Anda di halaman 1dari 2

Pemakaian Aksara dalam Objek Filologi Nusantara

Manusia adalah makhluk paling brilian yang diciptakan Tuhan dengan akal sebagai
senjata paling ampuh untuk mengarungi kehidupan. Perkembangan zaman yang telah
dituliskan dalam sejarah membuktikan bahwa manusia terus berproses dari kekelaman
menuju masa kejayaan. Bahasa merupakan hasil budaya yang berpengaruh besar terhadap
kehidupan manusia sebagai sarana berkomunikasi antara satu individu dengan individu
lainnya.

Tulisan hadir sebagai representasi dari kekayaan bahasa yang diabadikan manusia
dalam sebuah manuskrip. Dalam sebuah tulisan, kita menemukan berbagai aksara yang
memiliki sistematik tertentu (alfabet; abjad). Cikal bakal hadirnya sebuah tulisan telah
dimulai ketika adanya hiroeglip yang diukir manusia purba dengan apik pada dinding-dinding
goa.

Setiap wilayah di dunia memiliki ciri khas aksaranya sendiri, termasuk pula di
Nusantara. Dalam pelajaran Sejarah Indonesia, kita mengenal adanya prasasti Yupa yang
dituliskan dalam aksara Pallawa sebagai peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara.
Munculnya aksara ini juga memelopori terbitnya aksara lainnya di Nusantara, jadi bisa
dibilang bahwa beberapa jenis aksara merupakan aksara Pallawa yang berkembang secara
variatif dengan menyisakan persamaan struktur dalam penulisannya.

Filologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari aksara melalui


sebuah objek sejarah dan literatur kuno, seperti naskah dan teks. Dalam filologi, naskah kuno
berfungsi sebagai pedoman hidup yang memuat informasi selengkap mungkin. Isi dari naskah
kuno (teks) tersebut dapat disalin oleh masyarakat luas sesuai kebutuhan dengan azas yang
berlaku. Namun, tidak dipungkiri bahwa sering terjadi perbedaan dalam penyalinan teks
karena latar belakang pemikiran penulisnya, sehingga naskah berubah menjadi banyak versi.

Dalam mempelajari naskah kuno, filologi ditemani ilmu bantu kodikologi sebagai
kunci untuk mengungkap tabir misteri penanggalan dan penulisan naskah yang terlupakan
dengan memprediksi secara akurat. Namun, ada kejadian di mana teks naskah pengobatan
yang tidak diketahui siapa penulisnya, sehingga menimbulkan keraguan pada yang
membacanya. Pendapat yang mengatakan bahwa manusia hanya memerlukan teks tersebut,
tentulah kurang tepat karena kodikologi tidak dapat dilepaskan dari filologi.

Aksara yang tergurat dalam teks naskah kuno ditulis manual dengan menggunakan
tinta pada daun lontar, kulit kayu, maupun bambu. Teks naskah ditulis berdasarkan observasi
kejadian yang ada di sekitar penulis, sehingga jenis aksara yang digunakan juga bergantung
pada suatu wilayah (contoh : Padjajaran – Aksara Sunda). Naskah kuno juga dilengkapi
dengan iluminasi (hiasan artistik untuk menarik hati pembaca dengan mengaitkan kejadian
dan latar belakang penting yang diceritakan dalam surat). Aceh merupakan kerajaan yang
memiliki iluminasi terindah, ketika sang Sultan memberikannya kepada raja Inggris
sepanjang 1 meter.

Pemakaian aksara naskah dan teks merupakan bukti konkret bahwa bahasa dan tulisan
yang berkembang di nusantara adalah leburan dari berbagai budaya daerah yang bernilai
historis dan artistik. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia
sebagai garda pelestarian kebudayaan tulisan diharapkan tidak hanya merawat dan
mengoleksi naskah kuno yang bertebaran dari Sabang – Merauke, tetapi mereka harus
memikirkan langkah alternatif lainnya agar budaya aksara yang ada di Nusantara tidak
mengalami kepunahan.

Nabilla Andini Putri, XI MIPA 1

Anda mungkin juga menyukai