Anda di halaman 1dari 13

Pengertian dan Sejarah Perkembangan

Pantomim | Sastra Wacana


1
Definisi Pantomim
Sastrawacana – Pantomim adalah seni pertunjukan yang memvisualisasikan suatu objek atau

benda tanpa menggunakan dialog, namun menggunakan gerakan tubuh dan mimik wajah.

Bahkan pantomim memvisualisasikan rasa, sifat, dan karakter melalui gerakan tubuh dan

mimiknya.

Pantomim merupakan pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Istilah pantomim

berasal dari bahasa Yunani yang artinya serba isyarat.

Berarti secara etimologis, pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu adalah

sebuah pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal atau pertunjukan bisu.

Menurut Aristoteles, seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa pantomim telah dikenal sejak

zaman Mesir Kuno dan India.

Kemudian dalam perkembangannya menyebar ke Yunani. Lebih lanjut Aristoteles menjelaskan

bahwa teori pantomim tersebut bermula dari temuan-temuan pada relief-relief candi dan

piramida.

Dalam relief tadi dikisahkan adanya gambaran tentang seorang laki-laki dan atau perempuan

sedang melakukan gerakan yang diduga bukan tarian.


Hal tersebut semakin jelas sesudah adanya kategorisasi dari berbagai seni pertunjukan yang

dilakukan Aristoteles berdasarkan ciri-ciri bawaannya, sehingga dapat dibedakan adanya sebutan

tarian dan bahasa isyarat.

Oleh karena pantomim mengacu pada ciri dasar dari bahasa isyarat tadi, maka jelaslah bahwa

seni pertunjukan pantomi memang sudah ada sejak lama.

Sejarah Pantomim di Dunia


Pantomim di dunia sebagaimana ditulis Aristoteles dalam Poetics menyebutkan bahwa seni

pantomim sudah berumur tua.

Bahkan beberapa pendapat menyatakan pantomim sebelum dikenal di Yunani sudah ada lebih

dahulu di Mesir dan India.

Rumusan yang dikemukakan Aristoteles memberikan asumsi bahwa pantomim sudah mulai

dapat diungkapkan melalui ciri-ciri dasarnya.

Yaitu ketika orang mempertahankan seni gerak tiruan (imitation) yang tidak berdasarkan rhtym

secara dominan.

Seni gerak itu selesai sebagai suatu gerakan isyarat, maka para ahli menyebutnya sebagai

pantomim.

Charles Aubert dalam bukunya The art of Pantomime (1970) mendefinisikan pantomim adalah

seni pertunjukan yang diungkapkan melalui ciri-ciri dasarnya, yakni ketika seseorang melakukan

gerak isyarat atau secara umum bahsa bisu.


Bahasa gerak sang pantomimer adalah universal; menjalankan ekspresi emosi yang serupa

diantara berbagai umat manusia.

Pantomim merupakan pertunjukan teatrikal dalam sebuah permainan dengan bahasa gerak.

Kemudian dalam Encyclopedia Britanica dijelaskan bahwa pantomim sebagai seni yang

mengandalkan olah tubuh dan kebisuan ini ada di Yunani sejak tahun 600 Sebelum Masehi.

Saat ini, pantomim sering diasosiasikan sebagai gaya akting komedi tanpa kata-kata.

Berkaitan dengan akting, pantomim pada awalnya untuk menyebut aktor komedi di masa Yunani

yang menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi.

Kemudian, kedua dipakai untuk menyebut aktor di Romawi yang menyampaikan perannya

melalui tari dan lagu.

Bentuk awal seni pantomim masih dapat ditelusuri dalam phlyake, sebuah pertunjukan peran

jenaka yang mengangkat tema kehidupan yang nyata dan mitologi yang berkembang di kawasan

Sparta dan Dorian.

Pemeran dalam pertunjukan ini tidak saja berpakaian aneh tapi juga menutupi muka mereka

dengan topeng yang hanya menyisakan bagian mulut.

Penulis pertama seni pantomim Dorian yang ternama adalah Epicharmus.

Sejak tahun 485-467 SM, dia menjadi satu-satunya penulis pantomim yang paling kondang

di Syracuse.
Sampai-sampai Aristoteles menganggapnya sebagai penulis puisi dramatik pertama yang sangat

berjasa.

Epicharmus juga menulis beberapa plat komikal dan menghaluskan permainan pantomim

sebelumnya.

Pantomim dorian kemudian dianggap sebagai bentuk awal pantomim modern.

Sejak itu pantomim identik dengan sifat-sifat komikal, karakter para pahlawan atau bahkan dewa

pun dapat dijadikan bahan tertawaan.

Seni pantomim dalam perkembangannya semakin dikenal oleh banyak bangsa-bangsa di dunia,

terutama melalui industri film bisu (silent movie) dekade 1900-an berbagai bentuk ekspresi dan

gerak yang paling terbaru dikembangkan dengan serius.

Tahun 1927 sebagai era tanpa kata. Hal ini ditandai dengan banyaknya aktor yang menguasai

seni pantomim, seperti dari Amerika Charles Spencer Chaplin atau Charlie Chaplin (1889-1977).

Chaplin sangat penting dalam percaturan bahasa bisu sebab ia salah satu tokoh besar dalam film

bisu, sebelum film bicara (talkies) diketemukan dan dijual kepada masyarakat.

Chaplin tampil dan langsung populer tatkala muncul dalam film The Tramp (Si Gelandangan)

tahun 1915.

Film bisu Chaplin lainnya yakni City Light (Lampu Kota), The Gold Rush (Emas yang

Merepotkan) dan Modern Times (Jaman Modern).


Chaplin setia membuat film tanpa suara dan merupakan jenius film bisu. Lewat film bisu

kekuatan Chaplin dapat ditangkap.

Ia adalah penyair yang sesungguhnya. Ia berbicara dengan bahasa tubuh sebagai isyarat-isyarat

dan bukan bahasa tubuh yang digunakan untuk menciptakan indikasi.

Dari situ maka pengayaan batin yang diasah, juga membahasakan kekayaan batin ke dalam

iysarat-isyarat yang mungkin tak jelas benar akan tetapi puitik dan menyentuh. Itulah hebatnya

Chaplin.

Kemudian di Perancis ada seniman pantomim yang handal pula, yakni Marcel Marceau.

Pria kelahiran Perancis 22 Maret 1923 ini mencintai pantomim karena sering menonton film bisu

Keaton dan Chaplin.

Kesungguhannya menekuni mime sangat terpengaruh gaya mime harlequin dan karakter

pantomim klasik Deburau’s Pierrot.

Marceau sangat dikenal dengan karakteer individunya sejak tahun 1947 dengan membawakan

gaya sang tooh ciptaannya bernama Bib.

Bib merupakan tokoh ciptaan yang selalu tampil dengan muka putih. Pertama kali si Bib ini

dibawa keliling ke Switzerland, Beligia dan Holland.

Tahun 1949 Marceau mendapat penghargaan Deburau Prize untuki karya mimenya berjudul

Death Before Dawn (Mati Sebeklum Fajar).


Marceau dalam aktivitasnya begitu teliti. Hal tersebut tidak disimak lewat beberapa karyanya

yang tokoh netral Bib itu, misalnya, pada Bib sang Pawang, Bib Naik Kereta Api, Bib Bunuh

Diri, Bib memerankan Daud-Goliat, dan Bib Serdadu.

Maka tak ayal jika seorang penulis asing ada yang mengatakan Marcell Marceau merupakan

Master of Mime.

Baca juga: 5 Manfaat Mengikuti Ekskul Teater di Sekolah

Perkembangan Pantomim Indonesia


Dalam perkembangannya, pantomim menjadi suatu seni pentas tersendiri dan mendapat tempat

baru bagi penikmat seni.

Perkembangan pantomim dunia telah menemukan dinamisitasnya jauh waktu, sedangkan di

Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1970-an, khususnya di Jakarta dan Yogyakarta.

Tidak banyak seniman yang menggeluti pantomim dan hanya beberapa seniman yang cukup

konsisten, seperti Sena A. Utaya, Didi Petet (Sena Didi Mime), Jemek Supardi, Moortri

Poernomo, dan Deddy Ratmoyo.

Realitas sosial juga menunjukkan bahwa belum tercapai apresiasi yang menggembirakan dari

masyarakat terhadap eksisitensi pantomim. Diketahui bahwa dekade 1990-an, Pantomim Yogya

mengalami pasang surut yang cukup serius.


PENGETAHUAN TATA RIAS TEATER DAN PANTOMIM
PENGETAHUAN TATA RIAS TEATER DAN PANTOMIM

1. TATA RIAS
Tata rias secara umum dapat diartikan sebagai seni mengubah penampilan wajah menjadi lebih sempurna.
Tata rias dalam teater mempunyai arti lebih spesifik, yaitu seni mengubah wajah untuk menggambarkan
karakter tokoh. 
Tata Rias dalam teater bermula dari pemakaian kedok atau topeng untuk menggambarkan karakter tokoh.
Contohnya, teater Yunani yang memakai topeng lebih besar dari wajah pemain dengan garis tegas agar
ekspresinya dapat dilihat oleh penonton. Beberapa teater primitif menggunakan bedak tebal yang biasa
dibuat dari bahan-bahan alam, seperti tanah,tulang, tumbuhan, dan lemak binatang. Pemakaian tata rias
akhirnya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari peristiwa teater. 

1. A.Fungsi Tata Rias


Tokoh dalam teater memiliki karakter berbeda-beda. Penampilan tokoh yang berbeda-beda membutuhkan
penampilan yang berbeda sesuai karakternya. Tata rias merupakan salah satu cara menampilkan karakter
tokoh yang berbeda-beda tersebut. Tata rias dalam teater memiliki fungsi sebagai berikut. 
• Menyempurnakan penampilan wajah
• Menggambarkan karakter tokoh
• Memberi efek gerak pada ekspresi pemain
• Menegaskan dan menghasilkan garis-garis wajah sesuai dengan tokoh
• Menambah aspek dramatik.

1. B.Tata Rias karakter


Tata rias karaker adalah tata rias yang mengubah penampilan wajah seseorang dalam hal umur, watak,
bangsa, sifat, dan ciri-ciri khusus yang melekat pada tokoh. Tata rias karakter dibutuhkan ketika karakter
wajah pemeran tidak sesuai dengan karakter tokoh. Tata rias karakter tidak sekedar menyempurnakan,
tetapi mengubah tampilan wajah.

Merias karakter berarti mengubah penampilan pemain dalam hal umur, watak, bentuk wajah agar sesuai
tokoh. Pengubahan wajah dapat menyangkut aspek umur saja atau aspek lain secara bersama. Tata rias
karakter membantu pemain dalam mengungkapkan karakter tokoh. Tata rias karakter dikenakan pada
bagian wajah dan tubuh lain yang memungkinkan dapat dilihat oleh penonton. Bagian lain tubuh seperti
leher, badan, tangan, atau kaki yang terlihat.

1. C.Tata Rias Fantasi


Tata rias fantasi dikenal juga dengan istilah tata rias karakter khusus. Disebut tata rias karakter khusus,
karena menampilkan wujud rekaan dengan mengubah wajah tidak realistik. Tata rias fantasi
menggambarkan tokoh-tokoh yang tidak riil keberadaannya dan lahir berdasarkan daya khayal semata.
Tipe tata rias fantasi beragam, mulai dari badut, tokoh horor, sampai binatang. Beberapa teater di Asia,
seperti Opera Cina dan Kabuki menggunakan jenis tata rias fantasi

Tata rias fantasi disebut juga tata rias karakter khusus. Tata rias fantasi menampilkan tokoh-tokoh yang
secara riil tidak terdapat dalam kehidupan. Penggolongan bisa meliputi tokoh-tokoh horor, binatang, atau
menampilkan riasan yang menggambarkan flora. Tata rias fantasi tidak terbatas tergantung dari fantasi
manusia. Tata rias fantasi dapat mengubah anatomi wajah untuk memberi kesan tiga dimensi
1. D.Bahan Tata Rias

• Cleanser ( pembersih )
• Astringent ( penyegar )
• Concealer ( penyamar noda )
• Foundation ( alas bedak )
• Losse Powder ( bedak tabur )
• Compact Powder ( bedak padat )
• Blush on ( pemerah pipi )
• Kosmetik Bibir ( pewarna bibir )
• Kosmetik Mata ( memperindah mata )
• Body Painting
Body painting adalah bahan yang bersifat opak (menutup) berbentuk krim dan stik. Di Indonesia banyak
tersedia dalam bentuk krim. Bahan ini biasa digunakan untuk tata rias fantasi. Tersedia dalam berbagai
warna, mulai dari putih, hitam, merah, hijau, biru, dan kuning. Body painting berfungsi pula untuk
melukis badan, seperti membuat tato atau memberi warna pada bagian badan tertentu yang dikehendaki.
Diposting oleh Unknown di 11.07 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Pementasan Pantomim.

Setiap pementasan mempunyai kesan dan karakter yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh

seberapa berhasil kita mewujudkan pementasan yang telah kita rancang dan persiapkan dengan

waktu yang cukup panjang dan pengorbanan yang telah kita berikan, baik itu waktu maupun

biaya. Maka sebaiknya pementasan yang dirancang dapat terlaksana dengan sukses. Kesuksesan

ditentukan oleh ketekunan dan keseriusan kalian dalam proses mempersiapkan pementasannya.

Pelaksanaan pementasan Pantomim harus dikelola dengan manajemen pertunjukan yang baik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pementasan pantomime antara lain

sebagai berikut :

1.      Persiapan Seluruh panitia penyelenggara.

Kepanitiaan yang telah disusun sebaiknya melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan

dan tugas pada bidang kerja masing – masing, jangan sampai ada yang tidak sesuai. Rasa
tanggung jawab dan rasa memiliki pada produksi pementasan yang akan dipentaskan harus terus

ditanamkan dalam pribadi semua kepanitiaan. Semua panitia mempunyai satu tujuan yaitu

mensukseskan pementasan pantomime.

2.      Pemanggungan.

Pemanggungan merupakan sebuah proses akhir dari persiapan perancangan dan latihan panjang

yang telah dilalui. Hal penting dalam proses pemanggungan diantaranya menyiapkan panggung

dengan baik agar proses pementasan berjalan dengan baik. Pemanggungan berurusan juga

dengan hal – hal yang bersifat teknik pemasangan setting, teknik penggunaan alat – alat property,

teknik sound system dan teknik penataan lampu.

3.      Publikasi.

Kehadiran penonton untuk mengapresiasi karya pertunjukan dipersiapkan, sangat ditentukan oleh

usaha dalam melakukan publikasi. Publikasi merupakan penyebaran informasi dan berita tentang
pementasan. banyak cara untuk mempublikasikan pementasan, diantaranya publikasi yang

dilakukan dari mulut ke mulut. Semua pendukung memberitakan tentang pementasan yang akan

dilaksanakan pada orang – orang terdekat, keluarga dan teman. Publikasi yang dilakukan  dari

mulut ke mulut bersifat terbatas. Publikasi yang umum yang bisa menjangkau kalangan yang

lebih luas dilakukan melalui media massa, Koran, majalah, radio dan televise. Media poster,

baliho, pamphlet dan spanduk bisa juga dibuat sebagai untuk publikasi pementasan pantomime

di tempat – tempat umum yang strategis.

4.      Dokumentasi.

Karya pantomime termasuk jenis karya seni pertunjukan. Karakteristik seni pertunjukan adalah

terikat oleh ruang dan waktu, artinya karya pertunjukan tidak abadi, hanya bisa dinikmati saat

pertunjukan sedang berlangsung. Oleh karena itu, sebagai cara supaya bisa abadi pertunjukan

harus didokumentasikan, meskipun cita rasanya tidak sama seperti saat pementasan berlangsung.
Namun, minimal kita bisa mengabadikan saat – saat berkreasi seni. Berbagai media dokumentasi

bisa kalian gunakan seperti kamera foto grafi dan kamera video.

B.     Mengevaluasi Pementasan Pantomim.

Kegiatan evaluasi dilakukan untuk memahami dan mengoreksi proses yang telah kalian lakukan.

Apa yang telah dirancang kemudian menjadi pementasan. Pada saat evaluasi kalian dapat

mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan dari rancangan pementasan yang telah kalian

buat. Perlu keterbukaan dan mau saling menerima kritik diantara semua pendukung pementasan.

Hal ini sangat baik untuk pelaksanaan pementasan selanjutnya sehingga kalian dapat belajar dari

kegagalan dan melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai supaya lebih sukses.
Keliping kumpulan
artikel PANTOMIM

DI SUSUN OLEH:
NAJWA NATHANIA
NO:22
KELAS: 8F

Anda mungkin juga menyukai