Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANAJEMEN LOGISTIK

“REVIEW JURNAL TENTANG MANAJEMEN LOGISTIK”

OLEH:

NAMA : NURLIYAH

NIM : K011181520

DOSEN : DIAN SAPUTRA


MARZUKI, S.KM, M.Kes

DEPARTEMEN ADMINISTRASI
KEBIJAKAN KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
Jurnal I

A. Judul : Evaluasi Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten


Kepulauan Talaud
B. Penulis : Jacklien Deswita Essing, Gayatri Citraningtyas, Meilani Jayanti.
C. Pendahuluan : Manajemen logistik di rumah sakit merupakan salah satu aspek penting di
rumah sakit. Ketersediaan obat saat ini menjadi tuntutan pelayanan kesehatan.
Manajemen logistik obat di rumah sakit yang meliputi tahap-tahap yaitu perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, evaluasi dan monitoring yang
saling terkait satu sama lain, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing-
masing dapat berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap
akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai obat yang ada, ini juga memberikan
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun ekonomis (Quick et al,
1997).
D. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manajemen logistik obat di Instalasi
Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud apakah sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016.
E. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental bersifat
deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data berupa data kualitatif yang
diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Data dianalisis menggunakan
metode content analysis (analisis isi).
F. Pembahasan
1) Perencanaan : Hasil wawancara mendalam terhadap perencanaan obat
menunjukkan bahwa dalam perencanaan obat yang betanggung jawab adalah
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud sehingga
perencanaan obat terkontrol dengan baik. Perhitungan obat yang akan dipesan
berdasarkan metode konsumsi dan metode epidemiologi tetapi yang paling
sering digunakan adalah metode konsumsi dengan menggunakan e-katalog.
2) Pengadaan : Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, metode Pengadaan
yang sering digunakan di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud
yaitu secara e-katalog yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan pengadaan
langsung yang dapat dilihat pada Gambar 2 sehingga tersedianya obat di
instalasi farmasi. Penentuan waktu pengadaan obat yaitu petahun dengan melihat
data 6 bulan sampai 1 tahun terakhir yang memberikan dampak positif bagi
rumah sakit agar obat tersedia dalam jumlah yang benar.
3) Penyimpanan : Hasil wawancara mendalam yang didapat bahwa model
penyimpanan stok obat di gudang penyimpanan dilakukan dengan menyimpan
obatobat di rak dapat dilihat pada Gambar 3, lemari pendingin, dan juga ada
yang disimpan di lemari khusus. Metode pengambilan obat dilakukan dengan
metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sedangkan
pengaturan tata ruang penyimpanan berdasarkan sediaan dan disusun secara
alfabetis agar tidak ada kesalahan dalam pengabilan obat. Dalam menjaga mutu
obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud maka disediakan
alat pengatur suhu. Selain itu, penyimpanan obat juga diperhatikan dan selalu
dicek expried obat yang ada. Akan tetapi sarana dan prasarana belum cukup
memadai dikarenakan kondisi ruangan yang terlalu sempit sehingga terjadinya
penumpukan obat
4) Pendistribusian : Hasil wawancara didapat bahwa sistem distribusi obat yang
dilakukan di instalasi farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud adalah
sistem resep perorangan yaitu resep pasien rawat jalan dan rawat inap diambil
melalui instalasi farmasi.
5) Pemusnahan dan penarikan obat : Dari hasil wawancara dan observasi langsung
didapatkan bahwa pemusnahan dan penarikan obat belum dilakukan dalam
setahun terakhir ini mengakibatkan bertambahnya beban penyimpanan dan
meningkatnya resiko penggunaan obat yang sudah tidak sesuai standar.
6) Pencatatan dan pelaporan : Dari hasil wawancara yang didapat bahwa pencatatan
dan pelaporan penggunaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten
Kepulauan Talaud selalu dibuat dan dilaporkan kepada pihak manajemen rumah
sakit. Dari hasil observasi pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan
pengelolaan obat yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan obat. Pelaporan dibuat secara periodic yang dilakukan Instalasi
Farmasi dalam priode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester ataupun
pertahun).
G. Hasil :
Hasil penelitian melalui wawancara dan obervasi langsung menunjukkan sering
terjadinya kekosongan obat, belum pernah dilakukannya penarikan dan pemusnahan obat
serta fasilitas gudang farmasi yang belum memadai.
H. Kesimpulan : Kesimpulan yaitu manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi RSUD
Kabupaten Kepulauan Talaud belum berjalan sesuai standar pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 yang sudah
ditetapkan.
I. Referensi : Essing, J. D., Citraningtyas, G., & Jayanti, M. (2020). EVALUASI
MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUD KABUPATEN
KEPULAUAN TALAUD. PHARMACON, 9(4), 493-500.

Jurnal II

A. Judul : Manajemen Logistik Obat Antiretroviral Dalam Program Penanggulangan


HIV/AIDS (Studi Kasus Di RSUD Manggarai, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara
Timur)
B. Penulis : Desiderata Jegalus, Rita Waty Sirait, Dominirsep O. Dodo, Yoseph Kendjam
C. Pendahuluan : Pengidap HIV (Human Immunodeficiensy Virus memerlukan pengobatan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus di dalam tubuh sehingga tidak
berkembang menjadi stadium AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Tantangan yang dihadapi pemerintah adalah peningkatan kebutuhan akan obat ARV
namun tidak didukung oleh ketersediaannya. Terbatasnya ketersediaan obat ARV
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: harga obat ARV yang mahal dan produksi
obat ARV dalam negeri yang masih terbatas.
D. Tujuan : Penelitian ini bertujuan menjelaskan situasi dan penyebab terjadinya
kekosongan obat antiretroviral tersebut dengan pendekatan manajemen logistik. Jenis
penelitian ialah penelitian kualitatif. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang yang
berasal dari RSUD dr. Ben Mboi, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT), Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Provinsi NTT, dan KPAD
Manggarai. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Maret
2018.
E. Metode : Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan lokus masalahnya di
Kabupaten Manggarai, khususnya di RSUD dr. Ben Mboi sebagai fasilitas kesehatan
yang ditunjuk untuk melayani pengobatan ARV untuk ODHA di wilayahnya. Penelitian
ini berlangsung dari bulan Oktober 2017 sampai dengan Juli 2018
F. Hasil
a. Penganggaran : Perencanaan obat ARV di RSUD dr. Ben Mboi secara teknis
dikerjakan oleh bagian farmasi. Perencana kebutuhan obat ARV ialah kepala instalasi
farmasi dan dibantu oleh seorang asisten apoteker. Perencanaan obat ARV disertakan
pada saat dilakukan pelaporan bulanan. Laporan bulanan yang dimaksud merupakan
kombinasi antara laporan perawatan HIV dengan pengobatan ARV. Setelah laporan
ini dibuat, kemudian diserahkan kepada koordinator program HIV AIDS rumah sakit
untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi NTT melalui aplikasi SIHA. Sebelum
adanya aplikasi SIHA pada tahun 2016, pengiriman laporan dilakukan dengan
menggunakan email. Jika terjadi masalah dalam pengiriman laporan baik
menggunakan aplikasi SIHA maupun email dan sudah terjadi kekosongan obat ARV,
biasanya pihak rumah sakit akan mengirimkan permintaan cito.
b. Penganggaran : Penganggaran untuk distribusi obat ARV menggunakan sumber
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada di Kementerian
Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi NTT berperan dalam menyusun Rencana
Anggaran Biaya (RAB) distribusi logistik obat ARV menggunakan pedoman
penyusunan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Anggaran untuk distribusi obat ARV
dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota menggunakan APBN yang disebut
dana dekonsentrasi. Hasil penelitian menemukan bahwa proses pendistribusian obat
ARV dari tingkat Provinsi NTT ke Kabupaten Manggarai melibatkan instansi lain
seperti KPAP NTT dan KPAD Kabupaten Manggarai. Anggaran untuk distribusi obat
ARV yang melibatkan KPAP NTT menggunakan anggaran khusus. Anggaran ini
dibuat untuk kebutuhan emergensi yang tidak ada dalam perencanaan umum.
Sementara itu, di KPAD Kabupaten Manggarai tidak ada anggaran yang khusus yang
dialokasikan untuk pendistribusi obat ARV.
c. Penyimpanan : Penyimpanan obat ARV di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi
dilakukan di dalam ruangan dan lemari khusus. Penyimpanannya menggunakan
sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Suhu
penyimpanan menggunakan suhu ruangan. Hasil observasi menunjukkan bahwa obat
ARV ditempatkan dalam dua buah lemari, yakni lemari kayu dan lemari kaca. Lemari
kayu dipakai untuk menyimpan obat ARV yang siap dikeluarkan sedangkan dalam
lemari kaca dipakai untuk menyimpan ARV yang baru datang. Kartu stok ARV
disimpan berdekatan dengan obat ARV masingmasing menurut jenisnya. Obat ARV
awalnya hanya dititipkan di bagian instalasi farmasi, karena tempat penyimpanan
yang seharusnya adalah di Klinik VCT Rumah sakit. Tujuannya untuk mempermudah
ODHA dalam pengambilan obat.
d. Penyaluran : Penyaluran obat ARV dari tingkat provinsi diawali dengan penerimaan
laporan bulanan dari RSUD dr. Ben Mboi. Selanjutnya, pengelola program HIV
AIDS di provinsi akan membuatkan SPMB (Surat Perintah Mengeluarkan Barang).
SPMB yang telah dibuat kemudian ditandatangani oleh Kepala Seksi P2PM dan
Kepala Bidang P2P untuk diberikan ke Bidang Pelayanan Kesehatan khususnya Seksi
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kemudia SPMB diteruskan ke gudang farmasi
untuk mengeluarkan barang yang dipesan. Dari gudang farmasi, obat ARV disalurkan
ke penyedia layanan. Obat ARV yang akan disalurkan ke penyedia layanan
menggunakan ekspedisi yang dipesan langsung dari pengelola program. Koordinator
logistik di gudang farmasi membungkus obat ARV sesuai dengan jumlah yang
diminta dan membuat SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).
e. Penghapusan : RSUD dr. Ben Mboi sejak dijadikan sebagai rumah sakit rujukan bagi
pengobatan ODHA sampai dengan saat ini belum pernah melakukan penghapusan
obat antiretroviral. Jikalau terjadi penghapusan obat ARV di instalasi farmasi RSUD
dr. Ben Mboi, maka prosedur penghapusannya tidak berbeda dengan obatan lain.
f. Pengendalian : RSUD dr. Ben Mboi sejak dijadikan sebagai rumah sakit rujukan bagi
pengobatan ODHA sampai dengan saat ini belum pernah melakukan penghapusan
obat antiretroviral. Jikalau terjadi penghapusan obat ARV di instalasi farmasi RSUD
dr. Ben Mboi, maka prosedur penghapusannya tidak berbeda dengan obatan lain.
g. Penyebab terjadinya kekosongan obat ARV : Terjadinya kekosongan obat ARV di
instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi, Ruteng-Kabupaten Manggarai berawal dari
pencatatan dan pelaporannya yang bermasalah. Pencatatan yang tidak teratur dan
pelaporan yang terlambat menjadikan rumah sakit ini sering mengalami kekosongan
obat antiretroviral. Jika ditelaah lebih lanjut, hal ini terjadi karena tidak ada orang
khusus yang menangani logistik ARV mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
evaluasi. Selain itu, pihak instalasi farmasi juga dihadapkan dengan persoalan
pelaporan menggunakan SIHA.
G. Pembahasan : Perencanaan adalah kegiatan yang pertama-tama harus dilakukan sebelum
aktivitas lainnya. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis,
tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Metodenya dapat menggunakan metode konsumsi,
epidemiologi, atau menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
berdasarkan anggaran yang tersedia. Di RSUD dr. Ben Mboi metode perencanaan obat
ARV menggunakan metode konsumsi dan permintaan tambahan untuk antisipasi pasien
baru.
H. Kesimpulan : Perencanaan obat antiretroviral menggunakan metode konsumsi dengan
pelaporan yang dibuat berdasarkan register pemberian obat ARV. Penganggaran logistik
ARV dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI dan dialokasikan ke provinsi
menggunakan dana dekonsentrasi. Pengadaan ARV dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan RI. Penyimpanan ARV baik di gudang farmasi Dinas Kesehatan Provinsi NTT
maupun di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi menggunakan sistem FIFO FEFO, suhu
penyimpanan standar suhu kamar, dan disimpan dalam ruangan khusus. Penyaluran ARV
dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT sampai kepada ODHA di RSUD dr. Ben Mboi
melalui beberapa mekanisme.
I. Referensi : Jegalus, D., Sirait, R. W., Dodo, D. O., & Kendjam, Y. (2019). Manajemen
Logistik Obat Antiretroviral Dalam Program Penanggulangan HIV/AIDS. Timorese
Journal of Public Health, 1(2), 58-69.

Anda mungkin juga menyukai