“KLORAMFENIKOL”
KELOMPOK 4 AMINOPHYLIN
XI FARMASI
2021/2022
Kata pengantar
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 5 FARMAKOKINETIKA
BAB 6 BIOSINTETIS
BAB 7 ISOLASI
BAB 11 RESISTENSI
BAB 3
Uraian Umum Kloramfenikol
Persyaratan : Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%
C11H12Cl2N2O5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu
atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan
dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P .
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Penandaan : Pada etiket harus juga tertera daluarsa.
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum.
(Farmakope IV, 1995).
Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan dalam air pada pH 6
menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Dalam basa akan terjadi penyabunan
ikatan amida dengan cepat. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran
cerna. Oleh karena itu pemberian peroral menonjol (Wattimena, 1990).
BAB 4
Aktivitas Antimikroba
Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa mengganggu sintesis
DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan
melalui sintesis kimia.
Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek terhadap rikets. Penggunaannya
perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek
hipersensitivitas (Hadisahputra dan Harahap, 1994).
Spektrum kerja tumpang tindih dengan spektrum tetrasiklin secara luas. Yang perlu digaris
bawahi adalah aktivitas yang mencolok terhadap Salmonella (tergolong penyebab tifus dan
paratifus) dan difusi jaringan yang baik (Wattimena, 1990).
BAB 5
Farmakokinetika
Dosis kloramfenikol yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah pemberian peroral, kristal
kloramfenikol diabsobsi dengan cepat dan tuntas. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah
antara 10-15 µg/mL. Kloramfenikol palmitat merupakan suatu pro-drug yang dihidrolisis dalam
usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Formulasi parenteralnya, kloramfenikol suksinat,
menghasilkan kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah sedikit lebih
rendah dibandingkan kadar darah yang dicapai dengan obat yang diberikan secara oral.
Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Hal ini meliputi
juga sistem saraf pusat sehingga konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak dapat setara
dengan konsentrasi dalam serum. Obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat.
Ekskresi kloramfenikol tidak perlu diubah pada saat kerja ginjal menurun, namun harus
dikurangi dalam jumlah besar pada kegagalan hati. (Katzung, 2004).
Penggunaan Klinis
Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya yang
kuat, resistensi bakteri, dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya
cephalosporin).
Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata
karena spektrum antibakterinya yang luas dan kemampuannya mempenetrasi jaringan okuler dan
cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi chlamydia (Katzung, 2004).
Identifikasi Kloramfenikol :
1. Dengan metode kromatografi kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak berupa
campuran air : metanol P : asam glasial (55:45:0,1).
2. Dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV). (Farmakope, 1995) Dalam penetapan
ini kloramfenikol yang ditetapakan dengan metode spektrofotometri (UV).
BAB 6
Biosintesis
Pada siklus hidupnya yang normal, Streptomyces venezuelae akan tumbuh dalam medium
yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maximum, setelah itu berhenti pertumbuhannya, dan
memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti oleh kematian sel vegetatif atau pembentukan spora.
Pada stadium ini, setelah sel-sel berhenti mambelah, metabolit sekunder mulai diproduksi.
Metabolit sekunder mulai di produksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam
medium biakan. Kebanyakan antibiotik merupakan metabolit sekunder.
Jalur biosintesis merupakan urutan pembentukan suatu metabolit dari molekul yang
paling sederhana hingga molekul yang paling kompleks. Pengetahuan akan jalur
biosintesis ini memungkinkan untuk melakukan modifikasi dari jalur tersebut sehingga dapat
diproduksi metabolit dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat,
mengetahui struktur metabolit yang dihasilkan, kemudian dapat dilakukan sintesis untuk
menghasilkan derivatnya. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan metabolit sekunder
ada tiga jalur,yaitu:
1.jalur asam asetat,
2. jalur asam sikimat, dan
3. jalur asam mevalonat
Waktu penggunaan jalur biosintesis saat:1. Rendahnya ekspresi dari gen-gen yang
mengontrol tahap-tahap penting dari jalur biosintesis 2. Untuk mendapatkan senyawa tertentu
yang sangat dibutuhkan dalam suatu obat. Dengan demikian dalam jalur biosintesis tanaman
tersebut ditambahkan suatu prekursor seperti menggunakan jalur biosintesis triptofan untuk
menyediakan prekursor terhadap sintesis hormon auksin (Indole-3-aceticacid/ IAA), fitoaleksin,
glukosinolat, dan indole- serta anthranilat yang keduanya merupakan derivat alkaloid.
Biosintesis mengubah senyawa awal menjadi senyawa baru yang lebih bermanfaat
dengan pertolongan suspensi sel. Berdasarkan biosintesis, metabo lit sekunder dapat
diumpankan dengan prazat untuk menjadi produk yang lebih cepat dengan kultur suspensi sel.
Prazat dapat merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam jalur biosintesis, sehingga
dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder. Selain itu juga senyawa yang dikehendaki
dapat ditingkatkan jumlahnya dengan cara memanipulasi media maupun dengan penambahan
senyawa prekursor/prazat, merangsang aktivitas enzim tertentu yang terlibat dalam
jalur biosintesis, sehingga dapat meningkatkan produksi metabolit sekunder.
BAB 7
Isolasi
Proses isolasi Kloramfenikol menggunakan metode pemisahan Kromatografi Lapis Tipis
pada mikroorganisme Streptomyces venezuelae. Kromatografi lapis tipis dikenal istilah fase diam
dan fase gerak.
a. Fase diam
Fase diam adalah suatu lapisan yang dibuat dari bahan-bahan berbutir-butir halus yang
ditempatkan pada lempengan. Sifat-sifat umum dari penyerap KLT adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1- 25 mikron. Adapun macam-
macam fase diam adalah silika gel, alumina, selulosa, resin, kieselguhrs, magnesium silikat.
BAB 8
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam
jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan
melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom 50
S secara reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat
secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan kodon ini
ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang mengandung asam amino ke tempat
akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam
aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada sel mamalia,
kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai ribosom bakteri (keduanya 70 S)
dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel mamalia. Peptidiltransferase ribosom mitokondria,
dan bukan ribosom sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan kloramfenikol. Sel
eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.
Kerja antimikroba.
Kloramfenikol memiliki aktivitas antimikroba berspektrum luas. Galur dianggap peka apabila
dapat dihambat oleh konsentrasi 8 µg/ml atau kurang, kecuali N. gonnorhoeae, S. pneumoniae,
dan H. influenza, yang memiliki batas MIC yang lebih rendah. Kloramfenikol terutama bersifat
bakteriostatik, walupun dapat bersifat bakterisida terhadap spesies tertentu, seperti N.
gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza. Lebih dari 95% galur bakteri gram-negatif
berikut ini dihambat secara in vitro oleh kloramfenikol 8,0 µg/ml atau kurang., yakni N.
gonnorhoeae, S. pneumoniae, dan H. influenza. Demikian juga, kebanyakan juga bakteri
anaerob, termasuk kokus gram-positif dan Clostridium spp, serta batang-batang negative
termasuk B. fragilis dihambat oleh obat ini pada konsentrasi tersebut. Beberapa kokus gram-
positif aerob, termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae (streptokokus
kelompok B), dan S. pneumonia peka terhadap 8 µg/ml. galur S. aerus cenderung tidak begitu
rentan, dengan MIC yang lebih besar dari 8 µg/ml. kloramfenikol aktif terhadap Mycoplasma,
Chlamydia, dan Rickettsia..
Penggunaan terapeutik.
Terapi dengan kloramfenikol hanya boleh digunakan pada infeksi yang manfaat obat tersebut
lebih besar dibandingkan resiko toksiksitas potensialnya. Jika tersedia obat antimikroba yang
sama-sama efektif dan secara potensial tidak begitu toksik dibandingkan kloramfenikol, maka
sebaiknya obat tesebut digunakan.
BAB 9
Sediaan Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1. Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan
klinis.
BAB 10
Nama Perdagangan
· Alficetyn Alficetyn
· Amphicol Amphicol
· Biomicin Biomicin
· Chloromycetin (persiapan intravena)
· Chlorsig ( tetes mata)
· Dispersadron C (tetes mata)
· Edrumycetin 250 mg (kapsul)
· Fenicol Fenicol
· Kemicetine (persiapan intravena)
· Kloramfenikol (tetes mata)
· Oftan Chlora (salep mata)
· Synthomycine (Israel, mata dan salep salep kulit)
· Tifomycine (kloramfenikol berminyak)
· Unison (salep kulit)
· Isoptophenicol (tetes mata)
· Cedoctine (persiapan intravena)
· Chloramex (salep mata)
BAB 11
Resistensi
Bakteri dikatakan resistensi bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotika pada
kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pejamu.
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil
transferase yang diperantarai oleh faktor-R yang menimbulkan ketidakmampuan organisme
untuk mengakumulasikan obat sehingga menimbulkan resistensi. Resistensi terhadap
P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang
mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.
Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus
umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis,
kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P.
Aeruginosa dan S. Typhi
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena
ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan
Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol
dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Kloramfenikol bersepektrum luas ini berkhasiat :
Bacteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif fan sejumlah kuman Gram negatif,
juga Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat
adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-
ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan
diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.
Penggunaan
Hanya dianjurkan pada beberapa jenis infeksi bila tidak ada kemungkinan lain, yaitu pada
infeksi tikus (salmonella thypi), dan meningitis (khusus akibat H.influenza) juga pada
infeksi anaerob yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B.fragilis.
Penggunaan topikal
o Digunakan sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0.25-1% sebagai pilihan kedua,
jika fusidat dan tetrasiklin tidak efektif. Lebih baik menggunakan salep mata 1 dd
malam hari daripada tetes mata beberapa kali sehari.
o Tetes telinga (10%) tidak boleh digunakan lagi, karena propilengglikol sebagai
pelarut ternyata ototoksisFarmakokinetik
Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap, dengan BA 75-90%. Difusi ke dalam jaringan,
rongga dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Waktu paruhnya rata-rata 3 jam.
Dalam hati 90% dari zat ini dirombak menjadi glukuronida inaktif. Ekskresinya melalui ginjal,
terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh.
BAB 12
Efek samping
1. Reaksi hematologik
BAB 13
Penggunaan klinik
Sediaan
Terbagi dalam bentuk sediaan :
· Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.
}Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan
klinis.
· Salep mata 1 %
· Obat tetes mata 0,5 %
· Salep kulit 2 %
· Obat tetes telinga 1-5 %
· Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau
stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
· Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus
dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
Resistensi
Dapat timbul dengan agak lambat tetapi resistensi ekstra kromosomal melalui plasmid juga
terjadi antara lain terhadap basil tifus perut.
Dosis
o Pada tifus permulaan 1-2 g (palmitat), lalu 4 dd 500-750 mg pc.
o Neonati maksimal 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis
o Anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis,
abces otak) iv 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat)
Tiamfenikol
Adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan.
Indikasi
Pada infeksi tifus dan salmonella, juga digunakan pada infeksi saluran kemih dan saluran
empedu oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik lain.
Sediaan :
o Kapsul 250 dan 500 mg.
o Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung
125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.
Dosis
o Tifus perut 4 dd 250-500 mg selama maksimal 8 hari, di atas 60 tahun 2 dd 500 mg, anak-anak
20-30 mg/kg/hari.
o Gonore : 1 x 2.5 g.
DAFTAR PUSTAKA
Harvey A. Richard.Farmakologi.1995.Widya Medika : Jakarta.
Mardjono Mahar.Farmakologi dan Terapi.1995.Gaya Baru : Jakarta.
Http//:www.scribd.com/kloramfenikol.
Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemah dan editor:
Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika, Surabaya. Hlm 37-41
Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami Dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta. Hlm 1, 187
Hadisahputra, S., Harahap, U. 1994. Biokimia Dan Farmakologi Antibiotik. USU Press, Medan.
Hlm 38-39