A. Judul : Evaluasi Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten
Kepulauan Talaud B. Penulis : Jacklien Deswita Essing, Gayatri Citraningtyas, Meilani Jayanti. C. Pendahuluan : Manajemen logistik di rumah sakit merupakan salah satu aspek penting di rumah sakit. Ketersediaan obat saat ini menjadi tuntutan pelayanan kesehatan. Manajemen logistik obat di rumah sakit yang meliputi tahap-tahap yaitu perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan, evaluasi dan monitoring yang saling terkait satu sama lain, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing- masing dapat berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai obat yang ada, ini juga memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun ekonomis (Quick et al, 1997). D. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016. E. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data berupa data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Data dianalisis menggunakan metode content analysis (analisis isi). F. Pembahasan 1) Perencanaan : Hasil wawancara mendalam terhadap perencanaan obat menunjukkan bahwa dalam perencanaan obat yang betanggung jawab adalah Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud sehingga perencanaan obat terkontrol dengan baik. Perhitungan obat yang akan dipesan berdasarkan metode konsumsi dan metode epidemiologi tetapi yang paling sering digunakan adalah metode konsumsi dengan menggunakan e-katalog. 2) Pengadaan : Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, metode Pengadaan yang sering digunakan di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu secara e-katalog yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan pengadaan langsung yang dapat dilihat pada Gambar 2 sehingga tersedianya obat di instalasi farmasi. Penentuan waktu pengadaan obat yaitu petahun dengan melihat data 6 bulan sampai 1 tahun terakhir yang memberikan dampak positif bagi rumah sakit agar obat tersedia dalam jumlah yang benar. 3) Penyimpanan : Hasil wawancara mendalam yang didapat bahwa model penyimpanan stok obat di gudang penyimpanan dilakukan dengan menyimpan obatobat di rak dapat dilihat pada Gambar 3, lemari pendingin, dan juga ada yang disimpan di lemari khusus. Metode pengambilan obat dilakukan dengan metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sedangkan pengaturan tata ruang penyimpanan berdasarkan sediaan dan disusun secara alfabetis agar tidak ada kesalahan dalam pengabilan obat. Dalam menjaga mutu obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud maka disediakan alat pengatur suhu. Selain itu, penyimpanan obat juga diperhatikan dan selalu dicek expried obat yang ada. Akan tetapi sarana dan prasarana belum cukup memadai dikarenakan kondisi ruangan yang terlalu sempit sehingga terjadinya penumpukan obat 4) Pendistribusian : Hasil wawancara didapat bahwa sistem distribusi obat yang dilakukan di instalasi farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud adalah sistem resep perorangan yaitu resep pasien rawat jalan dan rawat inap diambil melalui instalasi farmasi. 5) Pemusnahan dan penarikan obat : Dari hasil wawancara dan observasi langsung didapatkan bahwa pemusnahan dan penarikan obat belum dilakukan dalam setahun terakhir ini mengakibatkan bertambahnya beban penyimpanan dan meningkatnya resiko penggunaan obat yang sudah tidak sesuai standar. 6) Pencatatan dan pelaporan : Dari hasil wawancara yang didapat bahwa pencatatan dan pelaporan penggunaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud selalu dibuat dan dilaporkan kepada pihak manajemen rumah sakit. Dari hasil observasi pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan obat yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan obat. Pelaporan dibuat secara periodic yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam priode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester ataupun pertahun). G. Hasil : Hasil penelitian melalui wawancara dan obervasi langsung menunjukkan sering terjadinya kekosongan obat, belum pernah dilakukannya penarikan dan pemusnahan obat serta fasilitas gudang farmasi yang belum memadai. H. Kesimpulan : Kesimpulan yaitu manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud belum berjalan sesuai standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 yang sudah ditetapkan. I. Referensi : Essing, J. D., Citraningtyas, G., & Jayanti, M. (2020). EVALUASI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUD KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD. PHARMACON, 9(4), 493-500.
Jurnal II
A. Judul : Manajemen Logistik Obat Antiretroviral Dalam Program Penanggulangan
HIV/AIDS (Studi Kasus Di RSUD Manggarai, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur) B. Penulis : Desiderata Jegalus, Rita Waty Sirait, Dominirsep O. Dodo, Yoseph Kendjam C. Pendahuluan : Pengidap HIV (Human Immunodeficiensy Virus memerlukan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus di dalam tubuh sehingga tidak berkembang menjadi stadium AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Tantangan yang dihadapi pemerintah adalah peningkatan kebutuhan akan obat ARV namun tidak didukung oleh ketersediaannya. Terbatasnya ketersediaan obat ARV dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: harga obat ARV yang mahal dan produksi obat ARV dalam negeri yang masih terbatas. D. Tujuan : Penelitian ini bertujuan menjelaskan situasi dan penyebab terjadinya kekosongan obat antiretroviral tersebut dengan pendekatan manajemen logistik. Jenis penelitian ialah penelitian kualitatif. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang yang berasal dari RSUD dr. Ben Mboi, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Provinsi NTT, dan KPAD Manggarai. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Maret 2018. E. Metode : Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan lokus masalahnya di Kabupaten Manggarai, khususnya di RSUD dr. Ben Mboi sebagai fasilitas kesehatan yang ditunjuk untuk melayani pengobatan ARV untuk ODHA di wilayahnya. Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2017 sampai dengan Juli 2018 F. Hasil a. Penganggaran : Perencanaan obat ARV di RSUD dr. Ben Mboi secara teknis dikerjakan oleh bagian farmasi. Perencana kebutuhan obat ARV ialah kepala instalasi farmasi dan dibantu oleh seorang asisten apoteker. Perencanaan obat ARV disertakan pada saat dilakukan pelaporan bulanan. Laporan bulanan yang dimaksud merupakan kombinasi antara laporan perawatan HIV dengan pengobatan ARV. Setelah laporan ini dibuat, kemudian diserahkan kepada koordinator program HIV AIDS rumah sakit untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi NTT melalui aplikasi SIHA. Sebelum adanya aplikasi SIHA pada tahun 2016, pengiriman laporan dilakukan dengan menggunakan email. Jika terjadi masalah dalam pengiriman laporan baik menggunakan aplikasi SIHA maupun email dan sudah terjadi kekosongan obat ARV, biasanya pihak rumah sakit akan mengirimkan permintaan cito. b. Penganggaran : Penganggaran untuk distribusi obat ARV menggunakan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada di Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi NTT berperan dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) distribusi logistik obat ARV menggunakan pedoman penyusunan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Anggaran untuk distribusi obat ARV dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota menggunakan APBN yang disebut dana dekonsentrasi. Hasil penelitian menemukan bahwa proses pendistribusian obat ARV dari tingkat Provinsi NTT ke Kabupaten Manggarai melibatkan instansi lain seperti KPAP NTT dan KPAD Kabupaten Manggarai. Anggaran untuk distribusi obat ARV yang melibatkan KPAP NTT menggunakan anggaran khusus. Anggaran ini dibuat untuk kebutuhan emergensi yang tidak ada dalam perencanaan umum. Sementara itu, di KPAD Kabupaten Manggarai tidak ada anggaran yang khusus yang dialokasikan untuk pendistribusi obat ARV. c. Penyimpanan : Penyimpanan obat ARV di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi dilakukan di dalam ruangan dan lemari khusus. Penyimpanannya menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Suhu penyimpanan menggunakan suhu ruangan. Hasil observasi menunjukkan bahwa obat ARV ditempatkan dalam dua buah lemari, yakni lemari kayu dan lemari kaca. Lemari kayu dipakai untuk menyimpan obat ARV yang siap dikeluarkan sedangkan dalam lemari kaca dipakai untuk menyimpan ARV yang baru datang. Kartu stok ARV disimpan berdekatan dengan obat ARV masingmasing menurut jenisnya. Obat ARV awalnya hanya dititipkan di bagian instalasi farmasi, karena tempat penyimpanan yang seharusnya adalah di Klinik VCT Rumah sakit. Tujuannya untuk mempermudah ODHA dalam pengambilan obat. d. Penyaluran : Penyaluran obat ARV dari tingkat provinsi diawali dengan penerimaan laporan bulanan dari RSUD dr. Ben Mboi. Selanjutnya, pengelola program HIV AIDS di provinsi akan membuatkan SPMB (Surat Perintah Mengeluarkan Barang). SPMB yang telah dibuat kemudian ditandatangani oleh Kepala Seksi P2PM dan Kepala Bidang P2P untuk diberikan ke Bidang Pelayanan Kesehatan khususnya Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kemudia SPMB diteruskan ke gudang farmasi untuk mengeluarkan barang yang dipesan. Dari gudang farmasi, obat ARV disalurkan ke penyedia layanan. Obat ARV yang akan disalurkan ke penyedia layanan menggunakan ekspedisi yang dipesan langsung dari pengelola program. Koordinator logistik di gudang farmasi membungkus obat ARV sesuai dengan jumlah yang diminta dan membuat SBBK (Surat Bukti Barang Keluar). e. Penghapusan : RSUD dr. Ben Mboi sejak dijadikan sebagai rumah sakit rujukan bagi pengobatan ODHA sampai dengan saat ini belum pernah melakukan penghapusan obat antiretroviral. Jikalau terjadi penghapusan obat ARV di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi, maka prosedur penghapusannya tidak berbeda dengan obatan lain. f. Pengendalian : RSUD dr. Ben Mboi sejak dijadikan sebagai rumah sakit rujukan bagi pengobatan ODHA sampai dengan saat ini belum pernah melakukan penghapusan obat antiretroviral. Jikalau terjadi penghapusan obat ARV di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi, maka prosedur penghapusannya tidak berbeda dengan obatan lain. g. Penyebab terjadinya kekosongan obat ARV : Terjadinya kekosongan obat ARV di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi, Ruteng-Kabupaten Manggarai berawal dari pencatatan dan pelaporannya yang bermasalah. Pencatatan yang tidak teratur dan pelaporan yang terlambat menjadikan rumah sakit ini sering mengalami kekosongan obat antiretroviral. Jika ditelaah lebih lanjut, hal ini terjadi karena tidak ada orang khusus yang menangani logistik ARV mulai dari tahap perencanaan sampai dengan evaluasi. Selain itu, pihak instalasi farmasi juga dihadapkan dengan persoalan pelaporan menggunakan SIHA. G. Pembahasan : Perencanaan adalah kegiatan yang pertama-tama harus dilakukan sebelum aktivitas lainnya. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Metodenya dapat menggunakan metode konsumsi, epidemiologi, atau menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi berdasarkan anggaran yang tersedia. Di RSUD dr. Ben Mboi metode perencanaan obat ARV menggunakan metode konsumsi dan permintaan tambahan untuk antisipasi pasien baru. H. Kesimpulan : Perencanaan obat antiretroviral menggunakan metode konsumsi dengan pelaporan yang dibuat berdasarkan register pemberian obat ARV. Penganggaran logistik ARV dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI dan dialokasikan ke provinsi menggunakan dana dekonsentrasi. Pengadaan ARV dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI. Penyimpanan ARV baik di gudang farmasi Dinas Kesehatan Provinsi NTT maupun di instalasi farmasi RSUD dr. Ben Mboi menggunakan sistem FIFO FEFO, suhu penyimpanan standar suhu kamar, dan disimpan dalam ruangan khusus. Penyaluran ARV dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT sampai kepada ODHA di RSUD dr. Ben Mboi melalui beberapa mekanisme. I. Referensi : Jegalus, D., Sirait, R. W., Dodo, D. O., & Kendjam, Y. (2019). Manajemen Logistik Obat Antiretroviral Dalam Program Penanggulangan HIV/AIDS. Timorese Journal of Public Health, 1(2), 58-69.