Anda di halaman 1dari 2

Nama: Ryutari Yasya

NIM : 10619010
Tugas 4: Burung Maleo

Burung Maleo (Macrocephalon maleo) merupakan salah satu burung endemik Pulau Sulawesi.
Dengan kata lain, burung maleo tidak ditemukan di tempat lain selain di Pulau Sulawesi. Burung maleo
tersebar di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara (Silayar, 2018). Terdapat dua teori
yang menyataka asal usul burung maleo yaitu bahwa moyang burung maleo berasal dari Australia dan
Asia Tenggara. Namun, persamaan kedua teori itu adalah moyang maleo telah terisolasi di Australia
untuk waktu yang lama dan telah berevolusi menjadi burung yang tidak lagi mengerami telurnya sendiri
(Samana, 2015).

Burung maleo memiliki keunikan dalam cara berkembangbiaknya yaitu bersifat antipoligami
atau hanya hidup dengan satu pasangan serta memiliki telur yang sangat besar tanpa melewati proses
pengeraman (Nafiu, 2015). Burung maleo tidak mengerami telurnya akibat berat bandannya yang lebih
kecil dibandingkan dengan telurnya. Bahkan ketika proses bertelur, burung maleo akan mengalami
pingsan terlebih dahulu. Telur burung maleo akan menetas setelah kurang lebih 80 hari. Burung maleo
memiliki perilaku berkembang biak dengan menanam telurnya dalam pasir panas atau tanah yang
terdapat panas bumi. Burung maleo bertelur di areal yang tidak bervegetasi dan letaknya lebih tinggi
dari sungai atau danau. Struktur tanah datar yang terdiri dari pasir, debu dan liat yang terus-menerus
mendapatkan penyinaran matahari (Nurhalim, 2013)

Burung maleo termasuk ke dalam satwa liar yang langka dan dilindungi berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990. Penurunan populasi burung maleo dapat disebabkan oleh degradasi dan
fragmentasi habitat serta eksploitasi terhadap telur. Berkurangnya habitat burung maleo yang
menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan tehradap perkembangbiakkan burung maleo.
Lokasi sarang burung maleo pada umumnya berada di antara danau dan rawa. Lokasi tersebut biasanya
dimanfaatka nelayan untuk mencari ikan. Kehadiran nelayan di sekitar lokasi bertelur mengakibatkan
terganggunya aktivitas bertelur burung maleo. Di sisi lain, penambagan pasir di pesisir danau masih
terus berlangsung dan dapat mengancam habitat bertelur burung maleo (Karim, 2020). Selain itu,
penurunan populasi burung maleo juga disebabkan oleh predator alami, fluktuasi iklim dan eksploitasi
telur oleh manusia (Tanari, 2008). Lamanya waktu penetasan burung maleo menyebabkan telur burung
maleo rentan terhadap tekanan dari predator yang mengincarnya.

Referensi

Karim, H. N. (2020). Pendugaan Populasi dan Perilaku Berteur Burung Maleo (Macrochepalon maleo) di
TWA Danau Towuti Kabupaten Luwu Timur. Gorontalo Journal Of Forestry Research, Vol 3, No.
2: 100-113.

Nafiu, L. S. (2015). Karakteristik Habitat (Macrocephalon male SAL MULER 1846) di Taman Nasional
AopaWatumohai (TNRAW). JITRO, Vol 2. No. 1 (1-13).
Nurhalim. (2013). Karakteristik Habitat dan Tingkah laku Bertelur Burung Maleo (macrocephalon maleo
sal. Muller 1846) di Blok Hutan Pampaea Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Skripsi,
Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

Samana, J. (2015). Estimasi Populasi Dan Kaktesteristik Fisik Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) Di
Resort Saluki Desa Tuva Kawasan Taman. Skripsi, Universitas Tadulako.

Silayar, R. P. (2018). Struktur dan Komposisi Pohon di Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo S.
Muller, 1846) di Tanjang Binerean, Desa Mataindo. Jurnal Unsrat, Vol. 1 No. 2: 1-7.

Tanari, M. Y. (2008). Teknologo Penetasan Telur Burung Maleo (Macrocephalon maleo Sal.Muller 1846)
sebagai upaya konservasi. Jurnal Agroland, 15 (4):336 -342.

Anda mungkin juga menyukai