Anda di halaman 1dari 2

Nyanyi sunyi kembang kembang genjer

Nama ku sumilah, aku suka sekali menari ketika umur 14tahun aku milai mengikuti
pelatihan menari yang di selenggarakan oleh para pemuda pemudi di desa// senang sekali
rasanya ,ketika menari perasaanku seperti sangat bebas dan jiwaku seperti sedang bermain
gembira, aku merasa bebas, bebas sekali.

Tapi kebebasan ku tak berlangsung lama ketika itu aku di ajak oleh seorang kawan
mengikuti sebuah latihan menjadi sokwati di pasar rebo aku masih ingat, betapa senang
perasaanku di ajak mengikuti latihan menjadi sokwati itu, kamu tahu kan latihan sokwan dan
sokwati itu merupakan ajakan kehormatan dari bapak presiden meskipun aku belum tahu
apa2 tentang latihan yang katanya akan mengayang boneka imperialisme malaysia, pokoknya
aku berangkat bersama kawan ku itu.

Aku bangga sekali waktu itu, di lapangan pasar rebo itu selain latihan baris berbaris
melatih disiplin kami juga sering menari dan bernyanyi supaya bergembira dan tak
bosan,kata pelatihku menari dan bernyanyi juga mengasah kehalusan rasa cinta, aku semakin
senang di sana bermacam-macam tarian dan lagu yang kami mainkan, ada jali-jali yang
sangat terkenal itu, keroncong kemayoran, dan yang paling aku suka lagu genjer-genjer

‘’ Genjer-genjer nong kedokan pating keleler


Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih

Jaman dulu siapa yang tidak kenal lagu ini,tapi darah remaja ku mengelora terlalu
sebentar, belum cukup rasanya aku merasa bangga sebagai gadis emaja yang berguna tiba-
tiba semua jadi gelap dan menyakitkan,

Waktu itu masih pagi buta sepertinya menjelang subuh kami semua masih terlelap tidur pulas
setelah seharian berlatih,tiba – tiba sepasukan tentara bersenjata mengerebek barak2
penginapan kami, para tentara itu mengacung-ngacungkan senjata ke wajah kami yang masih
setengah tidur, mataku baru bisa terbuka lebar saat merasai seperti ada besi dingin menempel
di pipiku ternyata moncong senjata persis di mukaku aku hanya bengong, aku tidak tahu apa
yang terjadi, aku lihat kawan-kawan yang lain mulai panik, kalang kabut, aku mendengar
para serdadu itu berteriak Setan, kalian perempuan-perempuan dan sundal, kalian yang
menyileti jendral-jendral kami, aku semakin bingung , sambil memaki dan terus memukuli
kami para serdadu itu memaksa kami keluar menuju lapangan , aku dan semua teman-teman
yang lain hanya bisa menuruti perintah dan gertakan dari serdadu itu apalagi ada senjata di
punggung kami. Di lapangan para serdadu itu memaksa kami untuk melucuti pakaianku
sampai telanjang, mimpi apa aku semalam. Sejenak aku malu melihat tubuh sendiri, aku
mengigil, angin pagi sedikit berhembus mengusap leher dan seluruh tubuhku yang telanjang,
aku bingung dan merasa aneh aku telanjang di hadapan para serdadu itu kebingungan itu
berganti dengan cepat menjadi ketakutan luar biasa, badankupula rasanya gemetar aku
mengigil takut, aku...berusaha menutup bagian kemaluan dan payudara sebisaku, aku lihat
kawan-kawan yang lain melakukan hal yang sama, aku coba menegakkan kepalaku untuk
melihat wajah kawan-kawan yang lain tapi aku merasa takut sungguh aku takut saat itu,aku
hanya bisa menunduk, duh gusti kang moho suci. 2 hari 2 malam kami di paksa di gelandang
di lapangan itu dalam keadaan telanjang tanpa di beri makan dan minum, para serdadu itu
tidak lagi melihat kami sebagai manusia, sebagai perempuan, sama seperti ibu-ibu mereka.
Mata dan pikirannya menghardik kami sabagai sundal tak bermoral keesokan harinya aku di
panggil seorang diri ke barak penjaga para serdadu itu, berkali-kali aku di tanya tentang
peristiwa subuh itu aku tidsk bisa menjajwab apa-apa, aku hanya takut dan bingung para
serdadu itu berteriak membentak dan mengeluarkan kata-kata hinaan tak habis-habisnya lalu
para serdadu itu mendorong dengan paksa tubuhku keluar barak penjaga itu, karena tidak
menemui jawaban yang di inginkannya. Keesokan harinya aku di panggil lagi badanku
mengigil, aku disuruh berpakaian di ruangan barak penjaga itu ada beberapa intrugator dan
kamera aku di tanya bermacam-macam pertanyaan, dan aku masih ingat pertanyaan-
pertanyaan itu apakah benar kami sokwan dan sokwati berpesta sexs di depan jendral?
Apakah benar aku ikut menari-nari harum bunga sambil telanjang di depan jendral itu? Dan
apakah benar aku menyayat-nyayat kemaluan para jendral. Dan aku di paksa harus
menjawab,setelah puas dengan jawaban yang di inginkan para serdadu itu kembali melucuti
pakaianku aku hanya diam seperti benda mati setiap kali siksaan mengena ke setiap inci
tubuhku aku hanya mengingat-ingat itu dan mengenangkan saat menari dan menyanyi desa
bersama teman-teman dengan begitu aku bisa melupakan rasa sakit itu

Anda mungkin juga menyukai