Anda di halaman 1dari 12

Rakina Ristiadi

6A

1901095022

Kajian Pariwisata

1. GUNUNG KRAKATAU

Sejarah Gunung Krakatau

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif, berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan
Sumatera. Nama Krakatau pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung
Krakatau). Gunung Krakatau sirna akibat letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Letusan yang konon sangat dahsyat tersebut menghasilkan awan panas dan tsunami yang
menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum terjadinya Tsunami di Aceh 26 Desember 2004,
tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Daya Ledak Gunung Krakatau
diperkirakan 30.000 kali suara bom atom yang diledakkan di Nagasaki dan Hirosima pada perang
dunia II. Akibat debu vulkanis yang dihasilkan oleh letusan Gunung Krakatau, Dunia sempat gelap
selama dua setengah hari karena menutupi atmosfer. Tidak hanya itu Matahari pun bersinar redup
sampai setahun berikutnya. Bahkan hambaran debunya pun terlihat di langit Norwegia hingga New
York. Subhanallah, sungguh dahsyat kekuatan Allah. Meskipun letusan Gunung Krakatau tak
sedahsyat letusan Gunung Toba dan lainnya, meletusnya Gunung Krakatau tercatat sebagai letusan
Gunung Terdahsyat setelah ditemukannya Telegraf.

Gunung Krakatau merupakan anak dari Gunung Krakatau Purba, para ahli memperkirakan hal
tersebut dari sebuah kaldera (kawah besar) yang terjadi akibat letusan pada masa purba. Gunung-
gunung ini tersusun dari bebatuan andesitik. Letusan mengenai letusan Krakatau Purba ini tercatat
dalam sebuah teks jawa yang berjudul pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416
Masehi. Isinya antara lain:

“ Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi
yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang
mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung
Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau
Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera. ”

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera
(kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulang
Panjang dan Pulau Sertungng, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil
dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan
di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara
signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Munculnya Gunung Krakatau
Perkembangan Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh
sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau
Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basiltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah
kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung
Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung
Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada
tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu,
tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun
tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan
dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang
puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Erupsi 1883
Sebuah Litografi yang dibuat pada tahun 1888 menggambarkan letusan Gunung Krakatau pada
tahun 1883
Setal 40 tahun dari meletusnya Gunung Krakatau, pada tahun 1927 munculah gunung api baru yang
dikenal sebagai Anak Gunung krakatau. Anak Gunung Krakatau terdapat di kawasan Kaldera purba
yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Setiap bulannya kecepatan pertumbuhan tingginya
sekitar 20 inci per bulan. Dan hasilnya setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih
lebar 40 kaki. Saat ini ketinggian Anak krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut,
sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut. Para ahli
geologi memperediksi anak Gunung Krakatau meletus antara tahun 2015-2083. lebih cepat atau lebih
lamanya Anak gunung Krakatau ini meletus semuanya tergantung kehendak Allah SWT, Wallahu
alam Bisawhab.
"Gunung berapi Anak Krakatau yang masih aktif di Selat Sunda. Anak Krakatau muncul sekitar
tahun 1927 atau 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau (1883). Anak Krakatau muncul dari
kawasan kaldera purba yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan
tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun bertambah tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40
kaki.”

Gunung berapi Anak Krakatau yang masih aktif di Selat Sunda. Anak Krakatau muncul sekitar tahun
1927 atau 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau (1883). Anak Krakatau muncul dari
kawasan kaldera purba yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan
tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun bertambah tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40
kaki.
Festival Krakatau
Lalu apakah hubungannya dengan Festival Krakatau yang rutin diadakan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan propinsi Lampung. Ternyata, Festival Krakatau rutin digelar salah satunya sebagai
peringatan meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883 yang letaknya masuk ke
dalam wilayah propinsi Lampung. Selain itu, festifal Krakatau ini juga dilaksanakan sebagai upaya
untuk memperkenalkan budaya dan potensi pariwisata yang dimiliki oleh Propinsi Lampung. Tahun
ini Festival Krakatau sudah memasuki tahun ke -21. Tahun ini tema yang diusung adalah " Pesona
Sai Bumi Ruwa Jurai".
Festival Krakatau terdiri dari beberapa rangkaian acara. Dibuka di Bandar Lampung dengan parade
budaya Nusantara, carnaval tapis dan topeng. puncak dari acara ini adalah Tour anak Gunung
Krakatau. Wisata mendekati Anak Gunung Krakatau menggunakan Kapal Fery. Namun, tour ini
dilaksanakan apabila Anak Gunung Krakatau dinyatakan aman.
Propinsi Lampung dan Budayanya

Menara Siger sebagai iconnya Lampung. Menara ini terletak di perbukitan Bakauheni Lampung

Pakaian Adat Lampung Pepadun, Salah satu pakaian adat yang ada di Lampung

Rumah Adat Lampung yang di sebut Sesan


Tari Sembah (Tarian Selamat Datang), Tarian ini biasa dilakukan sebagai pembuka suatu acara yang
bermaksud mengucapkan Selamat Datang.

Tapis adalah salah satu kerajinan Lampung yang di tenun menggunakan benang emas. Biasanya
Tapis dibuat kerajian dalam bentuk Kaligrafi, Kain, selendang, peci dan lain-lain.

2. GUNUNG MERAPI (YOGYA)

Sejarah letusan Gunung Merapi pernah mengubur kompleks Candi Sambisari di Sleman, Yogyakarta.
tirto.id - Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Jawa, bahkan di
Indonesia. Riwayatnya kerap dikait-kaitkan dengan cerita rakyat atau mitologi Jawa yang bahkan
masih dipercaya oleh sebagian orang hingga saat ini. Kendati begitu, sejarah Gunung Merapi
sebenarnya bukan hanya sekadar legenda. Lereng selatan Gunung Merapi termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan lereng lainnya merupakan bagian dari
wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Magelang (sisi barat), Boyolali (utara dan timur), serta Klaten
(tenggara). Ada perbedaan pendapat dari para ahli mengenai pembagian periodesasi sejarah Gunung
Merapi. Wirakusumah dan kawan-kawan dalam Geologic Map of Merapi Volcano Central Java
(1989) membaginya menjadi dua fase besar, yakni fase Merapi Muda dan fase Merapi Tua.
Sedangkan penelitian P. Berthommier berjudul “Volcanological Study of Merapi (Central Java):
Tephrostratigraphic and Chronology-Eruptive Products” (1990) menyatakan bahwa periodesasi
gunung ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu fase pra-Merapi, fase Merapi Tua atau Purba, fase
Merapi Pertengahan, serta fase Merapi Baru. Empat Fase Merapi Berthommier memperkirakan, fase
pra-Merapi terjadi kurang lebih 400 ribu tahun lalu. Pada tahap pertama ini, Gunung Merapi belum
lahir. Yang ada waktu itu adalah gunung yang dikenal dengan nama Gunung Bibi, berdiri di lereng
timur Merapi sekarang (kini termasuk wilayah Boyolali). Setelah Gunung Bibi hancur, tumbuh
gunung baru di sebelah baratnya pada sekitar 60 ribu tahun lalu. Inilah fase Merapi Tua atau Purba.
Lava basaltik (endapan batuan dari pembekuan magma) gunung ini membentuk dua bukit yang
kemudian dikenal sebagai Turgo dan Plawangan (terletak di Sleman, Yogyakarta).
Akhir Cerita Antara Mbah Maridjan dan Merapi Periode ketiga adalah fase Merapi Pertengahan yang
terjadi sekitar 8 ribu tahun silam. Lelehan lava dari Merapi pada tahap ini membentuk Bukit
Batulawang dan Bukit Gajahmungkur di sisi utara dari puncak. Selama sesi ini, Merapi sudah
melelehkan lava dan mengeluarkan awan panas. Diperkirakan juga sempat terjadi letusan eksplosif,
meskipun erupsi Merapi amat jarang bertipe seperti ini. Area kawah yang dinamakan Kawah
Pasarbubar juga terbentuk pada periode ini. Tahap terakhir oleh Berthommier disebut fase Merapi
Baru yang dimulai sejak 2 ribu tahun lalu. Kawah Pasarbubar yang terbentuk di periode ketiga
membentuk kerucut di puncak Merapi. Sedangkan batuan dasar yang menyusunnya diperkirakan
masih berasal dari fase Merapi Tua. Mengubur Candi Sambisari Dari penelitian yang dilakukan,
diperkirakan pernah terjadi beberapa kali letusan selama fase Merapi Baru ini. Salah satunya adalah
erupsi yang dampaknya mengubur Candi Sambisari, terletak sekitar 23 km di sebelah selatan Merapi
(kini daerah Kalasan), tidak jauh dari Candi Prambanan, atau hanya 12 km di timur Kota Yogyakarta.
Riset bertajuk “Menelusuri Kebenaran Letusan Gunung Merapi 1006” (1999) yang dilakukan
Supriati Dwi Andreastuti, Chris Newhall, dan Joko Dwiyanto, memperkirakan erupsi ini terjadi pada
1006 M. Candi Sambisari, kompleks candi umat Hindu yang dibangun pada era Rakai Garung dari
Kerajaan Mataram Kuno, ditemukan pertamakali pada 1966 dan berada 6,5 meter di bawah tanah
yang tidak lain adalah timbunan lahar dingin Merapi. Baca juga: Toleransi Pramodhawardani Ratu
Kerajaan Mataram Kuno Sejak itu, Merapi diketahui telah berkali-kali meletus bahkan hingga saat
ini. Erupsi terakhir yang cukup besar terjadi pada 2010 lalu. Data Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menyebutkan, korban tewas dalam bencana ini tercatat 341 orang tewas, termasuk
sang juru kunci, Mbah Maridjan. Pada pertengahan 2018 tahun lalu, Merapi menunjukkan
peningkatan aktivitas lagi dan masih berlangsung hingga akhir Januari 2019 ini. Gunung yang kerap
dikait-kaitkan dengan mitologi Kraton Yogyakarta ini puluhan kali mengeluarkan guguran lava.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada Selasa
(29/1/2019) menyatakan tingkat status Gunung Merapi adalah waspada atau level 2. Pemantauan
terhadap aktivitas Merapi yang cenderung meningkat masih terus dilakukan.

1) Umur Gunung Merapi diperkirakan sudah 400 ribu tahun

Penelitian P. Berthommier berjudul “Volcanological Study of Merapi (Central Java):


Tephrostratigraphic and Chronology-Eruptive Products” tahun 1990 menyebut ada 4 fase
terbentuknya Gunung Merapi yang dikenal saat ini.
Periodesasi gunung ini yaitu fase pra-Merapi, fase Merapi Tua atau Purba, fase Merapi
Pertengahan, serta fase Merapi Baru.
Berthommier sudah memperkirakan jika fase pra-Merapi terjadi kurang lebih 400 ribu tahun
lalu. Pada tahap awal belum ada Gunung Merapi yang bentuknya seperti saat ini. Namun, saat
itu sudah ada gunung yang dikenal dengan nama Gunung Bibi.
Gunung ini kemudian hancur dan meledak pada saat itu.
Setelah Gunung Bibi hancur, lalu munculah gunung baru di sebelah baratnya pada sekitar 60
ribu tahun lalu. Gunung tersebut disebut sebagai fase Merapi Tua atau Purba.
Lava basaltik (endapan batuan dari pembekuan magma) gunung ini membentuk dua bukit
yang kemudian dikenal sebagai Turgo dan Plawangan (terletak di Sleman, Yogyakarta).
2) Bentuk Gunung Merapi saat ini sudah ada sejak 2000 tahun lalu

Lanjut ke fase ketiga yaitu dinamakan Merapi Pertengahan terjadi sekitar 8 ribu tahun lalu.
Lelehan lava dari Merapi pada tahap ini dikenal sebagai Bukit Batulawang dan Bukit
Gajahmungkur di sisi utara dari puncak Gunung Merapi.
Sejak tahap ketiga, Merapi sudah aktif melelehkan lava dan mengeluarkan awan panas. Saat
tahap ini sudah terjadi letusan eksplosif di mana saat itu erupsi Merapi masih jarang bertipe
ini. Area kawah yang dikenal dengan nama Kawah Pasarbubar terbentuk pada periode ini.
Tahap terakhir yang disebutkan oleh Berthommier disebut sebagai fase Merapi Baru yang
dimulai sejak 2 ribu tahun lalu. Adanya Kawah Pasarbubar yang terbentuk di periode ketiga
kemudian membentuk kerucut di puncak Merapi. Namun, batuan dasar yang menyusun
gunung ini diperkirakan masih berasal dari fase Merapi Tua.

3) Sejak tahun 1768, Gunung Merapi sudah meletus lebih dari 80 kali

Dikutip dari berbagai sumber, rupanya Gunung Merapi memang sudah aktif sejak ribuan
tahun lalu. Sejak tahun 1768, tercatat sudah lebih dari 80 kali gunung ini meletus di berbagai
fase hingga Merapi Baru.
Salah satu letusan terbesar yaitu terjadi pada abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849,
1872) dan periode abad ke-20 yaitu 1930-1931.
Pada abad ke-20 frekuensi letusannya lebih sering. Erupsi yang terjadi hingga abad ke-19
dengan intensitas letusan yang relatif lebih besar. Diperkirakan letusan besar Gunung Merapi
terjadi dalam kurun waktu ratusan tahun sekali.
Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal 28 kali letusan, di mana letusan terbesar
terjadi pada tahun 1931.

4) Gunung Merapi bisa kemungkinan meletus dahsyat ke depannya

Merapi yang meletus pada tahun 2010 lalu memang cukup besar intensitasnya. Namun,
ternyata sebelumnya Gunung Merapi pernah meletus hebat pada ribuan tahun lalu. Ledakan-
ledakan eksplosif dari fase pra-Merapi hingga membentuk Gunung Merapi Baru.
Penggambaran ledakan Gunung Merapi bahkan disebut 'memporak-porandakan Kerajaan
Hindu di Jawa Tengah'.
Salah satu yang dicatat sejarah adalah tertimbunnya Candi Sambisari. Candi itu ditemukan
pada tahun 1966 dan terletak 23 kilometer dari selatan Merapi. Peneliti menyebut Candi
Sambisari sempat menghilang karena terpendam lahar dingin Merapi.
Bisa dibilang Candi Sambisari adalah saksi bisu dari keganasan gunung berapi aktif ini.
Namun, tak hanya candi tersebut, diungkapkan peneliti banyak candi yang terkena imbas tapi
kondisinya sudah hancur sehingga tak bisa lagi diselamatkan dan tak bisa kita lihat saat ini di
sekitar Gunung Merapi dulu.
Ke depan beberapa ahli berpendapat bukan tidak mungkin jika nantinya Gunung Merapi bisa
kembali meletus dahsyat dengan daya rusak yang luar biasa. Bahkan, ada yang
memperkirakan jika ledakan itu bisa menyerupai ledakan Gunung Vesuvius yang terjadi pada
79 Masehi atau Gunung Krakatau pada 1883.

5) Tiap kali Gunung Merapi erupsi bisa mengubah geologi sekitarnya

Dampak kerusakan dari Gunung Merapi tak hanya bisa merusak lingkungan dalam beberapa
waktu tertentu. Namun, letusan Gunung Merapi juga punya pengaruh untuk mengubah area
sekitarnya.
Dikutip dari IDN Times, menurut catatan BPPTKG Yogyakarta pada erupsi Gunung Merapi
pada 2010 terlihat kemunculan kawah baru di area gunung itu. Kawah tersebut punya lebar
423 meter, panjang 374 meter dan kedalaman 140 meter.
Menurut situs Volcano Discovery tercatat sebelumnya ada beberapa ledakan Gunung Merapi
yang juga mengubah geologi. Pertama, letusan yang terjadi 1967 di mana sesaat sebelum
meledak muncul sebuah kubah yang cukup besar.
Lalu pada 2001, ada kubah lava besar yang terbentuk di sana, lalu runtuh dan lavanya
mengenai Sungai Bebeng dan Senowo.
Perubahan morfologi Gunung Merapi tercatat yang paling berubah terjadi pada periode 1822-
1823 (kawah 600 meter), 1846-1848 (kawah 200 meter), 1849 (kawah 250-400 meter), 1865-
1871 (kawah 250 meter), 1872-1873 (kawah 480-600 meter), 1930 dan 1961.
Sejarah Gunung Merapi yang panjang dan perubahan yang dilaluinya membuat gunung ini
menjadi salah satu gunung api teraktif sekarang.
Erupsi hingga bumbungan awan panas ke langit saat ini masih dilaporkan terlihat. Dengan
adanya tanda itu, kemungkinan masyarakat Indonesia masih bisa melihat erupsi lagi ke
depannya dan perubahan yang terjadi Gunung Merapi akibat fenomena ini.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung yang teraktif di Indonesia. Para peneliti
geologi menggunakan obyek Merapi ini sebagai tempat penelitian karena menyimpan
banyak cerita dan informasi. Mereka banyak mengajukan teori mengenai kehebatan gunung
merapi. Salah satu peneliti seorang ahli ahli geologi dari Belanda yang bernama Reinot
Willem membuat asumsi bahwa gunung Merapi pernah meletus hebat pada tahun 1006.
Letusan hebat tersebut diperkirakan sebagai penyebab kemunduran kerajaan Mataram Kuno
yang selanjutmya berpindah tempat dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Setelah erupsi Merapi pada tahun 2006 dan 2010 telah merubah wajah Kaliadem yang
dulunya merupakan daerah perkemahan yang hijau dengan hamparan tanah yang sangat
luas.

Daya Tarik Wisata Minat Khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di
Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus.
Dengan demikian, biasanya para wistawan harus memiliki keahlian. Contohnya: berburu,
mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil observasi, penulis menyimpulkan bahwa obyek wisata “Lava Tour
Merapi” termasuk dalam Daya Tarik Wisata Alam yang berbasis Ekowisata.

Konsep ekowisata mencoba memadukan tiga komponen penting yaitu konservasi alam,
memberdayakan masyarakat lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan hidup. Hal tersebut
ditujukan tidak hanya bagi pengunjung, tetapi melibatkan masyarakat setempat seperti pada
kegiatan ekowisata Lava Tour Merapi di Kabupaten Sleman D.I.Yogyakarta yang
merupakan kawasan ekowisata yang memanfaatkan konservasi alam sebagai daya tarik
wisata dan memberdayakan masyarakat lokal untuk menyediakan fasilitas pariwsata berupa
toko cinderamata, warung makan dan menyediakan fasilitas jeep off- road yang digunakan
untuk mengantar wisatawan menjelajahi lereng Gunung Merapi yang medannya telah rusak,
terjal, dan tentunya tidak dapat dijelajahi dengan kendaraan biasa.
Sementara mengantar penumpang dengan menggunakan jeep willys tersebut ke pos – pos
tujuan, pengemudi jeep yang merupakan penduduk setempat juga bertindak sebagai
pemandu wisata akan menjelaskan dan menceritakan tentang apa yang terjadi di wilayah–
wilayah yang dilewati. Selanjutnya ekowisata Lava Tour Merapi juga meningkatkan
kesadaran lingkungan hidup bagi penduduk lokal maupun wisatawan yaitu
menyelenggarakan serangkaian kegiatan mendirikan hutan konservasi di dalam kawasan
Taman Nasional Gunung Merapi yang diberi nama Hutan Pendidikan Konservasi yang
ditujukan untuk sarana pembelajaran konservasi bagi mahasiswa, masyarakat dan
wisatawan.

3. GUNUNG BROMO

Bromo merupakan gunung api yang masih aktif dan terkenal sebagai icon wisata Jawa
Timur. Gunung ini tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia tetapi memiliki
pemandangan yang spektakuler dan dramatis. Keindahannya yang luar biasa membuat
wisatawan yang mengunjunginya akan berdecak kagum.Letak dan lokasi geografis
Gunung Bromo tepatnya di Jawa Timur tepatnya di kelilingi oleh 4 wilayah pemerintahan
kabupaten karena gunung bromo memang terletak di perbatasan kabupaten tersebut, yaitu
kabupaten Probolinggo, kabupaten Pasuruan, kabupaten Malang dan kabupaten Lumajang.

Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki keunikan dengan
lautan pasir seluas 5.250 hektar di ketinggian 2392 mdpl. Untuk mencapai puncak kawah
Bromo wisatawan dapat berkuda dan mendaki melalui tangga dan melihat pemandangan
bukit-bukit di sekeliling Gunung Bromo. Dari puncak Gunung penanjakan di ketinggian
2.770 m, wisatawan dari seluruh dunia datang untuk melihat sunrise di Gunung Bromo.
Pemandangannya sungguh menakjubkan dan yang akan terdengar hanya suara jepretan
kamera wisatawan saat menangkap momen yang tidak bisa di dapatkan di tempat lain.

Saat sunrise sangat luar biasa dimana wisatawan akan melihat latar depan Gunung Semeru
yang mengeluarkan asap dari kejauhan dan matahari bersinar terang naik ke langit.
Menikmati hamparan lautan pasir luas, menyaksikan kemegahan Gunung Semeru
yang menjulang menggapai langit, serta menatap indahnya Matahari beranjak keluar dari
peraduannya atau sebaliknya menikmati temaram senja dari pun ggung bukit Bromo
adalah pengalaman yang takan terlupakan saat menyambangi Bromo. Wisata Gunung
Bromo punya banyak pilihan cinderamata untuk dibawa pulang. Salah satunya boneka lucu
dan imut yang terbuat dari bunga edelweis. Para penjual bunga edelweis di kawasan wisata
Gunung Bromo kini tak hanya menjualnya edelweis dalam bentuk tangkai.
Mereka mengkreasikannya menjadi aneka bentuk boneka cantik, diantaranya
beruang,anjing dan kucing. Gunung bromo juga tak lepas dari wisata kuliner atau makanan
khas daerah dan oleh-oleh.

Seperti halnya daerah lain, keeksotikan dan keindahan wisata gunung bromo tak lepas juga
dari wisata kuliner atau makanan khas daerah tersebut, Nasi Aron adalah kuliner khas
masyarakat tengger di buat dari bahan dasar jagung putih yang hanya dapat ditemui di
lereng Gunung Bromo. Penyajiannya didampingi oleh sayur daun ranti, tahu, campuran
kentang dan tahu, tempe, dan ikan laut. Tak lupa tambahan sambal terasi untuk
memberikan sensasi pedas di lidah.

Nasi Aron lebih gurih dan lebih mengennyangkan dibanding dengan nasi biasah.
Penyimpanannya pun bisa tahan sampai satu minggu jika tahu cara penyimpanannya.
Tidak hanya itu wisata Gunung Bromo juga memiliki kuliner khas lainnya seperti Sawut
Kabut Bromo makanan khas ini dibuat oleh masyarakat tengger pada saat ada acara-acara
tertentu maupun saat kedatangan tamu dari luar daerah. Sawut kabut bromo berbahan dasar
ubi yang pohonnya berasal dari gunung bromo. Untuk menambah keindahan sawut kabut
Bromo, pada bagian topingnya ditambahkan buah murbei berwarna hitam, mutiara merah,
dan diberi irisan daun pandan.

Jajanan khas ini dapat diperoleh dipasar tradisional probolinggo dan beberapa tempat
makanan khas daerah di kawasan Wisata Gunung Bromo. Gunung Bromo di huni oleh
masyarakat suku tengger yang meyakini bahwa Gunung Bromo merupakan tempat
dimana seorang pangeran mengorbankan hidup untuk keluarganya. Masyarakat disini
melakukan festival Yadnya kasada atau kasodo. Asal muasal Upacara Kasodo ini
bermula sejak abad ke-15 di mana diceritakan tentang seorang putri bernama Roro
Anteng yang memimpin kerajaan Tengger dengan suaminya, Joko Seger.

Pasangan ini tidak memiliki anak dan karena itu mereka berdoa dan memohon kepada
dewa-dewa gunung untuk diberikan anak.Dari permohonan mereka, dewa memberi 24
anak dan mewajibkan bagi mereka untuk mengorbankan anak ke 25 mereka untuk
dilempar kedalam gunung berapi. Permintaan dewa inipun dilaksanakan sehingga menjadi
tradisi sampai saat ini. Rakyat Tengger melakukan upacara Kasada dengan melemparkan
hasil bumi ke dalam kawah Bromo sebagai ucapan syukur atas panen yang
diterima dan sebagai permohonan untuk panen yang lebih melimpah di 3
musim selanjutnya.

Meskipun penuh dengan bahaya, terdapat beberapa penduduk setempat yang


mengambil resiko dengan naik dan turun ke kawah dalam upaya untuk mengambil
kembali barang yang dikorbankan yang diyakini bisa membawa keberuntungan.
Upacara ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden
Kusuma anak Jaka segar dan Lara Anteng selain itu upacara ini dilakukan oleh
masyarakat tengger untuk meminta keselamatan dan berkah. Upacara ini
dilaksanakan pada tanggal 14 s.d. 16 bulan kasada atau saat bulan purnama tampak
dilangit secara utuh setiap setahun sekali. Pada saat upacara ini berlangsung
masyarakat suku tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi,ternak,
peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama
ongkek.

Pada saat sudah mencapai di kawah Gunung Bromo, seluruh sesaji di lemparkan ke
tempat tersebut. Dalam legenda upacara kasada di Gunung Bromo terdapat mahkluk
halus yang tidak memiliki nama yang di gambarkan sebagai asal-usul dari kerajaan
Majapahit keturunan kerajaan HinduBudha di Jawa. Proses berjalannya upacara
kasada dimulai pada sadya kala puja dan berakhir sampai surya puja dimana seluruh
masyarakat tengger menuju Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara
di mulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Raja
Anteng Jaka Seger di panggung terbuka desa Ngadisan.

Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di
lautan pasir Gunung Bromo. Setelah selesai upacara ongkek yang berisi sesaji
dikorbankan du Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek
tersebut dilemparkan kedalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan
nenek moyang mereka. Upacara kasada masyarakat Tengger telah membawa
manfaat bagi masyarakat tengger.

Selain untuk meminta keselamatan upacara ini mampu menyedot banyak perhatian
seluruh kalangan masyarakat dan wisatawan. Tetapi semakin banyaknya hal-hal
yang dapat memicu datangnya para wisatawan maka haruslah seimbang dengan
SDM yang profesional di bidangnya. Pemerintah pusat dan pemerintah Daerah harus
bekerja sama untuk mengembangkan Destinasi Pariwisata yang ada di Gunung
Bromo.

Anda mungkin juga menyukai