Anda di halaman 1dari 14

Tanya Jawab Vaksin COVID-19

Efektivitas Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Bagaimana Efektifitas vaksin COVID-19 untuk vaksin yang seharusnya diberikan 2


dosis, apa akibatnya jika dosis kedua tidak diberikan? Bagaimana pula efeknya bila dosis
yang diberikan berlebihan?

A: Suntikan pertama sudah meningkatkan antibodi tetapi kadarnya masih rendah. Contohnya,
seperti vaksin Sinovac suntikan pertama antibodi yang terbentuk hanya sekitar separuh dari
suntikan kedua. Titer antibodi yang dapat menetraisasi virus baru terbentuk maksimal setelah 14
hari pasca suntikan kedua. Jadi, suntikan kedua penting dilakukan untuk mencapai perlindungan
yang diharapkan.

Dosis Sinovac yang digunakan termasuk kategori medium. Pada uji klinik tahap II efektifitas
dosis tinggi tidak terlalu berbeda dengan dosis medium, tapi efek sampingnya lebih banyak.
Intinya, kelebihan dosis mungkin menyebabkan efek samping lebih banyak, tapi tidak berbahaya.

Pertanyaan 2

Q: Berapa lama vaksin COVID-19 akan bekerja dan memproteksi? Kapan harus diulang
kembali? Lalu, apakah akan ada booster?

A: Semua vaksin COVID-19 belum dapat ditentukan keperluan boosternya karena lama
pengamatan titer antibodi, paling lama baru 6 bulan setelah suntikan kedua.

Pertanyaan 3

Q: Apakah vaksin COVID-19 yang ada di Indonesia dapat mencakup semua jenis strain
SARS-CoV-2? Bagaimana dengan strain baru dari Inggris?

A: WHO sedang mengamati berbagai mutan yang ada. Sampai saat ini, WHO masih berpendapat
reagen untuk tes serta vaksin yang digunakan sekarang masih efektif untuk mendeteksi dan
memproteksi COVID-19, termasuk untuk mutan yang kemungkinan ada.

Pertanyaan 4

Q: Apakah boleh dokter mengizinkan pasien tidak memakai masker lagi setelah divaksin
COVID-19?

A: Setelah vaksin COVID-19 tetap harus melaksanakan protokol kesehatan. Jika penularan
COVID-19 sudah terkendali, pemerintah akan memberi petunjuk untuk mengurangi protokol
kesehatan.
Pertanyaan 5

Q: Berapa lama setelah vaksinasi terjadi serokonversi dan seroproteksi?

A: pada hari ke-14 setelah penyuntikan pertama sudah terjadi serokonversi dan seroproteksi.
Pada vaksin Sinovac titer antibodi neutralisasi paling tinggi 14 hari setelah suntikan kedua.
Dengan demikian, dapat mengurangi risiko penularan COVID-19

Pertanyaan 6

Q: Bagaimana peran imunitas seluler pada infeksi COVID-19?

A: Imunitas seluler berperan dalam eliminasi SARS-CoV-2 disamping imunitas humoral. Pada
penelitian vaksin uji klinis tidak hanya menilai imunogenisitas dalam bentuk antibodi
neutralisasi saja, tetapi juga fungsi sel T secara tidak langsung dengan mengukur sitokin yang
dihasilkan pada sel T helper 1. Jika T helper 1 berfungsi baik, biasanya efektifitas vaksin tinggi.

Pertanyaan 7

Q: Mengapa hasil uji klinis vaksin Sinovac di Brazil, Turki dan Indonesia berbeda?

A: Jika dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak sama maka hasil suatu penelitian memang
dapat berbeda. Meskipun menggunakan enis vaksin yang sama. Perbedaan tersebut dapat
disebabkan oleh besarnya subjek dan karakter subjek yang diteliti serta paparan virus pada
populasi tersebut.

Efek Samping Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Bagaimana tingkat keamanan vaksin-vaksin COVID-19 yang tersedia?

A: Pada umumnya semua vaksin yang sedang menjalani uji klinik tahap 3 sudah mendapat
Emergency use authorization (EUA) ari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI,
kemanannya baik.

Pertanyaan 2

Q: Bagaimana risiko antibody dependent enhancement (ADE) setelah pemberian vaksin


COVID-19?

A: Risiko ADE terjadi pada vaksin Dengue. Sampai saat ini berdasarkan dari semua penelitian di
berbagai senter tidak ada laporan kejadian ADE. Semua uji klinik memantau kejadian ADE ini
terutama pada uji binatang.

Pertanyaan 3
Q: Apa standar operating procedure (SOP) yang harus dilakukan penerima vaksin setelah
vaksin?

A: Penerima vaksin disarankan jangan langsung pulang. Tunggulah sekitar 30 menit di ruang
pemantauan. Jika ada reaksi/gejala tertentu yang dirasakan pada tubuh segera lapor petugas. Jika
setelah 30 menit tidak ada keluhan apa pun petugas akan mengizinkan untuk pulang.

Pertanyaan 4

Q: Bagaimana mengatasi syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat setelah
vaksin? Apakah pasien yang pernah mengalami alergi pada pemberian vaksin lain dapat
diberikan vaksin COVID-19? Apa langkah yang harus dilakukan untuk mencegah reaksi
alergi beratpasca vaksin?

A: Syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang berat dapat terjadi pada pemberian obat dan
vaksin apapun. Sebagai standar, kit anafilaksis tentu harus disiapkan setiap memberikan vaksin.
Mereka yang pernah mengalami alergi berat harus mendapat pemantauan ketat di tempat yang
dianggap mampu mengatasi. Mereka yang mengalami reaksi alergi berat tidak akan diberikan
suntikan kedua.

Pertanyaan 5

Q: Jika terjadi reaksi alergi lokal, seperti kulit kemerahan apakah perlu perawatan
terapi?

A: Biasanya reaksi kulit kemerahan akan hilang dengan sendirinya, tapi boleh saja diberi terapi
simtomatik.

Pertanyaan 6

Q:Apa saja efek samping yang ditemukan setelah pemberian vkasin COVID-19?

A: Efek samping lokal yang terjadi, seperti kemerahan, nyeri pada tempat suntikan, dan bengkak.
Efek samping sistemik yang terjadi, berupa sakit kepala, fatig, mialgia, ada juga yang suhunya
naik tetapi tidak tinggi. Namun, efek samping ini umumnya akan sembuh dengan sendiri.

Pertanyaan 7

Q: Bagaimana pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada vaksin darurat
seperti COVID-19 ini?

A: KIPI adalah bagian dari proses vaksinasi yang selalu dipantau pada vaksinasi apa pun.
Namun, pada vaksin jenis baru seperti COVID-19 pemantauan akan lebih ketat karena efek
samping yang akan mungkin timbul pada vaksinasi massal lebih banyak daripada yang
ditemukan pada uji klinik.
Pertanyaan 8

Q: Apakah KIPI sama dengan efek samping?

A: KIPI adalah kejadian yang terjadi selama 28 hari setelah vaksinasi. Kejadian ini dapat
berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan vaksinasi. Jadi, cakupan KIPI lebih luas
daripada efek samping.

Pertanyaan 9

Q:Apa Saja Contoh KIPI yang sering terjadi?

A: KIPI yang dapat terjadi berupa efek samping lokal, sistemik, atau kejadian lain yang terjadi
selama 28 hari setelah vaksin.

Kelompok yang Divaksin dan Kondisi Khusus

Pertanyaan 1

Q: Apakah ibu hamil dan ibu menyusui dapat diberikan vaksin COVID-19?

A: Belum ada data tentang kemanan dan efektivitas pada kelompok ini sehingga sementara
belum akan divaksinasi, menunggu data yang diperlukan.

Pertanyaan 2

Q: Apakah pasien diabetes melitus dalam terapi, tapi tidak periksa HBA 1C boleh
diberikan vaksin COVID-19?

A: Pasien diabetes terkendali boleh divaksinasi. Pada kasus diabetes yang saat tahap awal tidak
bisa mengikuti vaksinasi karena belum terkendali dapat mengikuti vaksinasi tahap berikutnya.

Pertanyaan 3

Q: Apakah pasien lupus eritematosis sistemik (LES) atau penyakit autoimun lainnya yang
sudah terkontrol dengan pengobatan dapat diberi vaksin COVID-19?

A: Belum ada data, masih menunggu data tentang keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19
pada penyitas autoimun sistemik.

Pertanyaan 4

Q: Jika sudah pernah terkena COVID-19, apakah saya perlu divaksin juga? Bukankah
antibodi yang terbentuk setelah terkena COVID-19 hanya bertahan 3-4 bulan?Jika
memang akan divaksin berapa lama sejak Swab dinyatakan negatif?
A: Penyitas COVID-19 divaksinasi pada saat antibodi sudah tidak mempunyai daya lindung lagi.
Berapa lama masa tersebut masih dalam penelitian. Namun, pada prinsipnya akan dilakukan
vaksinasi.

Pertanyaan 5

Q: Apakah semua pasien HIV atau imunodefisiensi lainnya tidak direkomendasikan untuk
diberikan vaksin COVID-19? Bagaimana jika virus HIV sudah tidak terdeteksi dalam
terapi antiretroviral?

A: Pada pasien HIV, vaksin COVID-19 sebaiknya diberikan ketika jumlah CD4 lebih dari 200
sel/mm3 dengan klinis baik dan tidak ada infeksi oportunistik. Kadar viral load tidak menjadi
pertimbangan tersendiri.

Masalah Praktis Pelaksanaan Vaksin

Pertanyaan 1

Q: Apakah vaksin COVID-19 bisa digunakan bersamaan dengan vaksin lainnya? Jika
tidak, berapa lama jarak antara vaksin COVID-19 dengan vaksin jenis lainnya misalnya
Hepatitis B yang diberikan 3 kali?

A: Sebenarnya boleh, namun karena ini vaksin baru dan perlu pengamatan ketat untuk KIPI
sebaiknya jagan diberikan dengan vaksin lain dahulu. Disarankan diberi jarak minimal 1 bulan.
Untuk vaksin Hepatitis B yang diutamakan adalah vaksin pertama dan kedua yang akan
meningkatkan antibodi. Suntikan ketiga boleh dimundurkan 1 bulan jika sekiranya bertepatan
dengan jadwal vaksin COVID-19.

Pertanyaan 2

Q: Bagaimana pada pemberian vaksin Sinovak jika tidak dapat melakukan


vaksinasi/suntikan kedua pada hari ke-14 karena sakit atau halangan lainnya?

A: Suntikan kedua dapat diberikan paling lambat 28 hari setelah suntikan pertama. Jika
dilakukan setelah 28 hari kemungkinan titer antibodi neutralisasi yang terbentuk mungkin
kurang.

Pertanyaan 3

Q: Apakah ada pemeriksaan sebelum/sesudah vaksin COVID-19? Apakah diperlukan


Swab PCR atau antigen? Apakah sesudah 2 kali vaksin perlu diperiksa kadarantibodi
SARS- CoV-2?

A: Pada vaksinasi untuk masyarakat, pemeriksaan tersebut tidak diperlukan. Pemeriksaan


tersebut hanya diperlukan saat uji klinik atau penelitian.
Pertanyaan 4

Q: Apakah ada obat yang tidak boleh dikonsumsi sebelum pemberian vaksin COVID-19?

A: Obat yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh seperti Sitostatika dan Steroid
dosis tinggi sebaiknya tidak diberikan vaksin COVID-19.

Pertanyaan 5

Q: Apakah setelah diberikan vaksin COVID-19 dapat menyebabkan tes rapid antibodi
rekatif? Bagaimana membedakannya dengan orang yang tes rapid reaktif tanpa
vaksinasi?

A: Kemungkinan imunoglobulin M dan G akan naik, dapat dibadakan melalui anamnesis.

Pertanyaan 6

Q: Apakah ada tanda-tanda vaksin COVID-19 yang kita berikan berhasil membentuk
antibodi yang memproteksi atau tidak?

A: Pemeriksaan kadar antibodi hanya dilakukan pada uji klinik.pada imunisasi massal tidak perlu
dilakukan pemeriksaan kadar antibodi.

Pertanyaan 7

Q: Apakah boleh vaksin COVID-19 pertama diberikan jenis A sedangkan vaksin kedua
diberikan jenis B, bolehkah dengan dua vaksin yang berbeda?

A: Pada prinsipnya sebaiknya vaksin yang digunakan sama. Jika dengan vaksin berbeda harus
ada uji klinik dahulu.

Pertanyaan 8

Q: Jika tahun ini sudah menggunakan vaksin Sinovac sebanyak 2 kali. Apakah tahun
depan boleh menggunakan vaksin jenis lain?

A: Kita belum mengetahui apakah vaksin COVID-19 memerlukan booster di kemudian hari. Jika
memerlukan booster sebaiknya diberikan booster dengan merek vaksin yang sama. Jika tidak
tersedia vaksin merek yang sama maka sebaiknya menggunakan vaksin dengan platform sama
(misalnya jenis inactivated dengan inactivated). Penggunaan vaksin disesuaikan dengan
ketersedian dan indikasinya.

Sebagai contoh: pada sesorang yang berusia lanjut pilihannya adalah vaksin Astra Zeneca,
Moderna, atau Pfizer yang berdasarkan hasil uji klinis tahap 3 sudah terbukti untuk usia lanjut.

Pertanyaan 9
Q: Jika seseorang hasil serologi lgG (rapid) reaktif, tapi Swab PCR SARS-CoV-2 negatif.
Apakah masih perlu diberikan vaksin COVID-19?

A: Obat yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, seperti sitostatika dan steroid
dosis tinggi sebaiknya tidak diberikan vaksin COVID-19.

Pertanyaan 10

Q: Apakah setelah diberikan vaksin COVID-19, hasil pemeriksaan serologi pasien akan
reaktif? Apakah pemeriksaan serologi diperlukan sebelum vaksin COVID-19?

A: Setelah pasien vaksinasi mungkin serologi imunoglobiu M dan G meningkat. Pemeriksaan


serologi tidak diperlukan sebelum vaksin.

Pertanyaan 11

Q: Bagaimana cara mengetahui vaksin sudah mengalami kerusakan setelah disimpan atau
dalam pengiriman?

A: Pada botol vaksin biasanya ada penanda yang akan berubah ketika vaksin sudah rusak

Pertanyaan 12

Q: Apakah vaksin dapat diberikan jika pasien mengalami batuk dan flu, tapi Swab
negatif? Jika tidak berapa lama harus menunggu setelah sembuh dari sakit tersebut?

A: Tunggu sampai batuk dan flu sembuh, kemudian jadwalkan kembali vaksin.

Demikianlah tanya jawab vaksin COVID-19 yang dirangkum dari sumber PAPDI. Untuk
berdiskusi lebih lanjut tentang vaksinasi COVID-19. Anda bisa menanyakan langsung dengan
dokter di layanan fasilitas kesehatan terdekat.

1. Apakah orang yang divaksinasi Covid-19 masih bisa menularkan virus corona? Marion
Pepper, ahli imunologi di Universitas Washington, mengatakan itu bukan hanya pertanyaan
untuk vaksin ini, tetapi untuk vaksin secara umum. Terima kasih telah membaca Kompas.com.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email "Saya pikir sulit untuk
mengatakannya, karena kami masih terus-menerus dibombardir oleh patogen virus corona yang
berbeda dan kami tidak tahu kapan sistem kekebalan Anda merespons," katanya. Setelah
menerima vaksin Covid-19, jika seseorang terinfeksi virus corona kemungkinan tidak akan
menimbulkan gejala parah, bahkan mungkin tanpa gejala. Namun, daam kondisi ini tetap bisa
menularkan virus corona pada orang lain. “Ketika seseorang terinfeksi - atau diinokulasi dengan
vaksin - sistem kekebalan bersiap untuk menghasilkan antibodi yang secara khusus menargetkan
virus. Seiring waktu, antibodi tersebut secara alami berkurang,” jelas Pepper. Tetapi sistem
kekebalan masih menyimpan ingatan akan virus itu, dan jika virus itu muncul lagi, sel-sel mulai
bekerja dan mulai menyiapkan kumpulan antibodi baru. Namun, proses itu bisa memakan waktu
tiga hingga lima hari. Baca juga: Apakah Hidup Berubah Setelah Vaksin Covid-19 Tersedia?
Sementara itu, virus berpotensi mulai berkembang biak di dalam tubuh. "Ini sedikit perlombaan
antara sistem kekebalan dan virus," kata Dr. Michel Nussenzweig, peneliti Institut Medis
Howard Hughes di Universitas Rockefeller. Jika respons sistem kekebalan bekerja dengan cepat,
maka hanya sedikit virus yang akan diproduksi. “Kemampuan Anda untuk menyebarkan
penyakit, sebenarnya adalah fungsi dari seberapa banyak virus yang Anda produksi," kata
Nussenzweig. Tampaknya sistem kekebalan seseorang akan memenangkan ‘pertandingan’ itu,
tetapi para ilmuwan belum memiliki data untuk mengatakannya dengan yakin. Itulah mengapa
orang yang telah divaksinasi tetap harus memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak,
serta melakukan tindakan pencegahan lain - sampai pandemi Covid-19 benar-benar teratasi.
Selain itu, Nussenszweig mengungkap, paru-paru dan saluran hidung berisi populasi yang
disebut sel T, yang disiapkan untuk mengidentifikasi sel yang telah terinfeksi virus. “Jenis sel T
ini jauh lebih sulit untuk dipelajari, karena tetap berada di dalam jaringan, sehingga para
ilmuwan yang mempelajari sampel darah tidak akan melihatnya,” katanya. Karena sel T ini siap
bereaksi dengan segera, mereka mungkin juga membantu menjembatani jarak antara waktu Anda
terinfeksi dan waktu sistem kekebalan Anda dapat meningkatkan respons penuh dengan antibodi.
Sementara itu, Stephen Jameson, ahli imunologi di Sekolah Kedokteran Universitas Minnesota
mengatakan, pada influenza, sel T yang tertanam di jaringan dapat memiliki efek dramatis dalam
membatasi infeksi. "Tetapi, apakah mereka memiliki kinerja yang sama pada Covid-19, kami
belum cukup tahu," katanya. Baca juga: Usai Vaksin Raffi Ahmad Kumpul Tanpa Masker, Ahli:
Itu Namanya Selfish Varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris memiliki mutasi pada
bagian receptor-binding domain, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel tubuh manusia.
Lihat Foto Varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris memiliki mutasi pada bagian
receptor-binding domain, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel tubuh manusia.(GETTY
IMAGES via BBC INDONESIA)

2. Apakah vaksin Covid-19 akan tetap efektif saat virus corona terus berkembang? “Pertanyaan
ini sulit dijawab. Para ilmuwan sejauh ini tidak terlalu peduli tentang jenis virus yang saat ini
menyebar secara global, karena vaksin tampaknya masih akan bekerja melawan virus. Tetapi
masalahnya virus akan terus berubah, dengan konsekuensi yang tidak pasti,” jelas Pepper.
"Meskipun semua orang jelas prihatin tentang virus yang berkembang, daya tanggap sel B
memori Anda juga akan berkembang seiring waktu," lanjutnya. Sel B memori adalah komponen
penting dari sistem kekebalan, karena mereka mengingat infeksi. Ini mengintai di sumsum tulang
Anda dan siap untuk berubah menjadi sel penghasil antibodi jika virus yang mereka "ingat"
muncul kembali di tubuh Anda. Baca juga: Kabar Baik, Vaksin Covid Pfizer Efektif Lawan
Mutasi Virus Corona Baru Tetapi, sel B tidak hanya mengingat satu antibodi spesifik yang telah
bekerja melawan virus di masa lalu. Mereka juga dapat secara acak menghasilkan antibodi baru
yang serupa dan yang mungkin lebih efektif melawan jenis virus yang belum pernah dilihat
tubuh Anda. "Ini merupakan saat satu-satunya di dalam tubuh, di mana sel dewasa sengaja
memasukkan mutasi ke dalam DNA," kata Pepper. “Tapi ajaibnya sistem ini, ia memiliki
batasan. Virus yang mengalami perubahan signifikan dari satu tahun ke tahun berikutnya, seperti
flu, dapat mengakali sistem ini,” lanjutnya. Itulah mengapa Anda membutuhkan vaksinasi flu
baru setiap tahun. Virus corona yang menyebabkan Covid-19 bermutasi jauh lebih lambat
daripada flu, tetapi belum jelas apakah sel B memori akan cukup beradaptasi untuk menjaga
virus secara permanen. Baca juga: Varian Baru Corona dan Senjata Vaksin Kita, Jangan Sampai
Malapetaka Datang Ilustrasi penyuntikan vaksin Covid-19. Lihat Foto Ilustrasi penyuntikan
vaksin Covid-19.(DPA/ILIYA PITALEV via DW INDONESIA)

3. Berapa lama perlindungan vaksin akan bertahan? Dalam beberapa kasus, sistem kekebalan
Anda dapat memiliki memori yang sangat lama. "Beberapa infeksi alami dapat memberi Anda
kekebalan seumur hidup. Kamu hanya mendapatkan vaksinnya sekali, dan kamu dilindungi
selama sisa hidupmu," kata Jameson. Vaksin meniru infeksi alami untuk memicu respons
kekebalan. Tetapi, vaksin mungkin membutuhkan dorongan untuk menjaga kekebalan itu tetap
kuat. Sel B memori yang menargetkan virus corona yang menyebabkan Covid-19 mungkin tidak
memiliki daya tahan sel yang melindungi kita dari campak, misalnya. Sejauh ini, para ilmuwan
telah mengamati bahwa sel B memori ini telah bertahan selama berbulan-bulan setelah kasus
Covid-19, tetapi masih terlalu dini untuk mengatakan apakah mereka pada akhirnya akan
memudar. Baca juga: Jokowi Divaksin, Berikut 5 Fakta Vaksin Covid-19 Sinovac "Hal baiknya
adalah akan ada peluang jika ternyata ada penurunan respons imun, lalu, seperti banyak vaksin
lainnya, bisa jadi Anda mendapatkan penguat lagi setelah satu tahun atau beberapa tahun," jelas
Jameson. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencerminkan seberapa banyak ilmuwan telah
mempelajari tentang sistem kekebalan kita dalam beberapa tahun terakhir. Pandemi Covid-19
juga menjelaskan apa yang masih belum kita ketahui, tentang bagaimana sistem kekebalan
melindungi kita dari virus menular. "Sangat menarik untuk menyaksikan ini terungkap dalam
waktu nyata, karena kami belajar banyak tentang virus corona dan respons sistem kekebalan
terhadapnya dengan cara yang belum pernah kami lakukan sebelumnya," tutup Pepper. Baca
juga: 9 Syarat Penerima Vaksin dalam Program Vaksinasi Covid-19

EFEKTIVITAS VAKSIN

Untuk vaksin yang seharusnya diberikan 2 dosis, apa akibatnya jika dosis kedua tidak
diberikan? Bagaimana pula efeknya kalau dosis yang diberikan berlebihan? 

Suntikan pertama sudah meningkatkan antibodi tetapi kadarnya masih rendah. Seperti contohnya
vaksin Sinovac®, suntikan pertama antibodi yang terbentuk hanya sekitar separuh daripada
suntikan kedua. Titer antibodi yang dapat menetralisasi virus baru terbentuk maksimal setelah 14
hari pasca suntikan kedua. Jadi suntikan kedua amat penting untuk mencapai perlindungan yang
diharapkan. 

Dosis Sinovac® yang digunakan termasuk kategori medium. Pada uji klinik tahap II, efektivitas
dosis tinggi tidak terlalu berbeda dengan dosis medium tapi efek sampingnya lebih banyak. Jadi,
kelebihan dosis mungkin menyebabkan efek samping lebih banyak, namun tak berbahaya.
Berapa lama vaksin COVID-19 ini akan bekerja atau memproteksi? Kapan harus diulang
kembali? Apakah akan ada booster? 

Semua vaksin COVID-19 belum dapat ditentukan keperluan boosternya karena lama pengamatan
titer antibodi paling lama baru 6 bulan setelah suntikan kedua.

Apakah vaksin COVID-19 yang ada di Indonesia dapat mencakup semua jenis strain SARS-
CoV-2? Bagaimana dengan strain baru dari Inggris? 

WHO sedang mengamati berbagai mutan yang ada. Sampai sekarang WHO masih berpendapat
reagen untuk tes serta vaksin yang digunakan sekarang masih efektif untuk mendeteksi dan
memproteksi COVID-19, termasuk untuk mutan yang kemungkinan ada.

Apakah boleh dokter mengizinkan pasien tidak memakai masker lagi setelah divaksin
COVID-19? 

Setelah vaksinasi tetap harus melaksanakan protokol kesehatan. Vaksinasi bukan menggantikan
protokol kesehatan. Jika penularan COVID-19 dianggap sudah terkendali, pemerintah akan
memberi petunjuk untuk mengurangi protokol kesehatan 

Berapa lama setelah vaksinasi terjadi serokonversi dan seroproteksi? 

Setelah penyuntikan pertama pada hari ke-14 sudah terjadi serokonversi dan seroproteksi. Untuk
vaksin Sinovac® titer antibodi neutralisasi paling tinggi 14 hari setelah suntikan kedua, sehingga
mampu mengurangi risiko penularan COVID-19

Bagaimana peran imunitas seluler pada infeksi COVID-19? 

Imunitas seluler berperan dalam eliminasi SARS-CoV-2 disamping imunitas humoral. Penelitian
vaksin pada uji klinis biasanya bukan hanya menilai imunogenisitas dalam bentuk antibodi
neutralisasi, tapi juga fungsi sel T secara tidak langsung dengan mengukur sitokin yang
dihasilkan pada sel T helper 1. Jika T helper 1 berfungsi baik, biasanya efektivitas vaksin tinggi. 

Mengapa hasil uji klinis vaksin Sinovac® di Turki, Brazil dan Indonesia berbeda-beda? 

Hasil suatu penelitian memang dapat berbeda bila dilakukan di tempat dan waktu yang tidak
sama, meskipun menggunakan jenis vaksin yang sama. Perbedaan tersebut dapat disebabkan
oleh besarnya subjek dan karakter subjek yang mengikuti penelitian tersebut serta paparan virus
pada populasi tersebut.

EFEK SAMPING VAKSIN 

Bagaimana tingkat keamanan vaksin-vaksin COVID-19 yang tersedia? 


Pada umumnya semua vaksin yang sedang menjalani uji klinik tahap 3 atau yang sudah
mendapat EUA keamanannya baik.

Bagaimana risiko antibody dependent enhancement (ADE) pasca pemberian vaksin COVID-
19? 

Risiko ADE dilaporkan terjadi pada vaksin Dengue. Untuk vaksin COVID-19 dari semua
penelitian di berbagai senter saat ini tidak ada laporan kejadian ADE. Kejadian ADE dipantau
pada semua uji klinik, terutama pada uji binatang.

Apa standard operating procedure (SOP) yang harus diikuti penerima vaksin setelah
divaksin? 

Jangan langsung pulang, tunggu sekitar 30 menit di ruang pemantauan. Jika ada reaksi, lapor
petugas. Jika setelah 30 menit tak ada keluhan apapun akan diizinkan petugas untuk pulang.

Bagaimana cara mengatasi syok anafilaksis pasca vaksin? Apakah pasien yang pernah
mengalami anafilaksis pada pemberian vaksin lain dapat diberikan vaksin COVID-19? Apa
langkah yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah anafilaksis pasca vaksin ini? 

Anafilaksis dapat terjadi pada pemberian obat dan vaksin apapun. Sebagai standar, kit anafilaksis
tentu harus disiapkan setiap memberikan vaksin. Mereka yang pernah mengalami anafilaksis
atau reaksi alergi berat harus mendapat pemantauan ketat di tempat yang dianggap mampu
mengatasi.  Mereka yang pada suntikan pertama mengalami anafilaksis tidak  akan diberikan
suntikan kedua.

Jika terjadi kejadian reaksi alergi lokal berupa kulit kemerahan saja apakah perlu diterapi? 

Reaksi kemerahan di kulit biasanya akan hilang sendiri, namun boleh diberikan terapi
simtomatik 

Apa efek samping vaksin COVID-19 yang sering ditemukan? 

Efek samping lokal contohnya kemerahan, nyeri tempat suntikan, bengkak. Efek samping
sistemik contohnya sakit kepala, mialgia, fatig, ada juga yang suhunya naik tetapi tidak tinggi.
Efek samping ini umumnya membaik sendiri.

Bagaimana pemantauan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) biasa dilakukan, terutama
pada vaksin darurat seperti COVID-19 ini?  

KIPI adalah bagian dari proses vaksinasi yang selalu dipantau pada vaksinasi apapun. Untuk
vaksin jenis baru, pemantauan akan lebih ketat karena efek samping yang mungkin timbul pada
vaksinasi massal mungkin akan lebih banyak daripada efek samping yang ditemukan pada uji
kilnik.

Apakah KIPI sama dengan efek samping? 


KIPI adalah semua kejadian yang terjadi setelah 28 hari pasca-vaksinasi. Kejadian tersebut dapat
berhubungan atau tidak ada hubungannya dengan vaksinasi. Jadi cakupan KIPI lebih luas
daripada efek samping 

Apa saja contoh KIPI yang kerap terjadi? 

KIPI yang dapat terjadi dapat berupa efek samping lokal atau sistemik atau kejadian lain yang
terjadi dalam 28 hari setelah vaksinasi.

KELOMPOK YANG DIVAKSIN DAN KONDISI KHUSUS 

Penyakit penyerta sebenarnya bukan kontraindikasi mutlak dilakukan vaksinasi. Yang menjadi
kontraindikasi adalah riwayat alergi berat pada vaksin COVID-19 sebelumnya atau salah satu
komponen dari vaksin COVID-19. Kondisi-kondisi yang disebutkan dalam rekomendasi PAPDI
masih menunggu hasil penelitian lebih lanjut. Rekomendasi tersebut bersifat dinamis dan akan
terus diperbarui. (Lihat Rekomendasi Baru PAPDI tentang Pemberian Vaksinasi COVID-19)

Apakah ibu hamil atau ibu menyusui dapat diberikan vaksin COVID-19? 

Belum ada data tentang kemanan dan efektivitas pada kelompok ini sehingga sementara belum
akan divaksinasi, menunggu data yang diperlukan. Pemerintah Amerika dan Inggris saat ini
sudah menyuntik jutaan orang, sebagian di antaranya ada yang hamil. Kita perlu menunggu
laporan pengalaman dari negara tersebut karena memang uji klinis tidak mungkin dilakukan pada
kelompok tersebut. 

Apakah pasien diabetes melitus dalam terapi namun tidak periksa HBA1C boleh diberikan
vaksin COVID-19? 

Pasien diabetes terkendali boleh divaksinasi. Pada kasus diabetes yang saat tahap awal tidak bisa
mengikuti vaksinasi karena belum terkendali, bisa mengikuti vaksinasi pada tahap berikutnya.

Apakah pasien lupus eritematosis sistemik (LES) atau penyakit autoimun lainnya yang sudah
terkontrol dengan pengobatan dapat diberikan vaksin COVID-19? 

Belum ada data, masih menunggu data tentang kemanan dan efektivitas vaksin COVID-19 pada
penyintas autoimun sistemik. Untuk vaksin yang lain pada penyakit autoimun sebenarnya para
ahli masih mempunyai pendapat yang berbeda. 

Jika sudah pernah kena COVID-19, apakah saya perlu divaksin juga? Bukankah antibodi
yang terbentuk setelah kena COVID-19 hanya bertahan 3-4 bulan? Jika memang akan
divaksin, berapa lama sejak swab dinyatakan negatif? 
Penyintas COVID-19 divaksinasi pada saat antibodi sudah tak mempunyai daya lindung lagi.
Berapa lama masa tersebut masih dalam penelitian. Namun pada prinsipnya akan dilakukan
vaksinasi kemudian.

Pada pasien hipertensi, berapa batas tekanan darah untuk dapat diberikan vaksinasi COVID-
19 ini? 

Hipertensi terkontrol dengan batasan <180/110 mmHg (dengan atau tanpa obat) 

Apakah semua pasien HIV atau imunodefisiensi lainnya tidak direkomendasikan untuk
diberikan vaksin COVID-19? Bagaimana jika virus HIV sudah tidak terdeteksi dalam terapi
antiretroviral? 

Pada pasien HIV, vaksin COVID-19 sebaiknya diberikan ketika jumlah CD4 lebih dari 200
sel/mm3 dengan klinis baik dan tidak ada infeksi oportunistik. Kadar viral load tidak menjadi
pertimbangan tersendiri.

MASALAH PRAKTIS PELAKSANAAN VAKSIN 

Apakah vaksin COVID-19 bisa digunakan bersamaan dengan vaksin lainnya? Jika tidak,
berapa lama jarak antara vaksin COVID-19 dengan vaksin jenis lainnya, misalnya hepatitis B
yang diberikan 3 kali? 

Sebenarnya boleh, namun karena vaksin baru dan perlu pengamatan ketat untuk KIPI, sebaiknya
jangan diberikan bersamaan dengan vaksin lain dulu. Disarankan diberikan jarak minimal 1
bulan. Untuk vaksin hepatitis B, yang diutamakan adalah vaksin pertama dan kedua yang akan
meningkatkan antibodi. Suntikan ketiga boleh dimundurkan 1 bulan jika sekiranya bertepatan
dengan jadwal vaksin COVID-19. 

Pada pemberian Sinovac®, bagaimana jika kita tidak dapat melaksanakan suntikan kedua
pada hari ke-14, misalnya karena sakit atau ada halangan lain? 

Suntikan kedua dapat diberikan paling lambat 28 hari setelah suntikan pertama. Jika dilakukan
setelah 28 hari kemungkinan, titer antibodi neutralisasi yang terbentuk mungkin kurang.

Apakah ada pemeriksaan sebelum dan sesudah vaksin COVID-19? Apakah sebelum vaksin
COVID-19 perlu dilakukan swab PCR atau antigen? Apakah sesudah 2 kali vaksin perlu
diperiksa kadar antibodi SARS-CoV-2? 

Pada vaksinasi untuk masyarakat, pemeriksaan tersebut tidak diperlukan. Pemeriksaan-


pemeriksaan tersebut hanya dilakukan pada uji klinik atau penelitian 

Apakah ada obat yang tidak boleh dikonsumsi sebelum pemberian vaksin COVID-19?
Obat yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh, seperti misalnya sitostatika dan
steroid dosis tinggi, sebaiknya tidak diberikan vaksin COVID-19

Apakah setelah diberikan vaksin COVID-19, dapat menyebabkan tes rapid antibodi reaktif?
Bagaimana membedakannya dengan orang yang tes rapid reaktif tanpa vaksinasi? 

Kemungkinan imunoglobulin M dan G akan naik. Dibedakannya melalui anamnesis. 

Apakah ada tanda-tanda vaksin COVID-19 yang kita berikan berhasil membentuk antibodi
yang memproteksi atau tidak? 

Pemeriksaan kadar antibodi hanya dilakukan pada uji klinik. Pada imunisasi massal tidak perlu
dilakukan pemeriksaan kadar antibodi 

Apakah boleh jika vaksin COVID-19 pertama diberikan jenis A, sedangkan yang kedua jenis
B, dua vaksin yang berbeda? 

Pada prinsipnya sebaiknya vaksin yang digunakan sama. Untuk vaksin dengan jenis yang
berbeda, harus ada uji klinik dahulu.

(ymr | Foto Pixabay)

Anda mungkin juga menyukai