Anda di halaman 1dari 121

Materi Ajar

MATA PELAJARAN GEOGRAFI


KELAS/SEMESTER : XII/I

INTERAKSI KERUANGAN
DESA KOTA

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)


SM3T UNP ANGKATAN V
2017
PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

335
MATERI POKOK
INTERAKSI KERUANGAN DESA DAN KOTA

Satuan Pendidikan : SMA


Mata Pelajaran : Geografi
Kelas / Semester : XII / I
Alokasi Waktu : 17 PT (2 x 45’)

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif,
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan.

B. Kompetensi Dasar :
3.2 Menganalisis struktur keruangan desa dan kota, interaksi desa dan
kota, serta kaitannya dengan usaha pemerataan pembangunan
4.2 Membuat makalah tentang usaha pemerataan pembangunan di desa
dan kota yang dilengkapi dengan peta, bagan, tabel, grafik, dan / atau
diagram

C. Indikator

1. Mengidentifikasi ciri-ciri desa


2. Mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk desa
3. Menjelaskan sejarah, istilah dan perkembangan desa

336
4. Mengklasifikan potensi desa
5. Mengidentifikasi tipe desa
6. Menganalisis potensi desa
7. Mengidentifikasi tingkat perkembangan desa
8. Mengidentifikasi ciri-ciri kota
9. Menjelaskan pengertian kota
10. Menjelaskan sejarah pertumbuhan kota
11. Menjelaskan tahap-tahap perkembangan kota
12. Menganalisis bentuk dan pola pedesaan
13. Menganalisis struktur keruangan kota
14. Menjelaskan fungsi desa dan kota
15. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi interaksi wilayah
16. Menghitung kekuatan interaksi desa kota berdasarkan teori
17. Menganalisis Dampak pembangunan kota terhadap desa dan kota
18. Mengidentifikasi penyebab terjadinya urbanisasi
19. Menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan terhadap dampak urbanisasi
20. Mengidentifikasi usaha-usaha dalam rangka pemerataan pembangunan
desa dan kota oleh pemerintah di Indonesia

337
INTERAKSI KERUANGAN DESA DAN KOTA

A. STRUKTUR KERUANGAN SERTA PERKEMBANGAN DESA DAN


KOTA
1. Struktur Keruangan Serta Perkembangan Desa
a. Ciri-ciri Desa

Gambar 1: Daerah desa Maninjau Gambar 2: Daerah desa NagariTuaPariangan


Sumber: WordPress.com Sumber: Liputan6 Lifestyle

Gambar 3: Desa Silungkang(Sawahlunto) Gambar 4: Desa Ranah Kayu Ambun


Sumber: s683.photobucket.com Sumber: WordPress.com

1) Menurut Paul H. Landis


a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal
antara ribuan jiwa
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap
kebiasaan
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum
yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan, alam,
kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan
d) Sistem kehidupannya berkelompok

338
e) Termasuk kedalam masyarakat homogen dalam hal mata
pencaharian, agama, adat-istiadat
f) Homogenitas Sosial
g) Hubungan primer
h) Kontrol sosial yang ketat
i) Gotong-royong
j) Ikatan sosial
k) Magis religious
Sumber: modul masyarakat perdesaan dan perkotaan, google.com
2) Menurut Roucek & Warren ( 1963 : 78 ) ciri-ciri desa adalah:
a) Mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal (mata
pencaharian , nilai– nilai dalam kebudayaan , serta dalam sikap
dan tingkah laku).
b) Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai
unit ekonomi . Artinya semua anggota turut bersama - sama
terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, dan juga sangat
ditentukan oleh kelompok primer, yakni dalam memecahkan
suatu masalah, keluarga cukup memainkan peranan dalam
pengambilkan keputusan final.
c) Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada
(misalnya keterkaitan anggota masyarakat dengan tanah atau
desa kelahirannya).
d) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet
daripada di kota , serta jumlah anak yang ada dalam anggota
keluarga inti lebih besar atau banyak.
3) Menurut Talcot Parsons :
a) Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta,
kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

339
b) Orientasi kolektif, sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak
suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
c) Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja. (Lawannya Universalisme)
d) Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan
suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya
prestasi).
e) Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk
menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson)
dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa
pengaruh dari luar.
Sumber: http://dee-jieta.blogspot.com/2011/03/ciri-ciri-desa-menurut-
para-ahli.html
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut ciri-ciri desa dapat
disimpulkan, yaitu:
1) Interaksi antar manusia yang sangat kuat
2) Memiliki pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan dan perasaan
3) Keluarga di desa-desa merupakan satu unit sosial dan unit kerja
4) Mata pencaharian penduduknya bersifat agraris yang sangat
dipengaruhi oleh kegiatan alam, seperti iklim dan kekayaaan alam
5) Pekerjaan-pekerjaan yang tidak bersifat agraris hanyalah pekerjaan
sambilan
6) Iklim berpengaruh pada kehidupan petani sehingga warga desa banyak
bergantung pada musim
7) Jumlah penduduk desa relatif sedikit

340
8) Proses sosial berjalan lambat
9) Kontrol sosial di dasarkan pada hukum informal

Bedasarkan ciri-ciri desa di atas, maka dapat didefenisikan desa adalah


suatu kesatuan permukiman penduduk yang letaknya diluar kota, yang biasanya
mata pencaharian penduduk bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh keadaan
alam seperti iklim dan tanah, serta mempunyai interaksi antar manusia yang
sangat kuat dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit.
Menurut Sutardjo Kartohadikususmo (1953), seorang ahli sosiologi
mengemukakan bahwa secara administratif desa diartikan seebagai satu kesatuan
hukum dan didalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa
mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto (1983: 11-12), desa adalah suatu hasil perpaduan antara
kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil perpaduan itu adalah
perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial,
ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal balik dengan daerah
lain.
Undang-undang No 6 Tahun 2014 desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyebutan desa di Indonesia berbeda-beda pada setiap daerahnya. Ada
yang menyebutnya "Nagari", seperti di Sumatra Barat, "Gampong" di Nanggroe
Aceh Darussalam, "Lembang" di Sulawesi Selatan, "Kampung" di Kalimantan
Selatan dan Papua, "Negeri" di Maluku. “Kampung” di Banten, “Dusun” di
Yogyakarta, “huta/nagori” di Tapanuli, “temukung” di NTB, “banjar” di bali,
“wanua” di Sulawesi utara, “tiyuh/pekon” di lampung, “marga” di Sumatera
Selatan, “wanus” di Sulawesi Utara.

341
Perbedaan Desa dengan Kelurahan
Tabel 1: Perbedaan Desa dan Kelurahan
Perbedaan Desa Kelurahan
Pemimpin Kepala desa Lurah
Status pemimpin Bukan PNS PNS
Pengangkatan pemimpin Pilkades Ditunjuk Bupati/ Walikota
Masa jabatan Maks 2 periode (@5 tahun) Tidak terbatas hingga pensiun
Sumber dana APBD APBN
Badan perwakilan BPD DK
Sosiologi Kebersamaan Individualis
Mata pencaharian Agraris Agraris

1. Perbedaan Sebutan untuk Pemimpin


Seperti telah disinggung di atas bahwa perbedaan mendasar yang menjadi ciri
desa dan kelurahan terletak pada sebutan untuk pemimpin wilayahnya. Desa
dipimpin oleh kepala desa sedangkan kelurahan dipimpin oleh seorang lurah.
Meski memiliki sebutan yang berbeda, keduanya tetap mempunyai beberapa
kesamaan fungsi.
2. Perbedaan Status Kepegawaian
Perbedaan desa dan kelurahan juga dapat dilihat dari status kepegawaian
perangkat administratif yang mengatur jalannya pemerintahan. Kepala desa
bersama staf yang memimpin desa bukanlah berstatus pegawai negeri (kecuali
sekertaris desa), mereka umumnya bekerja secara swadaya, sedangkan lurah
bersama stafnya umumnya adalah PNS yang digaji oleh APBD kabupaten
kota.
3. Proses Pengangkatan Pemimpin
Proses pengangkatan pemimpin juga menjadi salah satu perbedaan desa dan
kelurahan yang cukup mendasar. Di desa, pemimpin atau kepala desa ditunjuk
melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh setiap warga desa secara
demokratis. Sedangkan di kelurahan, pemimpinnya ditunjuk langsung oleh
walikota atau bupati.
4. Perbedaan Masa Jabatan Pemimpin
Karena ditunjuk oleh masyarakat, masa jabatan kepala desa berdasarkan
undang-undang terbatas hanya dalam 2 periode yang masing-masing lamanya

342
5 tahun. Sedangkan lurah dapat memimpin wilayah kelurahan dalam masa
yang tidak terbatas, tergantung dari keputusan bupati atau walikotanya.
Terbatasnya masa kepemimpinan lurah hanya dibatasi oleh masa pensiunnya
sebagai seorang pegawai negeri sipil, yakni sekitar usia 55 tahun.
5. Perbedaan Sumber Dana Pembangunan
Perbedaan desa dan kelurahan juga dapat ditilik dari asal atau sumber dana
pembangunan yang digunakan. Desa, saat ini memperoleh sumber dana
pembangunan dari APBN melalui adanya dana desa. Sedangkan kelurahan
memperoleh dana pembangunan yang bersumber dari APBD kabupaten/kota
masing-masing.
6. Perbedaan Badan Perwakilan
Desa dan kelurahan juga menerapkan sistem perwakilan sebagai kontrol dari
setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya. Akan tetapi, sebutan
untuk badan perwakilan masing-masing ternyata berbeda. Badan perwakilan
di desa dinamai BPD (Badan Perwakilan Desa) sedangkan badan perwakilan
di kelurahan dinamai DK (Dewan Kelurahan). Baik BPD maupun DK,
keduanya memiliki anggota yang mewakili dusun atau RW.
7. Perbedaan Sosiologi
Kelurahan umumnya berada di wilayah perkotaan hingga wilayah sub-urban.
Secara sosiologi, warga kelurahan umumnya tidak memiliki ikatan batin yang
kuat satu sama lain. Beda halnya dengan warga di pedesaan. Prinsip gotong
royong dan kebersamaan umumnya masih lekat dimiliki masyarakatnya.
8. Perbedaan Kehidupan Masyarakat
Masyarakat desa umumnya mengandalkan sektor agraris seperti pertanian dan
peternakan sebagai mata pencaharian utama yang menopang kehidupan
mereka. Sedangkan masyarakat kelurahan umumnya mengandalkan sektor
non-agraris, seperti menjadi buruh, karyawan, pegawai, pengusaha, dan lain
sebagainya.
Sumber:http://danperbedaan.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-desa-dan-
kelurahan-uu.html

343
Gambar 5: Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
Sumber: Beranda - blogger

Gambar 6: Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan


Sumber: Beranda - blogger

b. Unsur-Unsur Pembentuk Desa


Sebuah desa memiliki unsur pokok, yaitu wilayah, penduduk, dan
perilaku.
1) Wilayah

Gambar 7: Daerah desa Nagari Solok Selatan


Sumber: Indovasi.or.id
Daerah yang dimaksud berupa lahan yang produktif maupun yang
tidak produktif, termasuk penggunaan tanah, letak, luas, batas lahan di
lingkungan setempat. Unsur daerah meliputi lahan di desa, misalnya lahan

344
pekarangan, persawahan, tegalan, dan permukiman. Wilayah atau daerah
merupakan tempat bagi manusia untuk dapat melakukan berbagai
aktivitas, baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Pemilihan daerah atau
wilayah sebagai tempat aktivitas tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti iklim, topografi, keadaan tanah, dan air. Adanya perbedaan
kondisi fisik antarwilayah menyebabkan terjadinya perbedaan
perkembangan wiayah. Contohnya, daerah yang relatif datar dan terletak
di dekat daerah perkotaan akan berkembang lebih cepat daripada daerah
pegunungan yang jauh dari perkotaan

Sesuai dengan Permendagri No. 27 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat (10) adalah
proses pelaksanaan penetapan batas desa secara kartometrik diatas suatu peta
dasar yang telah disepakati.
Menurut Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang penetapan dan
penegasan batas desa, Pasal 3 menyatakan bahwa proses penetapan batas desa ini
terdiri atas tiga tahapan kegiatan, yaitu:
a) Tahap kesatu: Penelitian Dokumen batas.
b) Penelitian dokumen bisa berupa penelitiantentang asal muasal
pembentukan daerah yang bersangkutan baik tertulis ataupun tidak tertulis.
Dokumen bisa berupa peta administrasi, peta rupabumi, topografi, peta
pajak bumi bangunan (PBB) dll sampai dengan tugu, atau prasasti yang
ada di daerah tersebut.
c) Tahap Kedua: Penentuan Peta Dasar.
d) Setelah semua dokumen terkumpul, para tim dan perwakilan daerah yang
bersangkutan menentukan peta dasar mana yang akan dipakai sebagai
acuan untuk melaksanakan tahap selanjutnya.
e) Tahap Ketiga: Pembuatan Peta Batas Desa Kartometrik.
f) Selesai menentukan peta dasar mana yang akan dijadikan sebagai acuan,
tahap selanjutnya ialah pembuatan peta batas desa secara kartometrik
yakni dan menelusuri garis batas dengan menenetukan posisi titik
koordinat dan mengidentifikasi cakupan wilayah pada petayang meliputi
dua tahap yakni penelusuran garis batas diatas peta dan survei yang

345
dilakukan di lapangan. Pelaksanaan ini harus disepakati oleh kedua belah
pihak (desa yang bersangkutan) dan tim teknis, setelah menemukan titik
kesepakatan lalu kemudian membuat berita acara.

2) Penduduk
Penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam suatu wilayah.
Di dalam upaya mengembangkan wilayah penduduk akan bertindak sebagai
tenaga kerja, perencana, atau pelaksana sekaligus yang akan memanfaatkan
segala potensi yang ada. Hal-hal yang berkaitan dengan kependudukan dalam
suatu wilayah antara lain jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan
mata pencaharian penduduk. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
pola penggunaan lahan yang ada di pedesaan.

Gambar 8: Kegiatan penduduk desa


Sumber: blog.umy.ac.id
3) Perilaku
Perilaku kehidupan masyarakat pedesaan meliputi pola tata pergaulan
dan ikatan-ikatan yang melatar belakangi masyarakat desa. Perilaku
masyarakat desa ditunjukkan oleh adanya ikatan antarwarga yang sangat erat.
Hal itu dapat dilihat dengan adanya sikap gotong royong yang mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.

Gambar 9: Kegiatan gotong royong (usung rumah)


Sumber: duniaitu.blogspot.com

346
c. Sejarah, Istilah, Dan Perkembangan Desa

Sejarah Perkembangan Pemerintahan Desa di Indonesia


1) Masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda

Sumber: www.google.com/imgres
(Buku Harto Hadikusumo) Pada zaman penjajahan Belanda terdapat
peraturan perundang-undangan mengenai desa yaitu Inlandshe Gemeente
Ordonantie (IGO) yang berlaku untuk Jawa dan Madura serta Inlandshe Gemeente
Ordonantie voor Buitengewesten yang berlaku untuk daerah-daerah di luar Jawa
dan Madura pada tahun 1906. Aturan ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 71
regerings reglement (RR) yang dikeluarkan tahun 1854 yang merupakan bentuk
pengakuan terhadap adanya desa, demokrasi, dan otonomi desa. Pada tahun 1854,
Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan “Regeeringsreglement” yang
merupakan cikal-bakal pengaturan tentang daerah dan desa. Dalam pasal 71 (pasal
128.I.S.) tentang kedudukan desa, yakni: Pertama, bahwa desa yang dalam
peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten” atas pengesahan kepala daerah
(residen), berhak untuk memilih kepala desa. Kedua, bahwa kepala desa itu
diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan
memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh gubernur jenderal atau
dari kepala daerah (residen). Gubernur Jenderal menjaga hak tersebut terhadap
segala pelanggarannya.
Dalam ordonansi itu juga ditentukan keadaan dimana Kepala Desa dan
anggota pemerintah Desa diangkat oleh penguasa yang ditunjuk untuk itu. Kepala
Desa bumiputera diberikan hak mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan
memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal,

347
pemerintah wilayah dan residen atau Pemerintah otonom yang ditunjuk dengan
ordonansi.
Selain itu, dalam ordonansi diatur wewenang dari Desa Bumiputera untuk
memungut pajak di bawah pengawasan di dalam batas-batas tertentu menetapkan
hukuman terhadap pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh desa.
Ada 3 hak desa yang bisa diperhatikan dalam Pasal 71 tersebut, antara lain:
a. Desa berhak memilih sendiri Kepala desa
b. Desa berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
c. Desa yang terletak di kota (kota praja) dihapus

2) Zaman Jepang
Pada zaman pemerintahan Jepang, pengaturan mengenai Desa diatur
dalam Osamu Seirei No. 7 yang ditetapkan pada tanggal 1 Maret Tahun 1944.
Dari ketentuan Osamu Seirei ini ditegaskan bahwa Kucoo (Kepala Ku, Kepala
Desa) diangkat dengan jalan pemilihan. Sedangkan dewan yang berhak untuk
menentukan tanggal pemilihan dan syarat-syarat lain dalam pemilihan Kucoo
adalah Guncoo. Sedangkan untuk masa jabatan Kucoo adalah 4 tahun. Kucoo
dapat dipecat oleh Syuucookan.
Selanjutnya menurut Suhartono (2001: 49 dalam
galihsaputra.blogspot.co.id), pada jaman penjajahan Jepang, desa ditempatkan
setingkat di atas kampung yang merupakan institusi paling rendah di
pemerintahan desa. Pada pendudukan Jepang ini, otonomi desa kembali dibatasi
bahkan desa dibawah pengaturan dan pengendalian yang sangat ketat. Rakyat desa
dimobilisasi untuk keperluan perang, menjadi satuan-satuan milisi, seperti Heiho,
Kaibodan, Seinendan, dan lain-lain. Kepala desa difungsikan sebagai pengawas
rakyat untuk menanam tanaman yang dikehendaki Jepang, seperti jarak, padi dan
tebu.
Pemerintah desa pada jaman pendudukan Jepang terdiri dari 9 (sembilan)
pejabat: Lurah, Carik, 5 (lima) orang Mandor, Polisi desa dan Amir (mengerjakan
urusan agama). Artinya, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, pengaturan
desa tidak terlalu banyak. Sehingga, desa berjalan dan sesuai dengan IGO 1906
yang ditetapkan pada masa pemerintahan Belanda. Satu-satunya perauran
mengenai desa yang dikeluarkan oleh penguasa Jepang adalam Osamu Seirei No.

348
7 tahun 1944 diatas. Peraturan ini hanya mengatur tentang pemilihan kepala desa
(Ku-tyoo) yang menetapkan masa jabatan kepala desa menjadi empat (4) tahun.

3) Sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga Lahirnya Orde Baru


Pada tanggal 17 Agustus 1945 bersamaan waktunya dengan
diproklamasikannya kemerdekaan, berakhirlah sudah lembaran buku sejarah
kehidupan bangsa Indonesia yang penuh dengan penderitaan dan kenistaan sejak
awal penjajahan oleh Belanda dan berakhir oleh militer Jepang.
Kemerdekaan membawa perubahan di segala bidang kehidupan menuju ke
arah kemajuan yang telah sekian lama didambakan. Berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengandung prinsip kejiwaan bertentangan dengan
martabat bangsa yang merdeka, secara bertahap dihapuskan, dan diganti dengan
yang selaras dan serasi sebagaimana layaknya di alam kemerdekaan, walaupun
dengan berbagai kesulitan karena situasi pilitik dan keamanan pada awal
Indonesia merdeka belum stabil.
Barulah pada tahun-tahun setelah pemulihan kedaulatan, mulai banyak
terlihat berbagai kegiatan untuk menyiapkan Undang-Undang yang mengatur
pemerintahan Desa sebagai pengganti I.G.O dan I.G.O.B. Maka hal-hal yang
sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang terdapat dalam I.G.O. dan
I.G.O.B. diatasi oleh berbagai peraturan yang derajatnya di bawah undang-
undang. Artinya ada beberapa ketentuan dalam IGO dan IGOB yang masih
digunakan. Pengertian tentang Desa atau yang semacam dengan Desa masih tetap
seperti pada masa dahulu, dengan sedikit penambahan di sana-sini. Barulah
kemudian setelah keluar Undang-Undang Desa praja (sebagai pengganti I.G.O.
dan I.G.O.B) pada tahun 1965, didapatlah pengertian resmi tentang desa
berdasarkan undang-undang Republik Indonesia.
Pada pasal 1 Undang-Undang Desapraja (No. 19 Tahun 1965) dijelaskan
apa yang dimaksud dengan desapraja yaitu: Desapraja adalah kesatuan masyarakat
hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya
sendiri, memilih penguasanya dan mempunyai harta benda sendiri. Jadi desapraja
pada undang-undang tersebut di atas itu hanyalah nama baru bagi desa yang sudah
ada sejak berabad-abad yang lampau, yang memiliki pengertian sama seperti di
atas.

349
Undang-Undang desapraja tidak berumur lama,sebab ketika orde baru
lahir, undang-undang yang jiwanya dan sistem pengaturannya akan dapat
membawa ke arah ketidakstabilan politik di desa-desa, dinyatakan tidak berlaku
oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 1969.

4) Sejak Lahirnya Orde Baru hingga Sekarang


Sejak Undang-Undang Desapraja dinyatakan tidak berlaku lagi oleh
Undang-Undang No. 6 tahun 1969, sampai saat lahir dan berlakunya Undang-
Undang tentang Pemerintahan Desa (Undang-Undang No. 5 Tahun 1979) maka
selama 10 tahun desa-desa di seluruh Indonesia tidak memiliki landasan hukum
berupa undang-undang. Selama 10 tahun itu pengertian tentang Desa diambi dari
berbagai sumber baik dari peraturan-peraturan maupun dari pendapat para ahli.
Pengertian Desa yang didasarkan kepada undang-undang yang dapat
dipergunakan sebagai pegangan atau patokan bagi berbagai kepentingan baik bagi
kalangan masyarakat maupun aparatur pemerintah terdapat pada pasal 1 huruf a
dari Undang-undang tentang Pemerintahan Desa (Undang-Undang No 5 Tahun
1979) yaitu suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya esatuan Masyarakat Hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan
berhak menyelenggarakan urusan rumahtangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan adanya secara resmi pengertian tentang Desa sebagaimana
tersebut di atas, maka pengertian atau batasan-batasan tentang Desa tidak perlu
lagi dirumuskan oleh berbagai pihak maupun dalam berbagai peraturan yang
derajatnya di bawah undang-undang.
Sebagai akibat logis adanya pengertian atau batasan Desa secara resmi
sebagaimana tersebut di atas, maka sekaligus terjadi pula keseragaman sebutan
atau nama yaitu Desa bagi bermacam bentuk atau corak Kesatuan-kesatuan
Masyarakat Hukum yang memiliki hak menyelenggarakan urusan rumah tangga
sendiri dengan sebutan atau nama setempat seperti Marga, Nagari, Kuria, Nagorey
dan lain-lainnya, yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sekalipun demikian masih harus dimaklumi bilamana masyarakat awam
yang berada di luar Jawa, Madura dan Bali masih menyebut Desanya dengan

350
nama atau sebutan yang dahulu, karena setiap perubahan sekalipun hanya
perubahan sebutan memerlukan waktu untuk bisa diterima sehingga membudaya.
Telah dimaklumi bahwa Desa dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami
perubahan baik yang menyangkut aspek yuridis formal maupun yang berkaitan
dengan luas wilayah, sistem dan pola ketahanan masyarakat, prasarana dan sarana,
sumber-sumber penghasilan, sistem administrasi pemerintahan, lembaga-lembaga
kemasyarakatanm susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa dan lain-
lainnya, namun pada hakikatnya ada anasir penting yang melekat pada setiap Desa
yang tidak mungkin mudah berubah karena perubahan zaman yaitu :
a. Pada zaman atau masa manapun Desa merupakan satuan organisasi
ketatanegaraan (sekalipun terkecil dan paling sederhana) dalam suatu negara
(Kerajaan atau Republik)
b. Pemerintah Desa merupakan pemerintahan terendah dalam susunan
pemerintahan negara (Kerajaan atau Republik).
c. Adanya hak untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
d. Berada dalam suatu wilayah yang batas-batasnya jelas dan tertentu.
e. Ada penduduknya atau masyarakat dalam jumlah yang cukup besar sesuai
persyaratan, yang hidup secara tertib dan bertempat tinggal pada lokasi-
lokasi yang sudah tetap.
f. Kepalanya dipilih secara langsung, bebas dan rahasia oleh penduduk Desa
yang berhak.
g. Memiliki kekayaan sendiri (fisik ekonomis dan non fisik ekonomis).
h. Ada Landasan Hukum (tertulis dan tidak tertulis) yang ditaati oleh
masyarakatnya bersama aparatur Pemerintah Desa.
i. Mempunyai nama, yang tetap dan lestari serta mengandung makna tertentu
bagi masyarakatnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan msyarakat setempat berdasarkan asal usuk dan adapt istiadat
setempat yang diakui dalam sistim pemerintahan nasional dan berada didalan
daerah kabupaten. Sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

351
wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

d. Klasifikasi Potensi Desa


Potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah tentu akan mempengaruhi
perkembangan wilayah tersebut. Dengan demikian, wilayah yang memiliki
potensi besar hampir bisa dipastikan akan menjadi wilayah yang maju. Potensi
Desa dan Kelurahan adalah keseluruhan sumber daya yang dimiliki atau
digunakan oleh desa dan kelurahan baik sumber daya manusia, sumber daya alam
dan kelembagaan maupun prasarana dan sarana untuk mendukung percepatan
kesejahteraan masyarakat.
Menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007,
menyatakan bahwa potensi desa dan kelurahan terdiri atas data sumber daya alam,
sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana. Hubungan antara
empat variabel ini bersifat kausalitas. Sumber daya alam diciptakan Tuhan YME
dan diserahkan pengelolaannya kepada manusia sebagai puncak dari segala
ciptaan untuk dikuasai, diolah, dimanfaatkan, dilindungi, dijaga,
dikembangbiakkan, dan dilestarikan serta dipertanggung jawabkan kembali
kepada pencipta. Hasil dari sinergi SDM dan SDA tampak secara nyata dalam
bentuk berbagai jenis prasarana dan sarana atau infrastruktur fisik dan non fisik.
Prasarana dan sarana ini dijamin pelestariannya, pemenuhan nilai kemanfaatannya
dan dilembagakan atau diinternalisasi dalam sistem sosial dan pranata lainnya
sehingga tampak dalam bentuk kelembagaan atau institusi dalam segala dimensi
kehidupan. Hal ini berarti interaksi kausalitas SDA dan SDM menghasilkan suatu
potensi yang perlu dikelola dengan cermat agar mampu memberi nilai aksiologis
yang optimal bagi kesejahteraan manusia.

Ruang lingkup potensi desa terdiri dari empat variabel, yaitu:

1) Potensi sumber daya alam


Komponen-komponen alam yang ada di desa adalah sebagai berikut:
a) lokasi desa, lokasi desa dapat menjadi indicator bagi perkembangan desa
tersebut. Desa yang berada pada lokasi strategis memiliki potensi untuk

352
lebih berkembang dan maju dibandingkan desa yang terletak di daerah
terpencil.
b) Luas desa, wilayah desa meliputi luas lahan pertanian, permukiman, dan
penggunaan lahan lainnya.
c) Keadaan tanah, keadaan tanah dapat mencirikan kesuburan lahan
pertanian
d) Keadaan iklim, mencakup curah hujan, temperature, kelembapan,
penyinaran, matahari, dan angin. Oleh karena itu sebagaian besar
masyarakat desa bermata pencarian sebagai petani maka kondisi iklim
merupakan factor yang penting
e) Ketersediaan sumber daya nabati, jenis hewan, dan produksinya
f) Keadaan bentang alam. Bentang alam suatu daerah merupakan factor
alam yang penting karena mempunyai hubungan erat dengan persebaran
penduduk serta member ciri pada bentuk ruamg gerak manusia. Bentang
alam meliputi pegunungan, perbukitan, dan daratan.
Data sumber daya alam yang digunakan menurut Peraturan Mentri Dalam
Negeri Nomor 12 Tahun 2007 meliputi:
a. potensi umum yang meliputi batas dan luas wilayah, iklim, jenis dan
kesuburan tanah, orbitasi, bentangan wilayah dan letak
b. pertanian
c. perkebunan
d. kehutanan
e. peternakan
f. perikanan
g. bahan galian
h. sumber daya air
i. kualitas lingkungan
j. ruang publik/taman
k. wisata
2) Potensi sumber daya manusia
Penduduk desa merupakan potensi bagi desa itu sendiri. Semakin banyak
jumlah penduduk desa, terlebih penduduk usia produktif, semakin besar

353
potensi desa tersebut. Kegiatan penduduk yang ditekuni setiap hari
memberikan sumbangan bagi pendapatan desa tersebut.
Apabila suatu wilayah desa mempunyai potensi cukup baik, termasuk
tingkat pendidikan penduduknya yang sudah tinggi, desa tersebut akan cepat
berkembang. Penduduk memiliki karakteristik atau ciri-ciri khusus seperti:
a) Komposisi umur, jenis kelamin, dan rasio ketergantungan
b) Organisasi masyarakat
c) Tingkat pendidikan, jumlah siswa, dan jumlah guru
d) Tingkat kesehatan, tingkat kematian, tingkat kelahiran, dan kualitas
lingkungan
e) Swadaya masyarakat dan gotong royong untuk pembangunan daerah
f) Adat istiadat dan kebiasaan

Adat istiadat yang telah mengakar merupakan factor yang cukup penting
dalam menilai tingkat perkembangan suatu desa. Komponen-komponen
pembangunan yang tidak didukung oleh adat istiadat menyebabkan
perkembangan pembangunan desa tersebut akan menghadapi hambatan. Mata
pencarian masyarakat suatu desa pada umumnya dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder, dan kelompok
tersier
Data sumber daya manusia yang diperlukan untuk menganalisis potensi desa
menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007 meliputi:
a. Jumlah
b. Usia
c. Pendidikan
d. mata pencaharian pokok
e. agama dan aliran kepercayaan
f. kewarganegaraan
g. etnis/suku bangsa
h. cacat fisik dan mental; dan
i. tenaga kerja.

354
3) Potensi Kelembagaan
Desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional. Agar desa menjadi kuat,
setiap desa harus memiliki lembaga. Data sumber daya kelembagaan yang
diperlukan untuk menganalisis potensi desa menurut Peraturan Mentri Dalam
Negeri Nomor 12 Tahun 2007 meliputi:
a) lembaga pemerintahan desa dan kelurahan
b) lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan
c) lembaga social kemasyarakatan
d) organisasi profesi
e) partai politik
f) lembaga perekonomian
g) lembaga pendidikan
h) lembaga adat
i) lembaga keamanan dan ketertiban.
4) Potensi Prasarana dan Sarana
Data prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a) transportasi
b) informasi dan komunikasi
c) prasarana air bersih dan sanitasi
d) prasarana dan kondisi irigasi
e) prasarana dan sarana pemerintahan
f) prasarana dan sarana lembaga kemasyarakatan
g) prasarana peribadatan
h) prasarana olah raga
i) prasarana dan sarana kesehatan
j) prasarana dan sarana pendidikan
k) prasarana dan sarana energi dan penerangan
l) prasarana dan sarana hiburan dan wisata
m) prasarana dan sarana kebersihan.

355
Ruang lingkup dan jenis data potensi desa selengkapnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel. 2.1 Ruang Lingkup dan Jenis Data Potensi Desa
NO POTENSI JENIS DATA
1 1. potensi umum yang meliputi batas
dan luas wilayah, iklim, jenis dan
kesuburan tanah, orbitasi,
bentangan wilayah dan letak
2. pertanian
3. perkebunan
4. kehutanan
sumber daya alam
5. peternakan
6. perikanan
7. bahan galian
8. sumber daya air
9. kualitas lingkungan
10. ruang publik/taman
11. wisata
2 1. Jumlah
2. Usia
3. Pendidikan
4. mata pencaharian pokok
sumber daya manusia 5. agama dan aliran kepercayaan
6. kewarganegaraan
7. etnis/suku bangsa
8. cacat fisik dan mental; dan
9. tenaga kerja.
3 1. Lembaga pemerintahan desa dan
kelurahan
2. lembaga kemasyarakatan desa dan
kelurahan
3. lembaga social kemasyarakatan
Kelembagaan
4. organisasi profesi
5. partai politik
6. lembaga perekonomian
7. lembaga pendidikan
8. lembaga adat
9. lembaga keamanan dan ketertiban.
4 Prasarana dan Sarana 1. transportasi
2. informasi dan komunikasi
3. prasarana air bersih dan sanitasi
4. prasarana dan kondisi irigasi
5. prasarana dan sarana pemerintahan
6. prasarana dan sarana lembaga
kemasyarakatan
7. prasarana peribadatan
8. prasarana olah raga

356
9. prasarana dan sarana kesehatan
10. prasarana dan sarana pendidikan
11. prasarana dan sarana energi dan
penerangan
12. prasarana dan sarana hiburan dan
wisata
13. prasarana dan sarana kebersihan.
(Sumber : Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007)

Data potensi desa dan kelurahan dilakukan pengukuran dan analisis untuk
menentukan tingkatan potensi umum, potensi pengembangan dan tipologi
desa dan kelurahan.

1. Tingkatan potensi umum terdiri atas:


a. potensi tinggi, jika skor total mencapai nilai lebih dari 80% dari
skor nilai maksimal.
b. potensi sedang jika skor total mencapai nilai antara 60% sampai
80% dari skor nilai maksimal
c. potensi rendah, jika skor total mencapai nilai kurang dari 60% dari
skor nilai maksimal
2. Potensi pengembangan terdiri atas:
a. Sangat Potensial Dikembangkan jika perolehan skor indikator lebih
dari 80% dari skor maksimal dari potensi yang diukur
b. Potensial Dikembangkan jika perolehan skor indikator antara 70%
sampai 80% dari skor maksimal dari potensi yang diukur;
c. Cukup Potensial Dikembangkan jika perolehan skor indikator
antara 60 sampai 70% dari skor maksimal dari potensi yang diukur;
d. Kurang Potensial Dikembangkan jika perolehan skor indikator
kurang dari 60% dari skor maksimal dari potensi yang diukur
3. Tipologi desa dan kelurahan. Hasil scoring potensi umum dan potensi
pengembangan menentukan tipologi desa dan kelurahan yang terdiri
terdiri atas:
a. Tipologi desa dan kelurahan persawahan
b. Tipologi desa dan kelurahan perladangan
c. Tipologi desa dan kelurahan perkebunan
d. Tipologi desa dan kelurahan peternakan

357
e. Tipologi desa dan kelurahan nelayan
f. Tipologi desa dan kelurahan pertambangan/galian
g. Tipologi desa dan kelurahan kerajinan dan industri kecil
h. Tipologi desa dan kelurahan industri sedang dan besar;
i. Tipologi desa dan kelurahan jasa dan perdagangan.

e. Tipe-Tipe Desa
Tipologi desa dan kelurahan adalah karakteristik desa dan kelurahan
berdasarkan potensi sumber daya alam dan interaksi dengan kegiatan sosial
ekonomi masyarakat (pola nafkah). Tipologi desa dan kelurahan mempertemukan
konsep sumber daya alam, konsep pemberdayaan masyarakat, dan pola nafkah,
dan aspek kewilayahan.
Acuan dalam menentukan tipologi desa dan kelurahan adalah berdasarkan pada
karakteristik desa yang secara alami tidak akan berubah atau jika mengalami
perubahan membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, berdasarkan
sensus Potensi Desa (Podes), data karakteristik desa yang memenuhi kriteria
tersebut diatas dan dapat digunakan sebagai dasar pembentukan tipologi adalah
sebagai berikut :
1. Letak geografis
2. Peruntukan lahan
3. Pola nafkah/mata pencaharian
Berdasar karateristik diatas maka tipe desa itu terbagi atas:
1) Desa Pesisir/Nelayan ( DNL)
Desa pesisir adalah desa/kelurahan termasuk nagari dan atau lainnya yang
memiliki wilayah berbatasan langsung dengan garis pantai/laut (atau
merupakan desa pulau) dengan corak kehidupan masyarakatnya, baik
tergantung maupun tidak tergantung pada potensi laut.
2) Desa Persawahan (DPS)
Desa yang bila sebagian besar penduduknya tergantung dari usaha
persawahan
3) Desa Perladangan (DPL)

358
Desa yang bila bagian terbesar penduduknya hidup tergantung dari usaha
pertanian ladang (palawija/padi gogo/hortikultural)
4) Desa Perkebunan (DRS)
Desa yang bila sebagian besar penduduknya hidup tergantung kepada
usaha perkebunan (karet, kelapasawit, cengkeh,dll)
5) Desa Peternakan (DPT)
Desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata
pencaharian sebagai peternak.
6) Desa Perdagangan (DJP)
Desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat bertemu satu dengan
yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasilkan
masyarakat sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin
lama tumbuh suatu masyarakat dari orang-orang yang pekerjaannya
membeli dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di tempat lain.
7) Desa Pertambangan (DPG)
Desa yang tumbuh di dekat wilayah yang menghasilkan hasil-hasil
pertambangan.
8) Desa Industri Kecil dan kerajinan (DIK)
Desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri
kecil kerajinan.
9) Desa Industri Sedang dan Besar ( DIB)
Desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri
sedang dan besar.

Berdasarkan karakteristik dan potensi desa, maka tipe desa juga dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Tipe Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka
terbentuklah ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk.
Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di
Indonesia, yakni:
1) Tipe Desa Geneologis

359
Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya
mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan
pertalian darah. Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan
atas tipe patrilineal, matrilineal, dan campuran.
2) Tipe Desa Teritorial
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa
teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan
kepentingan bersama, dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang
menjadi suatu masyarakat hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas
ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
3) Tipe Desa Campuran
Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan
wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.

Tipe Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal Berdasarkan hamparan tempat


tinggal, maka desa dapat diklasifikasikan atas:
1) Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan
kota. Suasana ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan
nuansa kedamaian, yaitu kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam
lingkungan alam yang bersahabat.
2) Desa Pegunungan

Desa Terdapat di daerah pegunungan, Pemusatan tersebut didorong


kegotong royongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan
desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat kegiatan
penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.

3) Desa Dataran Tinggi

Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini


umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa
tersebut. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa
sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran

360
ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya
mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.

4) Desa Dataran Rendah


Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari
desa dataran rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
5) Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh
permukiman yang bermata pencaharian di bidang perikanan, perkebunan
kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara
menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai
lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap
dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.
Tipe Desa Berdasarkan Pola Pemukiman
1) Menurut Paul Landis pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a) Farm Village Type
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu
tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka. Tipe
desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia. 
b) Nebulous Farm Village Type
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan
sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah
ladangnya.
c) Arranged Isolated Farm Type
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang
menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya
adalah sawah ladang mereka.
d) Pure isolated farm type
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama
sawah ladang mereka masing-masing.

361
Soekandar Wiriaatmadja membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam
empat pola, yakni:
1) Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini
terjadi karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang
harus mengerjakan tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian,
orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal didalam lahan
mereka.
2) Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terletak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang
sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya
masing-masing. 
3) Pola Permukiman Berkumpul
Bentuk pemukiman dimana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam
sebuah kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
4) Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman dimana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti
tepi jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.

Tipe Desa Berdasarkan mata pencaharian


Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan
dalam desa pertanian dan desa industri.
1) Desa Pertanian terdiri atas:
a) Desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan
basah dan lahan kering.
b) Desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat,
desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut,
dan desa peternakan.
2) Desa Industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun
modern.

362
f. Analisis Potensi Desa
Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa maka menjadi peluang
yang sangat besar bagi setiap desa yang ada di Indonesia untuk bisa
mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya secara mandiri sesuai kebutuhan
masing-masing dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Pengaturan desa antara lain bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan


partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna
kesejahteraan bersama serta memajukan perekonomian masyarakat Desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional (UU nomor 6 th 2014 pasal 4).
Namun saat ini masih sangat sedikit desa yang mampu mengembangkan
potensinya. Hal ini disebabkan selama ini desa lebih banyak diposisikan sebagai
obyek pembangunan sehingga sangat menggantungkan diri pada bantuan
pemerintah pusat. Rendahnya kreatifitas sumber daya manusia di desa sebagai
akibat dari sistem pembangunan yang bersifat sentralistik pada masa lalu
mengakibatkan banyak potensi dibiarkan terbengkalai tidak dikembangkan untuk
sumber kemakmuran masyarakat. Sekarang saatnya kita membangun desa
berbasis pada potensi desa yang dimiliki. Pembangunan desa hakekatnya
merupakan basis dari pembangunan nasional, karena apabila setiap desa telah
mampu melaksanakan pembangunan secara mandiri maka kemakmuran
masyarakat akan mudah terwujud dan secara nasional akan meningkatkan indek
kemakmuran masyarakat Indonesia. Untuk bisa mewujudkan semua ini maka
pemerintahan desa bersama-sama dengan segenap lembaga dan tokoh masyarakat
perlu mengenali potensi apa saja yang ada baik fisik non-fisik dan manusia

Potensi desa merupakan segala sesuatu yang ada di desa yang dapat
dioptimalkan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengetahui
potensi yang ada di desa dapat dilakukan analisis potensi desa. Analisis potensi
umumnya dimulai dengan klasifikasi dan verifikasi data sumber daya alam,
sumberdaya manusia, prasarana dan sarana serta kelembagaan yang sudah
dikumpulkan dalam daftar isian masing-masing. Data potensi yang valid dan
reliable itu selanjutnya diolah baik menggunakan program aplikasi maupun secara
manual.

363
Analisis potensi desa juga ditujukan untuk mengetahui faktor penghambat
pengembangan yang dihadapi desa baik penghambat penduduk, faktor
penghambat kelembagaan, faktor penghambat kelembagaan, faktor prnghambat
sarana dan prasarana. Berikut merupakan jenis data potensi desa.

Jenis Data Potensi Desa


Analisis Data yang dibutuhkan
Sumber daya alam 1. Data potensi pertanian
2. Data potensi kehutanan
3. Data potensi lingkungan dan udara
4. Data potensi peternakan
5. Potensi perkebunan
6. Potensi bahan galian/pertambangan
7. Potensi sumber daya air
8. Potensi kelautan dan perikanan
9. Potensi ruang publik/taman dan potensi
wisata
Sumber daya manusia 1. Jumlah penduduk dan genre
2. Potensi umur dan jenis kelamin
3. Potensi pendidikan dan mata
pencahrian/pekerjaan
4. Potensi agama
5. Potensi keragaman etnis dan suku bangsa,
tenaga kerja, dan jumlah penduduk
menurut kecacatan

Kelembagaan 1. Lembaga pemerintahan desa/kelurahan


2. Lembaga kemasyarakatan desa dan
kelurahan
3. Lembaga sosial kemasyarakatan
4. Organisasi profesional
5. Partai politik
6. Lembaga perekonomian
7. Lembaga pendidikan
8. Lembaga adat
9. Lembaga keamanan/ketertiban
Prasarana dan sarana 1. Transportasi
2. Informasi dan komunikasi
3. Air bersih dan sanitasi
4. Prasarana dan kondisi irigasi
5. Pemerintahan
6. Kemasyarakatan
7. Peribadatan
8. Olahraga
9. Kesehatan

364
10. Pendidikan
11. Energi dan penerapan
12. Hiburan dan wisata
13. Kebersihan

Setelah data dari setiap variable diklarifikasikan kebenarannya, langkah


selanjutnya adalah memberikan nilai atau skoring terhadap setiap jawaban
terhadap daftar pertanyaan yang diisikan oleh tim pengumpul data tingkat desa.
Jawaban terhadap setiap jenis data yang dipertanyakan dalam daftar isian data
potensi desa selanjutnya diberikan skor standar nasional, untuk mengukur tinggi
rendahnya potensi yang diukur dapat dilihat pada tabel berikut:

Skoring potensi desa potensi SDA

No Potensi SDA Ukuran Skor


A Batas wilayah Bila belum ada penataan batas
Bila ada kesepakatan batas dalam 5
perdesaan
Bila belum ada peta tetapi 8
batasnya jelas
Bila ada peta dan batasnya sudah 10
jelas
B Luas Wilayah
1 Luas pemukiman Bila luas pemukiman mencapai
Kurang dari 50 ha 2
50-100 ha 4
100-500 ha 6
500-1000 ha 8
Lebih dari 1000 ha 10

2 Luas persawahan Bila luas persawahan mencapai


Kurang dari 10 ha 2
10-50 ha 4
50-100 ha 6
100-500 ha 8
>500 ha 10

3 Luas Perkebunan Bila luas perkebunan mencapai


Kurang dari 10 ha 2
10-50 ha 4
50-100 ha 6
100-500 ha 8
>500 ha 10

365
4 Luas Kuburan Bila luas kuburan mencapai
Kurang dari 0,1 ha 2
0,1-1,0 ha 4
1,0-5,0 ha 6
5,0 – 10,0 ha 8
>10,0 ha 10
Dsb
C Tanah Sawah
Bila luas perkebunan mencapai
Kurang dari 10 ha
10-50 ha
50-100 ha
100-500 ha
>500 ha

Skor potensi SDM

No Potensi SDM Ukuran Skor


A Kepadatan
Bila kurang dari 100 jiwa/Km2 2
100-250 3
250-500 4
500-750 5
750-1000 6
Lebih dari 1000 jiwa/Km2 8

B Perkembangan Bila 25-50% penduduk usia


Usia
0-7 tahun 2
7-18 tahun 3
18-56tahun 8
Diatas usia 56 tahun 4

C Tingkat
Pendidikan
Jumlah usia 7- Bila kurang dari 10% dari jumlah 3
18 tahun yang penduduk dari usia 7-18 tahun
tidak sekolah
10-25% 2
25%-50% 1
Lebih dari 75% 0
Dsb
Skoring Potensi Kelebagaan

No Potensi Kelembagaan Penilaian Skor


A Lembaga pemerintahan

366
A1 Pemerintah desa/kelurahan
1 Dasar Hukum pembentukan pemerintah desa/kelurahan
Bila pembentukan organisasi 10
pemerintahan desa dan kelurahan
berdasarkan perda kab/kota
Berdasarkan keputusan 2
bupati/walikota
Berdasarkan keputusan camat 1
Berdasarkan hokum 0
2 Dasr hokum pembentukan Bila pembentukan organisasi BPD 10
BPD berdasarkan perda kab/kota
Berdasarkan keputusan 2
bupati/walikota
Berdasarkan keputusan camat 1
Berdasarkan hokum 0

Scoring Potensi Sarana dan prasarana

No Potensi sarana dan Cara penilaian skor


prasarana
A Transportasi
A1 Transportasi Darat
1 Jalan desa/kelurahan Jika total panjang semua jenis
permukaan jalan desa/kelurahan
yang rusak
Kurang dari 1% total perjalanan 7
1-5% 6
5-10% 5
10-25% 4
25-50% 3
Lebih dari 50% total panjang jalan 2
2 Jalan antar desa/kelurahan Jika total panjang semua jenis
permukaan jalan desa/kelurahan
yang rusak
Kurang dari 1% total perjalanan 5
1-5% 4
5-10% 3
10-25% 2
25-50% 1
Lebih dari 50% total panjang jalan 0

Setelah data potensi desa/kelurahan yang diisi tim pengumpul atau pokja
profil di tingkat desa/kelurahan, diberi skor atau diberi nilai oleh tim pengolah
data profil, maka langkah selanjutnya adalah perhitungan skor tinggi dan skor

367
terendah dari setiap variable pengukur tingkat potensi desa/kelurahan. Scoring
tertinggi dan terendah yang digunakan untuk menganalisis tingkat potensi
desa/kelurahan sebagaimana pada tabel berikut.

Rekapitulasi skoring data potensi desa/kelurahan

No Komponen Skor
Terendah tertinggi
A Sumber daya alam 265 2327
1 Batas wilayah 0 10
Luas wilayah 16 80
Luas tanah sawah 8 40
Luas tanah kering 6 30
Luas tanah basah 5 34
Luas tanah perkebunan 8 40
Luas tanah fasilitas umum 30 164
Luas tanah hutan 26 136
Iklim 7 31
Kesuburan tanah 12 51
Bentang wilayah 20 81
Letak 5 10
Orbitasi 0 25
Pertanian tanaman pangan 13 54
Tanaman buah-buahan 10 62
Tanaman apotik hidup 5 38
Perkebunan 22 83
Kehutanan 14 222
Peternakan 8 570
Perikanan 2 35
Bahan galian 1 47
Sumber daya air 32 493
Kualitas udara 4 40
Ruang public/taman 4 16
Wisata 5 17
B Potensi SDM 46 165
Kepadatan 2 8
Perkembangan usia 7 19
Pendidikan 8 31
Mata pencarian 3 10
Agama 6 14
Kewarganegaraan 2 6
Etnis 1 1
Penduduk cacat mental/fisik 1 5
Tenaga kerja 16 62
C Potensi kelembagaan 73 775

368
Lembaga pemerintahan desa/kelurahan 12 107
Badan pemusyawaratan desa 5 57
Lembaga kemasyarakatan 12 79
Partai politik dan underbow partai 25 82
politik
Lembaga ekonomi dan unit usaha 4 26
desa/kelurahan
Lembaga jasa keuangan 4 26
Industri kecil dan menengah 9 24
Usaha jasa pengangkutan 10 25
Usaha jasa dan perdagangan 5 26
Usaha jasa hiburan 5 27
Usaha jasa gas, listrik, BBM dan air 7 28
minum
Usaha jasa keterampilan 3 26
Usaha jasa hokum dan konsultan 3 26
Usaha penginapan 4 26
Lembaga pendidikan formal 10 89
Lembaga pendidikan non formal 3 42
Lembaga adat 0 24
Lembaga keamanan dan Linmas 2 75
D Potensi Prasarana dan Sarana 33 1079
Transportasi 2 89
Komunikasi dan informasi 0 89
Air bersih dan sanitasi 2 51
Irigasi 5 25
Pemerintahan desa/kelurahan 4 69
Administrasi desa/kelurahan 0 20
Badan permusyawaratan desa 3 51
Dusun/lingkungan/sebutan lain 0 31
Lembaga kemasyarakatan 4 219
desa/kelurahan
Peribdatan 0 35
Olahraga 0 103
Kesehatan 5 154
Pendidikan 3 35
Energi dan penerapan 0 35
Hiburan dan wisata 0 60
Kebersihan 5 63
TOTAL SELURUHNYA 416 4346

Berdasarkan nilai skornpotensi yang diperoleh, dapat dilakukan perhitungan


tinggi rendahnya setiap potensi di desa/kelurahan dimaksud atas klasifikasi desa dan
kelurahan dengan tingkat potensi, potensi sedang dan tingkatan potensi rendah.

369
Penentuan tinggi rendahnya suatu potensi ditentukan dengan menghitung total skor
setiap potensi yang dicapai dan membandingkan dengan skor maksimal bagi potensi dan
dapat mengukur tinggi rendahnya skor potensi setiap desa/kelurahan

No Skor
Variabel Terendah Tertinggi

A Sumber daya alam 264 2327


B Sumber daya manusia 46 165
C Kelembagaan 73 775
D Prasarana dan sarana 33 1079
Total Skor Potensi Desa/kelurahan 416 4346

Total skore untuk potensi desa/kelurahan adalah 4346. Suatu


desa/kelurahan dikatakan memiliki potensi tinggi apabila nilai skor mencapai
lebih dari 3476,8 (lebih dari nilai skor maksimal). Potensi Sedang apabila
memiliki skor dari 2607,6-3476,8 (antara 60% s.d 80% dari nilai skor maksimal,
sedangkan suatudesa/kelurahan diklasifikasikan Potensi rendah bila skor kurang
dari 2607,6 (atau kurang dari 60% dari nilai skor maksimal)

Tinggi, apabila
>3476,8

ANALISIS
TINGKATAN
Sedang, apabila
POTENSI
UMUM 2607,6-3476,8

Rendah, apabila
<2607,6

Data yang dibutuhkan untuk mengukur potensi des/kelurahan adalah data


SDA, SDM, Kelembagaan dan sarana prasarana. Output yang dihasilkan dari
pengukuran potensi adalah arah pengembangangan desa/kelurahan berdasarkan
sektoral terhadap perbaikan kesejahteraan masyarakat, sektor yang tidak potensial
dikembangkan, dan ada beberapa yang sangat potensial tidaknya suatu potensi
dikembangkan adalah dukungan dari SDA, SDM, prasarana dan serta
kelembagaan.

370
Ruang lingkup dan jenis data yang dibutuhkan dalam pengukuran potensi
pertanian, potensi perkebunan, potensi peternakan, potensi perikanan, potensi
pertambangan/bahan galian, potensi perdagangan, pertanian industri dan kerajinan
rumah tangga serta potensi pariwisata.
Analisis penilaian tingkat potensi pertanian didasarkan pada data potensial
tanaman pangan, tanaman buah-buahan dan palawija serta subvariabel
pendukungnya. Penilaian tingkat potensi perkebunan didasarkan pada nilai skor
dari indicator potensi perkebunan dan pendukungnya. Demikian pula penilaian
tingkat potensi perternakan didasarkan pada nilai skor dari indikator potensi
peternakan pada nilai skor dari indicator potensi peternakan dan pendukungnya.
Penilaian tingkat potensi perikanan didasarkan pada nilai skor dari indicator
potensi perikanan dan pndukungnya. Penilaian tingkat potensi pertambangan
didasarkan pada nilai skor dari indicator potensial pertambangan dan
pendukungnya. Penilaian tingkat perdagangan didasarkan pada nilai skor potensi
perdangangan dan indicator pendukungnya. Penilaian tingkat potensi industri
didasarkan pada nilai skor dari indicator potensi industri dan pendukungnya.
Penilaian tingkat potensi wisata didasarkan pada nilai skor dari indicator potensi
wisata dan pendukungnya.

Data yang digunakan untuk mengukur potensi pengembangan berasal dari


data skor potensi SDA untuk masing-masing indicator potensi yang diukur. Dari
data skor itulah dilakukan pengukuran skor untuk potensi sumber daya alam untuk
masing-masing indicator potensi.

Berdasarkan skor untuk penentuan potensial pengembangan dari setiap


potensi. Skor dimaksud sebagaimana tabel berikut.

No Jenis Potensi Indikator Skor


1 Persawahan 1. Luas persawahan 2-10
2. Luas tanah sawah irigasi
3. Iklim
4. Kesuburan tanah
5. Bentang dataran rendah
6. Letak
7. Orbital
8. Memiliki lahan pertanian lebih dari 50 ha
9. Kondisi sungai

371
10. Penduduk usia 18-56 tahun yang bekerja
11. Penduduk usia 18-15 yang tamat SMA
12. Prasarana dan kondisi irigasi
dsb
Perumusan potensi pengembangan suatu potensi didasarkan pada capaian
nilai skor dari indicator sector yang bersangkutan. Suatu sector sangat potensial;
dikembangkan, apabila capaian nilai skor indikatornya lebih dari 80% dari skor
maksimal potensial yang diukur, potensial dikembangkan apabila capaian nilai
skornya antara 70-80% dari skor maksimal potensial yang diukur, cukup potensi
dikembangkan skornya 60-70% dan kurang potensial kurang dari 60% dari skor
maksimal potensi yang di ukur. Berikut ini merupakan salah satu contoh potensi
desa yang terdapat di Indonesia, desa Wonokromo terletakk diwilayah bagian
kecamatan tikung kabupaten lamongan provinsi jawa barat.

372
g. Tingkat Perkembangan Desa
Berdasarkan tingkat perkembangannya (yaitu tingkat pendapatan, peran
serta masyarakat dalam pembangunan, tingkat kesehatan, dan tingkat
pendidikan masyarakat), desa dapat dikelompokkan ke dalam desa swadaya,
swakarya, dan swasembada.
1) Desa swadaya
Desa swadaya adalah desa yang masyarakatnya telah mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri. Penduduknya masih jarang dan kurang
berkomunikasi dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuan yang
diperoleh sebagai hasil interaksi dengan wilayah berjalan lambat. Menurut
Wardiyatmoko (2012) adapun ciri-ciri desa swadaya sebagai berikut:
a) Penduduknya jarang
b) Pendidikan masyarakat rendah,
c) Masih terikat kebiasaan adat
d) Sebagian besar penduduk hidup bertani
e) Produktivitas tanah rendah
f) Daerahnya bergunung-gunung atau daerah perbukitan
g) Lokasinya terpencil
h) Produktivitas masyarakat rendah
i) Lembaga-lembaga yang ada masih sederhana
j) Kegiatan ekonomi di tujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan
kebutuhan sehari – hari
k) Masyarakatnya cenderung tertutup
l) Sistem perhubungan dan pengangkutan kurang berkembang
Contoh Desa swadaya: Kegiatan masyarakat di desa swadaya masih
dipengaruhi keadaan alam.

Gambar 7.1 Desa Swadaya


Sumber : http://simplenews05.blogspot.co.id/2014/12/ciri-dan-tipe-desa-berdasarkan.html .

373
2) Desa Swakarya
Desa swakarya adalah desa yang masyarakatnya sudah lebih maju
dibandingkan dengan desa swadaya. Selain untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi yang dihasilkan penduduk sudah
mulai dijual ke daerah lain. Desa swakarya mulai mengadakan kontak atau
hubungan dengan warga lain, walaupun intensitasnya masih sedikit.
(Fahmi : 2014)

Ciri-ciri desa swakarya adalah sebagai berikut:


a) Mata pencaharian beragam jenisnya
b) Adat istiadat sedang mengalami perubahan
c) Gotong royong untuk membangun desa sudah meningkat
d) Pengaruh dari luar sudah masuk sehingga terjadi perubahan cara
berpikir
e) Pemerintahan desa mulai berkembang
f) Bantuan pemerintah hanya sebagai perangsang
g) Lapangan kerja bertambah
h) Masyarakat telah mampu meningkatkan kehidupannya.
i) Jadi dapat disimpulkan desa swakarsa merupakan desa yang
memiliki tingkat perkembangannya lebih maju.
Contoh desa swakarya:

Gambar 7.2 Desa swakarsa


Sumber : http://wikipedia.com

374
3) Desa swasembada
Desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua
potensi yang ada secara optimal. Masyarakat desa ini sudah mulai
mengadakan interaksi atau hubungan dengan masyarakat luar untuk
melakukan tukar menukar barang dengan wilayah lain. Hasil dari interaksi
tersebut menyebabkan masyarakat yang tinggal didesa swasembada
mampu menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki, sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan baik.

Ciri-ciri desa swasembada:


a) Keperluan hidup pokok desa telah tersedia
b) Ikatan adat yang berhubungan dengan perekonomian tidak
berpengaruh lagi
c) Lembaga-lembaga ekonomi dianggap lebih modern
d) Biasanya terletak di sekitar ibu kota kecamatanya
e) Ibu kota kabupaten, atau ibu kota provinsi
f) Alat-alat teknis sudah modern
g) Mata pencaharian beraneka ragam
h) Tingkat pendidikan dan keterampilan tinggi
i) Lembaga ekonomi, sosial, dan kebudayaan sudah dapat menjaga
kelangsungan hidupnya
j) Hubungan dengan kota sekitarnya berjalan lancar
k) Kondisi perhubungan, produksi, pemasaran, dan kegiatan sosial
sudah baik

375
Gambar. Desa Swasembada
Sumber : www.wikipedia.com
Berikut tabel Klasifikasi desa berdasarkan tingkat perkembangannya
Swadaya Swakarya Swasembada
Sebagian besar Mata pencaharian mulai Mata pencaharian
kehidupan penduduknya bearagam penduduk sebagaian
masih menggantungkan besar di bidang jasa dan
pada alam perdagangan

Hasilnya untuk Adat-istiadat mulai Pola pikir masyarakat


mencukupi kebutuhan longgar lebih rasional
sehari
Administrasi desa belum Administrasi desa Pengelolaan administrasi
dilaksanakan dengan sudah berjalan telah dilaksanakan
baik dengan baik
Lembaga-lembaga desa Lembaga social desa Lembaga social desa
belum berfungsi dengan dan pemerintahan sudah dan pemerintahan sudah
baik berfungsi berfungsi dengan baik

Tingkat pendidikan dan Sudah ada hubungan Sarana dan prasarana


produktivitas dengan daerah desa lengkap
penduduknya masih sekitarnya
rendah

Belum mampu dalam Sudah mampu Sudah mampu


menyelenggarakan menyelenggarakan menyelenggarakan
urusan pemerintahan urusan rumah tangga urusan rumah tangga
sendiri sendiri sendiri

376
2. STRUKTUR KERUANGAN SERTA PERKEMBANGAN KOTA

a. Ciri-Ciri Kota
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community yang ciri-
ciri dan sifatnya lebih ditekankan pada kehidupan yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.

377
Gambar 1: Kota Paris Gambar 2: Kota Jakarta
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kota Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Kota

Gambar 3: kota padang Gambar 4: Kota di India, NewDelhi


Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kota Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kota

1) Menurut Bintarto, ciri-ciri kota dibedakan menjadi dua sebagai berikut.


a) Ciri-Ciri Fisik
Di wilayah kota terdapat:
1) Sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket.
2) Tempat parkir yang memadai.
3) Tempat rekreasi dan olahraga.
4) Alun-alun.
5) Gedung-gedung pemerintahan.

378
Gambar; Super market
Sumber: www.google.com/images
2) Ciri-Ciri Sosial
a) Masyarakatnya heterogen.
b) Bersifat individualistis dan materialistis.
c) Mata pencaharian nonagraris.
d) Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai
pudar).
e) Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan
masyarakat miskin.
f) Norma-norma agama tidak begitu ketat.
g) Pandangan hidup lebih rasional.
h) Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau
kelompok sosial masyarakat secara tegas.

Masyarakat kota
Sumber: www.google.com/images

Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:

1) Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan,


tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
2) Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya.

3) Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan


pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.

4) Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.

379
5) Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan
berprinsip ekonomi.

6) Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan


sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.

7) Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat


solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini
kemudian menyebabkan penduduk kota dan pendatang mengambil sikap
acuh tidak acuh dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan orang lain.
Mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan
santun dalam berinteraksi)

Ciri Masyarakat Kota

Masyarakat kota dibentuk dari gabungan beberapa masyarakat daerah yang


terletak di sekitar wilayah tersebut. Ciri-ciri perilaku dan kebiasaan masyarakat
kota yang dapat kita saksikan saat ini antara lain:
1) Egois. Tumbuhnya sikap egois disebabkan karena adanya pengaruh
individualis sehingga melahirkan persaingan antar warga.
2) Memiliki pekerjaan yang beraneka ragam. Pekerjaan masyarakat kota pada
umumnya bergerak di bidang jasa dan perdagangan.
3) Masyarakat kota berfungsi sebagai agent of change (agen perubahan)
karena pola pikir masyarakat kota terbuka dalam menerima budaya
pengaruh dari luar.
4) Kehidupan keagamaan masyarakat kota sudah berkurang karena kesibukan
kerja, masyarakat menjadi materialistis, memiliki kontrol sosial rendah, dan
emosi keagamaan berkurang.
5) Kota memiliki kesempatan kerja yang luas. Pekerjaan di kota meliputi
pekerjaan formal dan non formal dengan berbagai bidang kehidupan yang
ada.
6) Penduduk kota tidak mengenal gotong-royong dalam menyelesaikan
permasalahan seperti halnya warga desa.
7) Kehidupan penduduk kota bersifat glamour (mewah) karena masyarakat
kota memiliki banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
8) Antar masyarakat kota terdapat kesenjangan sosial tinggi. Perbedaan antara
kaya dan miskin sangat mencolok dan memberi status sosial bagi
masyarakat.
9) Penduduk kota umumnya memiliki tingkat pendidikan tinggi karena
kesadaran untuk memenuhi kualifikasi lapangan pekerjaan yang tersedia.
10) Sebagian besar masyarakat kota bekerja di bidang industri. Tidak terdapat
pekerjaan bidang agraris di wilayah kota.

380
Banyak gedung – gedung tinggi
Udaranya terpolusi
Penduduk padat
Macet
Ciri Ciri Kota Industri, perdagangan dan jasa
Pendidikan tinggi
Fasilitas umum memadai
Jalan macet
Pemukiman padat
Masyarakat tidak saling peduli

Penggunaan Lahan Perkotaan

Gambar 5: Peta Penggunaan lahan kota padang

Kota merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh penduduk yang biasanya
memiliki ciri modern. Penduduk yang menempati kawasan perkotaan umumnya
memiliki pencaharian di bidang nonagraris yang beraneka ragam. Kegiatan
ekonomi yang menggunakan lahan perkotaan antara lain :

1. Perumahan
Pemanfaatan lahan di kota lebih kompleks dari pedesaan karena struktur dan
kondisi masyarakatnya pun lebih beragam. Lahan perumahan di perkotaan
biasanya sangat rapat, karena jumlah penduduknya banyak.

381
Gambar: perumahan diperkotaan
Sumber: www.google.com/images

2. Industri
a. Industri berhaluan bahan (bahan mentah harus diperhitungkan secara
khusus) berlokasi ditempat terdapatnya bahan mentah tersebut.
b. Di tempat pemasaran
c. Industri berhaluan pekerja, berlokasi ditempat tenaga kerja yaitu
pengerjaan bahan industri yang memerlukan keahlian khusus seperti
membatik, membordir

Gambar: industri semen padang


Sumber: www.google.com/images

3. Jasa
Jasa yang menggunakan lahan kota adalah jalan, terminal, rel kereta api, stasiun
dan sebagainya.

382
Gambar: suasana jalan lalu lintas di kota
Sumber: www.google.com/images

4. Sarana Pemerintahan

Selain perumahan dan perkantoran, lahan di kawasan perkotaan juga


biasadigunakan untuk membangun sarana-sarana pemerintahan. Ini terjadi
karenakota biasanya menjadi pusat pemerintahan.

5. Tempat Pemasaran
Keberadaan kawasan perkotaan sebagai pusat pemerintahan akhirnya mendorong
masyarakat untuk lebih banyak melakukan transaksi perdagangan di perkotaan.
Oleh karena itu, ada pula sebagian lahan yang dimanfaatkan untuk keperluan
perdagangan (pasar, mall, grosir, dan sebagainya).

Gambar: tempat-tempat berdagang atau pemasaran


Sumber: www.google.com/images

6. Pusat pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Rekreasi dan Olahraga.


Adapun beberapa jenis pemanfaatan lahan lainnya digunakan untuk keperluan-
keperluan lain yang dibutuhkan oleh penduduk kota sepertisekolah, sarana
rekreasi, kesehatan, sarana olahraga, sarana peribadatan, dan sarana hiburan.

383
Gambar: ruang terbuka tempat rekreasi
Sumber: www.google.com/images

b) Pengertian Kota
Para ahli memberi pengertian tentang kota sesuai dengan sudut pandang
keilmuannya masing-masing. Pengertian kota menurut beberapa ahli sebagai
berikut.

1. Bintarto
Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi
yang heterogen serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas
penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan
suatu masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama,
adat, dan kebudayaan
2. Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar
kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai
benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat kosmopolitan.

3. Louis Wirth
Kota adalah permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

4. Arnold Toynbee
Kota selain merupakan permukiman juga merupakan suatu kekompleksan
yang khusus dan tiap kota menunjukkan pribadinya masing-masing.

5. Grunfeld
Kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi
daripada kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian nonagraris,
dan sistem penggunaan tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi oleh
gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan.

384
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, pasal 1
Disebutkan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan,
serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan
perkotaan.
c) Struktur Keruangan Kota
1. Pengertian Struktur Ruang Kota

Kota merupakan pusat berbagai kegiatan, seperti kegiatan


ekonomi, pemerintahan, kebudayaan, pendidikan dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan seperti ini umumnya dilakukan di daerah inti kota (core
of city), dan disebut Daerah Pusat Kegiatan (DPK), atau Central Business
Districts (CBD). DPK berkembang terus meluas ke arah daerah di luarnya,
terbentuk daerah Selaput Inti Kota. Adanya berbagai kegiatan di pusat
kota, akan menimbulkan adanya pengelompokan (segregasi) dan
penyebaran jenis-jenis kegiatan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti:
a.       Ketersediaan ruang dalam kota;
b.      Jenis-jenis kebutuhan warga kota;
c.       Tingkat teknologi yang ada;
d.      Perencanaan pembangunan perkotaan;
e.       Faktor geografis setempat.

            Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan
kelangsungan hidupnya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman,
sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan
fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang
adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial,
dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu
dengan yang lainnya membentuk tata ruang.

385
Mengingat kota yang mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan, maka
penataan ruangnya harus melalui perencanaan yang cermat, agar tidak
menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Perencanaan penataan ruang perlu
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Aspek sosial seperti ,kependudukan, sosial budaya, pendidikan, agama,
status sosial, struktur sosial masyarakat;
2.  Aspek ekonomi seperti pendapatan per kapita, produksi, perdagangan,
pertambangan dll;
3.   Aspek fisik seperti relief, tanah dll.
Ketiga aspek ini penting untuk penyusunan master plan dan detail
plan kota. Penataan ruang kota yang baik perlu didasarkan pada kondisi fisik,
pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat perekonomian.

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan


serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang
merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan
maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur
pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang
secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk
tata ruang. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan,
seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan yang
ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor dan
jalan lokal.

Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan


kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa
perencanaan, yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan
melayani fungsi kegiatan yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala
kota, yang merupakan satu kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional
bahkan internasional. Rencana sturktur ruang kota mencakup: rencana
pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan rencana sistem prasarana kota.
Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kegiatan kota menggambarkan

386
lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya, cakupan/skala layanannya,
serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat pelayanan kegiatan
tersebut. Sedangkan rencana sistem prasarana kota mencakup sistem prasarana
yang mengintegrasikan kota dalam lingkup yang lebih luas maupun
mengitegrasikan bagian wilayah kota serta memberikan layanan bagi fungsi
kegiatan yang ada/direncakan dalam wilayah kota, sehingga kota dapat
menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan penataan ruang kota yang
ditetapkan.

Ilmu Struktur Ruang Kota merupakan ilmu yang membahas tentang


bagaimana pola-pola penggunaan lahan di kawasan kota. Menurut Hadi Sabari
Yunus dalam buku Struktur Ruang Kota (2000) berpendapat bahwa ada 5 (lima)
kategorisasi pendekatan-pendekatan tentang penggunaan lahan kota, yaitu:

1. Pendekatan Ekologikal (Ecological Approach).


2. Pendekatan Ekonomi (Economic Approach).
3. Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach).
4. Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach).
5. Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach).
2. Unsur-unsur Pembentukan Struktur Tata Ruang Kota

Unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota telah dikemukakan oleh


banyak pakar. Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan
totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu
manusia (antropos), masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan
(network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik
permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur yaitu place (tempat tinggal);
work (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).

Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu


wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha);
marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna,
prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula
dipahami secara persepsional seperti dikemukakan oleh Kevin Lynch yang
menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat

387
citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya ada lima unsur dalam
gambaran mengenai kota yaitu path, edge, district, node, dan landmark. Sebagai
wujud struktural pemanfaatan ruang, kota terdiri dari susunan unsur-unsur
pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural yang berhubungan
satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota. Adapun elemen-elemen yang
membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu:

1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,


pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok
dalam pusat pelayanan.
2.  Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan
perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang
terbuka hijau.
4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

3. Bentuk dan model struktur ruang


Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail)
terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105):
1. Monocentric City
Monocentric City adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah
penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang
sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District (CBD).

2. Polycentric City

Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan


tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu
pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi
pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat
kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu secara
berangsur- angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi komplek
perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan

388
hanya wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah
pengaruh kota.

CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional
centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti
multiple nucles city yang terdiri dari:

1. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran
2. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya
dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah
berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi
dilayani oleh sub pusat kota
3. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai
perkembangan kota
4. Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan
wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota
5. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara
berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan
mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).

3. Kota Metropolitan

Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit
yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya
membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah
metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-
pusat pelayanan diantaranya adalah:
1) Mono Centered. Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang
tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat
yang lain.

2) Multi Nodal. Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat daan sub-
sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain
terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan
pusat.

3) Multi Centered. Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling
terhubung satu sama lain.

389
4) Non Centered. Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat
maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki sama dan saling
terhubung antara satu dengan yang lain.

4. Teori Konsentris (The Consentric Theory)

Sumber : http://www.bbc.co.uk/schools/gcsebitesize/geography/images/set_004.gif

Teori Ini dikembangkan oleh Ernest W. Burgess yang menyatakan bahwa


perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran-lingkaran konsentrik.
Masing-masing zone tumbuh sedikit demi sedikit kea rah luar pada semua bagian
sehingga pada akihirnya akan terbentuk pola keruangan yang berlapis-lapis
dengan daerah Central Bussinis District (CBD) sebagai pusat. (Rostam, dalam
Bakaruddin,2012: 173)

Berdasarkan nilai tanah atau kriteria status sosial kawasan tempat


kediaman, dalam keadaan biasa, kota membentuk lima zone sepusat sebagai
berikut :
a. Daerah Pusat Bisnis (Central Bussiness Distric)
Lapisan ini merupakan pusat bagi segala kegiatan perniagaan dan
perdagangan, pengangkutan serta kegiatan pusat lainnya. Zone pusat
niaga ini terbagi dua :
1. Inti kota dimana terdapat gedung-gedung, kedai-kedai besar hotel,
bank, restoran, bioskop atau hiburan lainnya, kantor.
2. Kawasan perniagaan barang yang diselang selingi oleh gedung-
gedung penyimpanan barang yang terletak mengelilingi pusat inti
b. Daerah Transisi (Zone of Transition)
Zone pada lapisan ini banyak dihuni oleh golongan penduduk
berpenghasilan rendah, para migran yang datang dari desa, sehingga
kawasan ini berkembang sebagai kawasan sesak atau slum area. Hap

390
ini ditandai dengan kawasan perumahan yang mulai merosot yang
ditinggal penghuni asalnya menuju ke lapisan ketiga dan membiarkan
daerah ini ditempati oleh kaum migran. Pada lapisan ini pada beberapa
bagian terdapat juga kegiatan perniagaan yang menyebabkan lapisan
ini tidak cocok untuk kediaman.

c. Daerah tempat tinggal para pekerja (zones of Working men’s home)


Perumahan pada zone ini pada umumnya lebih baik serta sudah mulai
teratur. Kebanyakan penghuninya adalah bekas penghuni zone kedua
sebagai pekerja pabrik, buruh dan lain sebagainya.
d. Daerah tempat tinggal kelas menengah (zone of middle class dwellers)
Kawasan ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang
profesional, pemilik sendiri, pengusaha, para pegawai dsb. Perumahan
penduduknya terdiri dari rumah-rumah pribadi, rumah bangsa rendah
dan terdapat pusat perniagaan kecil untuk memenuhi kebutuhan warga
setempat.
e. Daerah tempat tinggal para penglaju (commuters of zone)

Merupakan bagian terluar dari suatu kota dan merupakan kawasan


perumahan mewah. Pada lapisan ini hanya ditempati oleh mereka yang
mempunyai kendaraan pribadi yang mampu berulang alik ke tempat
kerja di pusat kota, zone ini berkembang sebagai kawasan subur da
nada yang berkembang sebagai kota-kota satelit, tergantung waktu dan
luas dan aktivitas penduduknya.

Contoh-contoh negara dengan teori kosentris.

391
Gambar : Kota Amsterdam

Gambar : Kota Adelaide (Autralia)

5. Teori Sektor

Sumber : http://www.lewishistoricalsociety.com/wiki/article_image.php?id=27

Keterangan gambar :
1. Biru : Pusat niaga sekaligus pusar kota (CBD)
2. Ungu : Kawasan industri ringan dan perdagangan
3. Orange : Sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum murba atau
kaum buruh
4. Hijau : Kawasan pemukiman kelas menengah
5. Kuning : Kawasan tempat tinggal golongan atas

Diperkenalkan oleh Homer Hoyt (1930) yang menyatakan bahwa


perkembangan unit-unit kegiatan di daerah kota tidak mengiukuti zone-

392
zone yang teratur secara konsentris, tetapi dengan membentuk sektor-
sektor tertentu. Sector-sektor tersebut bisa terjadi di sepanjang jalur
transportasi darat maupun air, sehingga perkembangan kota lebih
menyerupai gurita.

1. Daerah Industri Kecil dan Perdagangan


Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung  kota dan jauh dari
kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan
jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini
dengan pusat bisnis.
2. Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi
lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di
mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan
komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap
persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi
melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang
memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
3. Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3
memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat
kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang
menanjak dan semakin baik.
4. Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi.
Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang
sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain
dalam hal ketinggian status sosialnya.
Pertumbuhan atau sector-sektor yang terjadi dari perkembangan kota
dapat berupa:

393
1. Pertumbuhan Vertikat, yaitu daerah ini dihuni oleh struktur keluarga
tunggal dan semakin lama akan didiami oleh struktur keluarga ganda. Hal
ini karena ada factor pembatas, yaitu : fisik, social, ekonomi dan politik.
2. Pertumbuhan Memampat, yaitu apabila wilayah suatu kota masih cukup
tersedia ruang-ruang kosong untuk bangunan tempat tinggal dan bangunan
lainnya.

3. Pertumbuhan Mendatar ke Arah Luar (Centrifugal), yaitu biasanya terjadi


karena adanya kekurangan ruang bagi tempat tinggal dan kegiatan lainnya.
Pertumbuhannya bersifat datar centrifugal, karena perembetan
pertumbuhannya akan kelihatan nyata pada sepanjang rute transportasi.
Pertumbuhan datar centrifugal ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu :

1. Pertumbuhan Datas Aksial, pertumbuhan kota yang memanjang ini


terutama dipengaruhi oleh adanya jalur transportasi yang
menghubungkan KPB dengan daerah-daerah yang berada
diluarnya.

2. Pertumbuhan Datar Tematis, pertumbuhan lateral suatu kota tipe


ini tidak mengikuti arah jalur transportasi yang ada, tetapi lebih
banyak dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, sebagai cintih yaitu
dengan didirikannya beberapa pusat pendidikan, sehingga akan
menarik penduduk untuk bertempat tinggal di daerah sekitarnya.
Di lingkungan pusat kegiatan yang beru ii akan timbul suatu
suasana perkotaan yang secara administrative mungkin terpisah
dari kota yang ada. Oleh karena jarak antara pusast kegiatan yang
baru dengan daerah perkotaan yang lama biasanya tidak terlalu
jauh, maka pertumbuhan selanjutnya adalah pada pusat yang lama
dengan pusat yang baru akan bergabung menjadi satu.

3. Pertumbuhan Datar Kolesen, perkembangan lateral ketiga ini


terjadi karena adanya gabungan dari perkembangan tipe satu dan
dua. Sehubungan dengan adanya perkembangan yang terus-

394
menerus dan bersifat datar pada kota (pusat kegiatan), maka
mengakibatkan terjadinya penggabungan pusat-pusat tersebut satu
kesatuan kegiatan.

Contoh- contoh negara yang memakai teori sektoral adalah :

Gambar : Kota Boston

Gambar. Kota California

395
Gambar . Kota Los Angeles

6. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)

Dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Pertumbuhan


kota berawal dari pusat pertumbuhan kemudian menjadi bentuk kompleks
karena muncul nukleus-nukleus baru sebagai kutub pertumbuhan, seperti
perguruan tinggi, kompleks industri, dan terminal bus. Dalam teori ini tidak
ada urutan-urutan yang teratur dari zona-zona kota seperti halnya pada teori
konsentris dan sektoral.

396
CBD (Cenral Bussines District) : Merupakan Pusat Daerah Kegiatan
yang merupakan inti kota.
Industry : Industri mengikuti aliran sungai, jalur kereta api, jalan raya.
Pekerja kelas bawah bekerja di daerah ini memproduksi barang kebutuhan
kota.
Low Class Residential : Merupakan pemukiman pekerja kelas bawah,
dekat dengan lokasi pabrik untuk mengurangi biaya transport. Tingkat
polusi di daerah ini sangat tinggi dan lingkungan yang buruk karena
pengaruh pabrik.

397
Middle Class Residental : Merupakan zona pemukiman terluas, dihuni
pekerja dengan taraf ekonomi menengah. Kondisi lingkukngan lebih baik
karena agak jauh dari daerah pabrik.
High Class Residental : Merupakan zona pemukiman kelas atas, kondisi
lingkungan sangat baik dan sarana transportasi sangat nyaman tanpa
kemacetan. Akses menuju pusat kota sangat lancar.

7. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)


Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun
1965 dengan mengambil lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba
menggabungkan teori konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentris lebih

ditonjolkan.
8. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)

Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin


dan Larry Ford pada tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin. Teori
ini dapat digambarkan sebagai berikut.

398
Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada
peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori poros
ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

9. Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan
historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota.
Teori historis dari Alonso dapat digambarkan sebagai berikut.

399
10. Teori Pusat Pelayanan (Christaller)
Walter Christaller seorang geograf jerman (1933) mengemukakan teori
lokasi yang dikenal sebagai teori tempat sentral (central place theory). Christaller
memperkenalkan teori ini tahun 1933 dalam tulisannya yang berjudul ”Die
Zentralen Orte la Suddeutschland”. Tempat yang sentral diasumsikan sebagai
tempat yang memberikan peluang kepada manusia yang jumlahnya maksimum
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan, baik sebagai pelayannya maupun
sebagai pihak yang dilayani.
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian
Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan
perkembangan DPK atau CBD, maka berikut ini adalah penjelasan masing-
masing teori mengenai pandangannya terhadap DPK atau CBD :
1. Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan
bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel
ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan
daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan
ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal.
Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan
perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu
ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat
ekonominya.
2. Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral
dilandasi oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini
disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari
perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi
proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari
daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK
atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang
digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-
daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain
dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.

400
3. Teori Historis (Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini
merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan
daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

F. Kebijakan terkait Struktur Ruang Kota

            Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nasional Dalam Undang-undang No.


26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan dalam arahan kebijakan
bahwa muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota mencakup :

1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Rencana Wilayah Kota;


2.  Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota;
3.   Rencana Pola Ruang Wilayah Kota;
4.  Penetapan Kawasan Strategis Kota;
5. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota (Penyediaan dan Pemanfaatan
RTH, Non Hijau, Sarana Prasarana); dan
6. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional,
Kabupaten Majalengka difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Dalam Pasal 1 PP No. 26/2008 pengertian dari PKL adalah Pusat Kegiatan
Lokal adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di


dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Christaller
menggunakan bentuk hexagon untuk menggambarkan wilayah-wilayah yang
saling bersambungan. Lingkaran yang mencerminkan wilayah yang saling
bertindih lalu dibelah dua dengan garis lurus, sehingga dapat dipilih lokasi
yang paling efisien. Sehingga dengan membayangkan hexagonal-hexagonal
tersebut terciptalah hierarki pemukiman dan wilayah pasaran.

401
Sesuai dengan luas kawasan pengaruhnya, hierarki tempat sentral dapat
dibedakan sebagai K=3, K=4 dan K=7. Untuk melihat tempat-tempat sentral
berdasarkan hierarkinya, ikutilah gambar-gambar berikut :
1) Tempat Sentral yang Berhierarki 3 (K=3)
Tempat sentral yang berhierarki 3 adalah pusat pelayanan berupa pasar yang
senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi penduduk yang tinggal
daerah sekitarnya. Hierarki 3 sering disebut sebagai kasus pasar optimal yang
memiliki pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya yang berbentuk
heksagonal, selain memengaruhi wilayahnya itu sendiri.

K=3
= 6 (1/3 + 1) = 3

Gambar 7. Berhierarki 3 dengan kekuatan pengaruh sepertiga


wilayah sekitarnya, yang disebut Kasus pasar optimum
2) Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)
Tempat sentral yang berhierarki 4 dinamakan situasi lalu lintas yang
optimum, artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya yang
terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu
lintas yang paling efisien. Situasi lalu lintas optimum ini memiliki pengaruh ½
bagian dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya yang berbentuk segi enam
selain mempengaruhi wilayah itu sendiri.
K=4
= 6 (1/2 + 1) = 4

402
Gambar 8. Berhierarki 4 dengan kekuatan pengaruh setengah
wilayah sekitarnya, yang disebut Situasi lalu lintas yang optimum

3) Tempat Sentral yang Berhierarki 7 (K=7)


Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administratif yang
optimum. Tempat sentral ini memengaruhi seluruh bagian (satu bagian) wilayah-
wilayah tetangganya, selain memengaruhi wilayah itu sendiri. Contoh tempat
sentral berhierarki 7 antara lain kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

K=7
= 6 (1) + 1 = 7

Gambar 9. Berhierarki 7 dengan kekuatan pengaruh seluruh


wilayah, yang disebut juga Situasi administrasi yang optimum

Untuk dapat menerapkan teori Christaller dalam suatu wilayah, terdapat dua


syarat utama yang harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.
a) Topografi atau bentuk lahan di wilayah tersebut relatif seragam atau
homogen sehingga tidak ada bagian-bagian wilayah yang mendapat
pengaruh lereng
atau pengaruh lainnya yang berhubungan dengan bentuk muka bumi.
b) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen.

d. Sejarah Pertumbuhan Kota Di Indonesia


Pada mulanya, kota hanya diharapkan untuk menampung jumlah
penduduk yang terbatas sehingga sarana kegiatan ekonomi pun terbatas.
Akibatnya, sarana lalu lintas dari kota ke desa pun terbatas. Wilayah pusat usaha
pada kota-kota di Indonesia umunya dipadati oleh perumahan, gudang, pabrik,
dan ditambah pasar-pasar tradisional. Keadaan itu membuat pusat usaha kota di
Indonesia menjadi sangat sibuk dan ramai.
Wilayah pusat usaha yang terdapat di Eropa dan Amerika terutama berisi
pedagang eceran, bank, pelayanan dokter, jasa hukum, hotel dan hiburan. Pada
umumnya tidak terdapat perumahan, pabrik, atau pedagang besar. Menurut Dewi

403
(2009), kota-kota yang terdapat di negeri kita mulanya hanya merupakan sebuah
pemukiman penduduk biasa, seperti desa. Lama-kelamaan tumbuh dan
berkembang berdasarkan latar belakang atau sejarahnya masing-masing.
Dari uraian di atas, adanya perkembangan aktivitas penduduk di Indonesia
yang tumbuh mengakibatkan munculnya kota-kota atas dasar sebagai berikut : ada
yang berkembang karena tempat tersebut merupakan kawasan perdagangan,
karena merupakan pusat perkebunan, pertambangan, atau karena dijadikan pusat
administrasi pemerintahan.

1. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat


Perdagangan
Kota yang tumbuh atas dasar pusat perdagangan, antara lain, Jakarta, Aceh,
dan Ujungpandang. Sejak zaman Portugis, kota-kota itu merupakan tempat
persinggahan dan perdagangan, tidak hanya pedagang dari Nusantara melainkan
juga dari mancanegara, seperti pedagang dari Portugis, Spanyol, Belanda, India,
Arab, juga Cina. Sekarang kota-kota itu tidak hanya merupakan pusat
perdagangan, melainkan juga merupakan pusat-pusat pemerintahan. Saudagar
asing dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota. Kota yang
berasal dari pusat perdagangan diantaranya Makasar, Jakarta dan Surabaya
Pontianak, Bagansiapiapi, Samarinda, Palembang, Jambi, dan Banjarmasin . Kota-
kota tersebut berada di pinggir sungai atau pantai dengan tujuan mempermudah
pemasaran dan tukar menukar barang dagangan

Gambar 10.1 Gambar kota sebagai pusat perdagangan tempo dahulu


Sumber : http//Wikipedia.com

404
2. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat
Perkebunan
Usaha perkebunan memerlukan tanah yang luas dan cukup subur dengan
curah hujan dan iklim yang sesuai dengan tanamannya. Di samping itu, usaha
perkebunan banyak memerlu kan tenaga kerja. Oleh karena itu, daerah
perkebunan selalu didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut akhirnya
bertempat tinggal di daerah sekitar perkebunan. Banyaknya penduduk di sekitar
perkebunan akhirnya berkembang menjadi desa dan jika perkembangannya pesat
akan menjadi wilayah kota.
Menurut Dewi (2009) Kota Jambi dan Maluku dapat digolongkan ke dalam
jenis kota yang mengalami pertumbuhan atas dasar pusat perkebunan.
1) Jambi, mulanya unit-unit perkebunan yang berskala besar yang kemudian
berkembang seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk dan
kemajuan di bidang teknologi. Sampai pada tahun 1990, Jambi memiliki
48,7% hutan produksi dan 24,7% hutan konsumsi dari 2.947.200 ha hutan
yang dimilikinya.(perkebunan karet)
2) Maluku, adalah pusat rempah-rempah yang sejak dulu telah menjadi
rebutan pedagang-pedagang Eropa. Setelah dikuasai 3,5 abad oleh
Belanda, Maluku semakin berkembang dan sampai sekarang tetap
menjadi pusat perkebunan rempah-rempah.
Selain kota tersebut Menurut Eni H (2012) Kota yang berasal dari
perkebunan diantaranya Sukabumi (perkebunan teh), Ambarawa (perkebunan
karet), Bandung, Bogor, Malang, Salatiga, Palembang, dan Bengkulu
Pematangsiantar, Lampung, , Sabang, dan Bandung.

3. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat


Pertambangan
Usaha pertambangan juga banyak memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu,
daerah pertambangan juga banyak didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut
akhirnya juga bertempat tinggal di daerah sekitar pertambangan. Banyaknya
penduduk di sekitar pertambangan berkembang menjadi desa dan akhirnya jika
perkembangannya pesat akan menjadi wilayah kota. (Anonime: 2016).

405
Berikut kota yang berasal dari pertambangan (1) Cepu , Balik Papan,
Samarinda dan Surabaya tumbuh dan berkembang karena terdapat pertambangan
minyak bumi. (2) Bangka, Belitung, Muntok, Pangkal Pinang, Tanjung Pandan,
Linggas, dan Singkep dapat tumbuh dan berkembang karena adanya sumber
tambang timah. (3) Martapura berkembang karna adanya tambang intan. Selain itu
Dumai, Langkat, Kutai, Bontang, Ombilin, Sawahlunto, Tanjung Enim, Bukit
Asam, Wonokromo, juga berasal dari bekas pertambangan. (Eni H : 2012)

4. Pertumbuhan Kota yang Berlatar Belakang sebagai Pusat


Administrasi Pemerintahan
DKI Jakarta dan DI Yogyakarta merupakan kota yang tergolong kategori ini.
Pada abad ke-16, Jakarta atau Jayakarta ketika itu merupakan pusat kekuasaan
Kerajaan Fatahillah. Sejak Perjanjian Giyanti ditandatangani tahun 1955, Yogya
merupakan pusat kesultanan Yogyakarta, dan pernah menjadi ibu kota negara
pada tahun 1949. Pertumbuhan kota yang berlatar belakang sebagai pusat
administrasi pemerintahan.
Kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dapat berkembang menjadi
pusat pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kota sebagai pusat administrasi
pemerintahan biasanya berdiri berbagai gedung-gedung pemerintahan seperti
kantor kepolisian, gedung pengadilan, dan kantor pemerintahan100 lainnya.
Dengan adanya kantor-kantor pemerintahan maka akan menarik orang dari
wilayah lain untuk datang mengurus masalah politik, sosial, dan ekonomi. Dengan
adanya aktivitas-aktivitas tersebut, kota akan sering dikunjungi. Hal ini akan
mempercepat kota menjadi pusat pertumbuhan. Kota yang berasal dari pusat
administrasi.Jakarta (ibukota Negara), Yogyakarta, Semarang (ibukota provinsi
Jateng) dsb

406
Gambar 10.2 Administrasi Kota Batavia
Sumber http://kliksma.com/

e. Tahap-Tahap Perkembangan Kota

1. Lewis Munford mengklasifikasikan perkembangan kota dari segi fisik dan


budayanya ke dalam enam tahap yaitu:
a) Eopolis
Tahap ini merupakan awal pembentukkan benih sebuah kota yang
dicirikan dengan adanya perkampungan. Kegiatan masyarkat pada
tahap ini masih terfokus  pada sektor pertanian, pertambangan,
perkebunan dan perikanan.

b) Polis
Tahap ini dicirikan dengan munculnya pasar di tengah perkampungan
serta mulai berdirinya industri kecil. Pengaruh industri pada tahap ini
masih belum begitu besar.
c) Metropolis
Tahap ini kenampakan struktur ruang kota sudah berkembang cukup
besar. Pengaruh kota sudah terasa hingga daerah sekitarnya sehingga
banyak ditemukan kota satelit atau daerah penyokong kota utama. 
d) Megalopolis
Tahap ini dicirkan dengan perilaku manusia di atasnya yang hanya
berorientasi materi. Sistem birokrasi yang buruk dan standarisasi
produk lebih dipentingkan pada tahap ini. Contoh tahap ini adalah
Kota Paris pada abad ke 18, New York pada awal abad ke 20.
e) Tiranopolis
Tahap ini merupakan awal kehancuran suatu kota. Kondisi
perdagangan mulai menurun secara signifikan.
f) Nekropolis

407
Tahap ini disebut juga the city of dead, yaitu kehancuran total kota
karena berbagai faktor seperti kelaparan, perang, bencana atau sistem
tata kota yang buruk. Kenyamanan sudah tidak ditemukan pada kota
seperti ini

2. Menurut teknologi dan peradaban ada 3 fase perkembangan kota :


a) Fase Mezo Teknik
Perkembangan kota yang menyandarkan eksploitasi manusia atas
sumber daya angin dan air .
b) Fase Paleo Teknik
Perkembangan kota yang sumber tenaga yang digunakan uap air dan
mesin – mesinnya dikonstruksi dari besi dan baja
c) Fase Neo Teknik
Perkembangan kota yang sumber tenaga yang digunakan bensin dan
uap air

3. Menurut Griffith Taylor , tingkat perkembangan kota ada 4 tahap :


a. Tahap infantile
Pada tahap ini ditandai dengan tidak adanya tempat pemisah antara
pusat perekonomian dengan tempat perumahan sehingga biasanya
dijadikan satu antara toko dan perumahan. Lalu lintas menjadi
terganggu. Trotoar dan jalur jalan sempit akan menjadi halaman
warga. Selain itu batas antara daerah miskin dan daerah kaya semakin
sulit untuk digambarkan.

Gambar 1. Sepanjang jalan KZ, Bengkulu


(Sumber;http://prayudibrillian.blogspot.co.id/2016/09/tahap-
perkembangan-kota.html)

b. Tahap Juvenile
Pada tahap ini ditandai dengan munculnya rumah-rumah baru diantara
rumah-rumah lama atau tua dan mulai nampak terpisahnya antara toko
atau perusahaan atau perumahan.

408
Gambar 2. Pecinan - Semarang
(Sumber;http://prayudibrillian.blogspot.co.id/2016/09/tahap-
perkembangan-kota.html)

c.Tahap Mature
Pada tahap ini ditandai adanya pengaturan tempat ekonomi dan
perumahan atau sudah adanya perencanaan tata kota yang baik

Gambar 3. Jawa Timur


(Sumber;http://prayudibrillian.blogspot.co.id/2016/09/tahap-
perkembangan-kota.html)

d. Tahap sinile
Pada tahap ini kota kembali menjadi rumit karena adanya
pengembangan-pengembangan kota yang lebih luas lagi sehingga
terjadi pembongkaran dan penggusuran perumahan maupun untuk
dipindahkan keluar kota.

409
Gambar 4. Bantaran Waduk Pluit, Jakarta
Sumber;http://prayudibrillian.blogspot.co.id/2016/09/tahap-
perkembangan-kota.html

B. POLA DAN FAKTOR-FAKTOR INTERAKSI DESA DAN KOTA

1. Bentuk Dan Pola Desa

Bentuk-bentuk Desa
Bentuk- bentuk desa secara sederhana dapat dikemukakan sebagai beikut :
a. Bentuk Desa Menyusur Sepanjang Pantai

Gambar 6: Pemukiman penduduk menyusur sepanjang pantai


Sumber: sobriyaacob.com
Di daerah pantai yang landai dapat tumbuh suatu permukiman, yang
mata pencarian penduduknya dibidang perikanan, perkebunan kelapa, dan
perdagangan. Jika desa pantai seperti itu berkembang, maka tempat tinggal
meluas dengan cara menyambung yang lama dengan menyusur pantai, sampai
bertemu dengan desa pantai lainnya.
b. Bentuk Desa Terpusat

Gambar 7: Pemukiman penduduk terpusat

410
Sumber: s683.photobucket.com

Pola keruangan desa yang terpusat terdapat didaerah pergunungan. Pola


desa terpusat di jumpai pada suatu desa yang permukiman penduduknya
berdekatan antara yang satu dengan yang lain dan membentuk suatu kelompok
besar. Faktor yang mempengaruhi pola memusat antara lain :
1) Daerah yang memiliki tanah yang subur dan dapat mengikat permukiman
penduduk dalam suatu kelompok.
2) Daerah dataran rendah yang luas.
3) Daearah dengan permukaan air tanah yang dalam sehingga pembuatan
sumur sulit karena memakan waktu dan biaya.
4) Daerah yang keamanannya belum terjamin dari berbagai gangguan, baik
dari kelompok lain maupun binatang buas.

Penduduk umumnya terdiri atas mereka yang seketurunan, pemusatan


tempat tinggal tersebut didorong oleh kegotong royongan mereka, jika jumlah
penduduk kemudian bertambah lalu pemekaran desa pegunungan itu mengarah
kesegala jurusan, tanpa adanya rencana. Sementara itu pusat-pusat kegiatan
penduduk pun dapat bergeser mengikuti pemekaran.

c. Bentuk Desa Linear di Daratan Rendah

Gambar 8: Pemukiman penduduk linear di daratan rendah


Sumber: idkf.bogor.net

Pemukiman penduduk didataran rendah umumnya memanjang sejajar


dengan rentangan jalan raya yang menembus desa yang bersangkutan. Jika
kemudian secara wajar artinya tanpa direncanakan desa mekar, tanah pertanian
diluar desa sepanjang jalan desa menjadi pemukiman baru memang ada kalanya
juga pemekaran kearah pedalaman sebelah menyebelah jalan raya. Maka harus

411
dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, jadi semacam ring road dengan maksud
agar kawasan pemukiman baru tak terpencil.
d. Bentuk Desa yang Mengelilingi Fasilitas Tertentu

Gambar 9: Pemukiman penduduk mengelilingi sungai


Sumber: Pustaka Pedia

Jenis ini terdapat didataran rendah, yang dimaksudkan dengan fasilitas


misalnya mata air, waduk, lapangan terbang, dan lain-lain. Arah pemekarannya
dapat kesegala jurusan, sedang fasilitas-fasilitas untuk industri kecil dapat
disebarkan dimana-mana sesuai dengan keinginan setempat. Bentuk-bentuk desa
seperti diuraikan diatas bertalian erat dengan usaha pengembangan dan penggalian
sumber dayanya secara optimal. Dengan cara yang bijaksana perkembangan
pemukiman dalam arti pemekarannya juga harus direncanakan secara khusus,
sehingga terjamin wajah pemukiman yang baik dalam arti yang menguntungkan.

Pola-pola Desa
a. R. Bintarto
Menurut R. Bintarto ada 6 pola desa yang dikemukakan yaitu :
1) Memanjang jalan: Susunan desanya mengikuti jalur-jalur jalan dan sungai.
Contohnya: terdapat didaerah Bantul, Jokyakarta
2) Memanjang sungai : Susunan desanya mengikuti jalur-jalur jalan dan
sungai. Contohnya terdapat didaerah Bantul, Yogyakarta
3) Radial : Pola desa ini berbentuk radial terhadap gunung dan memanjang
sepanjang sungai dilereng gunung
4) Tersebar : Pola desa didaerah gunung kidul – yogyakarta merupakan
nucleus yang berdiri sendiri.
5) Memanjang pantai : Didaerah pantai susunan desa nelayan berbentuk
memanjang sepanjang pantai.
6) Sejajar jalan kereta api.

412
 keterangan :
    a. Memanjang jalan
    b. Memanjang sungai
    c. Radial
    d. tersebar
    e. memanjang pantai 

Gambar 10: Pola Keruangan Desa (R. Bintarto)


Sumber: http://cullend17nov.blogspot.co.id

b. Daldjoeni
Menurut Daldjoeni (1987) dalam Aminah Aam (2014:184),
mengemukakan bahwa ditinjau dari pola tata guna lahannya, ada empat bentuk
perdesaan yang banyak dijumpai di Indonesia. Keempat bentuk desa tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Bentuk desa linear atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur
sungai.
Pola semacam ini dapat dijumpai di daerah dataran, terutama dataran
rendah. Tujuan utama bentuk desa yang linear atau memanjang adalah
mendekati prasarana transportasi (jalan atau alur sungai) sehingga
memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa.

Gambar 11: Bentuk Desa Linear Mengikuti Jalan


Sumber: http://cullend17nov.blogspot.co.id
Ciri-ciri pola permukiman linier adalah:
a. Perkembangan permukiman penduduknya menurut pola jalan yang ada
(memanjang atau sejajar dengan rentangan jalan raya yang menembus
desa)
b. Keuntungan dari pola permukiman ini adalah aksesibilitas ke kota
yang tinggi.

413
2) Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai.
Bentuk desa ini terjadi karena aktivitas manusia yang mencari ikan dan
hasil laut lainnya.

Gambar 12: Bentuk Desa Memanjang Mengikuti Garis Pantai


Sumber: http://cullend17nov.blogspot.co.id

3) Bentuk desa terpusat.


Bentuk desa semacam ini banyak dijumpai di wilayah pegunungan.
Wilayah pegunungan biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal dari
keturunan yang sama sehingga antara sesama warga masih merupakan
saudara atau kerabat.

Gambar 13: Bentuk Desa Terpusat


Sumber: http://cullend17nov.blogspot.co.id

Perumahan yang tersusun mengikuti pola ini biasanya berbentuk


unit-unit kecil, dan biasanya terdapat di daerah pegunungan (bisa juga
dataran tinggi yang berelief kasar) dan daerah-daerah yang terisolir.
Permukiman penduduk memusat mendekat sumber-sumber penghidupan
mereka, seperti permukiman di pegunungan mengitari/mendekati mata air.
Penduduk yang tinggal di permukiman yang terpusat biasanya masih
memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan pekerjaan, sehingga pola
ini akan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan mudah.
Pola permukiman terpusat, yakni pola permukiman yang rumahnya
mengelompok (agglomerated rural settlement), dan merupakan dukuh

414
atau dusun (hamlet) yang terdiri atas kurang dari 40 rumah, serta kampung
(village) yang terdiri atas 40 rumah atau lebih bahkan ratusan rumah. Di
sekitar kampung dan dusun terdapat tanah pertanian, perikanan,
peternakan, pertambangan, kehutanan, dan tempat bekerja sehari-hari.
Perkampungan pertanian pada umumnya mendekati bentuk bujur sangkar
sedangkan perkampungan nelayan umumnya memanjang (satu baris atau
beberapa baris rumah) sepanjang pantai atau sepanjang sungai. Pola
permukiman ini terdapat di daerah pegunungan. Pada umumnya, warganya
masih satu kerabat. Pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh
adanya rasa kegotong-royongan. Jika jumlah penduduk bertambah,
pemekaran permukiman mengarah ke segala arah, tanpa adanya rencana.
Sementara itu, pusat-pusat kegiatan penduduk dapat bergeser mengikuti
pemekaran.
Ciri-ciri pola permukiman terpusat adalah:
a) Plot rumah saling berhubungan
b) Kerugiannya, yaitu jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian
mereka agak jauh
c) Kelebihan dari pola pemukiman terpusat, yaitu areal pertanian pribadi
dapat tersebar luas.

4) Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu.


Bentuk semacam ini banyak dijumpai di wilayah dataran rendah dan
memiliki fasilitas umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk
setempat, seperti mata air, danau, waduk, dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Gambar 14: Bentuk Desa Mengelilingi Fasilitas Tertentu


Sumber: http://cullend17nov.blogspot.co.id

415
c. Pola pemukiman desa
Pola pemukiman desa yaitu:
1) Pola pemukumiman desa mengelompok (Nucleated Village) yaitu
pemusatan penduduk desa hidup menggerombol membentuk suatu
kelompok yang disebut nucleus. Pola ini dipengaruhi oleh faktor sebagai
berikut:
 Tanah yang subur adalah daerah yang memiliki tanah yang subur
memikat penduduk untuk berdiam mengelompok.
 Reliefnya tidak kasar adalah daerah dataran rendah yang banyak
didiami penduduk.
 Air tanah yang dalam adalah daerah ini akan didapatkan jumlah sumur
yang sedikit dan jumlah memusat disekitar sumur.
 Keamanan daerah yang keamanannya belum menjamin, penduduk
akan hidup mengelompok.
2) Pola pemukiman desa memanjang (line village) yaitu penduduk desa
menyusun tempat tinggalnya mengikuti jalur pantai, sungai atau jalur jalan
dan membentuk suatu deretan perumahan.
3) Pola pemukiman desa menyebar (open country village) yaitu penduduk
desa memilih atau membangun tempat kediamannya tersebar di suatu
daerah pertanian hingga dimungkinkan adanya suatu hubungan dagang,
karena perbedaan produksi dan kebutuhan. Pola ini juga disebut trade
center community. Pemukiman penduduk yang menyebar dipengaruhi
oleh faktor sebagai berikut:
 Bencana banjir adalah daerah banjir dapat menjadi pemisah antara
pemukiman penduduk antar satu dengan yang lainnya.
 Topografi yang kasar adalah daerah ini pemukiman penduduk akan
menyebar.
 Air tanah yang dangkal adalah pembuatan sumur dibuat dengan mudah
dimana-mana sehingga pemukiman perumahan penduduk menyebar
mengikuti penyebaran sumur.

2. Fungsi Desa Dan Kota

416
a. Fungsi Desa
Masyarakat desa pada umumya memiliki pemikiran yang belum modern.
Karena mempertahankan budaya dan kearifan lokal, jadi masyarakat desa belum
berkembang diberbagai bidang contohnya bidang pendidikan, komunikasai,
sarana dan prasarana, perekonomian. Penduduk yang berada di pedesaan biasanya
beraktifitas sesuai dengan potensi desa. Desa pertanian penduduknya beraktifitas
sebagai petani, desa nelayan penduduk mayorotas sebagai nelayan.
Kebudayan yang ada di desa masih sangat terjaga sebagian besar
masyarakat desa masih tetap mempertahankan budaya yang ada disana. Seiring
berkembangnya zaman masyarakat desa sudah mulai berkembang dan sebagian
besar sudah mulai keluar dari desa untuk mencari pekerjaan dan pendidikan yang
layak. Desa memiliki potensi alam dan manusia yang sangat melimpah, potensi
alam dan manusia ini memberikan fungsi tersendiri bagi desa.

Adapun fungsi desa adalah:


a. Hinterland ialah daerah penyokong atau penyuplaikebutuhan
masyarakat kota. Karena desa memiliki sumberdaya alam yang berlimpah
desa berfungsi sebagai pemasok kebutuhan masyarakat kota mulai dalam
berbagai bidang contohnya pertanian sayuran yang ada diperkotaan biasanya
dikirim dari desa.
b. Raw Material and Man Power, desa berfungsi sebagai
penghasil bahan mentah untuk industri, dan tenaga kerja. Masyarakat desa
yang melimpah biasa mencari pekerjaan di kota
c. segi kegiatan kerja, desa dapat berfungsi sebagai desa agraris,
desa industri, desa nelayan, dan sebagainya
d. sebagai bentuk pemerintahan terendah, artinya desa diharapkan
mampu menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh
pemerintah yang lebih tinggi (Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Desa#Fungsi_Desa)

417
Gambar . Fungsi desa sebagai penyuplai kebutuhan masyarakat kota dan masyarakat
desa sebagai tenaga kerja
Sumber: Sumber:https://www.google. fungsi+desa

b. Fungsi Kota
Kota memiliki banyak fungsi, misalnya: sebagai pusat pemerintahan, pusat
pendidikan, dan pusat hiburan (pariwisata), atau pun sebagai fungsi-fungsi
lainnya. Tidak setiap kota memiliki fungsi yang sama, mungkin ada yang
berfungsi sebagai pusat kebudayaan saja, sebagai pusat perdagangan saja, atau
fungsi-fungsi khusus lainnya. Tapi, tidak sedikit pula kota yang memiliki banyak
fungsi. Misalnya kota Jakarta. Di samping sebagai pusat pemerintahan, Jakarta
juga merupakan pusat pendidikan dan pusat rekreasi.

Lebih rinci lagi, fungsi-fungsi kota itu ialah sebagai berikut.


a. Kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang
jadi.
b. Kota sebagai pusat perdagangan, yakni melayani daerah sekitarnya.
Contohnya: Rotterdam, Singapura, dan Hamburg.
c. Kota sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota negara. Contohnya: Jakarta,
London, Kairo.
d. Kota sebagai pusat kebudayaan. Contohnya: Mekah, Yerusalem, dan
Vatikan.
e. Kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi. Contohnya: Monaco, Palm
Beach, Florida, dan Puncak- Bogor

418
f. Kota yang berfungsi ganda. Kota-kota di abad sekarang banyak yang
termasuk kategori ini. Contohnya: Jakarta, Tokyo, dan Surabaya yang
mencanangkan diri sebagai kota industri, perdagangan, maritim, dan
pendidikan, di samping sebagai pusat pemerintahan
(Sumber:https://desacilayung.blogspot.co.id/2012/05/klasifikasi-potensi-
fungsi-ciri-ciri.html)

Gambar 11.2 Fungsi desa sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pusat
perindustrian

Sumber:https://www.google. fungsi+kota

3. Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Desa Dan Kota

Beberapa pengertian yang ada hubungannya dengan interaksi menurut


Bintarto (1983), adalah sebagai berikut

Relationship: hubungan antar dua gejala, dua komponen, dua individu atau lebih yang
menimbulkan pengaruh
Interelation : hubungan berpengaruh antar dua gejala atau lebih dalam satu wilayah
Interaction : kontak atau hubungan antar dua wilayah atau lebih yang dapat
menimbulkan gejala atau masalah hidup
Integration : bertemunya beberapa unsur
419 yang saling mengisi, sehingga dapat dicapai
suatu keserasian dan kelengkapan
Selain dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan ada juga teori
interaksi yang bertujuan untuk mengukur kekuatan antar dua wilayah atau lebih.
Reilly (1929) berpendapat bahwa “kekuatan interaksi antar dua wilayah atau
lebih dapat diukur dengan memperhatikan jumlah penduduk masing-masing
wilayah serta jarak mutlak antar wilayah”. Dari teori tersebut dapat diperoleh
kesimpulan bahwa kekuatan antar wilayah ditentukan oleh :
1. Jarak antar dua wilayah
Semakin dekat jarak antar dua wilayah maka interaksinya semakin besar, dan
sebaliknya.
2. Jumlah penduduk
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar kekuatan interaksinya
3. Keterjangkauan transportasi
4. Fasilitas yang terdapat di suatu wilayah
5. Banyaknya kesempatan bekerja dan berusaha
6. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan IPTEK di suatu wilayah
Terjadinya interaksi dapat dipengaruhi oleh kelancaran perhubungan antar
wilayah, sehingga transportasi dapat menjangkau beberapa wilayah dan
menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa. Arus komunikasi yang
tersebar di seluruh wilayah seperti surat kabar, radio, televisi, dan telepon
menyebabkan orang yang berada di suatu wilayah terdorong untuk mengetahui
informasi tentang daerah lain.
Menurut Daljoeni (1997) selain faktor yang mempengaruhi interaksi yang
dijelaskan di atas, ada juga faktor spatial transfer ability yang dipengaruhi oleh
hal-hal berikut ini:
1. Jarak mutlak
2. Jarak relatif
3. Biaya angkutan/biaya transportasi
4. Kemudahan dan kelancaran prasarana transportasi antar wilayah.
Interaksi keruangan menandakan bahwa gejala-gejala, sifat gejala dan
sebagainya dipengaruhi oleh sifat keruangan dan non keruangan dari gejala yang
bersangkutan. Interaksi keruangan menyatakan dirinya dalam bentuk perpindahan
manusia, materi, informasi dan energi. Interaksi keruangan menyajikan dasar

420
untuk menerangkan lokasi, relokasi, distribusi dan difusi pemencaran dari gejala-
gejala tersebut.
Pengertian-pengertian pokok cara interaksi keruangan menurut Schoenmaker

manusia
Gerakan a Hasil Lokasi
-Komplementaritas materi
nyata pada arus Relokasi
-Transferabilitas
energi Distribusi
-Intervening
Difusi
opportunities informasi

Bagan. Interaksi Keruangan menurut Schoenmaker

Pola dan kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih sangat
dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah tersebut, serta kemudahan yang
mempercepat proses hubungan kedua wilayah itu. Menurut Edward Ullman, ada
tiga faktor utama yang mendasari atau mempengaruhi timbulnya interaksi antar
wilayah, yaitu sebagai berikut:
1. Regional Complementary
Yaitu adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi. Regional
Complementary adalah terdapatnya wilayah-wilayah yang berbeda dalam
ketersediaan atau kemampuan sumber daya. Di satu pihak ada wilayah yang
kelebihan (surplus) sumber daya, seperti produksi pertanian dan bahan galian,
dan di lain pihak ada daerah yang kekurangan (minus) jenis sumber daya
alam tersebut. Adanya dua wilayah yang surplus dan minus sumber daya
tersebut sangat memperkuat terjadinya interaksi, dalam arti saling melengkapi
kebutuhan, di mana masing-masing wilayah berperan sebagai produsen dan
konsumen. Perhatikan bagan berikut.

421
Bagan. Regional Complementary
2. Intervening Opportunity
Adanya kesempatan untuk berintervensi, artinya adanya suatu kemungkinan
perantara yang dapat menghambat timbulnya interaksi antar wilayah.
Amatilah bagan berikut ini.

Bagan. Intervening Opportunity

422
Pada bagan di atas dapat dilihat bahwa secara potensial antara wilayah A
dan B sangat memungkinkan terjalin interaksi karena masing-masing wilayah
memiliki kelebihan dan kekurangan sumber daya sehingga dapat berperan sebagai
produsen dan konsumen. Akan tetapi, karena ada wilayah lain yaitu wilayah C
yang menyuplai kebutuhan wilayah A dan B, maka kekuatan interaksi antara A
dan B menjadi lemah. Dalam hal ini, wilayah C berperan sebagai intervening area
atau wilayah perantara. Intervening Opportunity dapat diartikan sebagai suatu hal
atau keadaan yang dapat melemahkan jalinan interaksi antar wilayah karena
adanya sumber alternatif pengganti kebutuhan. Untuk lebih jelasnya perhatikan
bagan berikut:

Bagan. Melemahnya Interaksi akibat Sumber Daya Alternatif

3. Spatial Transfer Ability


Adanya kemudahan transfer atau pemindahan, baik itu manusia, barang dan
jasa, gagasan dan informasi antara satu wilayah dan wilayah lainnya.
Kemudahan pergerakan antar wilayah sangat berkaitan dengan beberapa hal
berikut ini:
a. Jarak antarr wilayah (jarak mutlak dan relatif)
b. Biaya transportasi
c. Kemudahan dan kelancaran prasarana dan sarana tranportasi antar
wilayah.

423
Zona Interaksi Desa-Kota
Menurut Bintarto, zona-zona interaksi antara wilayah perkotaan dan
perdesaan membentuk pola-pola konsentrik, yaitu sebagai berikut.
1. City diartikan sebagai pusat kota.
2. Suburban (sub daerah perkotaan) yaitu suatu wilayah yang lokasinya
berdekatan dengan pusat kota. Wilayah ini merupakan tempat tinggal para
penglaju (penduduk yang melakukan mobilitas harian ke kota untuk
bekerja).
3. Suburban fringe (jalur tepi subdaerah perkotaan), yaitu suatu wilayah
yang melingkari sub-urban, atau peralihan antara kota dan desa.
4. Urban fringe (jalur tepi daerah perkotaan paling luar) yaitu semua batas
wilayah terluar suatu kota. Wilayah ini ditandai dengan sifat-sifatnya yang
mirip dengan wilayah kota, kecuali dengan wilayah pusat kota.
5. Rural urban fringe (jalur batas desa dan kota) yaitu suatu wilayah yang
terletak antara kota dan desa yang ditandai dengan pola penggunaan lahan
campuran antara sektor pertanian dan nonpertanian.
6. Rural (daerah perdesaan).

Pengaruh Interaksi Desa Dan Kota


Wujud interaksi desa-kota yang paling sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari antara lain sebagai berikut:
1. Pergerakan barang dari desa ke kota, atau sebaliknya
2. Pergerakan gagasan dan informasi, terutama dari kota ke desa
3. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah
4. Pergerakan manusia, baik dalam bentuk bekerja, rekreasi, menuntut ilmu,
ataupun keperluan-keperluan lainnya.
Proses interaksi yang berlangsung secara terus-menerus dengan intensitas
yang relatif tinggi dapat menimbulkan pengaruh bagi wilayah pedesaan dan
perkotaan. Pengaruh tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif. Beberapa
contoh media yang mengakibatkan adanya perubahan bagi kawasan pedesaan
karena proses interaksi antara lain melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN)

424
dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan oleh mahasiswa, kegiatan
ABRI Masuk Desa (AMD), tenaga sukarela untuk pembangunan desa terpencil
baik yang dikirim pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
program pembangunan desa, dan media-media lainnya. Interaksi desa-kota bisa
menimbulkan dampak positif dan negatif bagi desa dan kota.
1. Dampak Interaksi Bagi Desa
Interaksi antara dua wilayah atau lebih yang berbeda akan berpengaruh pada
masing-masing wilayah sehingga hal ini memicu terjadinya perubahan. Seberapa
besar perubahan yang terjadi tergantung dari jarak, jumlah penduduk dan berbagai
faktor pendukung lainnya seperti sarana transportasi, komunikasi, listrik dan lain-
lain.
a. Dampak Positif Bagi Desa
1) Pengetahuan desa menjadi meningkat karena banyak sekolah telah
dibangun di desa, demikian pula informasi perkembangan dunia dan ilmu
pengetahuan yang diterima penduduk kota dengan mudah menyebar ke
desa. Misalnya pengetahuan tentang bibit unggul, pengawetan kesuburan
tanah dan pengolahan hasil panen.
2) Jumlah guru dan sekolah sudah banyak terdapat di desa. Hal ini bisa
menjadi penggerak kemajuan penduduk desa melalui pendidikan, sehingga
angka buta huruf penduduk desa semakin berkurang.
3) Perluasan jalur jalan desa-kota dan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor telah menjangkau daerah pedesaan sehingga hubungan desa-kota
semakin terbuka. Hasil panen dari desa menjadi mudah diangkut ke kota,
kelangkaan bahan pangan di kota bisa dihindari karena suplai bahan
pangan mudah dilakukan.
4) Produktivitas desa semakin meningkat dengan hadirnya teknologi tepat
guna, kehadiran teknologi tepat guna akan meningkatkan kesejahteraan
penduduk desa.
5) Pelestarian lingkungan hidup pedesaan (seperti pencegahan erosi dan
banjir, penyediaan air bersih, serta pengaturan pengairan) bisa dilakukan
dengan hadirnya para ahli dari berbagai disiplin ilmu.

425
6) Dengan peningkatan kegiatan wiraswasta yang menghasilkan produk yang
berkualitas, seperti kerajinan tangan, industri rumah tangga, teknik
perhubungan dan perbengkelan serta peternakan bisa dilakukan karena
pemerintah turun tangan.
7) Adanya pengetahuan tentang kependudukan sehingga kesadaran memiliki
keluarga kecil telah diterima oleh masyarakat desa.
8) Adanya seperti koperasi dan organisasi sosial yang berkembang di
pedesaan telah memberi manfaat dalam peningkatan kesejahteraan
penduduk dan pembangunan desa.
b. Dampak Negatif Bagi Desa
1) Modernisasi kota telah melunturkan orientasi pertanian yang menjadi
pokok kehidupan mereka, misalnya budaya kontes kecantikan, peragaan
busana dan foto model.
2) Siaran televisi yang bissa ditangkap di pelosok desa bisa meningkatkan
konsumerisme dan kriminalitas. Penduduk desa dengan mudah meniru
iklan dan tindak kejahatan dalam film atau sinetron yang ditayangkan di
televisi.
3) Pengurangan tenaga produktif bidang pertanian di desa, karena banyak
tenaga muda yang lebih tertarik bekerja di kota. Mereka beranggapan di
kota banyak kesempatan kerja dengan nilai upah yang lebih tinggi.
Akibatnya di desa hanya tinggal orang tua dan anak-anak yang tidak
produktif.
4) Perubahan tata guna lahan di pedesaan akibat perluasan wilayah kota dan
banyak orang kota membeli lahan di wilayah perbatasan desa-kota.
Tindakan orang kota ini menyebabkan lahan di perbatasan desa-kota
berubah menjadi pemukiman atau bangunan lain.
5) Tata cara dan kebiasan yang menjadi budaya kota telah masuk ke pelosok
desa dan cenderung mengubah budaya desa. Banyak kebudayaan kota
yang tidak sesuai dengan kebudayaan atau tradisi desa, sehingga sering
menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat desa.

426
6) Ketersediaan bahan pangan yang berkurang, peningkatan pengangguran
dan pencemaran lingkungan menjadi masalah penting akibat interaksi
desa-kota.
2. Dampak Interaksi Bagi Kota
Urbanisasi ialah salah satu bentuk dari interaksi desa-kota. Menurut Hope
Tisdale Eldrige ( 1956 ) pengertian urbanisasi ialah sebuah proses perpindahan
penduduk ke kota atau dari daerah permukiman padat.
a. Dampak Positif Bagi Kota
1) Tercukupinya kebutahan bahan pangan bagi penduduk perkotaan yang
sebagian besar berasal dari daerah perdesaan, seperti sayuran, buah-
buahan, beras dan lain-lain.
2) Jumlah tenaga kerja di perkotaan melimpah karena banyaknya penduduk
dari desa yang pergi ke kota.
3) Produk-produk yang dihasilkan di daerah perkotaan bisa dipasarkan
hingga ke pelosok desa sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar.
b. Dampak Negatif Bagi Kota
1) Jumlah penduduk desa yang pergi ke kota tanpa keahlian menimbulkan
permasalahan bagi daerah perkotaan yaitu meningkatnya jumlah
pengangguran dan penduduk miskin.
2) Penduduk dengan pendapatan rendah kesulitan mencukupi kebutuhan
hidupnya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, hiburan
dan lain-lain.
3) Nilai lahan di perkotaan yang mahal, memaksa warga menggunakan lahan
atau tempat yang tidak layak untuk permukiman, misalnya di bataran
sungai, pinggiran rel kereta api, kuburan dan kolong jembatan. Umumnya
permukiman yang terbentuk ialah permukiman kumuh.
Menurut para geografi, wilayah perkampungan kumuh memiliki empat ciri
khas yaitu:
1. Tidak tersedia air bersih untuk diminum.
2. Tidak ada saluran pembuangan air.
3. Penumpukan sampah dan kotoran.
4. Serta akses ke luar perkampungan yang sulit.

427
4) Terjadi degradasi kualitas lingkungan, peningkatan jumlah penduduk kota
yang pesat mendorong pembangunan rumah-rumah di wilayah kota.
Permukiman baru muncul di kota-kota seperti di Jakarta, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Balikpapan dan Makassar.
Pertumbuhan permukiman yang sangat cepat di perkotaan sangat
berpengaruh terhadap penurunan atau degradasi kualitas lingkungan.

4. Menghitung Kekuatan Interaksi Desa Kota


Model-Model Interaksi Desa Kota
1. Interaksi desa kota menggunakan model gravitasi
Teori ini diterapkan dalam Geografi oleh W.J. Reilly untuk mengukur
kekuatan interaksi keruangan antara 2 wilayah atau lebih. Kekuatan
interaksi antara dua wilayah dapat di ukur dengan memperhatikan jumlah
penduduk masing-masing wilayah, serta jarak mutlak antara wilayah-
wilayah tersebut.

Rumus : IAB = k. PA . PB
(dAB)2
Keterangan
IAB : kekuatan interaksi antara daerah A dengan daerah B
k : nilai konstanta empiris, biasanya angka 1
PA : jumlah penduduk daerah A
PB : Jumlah penduduk daerah B
dAB : : Jarak mutlak yang menghubungkan daerah A dan B

Contoh Soal :

Jumlah penduduk kota A adalah 40.000 orang, penduduk kotaB


adalah 10.000 orang. Jarak dari kota A ke kota B adalah 20 km.
Berapakah kekuatan interaksi kedua kota tersebut?

428
Jawab : A dAB : 20 km B

Diketahui :
PA = 40.000
PB = 10.000
dAB = 20 km
interaksi antara kota A dan B adalah :

PA . PB
IAB =k.
(dAB)2
(40.000) . (10.000)
=1.
(20)2
= 400.000.000
400
= 1.000.000
Jadi kekuatan interaksi antara kota A ke kota B adalah 1.000.000

Model gravitasi dapat diestimasikan sebagai ukuran arus diantara dua region
dengan mengalihkan kedua masa dari kedua region yang bersangkutan yang
kemudian dibagi oleh kelipatan jarak diantara dua region. Teori gravitasi oleh W.J
Reilly yang mengadopsi teori Issac Newton Bahwa kekuatan interaksi antar
wilayah dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak, dengan Ketentuan :

a. Kondisi penduduknya relatif sama (MP,Pddk,mobilitas,kondisi sosial


ekonomi)
b. Kondisi alam relatif sama (bentuk wilayah dan relif)
c. Kondisi sarana dan prasarana yang menghubungkan wilayah juga
sama
Rumus model gravitasi .

Tij =

429
Keterangan :

Tij = kekuatan gravitasional antara kecamatan pusat SSWP  dengan hinterlan
dnya.
Pi = jumlah penduduk kecamatan pusat SSWP
Pj = jumlah penduduk kecamatan hinterland
dij = jarak antara antara kecamatan pusat SSWP dengan
kecamatan     hinterland.
K   = suatu konstan

2. Interaksi desa kota menggunakan model titik henti


Bahwa jarak titik henti dari pusat perdagangan yang lebih kecil
ukurannya berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan
tsbdan berbanding terbalik dgn satu ditambah akar kwadrat jumlah
penduduk dari wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi dgn jumlah
penduduk pada wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil.

Rumus:

Keterangan :
Dab = jarak lokasi titik henti, yang diukur dari kota atau wilayah lebih kecil ( dari
kota A)
dab = jarak antara kota A dan B
Pa = jumlah penduduk yang lebih kecil (penduduk kota A)
Pb = jumlah penduduk yang lebih besar (penduduk kota B)
Contoh soal :
Jumlah penduduk kota A sebanyak 500.000 orang, kota B sebanyak
20.000 orang. Jarak kota A dan B 36 km, lokasi titik henti antara kota A
dan kota B adalah….
Pembahasan :
Diketahui :
Pb = 500.000 orang

430
Pa = 20.000 orang
Ditanya : lokasi titik henti antara kota A dan kota B ?
Jawab :

THab

THab = 6 km, jadi jarak lokasi titik henti dari kota A dan kota B adalah
: 6 km

3. Interaksi desa kota menggunakan model Grafik indeks konektifitas


Untuk mengetahui kekuatan interaksi antar kota dilihat dari jaringan
jalan. Pola jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota dibedakan
dengan nilai Indek selalu lebih kecil dari 1, dan bentuk sirkuit dengan
Nilai indek sama atau lebih dari 1 (Kekuatan interaksi pola sirkuit Lebih
tinggi dari pola cabang). Teori ini dikemukan oleh K.J. Kansky. Kekuatan
interaksi antarkota dalam suatu daerah dapat menggunakan jaringan jalan
dengan rumus indeks konektivitas.

Keterangan :

(kelancaran interaksi

e = jumlah jaringan jalan yang menghubungkan wilayah tersebut


contoh :
Manakah wilayah di bawah ini yang paling tinggi interaksinya?

431
Jawab:
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa yang paling tinggi tingkat
interaksinya adalah wilayah A

C. DAMPAK PEMBANGUNAN KOTA TERHADAP MASYARAKAT DESA


DAN KOTA

1. Dampak Pembangunan Kota Terhadap Masyarakat Desa Dan Kota


Setiap segala sesuatu pasti memiliki sebab dan akibat. Begitupun dengan
pembangunan sebuah kota, baik berdampak bagi daerah sekelilingnya ataupun
bagi kota itu sendiri. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun
biologi (Soemarwoto, 2001). Aktifitas pembangunan akan menghasilkan dampak,
baik pada manusia ataupun lingkungan hidup.
Dampak terhadap manusia yakni meningkat atau menurunnya kualitas
hidup manusia, sedangkan dampak bagi lingkungan yakni meningkat atau
menurunnya daya dukung alam yang akan mendukung kelangsungan hidup
manusia (Wardhana, 2001).
Identifikasi dampak merupakan langkah yang sangat penting. Langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam mengidentifikasi dampak adalah:
a) Menyusun berbagai dampak yang menonjol yang diperkirakan akan
timbul, dan
b) Menuliskan semua aktivitas pembangunan yang menimbulkan dampak
sebagai sumber dampak (Fandeli, 2004).

432
Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber daya, guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat
(Kuncoro, M, 2003). Sedangkan menurut Tadaro dalam (Munir, 2002)
menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses menuju perbaikan taraf
kehidupan masyarakat secara menyeluruh dan bersifat dinamis.

Suatu kota dikembangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki oleh


kota tersebut. Branch (1996), mengatakan bahwa perkembangan suatu kota
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota dalam
konstelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki kemampuan
untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya. Faktor internal adalah
kekuatan suatu kota untuk berkembang dan ditentukan oleh keuntungan letak
geografis (fungsi kota).

Reksohadiprojo (2001), menyatakan bahwa perkembangan suatu kota juga


dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik perkembangan
ekonomi. Beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan suatu kota, yaitu:

1. Perkembangan penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan


intensitas kegiatan kota,
2. Kelengkapan fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya
tingkat pelayanan bagi masyarakatnya,

3. Tingkat investasi yang hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan


kota hanya dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

Perkembangan kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan


sosial ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada
gilirannya menuntut kebutuhan ruang bagi permukiman, karena dalam lingkungan
perkotaan, perumahan menempati persentase penggunaan lahan terbesar
dibandingkan dengan penggunaan lainnya, sehingga merupakan komponen utama

433
dalam pembentukan struktur suatu kota (Yunus, 2000). Adapun dampak
perkembangan kota terhadap desa dan kota itu sendiri adalah:
a. Aspek Fisik
Dampak dari upaya pengembangan suatu kota yang dilakukan
berdasarkan pada peran dan fungsi kota melalui suatu kebijakan
pembangunan kota pada aspek fisik dapat meliputi meningkatnya
intensitas penggunaan lahan kota, meningkatnya penyediaan sarana dan
prasarana kota, serta menurunnya kualitas lingkungan kota (Bintarto
dalam Khairuddin, 2000).
1) Penggunaan Lahan
Suatu kota yang berdasarkan fungsi ditetapkan sebagai kawasan
pengembangan industri melalui kebijakan pengembangan kota, akan
membutuhkan lahan yang digunakan sebagai lahan industri, lahan
permukiman, lahan untuk sarana dan parasarana kota sebagai pendukung
(Jayadinata, 1992). Tata guna tanah perkotaan menunjukkan pembagian
dalam ruang dan peran kota. Sedangkan menurut Sandy (1977), dikatakan
bahwa penggunaan lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut: a)
lahan permukiman, meliputi perumahan termasuk pekarangan dan
lapangan olah raga, b) lahan jasa, meliputi perkantoran pemerintah dan
swasta, sekolahan, puskesmas dan tempat ibadah, c) lahan perusahaan
yang meliputi pasar, toko, kios dan tempat hiburan, dan d) lahan industri
yang meliputi pabrik dan percetakan.
Chappin (1979), menyatakan bahwa pada dasarnya penggunaan
lahan berkaitan dengan sistem aktivitas antara manusia (individu dan
rumah tangga) dan aktivitas institusi (swasta dan lembaga pemerintah)
yang masing-masing berbeda dalam kepentingan sehingga mengakibatkan
terciptanya pola-pola keruangan dalam suatu kota. Perkembangan kota
secara fisik dapat dicirikan dari pertambahan penduduknya yang semakin
padat, bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun, terutama
permukiman yang cenderung meluas, serta lengkapnya fasilitas kota yang
mendukung kegiatan sosial ekonomi.
2) Lingkungan Hidup

434
Wardhana (2001), menyatakan perkembangan industri yang pesat
ternyata membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia namun dampak negatifnya dapat
menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup baik manusia maupun
lingkungan.
Setiap proses pembangunan tentu akan mempengaruhi
keseimbangan lingkungan (Tjahyadi dalam Supriyanta, 2002).
Pembangunan yang semakin meningkat akan mendesak sumber daya dan
ruang. Akibatnya dalam penggunaan ruang dan lahan untuk kegiatan
pembangunan banyak menimbulkan berbagai masalah seperti:
a. Menurunnya mutu lingkungan hidup karena pemanfaatan lahan yang
tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung alam atau pemanfaatan
yang berlebihan dan bahkan merusak, baik dalam jangka pendek
maupun panjang,
b. Banyak kawasan yang seharusnya berfungsi lindung dimanfaatkan
untuk kegiatan-kegiatan yang mengganggu fungsi lindung tersebut,
c. Adanya benturan kepentingan dalam penggunaan lahan, karena
beberapa pihak sama-sama merasa lebih berhak menggunakan
kawasan tersebut,
d. Adanya perkembangan kota dan permukiman baru yang tak terkendali
telah menimbulkan permasalahan di kawasan itu maupun kawasan
lain.

b. Aspek Sosial
1) Penduduk
Pertambahan penduduk biasanya dikaitkan dengan tingginya arus
urbanisasi yang masuk kedaerah tersebut. Khairuddin (2000), menyatakan

435
bahwa urbanisasi selain berdampak positif juga berdampak negatif.
Dampak positif dari urbanisasi itu diantaranya:
a. Urbanisasi merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan
b. Urbanisasi merupakan suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan
kemajuan yang ada di kota
c. Urbanisasi yang menyebabkan terjadinya perkembangan kota.
Urbanisasi juga menimbulkan dampak negatif. Urbanisasi telah
menimbulkan kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota.
Permasalahan ini akan berkembang pada sektor kehidupan lainnya, seperti
perumahan, pencemaran lingkungan, penganguran, kriminalitas dan
sebagainya, sehingga menimbulkan persoalan yang semakin rumit dan
saling berkaitan satu sama lain.
Tingginya kepadatan penduduk akan menimbulkan masalah daya
dukung kota dalam bentuk tidak seimbangnya antara ruang/tanah yang
dibutuhkan dengan penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya
merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat,
berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum). Bintarto
(dalam Khairuddin, 2000), mencirikan daerah slum ini sebagai berikut: 1)
didiami oleh warga kota yang gagal dalam bidang ekonomi, 2) lingkungan
yang tidak sehat, 3) banyak didiami oleh penganggur 4) penduduk daerah
ini emosinya tidak stabil, dan 5) penduduk daerah ini dihinggapi oleh
banyak kebiasaan yang bersifat negatif.
Todaro (dalam Kuncoro, 2003), menyatakan bahwa ketimpangan
ekonomi antara daerah asal dengan daerah tujuan menjadi penyebab
timbulnya migrasi, sehingga terdapat kaitan erat antara migrasi dan aspek
ekonomi, khususnya migrasi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mencari pekerjaan.
Pembangunan telah memunculkan berbagai aktivitas ekonomi
ikutan (sektor informal), terutama di wilayah perkotaan dan dampak dari
perkembangan tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan
kependudukan, permukiman, penataaan lingkungan perkotaan dan lahan

436
hijau (Kuncoro, 2003). Apabila permasalahan pembangunan di wilayah
perkotaan tergambar dari dampak ikutan dari pembangunan itu sendiri
seperti terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyediaan utilitas
publik dan lapangan kerja, berkembangnya permukiman liar dan sektor
informal yang tidak tertata, degradasi lahan tangkapan air hujan dan
ekosistem lainnya, merangsang terjadinya lonjakan angka kriminalitas dan
kemungkinan konflik berbasis ekonomi dan sosial.
Fandeli (2004), mengatakan bahwa pertambahan penduduk yang
terus terjadi dengan cepat meyebabkan beberapa masalah lingkungan
yaitu: a) proses urbanisasi akan terjadi sehingga menyebabkan persoalan
pencemaran di wilayah perkotaan, b) tekanan penduduk terhadap lahan
akan semakin tinggi, akibatnya terjadi sedimentasi dan erosi, dan c)
tekanan penduduk terhadap kawasan hutan, meyebabkan menurunnya
kualitas hutan yang menyebabkan erosi dan banjir pada musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau.
Irawan dan Suparmoko, (2002), mengatakan bahwa penduduk
memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu
perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan
penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini
mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil
produksi yang dihasilkan. Pertambahan penduduk akan mengakibatkan
rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregasif juga
akan naik, begitu juga sebaliknya. Peningkatan jumlah penduduk juga
mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan
perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan yang bersifat umum
seperti penyedian sarana prasarana serta berbagai fasilitas sosial dan
fasilitas umum.

2) Tenaga Kerja
Sukirno (dalam Khairuddin, 2000) menyatakan bahwa dilihat dari
sisi peluang, pertumbuhan ekonomi telah menciptakan banyaknya peluang
usaha baru bagi masyarakat. Namun permasalahan juga muncul akibat

437
daya pikat ekonomi yang mendorong migrasi tenaga kerja dari luar yang
tidak selalu dibekali keahlian yang memadai.
Arsyad (1999), mengatakan pertambahan penduduk akan
menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya pembangunan
yang dilakukan karena pertambahan penduduk yang tinggi akan
menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan
kemampuan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru sangat terbatas.
Keadaan ini akan menyebabkan jumlah pengangguran yang semakin lama
semakin serius.
Dalam pembangunan industri pasti terjadi berbagai eksternalitas
dari industri tersebut. Pulau Batam sebagai daerah industri diharapkan
dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Penyerapan tenaga
kerja ini memang terjadi, tetapi sayangnya lebih banyak tenaga kerja yang
berasal dari luar Batam. Hal ini dapat terjadi karena tenaga lokal banyak
yang tidak memiliki keterampilan maupun tingkat pendidikan yang
disyaratkan. Disamping itu banyak pula penduduk setempat yang
merasakan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat beroperasinya
industri tersebut. Jadi bila diamati, maka manfaat eksternal lebih banyak
dinikmati oleh orang luar (Irawan dan Suparmoko, 2002).

3) Masalah Sosial
Disamping kerusakan lingkungan yang bersifat biofisik terdapat
pula kerusakan lingkungan sosial budaya. Orang desa yang bermigrasi ke
kota biasanya mempunyai pendidikan yang rendah dan tidak terampil
sehingga mereka susah untuk ditampung bekerja dengan upah layak
sehingga tidak sedikit dari mereka yang terperangkap kedalam profesi
prostitusi. Pengangguran, kurang makan dan prostitusi merupakan media
yang subur untuk berkembangnya kejahatan (Soemarwoto, 2001).
Idealnya sebelum aktivitas pembangunan di Pulau Batam
berkembang pesat, perlu penyiapan masyarakat lokal baik dalam upaya
merebut lapangan kerja, memasarkan produksi dan menangkal dampak
negatif dari industrialisasi, karena bagaimanapun juga proses

438
industrialisasi juga memuat problemnya sendiri seperti munculnya
penyakit sosial yang terus tumbuh dan berkembang seperti pelacuran,
penggunaan narkoba dan perjudian (Bahrum, 1995).
c. Aspek Ekonomi
1) Pertumbuhan Ekonomi
Arsyad (1999), juga mengatakan bahwa faktor ekonomi juga
mempunyai kontribusi yang besar dalam menjadikan suatu kota kecil
menjadi kota besar karena pertumbuhan ekonomi suatu kota tentu saja
tidak terlepas dari potensi dan aktivitas ekonomi yang berjalan di kota
tersebut.
Suatu hal yang mungkin sangat sulit untuk dipisahkan adalah,
bahkan mungkin tidak bisa adalah hubungan antara pembangunan
dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu banyak ahli, terutama
mereka yang mempunyai pendekatan pertumbuhan (growth)
menganggap bahwa pembangunan itu sendiri sesungguhnya adalah
pertumbuhan ekonomi (Tjokroamidjojo dalam Khairuddin, 2000).
Seer (dalam Bahrum, 1995), melihat dengan pesimistik dan
menyatakan bahwa bisa saja beberapa tipe pertumbuhan ekonomi untuk
sementara waktu berhasil meningkatkan pendapatan perkapita akan
tetapi ia dapat menyebabkan penganguran, kemiskinan dan
ketimpangan yang semakin lebar di masyarakat.
Pembangunan ekonomi tidak hanya memusatkan perhatian pada
pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana
distribusi dari pembangunan tersebut. Ini dapat diwujudkan dengan
kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi
modal usaha, perhatian pada sektor informal dan ekonomi lemah
(Kuncoro, 2003). Pembangunan ekonomi juga akan menimbulkan
multiplier effect terhadap bidang perekonomian lainnya, seperti
tumbuhnya industri-industri pendukung, transportasi, jasa-jasa untuk
melayani pertumbuhan ekonomi.

2) Pemerataan Ekonomi

439
Kuncoro (2003), menyatakan bahwa proses pembangunan pada
dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan
tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang
dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu pembangunan
mempunyai perspektif yang lebih luas. Dalam proses pembangunan
selain mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan juga
mempertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan
sosial masyarakat.
Salah satu ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini
menurut Kuncoro (2003), bahwa distribusi pendapatan dan hasil
pembangunan secara nasional masih belum merata  pada setiap daerah.
Hal ini memberikan dampak terhadap masyarakat pada suatu daerah
yang kurang memperoleh distribusi pendapatan, sehingga menimbulkan
perbedaan pertumbuhan antar desa dan kota dan masyarakat tersebut.
Menurut kriteria Bank Dunia (dalam Arsyad 1999),
mendasarkan penilaian pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk
berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan
dikategorikan:
a. Tinggi, bila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima
kurang dari 12% bagian pendapatan
b. Sedang, bila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima
12% - 17% bagian pendapatan, dan
c. Rendah, bila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima
lebih dari 17% bagian pendapatan

2. Penyebab Terjadinya Urbanisasi

Pengertian urbanisasi mengandung banyak makna bergantung dari sudut


mana kita mengkajinya, diantaranya:5
 Urbanisasi diartikan sebagai proses pembengkakan kota yang diakibatkan
oleh peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat. Peningkatan ini
disebabkan oleh pertumbuhan alami penduduk kota dan adanya perpindahan
penduduk dari desa ke kota. Dari pengertian ini sering diartikan bahwa
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.

440
 Urbanisasi diartikan juga sebagai proses bertambahnya jumlah kota pada
suatu wilayah atau negara yang disebabkan oleh perkembangan sosial,
ekonomi dan teknologi.
 Urbanisasi diartikan sebagai proses berubahnya suasana kehidupan
pedesaan menjadi suasana perkotaan.
 Urbanisasi bisa pula diartikan sebagai pemekaran wilayah perkotaan.

Gambar. Urbanisasi Penduduk


Sumber : http://www.ensikloblogia.com/2016/10

Faktor-faktor yang menyebabkan urbanisasi:


1) Faktor penarik (pull factors)
Kota memiliki daya tarik tersendiri bagi desa untuk berurbanisasi,
diantaranya:
a. Mudah untuk mendapatkan pekerjaan (lapangan pekerjaan banyak).
b. Tingkat upah yang lebih tinggi.
c. Kelengkapan fasilitas baik sekolah, hiburan dan kesehatan.
d. Kebebasan pribadi lebih terjamin.
e. Pengaruh adat agak longgar.
f. Anggapan yang bersifat budaya.
2) Faktor pendorong (push factors)
a. Lahan garapan semakin sempit
b. Lapangan kerja makin terbatas akibat iptek (modernisasi)
c. Pendapatan lebih kecil
d. Kurangnya fasilitas baik sosial, pendidikan, olah raga, rekreasi, dsb
e. Meningkatnya pengangguran.
f. Tekanan adat istiadat.
g. Alasan memasarkan produk.

441
Dampak positif urbanisasi

Beberapa dampak positif yang terjadi akibat adanya urbanisasi adalah sebagai
berikut :

1. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja di kota yang terjadi dengan


sendirinya karena banyaknya masyarakat desa yang memang
membutuhkan pekerjaan. Kota memerlukan banyak tenaga kerja untuk
bidang industri, transportasi, perdagangan, jasa, dan lain-lain.
2. Meningkatnya aktivitas perekonomian kota seiring dengan semakin
ramainya kota sehingga kegiatan perdagangan menjadi lebih terdorong
dengan adanya pendatang-pendatang baru dari desa.
3. Meluasnya kesempatan untuk membuka usaha-usaha baru karena semakin
meningkatnya masyarakat yang ingin kebutuhannya terpenuhi. Seperti
usaha bengkel, warung, transportasi, dan lain-lain.
4. Meningkatnya tingkat kesejahteraan warga desa yang berurbanisasi ke
kota. Dengan demikian, warga desa tersebut akan mengirimkan sebagian
kerja kerasnya untuk keluarganya di desa yang berdampak pada
pembangunan desa.
5. Meningkatnya tarf hidup keluarga yang ditinggalkan di desa karena telah
mendapat sokongan ekonomi dari keluarga mereka yang berurbanisasi ke
kota.
6. Lapangan kerja di pedesaan semakin sesuai dengan jumlah angkatan kerja
yang ada sehingga tidak akan ditemukan pengangguran terselubung

442
Dampak negatif urbanisasi

Pada awalnya urbanisasi memang membawa dampak positif. Namun,


lambat laun urbanisasi juga bisa membawa dampak negatif dengan berkurangnya
penduduk di daerah pedesaan dan bertambahnya jumlah penduduk di daerah kota.
Di negara-negara maju urbanisasi sudah berlangsung sejak lama sehingga tidak
heran jumlah penduduk kota lebih banyak dari pada penduduk desa.
3. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Terhadap Dampak Urbanisasi

Upaya pemerintah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya urbanisasi


antara lain sebagai berikut :
a. Melaksanakan pembangunan secara desentralisasi, yaitu pembangunan
yang merata atau menyebar berpusat pada daerah-daerah, misalnya
pembangunan di Indonesia berpusat pada empat kota. seperti Medan,
Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang. Masing-masing daerah akan
mengembangkan daerah sekitarnya contohnya, untuk daerah Jakarta
dikenal dengan istilah Jabotabek, di Surabaya dikenal dengan istilah
Gerbang kertasusila. Dengan demikian, penduduk desa yang ingin mencari
pekerjaan tidak perlu kekota besar.

b. Mengadakan modernisasi desa dengan program pembangunan.


c. Memperbanyak fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan,
seperti fasilitas kesehatan, sekolah, tempat hiburan, dan transportasi.
d. Mengendalikan pertumbuhan penduduk di pedesaan melalui program
keluarga berencana.
e. Meningkatkan perekonomian rakyat pedesaan, antara lain membangun
irigasi, menggiatkan koperasi unit desa atau KUD
f. Meningkatkan keamanan di pedesaan dengan lehih mengaktifkan system
keamanan lingkungan atau siskamling.
g. Mengeluarkan peraturan untuk mempersulit perpindahan penduduk desa
kekota, misalnya izin pindah ke kota sulit, Jakarta dinyatakan tertutup bagi
pendatang baru.

Usaha-usaha untuk mengatasi akibat urbanisasi di kota besar sebagai berikut :


a. Menertibkan pemukiman kumuh, pembuangan sampah, dan air limbah.
b. Mengadakan penghijauan kota, yaitu mengadakan jalur hijau dan taman
kota.
c. Memperluas pemukiman dengan membangun kota satelit, yaitu kota kecil
di sekitar kotabesar.
d. Menambah perumahan rakyat dengan membangun rumah murah, yaitu
rumah susun, menambah sarana angkutan, jaringan listrik, air minum, dan
sebagainya.
e. Menciptakan kutub pertumbuhan baru.

443
D. USAHA-USAHA DALAM RANGKA PEMERATAAN
PEMBANGUNAN DESA DAN KOTA OLEH PEMERINTAH DI
INDONESIA

Gambar . Perbandingan pembangunadan kota dan desa


Sumber: https://desfiannn.wordpress.com

Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah


pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman
pembangunan nasional. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan yang merata materiil
adalah perwujudan Kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi,
bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah
modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus
tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.

Keberhasilan dalam pemerataan pembangunan merupakan modal utama


dalam upaya bangsa meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan
perekonomian rakyat, memperkukuh kesetiakawanan sosial, menanggulangi
kemiskinan, dan mencegah proses munculnya kemiskinan baru yang mungkin
timbul. Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari penduduk yang
terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki,
rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya
pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, dan terbatasnya
kesempatan berperan serta dalam pembangunan.
Rendahnya pendapatan penduduk miskin mengakibatkan rendahnya
pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas mereka yang
sudah rendah dan meningkatkan beban keter-gantungan bagi masyarakat.

444
Penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan mencakup
mereka yang berpendapatan sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau
tidak berpendapatan sama sekali. Upaya bangsa dalam meningkatkan
pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan juga bertujuan
menunjang upaya mewujudkan perekonomian nasional yang mandiri dan
andal, serta mampu mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial
Kesenjangan antar daerah, antar sektor, dan antar golongan ekonomi akan
makin mengecil karena pembangunan yang makin merata, sehingga penduduk
miskin diharapkan akan dapat makin berperan serta dalam pembangunan.

Gambar 1.2 lingkaran setan (Vicious Circle)

Upaya pemerataan pembangunan telah dilakukan sejak awal PJP I, dengan


berbagai upaya di berbagai sektor seperti pertanian, kependudukan,
pendidikan, kesehatan, dan transmigrasi serta pembangunan desa. Sebagai
bagian dari Trilogi Pembangunan, sejak Repelita III upaya pemerataan lebih
digalakkan lagi yang dilaksanakan melalui kebijaksanaan delapan jalur
pemerataan, yaitu:
1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya
pangan, sandang, dan perumahan.
2) pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan
3) pemerataan pembagian pendapatan
4) pemerataan kesempatan kerja
5) pemerataan kesempatan berusaha
6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya
bagi generasi muda dan kaum wanita
7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air

445
8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
(sumber:http://elianor-antonius.blogspot.co.id)

Ketimpangan hasil pembangunan yang cukup besar antara desa dan


kota, membuat pengembangan wilayah pedesaan dirasakan sangat penting,
karena struktur ekonomi pedesaan berada dalam keadaan yang tidak
menguntungkan dibandingkan dengan struktur perkotaan. Karena itu
permasalahan mendasar adalah bagaimana menumbuhkan dan
mengembangkan pembangunan di pedesaan sekaligus upaya-upaya apa yang
yang harus dilakukan untuk mencapai keserasian/kesamaan dengan wilayah
kota.

1. Pembangunan Wilayah Pedesaan

Pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan yang tidak seimbang


sebagaimana selama ini terjadi akan menimbulkan kesenjangan sosial dan
ekonomi dalam kehidupan. Persoalan-persoalan yang dihadapi wilayah desa
dan kota adalah masalah-masalah yang spesifik, sebab masing-masing
wilayah mempunyai potensi yang berlainan. Desa yang lebih berkesan
sebagai kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional, mempunyai
banyak ketertinggalan dibanding dengan dengan kota. Salah satu tujuan
pembangunan wilayah pedesaan adalah menyeterakan kehidupan masyarakat
desa dan kota sesuai dengan potensi yang dimiliki desa.
Untuk melakukan pembangunan desa, ada beberapa hal yang tidak
dapat diabaikan diantaranya adalah latar belakang, pendekatan, konsep
maupun kenyataan-kenyataan yang terjadi di setiap desa. Beberapa hal yang
perlu untuk mendapat perhatian dalam pembangunan wilayah pedesaan
adalah:
a. Pembangunan masyarakat desa masih bersifat dekonsentrasi. Disisi lain,
sifat ragam dan hakikat desa sangat beranekaragam yang secepatnya
membutuhkan penanganan. Disamping itu, titik berat pelaksanaan otonomi
daerah yang terletak pada kabupaten menggambarkan kebulatan karakter
pedesaan wilayahnya.
b. Perangkat desa perlu mendapat bantuan teknis dan insentif. Perangkat desa
yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan desa,
keadaannya secara umum masih membutuhkan bantuan teknis yang
efektif. Bantuan teknis dan efektif yang dibutuhkan diantaranya adalah:
1) kesejahteraan, artinya pendapatan para kepala desa dan perangkatnya
yang masih menjadi masalah, kualitas ketrampilan, kewibawaan,
kemampuan, kejujuran dan dedikasi para perangkat desa masih perlu
ditingkatkan dengan bantuan pemerintah.

446
2) Kemampuan membangun masyarakat desa mulai dari merencanakan,
melaksanakan sampai mengawasi masih dilakukan dengan cara yang
sangat sederhana atau dalam banyak hal masih tanpa mekanisme
manajemen sama sekali.
3) Mekanisme kerja antara pemerintah desa dan pemerintahan diatasnya
perlu dimantapkan. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang
dipersiapkan desa beserta masyarakatnya disambut baik dan terwujud
dalam pelaksanaannya tanpa modifikasi ataupun penghilangan yang
pokok demi kepentingan desa. Dan agar pembangunan jangan
berlangsung secara birokratis yang berlebihan.

c. Dana pembangunan desa secara lintas sektoral masih belum bermanfaat


bagi masyarakat desa. Karena itu dibutuhkan usaha dan dorongan yang
kuat, sehingga mekanisme proyek pembangunan desa yang berlangsung
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa melalui pemerintahan paling
bawah.
d. Kurangnya keterpaduan kepentingan antar sektor, sehingga dibutuhkan
koordinasi lintas sektoral tentang pemerintahan desa melalui penyatuan
program, misi dan visi pembangunan. Hal ini dikarenakan setiap sektor
mempunyai visi dan misi yang ideal mengenai pembangunan wilayah
pedesaan. Sehingga masing-masing sektor cenderung untuk berpegang
teguh secara prinsip pada fungsi pokoknya dan memegang asumsi bahwa
secara fungsional tidak ada kewenangan untuk mencampuri sektor lain.

3. Sasaran Pembangunan Pedesaan


Perlu untuk disadari bahwa proses pembangunan adalah suatu proses
perubahan masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu gerakan dari
situasi lama (tradisional) menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern) dan
belum dikenal oleh masyarakat. Perubahan yang dilakukan tersebut akan melalui
proses transformasi dengan mengenalkan satu atau beberapa fase antara.
Pembangunan masyarakat (pedesaan) memerlukan suatu proses dan model
tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan). Di sisi lain perlu pula
untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang
optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela
berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sehingga perencanaan pembangunan
baik sosial maupun budaya selalu perlu menyadari dan menemukan indikasi-
indikasi perubahan tuntutan.

447
Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan
apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme
pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari bawah. Proses
pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud keinginan dari masyarakat
desa. Dalam hal ini koordinasi antara pemerintah desa dengan jajaran di atasnya
(Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus
dilakukan dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan
pada Pemerintah Kabupaten.
Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa
sebagai obyek pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa subyek
pembangunan yang mantap. Artinya obyek pembangunan adalah desa secara
keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA)
dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan yang
ada di pedesaan. Sehingga menjadikan desa memiliki klasifikasi desa
swasembada. Yaitu suatu desa yang berkembang dimana taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakatnya menunjukkan kenyataan yang makin meningkat.

Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar berada di sektor


pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan
kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat
desa dan peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, pertukangan kayu,
dan kesejahteraan keluarga.

3. Pemberdayaan Potensi Desa dalam Rangka Pengembangan Pedesaan


Munculnya Kesenjangan tingkat pertumbuhan dan kemajuan yang
terjadi antara pedesaan dan perkotaan telah melahirkan kesenjangan. Kondisi
kesenjangan ini semakin diperburuk lagi dengan adanya krisis ekonomi yang
mempengaruhi berbagai bidang kehidupan masyarakat desa baik ekonomi,
sosial maupun budaya.
Hal tersebut tercermin dari banyaknya jumlah masyarakat yang
tergolong miskin. Untuk menunjang upaya redistribusi aset-aset ekonomi
sampai ke pedesaan, maka paradigma pembangunan diubah menjadi

448
pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Dengan kondisi
masyarakat pedesaan yang lebih berdaya maka diharapkan partisipasi
interaktif dan swakarsa masyarakat pedesaan lebih aktif dalam pembangunan.
Dengan demikian upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sudah
selayaknya menjadi misi yang senantiasa melandasi setiap gerak dan langkah
pembangunan nasional. Upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan yang
mengaktualisasikan paradigma pembangunan harus lebih mengarah kepada
langkah-langkah yang menuju pemerataan kemakmuran. Karena itu visi
pembangunan nasional terhadap wilayah pedesaan hendaknya merupakan
pembangunan pedesaan untuk kemakmuran rakyat demi tercapainya
keserasian dengan masyarakat kota, sedangkan misi yang diemban perlu
antara lain memprioritaskan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan. Disi
lain, realisasi konsep otonomi daerah mensyaratkan adanya distribusi hasil
pembangunan secara adil dan proporsional pada setiap daerah, serta secara
politis mensyaratkan adanya pemencaran kekuasaan (dispersed of power).
Pembinaan terhadap masyarakat desa dilakukan dengan pendekatan
sosial budaya yang mempergunakan sistem sosisal politik masyarakat
setempat untuk berkomunikasi. Walaupun memperhitungkan kemungkinan
perubahan sosial secara sosial pula. Pengetahuan masyarakat tentang bertani
pun juga masih sangat tradisional sekali.

4. Solusi dalam Memelihara Keseimbangan Desa dan Kota


Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka menyerasikan/
menyamakan perkembangan desa dan kota
a. Pasar Kerja di Desa
Jumlah tenaga kerja yang memasuki pasaran kerja semakin bertambah
banyak. Kualitas diantara mereka pun beranekaragam, mulai dari tenaga
kasar, terampil sampai tenaga akademik. Karena itu langkah pertama yang
harus ditempuh adalah membuka kesempatan kerja untuk menyerap tenaga
kerja pasaran di desa. Hal ini dimaksudkan supaya mereka tidak lari atau
pergi ke pusa-pusat pertumbuhan ekonomi lain, yaitu kota-kota kecil,
kota-kota sedang, atau kota-kota besar.

449
b. Modal usaha kecil
Pasaran kerja atau kesempatan kerja ini biasanya digerakkan oleh
perorangan atau kelompok di desa. Usaha semacam ini biasanya
disesuaikan dengan kondisi dan kualitas dari tenaga kerja. Teknologi yang
digunakan tidak terlalu tinggi bahkan dapat dilakukan transfer teknologi
kepada masyarakat desa. Karena bentuknya yang perorangan (kalaupun
ada yang kelompok) biasanya modal usahanya pun kecil. Untuk
mendorong keberadaan usaha ini, maka pemerintah perlu untuk
memberikan bantuan kredit kecil ala desa, seperti BKD (Bank Kredit
Desa)

c. Teknologi kurang terampil


Tenaga kerja di desa biasanya mempunyai kualitas yang rendah,
karena itu untuk mengatasi masalah maka perlu diadakan berbagai macam
penyuluhan, pelatihan, dan berbagai macam bentuk pembinaan. Mulai
dari perangkat desa (aparat desa) sampai pada anggota masyarakat
pekerja. Pengembangan keterampilan tenga kerja di desa perlu
diorientasikan pada mata pencaharian masyarakat desa yang bersangkutan
agar potensi yang ada bisa langsung digarap.

d. Pemasaran hasil produksi


Kendala utama usaha-usaha yang dirintis di pedesaan adalah situasi
harga yang fluktuatif atau karena hilang atau berkurangnya kesempatan.
Kesempatan pasar atau pemasaran hasil produksi desa merupakan motor
penggerak pertumbuhan ekonomi desa. Membaiknya pemasaran hasil
produksi di desa akan mendukung masuknya modal ke daerah pedesaan.
Dan sebaliknya, lesunya pemasaran akan menghambat perekonomian dan
produktivitas desa. Karena itu, dalam sistem pemasaran produk desa perlu
adanya suatu sistem yang mampu menumbuhkan kebijaksanaan
pemerintah, mampu mengikuti mekanisme atau tata niaga ekonomi pasar
yang berlaku.

450
Untuk menanggulangi kelemahan-kelemahan dan aspek
ketidakmampuan masyarakat desa khususnya dibidang mendinamisasikan
kegiatan dan kehidupan masyarakat, perlu adanya suatu program
pendukung yang bersifat menyeluruh bagi pertumbuhan desa. Program-
program ini dimaksudkan untuk membawa masyarakat desa setahap demi
setahap mampu menjangkau pertumbuhan ekonomi desa menjadi lebih
cepat tumbuh dan berkembang. Program-program dan usaha
pembangunan desa yang dapat menciptakan suasana pra-conditioning
untuk tumbuh dan berkembang adalah:
1) Sistem kepemimpinan di desa
Sistem kepemimpinan di desa baik yang bersifat kepemimpinan
formal maupun informal, baik yang berdasarkan agama maupun
organisasi masyarakat adalah sistem yang mampu menggerakkan
partisipasi masyarakat dan menghidupkan inisiatif, kreativitas, dan
produktivitas masyarakat desa. Jiwa dan ide kepemimpinan dengan
dasar apapun selalu mengutamakan inspirasi dan aspirasi masyarakat
dan harus mampu menyalurkan menjadi landasan pembangunan oleh,
dari dan untuk masyarakat. Karena itu, seorang pemimpin masyarakat
desa harus mampu melihat kebutuhan dan kepentingan masyarakat
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

2) Pembinaan kelembagaan
Pembinaan kelembagaan ini adalah merupakan usaha menggerakkan
sesuai dengan kepentingan masing-masing. Karena lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang tumbuh atas inisiatif masyarakat desa, perlu
terus dibina dan dilestarikan keberadaannya agar lebih tumbuh dan
berkembang. Sehingga mampu lebih efektif dalam mendukung
program dan rencana masyarakat maupun pemerintah.

3) Peningkatan kualitas SDM


Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sangat didukung oleh
kualitas aparat pemerintah desa dan masyarakat yang turut sebagai

451
pelaku pembangunan. Karena itu perlu disusun sebuah rencana
program peningkatan kualitas dan kemampuan masyarakat yang
berupa pendidikan, pelatihan umum, pelatihan tenaga kerja,
penyuluhan, kegiatan stimulasi dan demonstrasi-demonstrasi. Di sisi
lain transfer teknologi kepada aparatur pemerintah dan fungsionaris
pembangunan perlu juga untuk dilakukan.

4) Bantuan teknis
Bantuan teknis ini merupakan unsur pendukung proses pembangunan
masyarakat desa. Hal ini dibutuhkan dalam hal masyarakat memiliki
sedemikian rupa rendahnya kualitas sumberdaya, potensi alam, dan
kesempatan ekonomi sehingga perlu mendapatkan dukungan dari luar
masyarakat setempat.

452
GLOSARIUM

B
Batavia : Istilah kota Jakarta pada masa dahulu
D
Desa : pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah
kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa
Desa swadaya : desa yang masyarakatnnya telah mampu memenuhi
kebutuhan sendiri
Desa swakarya : desa yang masyarakatnya sudah lebih maju dibandingkan
dengan desa swadaya
Desa swasembada : desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi
yang ada secara optimal
Desa Tradisional : desa yang kehidupan masyarakatnya masih tergantung
pada alam sekitarnya.

H
Homogenitas Sosial : Persamaan status sosial
Hubungan Primer : Hubungan yang saling mengenal
M
Magis religious : Hubungan antara kekuatan gaib dengan kepercayaan yang
di anut
P
Perjanjian Giyanti : Perjanjian pemisahan wilayah mataram menjadi
Yogyakarta dan Surakarta
R
Relief : Tinggi rendahnya permukaan bumi atau bentuk raut muka bumi.

453
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah.2011.Memahami Perkembangan Desdi Indonesia. (Jurnal Online)
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/academica/article/view/2284
Diakses Tanggal 27 April 2017

Aminah,Aam.2014.Intisari Geografi untuk SMA Kelas X,XI.XII.Bandung: Pustaka


Setia

Abdul Kohar.2012. Klasifikasi Potensi dan Fungsi Desa serta Ciri-ciri


Masyarakat Desa. (online). https://desacilayung.blogspot.co.id.
diakses tanggal 29 April 2017

Antonius.2012. Pemerataan Pembangunan Perekonomian Indonesi. (online).


http://elianor-antonius.blogspot.co.id)

Beratha, I nyoman 1982. Desa, masyarakat desa pembangunan desa, Jakarta :


Ghalia Indonesia.

Dewi,Nurmala.2009.Geografi3 untuk SMA dan MA kelas XII.Jakarta: CV Epsilon


Grup https://desasentonorejo.wordpress.com/bab-ii/

Endarto, Danang ,dkk. 2006. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional

Fandeli, 2004. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan: Prinsip Dasar Dalam


Pembangunan. Liberty. Yogyakarta.

Handayani, Selvia. 2014. Jenis dan tipologi desa. (online).


http://shelviahandayani.blogspot.co.id Diakses pada 01 Mei 2017

Imam Asyari, Sapari, 1993, Sosiologi Kota Dan Desa, Surabaya: Usaha Nasional.

Jayadinata, 1992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan


dan Wilayah. ITB, Bandunng.

Khairuddin, 2000. Pembangunan Masyarakat: Tinjauan Aspek Sosiologi,


Ekonomi dan Perencanaan. Liberty, Yogyakarta.

Kristanto, Immanuel. 2016. Interaksi Desa dan Kota. (Online)


http://belajargeografisma.blogspot.co.id. Diakses tanggal 7 Mei 2017

Leibo Jefta, SU, 1995, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta: Andi Offset.

Lishowabi, Mila. 2013. Interaksi Desa dan Kota. (Online)


https://www.slideshare.net/milawahib/mila-lishowabi-mpg. Diakses
tanggal 7 mei 2017

454
Rianthoboy Charles. 2012. Pola Keruangan Desa. (Online)
http://ewissok.blogspot.co.id Diakses Tanggal 27 April 2017

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Respati, Dian. 2015. Pengaruh dan Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Desa
dan Kota. (Online). http://geografisku.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 1
Mei 2017

Sajogyo & Pudjiwati Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.
Sugihen, Bahrein T. 1996. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Setiawan. 2013. Teori keruangan kota. https://geograph88.blogspot.co. Diakses
pada 27-04-2017
Syahbudin, Haris. 2016. Penataan Ruang merupakan Cerminan Panjang Suatu
Bangsa. (online) http://mediatataruang.com Diakses tanggal 7 Mei 2017

Tarigan, Robinson.2010.Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi


Aksara

Utoyo, Bambang. 2006. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Wardiyatmoko, K. 2012. GEOGRAFI untuk SMA kelas XII. Jakarta: Erlangga

Wiria, atmadjah. Soekandar. 1987. Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan, Jakarta: CV.


Yasaguna.

http://www.materibelajar.id/2016/01/definisi-kota-dan-ciri-ciri-kota-serta.html
https://bagusxplano.wordpress.com/2011/10/06/definisi-kota/

455

Anda mungkin juga menyukai