Hermansyah
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Email: hermansyah@ar-raniry.ac.id
Abstract
The earliest works of literary genres during the Kingdom of Aceh Darussalam were historical
literature. Historical stories and saga that tell about the figures, connections, and genealogies of the
sultan's government in the Aceh kingdom. The Hikayat Aceh is one of is one of the historical texts.
The text is anonym the author. This research uses a narrative analysis approach in which historical
assessment is viewed inside the text of Hikayat Aceh. Inventory of manuscripts obtained three
interrelated texts of Hikayat Aceh; Firstly Cod. Or. 1954, second Cod. Or 1983 are collected by the
Leiden University, and the third text was written and kept at the National Library of Jakarta with
code ML 421. Both of the texts are uncompleted and beginning. The Hikayat Aceh has become one of
the basic historical sources of the Aceh Sultanate and describes other historical manuscripts of the
same period.
Keywords: Hikayat Aceh; manuscript; history; Aceh sultanate
Abstrak
Karya genre sastra terawal yang dihasilkan pada masa Kerajaan Aceh Darussalam adalah Hikayat-
hikayat yang menceritakan tentang tokoh, hubungan (relasi) dan geneologi pemerintahan di
kerajaan Aceh. Salah satunya naskah Hikayat Aceh, teks ini tanpa diketahui pengarangnya. Tokoh
utama dari Hikayat Aceh adalah Sultan Iskandar Muda. Artikel ini menggunakan pendekatan
analisis naratif di mana penilaian sejarah ditinjau dari tekstual Hikayat Aceh. Inventarisasi naskah
diperoleh hanya dua teks Hikayat Aceh yang saling terkait, pertama Cod. Or. 1954 koleksi
Universitas Leiden, dan kedua teks ML. 421 koleksi Perpustakaan Nasional Jakarta. Kedua naskah
tersebut tidak lengkap kandungannya. Naskah Hikayat Aceh menjadi salah satu sumber landasan
sejarah Kesultanan Aceh dan memperkuat teks-teks lainnya yang sezaman dan setelahnya.
Kata Kunci: Hikayat Aceh; manuskrip; sejarah; Kesultanan Aceh
Pendahuluan
Pada abad ke 16-17 M, Aceh ditulis oleh para cendekiawan dengan
mencapai puncak keselarasan tersebut. berbagai disiplin ilmunya yang hingga
Pada periode tersebut, Aceh menjadi saat ini masih ditemui tersimpan di
pusat perdagangan dan pusat ilmu berbagai museum, lembaga swasta dan
pengetahuan, salah satu kemajuan dalam koleksi personal. Naskah-naskah yang
kesusastraan. Bukti tersebut dapat dilahirkan dalam berbagai keilmuan
terlihat pada karya intelektual yang yang lebih didominasi dalam Bahasa Jawi
Copyright © 2020 Indonesian Journal of Islamic History and Culture | 138
Hermansyah
kesakralan naskah tersebut yang tidak hingga akhir abad ke-20 dan menjadi
boleh disalin sembarangan, atau kekhassan tersendiri di zawiyah di Aceh.
persembahan kepada sultan sehingga Sayangnya, tradisi tersebut hanya
aksesnya menjadi terbatas. terwarisi dalam naskah-naskah
Berbeda dengan naskah-naskah keagamaan dan tata bahasa Arab.
keagamaan dan pendidikan yang Sedangkan naskah-naskah dengan tema
dijumpai di saat ini, khususnya di Aceh. lainnya seperti sejarah, perobatan,
Bahwa naskah-naskah keagamaan dan pemerintahan, etika dan termasuk
tata bahasa seperti Shiratal Mustaqim, hikayat akan sangat sedikit
Bidayatul Hidayah, Masa’ilal Muhtadi penyalinannya. Perkembangan tradisi
serta naskah-naskah gramatikal Bahasa penyalinan tumbuh pada era koloni
Arab (nahwu-sarf) sangat banyak Belanda (abad ke-19), di mana naskah-
variannya dan sangat mudah ditemui. naskah mulai menjadi kajian menarik
Tradisi penulisan dan penyalinan sebuah pada orientalis dan antropolog Barat.
kewajaran dan keharusan pada era Sehingga, sebagian besar naskah
tersebut. Naskah-naskah keagamaan mengandalkan rekaman ingatan
lebih terbuka dan dapat dikonsumsi manusia daripada tulisan. Maka, walau
secara umum karena digunakan untuk kandungan naskah Hikayat Aceh
metode transfer pengetahuan dan bercerita pada abad ke-17, tetapi naskah
berbagai kebutuhan umum lainnya yang ditemui saat ini berada pada satu
sebagainya. Bahkan dalam abad setelahnya.
perkembangan transisi keilmuan sudah
Kajian Naskah Hikayat Aceh
menjadi kewajiban bagi seorang santri
Naskah Hikayat Aceh pertam a
ataupun pengajar untuk menyalin
sekali diperkenalkan oleh Juynboll
naskah-naskah yang dibutuhkan.
(Juynboll 1899, 234-235) dalam
Lembaga pendidikan tradisional di Aceh
tulisannya sebagai informasi ringkas dan
seperti Zawiyah ataupun dayah, seperti
singkat Hikayat Aceh. Walaupun ia masih
Zawiyah Tanoh Abee di Aceh Besar, sang
menyatukan naskah Hikayat Aceh
guru akan mewajibkan muridnya untuk
dengan naskah-naskah bersumber
menyalin minimal tiga kitab/buku
Melayu lainnya. Periode berikutnya,
sebagai syarat menjadi murid
Hoesein Djajadiningrat yang melakukan
“meudagang” di lembaga pendidikan
penelitian terhadap sumber-sumber
tersebut. Tradisi tersebut masih terawat
naskah Melayu yang berkaitan dengan
Ms. A yang tertanggal 9 Maret 1847. satu penulisan kolofon yang aneh di
Keterangan tersebut menunjukkan dunia alam Melayu-Nusantara,
bahwa MS B tersebut disalin di khususnya di Aceh pada periode
Nusantara pada periode jauh sebelum kesultanan.
meletus perang Aceh dengan Belanda Teks ketiga (Ms. C) adalah koleksi
tahun 1873(Iskandar 1958, 2). Perpustakaan Nasional Republik
Ms A (Cod. Or. 1954) berukuran Indonesia (PNRI) dengan nomor ML. 421
19.5 x 15.5 cm memiliki 281 halaman. atau nomor kode KBG 421 Mal. Naskah
Media naskah yang digunakan kerta ini ditulis oleh sarjana yang mengerti
produk Eropa yang memiliki watermark dengan kandungan teks dan telah
foolscap dan huruf IB atau LB. Dalam diperbaiki dengan adanya catatan-
kajian Heawood menyebutkan bahwa catatan yang dianggap keliru dan salah
kertas diproduksi di Belanda sekitar dalam penyalinan.
abad ke-17 M. Setiap halaman naskah Mengingat naskah belum
terdiri dari 17 baris, terkecuali 6 ditemukan halaman awal, maka tentunya
halaman yang terdiri dari 16 baris. tidak ditemukan judul asli terhadap
Catatan penting, naskah tertua yang naskah tersebut. Sebagaimana umumnya
ditemukan ini tidak lengkap dengan naskah-naskah klasik periode tersebut
tidak ada halaman awal atau akhir. akan disebutkan pada pembukaan
Dalam kajian Iskandar, beberapa (exordium) sebagaimana naskah Tāj as-
halaman hilang atau terlepas dari kuras. Salātīn, naskah Sulālat as-Salātin, dan
Sedangkan Ms. B (Cod. Or 1983) juga Bustān as-Salātīn. Sedangkan
dengan ukuran 21 x 16.5 cm yang terdiri naskah Hikayat Aceh dimulai dari
dari 227 halaman. Setiap halaman terdiri pertengahan naskah. Sehingga judul
dari 13 baris. Naskah salinan ini terdiri naskah Hikayat Aceh bukan dari penyalin
dari dua teks; teks pertama tentang ataupun pengarang dalam judul naskah,
Hikayat Aceh (hlm 1 sampai hlm. 210 akan tetapi kemungkinan besar diambil
baris ke 10). Sedangkan teks kedua dari teks salinan “Ini hikayat raja Aceh
berjudul Tarikh As-Shalihin wa Sabil as- daripada asal turun temurun”.
Sa’irin karangan Syekh Syamsuddin al- Jika pengarang dipengaruhi oleh
Sumatra’i dari Pasai. Pada kolofon judul-judul ketokohan seperti Hikayat
naskah tersebut tertulis 9 hari bulan Seri Rama, Hikayat Iskandar Zulkarnaen,
Maret tahun 1847, Hijrah 1262. Salah Hikayat Muhammad Hanafiyyah, ataupu
raja James I Inggris pada tahun 1024 H/ sebaliknya, retorika yang benar-benar
1612, di mana sultan menyebut dirinya berbeda dan berlebihan dengan naskah
“Seri Sultan Perkasa Alam Johan Akbar-nama, salah satu kronik Mughal
Berdaulat...yang bergelar Mahkota paling masyhur melampaui
Alam”. zamannya(Iskandar 2001).
Bagian awal Hikayat Aceh Braginsky sendiri lebih cenderung
menceritakan tentang asal usul raja-raja bahwa Hikayat Aceh sangat dipengaruhi
Aceh, silsilah dari pihak ayah dan ibu oleh genre sastra Persia yang
Iskandar Muda. Selanjutnya beralih menggambarkan pemerintahan hanya
kepada kebesaran dan kekuatan yang satu penguasa dalam bentuk yang lebih
dimiliki oleh neneknya Sultan Iskandar baik dalam riwayat naskah-naskah
Muda dari pihak ibu, Sultan Alauddin kesusasteraan dan sejarah. Maka ia
Riayat Syah Sayyid al-Mukammil atau membandingkan tiga kandungan naskah
Syah Alam. Berlanjut kepada kandungan antaranya Hikayat Aceh, dengan Malfuzat
Hikayat Aceh menceritakan kehebatan Timuri dan Akbar namah. Banyak
masa kecil Sultan Iskandar Muda, belajar persamaan yang ditemui ke dalam tiga
ilmu bela diri atau kegiatan-kegiatan naskah tersebut, mulai dari mitos putri
yang terpuji lainnya. Maka Perth dalam buluh, tanda kebaikan dan
menyifatkan karya tersebut sebagai kehebatan, kekuasaan yang besar dan
riwayat asal usul dan masa kanak-kanak pujian lainnya.
seorang raja. Salah satu persoalan yang juga
Namun, kandungan Hikayat Aceh masih menjadi pembahasan para
juga menceritakan masa peneliti, sejarawan dan pengkaji naskah
kepemimpinannya, dan kepemimpinan adalah nama pengarang kitab naskah
kakeknya yang luar biasa, terutama saat Hikayat Aceh. Disebabkan oleh fisik
mengalahkan dan mengusir Portugis. naskah yang tidak ada halaman awal dan
Oleh karena itu, Iskandar memiliki akhir, maka para peneliti belum dapat
asumsi tersendiri yang menyebutnya menyimpulkan karya agung tersebut.
hikayat pelipur lara. Namun, (Johns, 47- Teuku Iskandar sendiri berasumsi kuat
60)kurang setuju dengan asumsi T. bahwa karya itu adalah dikarang oleh
Iskandar. Setelah membandingkan ke seorang ulama Aceh dalam istana,
kisah-kisah Melayu Hikayat yang agak Syamsuddin as-Sumatra’i, dengan
sederhana dan khas Aceh dan, berbagai alasan dan pertimbangan yang
dari masa kecilnya, kepemimpinan dan —. 2001. Hikayat Aceh. Kuala Lumpur:
keberhasilannya dalam mengelola Yayasan Karyawan.
kerajaan Aceh. Eksistensi Kesultanan Johns, A.H. n.d. "The turning image; Myth
and reality in Malay perceptions
Aceh dan pencapaian puncaknya pada
of the past." In Perceptions of the
awal masa kakeknya dan diteruskan oleh past in Southeast Asia, by Anthony
Reid and David Marr, 43-67.
Sultan Iskandar Muda. Selain itu, naskah
Singapore: Heinemann.
Hikayat Aceh merupakan kitab sastra
Jones, Russell. 1999. Hikayat Raja Pasai.
yang istimewa karena mewakili tradisi Kuala Lumpur: Yayasan
penulisan sejarah yang ditulis atas dasar Karyawan.
genre sastra Islam. Juynboll, H.H. 1899. Catalogue van de
Malaische en Sundaneesche
Daftar Pustaka Handschriften der Leidsche
Braginsky, Vladimir. 2006. "tructure, Universiteits-Bibliotheeks. Leiden:
date and sources of Hikayat Aceh E.J. Brill.
revisited The problem of Mughal-
Lombard, Denys. 2008. Kerajaan Aceh:
Malay literary ties." Bijdragen tot
Zaman Sultan Iskandar Muda
de Taal-, Land- en Volkenkunde
(1607-1636). Jakarta:
(BKI) 162 (4): 441-467.
Kepustakaan Populer Gramedia.
Marrison, G.E. n.d. "Persian influence in Mess, C.A. 1935. De Kroniek van Koetai.
Malay life (1280-1650)." Journal Leiden: Santpoort.
of the Malayan Branch of the Royal
Asiatic Society 28 (1): 52-69. Sufi, Rusdi. 1995. Pahlawan Nasional
Sultan Iskandar Muda. . Jakarta:
Mess, C.A. 1935. De Kroniek van Koetai. CV. Dwi Jaya Karya.
Leiden: Santpoort.