.586.813,70 tidak didukung dengan dokumen As Built
Drawing dan Back Up Data Quantity yang telah diverifikasi dan
disetujui oleh para pihak terkait. PT SAS selaku kontraktor
pelaksana hanya memiliki foto dokumentasi kegiatan tersebut,
namun tidak memiliki mekanisme pengendalian atas volume
pembuangan hasil galian dengan dump truck.
Menurut keterangan PT CGK selaku konsultan pengawas, PT CGK
tidak melakukan pengawasan atas pekerjaan Pembuangan Hasil
Galian dengan dump truck. Selanjutnya, Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) selaku PPK bersama dengan PPTK tidak bersedia
mengalokasikan waktu untuk melakukan pengujian fisik dengan
Pemeriksa BPK terkait pekerjaan tersebut.
Pihak Konsultan Pengawas dan Ketua Panitia PHO Dinas PSDA
menyatakan bahwa PHO belum dapat dilakukan karena PT SAS
belum membuat dan menyerahkan dokumen hasil pekerjaan.
Namun demikian, KPA dan PA telah menyetujui penerbitan SPM
dan SP2D 95% atas pekerjaan tersebut.
Temuan di atas telah menggambarkan sesuatu yang
mengindikasikan adanya dugaan awal kecurangan seperti
Penyedia yang tidak memiliki mekanisme pengendalian
pembuangan galian, Konsultan Pengawas yang tidak mengawasi
Subdit Litbang PDTT | 83
kegiatan tersebut padahal nilainya besar, PPK dan PPTK yang
tidak bersedia mengalokasikan waktu untuk melakukan pengujian
fisik bersama BPK, dan lain-lain. Namun dalam temuan tersebut
Pemeriksa sudah menyajikan dengan baik tidak menyatakan
bahwa kegiatan pembuangan galian fiktif, dan PPK maupun PPTK
menutupi hal tersebut.
105 Dari ilustrasi di atas juga dapat diperoleh suatu lesson learned Ketiadaan SPI dapat
bahwa ketiadan SPI, apalagi yang terus menerus dibiarkan dapat menjadi faktor risiko
menjadi sinyal terbukanya peluang kecurangan. kecurangan
106 Pemeriksa kemudian menindaklanjuti temuan yang berindikasi Tindak lanjut temuan
kecurangan tersebut dengan menyampaikannya kepada Auditorat yang berindikasi
Utama Investigasi (AUI). kecurangan
107 Pemeriksa memperoleh tanggapan tertulis dari entitas sebagai Tanggapan tertulis dari
salah satu alat untuk memastikan bahwa Pemeriksa menyajikan entitas
temuan pemeriksaanya secara objektif. Terutama pada kondisi
pemeriksaan jarak jauh, hal ini menjadi sangat penting karena
mungkin penerapan prosedur pemeriksaan secara jarak jauh
memiliki tingkat distorsi yang lebih tinggi dibandingkan pengujian
secara langsung.
D. Pelaporan Pemeriksaan
108 Pada akhir pemeriksaan, Pemeriksa menyusun Laporan Hasil Kewajiban menyusun
Pemeriksaan (LHP) secara tertulis yang berisi hasil analisis atas laporan hasil
pengujian bukti yang diperoleh selama pemeriksaan. pemeriksaan
109 Kesimpulan adalah penyataan atas keyakinan (keyakinan positif) Bentuk kesimpulan dalam
untuk menjawab tujuan pemeriksaan. Bentuk kesimpulan dan pemeriksaan kepatuhan
pertimbangan yang dapat diterapkan dalam penarikan kesimpulan
adalah sebagai berikut:
a. Kesimpulan “Sesuai dengan Kriteria”
1) patuh pada semua kriteria; dan/atau
2) terdapat ketidakpatuhan dan/atau potensi terjadinya
ketidakpatuhan yang tidak material dan tidak terdapat isu
independensi.
b. Kesimpulan “Tidak Sesuai dengan Kriteria”
Terdapat ketidakpatuhan yang material dan bersifat pervasif
serta memengaruhi keseluruhan hal pokok yang disebabkan
dari penyimpangan atas kriteria.
110 Dalam pemeriksaan kepatuhan, penyajian unsur sebab bersifat Rekomendasi bersifat
opsional tergantung dengan kedalaman pengujian yang dilakukan opsional dalam
Pemeriksa untuk dapat menentukan penyebab utama dari pemeriksaan kepatuhan
ketidakpatuhan yang timbul. Karena unsur sebab bersifat
opsional, maka rekomendasi juga menjadi tidak wajib. Pemeriksa
memberikan rekomendasi manakala penyebab temuan diketahui
dengan pasti.
111 Rekomendasi harus dapat memperbaiki kelemahan yang ada, Rekomendasi harus
namun tidak melampaui apa yang menjadi batas tanggung jawab memperbaiki kelemahan
manajemen entitas. Oleh karena itu, rekomendasi diarahkan untuk untuk mencegah temuan
memperbaiki kelemahan pengendalian intern Pengguna Jasa berulang
serta secara jelas menyatakan siapa yang memiliki wewenang
untuk melaksanakan perbaikan sehingga mencegah terjadinya
temuan berulang.
Rekomendasi harus disampaikan sejalan dengan tujuan, temuan,
dan kesimpulan hasil pemeriksaan. Temuan pemeriksaan yang
sama belum tentu mempunyai sebab yang sama sehingga
rekomendasinya pun belum tentu menjadi seragam.
Contoh:
Dari ilustrasi sebelumnya, seandainya Pemeriksa ingin
memberikan rekomendasi maka rekomendasi diarahkan kepada
penyebab utama. Salah satu cara mencari rekomendasi yang tepat
adalah dengan menggali akar masalah melalui pendekatan lima
why, namun untuk kepraktisan, panduan mengilustrasikan
112 Pada hakikatnya pasal 59 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Kewajiban melekat untuk
tentang Perbendaharaan Negara, menggarisbawahi bahwa mengembalikan kerugian
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain negara/daerah yang
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan terjadi
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Oleh karena itu, dengan atau tanpa rekomendasi pengembalian
oleh BPK, sejatinya Pihak yang Bertanggung Jawab berkewajiban
untuk mengembalikan setiap kerugian yang terjadi. Sejatinya ini
merupakan bentuk pengendalian intern yang andal
113 Konsep LHP disampaikan kepada entitas untuk memperoleh Tindak lanjut
tanggapan berupa rencana aksi sebagai bentuk rencana tindak pemeriksaan kepatuhan
lanjut entitas.
A. Pengantar
01 Tenaga Ahli adalah orang yang memiliki keahlian dalam hal-hal atau Tenaga Ahli
bidang tertentu, yang dibutuhkan dalam pemeriksaan dan bukan
merupakan Pemeriksa. Keahlian dalam hal-hal atau bidang tertentu
tersebut disesuaikan dengan klasifikasi/subklasifikasi (SKA) Tenaga Ahli
yang bersangkutan, seperti:
a. Arsitektur, antara lain mencakup arsitek, ahli desain interior, ahli
arsitektur lansekap, dan lain-lain;
b. Sipil, antara lain mencakup ahli teknik bangunan gedung, ahli teknik
jalan, ahli teknik jembatan, dan lain-lain;
c. Mekanikal, antara lain mencakup ahli teknik mekanikal, ahli teknik
plumbing dan pompa mekanik, dan lain-lain;
d. Elektrikal, antara lain mencakup ahli teknik tenaga listrik, ahli teknik
elektronika dan telekomunikasi dalam gedung, dan lain-lain;
e. Tata Lingkungan, antara lain mencakup ahli teknik lingkungan, ahli
perencanaan wilayah dan kota, dan lain-lain; dan
f. Manajemen Pelaksanaan, antara lain mencakup ahli manajemen
konstruksi, ahli K3 konstruksi, dan lain-lain.
Daftar klasifikasi/subklasifikasi Tenaga Ahli konstruksi dapat dilihat pada
Lampiran 5.1.
04 Pemeriksa juga dapat menggunakan jasa laboratorium untuk pengujian Penggunaan jasa
mutu pekerjaan konstruksi tanpa menggunakan Tenaga Ahli, sepanjang laboratorium
hasil pengujian laboratorium tersebut sudah memiliki standar interpretasi
yang jelas.
05 Pada saat harapan penugasan pemeriksaan adalah untuk menguji Tenaga Ahli untuk
ketepatan mutu, Pemeriksa dapat menggunakan Tenaga Ahli, baik untuk menguji ketepatan
kegiatan konstruksi dengan risiko ketidakpatuhan material rendah, sedang mutu konstruksi
maupun tinggi. Apabila memutuskan untuk menggunakan Tenaga Ahli,
Pemeriksa harus menentukan apakah hasil pekerjaan Tenaga Ahli tersebut
memadai untuk dapat memenuhi tujuan pemeriksaan.
08 Pemeriksa harus memastikan bahwa Tenaga Ahli yang akan digunakan Parameter Tenaga
dalam pemeriksaan memiliki kompetensi, kapabilitas, serta objektivitas Ahli
dalam melaksanakan tugasnya.
a. Kompetensi mengacu pada sifat dan tingkat kepakaran (expertise) dari
Tenaga Ahli.
b. Kapabilitas mengacu pada kemampuan Tenaga Ahli untuk
menggunakan kepakarannya dalam penugasan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kapabilitas antara lain lokasi geografis, jangka
waktu yang disediakan, serta sumber daya yang dimiliki Tenaga Ahli.
09 Informasi mengenai kompetensi, kapabilitas, dan objektivitas Tenaga Ahli Sumber informasi
dapat diperoleh Pemeriksa dari sumber-sumber berikut: untuk menilai Tenaga
a. pengalaman pribadi saat menggunakan Tenaga Ahli yang sama pada Ahli
pemeriksaan sebelumnya;
b. diskusi dengan Tenaga Ahli;
c. diskusi dengan Tim Pemeriksa yang pernah menggunakan Tenaga Ahli
tersebut;
d. informasi dari asosiasi di mana Tenaga Ahli menjadi anggota dan
memiliki surat izin praktik;
e. berbagai tulisan, buku, dan publikasian lain yang disusun/dibuat oleh
Tenaga Ahli;
f. dan lain-lain.
10 Beberapa hal yang dapat dijadikan bahan evaluasi Pemeriksa atas Evaluasi untuk
kompetensi, kapabilitas, dan objektivitas Tenaga Ahli adalah: menguji kompetensi,
a. apakah Tenaga Ahli terikat pada suatu standar profesional tertentu, kapabilitas, dan
termasuk kode etik, standar keanggotaan dalam asosiasi, dan lain- objektivitas Tenaga
lain; Ahli
14 Banyak hal dapat mempengaruhi objektivitas Tenaga Ahli. Risiko terbesar Aspek-aspek
yang dihadapi Pemeriksa adalah terjadi konflik kepentingan antara Tenaga objektivitas Tenaga
Ahli dengan entitas yang diperiksa (Pengguna Jasa). Ketika Pemeriksa Ahli yang harus
mengevaluasi objektivitas ahli, beberapa hal berikut dapat dilaksanakan dipahami Pemeriksa
oleh Pemeriksa:
a. Wawancara dengan entitas yang diperiksa tentang kemungkinan
Tenaga Ahli yang akan digunakan oleh Pemeriksa. Evaluasi bentuk-
bentuk kepentingan (interest) dan hubungan antara entitas yang
diperiksa dengan Tenaga Ahli yang mungkin akan mengganggu
objektivitas Tenaga Ahli, seperti:
1) Kepentingan keuangan (financial interest); dan
2) Hubungan bisnis maupun personal.
b. Berdiskusi dengan Tenaga Ahli mengenai aturan-aturan yang
mengikat objektivitas Tenaga Ahli, dan melakukan evaluasi seberapa
jauh aturan-aturan tersebut mampu memitigasi risiko tidak
objektifnya Tenaga Ahli atas hasil pekerjaannya. Bagaimana
pengendalian intern yang dijalankan Tenaga Ahli untuk memastikan
objektivitas dan kerahasiaan hasil pekerjaannya, dll.
c. Pada beberapa situasi Pemeriksa dapat meminta Tenaga Ahli untuk
menyampaikan representasi tertulis tentang bentuk-bentuk
kepentingan dan/atau hubungan antara Tenaga Ahli dan entitas yang
diperiksa.
18 Dalam hal tidak terdapat MoU antara BPK dengan Laboratorium Uji, Permintaan pengujian
Pemeriksa dapat mengirimkan permintaan pengujian kepada Laboratorim kepada Laboratorium
Uji dengan menyatakan antara lain: Uji
19 Pemeriksa memastikan Laboratorium Uji yang dipilih bebas dari konflik Independensi dan
kepentingan dan independen dari pihak yang diperiksa (baik Pengguna objektivitas
Jasa, Konsultan, maupun Penyedia). Dalam hal ini, Pemeriksa dapat Laboratorium Uji
meminta Laboratorium Uji untuk menyampaikan representasi tertulis
tentang independensi dan objektivitas Laboratorium Uji.
PENUTUP
A. Pemberlakuan Panduan
B. Pemutakhiran Panduan
02 Agar panduan pemeriksaan ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan Pemutakhiran
fungsinya, panduan pemeriksaan ini perlu dievaluasi, disempurnakan, atau panduan
dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan dan/atau untuk merespon
perubahan kebijakan yang berlaku.
C. Pemantauan Panduan
03 Panduan pemeriksaan ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai Pemantauan
dengan perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, panduan
dan kondisi lain. Pemantauan panduan akan dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan.
Masukan atau pertanyaan terkait panduan ini dapat disampaikan kepada: Kontak
Subdirektorat
Subdirektorat Litbang PDTT Litbang PDTT
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip BPK RI
Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210
Telp. (021) 25549000 ext. 3311
Faks. (021) 5705372
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara;
Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
Undang-Undang No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara;
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP);
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 sebagaimana diubah dengan PP No. 50 Tahun 2018
tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN;
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana dua kali diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun
2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari
Luar BPK;
Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan APBN;
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara;
Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peraturan, Instruksi, Surat Edaran,
Keputusan, dan Pengumuman pada Badan Pemeriksa Keuangan;
As Built Drawing : gambar teknik laporan hasil pekerjaan yang diolah dari gambar
shop drawing yang disesuaikan dengan kondisi bangunan yang
sudah dikerjakan, dibuat oleh kontraktor dan disetujui oleh
Konsultan Pengawas untuk diberikan ke Pengguna Jasa sebagai
laporan, arsip sekaligus sebagai pedoman dalam pengelolaan
bangunan seperti pengoperasion, perawatan, serta dasar dalam
melakukan renovasi atau perubahan pada bangunan di masa
depan.
Direksi Teknik atau : Orang, Pejabat Pekerjaan atau Badan Hukum yang ditunjuk oleh
Engineer Representative PPK yang mempunyai kekuasaan penuh untuk mengawasi dan
mengarahkan pelaksanaan pekerjaan sebaik-baiknya menurut
persyaratan yang ada dalam dokumen kontrak.
Engineer Estimate (EE) : perkiraan biaya pekerjaan kegiatan satker yang dibuat oleh
atau Estimasi Perencana dan/atau Konsultan.
Perencanaan
Gambar Rencana : gambar yang tercantum dalam dokumen kontrak dan setiap
gambar perubahan atau penambahan yang telah dibuat dan
disetujui secara tertulis oleh Direksi Teknik.
Ganti Rugi : sanksi finansial yang dikenakan kepada Pengguna Jasa maupun
Penyedia karena terjadinya cidera janji/wanprestasi. Besarnya
sanksi ganti rugi adalah sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan.
Harga Kontrak : harga yang tercantum dalam surat penunjukan Penyedia Jasa
yang selanjutnya disesuaikan menurut ketentuan kontrak.
Job Mix Design : suatu takaran/ramuan campuran bahan material yang akan
digunakan untuk pedoman/acuan proses pelaksanaan pekerjaan,
sehingga dapat hasil memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan
Job Mix Design.
Kegagalan Bangunan : keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan
maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat
penyedia jasa dan/atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi, yang ditetapkan oleh tim penilai ahli.
Kegagalan Konstruksi : keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak
kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan, sebagai
akibat kesalahan Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa.
Kontrak Kerja Konstruksi : keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi
Metode Kerja (Work : cara pelaksanaan kegiatan pekerjaan dengan susunan bahan,
Method) peralatan dan tenaga manusia yang menghasilkan produk
pekerjaan dalam bentuk satuan volume dan biaya.
Pemeriksaan Mutu : kegiatan memeriksa, baik secara visual maupun teknis dengan
cara mengukur, menilai dan menguji di laboratorium terhadap
hasil/ kemajuan pekerjaan dan atau keadaan dan mutu bahan
yang digunakan dalam pekerjaan.
Pengujian (Testing) Mutu : kegiatan untuk menguji keadaan dan mutu pekerjaan dan/atau
mutu bangunan dan bahan.
Pengukuran (Measuring) : kegiatan mengukur panjang, lebar, luas, tinggi, isi, berat dari hasil
pekerjaan yang diselesaikan dan bahan yang disediakan (material
on site).
Penyerahan Akhir : suatu proses penyerahan hasil pekerjaan fisik yang telah
Pekerjaan (FHO=Final diselesaikan oleh Penyedia setelah masa pemeliharaan berakhir,
Hand Over) dan hasil pekerjaan secara keseluruhan kondisinya tetap sama
dengan kondisi saat PHO.
Penyerahan Pertama : suatu proses penyerahan hasil pekerjaan fisik yang telah 100%
Pekerjaan diselesaikan oleh Penyedia sesuai gambar dan spesifikasi yang
(PHO=Provisional Hand tercantum di dalam dokumen kontrak
Over)
Perintah Perubahan : perintah yang diberikan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia
Jasa untuk melakukan perubahan pekerjaan.
Shop drawing : gambar Teknik yang dibuat oleh kontraktor dalam pelaksanaan
proyek konstruksi bangunan sebagai acuan dalam melaksanaan
pekerjaan dimana pembuatannya mengacu pada gambar kontrak
yang dibuat oleh Konsultan Perencana.
Surat Perintah Mulai : perintah tertulis untuk memulai pelaksanaan pekerjaan yang
Kerja (SPMK) diterbitkan setelah penandatanganan kontrak oleh PPK.
Tanggal Mulai Kerja : tanggal mulai kerja bagi penyedia jasa yang dinyatakan pada
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang dikeluarkan oleh PPK.
PPK memilih jenis kontrak dengan mempertimbangkan antara lain jenis barang/jasa,
spesifikasi teknis/KAK, volume, lama waktu pekerjaan, dan/atau kesulitan dan risiko
pekerjaan. Menurut Perpres No. 16 Tahun 2018, jenis kontrak untuk pekerjaan konstruksi
terdiri dari:
a. Lumsum
Kontrak lumsum digunakan dalam hal ruang lingkup, waktu pelaksanaan, dan
produk/keluaran dapat didefinisikan dengan jelas, misalnya pada pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sederhana dan pekerjaan konstruksi terintegrasi (design and
build).
Pembayaran dalam kontrak lumsum dengan harga pasti dan tetap senilai harga yang
dicantumkan dalam kontrak. Pembayaran dapat dilakukan sekaligus berdasarkan
hasil/keluaran atau pembayaran secara bertahap pekerjaan berdasarkan tahapan
atau bagian keluaran yang dilaksanakan.
b. Harga satuan
Kontrak harga satuan digunakan dalam hal ruang lingkup, kuantitas/volume tidak
dapat ditetapkan secara tepat yang disebabkan oleh sifat/karakteristik, kesulitan, dan
risiko pekerjaan, seperti kegiatan pembangunan gedung atau infrastruktur.
Dalam kontrak harga satuan, pembayaran dilakukan berdasarkan harga satuan yang
tetap untuk masing-masing volume pekerjaan dan total pembayaran tergantung pada
total kuantitas/volume dari hasil pekerjaan. Pembayaran dilakukan berdasarkan
pengukuran hasil pekerjaan yang dituangkan dalam sertifikat hasil pengukuran,
misalnya monthly certificate.
c. Gabungan lumsum dan harga satuan
Kontrak gabungan lumsum dan harga satuan digunakan dalam hal terdapat bagian
pekerjaan yang dapat dikontrakkan menggunakan kontrak lumsum dan harga satuan,
misalnya pekerjaan konstruksi yang terdiri dari pekerjaan pondasi tiang pancang dan
bangunan atas.
d. Terima jadi (Turnkey)
Kontrak terima jadi digunakan dalam hal kontrak pengadaan pekerjaan konstruksi
atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan;
dan
2) pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam
kontrak.
…………….
(Logo & Nama
Perusahaan) RENCANA MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI
DAFTAR ISI
A. DATA UMUM PROYEK
B. STRUKTUR ORGANISASI PENYEDIA JASA
B.1 Struktur Organisasi
B.2 Tugas dan Tanggung Jawab
C. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
D. TAHAPAN PEKERJAAN
E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI TEKNIS
E.1 Gambar
E.2 Spesifikasi Teknis
F. RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN (Method Statement)
F.1 Metode Kerja Pelaksanaan
F.2 Tenaga Kerja
F.3 Material
F.4 Peralatan
F.5 Aspek Keselamatan Konstruksi (Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja/K3)
G. RENCANA PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN (Inspection and Test Plan/ITP)
H. PENGENDALIAN SUB-PENYEDIA JASA DAN PEMASOK
MULAI
Mobilisasi
Shop Drawing
E E E Menentukan Titik
Tiang Pancang
Pengadaan
Tiang Pancang Sesuai
tidak
ya
Pemancangan
Tiang Pancang
Beton Pracetak
ya
Hasil
Kalendering
tidak
ya
Pemancangan
Selesai
Cek Elevasi
Tidak
Ya
Pengecoran Abutment dengan
Beton Mutu Sedang Fc 20 Mpa
- Pilecap Abbutment
- Badan Abutment
E
Pemasangan Plat Injak
Pekerjaan Pengaspalan
Selesai
Alat/Material/Tenaga
Spesifikasi Keterangan
Kerja/produk
…… …… ……
LOKASI : ………………………………………………………………………………………………….
LOKASI : ………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI
E.5 ASPEK K3
Uraian Pekerjaan
1) Mobilisasi crane
a) Melakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap alat
crane yang akan di mobilisasi ke lokasi pekerjaan untuk
menghindari tidak berfungsinya alat pada saat di pergunakan.
b) Melibatkan instansi setempat terkait Surat Izin Laik Operasi
(SILO).
2) Persiapan Crane dan Lifting Gear
a) Mengumpulkan beberapa data seperti kapasitas crane, kondisi
crane, load chart crane, lifting accesoris (chain block, shackle,
sling, dan lain-lain), kondisi lokasi untuk crane, berat material
yang diangkat dan lain-lain sesuai dengan analisa dari
engineer.
MOBILISASI
PENYELESAIAN PEKERJAAN/HOUSE
DEMOBILISASI
F.3 Material/Bahan
2 ....
F.4 Peralatan
3 Alat bantu 1 Ls
DIVERIFIKASI OLEH :
2. Persiapan 2.1 Kondisi crane tidak terawat 2.1.1. Melakukan pre-start check list crane Operator Crane
Crane & Lifting (kondisi tidak bagus)
2.1.2. Memastikan operator kompeten dalam mengoperasikan Supervisor
Gear crane dan melakukan pre-start check list
2.2 Kondisi lifting gear tidak 2.2.1. Melakukan inspeksi sebelum menggunakan lifting gear Rigger Supervisor,
terawat (kondisi tidak
2.2.2. Tidak menggunakan lifting gear yang rusak Rigger
bagus)
2.3 Permukaan tajam dari 2.3.1. Operator crane dan rigger menggunakan sarung tangan Supervisor
lifting gear pada saat melakukan pengecekan
2.4 Area kerja berlumpur dan 2.4.1. Perhatikan tiga titik tumpu pada saat naik turun tangga Supervisor
licin crane Supervisor Operator
2.4.2. Lakukan pengecekan di area kerja yang kering Crane Operator
2.4.3. Membersihkan lumpur pada jalan masuk ke kabin Crane Rigger
2.4.4. Membersihkan lumpur pada sepatu operator Operator Crane,
2.4.5. Memberikan plat/balok sebagai alas outrigger Rigger
2.4.6. Memastikan outrigger keluar maksimal
2.5 Titik jepit 2.5.1. Perhatikan titik jepit Komunikasi aktif antar personil Operator crane, Rigger
2.5.2. Lakukan pengecekan di area kerja yang kering Operator crane, Rigger
2.5.3. Menggunakan PPE yang sesuai dengan baik dan benar Supervisor
2.5.4. Tidak terburu-buru saat melakukan pekerjaan Supervisor
2.6 Gangguan pejalan kaki atau 2.6.1. Tidak memposisikan crane pada area walk way Supervisor
lalu lintas
2.6.2. Mengarahkan pejalan kaki melalui area yang aman Supervisor
2.6.3. Memasang barikade dilarang masuk bagi orang yang tidak Supervisor
berkepentingan
3. Melakukan 3.1 SIO tidak sesuai 3.1.1. Memilih operator yang memiliki SIO sesuai dengan Supervisor
pengangkatan kapasitas alat angkat yang digunakan
dan
menurunkan 3.2 Lokasi kerja terbatas oleh 3.2.1. Operator memperhatikan arah gerak swing telescop Operator
material bangunan di sekeliling area
3.2.2. Operator memperhatikan arah gerak swing telescop Supervisor
3.2.3. Memposisikan crane sesuai dengan lifting plan Operator
3.2.4. Menghitung jarak radius aman untuk crane bekerja Supervisor, Operator
3.3 Kapasitas crane tidak 3.3.1. Memperkirakan atau menghitung berat material yang akan Supervisor
sesuai dengan material diangkat
yang diangkat 3.3.2 Pastikan lifting plan telah dibuat, dipahami, dan dilakukan Supervisor
sesuai prosedur
3.3.3. Pastikan indikator berat material di crane bekerja dengan Operator Crane
baik
3.4 Komunikasi tidak berjalan 3.4.1. Menggunakan radio atau sinyal tangan dalam Supervisor
dengan baik berkomunikasi dengan operator
3.4.2. Memastikan operator memahami dan mengerti arti signal Supervisor
tangan dari rigger
Nama Proyek diisi sesuai dengan Nama proyek yang ada di dokumen kontrak proyek
Pekerjaan diisi dengan item pekerjaan yang akan dianalisis aktivitasnya untuk inspeksi dan tes
1 mutunya
Subkontraktor diisi dengan nama badan usaha subkontraktor yang mengerjakan item pekerjaan
tersebut
2 Kolom Kegiatan diisi dengan penjabaran setiap kegiatan dari pekerjaan yang akan dianalisa untuk
(Aktivitas) inspeksi dan tes mutunya
3 Kolom Referensi dan diisi dengan item dokumen atau form yang berguna sebagai alat pengendali dan
Input Dokumen pendukung inspeksi dan tes tersebut
Kolom Metode diisi cara yang digunakan untuk inspeksi dan tes material yang akan dipakai atau hasil
4 Pemeriksaaan dan pekerjaan yang telah selesai
Pengujian
5 Kolom diisi skala frekuensi inspeksi dan tes yang dilakukan disetiap kegiatan
Waktu/Frekuensi
Kolom Penanggung diisi dengan kode di tiap kolom kegiatan dan setiap pihak penanggung jawab. Kode yang
6 Jawab (Subkont, mengartikan tindakan (action) yang harus dilakukan setiap pihak penanggung jawab
Kontraktor, Pengguna
Jasa)
Kolom Output diisi dengan hasil dokumen atau form setelah inspeksi dan tes yang sudah terdata
7 Dokumen hasilnya (sesuai persyaratan atau tidak) untuk mengkonfirmasi pekerjaan selanjutnya
dapat dilanjutkan atau perlu tindakan khusus dan diberhentikan (tidak dilanjutkan).
dibagian bawah divalidasi terlebih dahulu oleh subkontraktor sebagai pihak yang
8 Kolom Pengesahan membuat rencana inspeksi dan tes, dilanjutkan oleh kontraktor bila rencana inspeksi
dan tes yang diusulkan oleh subkontraktor disepakati dan sesuai dengan standar
sistem mutu perusahaan kontraktor tersebut
Pengendalian Pemasok :
1. Bar Chart
Bar Graph Schedule atau biasa disebut diagram balok atau bar chart adalah jadwal yang
banyak digunakan karena mudah dibuat dan dimengerti. Masing-masing garis menunjukkan
awal sampai dengan akhir waktu penyelesaian suatu pekerjaan dari serangkaian pekerjaan
yang ada disuatu proyek. Bar chart lebih tepat menjadi alat komunikasi untuk melukiskan
kemajuan proyek kepada manajemen senior. Bar chart lebih merupakan ikhtisar atas
informasi tugas (yang biasa ditulis di sebelah kiri) dan informasi waktu (yang digambarkan
berupa batangan/balok mendatar di sebelah kanan), kode pekerjaan, bobot/nilai persentase
kuantitas serta pertanggungjawabannya. Bar chart tidak menginformasikan ketergantungan
antar kegiatan dan tidak mengindikasikan kegiatan mana saja yang berada dalam lintasan
kritisnya.
Contoh Gambar Bar Chart Schedule
Sumber: (Modul Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017)
Sumber: (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017)
Catatan :
- Lintasan kritis = jalur A – D – I – H – J – K – Q – T
- Lintasan kritis = nilai EET – LET = 0
- Lintasan kritis = umur proyek = waktu pelaksanaan proyek
- Lintasan kritis boleh (ada kala) melalui garis dummy
- Lintasan kritis merupakan rangkaian pekerjaan pekerjaan yang tidak boleh terlambat dimulai dan diselesaikan.
Laporan Pengawasan Pekerjaan merupakan laporan yang dibuat oleh Pengawas Pekerjaan
kepada Kepala Satker/PPK. Laporan ini disusun oleh Pengawas Pekerjaan (Direksi
Teknis/Konsultan Pengawas) dan disampaikan kepada PPK. Nomenklatur Laporan
Pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Laporan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan (apabila yang bertindak sebagai Pengawas
adalah Direksi Teknis); dan
b. Laporan Pelaksanaan Pengawasan (apabila yang bertindak sebagai Pengawas adalah
Konsultan Pengawas).
Laporan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan (Pengawasan oleh Direksi Teknis) meliputi Laporan
Mingguan, Laporan Bulanan, Laporan Khusus, dan Laporan Akhir.
a. Laporan Mingguan
Informasi minimum yang harus ada dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1) ringkasan capaian pekerjaan fisik minggu berjalan, perbandingan dengan
minggu lalu, dan rencana capaian minggu berikutnya;
2) foto dokumentasi;
3) ringkasan kondisi keuangan Penyedia dan status pembayaran dari Pengguna
Jasa;
4) perubahan kontrak dan perubahan pekerjaan
1. Teliti/tanyakan apakah entitas telah memiliki aturan a. Permen PUPR No. 07/PRT/M/2017
kode etik dan perilaku yang berlaku bagi semua tentang Kode Etik dan Kode
pegawai di semua level? (perilaku etik, praktik yang Perilaku Pegawai Kementerian
dapat diterima, benturan kepentingan, gratifikasi, Pekerjaan Umum dan Perumahan
profesionalisme, dan lain-lain). Rakyat. H
b. Kode Etik masing-masing entitas.
3. Teliti/tanyakan apakah kode etik dan perilaku yang a. Hasil wawancara dengan Kepala
berlaku di entitas telah dipahami oleh pegawai? Satker sampai dengan pegawai.
Apakah peraturan tersebut diturunkan pada level
b. Sampel kontrak.
yang lebih rendah, misalnya termuat dalam
kontrak? Apakah pernah terjadi pelanggaran kode c. Dokumen sosialisasi kode etik.
etik dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan d. Daftar sanksi terkait kode etik yang
bagaimana tindak lanjutnya? pernah diberikan entitas kepada
pegawai.
5. Pada kondisi tertentu mungkin manajemen harus a. POS tentang kapan dan level
mengambil keputusan menggunakan diskresinya. manajemen yang boleh
Misal PPK dalam keadaan darurat harus menyetujui menggunakan diskresinya.
perubahan desain, metode kerja, atau bahan yang
b. Laporan yang berisi keputusan-
digunakan yang seharusnya terlebih dahulu
keputusan yang diambil dengan
didiskusikan dan mendapat persetujuan Kepala
diskresi.
Satker. Teliti/tanyakan apakah pengabaian terhadap
pengendalian intern tersebut didokumentasikan
dengan baik (temasuk alasannya), dan segera
dilaporkan kepada Kepala Satker.
1. Tanyakan/teliti apakah entitas menentukan tingkat a. Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2019
kompetensi dan pengalaman yang harus dimiliki tentang Perubahan atas Peraturan
untuk mengerjakan tugas tertentu, misal sebagai LKPP No.15 Tahun 2018 tentang
PPK, Pengendali Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, Pelaku Pengadaan Barang/Jasa.
PPHP, dan lain-lain?
b. Aturan kompetensi internal entitas
lainnya.
4. Teliti/ tanyakan kepada pegawai terkait, bagaimana a. Hasil penelusuran berita di media
penilaian mereka terhadap kemampuan manajerial massa, internet, media sosial, surat
dan pengalaman teknis Kepala Satker, PPK beserta kabar, dan lain-lain terkait
jajarannya atas pekerjaan konstruksi. pengalaman kerja dan kompetensi
teknis Kepala Satker, PPK,
Pengendali Pekerjaan, Pengawas
Pekerjaan, dan pegawai lain yang
terkait.
b. Daftar riwayat hidup Kepala Satker,
PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, dan pegawai
lainnya yang terkait .
c. Hasil wawancara dengan pegawai.
2. Tanyakan/teliti apakah SOTK telah mendefinisikan SOTK, uraian tugas dan jabatan.
tanggung jawab setiap unit yang terkait dengan
pekerjaan konstruksi dengan jelas, dan hal ini telah
dipahami oleh seluruh pegawai yang terkait?
3. Tanyakan/teliti apakah entitas membatasi jumlah a. Daftar PPK dan proyek yang
kontrak yang menjadi tanggung jawab seorang PPK, menjadi tanggung jawab masing-
begitupun bagi Pengendali Pekerjaan, Pengawas masing PPK.
Pekerjaan, dan PPHP.
b. Daftar Pengendali Pekerjaan dan
pekerjaan konstruksi yang menjadi
tanggung jawabnya.
c. Daftar Pengawas Pekerjaan dan
pekerjaan konstruksi yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Daftar PPHP dan pekerjaan
konstruksi yang menjadi tanggung
jawabnya.
3. Tanyakan/teliti apakah pegawai telah paham tata a. POS pelaporan atas hambatan dan
cara tindak lanjut dan pelaporan jika terjadi kendala di lapangan.
permasalahan di lapangan yang dapat
b. Hasil wawancara dengan pegawai
mempengaruhi tujuan pelaksanaan konstruksi?
di lapangan.
3. Teliti/ tanyakan juga apakah tujuan di level kegiatan Dokumen manajemen risiko
pekerjaan konstruksi telah dilengkapi dengan pekerjaan konstruksi terkait.
2. Teliti/tanyakan apakah proses analisis risiko telah a. Notulen rapat yang membahas
melibatkan Kepala Satker, PPK, Pengendali analisis risiko.
Pekerjaan, Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
b. Hasil wawancara dengan Kepala
pegawai lainnya yang terkait.
Satker, PPK, Pengendali Pekerjaan,
Pengawas Pekerjaan, PPHP, dan
pegawai lainnya yang terkait.
Aktivitas pengendalian
1. Teliti/tanyakan apakah terdapat POS yang mengatur a. POS terkait laporan rutin atas
secara berkala pelaporan kepada Kepala Satker perkembangan pekerjaan
dan PPK atas kegiatan konstruksi di entitas? konstruksi.
b. Laporan harian, mingguan, bulanan
dari Penyedia kepada PPK.
c. Laporan Pengendalian Pekerjaan.
d. Laporan Pengawasan Pekerjaan.
e. Laporan PPK kepada Kepala Satker
yang diantaranya berisi informasi
operasional dan keuangan
pekerjaan konstruksi yang
membantu Kepala Satker untuk
memantau pencapaian kinerja
entitas.
f. Dan lain-lain.
Pemantauan
Volume
Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis
5. Mobilisasi
- - X
• Mobilisasi tidak dilakukan tepat waktu.
Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis
Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis
9. Penyesuaian Harga
• Penyesuaian harga dilakukan untuk memperoleh harga yang lebih - - -
mahal dan tidak sesuai kontrak
Waktu
Mutu
Titik – Titik Kritis
2. Masa Pemeliharaan
• PPK tidak mengenakan retensi selama masa pemeliharaan - - -
sebesar 5% dari kontrak atau sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Tujuan Umum: Untuk memastikan bahwa seluruh tahapan pelaksanaan kontrak telah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku .
Contoh Prosedur Pemeriksaan
Tahap Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi - Penyerahan lokasi kerja
Tujuan: Untuk memastikan PPK membuat adendum kontrak dengan didasarkan pada
proses peninjauan lokasi kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan.
Kesimpulan:
Tujuan: Untuk memastikan bahwa penerbitan SPMK oleh PPK telah sesuai dengan
peraturan dan dapat dijadikan acuan Penyedia untuk memulai pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.
2 SPMK tidak memuat a. Teliti apakah SPMK memuat tanggal mulai kerja, dan
tanggal mulai kerja apakah tanggal tersebut ditetapkan setelah serah terima
sebagaimana lapangan dilaksanakan atau minimum bersamaan
dipersyaratkan peraturan. dengan tanggal serah terima lapangan.
b. Teliti penyebabnya apabila tanggal mulai kerja
ditetapkan tidak sesuai peraturan.
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan bahwa PCM benar dilakukan dan membahas hal-hal
sebagaimana dipersyaratkan dalam aturan.
1. Entitas dan Penyedia tidak a. Dapatkan jadwal PCM, undangan, daftar hadir, notulen,
melaksanakan PCM dokumentasi rapat (misal foto), dan lain-lain.
b. Teliti apakah PCM dilaksanakan paling lambat tujuh hari*
setelah diterbitkannya SPMK dan dihadiri oleh PPK,
Pengendali Pekerjaan (Direksi Lapangan/Konsultan MK),
Pengawas (Direksi Teknis/Konsultan Pengawas),
Penyedia, Tim perencana, dan pihak terkait.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku
2. PCM tidak membahas hal- a. Pelajari agenda PCM, notulen, dan Berita Acara PCM.
hal yang seharusnya Teliti apakah pokok pembahasan sesuai dengan aturan?
dievaluasi/disepakati
Sebagai referensi saat ini dapat dilihat Lampiran Surat
sebelum pekerjaan
Edaran Menteri PUPR No. 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara
dilaksanakan.
Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pekerjaan
Konstruksi di Kementerian PUPR.
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK membayarkan uang muka dengan tepat jumlah,
tepat waktu, dan sesuai dengan peraturan.
1. Uang Muka yang dibayarkan a. Dapatkan surat permohonan Uang Muka dari Penyedia.
tidak sesuai dengan Teliti apakah terdapat rencana penggunaan Uang Muka
ketentuan (tujuan (apabila dipersyaratkan dalam kontrak, misal untuk
penggunaan, jumlah, dan mobilisasi personil, peralatan, tanda jadi kepada
waktu). pemasok, dan persiapan teknis lainnya) dan telah
disetujui oleh PPK.
b. Teliti apakah jumlah Uang Muka yang dibayarkan sesuai
dengan yang diatur dalam Syarat-Syarat Khusus
Kontrak (SSKK) dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut (pada saat panduan disusun
menggunakan acuan Perpres No. 16 tahun 2018):*
- maksimum 30% dari nilai kontrak untuk usaha kecil;
- maksimum 20% untuk usaha non kecil dan jasa
konsultansi;
- maksimum 15% untuk kontrak tahun jamak.
c. Teliti apakah Uang Muka dibayarkan kepada Penyedia
setelah Penyedia memberikan Jaminan Uang Muka
senilai dengan Uang Muka yang diberikan PPK.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku
2. Jaminan uang muka yang a. Dapatkan dokumen jaminan uang muka. Teliti apakah
diterima tidak sesuai nilai jaminan uang muka yang diserahkan oleh Penyedia
dengan ketentuan (nilai, senilai dengan jumlah jaminan uang muka yang
klausul yang harus diberikan oleh PPK kepada Penyedia.
dipenuhi, jangka waktu
b. Pastikan bahwa jaminan uang muka diberikan dalam
pencairan)
bentuk bank garansi atau surety bond, dan bersifat:
Catatan: Perlu diperhatikan
bahwa pemberian uang muka
- Mudah dicairkan;
tidak bersifat wajib. - Tidak bersyarat;
- Harus dicairkan oleh penerbit jaminan maksimum 14
(empat belas) hari kerja setelah surat perintah
Kesimpulan
E. Mobilisasi
Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK telah memantau mobilisasi material, peralatan, dan
lain-lain oleh Penyedia sebagaimana dipersyaratkan dalam kontrak (waktu dan materi
yang harus dimobilisasi).
1. Mobilisasi tidak dilakukan Reviu kontrak tentang jadwal mobilisasi, bandingkan dengan
tepat waktu. berita acara mobilisasi. Pastikan mobilisasi dilaksanakan
sesuai aturan yaitu maksimum 30 hari setelah SPMK terbit*.
Apabila terjadi keterlambatan mobilisasi pastikan PPK telah
mengenakan denda sesuai dengan klausul dalam kontrak.
*ketentuan dapat berubah sesuai aturan yang berlaku
2. Material, peralatan, dan Reviu klausul dalam kontrak terkait dengan material,
lain-lain yang dimobilisasi peralatan, personil inti dan pendukung, serta fasilitas yang
tidak sesuai dengan harus disiapkan oleh Penyedia untuk dapat memulai
peraturan dan pekerjaan seperti kantor, rumah, barak, bengkel, gudang,
sebagaimana dan lain-lain. Pastikan bahwa mobilisasi dilakukan untuk
dipersyaratkan dalam hal-hal tersebut sesuai dengan kontrak.
kontrak.
Kesimpulan:
Tujuan: Untuk memastikan bahwa kondisi lokasi kerja yang diserahkan oleh PPK kepada
Penyedia sesuai dengan kebutuhan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
2. Adendum kontrak tidak a. Dapatkan adendum kontrak dan Berita Acara Hasil
didasari pada Pemeriksaan Pemeriksaan Bersama. Teliti isi adendum, bandingkan
Bersama atas kondisi awal. dengan BA Hasil Pemeriksaan Bersama.
b. Pelajari Berita Acara Hasil Pemeriksaan bersama
apakah telah menuangkan hasil pengukuran dan detail
kondisi awal lokasi pekerjaan yang mencakup
pemeriksaan atas desain awal untuk menilai
kecocokannya dengan kondisi lokasi kerja.
c. Pelajari Berita Acara Hasil Pemeriksaan Bersama,
telusuri informasi terkait ketidakcocokan lokasi dengan
desain awal, sehingga diperlukan penyesuaian atas
desain awal (reviu desain) dan volume awal (karena
adanya penyesuaian desain). Pastikan kebutuhan
penyesuaian tersebut disetujui PPK dan Penyedia, dan
kemudian ditindaklanjuti dengan adendum kontrak.
Perhatikan apakah adendum terkait volume tersebut
mengakibatkan perubahan harga.
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan PPK telah memberikan persetujuan untuk memulai pekerjaan
yang diajukan Penyedia sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kesimpulan
C. Pengawasan Mutu
Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK melalui Pengawas Pekerjaan telah melaksanakan
kewajibannya untuk melakukan pemantauan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
peraturan.
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan bahwa semua perubahan diketahui PPK dan dilaksanakan
sesuai prosedur dalam kontrak.
1. Adendum kontrak tidak a. Dapatkan surat perintah perubahan pekerjaan dari PPK
didasarkan pada kebutuhan kepada Penyedia, Berita Acara Negosiasi Teknis dan
yang riil di lapangan Harga, adendum, dan Surat Keputusan (SK) PPHP.
Tujuan: Mengevaluasi apakah kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang disepakati oleh PPK
dan Penyedia sesuai dengan kemajuan fisik di lapangan, dan memenuhi mutu sebagaimana
ditetapkan dalam spesifikasi teknis dalam kontrak.
Kesimpulan
Tujuan: Memastikan bahwa pembayaran pekerjaan oleh PPK kepada Penyedia tidak
melebihi prestasi kemajuan fisiknya.
2. PPK melakukan
pembayaran kepada
subkontraktor tanpa bukti
yang memadai.
Kesimpulan
Tujuan: Memastikan bahwa perpanjangan masa pelaksanaan kontrak diberikan PPK sesuai
ketentuan dalam kontrak.
Kesimpulan
Tujuan:
- Memastikan kondisi yang dikenakan denda dan/atau ganti rugi oleh PPK sesuai dengan
kontrak.
- Memastikan pengenaan jumlah denda dan/atau ganti rugi kepada Penyedia sudah sesuai
kontrak.
- Memastikan prosedur pembayaran ganti rugi oleh PPK sudah sesuai dengan peraturan.
2. Pembayaran klaim ganti a. Jika Penyedia mengajukan klaim ganti rugi karena
rugi kepada Penyedia Peristiwa Kompensasi, teliti alasan dan dokumen
karena Peristiwa pendukungnya untuk memastikan bahwa keterlambatan
Kompensasi tidak sesuai tersebut memang karena Peristiwa Kompensasi.
aturan.
b. Peristiwa Kompensasi dapat diberikan kepada Penyedia
apabila:
1) PPK mengubah jadwal pekerjaan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan;
2) Terjadi keterlambatan pembayaran kepada
Penyedia;
3) PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi
dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan;
4) Penyedia belum bisa masuk ke lokasi sesuai jadwal
dalam kontrak;
5) PPK menginstruksikan kepada pihak Penyedia untuk
melakukan pengujian tambahan yang setelah
dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan
kerusakan/kegagalan/penyimpangan;
6) PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan
pekerjaan;
7) PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi
tertentu yang tidak dapat diduga sebelumnya yang
disebabkan/tidak disebabkan oleh PPK; atau
8) ketentuan lain dalam SSKK.
c. Dapatkan data penunjang dan perhitungan
kompensasi yang diajukan oleh Penyedia kepada PPK,
4 Nilai pembayaran ganti rugi a. Dapatkan dokumen pembayaran ganti rugi kepada
kepada Penyedia tidak Penyedia, cek kelengkapan dan validitas bukti tersebut.
tepat.
b. Rekalkulasi ketepatan perhitungan ganti rugi termasuk
ketepatan tarif bunga yang disebabkan oleh
keterlambatan pembayaran dari PPK kepada Penyedia.
Kesimpulan
G. Penyesuaian Harga
Tujuan: Memastikan bahwa penyesuaian harga dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku
Kesimpulan
H. Keadaan Kahar
Tujuan: Untuk memastikan bahwa pemberlakuan keadaan kahar oleh PPK sesuai dengan
peraturan.
Kesimpulan
Tujuan: Untuk menguji apakah berakhirnya, dan pemutusan kontrak oleh PPK atau
Penyedia disebabkan oleh hal yang disepakati dalam kontrak.
1. Kontrak dinyatakan selesai Pastikan bahwa PPK mengakhiri kontrak karena memang
namun kedua belah pihak pelaksanaan pekerjaan konstruksi telah selesai,
belum memenuhi/ diantaranya dengan melaksanakan prosedur berikut:
mendapatkan 100% hak dan
a. Dapatkan kontrak yang telah selesai dilaksanakan.
kewajibannya.
b. Evaluasi apakah kontrak berakhir memang benar
karena pekerjaan telah selesai, serta hak dan kewajiban
para pihak pun sudah terpenuhi. Lakukan pengujian fisik
ke lapangan untuk memastikan pekerjaan benar telah
selesai.
c. Evaluasi apakah ada kontrak yang telah berhenti karena
pekerjaan telah selesai 100% namun masih terdapat sisa
2. Alasan penghentian Kontrak dapat dihentikan di tengah jalan oleh PPK karena
kontrak karena keadaan terjadinya keadaan kahar. Apabila PPK melakukan
kahar tidak sesuai dengan penghentian, pastikan PPK melakukan penghentian tersebut
kondisi sebenarnya. sesuai dengan peraturan (lihat prosedur penanganan
keadaan kahar).
3. Alasan pemutusan kontrak a. Dapatkan surat pemutusan kontrak oleh PPK dan
oleh PPK tidak sesuai evaluasi penyebabnya.
dengan ketentuan atau
b. Evaluasi bukti-bukti dan data pendukung penyebab
PPK tidak memutus
pemutusan kontrak, untuk memastikan ketepatan
kontrak walaupun
penyebab pemutusan kontrak, sebagai berikut:
Penyedia melanggar
peraturan. 1) Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan
dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang
diputuskan oleh instansi yang berwenang.
2) Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan
KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa dinyatakan
benar oleh instansi yang berwenang.
3) Penyedia berada dalam keadaan pailit.
4) Penyedia terbukti dikenakan Sanksi Daftar Hitam
sebelum penandatanganan kontrak.
5) Penyedia gagal memperbaiki kinerja setelah
mendapat Surat Peringatan Kontrak Kritis berturut-
turut sebanyak 3 (tiga) kali.
6) Penyedia tidak mempertahankan berlakunya
Jaminan Pelaksanaan.
7) Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
8) Berdasarkan penelitian PPK, Penyedia tidak akan
mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan
walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50
(lima puluh) hari kalender* sejak masa berakhirnya
pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan
pekerjaan.
9) Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari
kalender* sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Penyedia tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan.
4. Penyedia tidak memutus Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan oleh Penyedia,
kontrak walaupun kondisi maka pastikan hal-hal berikut telah dilakukan oleh PPK:
yang
a. PPK telah memberikan persetujuan kepada Pengawas
mempersyaratkannya
Pekerjaan untuk memerintahkan Penyedia menunda
sudah terjadi.
Kesimpulan:
J. Kontrak Kritis
Tujuan: Untuk memastikan PPK telah menerapkan ketentuan kontrak kritis sebelum
melakukan pemutusan kontrak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kesimpulan
Tujuan:
- Memastikan bahwa hasil pekerjaan konstruksi yang diterima PPK sudah selesai 100%
dan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak (mutu, volume, dan
waktu).
- Memastikan bahwa PPK telah menerima rencana pemeliharaan dari Penyedia
13
Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pasal 60 ayat (1).
2. PHO tidak diikuti dengan a. Pastikan PPK telah menerima program kerja/rencana
program rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk melaksanakan
pemeliharaan pemeliharaan.
sebagaimana
b. Evaluasi isi dokumen Rencana Pemeliharaan apakah
dipersyaratkan dalam
sudah mencakup tindakan:
kontrak
1) pemeriksaan untuk memastikan komponen/
item/fungsi hasil pekerjaan masih sesuai dengan
spesifikasi.
2) pemeliharaan dan perbaikan untuk mencegah dan
memperbaiki kerusakan komponen/item/fungsi
hasil pekerjaan.
c. Pastikan PPK telah mendapatkan Manual Operasi dan
Pemeliharaan sebagai panduan atas mekanisme
pemeliharan atas komponen-komponen terkait.
Pastikan Manual Operasi diterima saat PHO.
d. Pastikan Pengendali Pekerjaan telah memeriksa dan
menyetujui dokumen Rencana Pemeliharaan yang
diajukan Penyedia.
Kesimpulan
B. Masa Pemeliharaan
Kesimpulan
Tujuan:
- Memastikan bahwa pembayaran dilakukan setelah pekerjaan selesai 100% sesuai
dengan kontrak.
- Memastikan pembayaran hasil pekerjaan telah memperhitungkan uang muka, pajak,
ganti rugi (bila ada), dan denda (bila ada).
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan bahwa hasil pekerjaan setelah masa pemeliharaan tetap
sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
1. Hasil akhir pekerjaan tidak a. Dapatkan surat permintaan penyerahan akhir dari
sesuai kontrak/ada Penyedia kepada PPK.
kekurangan pekerjaan
b. Evaluasi apakah permintaan penyerahan akhir tersebut
yang tidak diselesaikan
telah melalui masa pemeliharaan sesuai kontrak.
Penyedia.
Pastikan PPK telah menyetujui hasil pemeriksaan atas
pekerjaan pemeliharaan yang dibuat oleh Pengawas
Pekerjaan. Apabila tidak sesuai, evaluasi tindak lanjut
yang diambil PPK.
c. Dapatkan hasil-hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
oleh Pengawas Pekerjaan (perhatikan cacat
mutu/pekerjaan kurang), kemudian cek apakah hal-hal
tersebut telah ditindaklanjuti dengan perbaikan oleh
Penyedia. Pastikan PPK telah mengetahui hal ini.
Dapatkan dokumentasi perbaikan-perbaikan tersebut
(bisa dengan foto-foto saat perbaikan, sebelum dan
sesudah perbaikan, dan lain-lain).
Kesimpulan
Tujuan: Untuk memastikan bahwa PPK melakukan pengembalian retensi atau jaminan
pemeliharaan setelah Penyedia melaksanakan seluruh kewajibannya.
Kesimpulan:
F. Penyerahan Hasil Konstruksi kepada PA/ KPA dan Pencatatan ke Daftar Aset Tetap
Tujuan: Untuk memastikan PPK telah menyerahkan hasil pekerjaan kepada PA/ KPA dan
hasil pekerjaan telah dicatat dalam daftar aset tetap
PPK belum melakukan a. Peroleh BAST hasil pekerjaan konstruksi dari PPK
penyerahan hasil kepada PA/KPA.
konstruksi kepada PA/ KPA. b. Bandingkan BAST hasil pekerjaan konstruksi dari PPK
kepada PA/KPA dengan BAST pekerjaan dari Penyedia
ke PPK.
c. Evaluasi time lag yang terjadi, tanyakan alasannya
kepada PPK.
d. Pastikan PA/KPA telah memverifikasi hasil
pemeriksaan administratif oleh PPHP beserta seluruh
kelengkapan pendukung Berita Acara pemeriksaan
administratif oleh PPHP. Apabila terdapat kekurangan
PA/KPA (melalui PPHP) harus meminta PPK untuk
melengkapinya sebagai pemenuhan syarat
administratif.
Kesimpulan
14
Spesifikasi Umum 2018 (revisi 2) ini berlaku pada saat Panduan disusun. Pemeriksa menyesuaikan dengan perubahan-perubahan
peraturan selanjutnya.
No Prosedur Pengujian
15
Susanto, Makmur, Auditing Proyek-Proyek Konstruksi,2013
CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu pekerjaan konstruksi
dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak adalah wajar, Pemeriksa
melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.
Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
A. Pondasi
2 Pondasi tiang As built a) Panjang total a) Dapatkan hasil uji mutu beton dari
pancang drawing, back pancang Penyedia. Lakukan reviu/evaluasi
Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
e) Foto
Pekerjaan
(Hard copy
A x B x t1 x t2 cm2 Kg/m cm
Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
6 Pekerjaan RAB, Back up a) Luasan tidak a) Pelajari back up data quantity yang
pengeca- data, Gambar sesuai dengan menjadi dasar pengajuan
tan As Built. volume kontrak pembayaran atas pekerjaan
b) Pekerjaan b) Bandingkan luasan pengecatan
pengecatan tidak dengan luasan pekerjaan acian. Jika
dilakukan terdapat selisih, pastikan penyebab
sebanyak lapisan selisih tersebut dengan pengujian
pengecatan yang fisik. Jika selisih tersebut tidak dapat
dipersyaratkan dijelaskan maka jadikan catatan
pemeriksaan.
c) Cat mengelupas,
terlihat basah, c) Luasan permukaan cat yang
dan berjamur. mengelupas, terlihat basah, dan
berjamur sebagai kekurangan
d) Penggunaan cat
volume pekerjaan.
interior untuk
eksterior d) Jika secara kasat mata dan perabaan
permukaan, Pemeriksa menduga
kualitas cat adalah buruk maka
Pemeriksa dapat melakukan
prosedur alternatif dengan meminta
bukti surat jalan pengiriman cat,
wawancara dengan orang yang
kemungkinan selalu berada di sekitar
lokasi pekerjaan, mencari bekas
packaging cat, konfirmasi dengan
toko atau penjual cat untuk
dicocokkan dengan spesifikasi cat
yang disyaratkan dalam kontrak dan
bila berbeda Pemeriksa harus dapat
Rincian Kelengkapan
No Indikasi Masalah Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan Dokumen
Catatan: Pemeriksa menilai apakah mutu tersebut masih berada dalam batas toleransi minimum atau
tidak. Jika Pemeriksa menemukan pekerjaan konstruksi di bawah nilai toleransi minimum, Pemeriksa
memperlakukan kondisi tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, misal apakah
mewajibkan Pengguna Jasa untuk meminta Penyedia melakukan perbaikan mutu atau tindakan lainnya
CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap
pelaksanaan konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu
pekerjaan konstruksi dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak
adalah wajar, Pemeriksa melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.
No Prosedur Pengujian
1. Langkah –langkah pemeriksaan ketepatan volume konstruksi Bangunan Air dan Saluran
Irigasi adalah sebagai berikut:
a. Dapatkan dan bandingkan back up data, final quantity, dan as built drawing
sesuai dengan data MC 100%. Jika terdapat selisih, telusuri penyebabnya.
b. Pengujian fisik saluran irigasi difokuskan pada kesesuaian panjang saluran,
bentuk penampang saluran dan spesifikasi kontrak.
1) Pengukuran panjang saluran dilakukan dengan mengukur panjang saluran
yang diklaim telah dilaksanakan oleh Penyedia. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan meteran roll yang ditarik sesuai panjang saluran yang
ada di lapangan.
2) Pengukuran penampang saluran (bentuk potongan saluran) dilakukan
dengan mengukur dimensi potongan saluran berupa lebar dinding atas
saluran, tinggi dinding saluran, lebar dasar saluran, dan pondasi kaki
saluran.
Apabila memungkinkan, pengukuran ketebalan dasar saluran dapat
dilakukan dengan melubangi dasar saluran dengan menggunakan alat bantu
seperti linggis, kemudian tebal lantai dasar dapat dihitung.
Perhitungan tebal dinding saluran dapat dilakukan dengan melubangi
dinding saluran atau dengan menggali sisi luar dinding saluran. Jumlah titik
dan lokasi pengujian berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam hal Pemeriksa akan melakukan pengujian jumlah saluran beton
precast, maka Pemeriksa dapat melakukan hal tersebut dengan cara
konfirmasi kepada supplier.
2. Pengujian ketepatan mutu konstruksi bangunan air dan saluran irigasi adalah sebagai
berikut:
a. Konstruksi saluran berupa pasangan batu tidak dilakukan pengujian mutu.
b. Pengujian konstruksi saluran berupa beton precast dilakukan dengan cara
memperoleh bukti pengujian mutu dari pihak supplier yang dapat diperoleh dari
Penyedia, atau menggunakan Tenaga Ahli/ Laboratorium.
c. Jika terdapat selisih mutu dengan rencana, maka dilakukan koreksi harga secara
proporsional.
Keterangan: Pemeriksa menilai apakah mutu tersebut masih berada dalam batas
toleransi minimum atau tidak. Jika Pemeriksa menemukan pekerjaan konstruksi di
bawah nilai toleransi minimum, Pemeriksa memperlakukan kondisi tersebut
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, misal apakah mewajibkan Pengguna
Jasa untuk meminta Penyedia melakukan perbaikan mutu atau tindakan lainnya.
CATATAN:
Contoh prosedur yang tersaji dalam lampiran ini disusun sesuai ketentuan yang berlaku pada saat
Panduan ini disusun dan tidak bersifat mengikat pada seluruh pekerjaan konstruksi. Perbedaan di
lapangan sangat mungkin terjadi dengan mempertimbangkan kekhususan pengaturan tahap pelaksanaan
konstruksi oleh K/L/PD, perubahan ketentuan yang berlaku, dan kondisi pada waktu pekerjaan konstruksi
dilaksanakan. Untuk menentukan apakah harga yang tercipta dalam kontrak adalah wajar, Pemeriksa
melakukan pengujian proses lelang, tidak hanya pada tahap pelaksanaan.
Pada hari .. tanggal .. bulan … tahun … berdasarkan Surat Tugas Nomor .. tanggal .. tentang .., Tim
Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah melakukan
kesepakatan terkait pelaksanaan pengujian fisik yang dilakukan secara virtual menggunakan
aplikasi Zoom atas pelaksanaan pekerjaan fisik pada paket … dengan uraian:
1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :
Dalam kesepakatan atas pelaksanaan pengujian fisik pekerjaan tersebut di atas masing-masing
pihak diwakili oleh personil sebagai berikut:
Menyepakati,
(.............................................) 1. (.........................................)
(.............................................)
NIP ....................................
(............................................)
Mengetahui,
(.................................................) (...................................)
Pada hari .. tanggal .. bulan … tahun … berdasarkan Surat Tugas Nomor .. tanggal .. tentang .., Tim
Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah melakukan
kesepakatan terkait pelaksanaan pengujian fisik, atas pelaksanaan pekerjaan fisik pada paket …
dengan uraian:
1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :
Dalam kesepakatan atas pelaksanaan pengujian fisik pekerjaan tersebut di atas masing-masing
pihak diwakili oleh personil sebagai berikut:
Metode pengujian yang disepakati dituangkan dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik ini.
Menyepakati,
(.............................................) 1. (.........................................)
(.............................................)
NIP ....................................
(............................................)
Mengetahui,
(.................................................) (...................................)
b. Ketentuan
1) Peralatan pengukuran dan tenaga pelaksana pengukuran disediakan oleh pihak Satuan
Kerja/PPK atau oleh Penyedia yang melaksanakan pekerjaan di ruas yang diuji.
2) Penyedia agar menyediakan bahan penutup lubang bekas pengambilan benda uji
beton/aspal/cutting/agregat.
3) Pemilihan metodologi ini, disepakati antara Pemeriksa BPK dan PPK serta diketahui oleh
… (diisi nama satker yang menjadi entitas terperiksa).
4) Pengambilan sampel dan hasil pengukuran bersama ini akan digunakan untuk
perhitungan volume pekerjaan terpasang/terlaksana dan hasil pengujian akan disepakati
oleh semua pihak dan setelah selesai dilakukan pengukuran bersama, penambahan
benda uji (sampel) atau pengukuran ulang tanpa dihadiri pihak-pihak terkait, terutama
Pemeriksa BPK, dinyatakan tidak ada atau tidak berlaku.
Apabila ada titik pengambilan sampel yang sudah ditentukan namun ternyata tidak dapat
dilakukan karena kepadatan lalu lintas atau sebab lainnya, maka akan dialihkan ke titik lain
yang masih mewakili STA yang bersangkutan, dan titik tersebut disepakati oleh semua pihak
Pada hari ......... tanggal …… bulan ……. tahun …… berdasarkan Surat Tugas Nomor ……….. tanggal ……
tentang ........, Tim Pemeriksa bersama PPK, Penyedia Jasa, dan Konsultan Pengawas telah
melakukan pembahasan terkait hasil pengujian fisik pada paket ……………., dengan rincian sebagai
berikut:
I. Data Pekerjaan
1. Satuan Kerja :
2. Pelaksana Pekerjaan :
3. Nomor Kontrak :
4. Nilai Kontrak :
5. Nomor Adendum Terakhir :
6. Nilai Adendum Terakhir :
7. Lokasi Pekerjaan :
8. Jangka Waktu Pekerjaan : ........ hari kalender (.......... s.d. ...........)
9. Nomor PHO :
10. Tanggal PHO :
11. Tanggal pengujian fisik :
III. Tanggapan
Penyedia Jasa menyatakan menerima hasil pengujian dan penghitungan kekurangan
volume oleh BPK.
Dengan demikian, semua pihak telah sepakat untuk menandatangani Berita Acara Hasil
Pengujian ini pada tanggal tersebut diatas. Dibuat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.
……….., ………………………
(.............................................) 1. (.........................................)
(.............................................)
NIP ....................................
(............................................)
Mengetahui,
(.................................................) (...................................)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
DAFTAR KLASIFIKASI/SUBKLASIFIKASI
TENAGA KERJA AHLI KONSTRUKSI
No Klasifikasi/Subklasifikasi (SKA)
ARSITEKTUR
1 Arsitek
2 Ahli Desain Interior
3 Ahli Arsitektur Lansekap
4 Teknik Luminasi
SIPIL
1 Ahli Teknik Bangunan Gedung
2 Ahli Teknik Jalan
3 Ahli Teknik Jembatan
4 Ahli Keselamatan Jalan
5 Ahli Teknik Terowongan
6 Ahli Teknik Landasan Terbang
7 Ahli Teknik Jalan Rel
8 Ahli Teknik Dermaga
9 Ahli Teknik Bangunan Lepas Pantai
10 Ahli Teknik Bendungan Besar
11 Ahli Teknik Sungai dan Drainase
12 Ahli Teknik Irigasi
13 Ahli Teknik Rawa dan Pantai
14 Ahli Teknik Pembongkaran Bangunan
15 Ahli Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan
16 Ahli Geoteknik
17 Ahli Geodesi
Kepada Yth.
Kepala Laboratorium Uji yang dituju
di
Kota lokasi laboratorium uji
Sehubungan dengan dilaksanakannya Pemeriksaan atas .. Tahun Anggaran ... pada .. di ..,
serta instansi terkait lainnya dengan Surat Tugas .. Nomor .. tanggal .., dengan ini kami
mengajukan permohonan pengujian laboratorium atas benda uji paket pekerjaan ... (sebutkan
paket pekerjaan yang diuji) dengan kontak Nomor .....
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan
terimakasih.
Ketua Tim
Nama
NIP
1. Kompetensi Tenaga Perhatikan apakah profesi Tenaga Ahli tersebut terikat pada
Ahli suatu standar profesional tertentu, kode etik, keanggotaan pada
asosiasi profesi, akreditasi izin praktik, kepakaran spesifik yang
harus dimiliki, dll.
4. Kualitas Tenaga Ahli a. Evaluasi relevansi dan kewajaran temuan dan kesimpulan
secara keseluruhan ahli dan konsistensinya dengan bukti-bukti pemeriksaan
yang telah dikumpulkan Pemeriksa;
b. Evaluasi asumsi signifikan dan metode khusus yang
digunakan Tenaga Ahli (bila ada);
c. Evaluasi relevansi, kelengkapan, dan akurasi sumber data
yang digunakan Tenaga Ahli (bila ada).