Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PBL II

CREAM/KRIM

Oleh:

SALSABILA UTAMI

70100119021

KELAS A

Dosen pembimbing : Isriany Ismail S.Si., M.Si., Apt.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
A.Studi Preformulasi:

1.Zat Aktif

A)Studi Farmakologi

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada
ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak
terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Umumnya bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman
tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S. viridans,
Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema
dan kebanyakan kuman anaerob (Farmakologi & Terapi Ed 6)

B)Studi Farmakokinetik

Jika obat di buat dalam sediaan topikal, maka obat akan keluar dari pembawa dan berdifusi ke
permukaan jaringan kulit. Ada 3 jalan masuk utama : melalui daerah kantung rambut, melalui
kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang terletak antara kelenjar keringat dan
kantung rambut.

Untuk zat yang diabsrobsi secara transepidermis penetrasi berlangsung agak cepat meski lebih
lambat daripada absorbsi saluran cerna. Untuk difusi berlangsung setelah penggunaan pada
kulit. Begitu zat-zat melewati stratum korneum, tampaknya tidak ada gamgguan penetrasi
kemudian segera masuk ke sirkulasi melalui kapiler. Penurunan konsetrasi pada dasarnya
berakhir dalam lapisan dermis pada awal sirkulasi. Sirkulasi sistemik ini bertindak ssbagai
tempat obat. (Lachman Ed.3,Hal.1095)

Stratum korneum adalah material komposit yang terbuat dari protein dan lemak. Alih-alih
tersebar merata, lipid yang sangat hidrofobik dalam stratum korneum normal diasingkan di
dalam ruang ekstraseluler, di mana matriks yang diperkaya lipid ini diatur ke dalam membran
lamela yang mengelilingi korneosit.

Berikut, kemudian, diketahui bahwa lapisan ekstraselular stratum korneum yang dipenuhi
dengan lipid ini akan menghambat pengiriman yang terpenetrasi ke dalam kulit dari obat-
obatan yang sifatnya hidrofilik. Reservoir dalam stratum korneum hanya dapat mengakumulasi
dan mengirimkan obat-obat yang hidrophobic/larut dalam lemak (salah satu contohnya adalah
Kloramfenikol) atau yang berat molekulnya rendah (Prausnitz Derm Book Section 19, Skin
Barrier and Transdermal Drug Delivery)

Ketika sebuah sistem obat dioleskan secara topikal, obat tersebut mendifusikan partikelnya
menuju jaringan permukaan kulit, melalui stratum korneum. Subtansi yang dapat melewati
korneum adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketika partikel obat telah melalui
stratum korneum, tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya
melewati epidermis dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki
sirkulasi lewat via jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan
dermal pada awal proses sirkulasi. Sirkulasi sistemik berperan sebagai reservoir atau "sink" dari
partikel obat, ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga dapat memberikan efek terapeutik (Lachman Edisi III).

Substansi yang dapat melewati lapisan lipid stratum korneum adalah substansi yang bersifat
lipid-soluble dan memiliki berat molekular rendah (Prausnitz Derm Book Section 19). Adapun
beberapa material telah diteliti untuk meningkatkan penetrasi suatu bahan obat melewati
lapisan kulit, yakni dengan penambahan accelerants. Accelerants adalah agen yang dapat
membengkakkan stratum corneum dan melarutkan bahan struktural penting, sehingga
mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi jaringan
stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya (Lachman Ed 3)

Kesimpulan nya Berdasarkan struktur dari stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak,
substansi yang dapat melewati lapisan lipidnya, salah satunya adalah substansi yang bersifat
lipid soluble. Dalam hal ini, berdasarkan sifat fisikakimianya, Kloramfenikol termasuk ke dalam
contoh bahan obat yang sifatnya larut minyak/lipid soluble, sehingga mekanisme obat ini ketika
dioleskan secara topikal adalah akan mengalami penetrasi ke dalam kulit melewati stratum
korneum, dan memberikan efek terapeutik. Ketika partikel obat telah melalui stratum korneum,
tidak ada halangan signifikan lebih lanjut yang tersisa untuk penetrasinya melewati epidermis
dan lapisan-lapisan korium lainnya. Kemudian, obatpun siap memasuki sirkulasi lewat via
jaringan kapiler. Gradian konsentrasi pada dasarnya berakhir di lapisan dermal pada awal
proses sirkulasi. Ketika telah memasuki sirkulasi sistemik, obat akan diencerkan dan
didistribusikan dengan cepat sehingga kemudian akan memberikan efek terapeutik pada
pasien.

Dalam meningkatkan penetrasi bahan obat melewati lapisan kulit, beberapa agen dapat
digunakan, seperti Accelerant yang bekerja dengan membengkakkan stratum korneum
sehingga mengurangi resistensi difusi dan meningkatkan permeabilitas. Peningkatan hidrasi
jaringan stratum korneum dapat mempermudah penetrasi bahan obat ke dalamnya.
C)Studi Sifat Fisikakimia

Kloramfenikol

Rumus molekul :C11H12CI12N2

Kelarutan :larut dalan lebihbkurang 400 bagian air dalan 2,5 bagian etanol (95 %) dalam 7
bagian propilengglikol, sukarlarut dalam kloroform p dan dalam eter p.

Penyimpanan:dalam wadah tertutup baik, terlindng dari cahaya

Khasiat: antibiotikum (FI 3.hal 143-144)

Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan etanol atau larutan
agak asam

Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam
aseton dan dalam etil asetat

pH : antara 4.5 dan 7.5 Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat. Simpan di
tempat sejuk dan kering(FI EDISI VI, 2020)

Alasan Pemilihan Zat Aktif (dosis dan pengulangan dosis)

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah
enzim peptidil transferase yang berperan seba gai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan
pep tida pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang


kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri
kloramlenikol meliputi D. pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisse ria, Haemophilus,
Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma,
Rickettsia, Treponema dan keba nyakan kuman anaerob. Beberapa strain D. pneumoniae, H'
influenzae dan N. meningitidis bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitif, sedang
Enterobactericeae ba nyak yang telah resisten. Obat ini iuga efektif terhadap kebanyakan strain
E. coli, K. pneumoniae dan Pr. mirabilis. Ke banyakan strain Serralia, Providencia dan
Profeusrettgerii resisten, iuga kebanyakan strain Ps'aeru'ginosa dan strain tertentu S. typhi.
(Farmakologi dan Terapi edisi 4 hal 557 ).

Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan/Basis

Sediaan topikal yang digunakan untuk pengobatan kulit biasanya mengandung antibiotika,
kortikosteroid, atau dalam bentuk kombinasi bemaksud untuk mempercepat sembuhnya
infeksi pada kulit, misalnya kloramfenikol. Alasan krim dipilih sebagai bentuk sediaan karena
krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak
dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka tersebut (Lachman, et al.,
1989). Selain itu, Krim dianggap lebih besar daya tarik estetika untuk karakter nongreasy
mereka, kemampuan untuk menghilang ke dalam kulit saat digosok, dan kemampuan untuk
menyerap cairan serosa dari kulit lesi. (Ansel, ed.9 hal.169). Banyak pasien dan dokter lebih
memilih krim menjadi salep karena lebih mudah menyebar dan menghapus. (Ansel, ed.9 hal.
278)

Bahan Tambahan

Pengawet :

Methylparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk


makanan, dan formulasi farmasi; Paraben efektif pada rentang pH yang luas dan memiliki
spektrum aktivitas antimikroba yang luas, meskipun mereka paling efektif melawan ragi dan
jamur. Aktivitas antimikroba meningkat dengan meningkatnya panjang rantai bagian alkil, tetapi
kelarutan dalam air menurun; oleh karena itu campuran paraben sering digunakan untuk
memberikan pengawetan yang efektif. Efektivitas pengawet ini juga ditingkatkan dengan
penambahan propilen glikol (2–5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi dengan
agen antimikroba lain seperti imidurea. (Excipient ed. 6) dapat digunakan kombinasi
Methylparaben (0.02-0.3%) dan Propylparaben (0.01-0.6%). Baik propyl maupun methyl paraben
memiliki spektrum antimikroba yang luas, dan pH optimum yang luas pula. Methylparaben bisa
digunakan sendiri atau dengan kombinasi, dalam hal ini yang paling sering adalah kombinasi
dengan Propylparaben. Hal ini dapat meningkatkan aktifitas antimikrobanya. Kedua pengawet ini
tidak ada inkom dengan bahan aktif maupun bahan tambahan.

- penggunaan buffering agent/pendapar. Seperti yang kita sudah pelajari di kuliah LCT kemarin
bahwa pendapar ini adalah salah satu bahan tambahan untuk sediaan topikal yang berfungsi
untuk menjaga pH sediaan tetap stabil pada rentang pH kulit, hal ini untuk menghindari
terjadinya iritasi/tidak bekerjanya bahan obat seperti yang diharapkan, mengingat dalam
formulasi nanti, penambahan bahan-bahan tambahan lain dapat mempengaruhi pH sediaan
yang kita buat. Untuk contohnya ada di foto ini. Sumbernya dari Pharmaceutical dosage edisi 3.

-Penambahan bahan pengemulsi

Berdasarkan materi krim yang telah di pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan salah satu
bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi terjadinya proses
dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak bercampur dengan fase airnya.
Pengemulsi umumnya disesuaikan dengan tipe krimnya. Dalam hal ini, untuk tipe krim o/w
sebaiknya menggunakan pengemulsi yang bersifat hidrofilik atau yang nilai HLB-nya tinggi,
dalam hal ini berada pada rentang 8-18 (Pharmaceutical Dosage Forms)

Berdasarkan materi krim yang telah di pelajari sebelumnya, pengemulsi merupakan salah satu
bahan utama penyusun krim. Pengemulsi ini berfungsi untuk memfasilitasi terjadinya proses
dispersi partikel obat yang ada dalam fase minyak yang tidak bercampur dengan fase airnya.
Bahan pengemulsi yang digunakan sebaiknya adalah kombinasi dari pengemulsi HLB rendah
dan HLB tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan sediaan krim yang stabil. Contoh
kombinasi pengemulsi HLB rendah-HLB tinggi seperti kombinasi Span-Tween.

[Dalam Farmakope disebutkan bahwa sifat fisika kimia dari zat aktif yaitu sukar larut dalam air
akan tetapi larut dalam minyak, untuk bahan obat larut dalam minyak ditambahkan tambahan
fase minyak. Contoh bahan tambahan untuk fase minyak yaitu asam stearat, adeps lanae,
paraffin liquidum, paraffin solidum.

Span 80 (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : SORBITON MONO

Nama Lain : Span 80

Pemerian : Cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam lemak khas

Kelarutan :Mudah larut dalam air, daalam etanol 95% P sukar larut dalam Parafin cair dan
dalam minyak biji kapas

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan :Sebagai surfaktan

Tween-80 (Dirjen POM, 1979)

Nama lain: Polisorbat-80

Nama resmi :POLYSORBATUM-80

Pemerian: Cairan kental seperti minyak, jernih dan kuning, bau asam lemak khas.

Kelarutan: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P, dan dalam metanol
P, sukar larut dalam parafin dan minyak biji.

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai surfaktan

Asam Stearat (Rowe et.al., 2009)


Pemerian : Padatan Kristal, berwarna putih atau sedikit kuning, mengkilat
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air
Penggunaan : Sebaga emulsifying agent
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak sebagian besar
terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam heksadekanoat, C16H32O2 (DepKes RI,
1995).

Aquadest (Rowe et al., 2009)


Pemerian : Jernih, tidak berwarna, tidak berasa
Inkompatibilitas : Meta alkali, magnesium oksida, garam anhydrous, bahan organik dan kalsium
karbid
Penggunaan : Sebagai pelarut Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut
dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan
intermediet, dan reagen nalitis. Nilai spesifik dari air yang digunakan untuk aplikasi tertentu
dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe et al., 2009).

Propilparaben

Propil Paraben (FI IV hal 713, eksipien hal 411) Pemerian : serbuk putih atau hablur kecil, tidak
berwarna.

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut
dalam air mendidih, mudah larut dalam propilen glikol.

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.

OTT : aktvitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionis.

Stabilitas : Propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan otoklaf tanpa mengalami
peruraian, stabil pada suhu kamar selama empat tahun lebih.

Konsentrasi : 0,005% -0,2%.

Kegunaan : antimikroba (pengawet )

Metilparaben

Rumus kimia : C8H8O3

Massa molar : 152.15 g/mol

Titik didih : 125-1280C

Pemerian : Serbuk, tidak berwarna, putih; tidak berbau; rasa terbakar.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter (Depkes RI, 1995).

kegunaan : pengawet
Formula

Rancangan Formula

Nama Produk : KLORFEN


Jumlah Produk : 1000 tube
Tanggal Formulasi : 9 agustus 2020
Tanggal Produksi : 23 september 2021
Nomor Registrasi : DKL 1328503229A1
Nomor Bets : A13229
Komposisi
mengandung :..............20 g

Zat Aktif

Kloramfenikol 2% : 0,4 g

Bahan tambahan :

Asam stearat 10% : 2 g


Sodium citrate dihydrate 0,5% : 0,1 g
Methylparaben 0,3% : 0,06 g
Propilparaben 0,6% : 0,12 g
Tween 80 0,05% : 0,01 g

Span 80 0,7% : 0,14 g

Aquadest ad.20 g

2. Master Formula

Diproduksi Tanggal Tanggal Produksi Dibuat oleh Disetujui


oleh Formulasi oleh

PT. Sashi 9 23 Apt. Salsabila Apt.Isriany


Farma Utami Ismail S.Si.,
Agustus 2020
September M.Si.

2021

Kode Bahan Nama Bahan Fungsi/Kegunaan Per 20 g Per Bets

A1 Kloramfenikol Zat aktif 0,4 g 420 g

A2 Asam stearat Basis 2g 2.100 g

A3 Sodium citrate Buffering agent 0,1 g 105 g


dihydrate

Methylparaben
A4 pengawet 0,06 g 63 g

A5 Propilparaben
Pengawet 0,12 g 126 g
A6 Span 80
Pengemulsi 0,14 g 147 g

A7 Tween 80
Pengemulsi 0,01 g 10,5 g
A8 Aquadest Pelarut ad.20 g ad.secukup
nya

3.perhitungan bahan

Kloramfenikol 2 % : 2/100 × 20 g = 0,4 g


Methylparaben : 0,3/100 × 20 g = 0,06 g
Propilparaben : 0,6/100 × 20 g = 0,12 g
Asam stearat : 10/100 × 20 g = 2 g
Sodium citrate dihydrate : 0,5/100 × 20 g = 0,1 g
Tween 80 0,05 % : 0,05/100 × 20 g = 0,01 g
Span 80 0,7 % : 0,7/100 × 20 g = 0,14 g

Perhitungan HLB
Krim Kloramfenikol : 20 g
HLB asam stearat = 15
HLB Tween 80 = 15
HLB Span 80 = 4,3
Kadar emulgator yang dibutuhkan 5% =5/100 × 20 g = 1 g
(a × 15)+((1-a)×4,3) × 15
= 15a + 4,3-4,3 a = 1 × 15
=10,7 a = 15 - 4,3
a = 10,7/10,7
a=1g
Tween 80 = 1
Span a =15 - 1 = 14
% Tween 80 = 1/20 = 0,05 %
% Span 80 = 14/20 = 0,7 %

Perbets

Kloramfenikol 2 % : 2/100 × 20 g = 0,4 g


=0,4 g × 1.000
=400 + 5%
=420 g
Methylparaben : 0,3/100 × 20 g = 0,06 g
=0,06 g × 1.000
=60 + 5%
= 63 g
Propilparaben : 0,6/100 × 20 g = 0,12 g
=0,12 g × 1.000
=120 + 5%
=126 g
Asam stearat : 10/100 × 20 g = 2 g
=2 g × 1.000
=2.000 + 5 %
=2.100 g
Sodium citrate dihydrate : 0,5/100 × 20 g = 0,1 g
=0,1 g × 1.000
=100 + 5%
=105 g
Tween 80 0,05 % : 0,05/100 × 20 g = 0,01 g
=0,01 × 1.000
=10 + 5%
=10,5 g
Span 80 0,7 % : 0,7/100 × 20 g = 0,14 g
=0,14 g × 1.000
= 140 + 5%
=147 g

4.Cara Kerja

1. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi

2. Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas
air pada suhu 70-75 °C

3. Semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang
sama dengan komponen lemak

4. Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk
secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari
lilin/lemak

5. Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran


mengental

6. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan
menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak dengan fase cair. (Modul STiLes semisolid
2)

5.Evaluasi Sediaan

Evaluasi krim
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian,
konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan
menetapkan kriteria pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-masing
kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di
gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar
mengendap, dan airnya di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

3. Evaluasi daya sebar


Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian
atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1 – 2
menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

4. Uji Homogenitas
Alat : objek glass
Cara : Jika dioleskan pada sekeping objek glass lalu di timpa dengan objek glass yang lain harus
menunjukkan susunan yang homogen. Pengamatan: kedua Krim yang dihasilkan homogen.

5. Evaluasi penentuan ukuran droplet


Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya
tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

6. Uji Aseptabilitas sediaan.


Dilakukan pada kulit, dengan menggunakan probandus yang diberi quisioner di buat suatu
kriteria , kemudian dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian.
Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk
kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.
7. Uji Type Cream
a. Cream dilarutkan dalam air
Cara: Sebagian krim di larutkan dengan air ke dalam beaker glass, diaduk.
Pengamatan : Krim tidak larut dalam air
b. Cream ditambahkan metil biru
Cara: Sebagian krim dilarutkan dengan air dan ditetesi dengan metal biru, diaduk. Sebagian lagi
diletakkan di atas objek glass dan ditetesi metil biru, homogenkan. Tutup dengan cover glass
dan lihat dibawah mikroskop.
Pengamatan : Krim I biru tidak homogen dan dilihat dibawah mikroskop terdapat bulatan-
bulatan besar yang tidak merata.
Cara: Teteskan sedikit krim di atas kertas saring, amati.
Pengamatan : Krim tetesan krim tidak menyebar

6.Brosur
KLORFEN

(KRIM)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

komposisi :

Tiap 20 g mengandung: 0,4 g Kloramfenikol

Farmakologi:

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.

Indikasi:

infeksi bakteri (tetapi lihat keterangan di atas).

Kontraindikasi:

wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria.

Efek Samping:

kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat berlanjut menjadi leukemia),
neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositis,
hemoglobinuria nokturnal.

Penggunaan: 

Oleskan secukupnya bila diperlukan

Kemasan: tube 20 g

No.Reg DKL 1328503229A1

----------------------------------------------------------------------------------------------------

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

OBAT LUAR

DIPRODUKSI OLEH

SASHI FARMA

MAKASSAR-INDONESIA
7.Etiket

KLORFEN

20 g KRIM

Dosis:
Oleskan secukupnya jika diperlukan

Aturan pakai : Harus dengan resep dokter

Netto:20 g

OBAT LUAR

Semoga cepat sembuh

PT.Sashi Farma

No reg. DKL1328503229A1
8. Wadah
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

Rowe R., Sheskey P. and Quinn M., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Dalam
Handbook of pharmaceutical excipients, Sixth edition,

Ansel H.C. and Ibrahim F., 1989, Pengantar sediaan farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC

Modul Teknologi Semi Solid II Tahun 2021

Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman & Lee E.
Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah
Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Third Edition: Revised and Expanded

Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery. Ram I Mahato, Ajit S Narang. 2018. CRC Press,
p.548

Anda mungkin juga menyukai