Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM V

Pentingnya Thariqah

Dosen : Dr. Drs. H. Abdul Jalil, M.Ag

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

1. Najla Aulia Shafira (21901101004)

2. Adillah Zati Hulwani (21901101005)

3. Andika Fairuz Zaki (21901101006)

4. Mirza Kurnia Angelita (21901101007)

5. Shafa Afifah (21901101008)

6. Milanti Tawang Kartika (21901101009)

7. Shafa Salsabila Rosa (21901101010)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


2021

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang implikasi nilai nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang kedudukan
Thariqah dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 23 Oktober 2021

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular di
Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau kehidupan
masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan angka pertumbuhan
yang cukup signifikanterutama di daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala
sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan
kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan
unsure spiritual yang belum juga terpenuhi oleh ibadah rutin.
Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat,
mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara
psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan
manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama
dalam bidang moralitas.
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang
dalam hal ini disebut murid, dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan
spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah letak proses pembinaan
spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul
sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualitas pada diri seorang murid.
Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak
aKarimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana dzikir
adalah bagian perintah dalam al-Qur’an yang dalam penyebutannya tidak sedikit atau
berulang-ulang, bahkan dalam al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah
cara untuk memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan inti
orang bertarekat.

1.2 Rumusah Masalah


1.2.1 Pengertian Thariqah
1.2.2 Tujuan Thariqah
1.2.3 Pentingnya Thariqah
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian thariqah
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan thariqah
1.3.3 Untuk mengetahui pentingnya thariqah
1.4 Metode penulisan
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan mengkaji berbagai kajian
Pustaka, yaitu mengumpulkan dan menyimpulkan berbagai dari Pustaka yang
telah dicari.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thariqah


Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam tinjauan etimologi
bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-Tharq, jamaknya al-Thuruq merupakan
isim Musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode. Sedangkan
menurut terminologi ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang tarekat, diantaranya
menurut Abu Bakar Aceh, tarekat adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang ditentukan dan diajarkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in,
turun temurun sampai pada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Atau
suatu cara mengajar dan mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan
yang mengikat penganut-penganut sufi, untuk memudahkan menerima ajaran dan latihan-
latihan dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Syekh Muhammad
Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan syari’at dan (dengan tekun)
melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang
tidak boleh dipermudah. Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai
suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi “jalan menuju
surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha
mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan
dirinya ke sisi Allah.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah
melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam
beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan
utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi,
amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun
temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.

2.2 Tujuan Thariqah


Thoriqoh adalah perjalanan seorang Salik (murid) dengan berakhlak menuju Allah Swt.
Karena Thoriqoh adalah sebuah proses yang harus dilalui, tentunya ia memiliki beberapa aturan
yang berlaku dan adab-adab yang harus dilaksanakan dalam perjalanannya. Supaya ia dapat
Wushul kepada Allah Swt. Pentingnya Thoriqoh adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa
nafsu untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk Ujub, Takabur, Riya’, Hubbud Dunya (cinta
Dunia), dan sebagainya. Kemudian berakhlak Tawakkal, rendah hati (Tawadhu’), Ridho,
mendapat Ma’rifat dari Allah Swt yang juga merupakan tujuan Thoriqoh. Dalam berthoriqoh harus
menjauhkan ketergantungan kepada manusia dan hanya menggantungkan segalanya kepada Allah
Swt. Melatih seseorang supaya dapat melenyapkan cinta Dunia di dalam hatinya.
Disinilah pentingnya seorang Syaikh (Guru Mursyid) dalam Thoriqoh dan proses menuju
Allah Swt. Tidak hanya penting bahkan menjadi wajib, karena jika ia ingin mendapatkan
kedekatan dan kecintaan Allah Swt, maka harus dengan bimbingan dan didikan seorang Syaikh
(Guru Mursyid), tidak bisa mencapai dengan sendirinya, karena jika ia tidak memiliki Syaikh
(Guru Mursyid) maka yang ia dapatkan adalah bisikan serta godaan setan. Seorang Syaikh (Guru
Mursyid) memberikan tuntunan, pendidikan dan mengarahkan muridnya agar bisa Wushul,
Ma’rifat dan Mahabbah kepada Allah Swt.

َ‫افِلِين‬HHHHHHHHHHHHHHHَ‫ق غ‬HHHHHHHHHHHHHHH
ِ ‫ا ُكنَّا َع ِن ْال َخ ْل‬HHHHHHHHHHHHHHH‫ق َو َم‬ َ ‫ ْب َع‬HHHHHHHHHHHHHHH‫وْ قَ ُك ْم َس‬HHHHHHHHHHHHHHHَ‫ا ف‬HHHHHHHHHHHHHHHَ‫ ْد َخلَ ْقن‬HHHHHHHHHHHHHHHَ‫َولَق‬
َ HHHHHHHHHHHHHHHِ‫ط َرائ‬
Allah Swt berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan
(Thoriqoh) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami”. (QS. Al Mu’minuun : 17)

Dalil tentang Thoriqoh dalam riwayat Hadits dinyakan bahwa :


“Sesungguhnya Syari’atku datang membawa 313 Thoriqoh (metode pendekatan pada Allah), tiap
hamba yang menemui (mendekatkan diri pada) Tuhan dengan salah satunya pasti masuk Surga”.
(HR. Thabrani)

Dalam kitab Mizan Al Qubra, karya Imam Asy Sya’rany ada sebuah Hadits yang menyatakan :
“Sesungguhnya Syari’atku datang dengan membawa 360 Thoriqoh (metoda pendekatan pada
Allah), siapapun yang menempuh salah satunya pasti selamat”. Syari’at laksana perahu, Thoriqoh
laksana laut, Hakikat laksana mutiara yang berharga.

2.3 Pentingnya Thariqah

Thoriqoh adalah jalan.


Jalan harus ada untuk menyampaikan pada suatu tujuan. Tanpa jalan semua akan tersesat tak tentu
arah. Jikapun sampai, apabila tanpa jalan, pasti sampainya sangat lama, karena harus mengarungi
laut, hutan, jurang, sawah, rawa dan rintangan lainnya.

Thoriqoh adalah cara atau metode ibadah.


Tanpa cara, semuanya berantakan. Masak nasi pakai cara. Masak telur pakai cara. Makan pun
pakai cara. Menjahit baju pakai cara. Mencuci dan nyetrika pakai cara. Pakai dan buka baju juga
pakai cara. Cari uang pakai cara. Membelanjakan uang  pakai cara. Ngasih uang juga pakai cara.
Apalagi ibadah, semuanya harus pakai cara.

Thoriqoh adalah wadah.


Siapa saja orang yang ingin kembali (Taubat), ingin bersuci dari lumpur dosa. Siapa saja orang
yang ingin belajar baik, ingin belajar selalu ingat kepada Allah, ingin mendekatkan diri kepada
Allah dan ingin agar bertemu dengan Allah, wadahnya adalah Thoriqoh.

Thoriqoh adalah Syaikh.


Thoriqoh tanpa Syaikh bukan Thoriqoh. Didalam Thoriqoh semua atas bimbingan Syaikh. Shalat,
Dzikir, Puasa, Sedekah, Akhlak, dan lain-lain semuanya harus dengan bimbingan Syaikh (Guru
Mursyid). Orang yang tidak punya Syaikh (Guru Mursyid), maka Syaikh (guru)nya adalah setan.

Thoriqoh adalah Dzikir.


Dzikir adalah inti setiap ibadah. Tanpa Dzikir semua ibadah kosong tak bernilai. Tanpa Dzikir
maka Shalat, Puasa, ibadah Haji akan menjadi bangkai yang dilempar ke wajah pemiliknya.
Jasad manusia hidup karena ada Ruh. Sedangkan Ruh hidup dengan Dzikir. Tanpa Dzikir,
manusia adalah mayat hidup (bangkai yang berjalan). Orang yang berdzikir diantara orang-orang
yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup diantara orang yang mati.Carilah Thoriqoh walau
harus berjalan 1000 tahun. Carilah Syaikh (Guru Mursyid) walau pun harus mengarungi gunung,
jurang, samudera. Syaikh Abdul Qodir berkata : “Berjalanlah 1000 tahun (datanglah) kepadaku
untuk mendengar (menerima) satu kalimat dariku. Yaitu kalimat Dzikir”.Dzikir tanpa Thoriqoh
adalah Dzikir tanpa cara. Dzikir tanpa Thoriqoh adalah Dzikir tanpa Guru Mursyid.Dzikir tanpa
Guru Mursyid ibarat pohon yang tidak ditanamkan.

Dzikir adalah benih Ma’rifat yang harus ditanam didalam hati yang subur. Hanya Syaikh (Guru
Mursyid) yang bisa menanamkan Dzikir dengan metode yang tepat. Bahkan Syaikh lah yang
membimbing kita untuk memelihara Dzikir.

Kalimah Thoyyibah adalah Dzikir yang ditanamkan oleh Syaikh (Guru Mursyid).
Kalimah Khobitsah adalah Dzikir yang tidak ditanamkan oleh Syaikh (Guru Mursyid).

‫س َما ِء‬َّ ‫صلُ َها َثابِتٌ َوفَ ْر ُع َها فِي ال‬ ْ َ‫ض َر َب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َكش ََج َر ٍة طَيِّبَ ٍة أ‬ َ َ‫أَلَ ْم تَ َر َكيْف‬ .
َّ َ َّ َ
َ‫س ل َعل ُه ْم يَتَذكرُون‬ َّ َ
ِ ‫ب ُ ا ْمثا َل لِلنا‬ َ ‫أْل‬ ‫هَّللا‬ ُ ‫ض ِر‬ ْ ُ َ ُ ُ
ْ َ‫ۗ َوي‬ ‫ َربِّ َها‬ ‫ك َّل ِحي ٍن بِإِذ ِن‬ ‫تُؤْ تِيأكل َها‬ .
‫ض َما لَ َها ِمنْ قَ َرا ٍر‬ ِ ‫ر‬
ْ َ ‫أْل‬‫ا‬ ‫ق‬
ِ ‫و‬
ْ َ ‫ف‬ ْ‫ن‬ ‫م‬ِ ْ‫ت‬ َّ ‫ث‬ُ ‫ت‬ ‫اج‬
ْ ‫ َو َمثَ ُل َكلِ َم ٍة َخبِيثَ ٍة َكش ََج َر ٍة َخبِيثَ ٍة‬ .

Allah Swt berfirman : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik (Kalimah Thoyyibah) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke Langit. Pohon itu memberikan buahnya kepada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk (Kalimah Khobitsah) seperti pohon yang buruk,
yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan Bumi, tidak dapat tetap (tegak)
sedikitpun”. (QS. Ibrahim 24-26)

Ibadah tanpa berthoriqoh akan semaunya tanpa bimbingan tanpa arahan. Hidup tanpa Thoriqoh
adalah hidup tanpa Dzikir, tak mengenal Allah walaupun hebat ilmu dan ibadahnya. Tidak
berthoriqoh adalah miskin walaupun kaya raya. Tidak berthoriqoh berarti tidak punya Dzikir dan
tidak punya Syaikh (Guru Mursyid).
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thoriqoh adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai
dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan
Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri
kepada Allah (Taqarrub ila al Allah).
Pentingnya Thoriqoh adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa nafsu untuk
melepaskan diri dari berbagai bentuk Ujub, Takabur, Riya’, Hubbud Dunya (cinta
Dunia), dan sebagainya. Kemudian berakhlak Tawakkal, rendah hati (Tawadhu’),
Ridho, mendapat Ma’rifat dari Allah Swt yang juga merupakan tujuan Thoriqoh.
Pentingnya Thoriqoh antara lain : Thoriqoh adalah jalan, Thoriqoh merupakan
metode ibadah, Thoriqoh adalah wadah bagi seseorang yang ingin membersihkan diri
dari dosa, Thoriqoh adalah Syaikh, Thoriqoh adalah Sarana Dzikir
DAFTAR PUSTAKA

Atjeh, Aboebakar.1993. Pengantar Ilmu Tarekat (Uraian Tentang Mistik). Aceh: Ramadhani.
Hasyim, Muhammad. 2002. Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Makluf, luis. 1986. Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-A’lam. Bairut: Dar Al-Masyriq
Mustofa, A. 2007. Akhlak Tasawuf . Bandung: Pustaka Setia
Mulyati, sri. Dkk. 2011. Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesi.
Jakarta:Kencana.
Saifulloh Al aziz Senali, Moh . 2000. Tashawuf Dan jalan Hidup para Wali. Gresik: Putra
Pelajar
Schimel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
Solihin, M. 2008. Ilmu Tasawuf . Bandung: CV Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai