Anda di halaman 1dari 9

Indonesian Journal of Islamic History and Culture

Vol. 1, No. 2 (2020). 138-146


P-ISSN: 2722-8940; E-ISSN: 2722-8934

PERSPEKTIF NILAI SEJARAH NASKAH HIKAYAT ACEH

Hermansyah
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Email: hermansyah@ar-raniry.ac.id

Abstract
The earliest works of literary genres during the Kingdom of Aceh Darussalam were historical
literature. Historical stories and saga that tell about the figures, connections, and genealogies of the
sultan's government in the Aceh kingdom. The Hikayat Aceh is one of is one of the historical texts.
The text is anonym the author. This research uses a narrative analysis approach in which historical
assessment is viewed inside the text of Hikayat Aceh. Inventory of manuscripts obtained three
interrelated texts of Hikayat Aceh; Firstly Cod. Or. 1954, second Cod. Or 1983 are collected by the
Leiden University, and the third text was written and kept at the National Library of Jakarta with
code ML 421. Both of the texts are uncompleted and beginning. The Hikayat Aceh has become one of
the basic historical sources of the Aceh Sultanate and describes other historical manuscripts of the
same period.
Keywords: Hikayat Aceh; manuscript; history; Aceh sultanate

Abstrak
Karya genre sastra terawal yang dihasilkan pada masa Kerajaan Aceh Darussalam adalah Hikayat-
hikayat yang menceritakan tentang tokoh, hubungan (relasi) dan geneologi pemerintahan di
kerajaan Aceh. Salah satunya naskah Hikayat Aceh, teks ini tanpa diketahui pengarangnya. Tokoh
utama dari Hikayat Aceh adalah Sultan Iskandar Muda. Artikel ini menggunakan pendekatan
analisis naratif di mana penilaian sejarah ditinjau dari tekstual Hikayat Aceh. Inventarisasi naskah
diperoleh hanya dua teks Hikayat Aceh yang saling terkait, pertama Cod. Or. 1954 koleksi
Universitas Leiden, dan kedua teks ML. 421 koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta. Kedua naskah
tersebut tidak lengkap kandungannya. Naskah Hikayat Aceh menjadi salah satu sumber landasan
sejarah Kesultanan Aceh dan memperkuat teks-teks lainnya yang sezaman dan setelahnya.
Kata Kunci: Hikayat Aceh; manuskrip; sejarah; Kesultanan Aceh

Pendahuluan
Pada abad ke 16-17 M, Aceh ditulis oleh para cendekiawan dengan
mencapai puncak keselarasan tersebut. berbagai disiplin ilmunya yang hingga
Pada periode tersebut, Aceh menjadi saat ini masih ditemui tersimpan di
pusat perdagangan dan pusat ilmu berbagai museum, lembaga swasta dan
pengetahuan, salah satu kemajuan dalam koleksi personal. Naskah-naskah yang
kesusastraan. Bukti tersebut dapat dilahirkan dalam berbagai keilmuan
terlihat pada karya intelektual yang yang lebih didominasi dalam Bahasa Jawi
Copyright © 2020 Indonesian Journal of Islamic History and Culture | 138
Hermansyah

(Melayu/Indonesia) daripada Bahasa dari generasi ke generasi. Hikayat Aceh


Aceh, kecuali naskah ranah hikayat. pada periode tersebut mengutamakan
Istilah Hikayat berasal dari bahasa hafalan atau tradisi tutur dari generasi ke
Arab “hikāyah” artinya cerita, dongeng, generasi. Sebaliknya, naskah-naskah
kisah, bentuk masdar dari kata kerja keagamaan dan pendidikan salah satu
“hakā” sebagai menceritakan, bidang yang “membumi” dan hidup
mengatakan sesuatu kepada orang dalam dunia tradisi tulis.
lain(Hava 1951, 137). Di Aceh, hikayat Maka, karya naskah berlatar
dikenal sebagai sebuah karya sastra historis dalam bentuk prosa di era
umumnya berbentuk syair, sebagian kesultanan Aceh yang harus
kecil saja yang berbentuk prosa, isinya dipertimbangkan dikategorikan ke
meliputi segala aspek bidang ilmu dan dalam hikayat, seperti salah satunya
berbagai corak seperti dongeng, cerita, “Hikayat Aceh” yang ditulis dalam bahasa
sejarah, nasehat, kisah, surat, nazam, dan Melayu atau Indonesia. Berbeda dengan
sebagainya. Dalam pandangan Snouck, Hikayat Meukuta Alam dan Hikayat
Hikayat bagi orang Aceh tidak hanya Malem Dagang dalam bahasa Aceh yang
berisi cerita fiksi belaka, tetapi berisi ditulis dalam struktur sanjak. Ketiga
pula butir-butir yang menyangkut kandungan naskah tersebut
pengajaran moral; ke dalam kelompok menceritakan ketokohan Sultan
ini termasuk kitab-kitab pelajaran Iskandar Muda (1590-1636) dan masa
sederhana, asalkan ditulis dalam bentuk keemasan Kesultanan Aceh. (Sufi 1995)
sanjak(Hurgronje 1985, 77). Berbeda Persoalan lainnya, naskah-naskah
dengan term hikayat dalam bahasa dalam bentuk prosa yang dianggap di
Melayu yaitu merupakan narrative story “lingkaran elit” kesultanan akan sulit
yaitu dalam bentuk prosa beralur cerita diperoleh. Naskah Tajus Salatin, Bustān
(narasi) atau dikenal novel dalam sastra as-Salātīn fi Zikri al-Awwalin wa al-
modern. Akhirin dan termasuk Hikayat Aceh
Hikayat adalah salah satu jenis merupakan karya yang sangat berharga,
sastra Aceh, pada umumnya dalam bernilai tetapi langka varian naskahnya,
bentuk puisi diucapkan atau ditulis sekalipun di tempat kelahirannya
dalam bahasa Aceh. Hikayat Aceh pada Bandar Aceh. Berbagai kemungkinan
awalnya dikembangkan hanya melalui atas kelangkaan tersebut, baik berawal
lisan, disampaikan secara turun temurun dari tradisi pernaskahan di suatu daerah,

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 139


Perspektif Nilai Sejarah Naskah Hikayat Aceh

kesakralan naskah tersebut yang tidak hingga akhir abad ke-20 dan menjadi
boleh disalin sembarangan, atau kekhassan tersendiri di zawiyah di Aceh.
persembahan kepada sultan sehingga Sayangnya, tradisi tersebut hanya
aksesnya menjadi terbatas. terwarisi dalam naskah-naskah
Berbeda dengan naskah-naskah keagamaan dan tata bahasa Arab.
keagamaan dan pendidikan yang Sedangkan naskah-naskah dengan tema
dijumpai di saat ini, khususnya di Aceh. lainnya seperti sejarah, perobatan,
Bahwa naskah-naskah keagamaan dan pemerintahan, etika dan termasuk
tata bahasa seperti Shiratal Mustaqim, hikayat akan sangat sedikit
Bidayatul Hidayah, Masa’ilal Muhtadi penyalinannya. Perkembangan tradisi
serta naskah-naskah gramatikal Bahasa penyalinan tumbuh pada era koloni
Arab (nahwu-sarf) sangat banyak Belanda (abad ke-19), di mana naskah-
variannya dan sangat mudah ditemui. naskah mulai menjadi kajian menarik
Tradisi penulisan dan penyalinan sebuah pada orientalis dan antropolog Barat.
kewajaran dan keharusan pada era Sehingga, sebagian besar naskah
tersebut. Naskah-naskah keagamaan mengandalkan rekaman ingatan
lebih terbuka dan dapat dikonsumsi manusia daripada tulisan. Maka, walau
secara umum karena digunakan untuk kandungan naskah Hikayat Aceh
metode transfer pengetahuan dan bercerita pada abad ke-17, tetapi naskah
berbagai kebutuhan umum lainnya yang ditemui saat ini berada pada satu
sebagainya. Bahkan dalam abad setelahnya.
perkembangan transisi keilmuan sudah
Kajian Naskah Hikayat Aceh
menjadi kewajiban bagi seorang santri
Naskah Hikayat Aceh pertam a
ataupun pengajar untuk menyalin
sekali diperkenalkan oleh Juynboll
naskah-naskah yang dibutuhkan.
(Juynboll 1899, 234-235) dalam
Lembaga pendidikan tradisional di Aceh
tulisannya sebagai informasi ringkas dan
seperti Zawiyah ataupun dayah, seperti
singkat Hikayat Aceh. Walaupun ia masih
Zawiyah Tanoh Abee di Aceh Besar, sang
menyatukan naskah Hikayat Aceh
guru akan mewajibkan muridnya untuk
dengan naskah-naskah bersumber
menyalin minimal tiga kitab/buku
Melayu lainnya. Periode berikutnya,
sebagai syarat menjadi murid
Hoesein Djajadiningrat yang melakukan
“meudagang” di lembaga pendidikan
penelitian terhadap sumber-sumber
tersebut. Tradisi tersebut masih terawat
naskah Melayu yang berkaitan dengan

140 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020


Hermansyah

sejarah Aceh. Sarjana yang mendapat Sedangkan kajian terakhir dan


dukungan dari Hurgronje untuk meraih secara mendalam dilakukan oleh Teuku
gelar doktor di Leiden, dengan Iskandar bin Teuku Ali Basyah dalam
ketekunannya dalam meneliti tentang program doktornya di Universitas
Aceh diabadikan dalam karyanya Leiden berjudul “De Hikajat Atjeh” tahun
berbahasa Belanda “Critisch overzicht 1959. Putra asal Aceh ini banyak
van de in Malesche werken vervatte menghabiskan waktu dalam
gegeven over degeschiedenis van het penjelajahan naskah-naskah Aceh dan
Soeltanat van Atjèh”(Djajadiningrat Melayu, Dedikasinya dalam kajian
1983). Dalam artikelnya te itu beliau keilmuan pernaskahan telah
memberikan analisis terhadap naskah menghantarkannya memperoleh
Hikayat Aceh. penghargaan anugerah budaya dari
Selanjutnya, Mess juga Kementerian Pendidikan dan
memberikan perhatian pada pengantar Kebudayaan Indonesia sebagai
dari karyanya “De Kroniek van Koetai”. “penterjemah dan maestro Hikayat
Selain itu, Van der Linden juga Aceh” pada tahun 2017.
menjadikan sumber naskah Hikayat
Naskah Hikayat Aceh
Aceh dalam penelitiannya berkaitan
Sejauh ini, naskah yang diberi judul
tentang utusan-utusan Portugis ke
Hikayat Aceh hanya ditemui dua
Aceh(Mess 1935, 39-43). Penelitian yang
variannya saja; Pertama naskah dengan
sama tentang armada Portugis pernah
nomor inventarisasi Cod. Or. 1954 (Ms.
dilakukan oleh Tiele yang belum merujuk
A). Dan, kedua naskah Cod. Or 1983 (Ms.
kepada Hikayat Aceh, akan tetapi pada
B). Keduanya merupakan koleksi
naskah lainnya Bustān as-Salātīn
Legatum Warnerianum di Perpustakaan
karangan Nuruddin Ar-Raniry.
Universitas Leiden. Ms. A adalah salinan
Selanjutnya, pada periode Indonesia
daripada salah satu naskah di
merdeka, Van Nieuwenhuijze memuat
Perpustakaan Isaak de Saint Martin
fragmen Hikayat Aceh dari halaman 203-
Belanda pada akhir kurun ke-17, yang
241 dari naskah Cod. Or. 1954 dalam
berasal daripada kumpulan naskah Jawa,
disertasinya di Universitas Leiden yang
Melayu, dan lainnya, yang kurang lebih
berjudul Syamsu’l Din van Pasai(Jones
sekitar tahun 1871 telah dikirim ke
1999).
perpustakaan Universitas Leiden.
Sedangkan Ms. B merupakan salinan dari

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 141


Perspektif Nilai Sejarah Naskah Hikayat Aceh

Ms. A yang tertanggal 9 Maret 1847. satu penulisan kolofon yang aneh di
Keterangan tersebut menunjukkan dunia alam Melayu-Nusantara,
bahwa MS B tersebut disalin di khususnya di Aceh pada periode
Nusantara pada periode jauh sebelum kesultanan.
meletus perang Aceh dengan Belanda Teks ketiga (Ms. C) adalah koleksi
tahun 1873(Iskandar 1958, 2). Perpustakaan Nasional Republik
Ms A (Cod. Or. 1954) berukuran Indonesia (PNRI) dengan nomor ML. 421
19.5 x 15.5 cm memiliki 281 halaman. atau nomor kode KBG 421 Mal. Naskah
Media naskah yang digunakan kerta ini ditulis oleh sarjana yang mengerti
produk Eropa yang memiliki watermark dengan kandungan teks dan telah
foolscap dan huruf IB atau LB. Dalam diperbaiki dengan adanya catatan-
kajian Heawood menyebutkan bahwa catatan yang dianggap keliru dan salah
kertas diproduksi di Belanda sekitar dalam penyalinan.
abad ke-17 M. Setiap halaman naskah Mengingat naskah belum
terdiri dari 17 baris, terkecuali 6 ditemukan halaman awal, maka tentunya
halaman yang terdiri dari 16 baris. tidak ditemukan judul asli terhadap
Catatan penting, naskah tertua yang naskah tersebut. Sebagaimana umumnya
ditemukan ini tidak lengkap dengan naskah-naskah klasik periode tersebut
tidak ada halaman awal atau akhir. akan disebutkan pada pembukaan
Dalam kajian Iskandar, beberapa (exordium) sebagaimana naskah Tāj as-
halaman hilang atau terlepas dari kuras. Salātīn, naskah Sulālat as-Salātin, dan
Sedangkan Ms. B (Cod. Or 1983) juga Bustān as-Salātīn. Sedangkan
dengan ukuran 21 x 16.5 cm yang terdiri naskah Hikayat Aceh dimulai dari
dari 227 halaman. Setiap halaman terdiri pertengahan naskah. Sehingga judul
dari 13 baris. Naskah salinan ini terdiri naskah Hikayat Aceh bukan dari penyalin
dari dua teks; teks pertama tentang ataupun pengarang dalam judul naskah,
Hikayat Aceh (hlm 1 sampai hlm. 210 akan tetapi kemungkinan besar diambil
baris ke 10). Sedangkan teks kedua dari teks salinan “Ini hikayat raja Aceh
berjudul Tarikh As-Shalihin wa Sabil as- daripada asal turun temurun”.
Sa’irin karangan Syekh Syamsuddin al- Jika pengarang dipengaruhi oleh
Sumatra’i dari Pasai. Pada kolofon judul-judul ketokohan seperti Hikayat
naskah tersebut tertulis 9 hari bulan Seri Rama, Hikayat Iskandar Zulkarnaen,
Maret tahun 1847, Hijrah 1262. Salah Hikayat Muhammad Hanafiyyah, ataupu

142 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020


Hermansyah

Hikayat Malem Diwa, karya-karya yang penyusunannya naskah Bustān as-


fokus pada nama tokoh utama dalam Salātīn.
judulnya, maka Hikayat Iskandar Muda Hikayat Aceh sebuah karya sastra
adalah nama yang sesuai. Judul terakhir dalam naskah klasik yang ditulis untuk
tersebut hampir serupa dengan judul memuji Sultan Iskandar Muda. Pujian
Hikayat Mahkota Alam dalam versi tersebut telah dimulai sejak sebelum
bahasa Melayu, sebagaimana yang telah kelahiran Sultan Iskandar Muda hingga
dialihaksara oleh Cowan dan Imran meninggal sultan yang banyak
Teuku Abdullah. pengaruhnya di beberapa kerajaan di
Nusantara. Maka, sebagian pendapat
peneliti menentukan bahwa teks
tersebut dikarang antara tahun 1606-
1636. Sebagian lainnya menyebutkan
pada periode-periode keemasannya,
terutama gelar atasnya “Paduka Syah
Alam”, gelar yang sebenarnya umum
diperikan seorang ibu dari. Hal tersebut
mengingat naskah ini tidak lengkap di
mana halaman awal dan akhir tidak ada.
Foto 1. Naskah Hikayat Aceh (Sumber:
Hermansyah 2018) Dalam naskah Hikayat Aceh,
pengarang menyebutkan bahwa tokoh
Nilai Sejarah Hikayat Aceh utama adalah Pancagah, kemudian
Berdasarkan kandungan naskah
digelar dengan Johan Alam, dan
dapat disebut bahwa Hikayat Aceh ditulis
kemudian selanjutnya dikenal dengan
dan dikarang untuk memuji Sultan
Perkasa Alam. Sedangkan nama Iskandar
Iskandar Muda. Unsur-unsur dalam
Muda tidak ditemui dalam naskah ini
penyusunan naskah Hikayat Aceh dari
melainkan hanya dalam naskah Bustān
berbagai sumber, baik dari legenda,
as-Salātīn dan dalam Hikayat Malem
sejarah, dan kemungkinan adalah
Dagang. Dalam teks naskah terakhir ini
pengamatan atau keterlibatan si penulis.
juga disebut nama Hikayat Meukuta Alam
Setidaknya, penulis hidup pada zaman
(Melayu: Mahkota Alam), selain teks
karya sebagaimana yang terjadi pada
Hikayat Euseukanda (Melayu: Hikayat
Nuruddin Ar-Raniry dalam
Iskandar Muda). Dalam suratnya kepada

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 143


Perspektif Nilai Sejarah Naskah Hikayat Aceh

raja James I Inggris pada tahun 1024 H/ sebaliknya, retorika yang benar-benar
1612, di mana sultan menyebut dirinya berbeda dan berlebihan dengan naskah
“Seri Sultan Perkasa Alam Johan Akbar-nama, salah satu kronik Mughal
Berdaulat...yang bergelar Mahkota paling masyhur melampaui
Alam”. zamannya(Iskandar 2001).
Bagian awal Hikayat Aceh Braginsky sendiri lebih cenderung
menceritakan tentang asal usul raja-raja bahwa Hikayat Aceh sangat dipengaruhi
Aceh, silsilah dari pihak ayah dan ibu oleh genre sastra Persia yang
Iskandar Muda. Selanjutnya beralih menggambarkan pemerintahan hanya
kepada kebesaran dan kekuatan yang satu penguasa dalam bentuk yang lebih
dimiliki oleh neneknya Sultan Iskandar baik dalam riwayat naskah-naskah
Muda dari pihak ibu, Sultan Alauddin kesusasteraan dan sejarah. Maka ia
Riayat Syah Sayyid al-Mukammil atau membandingkan tiga kandungan naskah
Syah Alam. Berlanjut kepada kandungan antaranya Hikayat Aceh, dengan Malfuzat
Hikayat Aceh menceritakan kehebatan Timuri dan Akbar namah. Banyak
masa kecil Sultan Iskandar Muda, belajar persamaan yang ditemui ke dalam tiga
ilmu bela diri atau kegiatan-kegiatan naskah tersebut, mulai dari mitos putri
yang terpuji lainnya. Maka Perth dalam buluh, tanda kebaikan dan
menyifatkan karya tersebut sebagai kehebatan, kekuasaan yang besar dan
riwayat asal usul dan masa kanak-kanak pujian lainnya.
seorang raja. Salah satu persoalan yang juga
Namun, kandungan Hikayat Aceh masih menjadi pembahasan para
juga menceritakan masa peneliti, sejarawan dan pengkaji naskah
kepemimpinannya, dan kepemimpinan adalah nama pengarang kitab naskah
kakeknya yang luar biasa, terutama saat Hikayat Aceh. Disebabkan oleh fisik
mengalahkan dan mengusir Portugis. naskah yang tidak ada halaman awal dan
Oleh karena itu, Iskandar memiliki akhir, maka para peneliti belum dapat
asumsi tersendiri yang menyebutnya menyimpulkan karya agung tersebut.
hikayat pelipur lara. Namun, (Johns, 47- Teuku Iskandar sendiri berasumsi kuat
60)kurang setuju dengan asumsi T. bahwa karya itu adalah dikarang oleh
Iskandar. Setelah membandingkan ke seorang ulama Aceh dalam istana,
kisah-kisah Melayu Hikayat yang agak Syamsuddin as-Sumatra’i, dengan
sederhana dan khas Aceh dan, berbagai alasan dan pertimbangan yang

144 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020


Hermansyah

dibangunnya. Salah satunya periode Djajadiningrat, Hoessein. 1983.


Kesultanan Aceh: (suatu
masa hidup keduanya, pengetahuannya
pembahasan tentang sejarah
terhadap Persia, agama dan kedekatan kesultanan Aceh berdasarkan
bahan-bahan yang terdapat
serta pengabdian Syamsuddin as-
dalam : karya Melayu). Translated
Sumatra’i kepada Kesultanan Aceh by Teuku Hamid.
hingga syahid perang. Namun, Djamil, M. Junus. 1968. Tawarich Radja-
pertimbangan lainnya agak sulit seorang Radja Keradjaan Atjeh. Banda
Aceh: Adjdam-I/Iskandar Muda.
tokoh sufistik memasukkan unsur mitos
dalam karyanya, sehingga orang dapat Hasjmy, Ali. 1975. Iskandar Muda
Meukuta Alam. Jakarta: Bulan
menganggapnya hanya sebagai pelipur Bintang.
lara.
Hava, J.G. 1951. Arabic-English
Dictionary. Catholic Press.
Penutup
Hikayat Aceh sebuah karya yang Hurgronje, Snouck. 1985. Aceh Dimata
Kolonialis. Jakarta: Yayasan Soko
menceritakan tokoh utama Sultan
Guru.
Iskandar Muda (sebagai Pahlawan
Iskandar, Teuku. 1958. De Hikajat Atjeh.
Nasional melalui Kepres 77/TK/1993 ‘s-Gravenhage: Nijhoff. [KITLV,
Tanggal 14 September 1993), dimulai Verhandelingen 26.

dari masa kecilnya, kepemimpinan dan —. 2001. Hikayat Aceh. Kuala Lumpur:
keberhasilannya dalam mengelola Yayasan Karyawan.

kerajaan Aceh. Eksistensi Kesultanan Johns, A.H. n.d. "The turning image; Myth
and reality in Malay perceptions
Aceh dan pencapaian puncaknya pada
of the past." In Perceptions of the
awal masa kakeknya dan diteruskan oleh past in Southeast Asia, by Anthony
Reid and David Marr, 43-67.
Sultan Iskandar Muda. Selain itu, naskah
Singapore: Heinemann.
Hikayat Aceh merupakan kitab sastra
Jones, Russell. 1999. Hikayat Raja Pasai.
yang istimewa karena mewakili tradisi Kuala Lumpur: Yayasan
penulisan sejarah yang ditulis atas dasar Karyawan.
genre sastra Islam. Juynboll, H.H. 1899. Catalogue van de
Malaische en Sundaneesche
Daftar Pustaka Handschriften der Leidsche
Braginsky, Vladimir. 2006. "tructure, Universiteits-Bibliotheeks. Leiden:
date and sources of Hikayat Aceh E.J. Brill.
revisited The problem of Mughal-
Lombard, Denys. 2008. Kerajaan Aceh:
Malay literary ties." Bijdragen tot
Zaman Sultan Iskandar Muda
de Taal-, Land- en Volkenkunde
(1607-1636). Jakarta:
(BKI) 162 (4): 441-467.
Kepustakaan Populer Gramedia.

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 145


Perspektif Nilai Sejarah Naskah Hikayat Aceh

Marrison, G.E. n.d. "Persian influence in Mess, C.A. 1935. De Kroniek van Koetai.
Malay life (1280-1650)." Journal Leiden: Santpoort.
of the Malayan Branch of the Royal
Asiatic Society 28 (1): 52-69. Sufi, Rusdi. 1995. Pahlawan Nasional
Sultan Iskandar Muda. . Jakarta:
Mess, C.A. 1935. De Kroniek van Koetai. CV. Dwi Jaya Karya.
Leiden: Santpoort.

Sufi, Rusdi. 1995. Pahlawan Nasional Sultan


Iskandar Muda. . Jakarta: CV. Dwi Jaya Karya.

Djajadiningrat, Hoessein. 1983. Kesultanan


Aceh : (suatu pembahasan tentang
sejarah kesultanan Aceh
berdasarkan bahan-bahan yang
terdapat dalam : karya Melayu).
Translated by Teuku Hamid.

Hava, J.G. 1951. Arabic-English


Dictionary: Catholic Press.

Hurgronje, Snouck. 1985. Aceh Dimata


Kolonialis. Jakarta: Yayasan Soko
Guru.

Iskandar, Teuku. 1958. De Hikajat Atjeh.


‘s-Gravenhage: Nijhoff. [KITLV,
Verhandelingen 26.].

Iskandar, Teuku. 2001. Hikayat Aceh.


Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan.

Johns, A.H. "The turning image; Myth and


reality in Malay perceptions of the
past." In Perceptions of the past in
Southeast Asia, 43-67. Singapore:
Heinemann.

Jones, Russell. 1999. Hikayat Raja Pasai.


Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan.

Juynboll, H.H. 1899. Catalogue van de


Malaische en Sundaneesche
Handschriften der Leidsche
Universiteits-Bibliotheeks. Leiden:
E.J. Brill.

146 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020

Anda mungkin juga menyukai