Anda di halaman 1dari 6

Vol. 2 No.

2 Tahun 2020 halaman 11-16


Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

Nilai Estetika Pada Shodou Khususnya Pada Gaya Sousho


Berkaitan Dengan Teori Wabi-Sabi Dan Teori Zen

Vyas Chairul Fazri 1), Budi Rukhyana,1) dan Helen Susanti1*)

1)
Universitas Pakuan, Bogor, Indonesia
*)
Surel Korespondensi: Helen_sst@yahoo.com

Kronologi naskah
Diterima: 3 Desember 2019; Direvisi: 2 Juni 2020; Disetujui: 20 Agustus 2020

ABSTRAK: Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa bagaimanakah nilai-nilai estetika yang
terdapat dalam shodou khususnya pada gaya sousho berdasarkan teori estetika wabi-sabi dan
teori estetika Zen. Pengumpulan data dilakukan dengan metode deskriptif analitis, yaitu
melalui studi kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan data-data yang relevan terhadap
penelitian dan kemudian dianalisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam shodou
terkandung nilai-nilai estetika wabi-sabi dan nilai-nilai estetika Zen. Nilai estetika wabi-sabi
ditunjukkan melalui ciri-ciri kesederhanaan, asimetris, dan ketidaksempurnaan. Sedangkan
nilai estetika Zen ditunjukkan melalui ketenangan, konsentrasi, dan kedisiplinan.

Kata kunci: Shodou, Gaya Sousho, Nilai Estetika, Wabi-Sabi, Zen.

ABSTRACT: The objective of this undergraduate thesis is to analyze the aesthetic values on
shodou especially on sousho style which based on wabi-sabi aesthetic theory and Zen aesthetic
theory. This undergraduate thesis is using analytical descriptive method based on literature
approach to collect, describe and analyze relevant data to the objective. Conclusion of the
analysis shows that in shodou contains wabi sabi aesthetic values and Zen aesthetic values.
Wabi-sabi aesthetic values represent the beauty of simplicity, asymmetric, and imperfection.
While Zen aesthetic values represent the beauty from tranquility, concentration, and discipline.

Keywords: Shodou, Sousho Style, Aesthetic Value, Wabi-Sabi, Zen

PENDAHULUAN Tao, yang memiliki arti ‘pencarian makna


hidup’.
Kaligrafi Jepang atau yang dikenal dengan Pada zaman Kamakura (1185-1333),
shodou (書道), merupakan salah satu kesenian shodou dipengaruhi oleh pemikiran Zen. Gaya
tradisional Jepang yang cukup populer hingga dengan minimnya teknis kaligrafi mulai muncul
saat ini. Secara umum, shodou yang artinya mewakili pemikiran Zen atau yang lebih dikenal
‘cara menulis’, adalah tulisan artistik yang dengan istilah bokuseki (墨跡) yang juga berarti
menggunakan huruf Jepang, yakni kanji (漢字) ‘lukisan tinta abstrak’. Biksu Zen seperti Shunjo
dan kana (仮名). Akan tetapi, menurut Norio (1166-1227) yang belajar di Tiongkok, dan buku
Nagayama (2012: 5), kata shodou yang catatan yang ia bawa bersamanya pada saat itu
umumnya diterjemahkan sebagai ‘seni kaligrafi’, dianggap sangat berpengaruh bagi karayou (唐
terdiri dari dua huruf kanji, yaitu sho (書) yang 様 ) atau gaya khas Tiongkok, dengan
berarti ‘seni menulis’, dan dou (道) yang berarti mengekspresikan gaya kaisho (楷書) secara

11
Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 halaman 11-16
Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

jelas (Nakata, 1973: 153). Biksu lain yang juga ahli kaligrafi yang sudah mahir dalam gaya
berpengaruh pada zaman ini adalah Rankei kaisho dan gyousho.
Doryuu (1213-1278), yang telah mendirikan Shozo Sato (2013: 21) mengemukakan
kuil Kenchou ( 建 長 寺 ) di Kamakura, tentang gaya sousho dalam bukunya yang
Perfektur Kanagawa, dimana banyak dari karya- berjudul Shodo. Menulis shodou dengan gaya
karyanya telah diawetkan di sana. sousho membutuhkan ketenangan dan
Terdapat juga pada karya-karya Musou konsentrasi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu,
Soseki (1275-1351), yang menulis dalam gaya konsep wabi-sabi dan prinsip ajaran Zen sangat
sousho ( 草 書 ), dan Shuho Myoucho (lebih diperlukan sebagai landasan dalam proses
dikenal sebagai Daito Kokushi) (1282-1338), pembuatan shodou yang bergaya sousho ini,
pendiri kuil Daitoku ( 大 徳 寺 ) di Kyoto, karena dalam pembuatannya, terkandung nilai-
nilai estetika Jepang.
Perfektur Kyoto. Dalam hal wayou (和様) atau
Penelitian ini ingin mengungkapkan
gaya khas Jepang, karya-karya Fujiwara no
bagaimana hubungan antara shodou dengan
Shunzei (1114- 1204) dan Fujiwara no Teika
nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam
(1162-1241) dianggap sebagai contoh yang luar
teori estetika wabi-sabi dan filosofi Zen,
biasa dari zaman Heian (794-1185) akhir dan
bagaimana cara menikmati dan juga
zaman Kamakura awal (Nakata, 1973: 166)
mengapresiasi keindahan karya shodou yang
Hal ini berbeda dari kaligrafi normal.
bergaya sousho bagi masyarakat umum, serta
Landasan bentuk kaligrafi ini sangat
mengungkapkan ciri-ciri nilai estetika Jepang
mengutamakan prinsip-prinsip Buddhisme Zen,
yang terdapat pada shodou yang bergaya sousho.
berfokus pada semangat dan melihat melebihi
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
wujud fisiknya. Untuk menulis bokuseki dengan
mendeskripsikan sedemikian rupa hubungan
penguasaan, seseorang harus mengosongkan
shoudou dengan nilai estetika yang ada dalam
pikiran dan membiarkan setiap kata mengalir
wabi-sabi dan zen, cara menikmati dan
keluar dari dalam diri. Keadaan pikiran seperti
mengapresiasinya serta mendeskripsikan ciri
ini disebut mushin ( 無 心 ) yang berarti nilai estetika yang terdapat pada shoudou
‘mengosongkan pikiran’, yang diungkapkan bergaya sousho.
oleh filsuf Jepang, Nishida Kitaro (1870-1945).
Serta lebih menekankan koneksi spiritual
HASIL PENELITIAN
daripada fisik. Meski berbeda, bokuseki juga
Secara umum wabi-sabi adalah sebuah
dapat dijadikan sebagai acuan untuk menulis
konsep estetika Jepang yang digambarkan
shodou.
dengan keindahan yang tidak sempurna, tidak
Shodou telah berkembang dan kini
kekal, dan tidak lengkap. Pada dasarnya, wabi-
diajarkan sebagai subjek yang diperlukan pada
sabi terdiri dari dua kata yang berbeda, wabi dan
sekolah dasar di Jepang. Menurut sejarahnya,
shodou memiliki lima gaya penulisan. Akan sabi. Istilah wabi berasal dari kata wabu (侘ぶ)
tetapi, shodou saat ini hanya memiliki tiga gaya yang berarti ‘merana’, dan kata sifat wabishii
tulisan yang digunakan. Ketiga gaya tulisan ( 侘 び し い ) yang digunakan untuk
tersebut yaitu kaisho (楷書) yang berarti ‘tulisan menggambarkan perasaan kesepian, kesedihan,
yang benar’ (balok), gyousho ( 行 書 ) yang dan kemalangan. Namun, konotasi yang sangat
negatif ini digunakan dalam cara yang jauh lebih
berarti ‘tulisan berjalan’ (semi-kursif), dan
positif oleh sastrawan pada zaman Kamakura
sousho ( 草 書 ) yang berarti ‘tulisan rumput’
dan zaman Muromachi (1336–1573) untuk
(kursif). Berdasarkan tingkat kesulitannya, mengungkapkan kehidupan yang terbebas dari
kaisho adalah yang paling mudah, karena bentuk dunia jasmani (Juniper, 2003: 48-49).
hurufnya yang persis seperti aslinya. Sedangkan Sebenarnya, istilah wabi sendiri memiliki
yang paling sulit adalah sousho. Karena dari cara banyak arti, seperti yang tertera dalam Kōjien,
penulisannya, para seniman shodou hampir wabi adalah ‘sesuatu yang menyedihkan’,
sama sekali tidak mengangkat kuasnya, dan bisa sedangkan arti lainnya adalah ‘menikmati
dikatakan hanya memiliki satu goresan, serta kehidupan di tempat yang tenang’ (Shinmura,
bentuk hurufnya yang terlihat sangat sederhana 1991: 2763). Pengertian pertama mengacu pada
sehingga sulit untuk dibaca maupun dipahami. kesengsaraan, sedangkan pengertian kedua
Gaya sousho ini biasanya dilakukan oleh para

12
Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 halaman 11-16
Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

lebih mengacu pada ketenangan dan Zen. Perbedaannya dengan shodou yakni pada
kesederhanaan. penulisannya, shodou dibuat dengan goresan-
Selanjutnya, kata sabi (寂び) dalam segi goresan yang membentuk huruf yang mewakili
sastra, salah satunya pertama kali telah kata-kata, sedangkan bokuseki kebanyakan
dicetuskan oleh penyair Fujiwara no Toshinari dibuat dengan goresan-goresan abstrak. Bentuk
(lebih dikenal sebagai Fujiwara no Shunzei), abstrak ini menunjukkan keadaan murni pikiran
yang menggunakannya untuk menyampaikan penulisnya, tujuannya adalah untuk
rasa kesedihan, yang digambarkan seperti merefleksikan pemikiran penulis dalam
alang-alang yang menjadi layu karena pencapaian Zen pada tindakan fisik yang
kedinginan (Juniper, 2003: 49). Maksud dari spontan dan artistik. Peranan Zen dalam
gambaran tersebut adalah sabi merujuk pada bokuseki ini tidak jauh berbeda dengan yang
rasa kesepian dan berlalunya waktu. Sabi juga diterapkan pada shodou. Zen dalam shodou dan
memiliki banyak arti seperti halnya wabi, bokuseki sama-sama menekankan hal-hal
seperti yang terdapat dalam Kōjien, sabi dapat spiritual yang bertujuan untuk mendapatkan
diartikan sebagai tenang, sepi, tentram. ketenangan, ketentraman, kedisiplinan, dan
Pengertian lainnya adalah sesuatu yang konsentrasi.
cenderung terlihat tua (Shinmura, 1991: 1046). Dalam kesenian Jepang, wabi-sabi
Wabi-sabi juga sangat terikat dengan terwujud dalam bentuk kesederhanaan,
filosofi Zen yang memiliki peranan penting asimetris dan tidak sempurna. Sedangkan
dalam proses membuat shodou. Oleh karena itu, prinsip ajaran Zen diwujudkan dalam bentuk
estetika wabi-sabi dapat dicerminkan oleh suatu pemikiran yang biasanya terdapat dalam proses
karya shodou. Karena jika diartikan secara pembentukan suatu kesenian. Perwujudan ini
sederhana, konsep wabi-sabi memiliki nilai-nilai mencakup ketenangan, konsentrasi, dan
kesederhanaan, ketenangan, keanggunan, dan kedisiplinan. Sebagai salah satu bentuk
ketidaksempurnaan, dimana hal ini banyak kesenian Jepang, shodou memiliki semua unsur-
tercermin pada shodou yang bergaya sousho. unsur tersebut dalam penerapannya, sehingga
Konsep wabi-sabi sangat diperlukan menjadikannya sebagai suatu kesenian yang
dalam kesenian dan budaya Jepang lainnya. memiliki nilai-nilai estetika dari wabi-sabi dan
Salah satunya adalah untuk memahami budaya juga mengandung konsep ajaran Zen di
upacara minum teh atau chanoyu. Dalam dalamnya.
chanoyu, terdapat shodou yang merupakan salah Gaya tulisan dalam shoudou saat ini
satu komponen penting bersamaan dengan terbagi menjadi tiga gaya. Gaya penulisan
arsitektur, tata ruang, lukisan, keramik, ikebana, tersebut yaitu kaisho (楷書) yang berarti ‘tulisan
serta prinsip ajaran Buddhisme Zen pada yang benar’ (balok), gyousho ( 行 書 ) yang
penerapannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat berarti ‘tulisan berjalan’ (semi-kursif), dan
dikatakan bahwa terdapat banyak keterikatan sousho ( 草 書 ) yang berarti ‘tulisan rumput’
antara kesenian dan budaya Jepang satu dengan (kursif). Untuk gaya sousho yang dibuat oleh
yang lainnya, dan banyak di antaranya orang awam mungkin akan menyerupai garis
dilandaskan oleh konsep wabi sabi dan juga acak yang dibentuk oleh anak kecil yang
prinsip ajaran Zen. Seperti yang diungkapkan bersemangat. Hal ini juga akan terlihat mudah
Andrew Juniper (2003: 2), bahwa kesenian untuk menulisnya. Namun sebenarnya untuk
Jepang ditanamkan jiwa wabi-sabi, dan juga menulis gaya sousho ini memerlukan
Richard R. Powell (2004: 6) yang mengatakan pengetahuan agar menjadi terampil dan mampu
bahwa wabi-sabi terkadang diklaim sebagai menggunakan ujung kuas untuk menciptakan
jantung dari budaya Jepang. Penjelasan ini keharmonisan. Gaya sousho merupakan
menunjukkan bahwa wabi-sabi memiliki kaligrafi yang kuat dan artistik, seorang penulis
peranan penting dalam berbagai aspek kesenian sousho tidak hanya mengabdikan dirinya untuk
dan budaya Jepang. belajar menguasainya dengan rajin bertahun-
Di sisi lain, peranan Zen dalam kaligrafi tahun, tetapi juga harus menguasai gaya kaisho
Jepang tercermin pada bokuseki atau yang sering dan gyousho terlebih dahulu. Dengan begitu,
disebut sebagai kaligrafi Zen. Bokuseki energi yang mengalir dalam setiap goresan dan
merupakan sebuah bentuk lain dari shodou yang garis akan menjadi masuk akal.
sangat menekankan prinsip ajaran Buddhisme

13
Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 halaman 11-16
Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

Sousho yang baik ditulis tanpa jeda menghasilkan ilusi renmentai pada ruang
dengan perubahan irama. Akan tetapi, jeda kosong antar garis. Hal ini mirip dengan menari,
tersebut terkadang diperlukan secara intuitif dimana gerakan tarian dan irama merupakan
sebagai aksen atau gaya pribadi. Penulis pengembangan dari sebuah bentuk. Secara alami,
menggabungkannya dengan irama yang renmentai adalah hal yang sangat penting dalam
terbentuk dari pikirannya dan menghilangkan gaya dunia shodou.
dirinya dalam jiwanya. Selain itu, pikiran Sousho memiliki karakteristik yang unik
penulis perlu mendahulukan dari apa yang akan dalam penulisannya. Seperti yang sudah
kuas ciptakan. Jika ada keraguan, maka hasil dijelaskan sebelumnya, gaya penulisan sousho
akhirnya akan terlihat tidak alami dan terpaksa. terlihat acak dan abstrak. Untuk dapat membaca
Untuk alasan ini, sousho harus dibuat dari awal dan juga menulisnya, dibutuhkan pengetahuan
sampai akhir tanpa adanya gangguan. yang luas tentang shodou beserta huruf kanji
Gaya penulisan sousho mungkin terlihat bagi yang sudah mengenal kanji dengan baik.
acak dan abstrak, namun sebenarnya jelas gaya Namun, bagi masyarakat umum, terdapat ciri-
sousho memiliki aturan dalam penulisannya. ciri tulisan untuk dapat mengetahui gaya sousho
Pada dasarnya, kanji yang memiliki bushu (部 pada suatu karya shodou. Berikut ini merupakan
首 ) atau radikal di bagian kiri akan beberapa ciri-ciri tulisan pada suatu karya
disederhanakan dan penulis akan lebih shodou yang bergaya sousho:
menekankan bushu bagian kanan. Dikarenakan
rumitnya tulisan huruf kanji, ada panduan untuk 1. Bentuk garis terlihat acak dan abstrak yang
menyederhanakan bushu dan komponennya. merupakan dampak dari penyederhanaan
Bahkan kesalahan kecil dapat menyebabkan bentuk dan teknik kecepatan dalam
pembaca mengarah pada kanji yang berbeda, penulisannya. • Bentuk karakter yang sangat
dan kemudian pembaca menjadi salah sederhana. Jika itu adalah karakter kanji,
mengartikan. Dan lagi, karena kaligrafi adalah maka terkadang akan terlihat seperti
seni, beberapa bentuk garis ditonjolkan dengan hiragana.
memperbesar goresan dan beberapa bentuk 2. Berapa pun jumlah goresan pada suatu
garis lainnya menjadi sangat disederhanakan, karakter kanji akan menjadi sangat minim,
hal inilah yang membuat membaca sousho yaitu hanya terdapat 1 sampai 3 goresan saja.
menjadi sangat menantang. Menulis dengan 3. Banyak terdapat garis semu di akhir goresan
gaya sousho membutuhkan konsentrasi penuh yang membuat garis-garis seolah-olah
dan fokus. Sedangkan membaca shodou dengan saling tersambung satu sama lain.
gaya sousho memerlukan pengetahuan yang luas 4. Bentuk garis banyak yang bergelombang
dari penulisan karakter kanji. dan melengkung dikarenakan bentuk
Berikut ini merupakan aturan yang karakter yang disederhanakan.
berlaku pada sousho, yakni tidak mengangkat 5. Terdapat ketebalan garis yang berbeda-beda
ujung kuas terlalu sering agar goresan tetap yang merupakan dampak dari teknik
tersambung sehingga menghasilkan jumlah kecepatan dalam penulisannya.
goresan yang minim saat menulis karakter,
bahkan sebisa mungkin mendapatkan satu Saat ini, gaya sousho dikenal sebagai gaya
goresan saja dengan cara menyederhanakan dengan goresan yang dieksekusi dengan cepat,
karakter dengan menggabungkan atau atau sebagai tulisan yang muncul begitu saja dari
menghilangkan beberapa goresan tertentu. pikiran penulis saat dalam keadaan mushin. Dan
Penggabungan karakter ini disebut renmentai juga sebagai gaya dengan tulisan yang
(連綿体) yang berarti ‘garis yang tak terputus’, cenderung melengkung dan menyederhanakan
namun tidak selalu menunjukkan bahwa garis struktur karakter aslinya.
tersebut harus terhubung secara fisik. Bagi masyarakat umum, tentu tidak
Sambungan tersebut dapat berupa sugestif, mudah untuk benar-benar dapat menikmati
dimana pembaca hampir dapat melihat garis, sebuah karya shodou yang bergaya sousho.
namun kenyataannya tidak ada. Penulis Bahkan, pembaca yang sudah mengenal kanji
menulisnya dengan cara ketika mengangkat pun mungkin akan sulit untuk mengetahui
kuas, penulis seperti menulis garis di udara, dan karakter yang dimaksud, karena bentuknya yang
ketika ujung kuas kembali ke permukaan kertas, sangat sederhana. Untuk itu, biasanya penulis

14
Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 halaman 11-16
Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

mencantumkan deskripsi karyanya untuk yang bergaya sousho yakni hanya meliputi
menunjukkan kanji yang dimaksud. Namun, fukinsei, kanso, yuugen, datsuzoku, dan seijaku.
jika tidak ada deskripsi pada suatu karya, maka duniawi’, dan seijaku ( 静 寂 ) yang
pembaca dapat melihat urutan goresannya, itu berarti ‘ketenangan’. Namun, ciri-ciri
pun jika pembaca sudah mengenal kanji dengan keindahan Jepang yang terdapat pada shodou
baik. Karena setiap karakter kanji atau bahkan yang bergaya sousho yakni hanya meliputi
kana ditulis berdasarkan urutan goresan dan fukinsei, kanso, yuugen, datsuzoku, dan seijaku.
sebuah karakter dapat diketahui atau dikenali Karakteristik fukinsei yang terdapat pada
dengan melihat urutan goresan dalam gaya sousho dapat dilihat pada bentuk tulisan
penulisannya. Dengan menelusuri urutan sousho yang asimetris. Bentuk yang asimetris ini
goresannya tersebut, pembaca mungkin akan merupakan salah satu karakteristik ajaran Zen
merasakan maksud dan tujuan beserta perasaan dan juga konsep wabi-sabi. Dari segi bentuk,
penulis ketika penulis dalam proses membuat asimetris berarti bentuk yang tidak sama, tidak
karyanya tersebut. lurus, tidak rata, dan atau tidak seimbang yang
Kemudian bagi pembaca yang belum dengan kata lain merupakan bentuk yang apa
mengenal kanji atau bahkan tidak adanya. Asimetris juga merupakan komposisi
mengetahuinya sama sekali, shodou dengan informal dalam shodou yang terdapat dalam
gaya sousho ini bisa dianggap seperti suatu gaya sousho yang memang merupakan gaya
karya lukis. Dapat diasumsi seperti itu informal dalam shodou.
dikarenakan memang gaya sousho memiliki Hisamatsu menjelaskan bahwa kanso
bentuk yang acak dan abstrak seperti halnya bukan berarti kesederhanaan yang bernuansa
sebuah lukisan abstrak. Tidak seperti gaya melarat, melainkan kesederhanaan dalam
kaisho dan gyousho yang masih memiliki bentuk konteks berhemat. Nilai tertinggi dari suatu
suatu karakter sehingga pembaca akan terfokus kesederhanaan menurutnya adalah sesuatu yang
pada apa arti dan maksud dari karakter tersebut. dapat mewakili atau mencerminkan sifat dari
Pembaca dapat mengapresiasi karya shodou suatu bentuk secara utuh yang diekspresikan
yang bergaya sousho dengan melihat setiap melalui garis, warna yang tidak mencolok, atau
garis yang memiliki bentuk yang berbeda-beda, unsur lainnya. Ini dapat dilihat pada gaya
seperti garis yang terlihat semu, percikan tinta sousho yang mencerminkan suatu karakter yang
di sekeliling garis, lengkungan-lengkungan garis disederhanakan dan pada dasarnya memang
yang tampak anggun, serta kekuatan tekanan menggunakan satu warna, misalnya pada shodou
goresan yang menghasilkan tebal tipisnya garis. sendiri yang menggunakan tinta hitam.
Ketika pembaca telah memahami bentuk-bentuk Karakteristik yuugen dalam seni
garis ini secara seksama, secara sugestif tercermin pada goresan yang pudar untuk
pembaca mungkin akan merasakan suatu mengekspresikan suatu objek secara simbolis.
hubungan terhadap penulis karya tersebut. Pada gaya sousho tercermin dalam renmentai,
Dengan begitu, akan timbul suatu esensi yang yaitu suatu sambungan yang terlihat seperti
berbeda yang tidak didapatkan pada suatu karya adanya garis, namun kenyataannya tidak ada.
lukis. Perasaan yang terhubung antara pembaca Dengan goresan kuas, maka akan menghasilkan
dengan penulis shodou merupakan suatu makna yang ingin disampaikan menjadi tersirat
karakteristik yang unik dalam shodou. pada hasil akhir sebuah karya. Dalam unsur yang
Hisamatsu Shin’ichi (1982:21) tidak tersirat atau tidak ternyatakan dalam suatu
menerangkan ciri-ciri nilai keindahan Jepang karya, Hisamatsu mengatakan dalam hal itu
dalam tujuh karakteristik, yaitu fukinsei (不均 terletak kualitas yuugen, yaitu mengandung
斉) yang berarti ‘asimetris’, kanso (簡素) yang makna yang dalam. Ini juga dapat dilihat dalam
berarti ‘kesederhanaan’, shizen ( 自 然 ) yang bentuk karakter pada gaya sousho yang
berarti ‘alami’, kokou ( 枯 槁 ) yang berarti merupakan bentuk karakter baku yang
disederhanaka.
‘menjadi layu’, yuugen ( 幽 玄 ) yang berarti
Kemudian karakteristik datsuzoku yang
‘kedalaman makna’, datsuzoku ( 脱 俗 ) yang menekankan suatu kebebasan yang tidak terikat
berarti ‘kebebasan duniawi’, dan seijaku (静寂) dalam berpikir dan bertindak. Datsuzoku dalam
yang berarti ‘ketenangan’. Namun, ciri-ciri suatu kesenian adalah suatu karya seni yang
keindahan Jepang yang terdapat pada shodou diciptakan melalui kebebasan dalam

15
Vol. 2 No. 2 Tahun 2020 halaman 11-16
Idea Sastra Jepang e_ISSN: 2657-1757
//https://journal.unpak.ac.id/index.php/Idea

mengekspresikan bentuk dan tatanan unsur- Untuk mengetahui karakter kanji pada suatu
unsur seni, termasuk kebebasan atau keberanian karya shodou dengan gaya sousho, pembaca
berekspresi. Hal ini tercermin pada gaya sousho dapat menelusuri urutan goresannya. Ini berlaku
yang gaya penulisannya juga dapat dikatakan bagi pembaca yang sudah mengenal kanji
sebagai hasil personalisasi dari penulis. dengan baik. Sedangkan bagi masyarakat umum,
Yang terakhir adalah seijaku, yang juga gaya sousho dapat dianggap seperti lukisan
dapat diartikan sebagai ‘tidak terganggu’. Pada abstrak karena bentuk tulisan pada gaya ini
gaya sousho, karakteristik seijaku ini tercermin memiliki bentuk karakter yang acak dan abstrak.
pada proses pembuatannya, yakni pada saat Jepang memiliki ciri-ciri nilai keindahan
penulis dalam keadaan mushin, dan juga tidak yang diterangkan dalam tujuh katakteristik
adanya gangguan pada saat penulis berdasarkan teori estetika Zen. Ketujuh
mengaplikasikannya di atas kertas. Dan karena karakteristik tersebut yakni fukinsei (asimetris),
menulis dengan gaya sousho membutuhkan kanso (kesederhanaan), shizen (alami), kokou
konsentrasi penuh dan focus. (menjadi layu), yuugen (kedalaman makna),
datsuzoku (kebebasan duniawi), dan seijaku
SIMPULAN (ketenangan). Dari ketujuh karakteristik tersebut,
Dalam shodou, nilai-nilai estetika wabi- lima di antaranya terdapat pada shodou yang
sabi tercermin pada hasil akhir sebuah karya bergaya sousho, yakni fukinsei, kanso, yuugen,
shodou. Nilai-nilai estetika tersebut meliputi datsuzoku, dan seijaku. Kelima karakteristik
bentuk kesederhanaan, asimetris dan tidak tersebut membuktikan bahwa gaya sousho
sempurna. Sedangkan prinsip ajaran Zen memiliki ciri-ciri nilai estetika Jepang.
tercermin pada proses pembuatannya, dari
mulai mempersiapkan alat-alat sampai pada saat REFERENSI
mengeksekusi tinta di atas kertas. Nilai-nilai Izuru, Shinmura. 1991. Koujien. Tokyo:
dari prinsip ajaran Zen yakni meliputi Iwanami Shoten. Kushartanti, Untung
ketenangan, konsentrasi, dan kedisiplinan. Nilai- Yuwono, dan Multamia RMT Lauder.
nilai estetika dari wabi-sabi dan Zen menjadikan (peny.). 2005. Pesona.
shodou sebagai salah satu kesenian Jepang yang Juniper, Andrew. 2003. Wabi Sabi: The
memiliki karakteristik yang khas dan unik. Japanese Art of Impermanence. Tokyo,
Shodou memiliki tiga gaya penulisan Rutland, Vermont, Singapore: Tuttle
yang umum digunakan saat ini. Ketiga gaya Publishing.
tersebut adalah kaisho (balok), gyousho (semi- Nagayama, Norio. 2015. Shodo: The way of
kursif), dan sousho (kursif). Dalam prakteknya calligraphy. Itali: Digital Index Publisher.
gaya penulisan sousho, adalah gaya penulisan Nakata, Yujiro. 1973. The Art of Japanese
yang paling sulit gaya penulisan ini memiliki Calligraphy. New York: Weatherhill.
bentuk karakter yang sangat sederhana dan jauh Powell, Richard R. 2004. Wabi Sabi Simple:
berbeda dari karakter aslinya. Jumlah Create Beauty, Value Imperfection, Live
goresannya pun sangat minim, yakni hanya Deeply. Avon, Massachusetts: Adams
terdapat satu sampai tiga goresan saja dalam Media.
penulisannya sehingga sangat sulit untuk Sato, Shozo. 2013. Shodo: The Quiet Art of
membaca maupun memahami karakter yang ada Japanese Zen Calligraphy. Tokyo,
ada gaya penulisan ini. Gaya penulisan sousho Rutland, Vermont, Singapore: Tuttle
lebih menekankan teknik penulisannya dan juga Publishing.
memiliki makna yang dalam pada setiap Shinichi, Hisamatsu. 1982. Zen and the Fine
karakter yang ditulis. Arts. Tokyo: Kodansha.
Menulis dengan gaya sousho
membutuhkan konsentrasi penuh dan fokus,
serta melakukan meditasi sebelum menulisnya
juga sangat diperlukan. Sedangkan membaca
shodou dengan gaya sousho memerlukan
pengetahuan yang luas tentang karakter kanji.
Membaca dan memahami gaya sousho adalah
hal yang sangat menantang bagi pembaca.

16

Anda mungkin juga menyukai