Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Thrombophlebitis adalah peradangan yang terjadi pada pembuluh


darah vena yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. 1
Seringkali istilah thrombophlebitis disingkat menjadi "flebitis". 2 Thrombus
adalah kumpulan faktor-faktor darah, terutama trombosit dan fibrin dan
terperangkapnya unsur-unsur seluler yang sering menyebabkan obstruksi
vaskuler pada akhir pembentukannya. 1

Ada dua jenis thrombophlebitis, yaitu : 1) Flebitis superfisial yang


terjadi ketika gumpalan darah dan peradangan berkembang dalam vena
kecil di dekat permukaan kulit, 2) Deep vein flebitis terjadi ketika
gumpalan darah dan peradangan yang jauh di dalam pembuluh darah di
kaki, perut bagian bawah (panggul), atau, jarang pada lengan. 2

Thrombophlebitis vena superfisial adalah proses inflamasi-


trombotik yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai komplikasi dari
intervensi medis atau bedah. Thrombophlebitis pada vena superfisialis
jarang mengancam kehidupan, tetapi evaluasi diagnostic secara
menyeluruh wajib dilakukan karena banyak pasien dengan flebitis
superfisial juga memiliki deep vein thrombosis (DVT), yang membawa
tingkat tinggi morbiditas dan kematian.3

Thrombophlebitis vena dalam adalah thrombosis akut yang


mengenai vena-vena dalam, biasanya berupa flebitis vena daerah
panggul, yaitu v. femoralis, v. iliaka eksterna dan v. iliaka komunis. 4
Kematian dari trombosis vena dalam (DVT) disebabkan oleh emboli paru
masif yang menyebabkan sebanyak 300.000 kematian setiap tahun di
Amerika. Insidensi Vena Thrombo Emboli (VTE) lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita dan meningkat dengan usia di kedua jenis
kelamin.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pembuluh Vena


II.1.1 Anatomi dan Fisiologi
Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem
vena yang mempunyai arti klinis, yaitu (1) sistem vena superfisialis
(system dangkal), (2) sistem vena profunda (sistem dalam), (3)
sistem komunikans atau sistem penghubung. Sistem komunikans
merupakan penghubung antara sistem vena dangkal dengan
sistem vena dalam. Seluruh sistem vena ini dilengkapi dengan
katup yang menghadap ke arah jantung. Sistem vena dalam
terletak didalam bungkusan otot. Sistem ini diperas kosong kearah
proksimal pada setiap kontraksi otot tungkai. 6

Sistem vena dangkal di tungkai ini terdiri atas sistem vena


safena magna, dan vena safena parva. Darah dari sistem vena
dangkal ini mengalir ke sistem vena dalam melalui berbagai vena
penghubung yang menembus selubung otot dan mempunyai katup
yang menjamin darah mengalir dari vena dangkal ke vena dalam. 6

Pada daerah lengan, meskipun ada juga sistem komunikans,


arti klinisnya tidak ada karena beban pada lengan secara
hidrostatik tidak berarti. 6

2
Gambar 1 : Sirkulasi Arteri Dan Vena Pada Tungkai.

Gambar 2 : Anatomi vena dangkal dan dalam pada tungkai

II.1.2 Patofisiologi

Yang mempengaruhi terjadinya kelainan dan gangguan


aliran vena adalah keutuhan katup di ketiga sistem vena. Jika katup
di system vena dangkal tidak memadai, tekanan hidrostatik akan
meninggi sehingga terjadi pelebaran di vena tersebut. Pelebaran
akan menambahkan lagi kebocoran katup, demikian seterusnya. 6

Bila katup di V.perforans tidak memadai, darah akan diperas


keluar dari system vena dalam ke system vena dangkal setiap kali
otot betis atau paha berkontraksi. Akibatnya, makin banyak katup

3
yang mengalami insufisiensi, dan menanggung tekanan hidrostatik
di vena safena magna dan atau di vena safena parva. Bila katup
komunikans dengan system dalam tidak memadai , aliran darah
akan berbalik dari proksimal ke distal sehingga vena makin
melebar, memanjang dan berkelok-kelok. 6

Gambar 2 : katup pembuluh darah vena.

Hal ini akan menyebabkan edema, stasis, dan hipoksemia di


subkutis dan kulit. Keadaan inilah yang mendasari timbulnya
penyulit berupa thrombosis, gangguan penyembuhan luka, dan
terbentuknya tukak. 6

Telaah tentang penyakit vena umumnya di titik beratkan


pada kelaianan vena di tungkai, karena di tungkailah yang paling
besar menyanggah beban hidrostatik dan gangguan peredaran
darah vena tungkai paling sering terjadi. Gangguan lain yang
mungkin merupakan sebab awal dari kelainan sistem vena adalah
faktor yang mempengaruhi terjadinya thrombosis seperti yang
dikemukakan oleh Virchow dengan triasnya : kelainan dinding,
stasis atau hambatan aliran, dan kecenderungan pembekuan
darah. Selain itu, sejumlah faktor resiko dikenal sebagai penyebab
penyakit vena, yaitu : obesitas, pekerjaan yang membutuhkan
berdiri lama, hormonal (menopause), kehamilan, dan faktor
familial.6

4
II.2 Trombosis

Pembentukan massa bekuan darah dalam system


kardiovaskular yang tidak terkendali disebut thrombosis, dan massa
itu disebut trombus.7

Bekuan darah apabila menyumbat pembuluh darah kecil,


mungkin tidak membahayakan hidup, namun apabila sumbatannya
mengenai pembuluh darah yang berfungsi untuk memasok alat
vital,mungkin akan menggangu kehidupan. Selain itu, sebagian
atau seluruh thrombus dapat lepas membentuk embolus yang
mengikuti aliran pembuluh darah ke tempat lain. Thrombosis dan
embolisme bersama-sama sering disebut tromboembolisme.
Kecenderungan thrombosis dan embolisme menimbulkan nekrosis
iskemik pada sel dan jaringan disebut infark. Infark yang mengenai
jantung, paru, otak mendominasi penyebab kesakitan dan kematian
pada beberapa Negara industry.7

II.2.1 Patogenesis

Faktor predisposisi yang mempengaruhi terbentuknya


thrombin, antara lain: 1. Jejas endotel, 2. Stasis atau turbulensi
aliran darah, 3. Hiperkoagulasi darah. 7

Jejas endotel merupakan suatu pengaruh yang menonjol


pada trombogenesis, dan merupakan satu pengaruh yang dapat
mengakibatkan pembentukan trombus. Jejas mungkin bersifat
ringan merupakan tekanan hemodinamik hipertensi, racun bakteri,
atau endotoksin, dan pengaruh yang merugikan misalnya:
homosistinuria, hiperkolesterolemia, dan hasil-hasil penyerapan
dari asap rokok sigaret yang juga merupakan penyebab kuat jejas
endotel. Yang jelas banyak pada keadaan ini secara diam-diam
merusak endotel (dan akitifator trombosit lainnya), melekatkan
trombosit, melepaskan factor-faktor jaringan, dan pengurangan

5
lokal prostasiklin dan activator plasminogen. Akan tetapi perlu
ditekankan bahwa jejas endotel mungkin ringan dan tidak dapat
diketahui meskipun dibawah mikroskop elektron. 7

Stasis dan turbulensi merupakan perangkat yang


berpengaruh besar terhadap trombogenik. Pada aliran darah
laminer yang normal, semua elemen yang berbentuk dipisahkan
dari permukaan endotel oleh daerah plasmatik yang jernih. Stasis
dan turbulensi akan (1) Merusak aliran laminer dan membiarkan
trombosit bersinggungan dengan endotel, (2) mencegah pelarutan
factor yang mempercepat pembekuan dibawah konsentrasi yang
membahayakan, (3) perlambatan aliran faktor-faktor penghambat
pembekuan, (4) mempermudah pembentukan agregasi trombosit
dan mulai timbulnya fibrin, baik pada aliran lambat atau didaerah
kantung stasis, (5) mempermudah hipoksia sel dan jejas,
mempermudah trombosit dan fibrin tertimbun, dan mengurangi
penglepasan t-PA, dan (6) turbulensi merupakan mekanisme
tambahan untuk terjadinya jejas endotel. Stasis berperan penting
pada aliran vena karena kecepatan aliran darah didalam vena yang
lambat. 7

Hiperkoagulasi dapat didefinisikan sebagai perubahan darah


atau khususnya mekanisme pembekuan darah yang dalam
beberapa hal merupakan predisposisi thrombosis. Pada beberapa
keadaan, contohnya kegagalan jantung atau setelah trauma,
pengaruh lain seperti stasis atau kerusakan vascular mungkin
merupakan mekanisme yang terpenting. Akan tetapi sering
thrombosis terjadi pada penderita neoplasma ganas yang telah
metastasis. pada stadium akhir kehamilan, dan pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral. Penggunaan kontrasepsi oral

6
meningkatkan konsentrasi fibrinogen plasma, protrombin, faktor VII,
VIII, dan X, dan akan menurunkan aktivitas fibrinolitik, hal ini
memungkinkan terbentuknya thrombosis pada penggunaan
kontrasepsi oral. Pada penderita neoplasma ganas yang
mengalami metastasis, sekresi faktor-faktor trombogenik atau
penyerapan hasil-hasil prokoagulan dari sel-sel tumor yang
nekrosis telah di tetapkan sebagai dasar kecenderungan
thrombosis. 7

II.3 Tromboflebitis
II.3.1 Definisi
Thrombophlebitis adalah peradangan pada vena yang
berhubungan dengan pembentukan thrombus. 1

II.3.2 Patogenesis

Pada vena yang normal dapat terjadi thrombosis karena


sebab eksogen, misalnya trauma, kelelahan, kurang
gerak/immobilisasi, pasca bedah, atau adanya keganasan yang
terjadi hanya pada salah satu segmen vena. Thrombosis ini
menyebabkan reaksi radang local pada dinding vena. Dalam hal ini,
thrombosis terjadi karena perlambatan aliran darah, kelainan
dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah (trias
Virchow).4

Pada vena yang mengalami pelebaran atau varises,


turbulensi darah pada kantong vena disekitar katup merangsang
terjadinya thrombosis. Menipisnya dinding vena mempercepat
proses radang. Dalam keadaan ini, dua faktor utama, yaitu kelainan
dinding vena, dan melambatnya aliran darah merupakan sebab
terjadinya tromboflebitis. 4

7
Rangsangan langsung pda vena dapat menimbulkan
tromboflebitis, misalnya pada pemasangan infuse jangka lama
(lebih dari 2 hari) ditempat yang sama, atau penyuntikan obat
intravena. Kelaianan jantung yang mengubah aliran darah,
dehidarsi berat yang menyebabkan hemokonsentrasi, koagulasi
intravsakuler yang meluas pada infeksi sistemik dapat juga
menimbulkan thrombosis. Demikian juga tuor intraabdomen,
umumnya didaerah panggul yang menyebabkan hambatan aliran
vena. 4

II.3.3 Tromboflebitis superfisialis


Thrombophlebitis superfisialis merupakan reaksi inflamasi
dengan thrombus yang berada di pembuluh darah vena di bawah
kulit. Thrombosis vena berbeda dengan flebitis vena. Namun,pada
sebagian besar thrombosis vena superfisialis juga terdapat flebitis
vena.8

Penderita umumnya mengeluh nyeri di daerah vena disertai


nyeri tekan, sedangkan kulit disekitarnya kemerahan dan panas.
Kadang ditemukan edema atau pembengkakan lokal, nyeri ketika
menggerakan lengan pada gerakan otot tertentu. 4

II.3.3.1 Epidemiologi

Angka kematian dari thrombophlebitis superfisialis tanpa


komplikasi jarang terjadi, namun, jika thrombophlebitis superfisialis
meluas ke dalam sistem vena dalam maka dapat menjadi sumber
emboli paru.8

McColl dan rekan-rekan telah memetakan risiko


kemungkinan terjadinya thrombophilia sebagai akibat dari
kehamilan, yang dapat menyebabkan thrombophlebitis. ini harus
dijadikan perhatian bagi perempuan yang membawa faktor V

8
Leiden atau prothrombin C-20210-sebuah gen, di antaranya
kecenderungan terhadap pembekuan darah. Beberapa studi
menunjukkan bahwa kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko
thrombophlebitis. Risiko pembekuan tidak didefinisikan dengan baik
dengan formulasi yang lebih baru kontrasepsi oral dengan dosis
estrogen lebih rendah. 8

Thrombophlebitis superfisial sering terjadi pada kelompok


usia mulai dari usia dewasa muda hingga usia setengah baya.
Namun, Markovic dan rekan-rekan melaporkan bahwa faktor risiko
yang umum terjadi adalah usia lebih dari 60 tahun, tetapi
komplikasi lebih sedikit terjadi pada usia ini. 8

II.3.3.2 Patofisiologi

Meskipun etiologinya masih belum diketahui dengan jelas,


trombosis vena superfisial sering dikaitkan dengan salah satu
komponen dari triad Virchow, yaitu : kerusakan dinding intimal
(yang dapat disebabkan oleh trauma, infeksi, atau peradangan),
stasis atau hambatan aliran darah, dan kecenderungan
pembekuan darah. Thrombophlebitis superficial juga dapat terjadi
akibat intervensi medis di mana saja, seperti di lengan atau leher
(pembuluh nadi eksternal) dari kateter intravena. 8

II.3.3.3 Faktor Resiko

1. Kegemukan,
2. Varises vena
3. Usia lebih dari 60 tahun
4. Merokok
5. Bahan/material caustic, seperti cairan ringan dan obat jalan
yang disuntikkan ke intravena.
6. Keadaan Hiperkoagulasi seperti mutasi faktor V Leiden,
mutasi gen prothrombin, dan defisiensi protein S. 8

9
II.3.3.4 Macam-Macam Tipe Trombus/Thrombophlebitis Vena
Superficial:
1. Thrombophlebitis Traumatik.
 Thrombophlebitis akibat cedera, dapat menimbulkan gejala
seperti : Ecchymosis, ekstravasasi darah akibat cedera pada
pembuluh darah, dan adanya perubahan pigmentasi
kecoklatan akibat timbulnya peradangan.
 Thrombophlebitis di tempat infus intravena merupakan hasil
dari iritasi obat, larutan hipertonik, atau kateter intralumen.
Gejalanya dapat berupa: kemerahan, nyeri, terdapat
benjolan.
 Thrombophlebitis akibat trauma iatrogenik (kimia) yang
mungkin disebabkan oleh sclerotherapy. 8

2. Thrombophlebitis pada varises vena.


 Thrombophlebitis superfisialis sering terjadi pada varises
vena.
 Thrombophlebitis berkembang sebagai simpul keras dalam
varises vena dan dikelilingi oleh eritema. Perdarahan dapat
terjadi sebagai reaksi perluasan ke dinding pembuluh darah 8

3. Thrombophlebitis sebagai hasil dari infeksi.


 Organisme aerobik dan anaerobik serta infeksi campuran
telah terkait dengan terjadinya thrombosis vena superfisial.
 Organisme aerobik meliputi : Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, dan Klebsiella.
 Organisme anaerob meliputi: Peptostreptococcus,
Propionibacterium, Bacteroides fragilis, dan jamur.
 Adanya infeksi dalam varises merupakan faktor predisposisi
terjadinya thrombophlebitis, yang dapat terjadi pada saat

10
operasi atau setelah perawatan injeksi, trauma, atau pajanan
terhadap terapi radiasi.
 Septic flebitis biasanya terjadi karena penggunaan jangka
panjang dari kanul intravena dimasukkan untuk pemberian
cairan atau obat-obatan. 8

4. Thrombosis dari hemorrhoid


 Dibutuhkan evakuasi dari trombus, meski sangat
menyakitkan, namun dapat mengurangi gejala dengan
cepat. Jika teraba trombus lokal didalam vena yang melebar
atau dalam hemoroid, sebaiknya trombus dikeluarkan
melalui insisi dengan anestesia lokal. Setelah fase akut,
ekstremitas yang bersangkutan di bebat dengan bebat
elastic dari arah distal. Umumnya tidak diperlukan
pemberian antibiotic, kecuali bila terdapat abses atau radang
septic setempat atau bila terdapat factor penyebabnya
adalah radang di tempat lain.
 kompres Magnesium sulfat juga dapat digunakan untuk
mengurangi pembengkakan dan nyeri.
 Kadang-kadang, operasi diperlukan untuk menghilangkan
bekuan dari wasir tersebut. 8

5. Thrombophlebitis Migrasi
 Jadioux pertama kali menggambarkan thrombophlebitis
migrasi pada tahun 1845 sebagai sebuah entitas yang
ditandai dengan trombosis berulang dan berkembang dalam
vena superficial di berbagai tempat, namun paling sering di
ekstremitas bawah. Meskipun banyak faktor etiologi telah
diajukan, namun tak satu pun yang telah dikonfirmasi.

11
 Asosiasi karsinoma pertama kali dilaporkan oleh Trousseau
pada tahun 1856. Sproul mencatat bahwa thrombophlebitis
migrasi lazim terjadi terutama pada karsinoma pancreas.
 Flebitis terjadi pada penyakit yang berkaitan dengan
vaskulitis, seperti polyarteritis nodosa (periarteritis nodosa)
dan penyakit Buerger. 8

6. Thrombophlebitis dari vena superfisial payudara dan dinding


dada anterior (Mondor penyakit).
 penyakit Mondor merupakan penyakit yang jarang terjadi.
Thrombophlebitis biasanya terletak pada aspek anterolateral
dari bagian atas payudara atau di wilayah yang membentang
dari bagian bawah payudara di submammary flip menuju
batas kosta dan epigastrium.
 Karakteristik yang ditemukan adalah struktur tender cordlike
yang mungkin menggambarkan tegang kulit yang baik
dengan cara mengangkat lengan.
 Penyebabnya tidak diketahui. Penyakit Mondor terjadi
setelah operasi payudara, riwayat menggunakan kontrasepsi
oral, dan kekurangan protein C.
 Thrombophlebitis dari vena dorsalis penis, umumnya
disebabkan oleh trauma atau cedera berulang, hal ini juga
disebut sebagai penyakit Mondor. 8

II.3.3.5 Manifestasi Klinis


1. Kemerahan,
2. Nyeri di sepanjang vena,
3. Pembengkakan,
4. Perdarahan dapat terjadi pada varises vena. 8

II.3.3.6 Pemeriksaan Penunjang

12
II.3.3.6.1 Laboratorium
Evaluasi laboratorium harus mencakup tes antara lain: 8
1. Faktor V Leiden
2. Mutasi gen protrombin, protein C dan protein S
3. Antithrombin C, antibodi antifosfolipid, antikoagulan lupus
4. Faktor pmbekuan VIII
5. Homosistein
6. Carcinoembryonic serum antigen (CEA), antigen prostat-
khusus (PSA),dll.

Schonauer dkk melaporkan bahwa faktor pembekuan VIII


menjadi faktor risiko independen untuk trombosis superfisial
berulang setelah satu episode vena thromboembolism.8 De
Godoy dan Braile melaporkan bahwa 5,5% dari pasien dengan
thrombophlebitis superfisialis berulang diakibatkan adanya
protein S defisiensi yang positif.9 Faktor V Leiden dan mutasi
gen prothrombin secara signifikan meningkatkan risiko
thrombophlebitis superfisialis. 8
Migrasi thrombophlebitis yang tidak diketahui
penyebabnya, merupakan indikasi untuk evaluasi lebih rinci
mencari lesi ganas. Ini juga harus mencakup aplikasi selektif
carcinoembryonic serum antigen (CEA), antigen prostat-khusus
(PSA), kolonoskopi, CT scan, dan mamografi. 8

II.3.3.6.2 Pemeriksaan Imaging


Evaluasi USG dupleks adalah studi diagnostik pilihan
untuk mencari trombosis vena. Thrombosis vena mungkin
tampak menebal atau meradang di USG. Sebuah teknologis
USG terbaru harus mampu mendiagnosa thrombophlebitis
superfisialis dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. 8

13
Venography jarang digunakan untuk mendiagnosis
thrombophlebitis superfisialis. Pada umumnya harus dihindari
karena potensi komplikasi kontras intravena, yang dapat
menyebabkan flebitis sendiri. Venography tidak digunakan untuk
diagnosis trombosis vena dalam, karena sudah menggunakan
duplex scanning. Jika informasi pada vena panggul atau saluran
keluar vena iliaka diperlukan, venography CT biasanya lebih
disukai, jika tersedia. 8

II.3.3.7 Tatalaksana
Pengobatan trombosis vena superfisialis bergantung pada
etiologi, luasnya trombosis, dan gejalanya. Scanning duplex
memberikan penilaian yang akurat tentang luasnya penyakit dan
dengan demikian memungkinkan menentukan terapi yang lebih
rasional. 8
Untuk varises vena dengan lokalisasi superfisialis, daerah
nyeri tekan ringan thrombophlebitis pengobatan dengan analgesik
ringan, seperti aspirin, dan penggunaan beberapa jenis dukungan
elastis biasanya sudah cukup. Pasien dianjurkan untuk
melanjutkan kegiatan mereka sehari-hari biasa. Jika gejalanya
menetap, phlebectomy dari segmen yang terlibat dapat
diindikasikan. 8
Untuk thrombophlebitis yang lebih berat gejalanya seperti
ditunjukkan oleh adanya tingkat rasa sakit dan kemerahan yang
berlebih, dan tingkat abnormalitas tersebut, harus dilakukan
bedrest dengan elevasi ekstremitas dan penerapan kompres
hangat. 8
Long-leg heavy-gauge elastic stockings atau beberapa
elastis (Ace) perban dapat diindikasikan untuk pasien-pasien yang
mobilitasnya tinggi. 8

14
Pasien dengan trombosis vena safena dapat
dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulasi atau ligasi vena
safena. Pasien dengan kontraindikasi pemberian antikoagulasi
atau mereka yang sudah menerima pengobatan antikoagulasi
dalam jangka panjang harus dipertimbangkan untuk dilakukan
ligasi vena safena. 8
Beberapa obat anti-inflamasi mungkin bermanfaat antara
lain : salisilat, indometasin, dan ibuprofen telah dilaporkan efektif.
Salisilat, ibuprofen, dan dipyridamole telah digunakan sebagai
agen antithrombotic, tetapi efektivitasnya belum diketahui dengan
jelas. 8
Antibiotik biasanya tidak diperlukan kecuali jika terdapat
peradangan supuratif. Dalam kasus tromboflebitis persisten
sebagai terapi definitif awal, eksisi proses inflamasi efektif. Luka-
luka biasanya sembuh dengan baik. 8

II.3.4 Thrombosis Vena Dalam


Definisi
Trombosis adalah pembentukan atau adanya trombosis
(bekuan darah) di dalam pembuluh darah . Trombosis vena dalam ,
yaitu terjadi pembekuan darah di dalam vena , terutama pada vena
tungkai bawah. Trombosis vena dalam ini lebih sering tanpa
gejala , tetapi dapat menjadi penyakit yang serius . bila trombus
terlepas menjadi emboli paru , hal ini dapat mengancam nyawa
atau trombus atau trombus tersebut menyebabakan kerusakan
katup vena dan terjadi sindrom pasca tromboflebitis .

15
II.3.4.1 Epidemiologi
Mortalitas / Morbiditas
Kematian dari trombosis vena dalam (DVT) adalah
disebabkan oleh emboli paru masif yang menyebabkan sebanyak
300.000 kematian setiap tahun di Amerika. Insidensi Vena
Thrombo Emboli (VTE) lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita dan meningkat dengan usia di kedua jenis kelamin. 5

Dari 366 kejadian VTE, sekitar 191 kasus VTE sekunder


berhubungan dengan lebih dari satu kondisi yang mendasari,
antara lain: Kanker ini termasuk (48%), rawat inap (52%), operasi
(42%), dan trauma besar (6%).5

Morbiditas jangka panjang pokok dari DVT adalah sindrom


pasca-trombotik (PTS), yang akan berkembang dalam waktu 2
tahun sesudahnya, di tandai oleh adanya edema tungkai yang
menetap, varises yang progresif, dan nyeri. 5

RAS
Dari sudut pandang demografis, Asia dan Hispanik memiliki risiko
yang lebih rendah untuk terjadinya VTE, sedangkan Kaukasia dan
Afrika Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi (2,5-4 kali lebih
tinggi). 5

Seks
Rasio laki-laki-wanita adalah 1.2:1, menunjukkan bahwa laki-laki
memiliki risiko lebih tinggi daripada wanita untuk terjadinya DVT. 5

Usia
Deep trombosis vena (DVT) biasanya terjadi pada individu usia
lebih dari 40 tahun. 5

16
II.3.4.2 Thrombophlebitis Vena Dalam akut

Tromboflebitis vena dalam akut biasanya berupa flebitis vena


daerah panggul yaitu vena femoralis , vena illiaka eksterna , dan vena
illiaka komunis. Biasanaya terjadi di satu sisi . kelainan yang merupakan
keadaan gawat ini secara klinis ditandai dengan udem tungkai yang timbul
cepat disertai dengan ketegangan dan nyeri hebat . tungkai membengkak
sampai ke daerah inguinal , menjadi merah , dan tidak dapat digerakan
atau sukar dibengkokan. Penderita pada umumnya diliputi rasa takut
hebat .

II.3.4.3 Thrombosis Vena Dalam kronik

Trombosis vena dalam kronik sering disebut juga sindrom pasca


trombosis yang ditandai dengan udem tungkai yang menetap , varisses
yang progresif mungkin nyeri di daerah illiaka disertai uji perthes negatif .

II.3.4.4 Faktor Resiko

Faktor-faktor risiko berikut untuk DVT telah diidentifikasi dalam


berbagai studi epidemiologi yang berbeda:5

Umum
 Usia
 Imobilisasi lebih dari 3 hari
 Kehamilan dan periode postpartum
 Operasi mayor 4 minggu sebelumnya
 Lamanya perjalanan dengan pesawat ataupun mobil (> 4
jam) pada 4 minggu sebelumnya

Medis
 Kanker
 Riwayat DVT sebelumnya
 Stroke

17
 Infark miokard akut
 Gagal jantung kongestif (CHF)
 Sepsis
 Sindrom nefrotik
 Colitis ulseratif

Trauma
 Multiple trauma
 cedera tulang belakang
 Luka bakar
 Fraktur ekstremitas bawah

Vaskulitis
 Sistemik lupus erythematosus (SLE) dan Lupus
antikoagulan
 Behçet sindrom
 Homocystinuria

5. Hematologi

 Gangguan koagulasi / fibrinolisis


 Trombositosis
 Polisitemia vera rubra
 Defisiensi Antithrombin III
 Defisiensi protein C
 Defisiensi protein S
 Mutasi prothrombin 20210A
 Faktor V Leiden
 Dysfibrinogenemias dan gangguan aktivasi plasminogen

18
6. Obat-obatan
 Penyalahgunaan obat intravena
 Kontrasepsi oral
 Estrogen
 Trombositopenia akibat heparin

Tabel 1 : Skore klinis untuk DVT. 5

19
Gambar 3 : Deep Vein Trombosis

II.3.4.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala DVT berhubungan dengan derajat obstruksi


aliran vena dan peradangan pada dinidng pembuluh darah. 5

Tanda dan gejala DVT antara lain : 5

1. Edema, terutama unilateral, adalah gejala paling spesifik.


2. Cyanosis
3. Iskemia
4. Eritema
5. Teraba hangat
6. Nyeri pada kaki terjadi pada 50% pasien, namun tidak
spesifik. Nyeri dapat terjadi pada dorsifleksi kaki (Homans
tanda).

II.3.4.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Uji D-dimer.
Uji D-dimer memiliki peran penting dalam pendekatan
diagnostik untuk trombosis vena dalam (DVT). Fragmen D-

20
dimer fibrin berada dalam bekuan fibrin dan produk
degradasi fibrin fibrin cross-linked. antibodi monoklonal
spesifik untuk fragmen D-dimer digunakan untuk
membedakan bekuan fibrin-fibrin spesifik dari non-cross-
linked dan dari fibrinogen. Atribut-atribut spesifik dari
antibody D-dimer digunakan untuk menilai tromboemboli
5
vena dengan sensitivitas tinggi.
Hasil uji D-dimer sebagai berikut: 5
- Hasil uji D-dimer negatif : menunjukan pasien dengan
risiko rendah sampai sedang dan skor Wells DVT kurang
dari 2.
- Hasil uji D-dimer positif : menunjukan pasien dengan
risiko sedang sampai tinggi DVT dan (skor Wells DVT
lebih dari 2), memerlukan studi diagnostik (ultrasonografi
dupleks)

b. Pemeriksaan darah lainnya.


Pemeriksaan darah lainnya yakni: 5
- Protein S
- Protein C
- Antithrombin III
- Faktor V Leiden
- Mutasi Prothrombin 20210A
- Antibodi antifosfolipid, dan Kadar homosistein.

2. Pemeriksaan Imaging
a. Duplex ultrasonografi
Tidak adanya sinyal Doppler yang timbul dari perubahan
aliran vena memberikan bukti tidak langsung adanya oklusi
vena. Banyak studi telah mengkonfirmasi diagnostik

21
sensitivitas dan spesifisitas ultrasonografi dupleks untuk
trombosis vena proksimal. 5
Sensitivitas ultrasonografi dupleks untuk DVT proksimal
vena adalah 97% (95% confidence interval [CI], 96-98%)
tetapi hanya 73% untuk DVT vena betis (95% CI, 54-93%).
Spesifisitas keseluruhan adalah 95%. Duplex ultrasonografi
juga berguna untuk membedakan trombosis vena dari
hematoma, Baker kista, abses, dan penyebab lain dari rasa
sakit dan edema kaki. 5

Kerugian utama dari ultrasonografi dupleks adalah: 5


- ketidakakuratan dalam diagnosis trombosis vena betis.
- Sulit untuk memvisualisasikan trombus vena proksimal ke
ligamentum inguinalis.
- Pada pasien dengan DVT berulang akut, ultrasonografi
dupleks mungkin tidak dapat membedakan antara
gumpalan lama dan baru.
- Akurasi Diagnostik bervariasi tergantung pada keahlian
lokal.

b. Impedansi plethysmography (IPG).


Di beberapa negara, impedansi plethysmography (IPG) telah
menjadi alat uji diagnostik awal noninvasif pilihan.
Plethysmography berasal dari kata Yunani yang berarti
"meningkat.". Prosedur ini didasarkan pada rekaman
perubahan volume darah ekstremitas, yang secara langsung
berhubungan dengan aliran vena. Beberapa teknik yang
berbeda dapat digunakan untuk mengukur perubahan ini,
termasuk impedansi listrik. Dalam pengaturan trombosis

22
vena proksimal, outflow vena dari ekstremitas bawah
diperlambat dan volume darah atau kapasitansi vena
meningkat. Standar grafik digunakan untuk membedakan
hasil studi IPG normal dari hasil abnormal.
Dalam berbagai penelitian, IPG telah terbukti sensitif dan
spesifik untuk trombosis vena proksimal. Hal ini tidak sensitif
untuk trombosis vena betis, nonoccluding trombus vena
proksimal, dan trombosis vena ileofemoral di atas
ligamentum inguinalis. IPG tidak dapat membedakan antara
oklusi trombotik dan kompresi extravascular urat. Salah-hasil
yang positif terjadi dalam penentuan CHF signifikan dan
mengangkat tekanan vena pusat maupun di insufisiensi
arteri parah. 5

c. MRI
MRI merupakan tes diagnostik pilihan untuk kasus-kasus
yang dicurigai thrombosis vena iliaka dan atau vena kava
inferior dimana pemeriksaan CT venography menjadi
kontraindikasi atau dikarenakan teknis yang tidak memadai.
Pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, MRI lebih
akurat daripada ultrasonografi dupleks karena terjadi
perubahan karakteristik aliran vena. Pada kasus yang
dicurigai trombosis vena betis dicurigai, MRI lebih sensitif.
Penggunaan MRI sangat terbatas dikarenakan beban biaya
yang cukup mahal, kurangnya ketersediaan umum, dan
keterbatsaan teknis. 5

d. Kedokteran Nuklir
Kedokteran nuklir dengan menggunakan label 125 fibrinogen
tidak lagi direkomendasikan. Penggunaan cara ini relatif

23
tidak sensitif untuk trombosis vena proksimal dan memakan
waktu lebih lama dari 24 jam untuk mendapatkan hasil. 5

e. CT venography
Dengan diperkenalkannya teknologi CT multidetector CT, CT
venography telah tergabung ke dalam studi CT angiographic
dada yang menjadi bagian dari penilaian diagnostik untuk
kasus-kasus pulmonary emboli (PE). Scanning biasanya
dimulai di level crista iliaka dan terus ke caudal ke arah fosa
poplitea. 5
Dalam penelitian investigasi diagnosis emboli paru II
(PIOPED II) yang dilaporkan oleh Stein et al,dimana
penambahan CT venography pada CT angiografi dada dapat
meningkatkan sensitivitas diagnostik untuk penyakit
tromboemboli vena dibandingkan hanya dengan CT
angiography saja.5
Kegunaan utama CT venography adalah untuk
mendiagnosis DVT ileofemoral. Ultrasonography terbatas
untuk mendiagnosis DVT pada sistem vena distal ke
ligamentum inguinalis. Vena iliaka tidak dapat
divisualisasikan dengan ultrasonografi, dan penggunaan
modalitas diagnostic lainnya harus dilakukkan. Di sinilah CT
venography dilakukkan, dimana adanya oklusi vena
proksimal ke ligamentum inguinalis dapat dideteksi.
Diagnosis DVT ileofemoral seharusnya dipertimbangkan jika
pada pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya
trombus yang meluas ke v. femoralis superfisialis di
ligamentum inguinalis. 5
Masalah utama pengunaan CT venography adalah vena
yang tidak tervisualisasikan denga adekuat, gangguan

24
artifactual dari implan logam seperti pinggul dan arthroplasti
lutut, dan kontraindikasi dengan pewarna kontras. 5

II.3.4.7 Tatalaksana
Tujuan utama pengobatan trombosis vena dalam (DVT)
adalah untuk mencegah terjadinya emboli paru (pulmonary
embolism (PE)), mengurangi morbiditas, dan mencegah atau
meminimalkan resiko berkembangnya sindrom pascaflebitis.
Pedoman saat ini merekomendasikan penggunaan antikoagulasi
jangka pendek dengan low-molecular-weight-heparin (LMWH) SC
(Grade 1A), heparin unfractionated IV (Grade 1A), dosis tetap
heparin unfractionated SC (Grade 1A), atau fondaparinux SC
(Grade 1A). 5
Pengobatan awal dengan LMWH, heparin unfractionated,
atau fondaparinux seharusnya diberikan selama minimal 5 hari
dan sampai INR > 2 selama 24 jam (Kelas 1C). Vitamin K
antagonis seperti warfarin seharusnya diberikan bersama dengan
LMWH, heparin unfractionated, atau fondaparinux pada
pengobatan hari pertama (Grade 1A). 5

Antikoagulasi
Heparin
Heparin mencegah perpanjangan trombus dan telah terbukti
secara signifikan mengurangi (namun tidak menghilangkan)
kejadian emboli paru yang fatal dan nonfatal serta terjadinya
trombosis berulang. Heparin tidak mempengaruhi ukuran trombus
yang telah ada dan tidak memiliki kegiatan trombolitik intrinsik. 5
Terapi Heparin memiliki pengaruh yang kecil terhadap risiko
berkembangnya sindroma pascaflebitis. Trombus original
menyebabkan inkompetensi katup vena dan dapat meningkatkan

25
insiden terjadinya insufisiensi vena kronis dan sindrom
pascaflebitis. 5
Efek antikoagulan pada heparin berhubungan langsung
dengan aktivasi antithrombin III. Antitrombin III merupakan
antikoagulan utama tubuh, inaktifasi thrombin dan aktifitas
penghambatannya diaktifkan oleh faktor X dalam proses
koagulasi.
Heparin merupakan campuran heterogen fragmen
polisakarida dengan berat molekul yang bervariasi tetapi dengan
aktivitas biologis yang sama. Fragmen yang lebih besar akan
berinteraksi dengan antithrombin III untuk menghambat trombin.
Fragmen yang rendah berat molekulnya memiliki efek
antikoagulan, mereka akan menghambat aktivitas yang diaktifkan
oleh faktor X. Perdarahan merupakan komplikasi dari penggunaan
heparin yang diperkirakan berasal dari fragmen-fragmen dengan
berat molekul yang lebih besar. 5
Terapi warfarin tumpang tindih dengan terapi heparin selama
4-5 hari sampai rasio normalisasi internasional (INR) meningkat
dari dosis terapetik 2-3x. Heparin harus tumpang tindih dengan
warfarin oral karena keadaan transien hypercoagulable awal
diinduksi oleh warfarin. Efek ini berkaitan dengan perbedaan paruh
waktu protein C, protein S, dan vitamin K, serta faktor pembekuan
dependent II, VII, IX, dan X. Antikoagulasi jangka panjang
diindikasikan untuk pasien dengan trombosis vena berulang dan
atau persisten atau pasien dengan factor resiko ireversibel. 5
Ketika heparin unfractionated intravena diinisiasikan untuk
DVT, tujuannya adalah untuk mencapai dan memelihara
peningkatan dari partial tromboplastin time (aPTT) minimal 1,5 kali
kontrol. Farmakokinetik Heparin sangat kompleks; waktu paruh
adalah 60-90 menit. 5
Protokol penggunaan heparin IV adalah sebagai berikut:

26
1. Berikan bolus awal 80 U/kg
2. Mulai pemberian infus maintenance 18 U / kg.
3. Periksa aPTT atau tingkat akitifitas Heparin setelah 6 jam bolus
dan menyesuaikan kadar infus yang sesuai.
4. Lanjutkan untuk memeriksa aPTT atau tingkat aktifitas heparin
setiap 6 jam sampai nilai terapeutik berturut-turut adalah 2.
5. Memantau aPTT atau tingkat aktifitas Heparin, hematokrit, dan
jumlah trombosit setiap 24 jam

Heparin tidak jarang menimbulkan trombositopenia. Dalam


kondisi ini, agregasi platelet diinduksi oleh heparin yang dapat
memicu terjadinya trombosis vena atau arteri dengan nilai
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Sayangnya, hal ini tidak
dapat memprediksi pasien-pasien yang akan berkembang menjadi
trombosis. Semua pasien yang mengalami/menjadi
trombositopenia saat mengambil heparin akan beresiko. Cara
alternatif mencakup substitusi bahan yang terbuat dari babi untuk
heparin sapi, penggunaan LMWH, atau memulai terapi dengan
warfarin. 5
Secara tradisional, heparin telah digunakan hanya untuk
pasien yang masuk dengan DVT. Dalam penelitian terbaru oleh
Kearon et al, fix-dose heparin unfractionated subkutan dievaluasi
untuk pengobatan rawat jalan DVT. Dalam hal ini secara dilakukan
uji coba terhadap 708 pasien dewasa rawat jalan dengan objektif
dikonfirmasi DVT dengan menggunakan fix-dose heparin
unfractionated subkutan (UFH) dibandingkan dengan LMWH
(enoxaparin atau dalteparin). Pada kelompok UFH, 333 unit/kg
heparin unfractionated secara subkutan awalnya diikuti dengan
dosis tetap 250 unit/kg dua kali sehari. Ini tumpang tindih dengan
warfarin oral selama 5 hari sampai INR dianggap terapeutik. Pada
kelompok LMWH, 100 IU/kg dari LMWH diberikan dua kali sehari.

27
Rekurensi tromboemboli vena (VTE) terjadi dalam 13 pasien
dalam kelompok UFH (3,8%) dibandingkan dengan 12 pasien
dalam kelompok LMWH (3,4%; perbedaan absolut 0,4%, 95% CI,
-2,6% - 3,3%). Pendarahan mayor selama 10 hari pertama
pengobatan terjadi pada 1,1% dari kelompok UFH versus 1,4%
pada kelompok LMWH (perbedaan absolut -0,3%; 95% CI, -2,3% -
1,7%) Para peneliti menyimpulkan bahwa dosis tetap UFH aman
dan efektif sebagai LMWH pada pasien dengan DVT akut dan
cocok untuk pengobatan rawat jalan. 5

Low-Molecular-Weight Heparin
LMWH merupakan heparin unfractionated dengan fragmen
berat molekul rendah (<9.000 Da). Pemantauan aPTT tidak
diperlukan. Dosis disesuaikan dengan berat badan. 5
Produk LMWH diberikan secara subkutan, dan memiliki
waktu paruh yang memperbolehkan penggunaannya dalam dosis
tunggal atau dua kali sehari. Ini digunakan untuk pasien DVT rawat
jalan, dan pulmonary embolism (PE) yang telah dievaluasi dalam
sejumlah studi. 5
Pada saat ini, sudah terdapat 4 sediaan LMWH, yaitu:
enoxaparin, dalteparin, tinzaparin, dan nadroparin. Enoxaparin,
dalteparin, dan tinzaparin telah menerima persetujuan dari US
Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan DVT di
Amerika Serikat. Enoxaparin telah disetujui untuk pengobatan DVT
rawat inap dan rawat jalan. Nadroparin telah disetujia untuk
pengobatan DVT di Kanada. 5

Terapi Bedah
Terapi bedah untuk DVT dapat diindikasikan bila terapi
dengan antikoagulan tidak efektif, tidak aman, atau terdapat
kontraindikasi. Prosedur utama pembedahan pada DVT adalah

28
menghilangkan bekuan dan gangguan parsial dari v. kava inferior
untuk mencegah terjadinya emboli paru (Pulmonary Embolism). 5

Alasan untuk thrombectomy adalah untuk mengembalikan


patensi vena dan fungsi katup. Tindakan thrombectomy saja tidak
diindikasikan karena rethrombosis sering terjadi. Terapi Heparin
merupakan terapi tambahan yang diperlukan. Thrombectomy
ditujukan bagi pasien dengan trombosis vena besar ileofemoral
(phlegmasia cerulea dolens) dengan komplikasi vaskular ketika
trombolisis menjadi kontraindikasi yang absolut. 5

Stoking Kompresi

Sindrom postthrombotic mempengaruhi sekitar 50% dari


pasien dengan DVT setelah 2 tahun. pasien usia lanjut dan pasien
dengan DVT berulang ipsilateral memiliki risiko tertinggi. Di bawah
lutut stoking elastis akan membantu pompa otot betis, mengurangi
hipertensi vena dan refluks katup vena. Hal ini akan mengurangi
edema kaki, alat bantu mikrosirkulasi, dan mencegah iskemia
vena. 5

Prandoni dan koleganya melakukan studi random terkontrol


di sebuah universitas di Italia, yang melibatkan 180 pasien dengan
episode pertama dari DVT proksimal simtomatik. Mereka berusaha
untuk mengevaluasi efektivitas stoking kompresi elastic di bawah-
lutut (ECS) dalam pencegahan sindrom postthrombotic (PTS).
Stoking kompresi lulus dengan tekanan kaki dari 30-40 mm Hg
diberikan kepada para peserta, yang diharuskan untuk mereka
pakai sehari-hari di kaki selama lebih dari 2 tahun. Kedelapan
Konferensi ACCP Antithrombotic dan Terapi trombolitik mengamati
bahwa PTS terjadi pada 20-50% pasien dengan DVT objektif
dikonfirmasi dan diberi rekomendasi kelas IA untuk penggunaan
kompresi stoking elastis selama 2 tahun setelah terjadinya DVT

29
proksimal. Dengan menerapkan terapi rawat jalan untuk DVT
proksimal, manajemen awal DVT semakin menjadi tanggung
jawab dokter darurat. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
menentukan lulus stoking kompresi elastik terhadap semua pasien
DVT. 5

Konsultasi

Dilakukkan konsultasi kepada beberapa ahli antara lain: 5

 Hematologist
 Vascular surgeon
 Radiologist
 Interventional radiologist

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Harjono, R. dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 26. Jakarta: EGC,


1996.
2. Maria,G. Essig, MS. Thrombophlebitis. Di unduh dari
http://www.ivillage.com/thrombophlebitis/. Up date terakhir : 11
Februari 2008.
3. Adam J Rosh. Thrombophlebitis-Superficial.Department of Emergency
Medicine, Wayne State University. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article. Up date terakhir : 28
September 2009.
4. Sjamsuhidajat, R. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2.
Jakarta : EGC, 2004. Hal : 491-2.
5. Donald Schreiber, Deep Venous Thrombosis and Thrombophlebitis,
diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article. Up date terakhir :
10 Juni 2010.
6. Sjamsuhidajat, R. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2.
Jakarta : EGC, 2004. Hal : 486.
7. Robbins; Kumar.Buku Ajar Patologi I.Ed 4. Jakarta: EGC, 1995.
8. Nelson Menezes. Superficial Thrombophlebitis. Department of
Surgery, Division of Vascular Surgery.
http://emedicine.medscape.com/article. Up date terakhir : 27 Februari
2009.

31

Anda mungkin juga menyukai