Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FARMAKOLOGI

“KLORAMFENIKOL”

KELOMPOK 4 AMINOPHYLIN

 IRTIZA INAYATUR RAHMAN 12


 NADIA RAHMA ASSYFA 20
 RIDA RETA HABIBAH 30
 YASIN ANUGRAH 41
 PULEL NADIA 27
 NIA HERLINA 24

XI FARMASI

SMK DHARMA KUSUMA CIANJUR

2021/2022
Kata pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cianjur, 08 Oktober 2021

Penyusun, Nadia Rahma Assyfa.


Daftar isi

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 SEJARAH DAN SUMBER

BAB 3 URAIAN UMUM KLORAMFENIKOL

BAB 4 AKTIVITAS ANTIMIKROBA

BAB 5 FARMAKOKINETIKA

BAB 6 BIOSINTETIS

BAB 7 ISOLASI

BAB 8 MEKANISME KERJA

BAB 9 SEDIAAN KLORAMFENIKOL

BAB 10 NAMA DAGANG

BAB 11 RESISTENSI

BAB 12 EFEK SAMPING


BAB 1
Pendahuluan
Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas. Kloramfenikol berhubungan dengan
gangguan darah yang serius sebagai efek yang tidak diinginkan sehingga harus disimpan untuk
pengobatan infeksi berat, terutama yang disebabkan oleh Hemofilus influenza dan demam tifoid.
Suspensi lemak sebaiknya disimpan dalam epidemik meningitis meningokokus.
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang
bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan
fungi. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap
mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus
satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
 1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin,
Oxytetracycline.
a)      Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat
translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat
bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide
biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi. Macrolide
biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b)      Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik
bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein.
Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c)      Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal
16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan
demikian akan menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping
yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d)     Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan
biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella
BAB 2
Sejarah dan Sumber
Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces venezuelae, oraganisme yang
pertama kali diisolasi tahun 1947 dari sample tanah yang dikumpulkan di Venezuela ( Bartz,
1948). Sewaktu struktur materi kristalin yang relatif sederhana tersebut ditemukan antibiotik,
antibiotik ini lalu dibuat secara sintetik. Pada akhir tahun 1947, sejumlah kecil kloramfenikol
yang tersedia digunakan untuk mengobati wabah tifus epidemik yang tiba-tiba muncul di
Bolivia, dengan hasil yang mencenangkan. Selanjutnya obat ini diujikan pada kasus tifus scrub
di semenanjung Malaka dengan hasil yang sangat baik. Pada tahun 1948, kloramfenikol tersedia
untuk pemakaian kilinis umum. Namun, pada tahun 1950, terbukti bahwa obat ini dapat
menyebabkan kasus yang serius dan diskrasia darah yang fatal. Oleh karena itu, penggunaan obat
ini hanya dikhususkan untuk pasien yang mengalami infeksi berat, seperti meningitis, tifus, dan
demam tifoid, yang tidak dapat menggunakan alternatif lain yang lebih aman karena terjadinya
resistensi atau alergi. Obat ini juga merupakan terapi yang efektif untuk demam bercak Rocky
Mountain. Kepentingan ini mulai memudar seiring dengan tersedianya antibiotik yang lebih
aman dan efektif (Katzung, 2004). 

BAB 3
Uraian Umum Kloramfenikol

Persyaratan   : Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%
C11H12Cl2N2O5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. 

Pemerian   : Hablur halus berbentuk  jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu
atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. 
Kelarutan  :  Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%)  P  dan
dalam 7 bagian  propilenglikol P;  sukar larut dalam  kloroform P dan dalam eter P . 
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. 
Penandaan    : Pada etiket harus juga tertera daluarsa. 
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum. 
(Farmakope IV, 1995). 

Kloramfenikol  termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan dalam air pada pH 6
menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Dalam basa akan terjadi penyabunan
ikatan amida dengan cepat. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran
cerna. Oleh karena itu pemberian peroral menonjol (Wattimena, 1990). 

BAB 4
Aktivitas Antimikroba 

Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa mengganggu sintesis
DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan
melalui sintesis kimia. 

Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek terhadap rikets. Penggunaannya
perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek
hipersensitivitas (Hadisahputra dan Harahap, 1994). 

Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap


organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun negatif. Sebagian besar bakteri
gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10 µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif
dihambat pada konsentrasi 0,2  -  5 µL/mL. (Katzung, 2004).  

Spektrum kerja tumpang tindih dengan spektrum tetrasiklin secara luas. Yang perlu digaris
bawahi adalah aktivitas yang mencolok terhadap Salmonella (tergolong penyebab tifus dan
paratifus) dan difusi jaringan yang baik (Wattimena, 1990). 

BAB 5
Farmakokinetika 

Dosis kloramfenikol  yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah pemberian peroral, kristal
kloramfenikol diabsobsi dengan cepat dan tuntas. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah
antara 10-15 µg/mL. Kloramfenikol palmitat merupakan suatu pro-drug yang dihidrolisis dalam
usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Formulasi parenteralnya, kloramfenikol suksinat,
menghasilkan kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah sedikit lebih
rendah dibandingkan kadar darah yang dicapai dengan obat yang diberikan secara oral. 
Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Hal ini meliputi
juga sistem saraf pusat sehingga konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak dapat setara
dengan konsentrasi dalam serum. Obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat.
Ekskresi kloramfenikol tidak perlu diubah pada saat kerja ginjal  menurun, namun harus
dikurangi dalam jumlah besar pada kegagalan hati. (Katzung, 2004). 

Penggunaan Klinis 

Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya yang
kuat, resistensi bakteri, dan  tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya
cephalosporin).  

Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata
karena spektrum antibakterinya yang luas dan kemampuannya mempenetrasi jaringan okuler dan
cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi chlamydia (Katzung, 2004). 

Identifikasi Kloramfenikol : 

 Spektrum serapan inframerah zat yang dispersikan dalam kalium bromida P


menunjukkan hanya pada panjang yang sama seperti pada  Kloramfenikol BPFI . 
 Waktu retensi puncak utama pada kromatografi  Larutan uji  sesuai dengan waktu retensi
puncak utama pada kromatogram  Larutan baku  yang diperoleh pada Penetapan kadar . 

Penetapan Kadar Kloramfenikol 

Penetapan kloramfenikol dapat ditetapkan dengan : 

1. Dengan metode kromatografi kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak berupa
campuran air : metanol P : asam glasial (55:45:0,1). 
2. Dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV). (Farmakope, 1995) Dalam penetapan
ini kloramfenikol yang ditetapakan dengan metode spektrofotometri (UV). 

BAB 6
Biosintesis
Pada siklus hidupnya yang normal, Streptomyces venezuelae akan tumbuh dalam medium
yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maximum, setelah itu berhenti pertumbuhannya, dan
memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti oleh kematian sel vegetatif atau pembentukan spora.
Pada stadium ini, setelah sel-sel berhenti mambelah, metabolit sekunder mulai diproduksi.
Metabolit sekunder mulai di produksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam
medium biakan. Kebanyakan antibiotik merupakan metabolit sekunder.
Jalur biosintesis merupakan urutan pembentukan suatu metabolit dari molekul  yang 
paling  sederhana  hingga  molekul  yang  paling  kompleks. Pengetahuan  akan  jalur 
biosintesis  ini  memungkinkan  untuk  melakukan modifikasi dari jalur tersebut sehingga dapat
diproduksi metabolit dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat,
mengetahui struktur metabolit yang dihasilkan, kemudian dapat dilakukan sintesis untuk
menghasilkan derivatnya. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan metabolit sekunder
ada tiga jalur,yaitu:
1.jalur asam asetat,
2. jalur asam sikimat, dan
3. jalur asam mevalonat
Waktu penggunaan jalur biosintesis saat:1. Rendahnya ekspresi dari gen-gen yang
mengontrol tahap-tahap penting dari jalur biosintesis 2. Untuk mendapatkan senyawa tertentu
yang sangat dibutuhkan dalam suatu  obat.  Dengan  demikian  dalam  jalur  biosintesis  tanaman 
tersebut ditambahkan suatu prekursor seperti menggunakan jalur biosintesis triptofan untuk
menyediakan prekursor terhadap sintesis hormon auksin (Indole-3-aceticacid/ IAA), fitoaleksin,
glukosinolat, dan indole- serta anthranilat yang keduanya merupakan derivat alkaloid.
Biosintesis mengubah senyawa awal menjadi senyawa baru yang lebih bermanfaat
dengan pertolongan suspensi sel. Berdasarkan biosintesis, metabo lit sekunder dapat
diumpankan dengan prazat untuk menjadi produk yang lebih cepat dengan kultur suspensi sel.
Prazat dapat merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam jalur biosintesis, sehingga
dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder. Selain itu juga senyawa yang dikehendaki
dapat ditingkatkan jumlahnya dengan  cara  memanipulasi  media  maupun  dengan  penambahan
senyawa prekursor/prazat, merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam
jalur biosintesis, sehingga dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder.

BAB 7
Isolasi
Proses isolasi Kloramfenikol menggunakan metode pemisahan Kromatografi Lapis Tipis
pada mikroorganisme Streptomyces venezuelae. Kromatografi lapis tipis dikenal istilah fase diam
dan fase gerak.
a.        Fase diam
Fase diam adalah suatu lapisan yang dibuat dari bahan-bahan berbutir-butir halus yang
ditempatkan pada lempengan. Sifat-sifat umum dari penyerap KLT adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1- 25 mikron. Adapun macam-
macam fase diam adalah silika gel, alumina, selulosa, resin, kieselguhrs, magnesium silikat.

b.        Fase gerak


Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini
bergerak di dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Macam-macam fase gerak antara lain
heksana, toluen, eter, kloroform, aseton,etil asetat, asetonitril, etanol, metanol air.
Dalam KLT dilakukan tahapan pengembangan atau elusi. Pengembangan ialah proses pemisahan
campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan fase diam. Jarak
pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf atau h Rf . Harga Rf
antara 0-1. Berdasarkan parameter tersebut KLT dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif
dalam pengujian sampel.

BAB 8
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam
jumlah terbatas,  pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan
melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom 50
S secara reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat
secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan kodon ini
ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang mengandung asam amino ke tempat
akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam
aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada sel mamalia,
kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai ribosom bakteri (keduanya 70 S)
dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel mamalia. Peptidiltransferase ribosom mitokondria,
dan bukan ribosom sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan kloramfenikol. Sel
eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.

Kerja antimikroba.
Kloramfenikol memiliki aktivitas antimikroba berspektrum luas. Galur dianggap peka apabila
dapat dihambat oleh konsentrasi 8 µg/ml atau kurang, kecuali N. gonnorhoeae, S. pneumoniae,
dan H. influenza, yang memiliki batas MIC yang lebih rendah. Kloramfenikol terutama bersifat
bakteriostatik, walupun dapat bersifat bakterisida terhadap spesies tertentu, seperti N.
gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza. Lebih dari 95% galur bakteri gram-negatif
berikut ini dihambat secara in vitro oleh kloramfenikol 8,0 µg/ml atau kurang., yakni N.
gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza. Demikian juga, kebanyakan juga bakteri
anaerob, termasuk kokus gram-positif dan Clostridium spp, serta batang-batang negative
termasuk B. fragilis dihambat oleh obat ini pada konsentrasi tersebut. Beberapa kokus gram-
positif aerob, termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae (streptokokus
kelompok B), dan S. pneumonia peka terhadap 8 µg/ml. galur S. aerus cenderung tidak begitu
rentan, dengan MIC yang lebih besar dari 8 µg/ml. kloramfenikol aktif terhadap Mycoplasma,
Chlamydia, dan Rickettsia..

Penggunaan terapeutik.
Terapi dengan kloramfenikol hanya boleh digunakan pada infeksi yang manfaat obat tersebut
lebih besar dibandingkan resiko toksiksitas potensialnya. Jika tersedia obat antimikroba yang
sama-sama efektif dan secara potensial tidak begitu toksik dibandingkan kloramfenikol, maka
sebaiknya obat tesebut digunakan.

BAB 9
Sediaan Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1.      Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan
klinis.

2.      Salep mata 1 %


3.      Obat tetes mata 0,5 %
4.      Salep kulit 2 %
5.      Obat tetes telinga 1-5 %
kelima sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau
stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus
dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).

BAB 10
Nama Perdagangan
·         Alficetyn Alficetyn
·         Amphicol Amphicol
·         Biomicin Biomicin
·         Chloromycetin (persiapan intravena)
·         Chlorsig ( tetes mata)
·         Dispersadron C (tetes mata)
·         Edrumycetin 250 mg (kapsul)
·         Fenicol Fenicol
·         Kemicetine (persiapan intravena)
·         Kloramfenikol (tetes mata)
·         Oftan Chlora (salep mata)
·         Synthomycine (Israel, mata dan salep salep kulit)
·         Tifomycine (kloramfenikol berminyak)
·         Unison (salep kulit)
·         Isoptophenicol (tetes mata)
·         Cedoctine (persiapan intravena)
·         Chloramex (salep mata)

BAB 11
Resistensi
Bakteri dikatakan resistensi bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotika pada
kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pejamu.
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil
transferase yang diperantarai oleh faktor-R yang menimbulkan ketidakmampuan organisme
untuk mengakumulasikan obat sehingga menimbulkan resistensi. Resistensi terhadap
P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang
mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.
Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus
umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis,
kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P.
Aeruginosa dan S. Typhi
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena
ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan
Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol
dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Kloramfenikol bersepektrum luas ini berkhasiat :
Bacteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif fan sejumlah kuman Gram negatif,
juga Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat
adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-
ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan
diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.

Penggunaan 

 Hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada
infeksi tikus (salmonella thypi), dan meningitis (khusus akibat H.influenza) juga pada
infeksi anaerob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B.fragilis. 
 Penggunaan topikal
o Digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0.25-1% sebagai pilihan kedua,
jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif. Lebih baik menggunakan salep mata 1 dd
malam hari daripada tetes mata beberapa kali sehari. 
o Tetes telinga (10%) tidak boleh digunakan lagi, karena propilengglikol sebagai
pelarut ternyata ototoksisFarmakokinetik 

Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap, dengan BA 75-90%. Difusi ke dalam jaringan,
rongga dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Waktu paruhnya rata-rata 3 jam.
Dalam hati 90% dari zat ini dirombak menjadi glukuronida inaktif. Ekskresinya melalui ginjal,
terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh.

BAB 12
Efek samping

1. Reaksi hematologik

Terdapat dalam 2 bentuk yaitu; 


·        Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan dihentikan.
Reaksi ini terlihat bila kadar Kloramfenikol dalam serum melampaui 25 mcg/ml.
Depresi tulang ini sangat berbahaya dan dapat berwujud dalam dua bentuk anemia, yakni sebagai
:
o       Penghambantan pembentukan sel-sel darah (eritosit, trombosit dan granulosit) yang timbul
dalam waktu 5 hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan ini tergantung dosis serta lamanya
terapi dan bersifat reversibel.
o       Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada
penggunaan oral, parenteral dan okuler, maka tetes mata tidak boleh digunakan lebih dari 10
hari.
·        Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi bersifat menetap seperti
anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama
pengobatan. Efek samping ini diduga disebabkan oleh adanya kelainan genetik.

2.    Reaksi alergi


Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.
Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid
walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.

3.    Reaksi saluran cerna


Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

4.    Sindrom gray


Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kg BB) dapat
timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.
Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung,
sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat.
Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula
hipotermia (kedinginan).

5.    Reaksi neurologik


Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

BAB 13

Penggunaan klinik

Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi


sebaiknya obat ini hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid, salmonelosis lain dan
infeksi H. influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada
antimikroba lain yang lebih aman dan efektif.
Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk bayi baru lahir, pasien dengan gangguan hati dan
pasien yang hipersensitif terhadapnya.

Sediaan
Terbagi dalam bentuk sediaan :
·       Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
}Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
 
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan
klinis.
·       Salep mata 1 %
·       Obat tetes mata 0,5 %
·       Salep kulit 2 %
·       Obat tetes telinga 1-5 %
·       Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau
stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
·        Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus
dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).

Resistensi 
Dapat timbul dengan agak lambat tetapi resistensi ekstra kromosomal melalui plasmid juga
terjadi antara lain terhadap basil tifus perut.

Kehamilan dan Laktasi 


Penggunaannya tidak dianjurkan, khususnya selama minggu-minggu terakhir dari kehamilan,
karena dapat menimbulkan cyanosis dan hypothermia pada neonati, akibat ketidakmampuannya
untuk mengkonyugasi dan mengekskresikan obat ini, sehingga sangat meningkatkan kadarnya
dalam darah.
Berhubung kemampuannya melintasi plasenta dan mencapai air susu ibu, maka tidak boleh
diberikan selama laktasi.

Dosis
o       Pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg pc.
o       Neonati maksimal 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis
o       Anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis,
abces otak) iv 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat)

Tiamfenikol 
Adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan.
Indikasi
Pada infeksi tifus dan salmonella, juga digunakan pada infeksi saluran kemih dan saluran
empedu oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik lain.

Sediaan :
o       Kapsul 250 dan 500 mg.
o       Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung
125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.

Dosis
o       Tifus perut 4 dd 250-500 mg selama maksimal 8 hari, di atas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak
20-30 mg/kg/hari.
o       Gonore : 1 x 2.5 g.

DAFTAR PUSTAKA
Harvey A. Richard.Farmakologi.1995.Widya Medika : Jakarta.
Mardjono Mahar.Farmakologi dan Terapi.1995.Gaya Baru : Jakarta.

Http//:www.scribd.com/kloramfenikol.

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemah dan editor:
Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika, Surabaya. Hlm 37-41 

Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami Dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta. Hlm 1, 187 

Hadisahputra, S., Harahap, U. 1994. Biokimia Dan Farmakologi Antibiotik. USU Press, Medan.
Hlm 38-39 

Anda mungkin juga menyukai