Anda di halaman 1dari 24

PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kesehatan Kerja Lanjutan

Dosen Pengampu : DR. Ardini Saptaningsih Raksanagara, dr., MPH.

Oleh:
Siti Fatimah NPM :130920210035

PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................i


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
1.2 Tujuan ...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Bahaya Kerja .............................................................4
2.1.1 Pengertian Manajemen Bahaya Kerja ..................................5
2.1.2 Potensi dan Bahaya Kerja.....................................................6
2.1.3 Manajemen Bahaya Kerja ....................................................6
2.2 Pengendalian Bahaya...................................................................10
2.3 Identifikasi Kerja .........................................................................14
BAB III KESIMPULAN .................................................................................22

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan

proses produksi baik jasa dan industry,dimana perkembangan pembangunan

setelah Indosensia merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas

kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko keselakaan kerja di

lingkungan kerja. Dengan kata lain hal tersebut dapat mengakibatkan tuntutan

yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang

beranekaragam baik bentuk maupun jenis kecelakaan kerja. Sejalan dengan

perkembangan pembangunan yang sudah dilaksanakan tersebut makan disusunlah

suatu undang undang perlindungan keselamatan kerja dan peningkatan derajat

kesehatan para tenaga kerja di lingkungan kerja untuk melingdungi tenaga kerja.

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang

dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya

penyakit akibat kerja. Potensi bahya adalah segala sesuatu yang berpotensi

menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, keselakaan atau

bahkan dapat menyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses dan

system kerja. Undang Undang No1 Tahun Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau

lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenag akerja, atau yang

sering dimasuki bahaya termasuk tempat kerja ialah semua rungan, lapangan,

halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubungan

dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya dapat menyebabkan kerusakan atau

kerugian pada manusia bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap

pekerjaan, property Ada beragam potensi bahaya di tempat kerja. Sebut saja

ii
misalnya bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya fisik, bahaya ergonomi, bahaya

psikologi, bahaya lingkungan dan bahaya radiasi.

International Labour Organization ILO memperkirakan bahwa tiap

tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di

lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan

1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja. Hal

tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami

kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau

penyakit di lingkungan kerja. Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai

USD 1,25 Trilyun dari Global Gross Domestic Prodct  (GDP) dialokasikan untuk

biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan

kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya

pengobatan pekerja. Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan

651.000 angka kematian, terutama di negara-negara berkembang.

Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem

pelaporan dan notifikasi nya lebih baik. Data dari sejumlah negara-negara Industri

menunjukkan bahwa para pekerja konstruksi memiliki potensi meninggal akibat

kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih besar. Data ILO menyebutkan ada 1 juta

orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat kerja. "Apa yang terjadi di

Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan massal sunyi,"

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlahpekerja informal

mencapai 78,14 juta orang pada Februari 2021, naik 2,64 juta orang dibandingkan

Agustus 2020 yang sebanyak 77.68 juta orang. Jumlah kecelakaan kerja di

Indonesia saat ini relatif masih tinggi. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan,

pada tahun 2019 tercatat 114.235 kasus kecelakaan kerja.Sedangkan pada tahun

2020, periode Januari hingga Oktober, BPJS mencatat 177.161 kasus kecelakaan

kerja, 53 kasus penyakit akibat kerja, dimana 11 diantaranya adalah kasus Covid-

19.Angka itu dihimpun pihak BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan klaim yang

diajukan atas kecelakaan kerja yang dialami para pekerja.( Pikiran Rakyat,2021 ).

iii
Dengan ini perlu dilakukan pengendalian bahaya ditempat kerja

dengan membuat perencanaan yang matang dalam melakukan Potensi bahaya

yang selanjutnya dapat disebut hazard terdapat hampir disetiap tempat dimana

dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja.

Apabila hazard tersebut tidak dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan

kelelahan, sakit, cedera, dan bahkan kecelakaan yang serius (Tarwaka, 2008).

Mengingat pengendalian bahaya terdapat hampir diseluruh tempat

kerja, maka upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko yang mungkin timbul

akibat proses pekerjaan perlu segera dilakukan. Hal pertama yang dilakukan

untuk mengendalikan bahaya tersebut adalah menemukan sumber-sumber bahaya

di tempat kerja, kemudian diadakan identifikasi bahaya. Bahaya yang telah

teridentifikasi perlu dievaluasi tingkat risikonya terhadap tenaga kerja. Dari

kegiatan tersebut dapat diupayakan suatu usaha pengendalian sampai pada

tingkat yang aman bagi tenaga kerja, aset perusahaan, dan lingkungan

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah pengendalian bahaya di tempat kerja adalah

1. Memaparkan manajemen bahaya di tempat kerja

2. Memaparkan pengendalian bahaya di tempat kerja

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Bahaya Kerja

2.a.1 Pengertian Manajemen Bahaya Kerja

Indonesia termasuk Negara yang telah memberlakukan undang –

undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang system

manajemen K3 khususnya pada perusahaan – perusahan manufaktur atau

perusahaan yang mempunyai risiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87

UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang

memperkerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau

bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan

kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit

akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan system

manajemen K3 (Djatmiko, 2016).

Sistem manajenen keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

komponen dalam membangun sistematika suatu safety culture pada suatu

objek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Bab 1 Pasal 1

Sistem manajemn Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu bagian

dari system manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka

pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Tujuan Sistem Manajemn Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

untuk memelihara kesehatan dan keselamatan pada lingkungan kerja.

SMK3 juga bertujuan untuk melindungi para pekerja, rekan kerja,

konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi atau

berada pada lingkungan kerja. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50

Tahun 2012 Bab 1 Pasal 1 adalah meningkatkan efektifitas perlindungan

v
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan

terintegrasi. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan

penyakitakibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja /buruh,

dan / atau serikat pekerja / serikat buruh serta memciptakan tempat kerja

yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas kerja

(Roehan, Yuniar dan Desrianty, 2014).

2.a.2 Potensi dan Bahaya Kerja

a. Definisi Potensi Bahya Kerja

Potensi Bahaya (Hazard) adalah suatu kondisi atau keadaan pada

suatu proses, alat mesin, bahan atau cara kerja yang secara intrisik

atau alamiah dapat mengakibatkan luka, cidera bahkan kematian pada

manusia serta menimbulkan kerusakan pada alat dan lingkungan.

Bahaya (danger) adalah suatu kondisi hazard yang terekspos atau

terpapar pada lingkungan sekitar dan terdapat peluang besar terjadinya

kecelakaan atau insiden (Susihono, 2013)

b. Bahaya Kerja

Standar internasional OHS 18001 : 2007 menyebutkan bahwa “

Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi

menciderai manusia atau sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya”.

“sakit penyakit sendiri adalah kondisi kelainan fisik atau mental yang

teridentifikasi berasal dari dan atau bertambah buruk karena kegiatan

kerja” (Darmiatun dan Tasrial, 2015). Sedangkan menurut Harrianto

(2013), bahaya kerja adalah setiap keadaan dalam lingkungan kerja

yang berpoensi untuk terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan

akibat kerja. Bahaya kerja terbagi menjadi 5 jenis bahaya yaitu terdiri

dari :

1. Bahaya Kimiawi

Bahaya kimiawi meliputi konsentrasi uap, gas, aerosol dalam

bentuk debu atau fume yang berlebihan dilingkungan kerja.

vi
2. Bahaya Fisik

Bahaya fisik mencakup kebisingan, vibrasi, suhu lingkungan

kerjayang terlalu ekstrim (terlalu panas/dingin), radiasi, dan tekanan

udara.

3. Bahaya Biologis

Bahaya biologis berupa serangan dari serangga, jamur, bakteri, virus,

dll merupakan bahaya biologis yang terdapat d lingkungan kerja. Para

pekerja yang menangani atau memproses sediaa biologis

tumbuhan atau hewan, pengolahan bahan makanan, pengangkut

sampah dengan sanitasi perorangan / lingkungan yang buruk, dan

kebersihan lingkungan kerja yang tidak memadai.

4. Bahaya Ergonomis

Bahaya ergonomis, seperti desain peralatan kerja, mesin, dan

tempat kerja yang buruk, aktivitas mengangkat beban, jangkauan yang

berlebihan, penerangan yang tidak memadai, vibrasi, gerakan yang

berulang – ulang secara berlebihan dengan / tanpa posisi kerja

yang janggal, dapat mengakibatkan timbulnya gangguan

muskuloskeletal pada pekerja.

5. Bahaya Pisikologis

Komunikasi yang tidak akurat, konflik antar-personal, konflik

dengan tujuan akhir perusahaan, terhambatnyapengembangan pribadi,

kurangnya kekuasaan dan / atau sumber daya untuk penyelesaian

masalah pekerjaan, beban tugas yang terlalu pada atau sangat kurang,

kerja lembur atau shift malam, lingkungan tempat kerja yang

kurang memadai dapat menjadi bahaya psikologis di tempat kerja.

2.a.3 Manajemen Bahaya Kerja

Manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang

digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi,

mengevaluasi,

vii
dan menanggulangi bahaya tempatnya guna mengurangi risiko akibat

bahaya tersebut. Jadi, manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang

bila digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang

aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Tahapan

manajemn bahaya kerja, antara lain :

1. Identifikasi Bahaya Kerja

Identifikasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk

mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat kerja. Langkah ini

merupakan hal yang pertama dilakukan dalam manajemen bahaya

kerja sebelum evaluasi yang lebih mendetail dilaksanakan;

identifikasi bahaya kerja meliputi pengukuran kasar bahaya di

lingkungan kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk

mendapatkan informasi tentang adanya kemungkinan ancaman

bahayadi tempat kerja. Penelitian tata laksana penyimpanan zat kimia,

penelitian proses, mesin dan peralatan kerja, serta inspeksi tempat

kerja (walk-through survey) dibutuhkan untuk dapat

mengidentifikasi para pekerja yang terkena ancaman bahaya kerja.

Tahap pertama identifikasi bahaya kerja dapat dimulai dengan

mengadakan pendekatan dan diskusi dengan para pekerja yang

berhubungan langsung dengan mesin, peralatan, komponen fisik, dan

tata laksana pekerjaan di tempat kerja. Pendekatan dan diskusi ini

dimaksudkan untuk menanyakan ancaman bahaya kerja yang

sering kali/mungkin terjadi terhadap mereka. Sebagai pelengkap

informasi, teman – teman kerja, supervisor, pimpinan perusahaan,

serikat buruh di lingkungan kerjanya dan perusahaan asuransi

kesehatan kerja dapat pula diwawancarai. Sumber

informasi lainnya, antara lain :

viii
a. MSDS (material safety data sheet) atau hazard data sheet

yaitu lembaran khusus yang selalu disertakan pada produk zat

kimia dasar, untuk memberikan informasi tentang ;

 Identifikasi: nama produk, bentuk fisik, (mis, bubuk,

cairan, dan lain – lain), warna produk, bau produk, dan

sebagainya.

 Penyuplai resmi: nama, alamat, nomer telepon darurat

orang yang dapat dihubungi.

 Komposisi: nama kimia, No. CAS (chemical abstracts

series), sinonim, formulasi, nilai ambang batas pajanan,

ketidakmurnian.

 Data fisik: titik didih, tekanan uap, gravitasi, dan titik lebur.

 Gangguan kesehatan: efek jangka panjang dan jangka pendek

dan inhalasi, kontak pada kulit, per oral, per injeksi, kontak

pada mata, tanda deteksi dini dari pajanan yang berlebihan.

 Tata cara penanganan bila zat kimia tumpah.

 Tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan.

 Peringatan terhadap bahaya kebakaran.

 Rekomendasi perlindungan perorangan.

 Tata cara penyimpanan, anjuran pengemasan, dan pembuatan

label.

 Data reaktivitas, seperti stabilitas, dekomposisi, interaksi

dengan zat kimia yang lain.

 Peringatas khusus, dan lain-lain.

b. Referensi tentang kesehatan dan keselamatan kerja dapat pada

dicari pada buletin organisasi kesehatan kerja internasional

seperti, AIHA (American Industrial Hygine Association), ACGHI

(American Conference of Govermental Industrial Hyginists),

ix
majalah ilmiah, buletin persatuan usaha sejenis, buletin ILO

(International Labor Organization).

c. Informasi dari pabrik pembuat mesindan peralatan kerja

mengenai bahaya Informasi tentang gangguan kesehatan akibat

pekerjaan dan kecelakaan kerja dapat dicari di biro statistik

kesehatan pemerintah dan balai hiperkes. Informasi ini berguna

untuk memprediksi kecenderungan gangguan kesehatan dan

kecelakaan akibat kerja pada suatu waktu di suatu tempat

tertentu untuk mengupayakan pencegahan yang lebih akurat.kerja

yang diakibatkan oleh produk mereka.

d. Standar aturan praktik perusahaan

2. Evaluasi Bahaya Kerja

3. Penilaian Hasil Evaluasi Bahaya Kerja

Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja merupakan hasil rangkuman

peninjauan semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada

manusia. Penilaian ini akan memberikan fakta dan kemungkinan yang

relevan, sehingga memudahkan penetapan langkah berikutnya dalam

pengendalian risiko bahaya kerja.

2.2 Pengendalian Bahaya Kerja

Pengendalian merupakan salah satu bagian dari manajemen.

Pengendalian dilakukan dengan tujuan supaya apa yang telah direncanakan

dapat dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mencapai target maupun

tujuan yang ingin dicapai. Pengendalian memang merupakan salah satu tugas

dari manager. Satu hal yang harus dipahami, bahwa pengendalian dan

pengawasan adalah berbeda karena pengawasan merupakan bagian dari

pengendalian. Bila pengendalian dilakkan dengan disertai pelurusan (tindakan

korektif), maka pengawasan adalah pemeriksaan di lapangan yang dilakukan

pada periode tertentu secara berulang kali.

x
Pengendalian Bahaya Di Tempat Kerja adalah proses yang dilakukan

oleh instansi atau perusahaan dalam mencapai tujuan agar para pekerja di

instansi atau perusahaan dapat menghindari resiko aktivitas yang dapat

berpotensi menimbulkan cedera dan penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal

dari suatu perusahaan.

Dalam tahap pengendalian bahaya kerja berkaitan dengan OHSAS

18001 memiliki persyaratan untuk organisasi untuk membangung hirarki

control. Selama proses identifikasi bahaya K3, Organisasi perlu

mengidentifikasi apakah sudah control dalam organisasi dan apakah control

atau membuat perubahan yang sudah ada, organisasai perlu memperhitungkan

hierarki control pengendalian bahaya.

Sumber Gambar : Hierarki Pengendalian Bahaya OHSAS 18001

Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan

dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya k3. Ada

beberapa kelompok kontrol yang dapat dibentuk untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya K3, yakni diantaranya:

1. Eliminasi

memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,

memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan

penanganan bahaya manual. Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan

bahaya dilakukan pada saat desain, tujuannya adalah untuk

xi
menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan

suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya

merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya

mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun

demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis

dan ekonomis. Sebagai contoh misalnya: bahaya jatuh, bahaya ergonomi,

bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.

2. Subtitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,

operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak

berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko

minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh

aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk

mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator,

menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,mengurangi

kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang

menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah. (misalnya,

menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll).

3. Kontrol Tekhnik

Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap

sumber bahaya atau lingkungan ,seperti:

a. Subtitusi yaitu menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan

bahan-bahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.

b. Isolasi,yaitu memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja ,

misalnya pengadaan ruang panel,larangan memasuki tempat kerja bagi

yang tidak berkepentingan,menutup unit operasi yang berbahaya.

c. Cara basah,dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang

mengotori udara karena partikel debu mengalami berat.

xii
d. Merubah proses,misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses

basah untuk menghindari debu.

e. Ventilasi keluar setempat ( lokal exhaust ventilation ), yaitu suatu cara

yang dapat menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya

tersebut masuk keudara ruang kerja.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan

pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian

ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh

implementasi metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine

guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm, ventilation system,

sensor, sound enclosure.menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,

interlock, dll

4. Kontrol Administratif

Pengendalian secara administratif adalah peraturan-peraturan administrasi

yang mengatur pekerja untuk membatasi waktu kontaknya ( pemaparan )

dengan faktor bahaya atau contaminant.Kontrol administratif ditujukan

pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan

dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki

kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara

aman.Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar

operasi baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal

kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat,

investigasi atau pemeriksaan kesehatan. pengendian bahaya yang

dilakukan dengan memberikan peringatan, instruksi, tanda, label yang

akan membuat orang waspada akan adanya bahaya dilokasi tersebut.

Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan memperhatikan

tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka dapat

mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya.

Aplikasi di dunia industri untuk pengendalian jenis ini antara lain berupa

xiii
alarm system, detektor asap, tanda peringatan (penggunaan APD spesifik,

jalur evakuasi, area listrik tegangan tinggi, dll)

Tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda, tanda-tanda foto-

luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirene / lampu,

alarm, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem

yang aman, penandaan, dan izin kerja, dll.

5. Personal Protective Equipment

Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga

kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan

adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya

terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa

(engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun

pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun

sebagai usaha akhir.

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal

yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya,karena APD hanya

berfungsi untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya

hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan

alat pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti : Melindungi

tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak

dapat dilakukan dengan baik., meningkatkan efektivitas dan produktivitas

kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman. Alat Pelindung Diri

kacamata safety, perlindungan pendengaran, pelindung wajah, respirator,

dan sarung tangan.

2.3 Jenis Bahaya

Tiap lingkungan kerja memiliki risiko bahaya K3 masing-masing, baik terkait

keselamatan maupun kesehatan. Berikut adalah ulasan detail tentang berbagai

jenis bahaya K3 menurut beberapa ahli terkait.

xiv
Setiap tempat dan kegiatan kerja mempunyai risiko jenis bahaya K3 masing-

masing.Maka dari itu, tiap perusahaan perlu memahami sedari awal risiko apa

saja yang mungkin terjadi sehingga dapat membuat kebijakan optimal untuk

menjaga dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja maupun orang

lain yang berada dalam lingkungan tersebut.

a. Pengertian Bahaya K3

Menurut OHSAS 18001:2007, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

adalah semua kondisi dan faktor yang bisa berpengaruh pada kesehatan dan

keselamatan tenaga kerja maupun orang lain (pemasok, kontraktor, tamu,

dan pengunjung) di tempat kerja.Oleh sebab itu, implementasi K3—

termasuk adanya ahli K3 di tempat kerja—merupakan salah satu upaya

untuk mencegah terjadinya bahaya K3 sehingga tetap menjamin hak

pekerja untuk mendapat perlindungan bagi kesehatan dan keselamatan

kerja sesuai yang termaktub dalam UU Ketenagakerjaan. Adapun masih

menurut OHSAS 18001:2007, bahaya atau hazard K3 merupakan sumber,

situasi maupun aktivitas, yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan

kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK). Definisi ini pun tak jauh

berbeda sebagaimana yang dimaksud bahaya dalam ISO 45001, yakni

sumber yang dapat menyebabkan cedera dan penyakit akibat kerja.

b. Jenis Bahaya K3 Menurut Para Ahli

1) Jenis Bahaya K3Menurut Soehetman Ramli

Menurut Soehatman Ramli (2010), jenis bahaya K3 dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori: bahaya fisik, bahaya biologi,

bahaya kimiawi, bahaya mekanis, dan bahaya listrik.

a) Bahaya Fisik

Jenis bahaya K3 ini merupakan jenis bahaya yang berasal dari

faktor-faktor fisik, yakni faktor yang bersifat fisika seperti

xv
kebisingan, getaran, iklim, gelombang mikro, sinar ultra violet, dan

medan magnet.

b) Bahaya Biologis

Bahaya biologis adalah bahaya yang berasal dari unsur-unsur

biologi seperti flora dan fauna yang ada di lingkungan kerja

maupun dari aktivitas kerja. Jenis bahaya ini lazim ditemui di

industri yang bergerak di bidang makanan, farmasi, pertanian,

pertambangan, dan minyak dan gas bumi.

c) Bahaya Kimiawi

Jenis bahaya yang tergolong dalam kelompok bahaya kimiawi

adalah segala situasi atau aktivitas yang berasal dari bahan-bahan

yang dihasilkan selama proses produksi. Bahan tersebut terhambur

ke lingkungan sekitar akibat cara kerja yang salah, adanya

kerusakan maupun kebocoran instalasi maupun peralatan yang

dipakai dalam proses kerja. Dampak lingkungan yang tercemar itu

pun dapat menimbulkan gangguan lokal maupun sistematik.

Jenis bahaya K3 ini berasal dari peralatan mekanik (termasuk

benda-benda yang bergerak menggunakan gaya mekanik, baik yang

digerakkan secara manual maupun menggunakan penggerak).Hal

ini karena aktivitas yang ditimbulkan dari bagian yang bergerak

pada mesin tersebut, seperti gerakan memotong, menjepit,

menekan, menempa, mengebor, dan lain-lain.Tentunya, gerakan-

gerakan tersebut dapat menimbulkan risiko cedera seperti tergores,

terjepit, terpotong, tersayat, terkupas, dan lain-lain.

d) Bahaya Listrik

Hampir tidak ada tempat kerja yang tidak menggunakan listrik, baik

dari segi ketersediaan jaringan listrik maupun alat-alat yang

menggunakan energi listrik. Energi listrik sendiri dapat

menimbulkan berbagai risiko berbahaya seperti hubungan singkat

xvi
(korslet), kebakaran, dan sengatan listrik. Adapun munculnya

bahaya listrik dapat terjadi karena minimnya pemeliharaan jaringan

maupun peralatan listrik, instalasi pelayanan listrik, dan sebagainya.

2) Jenis Bahaya K3 Menurut Wijarnako 2017

Menurut Wijanarko (2017), jenis bahaya K3 secara garis besar

dikelompokkan ke dalam dua kategori: bahaya keselamatan kerja

(safety hazard) dan bahaya kesehatan kerja (health hazard).

a) Bahaya Keselamatan Kerja

Bahaya keselamatan kerja adalah segala jenis bahaya yang dapat

menimbulkan terjadinya kecelakaan dan menyebabkan luka hingga

kematian maupun kerusakan aset perusahaan.Adapun hal-hal yang

termasuk dalam bahaya keselamatan kerja antara lain sebagai

berikut.

 Bahaya mekanik (bahaya yang ditimbulkan dari

(penggunaan) mesin atau alat kerja mekanik, seperti

terpotong, terjepit, tersayat dan sebagainya.

 Bahaya elektrik (bahaya yang ditimbulkan dan peralatan

yang memiliki arus listrik).

 Bahaya kebakaran (bahaya yang ditimbulkan dari substansi

kimia yang mempunyai sifat mudah terbakar).

 Bahaya kebakaran (bahaya yang ditimbulkan dari substansi

kimia yang mempunyai sifat mudah meledak).

b) Bahaya Kesehatan Kerja

Bahaya kesehatan kerja adalah segala jenis bahaya yang memberi

dampak buruk pada kesehatan seseorang dan menyebabkan

munculnya gangguan kesehatan maupun penyakit akibat kerja.

xvii
Adapun hal-hal yang termasuk dalam bahaya kesehatan kerja tidak

terbatas pada lingkup fisik, tetapi juga kondisi psikis seseorang

seperti berikut.

 Bahaya fisik (bahaya yang ditimbulkan dari kebisingan, radiasi,

pencahayaan, iklim, maupun getaran pada tempat kerja).

 Bahaya kimia (bahaya yang ditimbulkan dari bahan-bahan

kimia seperti aerosol, insektisida, dan sebagainya).

 Bahaya biologi (bahaya yang ditimbulkan dari hal-hal terkait

makhluk hidup (terutama patogen) di lingkungan kerja seperti

jamur, bakteri, dan virus).

 Bahaya psikologi (bahaya yang ditimbulkan dari beban kerja

yang terlampau berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak

nyaman, dan sebagainya).

 Bahaya ergonomi (bahaya yang ditimbulkan dari gerakan

berulang-ulang, seperti postur statis, manual handling, dan

sebagainya).

3) Jenis Bahaya K3 Menurut Organisasi Internasonal

Jenis bahaya K3 juga dapat berpatokan pada referensi yang ditentukan

oleh berbagai organisasi internasional K3 seperti Occupational Safety

and Health Administration (OSHA), International Labour

Organization (ILO), dan Canadian Centre for Occupational Health

and Safety (CCOHS).

a) Jenis Bahaya Menurut OSHA

Beberapa tipe bahaya K3 yang disebut OSHA dalam publikasi

berjudul Job Hazard Analysis adalah sebagai berikut.

 Bahaya kimia beracun.

 Bahaya mudah terbakar.

 Bahaya korosif.

 Bahaya listrik statis.

xviii
 Bahaya mudah meledak akibat reaksi kimia dan tekanan

berlebih.

 Bahaya tersengat listrik.

 Bahaya terbakar akibat listrik.

 Bahaya ergonomi berupa cedera dan kesalahan manusia.

 Bahaya kebisingan.

 Bahaya runtuhan galian.

 Bahaya terjatuh (termasuk terpeleset dan tersandung).

 Bahaya radiasi pengion dan bukan pengion.

 Bahaya menabrak benda.

 Bahaya ditabrak benda.

 Bahaya cuaca (salju, hujan, angin, es).

 Bahaya kekerasan di tempat kerja.

b) Bahaya K3 Menurut ILO

Beberapa tipe bahaya K3 yang disebut ILO dalam Ensiklopedia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain sebagai berikut.

 Bahaya biologi.

 Bahaya kekerasan dan tampilan visual alat elektronik.

 Bahaya tekanan (kenaikan dan penurunan).

 Bahaya listrik.

 Bahaya api.

 Bahaya kebisingan.

 Bahaya kualitas udara dalam ruangan.

 Bahaya pengendalian lingkungan dalam ruangan.

 Bahaya getaran.

 Bahaya radiasi pengion dan bukan pengion.

c) Bahaya K3 Menurut CCOHS

xix
Beberapa tipe bahaya K3 menurut Canadian Centre for

Occupational Health and Safety CCOHS antara lain sebagai

berikut.

 Bahaya kimia.

 Bahaya ergonomi (manual handling, pencahayaan, posisi

duduk-berdiri, terpeleset, terjatuh, pengaturan kantor,

shift kerja, dan lain-lain).

 Bahaya kesehatan (biologi, penyakit, wabah).

 Bahaya fisik (kualitas udara ruangan, jamur, kebisingan,

radiasi, temperatur).

 Bahaya psikososial (stress, bullying, kekerasan).

 Bahaya keselamatan (listrik, tangga, mesin, perkakas

kerja, dan lain-lain).

 Bahaya tempat kerja (bekerja sendirian, ruang terbatas,

ventilasi, dan cuaca).

c. Contoh Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Kerja

Tabel 2.1

Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Kerja

Bahaya Resiko Pengendalian


Mengangkat barang yang berat Cidera Otot Mengangkat dengan menggunakan kaki
sebagai poros diangkat dari posisi jongkok,
punggung lurus, letakan benda berat
diketinggian dada agar ergonomis
Mengelas didepan bahan mudah Kebakaran dan ledakan Pindahkan bahan mudah terbakar, pindah
terbakar tempat mengelas, hindari loncatan bunga
las dengan terpal las
Menggerinda tanpa kaca mata Terkena percikan Memakai facesehield, batu gerinda harus
lentingan material memiliki cover
Ceceran oli Pekerja terpeleset Berikan retensi pada penyimpanan oli.
pencemaran lingkungan Gunakan absorber pada spill kit untuk
mengendalikan potensi pencemaran
lingkungan. Absorber harus dibuang ke
tempat B3
Kabel melintang serta terkelupas Kabel melintang dapat Ganti kabel yang terkelupas. Kabel yang
di dekat air membuat pekerja melintang harus diubah posisinya
tersandung, kabel yang sedemikian rupa untuk menghindari resiko
terkelupas dapat membuat tersandung. Kabel juga dapat diberikan

xx
konsleting serta kebakaran sealtape sehingga kabel tertempel di lantai
untuk mengurangi resiko.

xxi
BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah

1. Manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang

digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,

dan menanggulangi bahya tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya

tersebut jadi manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila

digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,

bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.

2. Pengendalian memang merupakan salah satu tugas dari manager. Satu hal

yang harus dipahami, bahwa pengendalian dan pengawasan adalah berbeda

karena pengawasan merupakan bagian dari pengendalian. Bila pengendalian

dilakkan dengan disertai pelurusan (tindakan korektif), maka pengawasan

adalah pemeriksaan di lapangan yang dilakukan pada periode tertentu secara

berulang kali.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Djatmiko, R. D. (2016) Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: deepublish.

Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire


Management). Jakarta: Dian Rakyat

Ramli, S. 2010. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OSASH


18001. Jakarta: Dian rakyat

Susihono, W. dan F.A. Rini. (2013). Penerapan system manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dan identifikasi potensi bahaya kerja (Studi kasus di
PT. LTX Kota Cilegon-Banten). Jurnal Spektrum Industri, Vol.11, No.2,
117-242

Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta : HARAPAN PRESS.

xxiii

Anda mungkin juga menyukai