Anda di halaman 1dari 2

Nama : Sekar Ayu Diyah Lestari

NPM : 2106707630
Mata Kuliah : MPK Agama Islam
Kelas : MIPA 15
Dosen Pengampu : Muhammad Yusuf, M.Si.

Resume Agama Dinamika Perkembangan dan Pemikiran Sejarah Islam


oleh Dr. Abdul Moqsith Ghazali

Memahami Pemikiran Islam

Al-Quran adalah kalam Allah, firman Allah yang hadir dalam bentuk huruf dan aksara.
Untuk memahami firman-firman Allah dalam Al-Quran, dibutuhkan pendamping as-
sunnah (hadits-hadits) yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadits dibutuhkan
untuk menjelaskan lebih dalam ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang bersifat global atau
tidak rinci, seperti tidak tata cara shalat, zakat, dll. Untuk memahami peristiwa dan
pemikiran sejarah dalam dinamika perkembangan Islam yang kita dapat dari Al Quran
dan hadits-hadits, kita perlu mempraktikkan tiga hal: menggambarkan fakta peristiwa
atau pemikiran sejarah, menggambarkan apa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa
sejarah (konteks atau latar belakang sejarah), dan mengkontekstualisasikannya
berdasarkan konteks.

Halal dan Haram

Ada 2 kaidah penetapan halal dan haram, yaitu kaidah ibadah dan kaidah muamalah.
Berdasarkan kaidah ibadah, semua hal yang tidak ada di Al-Qur’an dan hadis dikatakan
haram, kecuali ada dalil yang mengatakan halal. Sementara itu, berdasarkan kaidah
muamalah, segala sesuatu bersifat halal, kecuali ada dalil yang mengatakan haram.

Negara adalah contoh konkret suatu hal yang tidak ada dalil penjelasan halal atau
haramnya. Tidak ada dalil yang memerintahkan pembuatan negara yang notabene
membelah sesama umat muslim. Dengan demikian, apakah negara haram? Sesuatu yang
tidak ada dalilnya seperti negara ini hukumnya syar’i, apalagi kalau ada aturan-aturan
yang mendatangkan kemaslahatan umat di dalam konsep negara itu sendiri.

Meski begitu, ketika kita berbicara tentang halal dan haramnya suatu makanan yang
tidak diatur langsung dalam Al Quran dan as-sunnah, penentuannya akan sangat
berbeda dengan konsep negara. Hal ini dikarenakan sudah adanya patokan mengenai
makanann dan minuman yang sifatnya halal ataupun haram dalam Al Quran dan hadits.
Contohnya, lele. Berbeda dengan babi yang secara jelas diharamkan dalam Al Quran,
lele tidak disebutkan dalam Al Quran ataupun hadits-hadits karena di Timur Tengah
saat itu tidak ada lele. Untuk itu, haram atau halalnya lele kemudian dapat diukur oleh
para ulama melalui ijtihad.

Ijtihad merupakan pendapat dari para ulama sehingga wajar sekali apabila terjadi
perdebatan atau perbedaan pendapat antara satu ulama dengan lainnya. Meski begitu,
hal-hal mengenai pokok ilmu agama seperti pelaksanaan ibadah (wajibnya pelaksanaan
salat dsb.) tidak boleh diperselisihkan melalui ijtihad. Hal ini disepakati bersama oleh
seluruh umat Islam.

Sesi Tanya-Jawab

Asep Abdurahman bertanya, “Ada beberapa amalan yang merupakan tradisi, bukan
amalan Islam, seperti jenggot dan gamis. Bagaimana kita menyikapi golongan orang
yang menganggap budaya Arab itu sebagai syariat dengan golongan yang tidak setuju?”

Kita harus bisa membedakan mana yang merupakan syariat dan mana yang merupakan
budaya. Contohnya, orang yang memukul beduk sebelum adzan. Memukul beduk
bukanlah syariat, melainkan budaya. Dalam hal ini, adzanlah yang merupakan syariat.
Selain itu, kita juga bisa melihat perbedaan syariat dan budaya ini lewat cara
berpakaian. Menutup aurat bersifat syariat, sementara memakai sarung merupakan
budaya. Untuk menyikapi hal ini, kita tidak bisa hanya bertumpu pada kerangka legal
formal, tetapi harus mempertimbangan etika moral yang ada sehingga dapat
membedakan mana yang pantas atau tidak pantas untuk dipakai atau dilakukan.

Sumber:

Universitas Indonesia. (2021). Kajian Islam Masjid Ukhuwah Islamiah Universitas


Indonesia Part 2. YouTube. Retrieved October 16, 2021, from
https://youtu.be/1x60W_hfXx0.

Anda mungkin juga menyukai