Anda di halaman 1dari 12

Pengelolaan Obat, Instalasi Farmasi di Ruma Sakit Hal : 456-467 Benedicta I Rumagit, dkk

PENGELOLAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH DATOE BINANGKANG BOLAANG MONGONDOW

DRUG MANAGEMENT IN PHARMACEUTICAL INSTALLATIONS DATOE


BINANGKANG BOLAANG MONGONDOW REGIONAL GENERAL HOSPITAL

Benedicta I Rumagit, Adeanne C Wullur, Jeana Maramis, Kurniawan N. Muhammad


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Manado, Indonesia
e-mail : dicta.farmasi@gmail.com

1. ABSTRAK

Pendahuluan : Pengelolaan obat merupakan suatu kegiatan pelayanan kefarmasian


dimulai perencanaan sampai evaluasi terkait satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut
mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan obat di Instalasi
farmasi Rumah Sakit. Bahan dan Metode: penelitian survey bersifat deskriptif, Instrument
yaitu lembar wawancara dan observasi. Respoden dalam penelitian ini adalah petugas IFRS.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan proses
pengelolaan obat. Hasil : perencanaan obat dilakukan setiap tiga bulan dengan
menggunakan pendekatan konsumsi. Pengadaan obat yaitu sisa stok obat dan jumlah obat
yang diterima. Penerimaan yaitu langsung pemeriksaan obat terutama kondisi fisik, jenis
dan jumlah serta kadaluawarsa obat. Penyimpanan obat disusun berdasarkan alfabetis dan
sediaan namun belum cukup baik karena belum menerapkan satu lantai dan tidak
terdapatnya pemadam kebakaran. Distribusi obat perlu diadakannya formularium obat RS
agar tidak terjadi kadaluwarsa obat dan pengawasan dalam bentuk penandaan pada wadah
obat, pengecekan kembali obat yang akan di distribusikan ke setiap unit, dan melakukan
komunikasi dengan dokter. Kesimpulan : penerapan satu lantai, tidak terdapat pemadam
kebakaran, perlu adanya formalarium Rumah Sakit menghindari terjadinya kadaluwarsa
obat.

Kata Kunci : Pengelolaan Obat, Instalasi Farmasi, Rumah Sakit


456
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
2. ABSTRACT

Introduction : Drug management is a pharmaceutical service activity starting from


planning to evaluation related to one another. These activities include planning,
procurement, receipt, storage, distribution, control, recording and reporting, deletion,
monitoring and evaluation. The purpose of this study was to determine the implementation
of drug management in the hospital pharmacy installation. Materials and Methods:
survey research is descriptive. Instruments are interview and observation sheets. The
respondents in this study were IFRS officers. The data obtained were analyzed
descriptively to describe the drug management process. Results: drug planning is carried
out every three months using a consumption approach. Procurement of drugs, namely the
remaining stock of drugs and the amount of drugs received. Acceptance is direct
examination of drugs, especially physical conditions, types and quantities and expiration of
drugs. Drug storage is arranged alphabetically and by preparation but it is not good enough
because it has not implemented one floor and there is no fire extinguisher. Drug
distribution needs to be held in a hospital drug formulary so that drug expiration does not
occur and supervision in the form of marking on the drug container, re-checking the drugs
that will be distributed to each unit, and communicating with doctors. Conclusion: the
application of one floor, there is no fire extinguisher, the need for a hospital formalarium to
avoid drug expiration.

Keywords: Drug Management, Pharmacy Installation, Hospital

3. PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan utama di rumah sakit yang meliputi


pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, serta pelayanan informasi obat. Seluruh pelayanan yang diberikan
kepada penderita di rumah sakit berintervensi pada sediaan farmasi (Siregar dan Amalia,
2004).

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Standar pelayanan rumah sakit, menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada

457
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
pelayanan pasien, penyediaan obat, pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan R.I, 2004).

Obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan
Nasional tahun 2004, yang bertujuan agar tersedia obat dan perbekalan kesehatan yang
aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (DepKes R.I, 2007).

Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, selain itu karena obat
sudah merupakan kebutuhan masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil dari
pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan,
seperti puskesmas, poliklinik, rumah sakit, dokter praktek swasta, dan lain-lain. Oleh
karena vitalnya obat dalam pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisiensi,
dan efektif sangat diperlukan oleh petugas pusat/provinsi/kabupaten/kota (Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2007).

Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Pengelolaan obat
merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang
saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut mencakup perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi. Pengelolaan obat bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pelayanan obat sehingga terjamin penyerahan obat
yang benar, dosis dan jumlah yang tepat, wadah yang terjamin mutu, dan informasi
kepada pasien yang jelas (Anshari, 2009).

Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang Bolaang Mongondow merupakan rumah
sakit negeri kelas C. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
terbatas, juga menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. Pelayanan kefarmasian
dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah
Datoe Binangkang Bolaang Mongondow memiliki fasilitas pelayanan medis dasar dan
penunjang medik.
458
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikelola oleh seorang Apoteker dan memiliki tiga orang Ahli
Madya Farmasi. Rumah sakit ini melayani pasien jaminan kesehatan miskin. Berdasarkan
survey awal, rata-rata pasien yang dilayani dalam pelayanan resep perhari adalah, rata-
rata perhari kurang lebih 120 pasien. Permasalahannya ada resep yang tidak
terlayani dikarenakan tidak tersedianya obat di apotek, sehingga menyebabkan pasien
harus membeli obat di Apotek lain area rumah sakit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan obat di Instalasi


Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang Bolaang Mongondow.

4. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif yaitu untuk
menggambarkan pelaksanaan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Datoe Binangkang Bolaang Mongondow. Responden adalah petugas
kesehatan yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Instalasi Farmasi.

Data primer diperoleh dengan cara wawancara kepada petugas farmasi yang terkait dalam
proses pengelolaan obat. Observasi atau pengamatan dilakukan dengan melihat langsung
proses kegiatan penyimpanan yang terdiri dari pengaturan tata ruang, penyusunan stok
obat dan pencatatan kartu stok. Data sekunder diperoleh dari data tahunan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit yang terkait dengan pengelolaan obat, serta laporan penerimaan
dan pengeluaran obat. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kemudian dilakukan
pengolahan data secara manual. Data disajikan dalam bentuk tulisan dan tabel dengan
menganalisa dan membahas serta dikaitkan dengan teori yang ada.

5. HASIL

Tim pengelolaan obat berdasarkan jabatan fungsional yang sudah ditentukan tugas dan
fungsi pokoknya dari pemerintah. Adapun proses pengelolaan yang dilaksanakan
mencakup :

459
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
1. Perencanaan Obat

Alur Perencanaan Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang
Bolaang Mongondow yaitu dari bagian gudang ke bagian perencanaan obat, setelah itu
diperoleh rencana kebutuhan obat, disampaikan kepada kepala instalasi farmasi yang
dikirim ke kepala bidang penunjang medik yang bertanggungjawab terhadap instalasi
farmasi rumah sakit (IFRS). Perencanaan obat dilakukan setiap tiga bulan dengan
menggunakan pendekatan konsumsi.

2. Pengadaan Obat

Alur Pengadaan Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Datoe Binangkang
Bolaang Mongondow yaitu bagian apotek membuat permintaan dan penawaran obat
kepada pihak Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau pemasok setelah obat datang dilakukan
penerimaan oleh tim penerima dan di simpan di ruang penyimpanan/gudang. Dalam
pengadaan obat ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sisa stok obat dan jumlah
obat yang diterima.

3. Penerimaan Obat

Penerimaan obat dilakukan oleh tim penerimaan dan langsung dilakukan pemeriksaan obat
terutama kondisi fisik obat, jenis dan jumlah obat serta kadaluawarsa obat.

4. Penyimpanan Obat

Berdasarkan hasil penelitian, tempat penyimpanan obat di Instalasi Farmasi R.S.U.D Datoe
Binangkang Bolaang Mongondow langsung di ruangan Instalasi Farmasi. Secara
keseluruhan obat disusun berdasarkan alfabetis dan sediaan, selain itu menggunakan
sistem FIFO dan FEFO.

5. Distribusi

Berdasarkan hasil penelitian, sistem distribusi obat dilakukan disatu pusat yaitu di Instalasi
Farmasi R.S.U.D Datoe Binangkang Bolaang Mongondow. Alur proses disribusi obat rawat

460
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
inap yaitu dari ruangan dokter ke instalasi farmasi dalam waktu ± 7 sampai dengan 30
menit dan untuk pasien rawat jalan dalam waktu 2 sampai dengan 10 menit sampai ke
tangan pasien. Pasien yang tidak mendapatkan obat di instalasi farmasi akan dirujuk di luar
area rumah sakit.

6. Pengawasan Obat

Berdasarkan hasil penelitian, proses pengawasan di Instalasi Farmasi dilakukan secara


langsung oleh petugas kefarmasian dalam bentuk penandaan pada wadah obat yang akan di
distribusikan ke setiap unit, pengecekan kembali obat yang akan di distribusikan ke
setiap unit, dan melakukan komunikasi dengan dokter untuk menghindari terjadinya
kadaluwarsa obat

6. PEMBAHASAN

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah salah satu unit kerja yang di kepalai langsung
oleh seorang apoteker dan bidang penunjang medis yang bertanggung jawab penuh
terhadap penyelenggaraan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Jumlah petugas
kesehatan yang berada di IFRS yaitu 14 tenaga kesehatan yakni 3 orang Apoteker, 1
orang Ahli madya Farmasi, 2 orang Sarjana Keperawatan, 2 orang Managemen Akutansi,
dan 6 orang SMK Kesehatan. Tugas yang diberikan kepada seluruh petugas kesehatan IFRS
berdasarkan pangkat dan golongan dan bekerja disesuaikan dengan shift/pelaksanaan jam
kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan obat di lakukan oleh tim pengelolaan obat yang
dibentuk, sesuai dengan tugas fungsional masing-masing. Anggotanya disesuaikan
berdasarkan struktur organisasi instalasi farmasi. Proses pengelolaan obat yang dilakukan
sebagai berikut :
1. Perencanaan Obat
Bagian gudang membuat laporan rencana kebutuhan obat kemudian di serahkan kepada
bagian perencanaan obat untuk mengetahui data penggunaan obat, sisa stok akhir obat

461
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
dan obat yang kosong setelah itu data dianalisa, kemudian bagian perencanaan akan
membuat perencanaan obat berdasarkan e.katalog. Setelah diperoleh rencana kebutuhan
obat, disampaikan kepada kepala instalasi farmasi yang dikirim ke kepala bidang
penunjang medik yang bertanggungjawab terhadap instalasi farmasi rumah sakit (IFRS).

Perencanaan dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk mengantisipasi apabila terjadi
perubahan pola penyakit, kenaikan pengunjung serta kekosongan obat. Pihak instalasi
farmasi melakukan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan tingkat konsumsi pasien.
Metode konsumsi yaitu analisa data pemakaian obat tahun sebelumnya. Penyusunan
rencana kebutuhan obat sudah memperhatikan dana APBD, daftar obat yang disesuaikan
dengan e-katalog, stok awal, penerimaan dan pengeluaran, serta stok akhir.

Alokasi dana yang diberikan kepada pihak rumah sakit yaitu pertahun sehingga jika dana
yang diberikan terlambat turun maka akan terjadi kekosongan obat pada bulan-bulan
sebelum dana turun. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi obat-obatan yang kosong
yaitu dengan meminjam obat di rumah sakit lain jika mendesak seperti hal adanya operasi
berat yang memerlukan obat-obatan yang tidak tersedia di rumah sakit. Perencanaan
kebutuhan yang tepat akan sangat berdampak positif terhadap ketersediaan kebutuhan
obat bagi pasien.

2. Pengadaan obat
Data rencana kebutuhan obat yang telah dilakukan oleh pihak IFRS yang sebelumnya
telah disetujui oleh kepala bidang penunjang medik melakukan permintaan dan
penawaran obat kepada pihak Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau pemasok. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengadaan obat adalah kriteria obat, persyaratan pemasok,
penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan
obat serta pemantauan status pesanan. Sesuai dengan kenyataan yang didapat diinstalasi
farmasi Setelah dilakukannya permintaan dan penawaran obat kepada pihak
PBF, obat diterima dan dilakukan pemeriksaan oleh tim penerima obat. Kriteria
462
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
yang diperiksa adalah tanggal kadaluwarsa, nomor batch dan keadaan obat
serta persyaratan pemasok kemudian nama obat dicatat dalam kartu barang yakni
jumlah obat yang diterima dari PBF atau pemasok, tanggal faktur dan dihitung sisa stok
obat. Kemudian obat yang telah diterima disimpan ke dalam gudang penyimpanan obat.
Analisa data kebutuhan obat dilakukan oleh kepala bidang penunjang medik dan apoteker
penanggungjawab. Sedangkan anggaran/alokasi dana yang digunakan untuk pengadaan
obat disesuaikan dengan dana yang ada. Pada proses pengadaan pihak IFRS sudah
melakukan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kriteria
obat dan telah disesuaikan dengan daftar obat yang ada dalam daftar e-katalog.

3. Penerimaan obat
Penerimaan obat yang telah dilakukan oleh pihak IFRS sudah cukup baik karena
memperhatikan dan melakukan pemeriksaan atau pengecekan obat masuk seperti masa
kadaluwarsa obat, jenis dan jumlah obat serta kondisi fisik obat. Obat yang tidak sesuai
dengan faktur yang dipesan dan obat yang mendekati kadaluwarsa akan dikembalikan oleh
pihak IFRS ke pemasok.

4. Penyimpanan obat
Kegiatan penyimpanan obat yaitu meliputi pengaturan tata ruangan, penyusunan stok obat,
pencatatan dan kartu stok (DepKes RI, 2007).
Proses penyimpanan obat di IFRS Datoe Binangkang Bolaang Mongondow sudah
memperhatikan :
a. Pengaturan tata ruangan
Ruangan penyimpanan obat atau gudang obat IFRS dilengkapi dengan rak, namun belum
menggunakan sistem satu lantai sehingga dapat membatasi pengaturan obat dalam ruangan
dan mengganggu kemudahan petugas dalam bergerak. Sirkulasi udara sudah cukup baik
karena menggunakan suhu ruangan cukup dalam gudang obat. Tidak terdapat alat
pencegah kebakaran, pengadaan alat pencegah kebakaran sangat penting untuk
menghindari hal- hal yang tidak diinginkan.

463
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
b. Penyusunan stok obat
Penyusunan stok obat sangat penting untuk memudahkan pengendalian stok obat. Obat
yang disimpan oleh petugas IFRS disusun dalam bentuk alfabetis dan berdasarkan
sediaan yang dipisahkan dengan sekat dan diletakkan berdasarkan nama rak obat, dan
juga menggunakan sistem FIFO yaitu obat yang lebih awal diterima harus digunakan lebih
awal dan FEFO yaitu obat yang masa kadaluwarsa lebih cepat diberikan lebih awal agar
mempermudah pengambilan obat dan memperkecil tingkat kadaluwarsa obat. Untuk obat
luar dan obat dalam disimpan secara terpisah dalam rak yang telah disediakan dan
dibatasi oleh sekat untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan obat. Nama masing-
masing obat dicantumkan sehingga mempermudah dalam pengambilan obat dan obat
yang kadaluwarsa dipisahkan di tempat yang terpisah.
c. Pencatatan kartu stok
Pencatatan kartu stok obat bermanfaat untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan
obat, penyusunan laporan, perencanaan pengadaan dan distribusi, pengendalian
persediaan, untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,
sebagai alat bantu kontrol bagi kepala gudang/bendaharawan obat (DepKes RI, 2007).
Pencatatan kartu stok obat sudah rutin dilakukan oleh pihak IFRS. Kegiatan yang dilakukan
yaitu setiap penerimaan dan pengeluaran obat dari gudang langsung dicatat pada kartu
stok yang ada. Pencatatan keseluruhan dibuat dalam daftar barang yang tersedia setiap 3
bulan sekali, demikian juga pencatatan yang dilakukan di unit pelayanan obat untuk
pasien rawat inap dan rawat jalan. Akan tetapi ketidakcocokan dari laporan mutasi stok
obat di gudang dengan pengeluaran obat per hari berdasarkan resep yang masuk di unit
sangat berpengaruh pada proses perencanaan kebutuhan obat untuk menghindari
terjadinya kekosongan obat.
5. Distribusi obat
Proses distribusi obat di instalasi farmasi menerima resep rawat jalan dan rawat inap yang
diresepkan oleh dokter ruangan. Pasien rawat inap dapat langsung mengambil obat di IFRS
melalui perawat ruangan atau keluarga pasien. Berdasarkan alur distribusi obat pasien
rawat inap. Pihak IFRS memberikan obat kepada pasien dalam waktu 7 sampai dengan 30
menit. Sedangkan bagi rawat jalan berdasarkan alur distribusi obat pasien rawat jalan obat
464
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
diberikan kepada pasien dalam waktu 2 sampai dengan 10 menit. Untuk pasien rawat
inap dan rawat jalan, pasien atau keluarga pasien dapat mengambil resep langsung
di IFRS.

Proses distribusi obat dapat terhambat apabila IFRS tidak dapat menyediakan obat sesuai
dengan permintaan yang tertulis dalam resep. Sehingga pasien di rujuk untuk mengambil
resep di luar area rumah sakit. Hal itu disebabkan karena kurangnya informasi kepada
dokter ruangan mengenai obat-obatan yang tersedia di dalam IFRS, untuk itu dengan
adanya sistem formularium obat dapat dijadikan acuan untuk dokter sebagai penulisan
resep dan disesuaikan dengan kebutuhan obat pasien di IFRS. Sistem formularium obat
dapat membantu memperkecil kendala dalam sistem distribusi obat kepada pasien dan
tidak adanya lagi slowmoving resep/ dokter tidak meresepkan obat sehingga tidak
terjadinya kadaluwarsa obat.

6. Pengawasan obat
Pengawasan obat dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengawasan
obat yang dilakukan oleh IFRS Datoe Binangkang Bolaang Mongondow sudah cukup baik
karena dilakukan secara langsung. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak IFRS yaitu
pengawasan obat dalam bentuk penandaan pada wadah obat yang akan didistribusikan
ke setiap unit, pengecekan kembali obat yang akan didistribusikan ke setiap unit dan
komunikasi dengan dokter untuk menghindari terjadinya kadaluwarsa obat karena dokter
tidak meresepkan.

7. KESIMPULAN

1. Perencanaan obat yang memperhatikan penggunaan obat, sisa stok akhir obat dan
obat yang kosong serta Perencanaan dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan
menggunakan metode konsumsi.
2. Pengadaan obat sudah memperhatikan sisa stok obat, jumlah obat yang diterima, masa
kadaluwarsa, nomor batch dan keadaan obat serta persyaratan pemasok.
465
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
3. Pada proses penerimaan dilakukan pemeriksaan atau pengecekan obat masuk
seperti waktu kadaluwarsa obat, jenis dan jumlah obat serta kondisi fisik obat.
4. Sesuai kenyataan yang ditemukan tempat penyimpanan obat di instalasi farmasi
belum cukup baik selain belum menerapkan sistem satu lantai dan tidak terdapatnya
alat pencegah kebakaran serta harus memperhatikan ukuran ruangan gudang
penyimpanan obat.
5. Distribusi obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi sudah cukup baik, namum perlu
diadakannya formularium obat agar tidak terjadinya kadaluwarsa seperti yang
ditemukan dan tidak menyebabkan kerugian bagi pihak rumah sakit karena dokter
tidak meresepkan.
6. Pengawasan obat yang dilakukan dalam bentuk penandaan pada wadah obat,
pengecekan kembali obat yang akan didistribusikan ke setiap unit dan komunikasi
dengan dokter untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penulisan resep obat.

8. DAFTAR PUSTAKA

Anshari, M. (2009). Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan. Nuha Medika,
Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Didaerah Kepulauan, Jakarta.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, (2007). Pedoman Pengelolaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan didaerah Perbetasan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan R.I.


(2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Dirumah Sakit, Jakarta.

Febriawati, H. (2013). Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Gosyen


Publishing, Bengkulu

Katim, S. (2014). Pengelolaan Obat di Instalasi Farmas Ratumbuisang Manado. Karya Tulis
Ilmiah tidak di publikasikan. Pendidikan Diploma III Kesehatan Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Manado, Manado.

466
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi Dirumah sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/Sk/XII/1999 Tentang Standar


Pelayanan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :983/Menkes/SK/XI/1992


Tentang

467
e - PROSIDING SEMNAS
Dies Natalis 21 Poltekes Kemenkes Manado

Anda mungkin juga menyukai