Anda di halaman 1dari 34

PENGENALAN JARINGAN TUMBUHAN

Oleh: Nani Kurnia

A. Pendahuluan

Para ahli botani mengenal organ tumbuhan secara morfologi berdasarkan perkembangan
vegetatif dan generatifnya. Berdasarkan perkembangan vegetatifnya dikenal organ akar, batang dan
daun. Dua organ terakhir dapat dikatagorikan sebagai pucuk (shoot). Baik akar maupun pucuk
memiliki beberapa karakteristik yang mirip baik dalam hal morfologi, anatomi, fungsi maupun pola
pertumbuhannya. Selanjutnya, ketika tumbuhan memasuki perkembangan generatif, bagian pucuk
akan membentuk organ lain yang disebut bunga yang dalam konsep klasik disebut sebagai organ
homolog dari batang. Ini artinya bunga memiliki bagian fertil (stamen dan karpel) dan steril (sepal
dan petal) yang homolog dengan organ daun.
Pada bagian ini, kajian akan difokuskan pada akar, batang dan daun. Hal ini mengacu pada
pada struktur dan fungsi organ yang terspesialisasi diantaranya: akar yang berfungsi sebagai
penyerap dan pengokoh, batang sebagai pendukung, penghantar, daun sebagai sarana fotosentesis
dan bunga untuk bereproduksi generatif. Selain itu, juga dikaji secara khusus bagian meristem ujung
akar (root apical meristem) dan meristem apikal pucuk (shoot apical meristem).

Gambar 2.1 Organ-organ dan jaringan tumbuhan. Tubuh tumbuhan terbagi menjadi system akar
dan sistem tunas, yang dihubungkan oleh jaringan vaskuler (untaian ungu dalam diagram ini) yang
bersambung-sambung diseluruh bagian tumbuhan. Tumbuhan yang ditampilkan adalah idealisasi
eudikotil ( Dimodifikasi dari Campbell, 2014).
Tubuh tumbuhan terdiri dari banyak tipe sel yang berbeda. Setiap sel ditutupi dengan
dinding sel dan berkumpul dengan sel-sel lain melalui subtansi interseluler. Pada setiap kelompok
sel-sel, berbeda secara struktural atau secara fungsional atau keduanya dengan kumpulan sel yang
lain. Kumpulan sel tersebut dinamakan jaringan. Variasi struktural pada jaringan didasarkan pada
perbedaan komponen sel dan tipe perlekatannya satu dengan yang lain. Berdasarkan pandangan
tersebut, jaringan dapat dbedakan menjadi dua jenis yaitu jaringan sederhana, yaitu jaringan yang
secara struktural hanya terdiri dari satu tipe sel, dan jaringan kompleks, yaitu jaringan yang
mengandung lebih dari satu tipe sel.
Khusus pada tumbuhan pembuluh, secara anatomi tubuh tumbuhan terdiri dari tiga jaringan
utama yaitu jaringan dermal, jaringan dasar dan jaringan pembuluh. Jaringan dermal terdiri dari
epidermis (pelindung terluar tubuh primer tumbuhan) dan periderm (jaringan pelindung pengganti
epidermis terutama pada tumbuhan yang mengalami pertumbuhan sekunder). Jaringan dasar,
terdiri dari jaringan parenkim, kolenkim dan sklerenkim. Terakhir, jaringan pembuluh terdiri dari 2
berkas pembuluh yaitu pembuluh xilem (penghantar air) dan pembuluh floem (penghantar nutrisi).
Secara struktur, akar, batang dan daun dibedakan berdasarkan distribusi jaringan dermal,
jaringan dasar dan jaringan pembuluh (Gambar 2.1). Secara umum pada tumbuhan dikotil jaringan
pembuluh membentuk pipa silinder dengan beberapa jaringan dasar berbentuk selinder yang
membatasinya (empulur) dan ada juga yang terletak antara vaskular dan jaringan dasar (korteks).
Jaringan pembuluh utama juga dapat terpisah dari jaringan dasar atau berupa kumpulan berkas
pembuluh. Pada batang monokotil, berkas pembuluh dapat terjadi dalam lebih dari satu cincin atau
tampak tersebar pada jaringan dasar. Sehingga seringkali jaringan dasar tidak dapat dibedakan dari
korteks dan empulur. Pada daun, jaringan pembuluh membentuk sistem pembuluh yang saling
berhubungan menembus mesofil, yaitu jaringan dasar pada daun yang terspesialisasi untuk
fotosintesis.
Akar memiliki struktur internal yang sederhana dan ketiga jaringan utamanya dapat
dibedakan satu dengan yang lainnya. Jaringan vaskular membentuk silinder padat, meski beberapa
membentuk pipa berongga di sekitar empulur. Silinder pembuluh terdiri dari jaringan pembuluh
dengan 1 atau lebih lapisan non pembuluh yang disebut perisikel. Pada umumnya perisikel
dikelilingin oleh endodermis yang selanjutnya diselimuti oleh eksodermis. Baik endodermis dan
eksodermis yang melindungi akar memiliki pita kasparian yang tampak membentuk lingkaran pada
sayatan melintangnya.
Khusus pada meristem, baik pada akar maupun pucuk keduanya memiliki bakal jaringan
dermal, jaringan pembuluh dan jaringan dasar. Selanjutnya, bakal jaringan ini akan diamati secara
khusus dan mengacu pada teori dan konsep khusus mengenai jaringan meristem.
Gambar 2.2 Sistem jaringan dermis (biru) menyediakan lapisan pelindung bagi keseluruhantubuh
tumbuhan. Sistem jaringan vaskuler (ungu), yang mentranspor material-material antara sistem
akar dan sistem tunas, juga sambung menyambung ke seluruh bagian tumbuhan, namun tersusun
secara berbeda di setiap organ. Sistem jaringan dasar (kuning), yang bertanggungjawab untuk
sebagian besar fungsi metabolik tumbuhan, terletak di antara jaringan dermis dan jaringan
vaskuler di setiap organ (Dimodifikasi dari Campbell, 2014).
B. SEL-SEL TUMBUHAN

Organisme terdiri dari satu atau sekumpulan sel yang beragam baik ukuran, bentuk, struktur
dan fungsinya, sehingga setiap mahluk hidup memiliki sel-sel yang khas. Demikian juga dengan sel-
sel yang menyusun tubuh tumbuhan yang memiliki ciri khas yang tidak dimiliki sel hewan. Sel-sel
tumbuhan diantarnya memiliki dinding sel, kloroplas dan vakuola besar yang berfungsi khusus.
Beberapa karakteristik sel tumbuhan tersebut dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Sebagai
tambahan, meskipun tumbuhan pada umumnya merupakan organisme yang sesil, tetapi sel-sel
penyusunnya dapat melakukan gerakan.

Gambar 3.1. Sel Tumbuhan


(Sumber: http://www.tokresource.org/tok_classes/biobiobio/biomenu/eukaryotic_cells/)

1. Vakuola
Pada sel tumbuhan vakuola adalah suatu organel bermembran dalam sitoplasma yang memiliki
fungsi beragam seperti memberi bentuk pada sel dengan adanya tekanan turgor, dan adalah
sebagai penyimpan cadangan makanan dan sisa metabolisme. Banyak diantara material yang
disimpan pada vakuola tumbuhan merupakan substansi yang berguna bagi manusia contohnya
pigmen warna, pati, dan metabolit sekunder.

2. Plastida
Plastida merupakan salah satu organel bermembran sel tumbuhan yang tidak ditemukan pada sel
hewan. Plastida yang sudah matang dapat diklasifikasikan berdasarkan pigmen yang
dikandungnya. Kloroplas adalah satu bentuk plastida yang paling umum karena membawa klorofil
(pingem waran hijau) yang penting dalam untuk fotosintesis.

3. Dinding sel
Dinding sel tumbuhan memiliki struktur kaku, oleh karenanya membatasi ukuran protoplas,
mencegah pecahnya membran sel. Dinding sel juga menentukan ukuran dan bentuk sel, tekstur
jaringan dan akhirnya menentukan organ tumbuhan. penyusun utama dinding sel tumbuhan
adalah selulosa, lignin, serta lipid cutin dan suberin.

C. JARINGAN MERISTEM

Diawali dengan pembelahan zigot, tumbuhan vaskuler menghasilkan sel-sel baru dan
membentuk organ-organ tumbuhan selama hidupnya. Pada awal perkembangan embrionik
produksi sel terus terjadi, tetapi setelah embrio mandiri penambahan sel terjadi secara bertahap
dan terbatas pada area tertentu. Namun demikian, keberadaan jaringan embrionik masih
dipertahankan dan terisolasi pada area tertentu pada tumbuhan. Area spesifik ini disebut meristem.
Perlu diingat bahwa meskipun jaringan tumbuhan yang lain dapat menghasilkan sel baru, ini hanya
melalui suatu induksi. Oleh karena itu terminonolgi meristem hanya ditekankan pada aktifitas
pembelahan sel yang terjadi untuk dapat memproduksi sel terdiferensiasi dan mempertahankan
sel-sel yang tetap meristematik. Sel-sel yang tetap dipertahankan meristematik ini merupakan
sumber dari sel-sel baru sehingga disebut sebagai sel inisiator atau meristematik inisiator atau sering
hanya disebut inisiator.

Gambar 4.1 Meristem apikal dan lateral (Dimodifikasi dari Campbell, 2014).

Berdasarkan posisinya, meristem dapat dibedakan menjadi tiga katagori. Pertama,meristem


apikal yang terletak di ujung akar dan ujung batang. Meristem apikal pucuk terletak di ujung batang
berupa apikal dome yang diapit daun priomordia. Kedua, Meristem lateral yang terletak secara
paralel sepanjang aksis akar dan batang seperti pada kambium vaskuler dan kambium gabus.
Terakhir, meristem interkalar merupakan turunan dari meristem apikal yang terus menunjukkan
aktifitas meristematiknya sampai jarak tertentu dari meristem apikal. Terminologi interkalar yang
digunakan disini adalah untuk menunjukkan meristem yang terletak
diantara jaringan-jaringan yang sudah tidak meristematik. Contoh yang paling mudah dari
meristematik interkalar adalah internodus dan tunas daun pada monokotil.
Meristem juga dapat diklasifikasikan berdasarkan asal sel inisiator sehingga dikenal
meristem primer dan meristem sekunder. Jika sel inisitor berasal dari jaringan embrio, meristemnya
dikatagorikan sebagai meristem primer contohnya meristem pucuk. Lain halnya, jika sel inisiator
berasal dari sel yang telah terdiferensiasi, maka meristem ini dikatagorikan sebagai meristem
sekunder, contohnya adalah kambium gabus. Kambium vaskular sendiri tidak bisa dikatakan sebagai
kambium gabus karena sebagian dari sel penyusunnya berasal dari prokambium yang ada pada
meristem primer.
Khusus pada meristem apikal akar dan pucuk, lapisan sel inisiator dan turunannya yang tetap
meristematik, dapat dibedakan dari sel lainnya yang masih meristematik. Lapisan meristem tersebut
disebut promeristem. Di bawah lapisan promeristem terdapat lapisan protoderm yang
menghasilkan sel terdiferensiasi menjadi jaringan epidermis, prokambium yang menghasilkan sel-
sel pada jaringan vaskuler, dan terakhir meristerm dasar yang merupakan prekursor jaringandasar.
Haberlandt (1914) dengan teori Histogen, memfokuskan pada protoderm, prokambium dan jaringan
dasar meristem, sebagai meristem primer.

Gambar 4.2. Meristem Pucuk (Sumber: Dimodifikasi dari Campbell, 2008)

Lapisan-lapisan sel atau jaringan pada meristem juga dapat ditentukan berdasarkan teori
Histogen yang dikemukakan oleh Hanstein (1868) berdasarkan pengamatannya pada meristem
angiospermae. Berdasarkan teori ini dikelompokkan 3 lapisan meristem yaitu dermatogen,
periblem dan plerome. Dermatogen adalah lapisan paling luar yang merupakan prekursor
epidermis, sedangkan periblem merupakan cikal bakal dari korteks, dan plerom menjadi masa
pengisi aksis tubuh tumbuhan.
Gambar 4.3. Penampang membujur meristem apikal, A. Pucuk, B. Akar
(Sumber: http://faculty.valenciacollege.edu/tklenk/ePlantPhys2008/labs/lab2/Lab%202%20Plant%20Structure.htm)

Teori lain mengenai organisasi meristem apikal adalah konsep tunika-korpus yang
dikemukakan oleh Schmidt (1924) yang terlahir berdasarkan pengamatan pada apikal pucuk
angiospermae. Wilayah inisiator pada meristem apikal dinamakan tunika, terdiri dari satu atau lebih
(L1 dan L2) lapisan yang membelah tegak lurus terhadap permukaan meristem (pembelahan
antiklinal). Korpus (L3) merupakan suatu kumpulan sel-sel yang dapat terdiri dari beberapa lapisan
sel dan terletak di bawah lapisan tunika dengan berbagai arah pembelahan sehingga memberikan
volume pada meristem.

Gambar 4.4 Diagram meristem apikal pucuk berdasarkan Konsep Tunica-Corpus.


(Sumber: https://www.researchgate.net/figure/270905237_fig4_Fig-4-Diagram-of-the-tunica-corpus-model-of-an-
angiosperm-shoot-apical-meristem-SAM)

Meristem apikal akar dan pucuk sesungguhnya memiliki kesamaan dalam hal penyusun
jaringannya, namun beberapa jaringan pada meristem apikal akar membentuk tudung akar yang
disebut calyptra yang dihasilkan oleh zona meristematik calyptrogen. Tudung akar berfungsi sebagai
pelindung meristem apikal yang halus dari partikel tanah yang kasar. Tudung akar juga diyakini
sebagai sumber substansi pertumbuhan akar dan respon geotrofi positip. Tudung akar dapat mudah
terlihat pada tumbuhan aerial seperti pada Pandanus dan tumbuhan epifitik seperti anggrek. Pada
sayatan melintang apikal akar, dapat diamati tudung akar, caliptrogen, epidermis, korteks dan
sistem vaskular utama. Akar lateral tumbuh secara endogen dari sel-sel perisikel yang merupakan
sel parenkim, ke arah luar kambium vaskular dan ke arah dalam silinder pusat. Karakteristik lain dari
meristem apikal akar adalah tidak adanya percabangan atau asesoris daun, nodus maupun
internodus. Hal ini menyebabkan akar tumbuh lebih seragam.
Gambar 4.5. Penampang membujur meristem apikal akar yang menunjukkan tudung akar dan calyptrogen pada Nicotiana
tabacum (X455) dan B. Zea mays (X280) (Sumber: Evert, 2006)

D. JARINGAN DERMAL

1. Jaringan Epidermis

Jaringan dermal pada tubuh tumbuhan yang utama adalah epidermis. Jaringan epidermis
merupakan lapisan utama terluar dari organ utama tumbuhan yaitu akar, batang dan daun serta
organ generatifnya. Jaringan lainnya adalah periderm yang merupakan lapisan terluar dari
tumbuhan ketika terjadi pertumbuhan sekunder menggantikan epidermis. Perlu diperhatikan
bahwa terminologi jaringan dermal dengan epidermis dan periderm tidak berlaku untuk
endodermis dan eksodermis yang tidak dapat dikatagorikan jaringan dermal. Endodermis
merupakan jaringan dasar yang melapisi kambium pembuluh dan memiliki pita kaspari. Selain
itu, endodermis juga menjadi bagian terdalam korteks pada akar dan batang tumbuhan berbiji.
Pada bagian pucuk tumbuhan (batang dan daun) epidermis pada umumnya adalah
jaringan berupa selapis sel dan berasal dari lapisan paling luar jaringan meristematik yang
disebut protoderm. Hal ini berbeda dengan epidermis akar yang berasal dari tudung akar atau
dari bagian terluar dari korteks akar sehingga terminologi epidermis pada akar menjadi
rhizodermis atau epiblem. Di luar dari perbedaan itu, epidermis akan dipertahankan selama

9
hidupnya pada tumbuhan yang tidak mengalami pertumbuhan sekunder kecuali pada monokotil
yang hidup dalam waktu yang lama. Selain sebagai pelindung bagian dalam tubuh tumbuhan,
epidermis dapat berfungsi lain seperti pertukaran gas, reduksi kehilangan air, dan melindungi
tumbuhan dari herbivora dan pathogen. Fungsi-fungsi ini dapat terjadi karena adanya modifikasi
pada sel-sel epidermis.

Gambar 5.1. Penampang melintang daun Zea mays dengan epidermis selapis pada kedua sisinya.
Modifikasi epidermis ditunjukkan pada stomata (Sumber: Evert, 2006)

Di lain pihak, beberapa tumbuhan dapat memiliki epidermis yang berlapis yang disebut
multiple atau multiseriate epidermis sehingga epidermis tampak lebih tebal. Kejadian ini terjadi
pada daun tumbuhan yang dikarenakan sel-sel protodermal dan turunannya (bisa juga hanya
satu sel) membelah secara periklinal (paralel dengan permukaan sel). Bagian luar multiple
epidermis yang berfungsi seperti pada epidermis selapis memiliki kutikula sedangkan sel-sel
bagian dalamnya biasanya tidak atau hanya sedikit mengandung kloroplas. Namundemikian,
pada beberapa tumbuhan bagian lapisan dalam epidermis berfungsi sebagai penyimpan air.
Multiple epidermis dapat temui pada Moraceae (terutama pada Ficus), Pittosporaceae,
Piperaceae (Peperomia), Begoniaceae, Malvaceae, Monocotyledoneae (palem, anggrek) dan
lain-lain. Pada akar aerial multiple epidermis memiliki istilah khusus yaituvelamen.

Velamen

Gambar 5.2. Penampang melintang anggrek yang menunjukkan velamen (X25) (Sumber: Evert, 2006)

Pada beberapa tumbuhan terdapat struktur yang mirip dengan multiple epidermis yang
dinamakan hipodermis yaitu satu atau lebih lapisan sel dibawah epidermis yang berbeda dengan
10
jaringan dasar yang ada di bawahnya. Hipodermis berasal dari jaringan dasar meristem, namun
pada sturktur dewasa tidak dapat ditentukan apakah hipodermis termasuk multiple epidermis
atau kombinasi hypodermis dan epidermis. Oleh karena itu, kepastikan lapisan hipodermis
hanya dapat diketahui berdasarkan kajian perkembangan. Hipodermis yangmengandung serat
(jaringan sklerenkim) dapat ditemukan sepanjang lebih dari 1mm pada Zea mays.

Tipe sel epidermis


Bentuk sel epidermis biasanya beragam tapi secara umum bentuknya memanjang
dengan ketebalan yang rendah. Sel-sel epidermis yang terdapat pada biji-bijian lebih tebal
dibandingkan lebarnya sedangkan sel-sel epidermis pada bagian tumbuhan yang memanjang
seperti batang, petiola, tulang daun dan sejumlah daun monokotil sel epidermisnya memanjang
secara paralel dengan aksis panjang tumbuhan. Sel epidermis pada daun, petal dan ovarium
tampak menebal pada arah vertikal. Sel epidermal pada umumnya sedikit mengandung
protoplas hidup dan sedikit plastida sehingga sedikit mengandung klorofil. Epidermis dengan
kloroplas aktif dengan jumlah banyak terdapat pada daun-daun tumbuhan yang ternaung atau
yang terendam air. Sel epidermis juga dapat mengandung substansi seperti pati dan kristal
protein.

Turunan/ modifikasi sel epidermis: stomata


Stomata sebenarnya adalah suatu buakaan atau pori pada epidermis yang diikat oleh dua
sel penjaga (guard cells). Stomata sendiri dalam bahasa Yunani berarti mulut yang secara
sederhana di desain oleh dua sel penjaga. Pada banyak tumbuhan sel penjaga dikelilingi oleh sel-
sel seperti sel jaringan dasar yang disebut sel tetangga (neighboring cell). Selanjutnya, sel
tetangga dikelilingi satu atau lebih sel yang berbeda dari ukuran, susunan dan kadang-kadang
memiliki kandungan yang berbeda dari sel epidermis. Sel-sel tersebut dinamakan sel subsider
(subsidiary cells).
Stomata banyak ditemukan pada seluruh bagian dari tubuh tumbuhan aerial tapi yang
terbanyak ditemukan pada daun dengan pengecualian pada daun tumbuhan holoparasit.
Meskipun kebanyakan akar tidak memiliki stomata, akar semaian beberapa spesies dapat
memiliki stomata salah satu contohnya pada Helianthus annus. Densitas penyebaran stomata
juga sangat beragam tergantung pada bagian-bagian daun serta pengaruh lingkungan. Secara
umum densitas stomata tertinggi ditemukan pada daun tumbuhan xeromorfik dibandingkan
dengan tumbuhan mesomorfik dan higromorfik.

Gambar 5.4. Diagram stomata, sel penjaga dan sel subsider. a. Stomata yang terbuka,
b. Stomata yang tertutup.
(Sumber: http://plantsinaction.science.uq.edu.au/edition1//files/Fig%209.12.png)
11
Pada daun, stomata dapat ditemukan pada kedua sisi daun, daun amfisomatik, pada
bagian atas daun (abaksial), daun epistomatik dan di bawah daun (adaksial), dan daun
hipostomatic. Posisi stomata pada epidermis juga beragam sehingga dikenal stomata kriptopor
dan paneropor. Berdasarkan sel-sel yang mengelilinginya:
1. Anomositik: sel penjaga dikelilingi oleh sel-sel epidermis yang tidak dapat dibedakan dengan
sel epidermis lainnya. Dapat ditemukan pada Citrullus.
2. Anisositik: stomata dikelilingi oleh tiga sel subsider. Dapat ditemukan pada Sedumi.
3. Parasitik: stomata dikelilingi oleh satu atau lebih sel subsider yang letaknya memanjang
paralel dengan sel penjaga. Dapat ditemukan pada Vigna.
4. Diasitik: stomata dikelilingi sepasang sel subsider yang dindingnya tepat pada sisi sel
penjaga. Dapat ditemukan pada Dianthus.
5. Aktinositik: stomata dikelilingi oleh beberapa sel yang melingkar dengan posisi tegak lurus
sel penjaga. Dapat ditemukan pada Lannae.
6. Siklositik: dikelilingi oleh beberapa lapis sel subsider. Dapat ditemukan pada Schinopsis.
7. Tetrasiklik: stomata dikelilingi oleh empat sel subsider. Dapat ditemukan pada Palem dan
rumput.

c. Turunan/modifikasi epidermis: trikoma


Trikoma (dalam bahasa Yunani artinya pertumbuhan rambut) adalah sel-sel yang menjulur
keluar dari lapisan epidermis. Terminologi ini tidak termasuk untuk duri yang lebih keras dari
trikoma, serta terbentuk dari jaringan epidermis dan subepidermis.

3. Periderm
Ketika tumbuhan dikotil mengalami pertumbuhan sekunder, batang dan akarnya membesar
dengan menambah ketebalannya. Pada saat ini terjadi maka periderm hadir untuk menggantikan
epidermis pada batang dan akar. Secara struktur, periderm terdiri dari lapisan felogen (kambium
gabus) yang merupakan meristem penghasil kambium gabus, fellem (gabus) yang dihasilkan felogen
ke arah luar, serta feloderm yang penampakan jaringannya menyerupai korteks dan parenkim
floem.
Terminologi “periderm” harus dibedakan dengan “kulit kayu” (bark) yang meliputi seluruh
jaringan di luar kambium pembuluh yang dapat berupa jaringan hidup dan jaringan tidak hidup.
Dengan kata lain kulit kayu terdiri dari floem sekunder, jaringan primer yang ada setelah floem
sekunder (jika ada), periderm dan jaringan mati di luar periderm. Ketika periderm terbentuk, maka
bagian tidak hidup (sel-sel gabus) dan beberapa bagian dari jaringan primer dan sekunder, menjadi
terpisah dengan bagian hidupnya. Terminologi untuk bagian tidak hidup kulit kayu tersebut
dinamakan ritidom. Pembuluh floem adalah bagian terdalam dari kulit kayu yang hidup.

12
E. JARINGAN DASAR

A. Dasar Teori

Jaringan dasar pada tumbuhan vaskular yang dihasilkan dari jaringan dasar
meristem,memiliki berbagai fungsi yang tergantung pada jenis sel penyusunnya dan posisinya pada
tubuh tumbuhan. Jaringan dasar dapat dibedakan atas 3 jenis jaringan diantaranya parenkim,
kolenkim dan sklerenkim yang ketiganya dapat tersebar di seluruh organ tumbuhan (Gambar 6.1).

Gambar 6.1. Diagram penampang melintang dan membujur jaringan parenkim,


kolenkim dan sklerenkim.
(sumber: www.britannica.com/science/collenchyma)

1. Parenkim
Sel-sel penyusun parenkim disebut sel parenkim. Terminologi parenkim sendiri mengacu
pada suatu jaringan yang terdiri dari sel-sel hidup yang beragam dalam bentukmorfologi dan
fisiologi yang secara umum memiliki dinding yang tipis dengan bentuk polihedron (memiliki
banyak sisi) dan penting dalam aktifitas vegetatif tumbuhan. Pada satu tubuh tumbuhan, sel-sel
parenkim dapat tampak dengan berbagai bentuk dan ukuran bentuk polihedron dengan jumlah
sisi yang dapat mencapai 14 sisi (Gambar 6.2.).

13
Gambar 6.2. Bentuk-bentuk polihedral sel parenkim.
(Sumber: Evert, 2006).

Parenkim dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata yaitu “para” dan “ein-chein” yang
masing-masing berarti “di samping” dan “menuang”. Dalam konsep klasik, parenkim diibaratkan
sebagai substansi semicair yang dituangkan diantara jaringan lain yang telah terbentuk sehingga
parenkim sering dikatakan sebagai dasar dari jaringan dasar. Hal ini dikarenakan aspek morfologi
dan fisiologi yang dapat hadir pada jaringan lain seperti vaskular, spora dan gamet.

Gambar 6.3. Penyebaran jaringan dasar pada daun


(Sumber: http://www.biologydiscussion.com/essay/essay-on-leaf-with-diagrams-botany/20581)

Meskipun secara umum parenkim tidak terdiferensiasi, beberapa parenkim dapat sangat
spesifik seperti fungsinya dalam fotosintesis atau penyimpan substansi. Sel parenkim yang
berperan dalam fotosintesis memiliki banyak kloroplas sehingga disebut klorenkim. Kehadiran
klorenkim sangat jelas terlihat sebagai jaringan mesofil pada daun (gambar 6.3). Sel- sel
parenkim yang spesifik juga ditemukan pada sel yang dapat membawa udara yang disebut
aerenkim (aerenchyma). Sel ini biasa ditemukan pada tumbuhan Angiospermae yangteradaptasi
pada lingkungan berair. Namun demikian beberapa tumbuhan monokotil memiliki jenis
parenkim ini dengan tanpa ada stimulus dari luar, contohnya pada akar Oryza sativa (gambar
6.4). Aerenkim juga dapat hadir pada daun dan batang dengan struktur yang berbeda.
Jaringannya terbentuk karena adanya ruang udara dengan arah longitudinal sehingga

14
menyebabkan terjadinya pemipihan sel yang disebut diafragma (gambar 6.5). Sel-sel parenkim
juga dapat menyimpan substansi berupa pati yang dapat hadir pada umbi kentang, endosperma
sereal atau kotiledon embrio. Sel-sel ini dapat memiliki dinding sel yang tebal.Terakhir, parenkim
juga dapat membawa substansi berupa pigmen warna seperti pada bunga.

Gambar 6.4. Aerenkim pada daun dan batang A) Penampang melintang daun
Nymphaea leaf showing B) Penampang melintang batang Myriophyllum C)
penampang melintang akar padi D. Penampang melintang akar jagung.
(Micrographs courtesy E. Armstrong).
Sumber: http://vle.du.ac.in/mod/book/print.php?id=11881 dan
http://plantsinaction.science.uq.edu.au/edition1/?q=content/18-1-2-
adaptive-responses-waterlogging

Gambar 6.5. Diafragma pada pertulangan daun utama Oryza sativa (Sumber: Evert, 2006)

2. Sklerenkim
Terminologi sklerenkim mengacu pada jaringan yang terdiri dari sel-sel parenkim dengan
dinding sel sekunder, berlignin dan berfungsi sebagai penyokong mekanis. Dinding sel sekunder
tidak spesifik menjadi ciri sel sklerenkim. Oleh karena itu, sel sklerenkim dan

15
parenkin atau sel kolenkim menjadi tidak jelas perbedaannya. Perbedaan makin sulit
diidentifikasi karena sel sklerenkim dewasa dapat mempertahankan protoplas ataupun tidak.
Dalam fungsinya sebagai penyokong mekanis, sklerenkim menjadikan tumbuhan memiliki
berbagai pembawaan seperti tegak, melengkung, menggantung dan memberikan tekanan tanpa
merusak dinding sel.
Sklerenkim berasal dari dua kata bahasa Yunani skleros yang berarti “keras” dan
enchyma yang berarti menguatkan. Sel-sel sklerenkim dapat hadir berkelompok dengan
sesamanya ataupun bercampur dengan jaringan yang lainnya. Berdasarkan panjangnya, sel
sklerenkim biasanya dibagi dalam dua katagori yaitu sel serat (fibers) yang memiliki sel lebih
panjang dan sel sklereid (schlereids) yang relatif lebih pendek. Namun demikian, pada
kenyataannya kedua sel sulit dibedakan karena pada kenyataannya sklereid yang lebih
memanjang dan serat yang memendek sering ditemukan pada jaringan tumbuhan. Terlebih
lagi pada sklereid yang sering memiliki gradasi panjang yang signifikan dari mulai dari yang
pendek sampai lebih panjang dari pada serat. Ketika serat dan sklereid tidak bisa dibedakan,
maka terminologi serat-sklereid dapat digunakan.

Gambar 6.12. Penampang melintang berbagai tumbuhan yang menunjukkan distribusi


sklerenkim. A. Batang Triticum (X14), B. Shorgum (X7), C. Tilia (X7), D. Phaeseolus (X9,5),
E. Daun rumput (X29,5), F. Batang Fraxinus (X7), G. Batang Gnetum (X14), H. Batang
Aristolachia (X13) (Sumber: Evert, 2006).

3. Serat
Sel serat biasanya berupa sel memanjang atau berupa benang spindel dengan dinding
yang tebal. Serat berperan dalam menguatkan bagian-bagian tumbuhan yang sudah tidak
mengalami pemanjangan. Ketika dewasa, banyak sel-sel serat masih mempertahankan
protoplas. Serat dapat terdistribusi pada tubuh tumbuhan. Pada jaringan pembuluh, serat hadir
dalam bentuk benang atau silinder tersendiri yang berikatan dengan floem atau dapat tersebar
diantara xilem dan floem. Pada batang monokotil serat dapat tersebar dengan

16
berbagai pola seperti silinder pipa dan berikatan dengan epidermis pada Poacea atau berbentuk
lembaran pada Zea dan Shorgum. Gambar 6.13 memperlihatkan penyebaran serat pada
tumbuhan Gymnospremae.
Serat dapat dibagi dalam dua kelompok besar diantaranya adalah serat xylary yang
merupakan serat pada xylem dan serat ekstraxylary yang terletak diluar xylem. Diantara serat
ekstraxylary terdapat serat floem. Serat floem dapat ditemui pada berbagai batang. Khususnya
pada tumbuhan Linum usitatissimum terdapat satu pita serat pada sisi luar kambium pembuluh.
Serat yang dinamankan serat floem primer atau serat protofloem ini akan menghentikan fungsi
konduksinya pada saat dewasa. Hal berbeda ditemui pada beberapa tumbuhan dikotil lain
seperti Tilia dan Sambucus yang memiliki baik serat floem primer maupun serat floem sekunder.
Pada dikotil serat ekstraxylary dibedakan lagi menjadi dua yaitu serat kortikal (cortical
fiber) yang terletak pada kortex danperivaskular yang terletak pada perifer silinder vaskulardan
pada kortex bagian paling dalam. Kedua serat ini bukanlah merupakan bagian dari floem tetapi
terletak pada bagian luarnya. Serat perivaskular biasa disebut juga sebagai serat perisiklik untuk
membedakannya dengan serat floem primer. Serat yang berasosiasi dengan berkas pembuluh
pada monokotil juga dikatakan sebagai serat extraxylary.
5

1 6 10

3 7

4 8

Gambar 6.13. Penyebaran serat pada tumbuhan A. Serabut sklerenkim dalam korteks bagian dalam pada
Pelargonium B. Pembentukan serabut tudung ikatan pada ikatan pembuluh Triticum (gandum) dan perluasan ke
arah epidermis C. Serabut dinding sangat tebal terdiri dari tudung ikatan 1. Serat Sklerenkim 2. Floem primer 3.
Kambium Vaskular 4. Xilem Primer 5. Epidermis 6. Silinder Pusat (Sumber: Dimodifikasi dari Beck, 2010).

4. Skelereid
Sel-sel sklereid biasanya berupa sel pendek dengan dinding sekunder yang tebal dan
memiliki lubang sederhana. Tebalnya dinding sangat jelas karena tampak sangat kompak, keras
dan hampir menutupi lumen sehingga lubangnya seperti bercabang. Dinding sel juga tampak
berlapis-lapis sebagai akibat bentuk spindel. Beberapa dinding sklereid dapat memiliki kristal
dan dapat mempertahankan protoplasnya pada saat dewasa.Beberapa sklereid juga ada yang
berdinding tipis sehingga sulit dibedakan dengan sel sclereid parenchyma.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, sklereid dapat dikelompokkan menjadi enam
yaitu:
1. Brachysclereids atau sel batu,yang dapat berbentuk isodiametrik (diameternya sama) atau
sedikit memanjang. Tersebar pada korteks, floem, rongga pada batang serta pada biji- bijian.

17
2. Macrosclereids, berupa sel memanjang atau seperti batang, contoh terbaiknya adalah
jaringan palisade pada selimut biji leguminose.
3. Osteosclereids atau sel tulang, berupa sel memanjang dengan ujung yang membesar,
contoh pada lapisan subepidermal biji-bijian.
4. Astrosclereids atau sel bintang, dengan tangan yang keluar dari badan sel, contohnya pada
daun Eudikotil.
5. Tricosclereids, sel seperti memiliki rambut dengan percabangan sampai ke luar sel.
6. Filiform schelereids, sel seperti silinder dan hampir menyerupai ser

Gambar 6.14. Berbagai bentuk sel sklereid. A.B. Sel batu, C.D. Sklereid dari korteks
batang Hoya, E.F. Sclereid dari petiola Camellia, G. Sklereid dari mesofil Hakea, H.I.
Skelereid mesofil Olea, J.K Sklereid dari endokarp Malus, L. Astrosklereid Trochodendron
(Sumber: Evert, 2006).

F. BERKAS PEMBULUH

Sistem jaringan pembuluh (vaskular) berfungsi dalam membawa substansi antara sitem akar
dan sistem batang. Jaringan pembuluh terdiri dari jaringan xilem dan floem. Keduanya membentuk
sistem pembuluh yang berkesinambungan yang merentang sepanjang tubuh tumbuhan (akar,
batang, daun, bunga dan buah). Xilem mengantarkan air dan mineral yang terlarut dari akar sampai
tunas, sedangkan floem mengantarkan hasil fotosintesis dari daun, pada umumnya, ke seluruh
jaringan yang membutuhkan. Secara kolektif, jaringan vaskular primer pada akar dan batang disebut
berkas pembuluh (stele) yang susunannya bervariasi bergantung pada spesies dan organ
tumbuhan. Tipe stele dapat dibedakan berdasarkan asosiasinya terhadap jaringan dasar baik
perisikel, area intrafaskulas dan empulur. Pada dasarnya, terdapat dua pola penyebaran stele.
Prostele, stele terletak pada bagian tengah kolom dan tidak ada ruang diantaranya, floem
18
menyelimuti xilem secara menyeluruh, pada umumnya ditemukan pada tumbuhan primitif sperti
pteridofita dan bada sebagian besar akar tumbuhan. Sifonostele¸ (modifikasi dari protostele, berkas
pembuluh mengelilingi empulur, banyak ditemukan pada tumbuhan berpembuluh. Baik protostele
maupun sifonostele termodifikasi menjadi berbagai pola lain seperti dapat dilihat Gambar 7.1.
Berdasarkan tata letak xilem primer dan floem primer maka dapat dibedakan empat lima
berkas pembuluh yaitu pembuluh kolateral, pembuluh bikolateral, pembuluh amfikribal dan
pembuluh amfivasal dan pembuluh radial (gambar 7.2 dan gambar 7.3). Berkas pembuluh
kolateral yaitu bila floem terletak disebelah luar xilem. Berkas pembuluh ini paling umum ditemukan
pada tumbuhan. Berkas pembuluh bikoleteral yaitu bila floem terletak di sebelah luar xilem, namun
di sebelah dalam xilem terdapat floem, sehingga terdapat floem eksternal dan floem internal,
ditemukan pada familia Cucurbitaceae dan Solanaceae. Berkas pembuluh konsentris amfivasal yaitu
bila xilem mengelilingi floem. Ditemukan pada beberapa dikotil seperti Begonia dan pada monokotil
dijumpai pada Liliaceae. Berkas pembuluh konsentris amfikibral yaitu floem mengelilingi xilem
(amfikibral), dijumpai pada paku-pakuan, ikatan pembuluh kecil pada bunga, buah dan biji
Angiospermae. Berkas pembuluh radial yaitu bila berkas xilem bergantian dan berdampingan
dengan berkas floem.

19
Gambar 7.1. Diagram variasi bentuk stele
Sumber: (http://www.imagejuicy.com/images/plants/p/psilotum/2/)

20
Gambar 7.2. Tipe Berkas Pembuluh. (a) Kolateral (b) Bikolateral (c) Konsentris Amfivasal (d) konsentris amfikibral
(Sumber: Beck, 2010).

Gambar 7.3. Tipe Berkas Pembuluh berdasakan posisi xilem primer dan sekunder
(Sumber: http://www.plantscience4u.com/2014/04/types-of-vascular-bundles-in-plants.html#.VwzEDeZ5rUt)

Baik xilem primer dan floem primer berasal dari jaringan meristematik yang disebut
prokambium. Jaringan pembuluh primer, harus dibedakan dengan jaringan pembuluh xilem
sekunder dan floem sekunder yang dihasilkan oleh kambium pembuluh (kambium vaskular) dan
hanya ditemukan ketika terjadi pertumbuhan sekunder pada tumbuhan dikotil (Gambar 7.4).
Jaringan pembuluh primer, harus dibedakan dengan jaringan pembuluh xilem sekunder
dan floem sekunder yang dihasilkan oleh kambium pembuluh (kambium vaskular) dan hanya
ditemukan ketika terjadi pertumbuhan sekunder pada tumbuhan dikotil (Gambar 7.4). Kambium
pembuluh adalah meristem lateral yang menghasilkan jaringan vaskuler sekunder yaitu xilem dan
floem sekunder, berupa pita panjang yang ditemukan meliingkar, terutama pada akar dan batang.

21
Gambar 7.4. Diagram yang menunjukkan meristem lateral (a) Produksi xlem dan floem sekunder dan
periderem pada batang dikotil, (b) Produksi jaringan vaskuler dan periderem pada akar (Sumber: Beck, 2010).

22
Gambar 7.5 Distribusi Jaringan Pembuluh pada Batang Dikotil (Dimodifikasi dari Campbell, 2014).

23
G. JARINGAN PEMBULUH: XILEM

Terminologi Tracheophyta yang menunjukkan tumbuhan berpembuluh, merupakan istilah


yang merujuk pada karakteristik elemen penghantar xilem yaitu elemen trakeari. Xilem adalah
jaringan pengangkut air pada tumbuhan tinggi. Xilem juga mengangkut subtansi-subtansi terlarut,
menyokong dan menyimpan makanan. Dinding selnya yang kaku dan tahan lama membuat elemen
trakeari mudah dibedakan dari elemen tapis pada floem. Secara struktural xilem adalah jaringan
kompleks yang mengandung elemen-elemen trakeari dan sel-sel parenkim dan berbagai tipe sel
lainnya, khususnya sel-sel penyokong. Secara lengkap tipe-tipe sel nya dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Namun demikian, buku ini akan membahas mendalam pada komponen utama nya yaitu elemen
trakeari dengan beberapa sel penyokongnya.
Selain berdasarkan posisi dan asal pembentukannya, secara umum xilem primer dan
sekunder menampakkan perbedaan histologis. Namun demikian, pada kenyataannya kedua xilem
tersebut dapat saling terintegrasi yang terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, untuk membedakan
xilem primer dan sekunder memerlukan pertimbangan menyeluruh berkaitan dengan komponen
penyusun xilem dan perkembangan tumbuhan secara utuh.

Tabel 8.1. Tipe dasar sel pada xilem sekunder


Tipe-Tipe Sel Fungsi
Sistem Aksial
1. Elemen Trakeari Mengangkut air dan bahan-bahan
a. Trakeid terlarut
b. Trakea (Elemen penbuluh)
2. Serat Penyokong, kadang-kadang berfungsi
a. Serat trakeid penyimpan
b. Serat libriform
3. Sel-sel Parenkim Menyimpan makanan, translokasi
Sistem Radial (jari-jari Empulur) berbagai subtansi
1. Sel-sel Parenkim
2. Trakeid pada beberapa konifer

Elemen trakeari (trakea=sel xilem) merupakan sel-sel utama xilem yang berfungsi secara
khusus dalam pengangkutan air dan zat terlarut. Elemen trakeari membentang dari akar, batang dan
daun beserta organ generatif lainnya, dapat ditemui dalam bentuk trakeid dan elemen pembuluh
(vessel element/vessel member). Dalam fungsinya sebagai pengangkut air, elemen pembuluh jauh
lebih efektif dalam menghantarkan air dibandingkan dengan trakeid. Keduanya berupa sel-sel yang
memanjang dan pada dinding sekundernya mengandung lignin. Kedua sel tersebut pada saat
dewasa mati. Distribusi elemen pembuluh dan trakeid pada penampang melintang batang secara
umum dapat dilihat pada Gambar 8.1.

24
Gambar 8.1. Sel-sel Pengangkut Air pada Xilem (Dimodifikasi dari Campbell, 2014).

Baik sel trakeid maupun elemen pembuluh memiliki bentuk dan ukuran yang beragam yang
bergantung pada jenis dan usia tumbuhan, secara umum bentuk-bentuknya dapat dilihat pada
gambar 8.2. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, karakteristik elemen pembuluh dan
trakeid menjadi sulit dibedakan. Terlebih lagi dengan adanya sel serat, yang bentuknya juga
memanjang, selalu menyertai kedua sel emelen trakea ini. Oleh karena itu, meskipun tidak dapat
dijadikan acuan yang akurat, pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya, diameter
sel dapat dijadikan pembeda antara elemen pembuluh yang memiliki diameter paling lebar, trakeid
dengan diameter lebih kecil dan serat dengan diameter yang paling kecil. Pengamatanakan lebih
mudah dengan mengacu pada karakteristik unik masing-masing ketiga sel tersebut.

25
Gambar 8.2. Speialisasi penampang longitudinal sel-sel elemen trakeari (trakeid dan elemen pembuluh) dan serat.
E–G, Trakeid panjgan dari kayu primitif (G, skala direduksi.) E, F, Noktah terlindung berpasangan G, Noktah
berpasangan yang memanjang dengan susunan scalariform. D–A, Evolusi serat: penurunan panjang, reduksi ukuran
noktarh terlindung, dan perubahan dalam bentuk dan ukuran bukaan noktah. H–K, Evolusi elemen pembuluh:
reduksi panjang, reduksi pembentukan dinding ahir, perubahan dari keping scalariform ke keping perporasi
sederhana. dan dari pola noktah berlawanan ke pola noktah berulang (Sumber: After Bailey and Tupper, 1918.)

Pada umumnya dinding sekunder elemen trakeari memiliki pasangan noktah sederhana dan
pasangan noktah terlindung (bordered pits) dengan berbagai pola seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 8.3. Pasangan noktah terlindung sering ditemukan pada elemen trakeari yang
berdampingan, sedangkan pasangan noktah sederhana (Gambar 8.3. H, I dan J) dapat ditemukan
antara elemen trakeari dan sel-sel parenkim. Selain pasangan noktah terlindung dan noktah
berpasangan, berbagai bentuk variasi pasangan noktah pada elemen trakeari juga dapat ditemukan
seperti pada Gambar 8.4. K,L,M,N dan O.

26
Gambar 8.3. Noktah dan Pola noktah terlindung berpasangan pada dinding elemen trakeari (Evert, 2006) A–C,
Scalariform pitting pada Magnolia, tampak depan (A) dan tampak samping (B, C) D–E, Opposite pitting pada
Liriodendron, tampak depan (D) dan tampak samping (E) F–G, Alternate pitting pada Acer. tampak depan (F) dan
tampak samping (G). (Sumber: Evert, 2006).

Gambar 8.4. Noktah dan Pola Noktah Berpasangan Sederhana dan Bentuk Lainnya. H–J, pasangan notktah
sederhana, tampak permukaan (I) dan tampak samping (H,J) H, pada dinding bagian dalam J, pada dinding ahir
(Fraxinus). K, pasangan noktah terlindung sebagian (half-bordered pit-pairs) antar pembuluh dan barisan sel
penampakan bagian dalam (Liriodendron). L, M, Pasangan noktah sederhana dengan bukaan bertanda X (slit-like
apertures) tampak bagian dalam (L) tampak permukaan (M) (Serat libriform). N, O, Pasangan noktah terlindung
dengan bukaan seperti huruf X yang diperpanjang melebihi garis pelindung; (N),tampak dari samping dan O, tampak
dari permukaan (Serat-Tracheid). P, Q, Pasangan Noktah Berpasangan dengan bukaan seperti huruf X bersama
dengan garis noktah, P. Tampak dari samping, Q. Tampak dari permukaan pada trakeid L–Q, Quercus. (Sumber:
Evert, 2006).

Berbeda dengan elemen pembuluh, sel-sel trakeid tidak mempunyai perforasi (perporate =
celah), dan secara umum dinding selnya hanya memiliki noktah berpasangan sederhana. Elemen
pembuluh (vessel element) memiliki perforasi pada dinding primer dan sekunder serta mengalami
perforasi yang disebut lempeng perforasi. Perforasi biasanya dapat berupa perforasi tunggal (simple
perforation plate) atau perforasi ganda (multiple perforation plate). Perforasi ganda dapat
mengalami pemanjangan dan tersusun secara paralel (scalariform perforation plate) membentuk
scalaris (Latin: tangga, berjenjang) atau reticulate perforation plate, (Latin: rete = jaring) atau kurang
lebih berupa celah sirkuler (foraminate perforation plate) (foramina = celah kecil). Beberapa bentuk
perforasi dapat dilihat pada Gambar 8.5. sebagai hasil pengamatan menggunakan mikroskop
elektron.
Perforasi ganda jarang ditemukan pada tumbuhan-tumbuhan berkayu hutan tropis dataran
rendah. Pada umumnya, perforasi ini terjadi pada tumbuhan berkayu hutan tropis dataran
temperatur tinggi, temper rata atau pada hutan pada iklim mesotermik dengan ciri khas suhu
rendah pada saat musim dingin.

27
Gambar 8.5. Lempeng perforasi ada elemen pembuluh. SEM ujung dinding elemen vessel yang mengalami perforasi dari
xilem sekunder. A. Lempeng perforasi sederhana dengan sebuah lubang besar pada elemen pembuluh Pelargonium. B,
Lempeng perforasi scaliriform dianatara vessel pembuluh pada Rhododendron. C. Lempeng perforasi foraminate dengan
perforasi sirkuler pada Ephedra. D. Lempeng perforasi scalariform dan reticulate pada Knema furfuracea. (Sumber: A–C,
courtesy of P. Dayanandan; D, from Ohtani et al., 1992.)

Pada setiap elemen pembuluh, perforasi umumnya dijumpai pada ujung dinding yang saling
terhubung dengan ujung elemen pembuluh lain, membentuk kolom memanjang yang
berkesinambungan atau berbentuk seperti tabung yang disebut pembuluh (vessel). Perlu digaris
bawahi bahwa perforasi juga dapat terjadi pada dinding axial elemen pembuluh. Satu pembuluh
dapat terdiri dari minimal dua elemen pembuluh sampai ratusan bahkan ribuan elemen pembuluh.
Gambar 8.6. menunjukan tiga elemen pembuluh pada suatu pembuluh. Anak panah pada gambar
tersebut menunjukkan pertemuan ujung satu pembuluh dengan pembuluh lainnya. Panjang satu
pembuluh menunjukkan jarak maksimum perjalanan air tanpa berpindah ke pembuluh yang lainnya
melalui suatu membran noktah.

Gambar 8.6. Penampang membujur tiga elemen pembuluh dengan menggunakan mikroskop elektron. Anak panah
menunjukkan pertemuan dua ujung elemen pembuluh. (Sumber: Evert, 2006). Bagian pada anak panah sering
dapat diamati dibawah mikroskop cahaya.

Dinding sekunder elemen trakea (baik elemen pembuluh maupun trakeid) dapat mengalami
penebalan dengan bentuk dan struktur yang berbeda. Penebalan ini dapat menunjukkan usia
elemen trakea, sehingga dikenal terminologi protoxilem dan metaxilem. Protoxilem adalah
komponen xilem primer yang pertama kali terbentuk, sedangkan metaxilem adalah xilem primer
yang sudah terdiferensiasi setelah protoxilem dan terletak sebelum xilem sekunder (Gambar 8.7.).
Penebalan dinding sel cukup bervariasi. Paling tidak ditemukan lima (5) jenis penebalan dinding,
yaitu:

28
1. Penebalan Cincin
Penebalan dinding sekunder pada dinding elemen trakea yang pertama dibentuk
(protoxilem) berupa penebalan cincin. Penebalan cincin dapat tersusun lepas-lepas atau
mengelompok. Penebalan dinding Sekunder tidak menutupi seluruh permukaan dinding
primer. Penebalan ini berbentuk cincin, setiap cincin terpisah dari cincin yang lain.
2. Penebalan Spiral (heliks)
Penebalan dinding pada protoxilem, dapat berupa benebalan tunggal atau lebih dari satu
heliks. Penebalan dinding sekunder dapat berupa spiral tunggal atau spiral ganda.
3. Penebalan Skalariform (tangga)
Penebalan pada dinding xilem yang dibentuk kemudian (metaxilem) membentuk pita-
pita terpilin pada tempat-tempat tertentu, sehingga membentuk penabalan berupa tangga.
Penebalan dinding sekunder hampir menutupi setengah dinding primer dengan penampilan
mirip anak tangga
4. Penebalaan Jaring-jaring (reticulat = menyerupai jaring-jaring).
Penebalan dinding xilem sekunder yang dibentuk belkangan tersusun menyerupai jaring-
jaring yang kurang teratur
5. Penebalan bernoktah
Penebalan dinding sekunder hampir merata menutupi permukaan dinding primer,
kecuali pada daerah kecil yang berupa noktah. Unsur bernoktah merupakan ciri khas pada
xilem sekunder dan xilem primer akhir.

Gambar 8.7. Struktur dan Perkembangan Xilem Primer. A, Diagram ujung pucuk yang menunjukkan perkembangan
xilem pada beberapa perkembangan, B–D Penampang melintang Xilem Primer Ricinus (B) dan membujur (C, D)
(Sumber: Evert, 2006).

Dalam fungsinya untuk menghantarkan air, pembuluh memiliki efisiensi yang jauh lebih
besar dibandingkan trakeid. Hal ini dikarenakan aliran air pada pembuluh dapat bergerak cepat
melalui lempeng perforasi dari satu membran pembuluh ke satu membran pembuluh lainnya. Pada
sayatan segar longitudinal, aliran air ini sering dapat diamati pada beberapa spesies
29
tumbuhan. Aliran air seperti ini tidak terjadi pada trakeid yang menghantarkan air melalui noktah
pada dinding trakeid yang saling berkeselingkupan dengan trakeid lainnya.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, trakeid dan elemen pembuluh hadir bersama
dengan serat xilem. Serat juga merupakan sel memanjang dengan dinding sekunder dan berlignin.
Penebalan dinding bervariasi, tetapi biasanya lebih tebal dari dinding trakeid pada kayu yang sama.
Ada dua tipe dasar serat xilem, yaitu serat trakeid dan serat libriform. Bila kedua serat ditemukan
pada kayu yang sama, serat libriform lebih panjang dan umumnya memiliki dinding yang lebih tebal
dari pada serat trakeid. Serat trakeid memiliki noktah terlindung berpasangan dengan rongga yang
lebih kecil dari pada rongga noktah pada trakeid atau trakea pada kayu yang sama. Noktah tersebut
memiliki saluran noktah dengan bukaan luar sirkuler dan memanjangmenyerupai celah pada bukaan
dalam. Noktah tersebut memiliki saluran noktah dengan bukaan luar sirkuler dan memanjang
menyerupai bukaan bentuk X.

H. JARINGAN PEMBULUH: FLOEM

Floem, yang sering dikatakan sebagai penghantar makanan utama pada jaringan tumbuhan
vaskular, memainkan peran yang jauh lebih besar dari itu dalam kehidupan tumbuhan. Berbagai
macam zat diangkut dalam floem seperti gula, asam amino, mikronutrien, lipid, hormon, stimulus
bunga, serta banyak jenis protein dan RNA. Floem juga berperan dalam menghantarkan molekul
yang berfungsi dalam informasi atau sinyal, sehingga penting dalam komunikasi antar organ utama
dan dalam koordinasi proses pertumbuhan dan sinyal jarak jauh. Floem juga menjadi sumber utama
air bagi buah-buahan, daun muda dan organ penyimpanan seperti umbi-umbian.
Struktur dan perkembangan floem secara keseluruhan mirip dengan xilem, namun fungsi
floem sangat berasosiasi dengan karakteristik struktur yang tidak biasa. Dibandingkan dengan xilem,
jaringan floem tidak terlalu terskelerifikasi dan tidak terus menerus berfungsi. Hal ini karena
biasanya floem berada pada tepi batang dan akar, sehingga floem menjadi lebih termodifikasi
mengikuti pertambahan lingkaran aksis batang dan akar saat pertumbuhan sekunder. Sebagian dari
floem bahkan dapat menjadi tidak berfungsi dalam penghantaran karena kehadiran periderm. Hal
ini sangat berbeda dengan xilem yang struktur dasarnya tetap dipertahankan sampai tua.
Pada dasarnya tipe floem primer dan floem sekunder terdiri dari sel-sel dengan katagori yang
sama, namun floem primer tidak terorganisasi dalam sistem axial dan radial dan tidak memiliki
barisan. Komponen dasar dari floem adalah elemen tapis dan sel-sel parenkim, serat dan sklereid,
lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.1.

30
Tabel 9.1 Tipe-tipe sel pada floem sekunder
Tipe-Tipe Sel Fungsi Utama
A. Sistem Aksial
1. Elemen-elemen tapis Pengantaran jarak jauh bahan-bahan
a) Sel tapis (gymnospermae) makanan
b) Elemen pembuluh tapis,
dengan sel pengiring
(Angiospermae)
2. Sel-sel Sklerenkima
a) Serat Penyokong, kadang-kadang juga
b) Sklereida penyimpan bahan-bahan makanan
3. Sel-sel parenkima
B. Sistem Radial (Jari-jari empelur) Penyimpan cadangan makanan dan
Sel Parenkima pengangkutan radialnya

31
Gambar 9.1. Tipe sel pada floem sekunder tumbuhan dikotil, Robinia pseudoacacia. A–E Tampak longitudinal,
F–J. sayatan melintang. A. J. serat. B. komponen pembuluh tapis dengan sel pengantar. F. Tampak melintang
pembuluh tapis dan sel pengantar, C,G sel parenkim floem (parenkim membujur pada C). D, H sel parenkim
yang mengandung Kristal. E, I, sklereida. K-M, penampakan sel parenkim secaramembujur (K) radial (L), dan
(M), penampakan melintang floem. (Sumber: Evert, 2006).

Pada prinsipnya elemen tapis/sieve element merupakan sel-sel floem yang berfungsi dalam
penghantaran. Pada tumbuhan berbiji elemen tapis dapat terbagi menjadi sel-sel tapis/sieve cells
yang tidak terspesialisasi (ditemukan pada Gymnospermae), serta elemen pembuluh tapis/sieve
tube elemen/ sieve tube membran yang lebih terspesialisasi (ditemukan pada Angiospermae,
Gnetophyta dan beberapa tumbuhan tak berbiji). Elemen pembuluh tapis memiliki bentuk yang
sangat bervariasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.1. Pembuluh tapis merupakan kumpulan
longitudinal elemen pembuluh tapis.

32
Gambar 9.2.. Penampakan longitudinal berbagai struktur elemen tapis beserta area tapis dan keping
tapis. A. Pinus pinea B. Juglans hindsii; C, Malus domestica; D, Liriodendron tulipifera; E, Acer
pseudoplatanus; F, Cryptocarya rubra; G, Fraxinus americana; H, Wisteria sp. B–G, keping tapis beserta
area tapis yang tampak dari samping, lebih tebal dari pada dindingnya karena adanya deposisi kalose.
(Sumber: Evert, 2006).

Organisasi floem yang dipaparkan diatas paralel dengan elemen trakeari dengan adanya
trakeid yang kurang terspesialisasi dan elemen pembuluh yang lebih terspesialisasi. Jika elemen
trakea memiliki noktah dan perforasi, elemen pembuluh tapis memiliki area tapis / sieve area,
berupa kumpulan pori-pori dinding longitudinal, dan keping tapis / sieve plate yang terletak pada
diding radial, berupa kumpulan pori-pori yang berukuran lebih besar dari pada pori-pori area tapis.
(Gambar 9.2.B).
Area tapis merupakan bagian dari elemen tapis yang mengandung sekelompok pori-pori
dimana protoplas dari elemen tapis yang berdampingan saling terhubung. Area tapis dapat
dibedakan dari lapang noktah primer (xilem) oleh dua ciri: a) area tapis memiliki berkas-berkas
penghubung yang jauh lebih tebal daripada plasmodesmata yang terdapat di lapang noktah primer
b) setiap pori pada area tapis biasanya berisi kallose kecil yang mengililingi berkas penghubung
(Gambar 9.2.B-G). Kallose adalah suatu polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisis glukosa yang
dapat berkembang dengan cepat sebagai respon terhadap terjadinya luka pada elemen tapis.
Kallose juga dapat terjadi secara normal dan tumbuh terus pada elemen tapis yang sedang tumbuh,
namun terkadang kallose akan hilang jika floem sekunder mati.
Daerah tapis yang berpori besar dapat ditemukan umumnya pada dinding ujung dan kadang-
kadang juga pada dinding lateral. Area tapis tersebut terdeferensiasi tersebut disebut

33
keping tapis. Keping tapis pada angiospermae memiliki ukuran yang beragam pada sel
yang sama dan memiliki dinding yang relatif lebih tebal dibandingkan sel-sel parenkim
disekitarnya. Pada sayatan segar, lapisan dinding sel bagian dalam tampak lebih tebal
dari pada bagian luar. Lapisan dalam bahkan sering terlihat bersinar sehingga sering
disebut nacreous (berpendar seperti mutiara) serta dapat membesar sehingga
memenuhi lumen sel. Pada floem primer ketebalan lapisan necreous dapat berkurang
seiring dengan menuanya sel, namun pada floem sekunder necreous dapat bertahan
sampai tua (Gambar 9.3).

Gambar 9.3. Penampang melintang (A) dan membujur (B) pada pembuluh tapis floem sekunder
Magnolia kobus. n=nacreous (Sumber: Evert, 2006).

Perhatikan lapisan dinding dalam yang menebal pada pembuluh tapis. Indikasi lain untuk
mengidentifikasi elemen pembuluh tapis adalah adanya protein P (protein floem) pada keping tapis.
Protein P dapat dilihat dengan jelas menggunakan mikroskop cahaya sebagai suatu bentuk terpisah
sebanyak minimal 1 badan per sel. Protein ini akan terlihat setelah elemen tapis membelah untuk
memberi ruang pada sel pengiring/ sel pengantar. Protein P dapat terakumulasi pada pori-pori area
tapis karena meningkatnya tekanan, sehingga membentuk slim plug (sumbat kecil) (Gambar 9.4.)

34

Anda mungkin juga menyukai