Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PATOFISIOLOGI

NAMA : WAHYU KURNIAWAN

NPM : 09412111029

KELAS : IA

MATA KULIAH : PATOFISIOLOGI

PRODI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE


IDENTITAS JURNAL I

JUDUL Tata Laksana Farmakologis Nyeri Kankwe


NAMA JURNAL Indonesian Journal Of Cancer
PENULIS Gardian Lukman & Eddy Harjanto
VOLUME & HALAMAN Volume 3 & 121-123
TAHUN 2007
REVIEWER Wahyu Kurniawan
TANGGAL 13 Oktober 2021

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2021 akan


terdapat kurang lebih 15 juta kasus kanker baru diseluruh dunia. Sejak ditemukan
berbagai metode pengobatan baru, maka terjadi peningkatan survival rates pada
populasi ini. Yang berarti, pasien kanker akan mempunyai umur rata-rata lebih
panjang dan akan mengalami rasa nyeri kanker yang lebih lama akibat dari penyakit
dan pengobatannya sendiri.
Tata laksana nyeri kanker masih dibawah rata-rata. Dikatakan bahwa 50%
pasien yang mengidap kanker dan 90% pasien dengan kanker tahap lanjut menderita
nyeri. Yang dimana 70% nyeri kanker disebabkan oleh keterlibatan tumor ke jaringan
lunak, visseral, saraf dan tulang. Namun, juga berasal dari perubahan struktural tubuh
akibat tumor (seperti spasme otot akibat tumor di tulang belakang). Sedangkan 25%
nyeri kanker disebabkan oleh pemberian terapi kanker seperti kemoterapi, radioterapi,
imunoterapi dan pembedahan.
Penderita kanker akan mengalami penderitaan yang berlipat ganda apabila
tidak diberikan terapi nyeri yang kuat. Karena selain nyeri, pasien juga akan
mengalami gejala umum seperti rasa lelah, lemah, mual, konstipasi serta menurunnya
fungsi kognitif.
Penulisan jurnl ini bertujuan untuk mengulas garis-garis besar terkait penilaian
nyeri, penatalaksana serta penanggulangannya secara farmakologis pada pasien
kanker.

B. Tinjauan Pustaka

Penilaian Nyeri
Anamnesis lengkap merupakan pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk
melakukan penilaian nyeri terhadap pasien. Anamnesis harus diarahkan di lokasi
nyeri, waktu terjadinya, kualitas nyeri, juga hal-hal yang dapat mengurangi atau
menambah nyeri. Faktor yang harus diketahui dalam menentukan jenis nyeri kanker
adalah:
1. Waktu: Akut & Kronik.
Disebut sebagai Akut apabila nyeri adalah yang pertama kali, onset mudah
dibentuk, hilang dengan penyembuhan yang disebabkan oleh nyeri tersebut.
Contohnya, mucositis, fraktur patologis, ileus, dan retensi urine, sedangkan.
Disebut sebagai Kronik apabila nyeri yang terjadi dengan tidak adanya jaringan
rusak yang ditemukan atau nyeri yang berlangsung setidaknya 1 bulan setelah
terjadi penyembuhan jaringan. Ini biasanya berhubungan dengan gangguan
susunan saraf pusat maupun tepi.
2. Lokalitas: Fokal, Generalisata & Alih.
Disebut Fokal apabila berhubungan langsung dengan letak penyebab nyeri baik
berasal dari kulit maupun dermatom serta mudah dilokalisir, sedangkan.
Disebut Alih biasanya susah untuk dilokalisir dan dapat mempengaruhi daerah
yang lebih luas dari struktur yang terkena, bahkan bias terjadi di daerah badan
yang jaun dengan letak patologisnya.
3. Sindrom Nyeri: 75% kasus nyeri kanker disebabkan oleh infiltrasi langsung tumor
ke jaringan (contohnya, sindrom basis kranii, sindrom korpus vertebra, dan
neuropati perifer). 20% dari nyeri kanker disebabkan oleh terapi kanker atau
pengobatan kanker, seperti pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. 5% terdiri atas
nyeri yang tidak ada hubungannya dengan kanker, seperti osteoartritis, neuropati
diabetic, dan infeksi herpes zoster.
4. Patofisiologi: Nyeri somatik terjadi akibat hasil dari rusaknya jaringan, mudah
dilokalisir, dan bermula dari aktivitas reseptor nosiseptif di jaringan kulit maupun
jaringan dalam. Nyeri visceral selalu berhubungan dengan rusaknya jaringan,
infiltrasi, kompresi, distensi, atau dilatasi organ visera abdomen maupun thorax.
Nyeri neuropatik berasal dari rudapaksa pada system saraf perifer dan sentral.
Mekanisme terjadinya hal ini disebabkan karena hyperaktifitas spontan pada
medulla spinalis, sehingga menyebabkan timbulnya impuls ektopik pada serat
aferen primer, dan plastisitas susunan saraf pusat yang mengakibatkan timbulnya
input aberan pada reseptor nosiseptif.
5. Faktor lain: Psikososial, sangat penting untuk mengetahui kebermaknaan nyeri
bagi pasien maupun keluarga serta harapan terhadap penanggulangan nyeri. Selain
itu diperlukan pula berbagai informasi lain seperti riwayat pengobatan, riwayat
penanggulangan sebelumnya, serta riwayat nyeri. Seperti, osteoartritik, dan
neuropati diabetik.
Pemeriksaan fisik yang baik sangat diperlukan untuk melengkapi informasi yang
telah didapat dari anamnesis. Hubungan antara pemeriksaan fisik yang didapat dengan
riwayat nyeri akan memudahkan kita untuk mengetahui keberadaan penyakit,
perkembangannya, serta untuk mengantisipasinya.
Pemeriksaan neurologis juga diperlukan. Pemeriksaan ini kita dapat mengetahui
peran system saraf dalam pathogenesis nyeri. Pemeriksaan ini haruslah mencakup
pemeriksaan sensorik, disfungsi motorik, adanya hyperestesia dan allodynia, derajat
spasme otot, fungsi koordinasi, dan status mental.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, ada pula pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu kita dalam penilaian nyeri pada pasien kanker. Pemeriksaan itu
adalah pemeriksaan rontgen (plain films), bone scan, MRI, CT-Scan dan
Elektromyography. Selain itu pemeriksaan biokimia darah seperti gula darah, fungsi
ginjal, dan fungsi hepar juga diperlukan untuk kasus-kasus tertentu.

Tata Laksana Nyeri


Sebenarnya, cara yang paling efektif untuk menanggulangi nyeri kanker adalah
pengobatan kanker itu sendiri. Kebanyakan kasus terapi kanker akan mengurangi
bahkan menghilangkan keluhan nyerinya. Dikatakan bahwa 85-95% nyeri kanker
dapat ditanggulangi dengan program yang yang terintegrasi menggunakan sistem,
farmakologi dan terapi anti kanker. Sisanya dapat ditanggulangi dengan prosedur
yang invasive. Opioid merupakan ujung tombak utama dalam penanggulangan nyeri
kanker.
Dalam penanggulangan nyeri (WHO) telah merumuskan beberapa prinsip:
1. Penggunaan three-step analgesic ladder
2. Obat-obat oral harus diberikan sebisa mungkin
3. Analgesik diberikan secara teratur
4. Efek samping harus diantisipasi dan diterapi secara agresif
5. Pengobatan dengan plasebo bukanlah terapi yang pantas.
Untuk nyeri ringan dapat diberikan obat paracetamol maupun obat antiinflamasi
non steroid. Obat golongan ini mempunyai kelebihan dalam mengurangi nyeri yang
berasal dari kulit, otot, dan tulang. Selain itu, golongan ini mempunyai efek
menurunkan dosis opioid untuk nyeri moderat maupun berat. Dengan begitu
diharapkan efek samping opioid dapat dikurangi. Obat-obat yang yang umum
digunakan adalah paracetamol (dosis 650 mg setiap 4 jam), ibuprofen (400-600 mg
setiap 6 jam), ketoprofen (25-60 mg setiap 6-8 jam) dan asam mefenamat (250-500
mg setiap 6-8 jam).
Nyeri moderat dapat ditanggulangi dengan pemberian opioid lemah seperti
tramadol maupun codein. Dosisnya adalah 50-100 mg setiap 8-12 jam untuk tramadol
dengan dosis maksimal 400 mg/hari. Untuk codein dapat diberikan 120-360 mg setiap
3-4 jam. Sedangkan untuk nyeri berat biasanya ditanggulangi dengan immediate
release morphine. Preparat ini mempunyai waktu paruh 2-4 jam. Dosis obat ini adalah
10-20 mg setiap 3-4 jam, dengan dosis maksimal 400 mg/hari. Setelah kebutuhan
harian dapat ditentukan, preparat dapat diubah menjadi sustained release morphine.
Morphine jenis ini dapat diberikan setiap 8-12 jam. Kombinasi dengan golongan
paracetamol dan AINS juga bisa dilakukan. Bila kita telah menggunakan sustained
release morphine, immediate release morphine dapat diberikan sebagai breaktrough
pain.
Efek samping pemberian morphine adalah sedasi, konstipasi, dan mual. Sedasi
yang berlebihan dapat diberikan dextroamphetamine atau methylphenidate 5 mg
setiap pagi. Konstipasi dapat diberikan stool softener seperti senna, cascara,
magnesium sitrat, atau lactulose. Mual dapat diberikan metoclopramide oral.
Pasien yang mengalami toleransi opioid memerlukan peningkatan (eskalasi) dosis
opioid untuk mempertahankan efek analgesic yang sama. Toleransi psikologis,
dengan ciri-ciri perubahan status mental, sangat jarang terjadi pada pasien kanker.
Obat-obatan ajuvan sangat berguna untuk pasien yang berespon jelek terhadap
opioid. Obat-obat ini mempunyai tempat yang penting di perawatan paliatif. Contoh
obat ini adalah anti kejang (gabapentin 300 mg), antidepresan (amitriptilin 12,550
mg), kortikosteroid, pelemas otot, biphosponat, dan osteoclast inhibitor.

C. Metode
Penilaian nyeri pada pasien membutuhkan metode anamnesis yang lengkap
serta pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Tujuannya untuk memudahkan kita untuk
mengetahui keberadaan penyakit, perkembangannya serta membantu untuk
mengantisipasinya. Peemeriksaan neurologis juga diperlukan. Tujuannya agar agar
kita dapat mengetahui peran system saraf dalam pathogenesis nyeri. Namun, ada juga
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan rontgen (plain films), bone scan, MRI,
CT-Scan, dan Elektromyography. Selain itu, pemeriksaan biokimia darah seperti gula
darah, fungsi ginjal, dan fungsi hepar juga diperlukan untuk kasus-kasus tertentu.
D. Hasil
Penilaian Nyeri
Faktor yang harus diketahui dalam menentukan jenis nyeri kanker adalah:
a. Waktu: Akut & Kronik.
Disebut sebagai Akut apabila nyeri adalah yang pertama kali, onset mudah
dibentuk, hilang dengan penyembuhan yang disebabkan oleh nyeri tersebut.
Contohnya, mucositis, fraktur patologis, ileus, dan retensi urine, sedangkan.
Disebut sebagai Kronik apabila nyeri yang terjadi dengan tidak adanya
jaringan rusak yang ditemukan atau nyeri yang berlangsung setidaknya 1
bulan setelah terjadi penyembuhan jaringan. Ini biasanya berhubungan dengan
gangguan susunan saraf pusat maupun tepi.
b. Lokalitas: Fokal, Generalisata & Alih.
Disebut Fokal apabila berhubungan langsung dengan letak penyebab nyeri
baik berasal dari kulit maupun dermatom serta mudah dilokalisir, sedangkan.
Disebut Alih biasanya susah untuk dilokalisir dan dapat mempengaruhi daerah
yang lebih luas dari struktur yang terkena, bahkan bias terjadi di daerah badan
yang jaun dengan letak patologisnya.
c. Sindrom Nyeri: 75% kasus nyeri kanker disebabkan oleh infiltrasi langsung
tumor ke jaringan (contohnya, sindrom basis kranii, sindrom korpus vertebra,
dan neuropati perifer). 20% dari nyeri kanker disebabkan oleh terapi kanker
atau pengobatan kanker, seperti pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. 5%
terdiri atas nyeri yang tidak ada hubungannya dengan kanker, seperti
osteoartritis, neuropati diabetic, dan infeksi herpes zoster.
d. Patofisiologi: Nyeri somatik terjadi akibat hasil dari rusaknya jaringan, mudah
dilokalisir, dan bermula dari aktivitas reseptor nosiseptif di jaringan kulit
maupun jaringan dalam. Nyeri visceral selalu berhubungan dengan rusaknya
jaringan, infiltrasi, kompresi, distensi, atau dilatasi organ visera abdomen
maupun thorax. Nyeri neuropatik berasal dari rudapaksa pada system saraf
perifer dan sentral. Mekanisme terjadinya hal ini disebabkan karena
hyperaktifitas spontan pada medulla spinalis, sehingga menyebabkan
timbulnya impuls ektopik pada serat aferen primer, dan plastisitas susunan
saraf pusat yang mengakibatkan timbulnya input aberan pada reseptor
nosiseptif.
e. Faktor lain: Psikososial, sangat penting untuk mengetahui kebermaknaan nyeri
bagi pasien maupun keluarga serta harapan terhadap penanggulangan nyeri.
Selain itu diperlukan pula berbagai informasi lain seperti riwayat pengobatan,
riwayat penanggulangan sebelumnya, serta riwayat nyeri. Seperti,
osteoartritik, dan neuropati diabetik.

Dalam penanggulangan nyeri (WHO) telah merumuskan beberapa prinsip:


a. Penggunaan three-step analgesic ladder
b. Obat-obat oral harus diberikan sebisa mungkin
c. Analgesik diberikan secara teratur
d. Efek samping harus diantisipasi dan diterapi secara agresif
e. Pengobatan dengan plasebo bukanlah terapi yang pantas.

E. Gagasan
Tumor ganas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Cancer (Kanker)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan perjalanan hormon yang
mengakibatkan tumbuhnya daging pada jaringan tubuh. Menurut data yang diperoleh
oleh WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan akan terdapat kurang
lebih 15 juta kasus kanker baru diseluruh dunia. Hal ini tentu membuat kita menjadi
khawatir.
Sejak ditemukan berbagai metode pengobatan baru, maka terjadi peningkatan
survival rates pada populasi ini. Yang berarti, pasien kanker akan mempunyai umur
rata-rata lebih panjang dan akan mengalami rasa nyeri kanker yang lebih lama akibat
dari penyakit dan pengobatannya sendiri.
Tata laksana nyeri kanker masih dibawah rata-rata. Dikatakan bahwa 50%
pasien yang mengidap kanker dan 90% pasien dengan kanker tahap lanjut menderita
nyeri. Yang dimana 70% nyeri kanker disebabkan oleh keterlibatan tumor ke jaringan
lunak, visseral, saraf dan tulang. Namun, juga berasal dari perubahan struktural tubuh
akibat tumor (seperti spasme otot akibat tumor di tulang belakang). Sedangkan 25%
nyeri kanker disebabkan oleh pemberian terapi kanker seperti kemoterapi, radioterapi,
imunoterapi dan pembedahan.
Penderita kanker akan mengalami penderitaan yang berlipat ganda apabila
tidak diberikan terapi nyeri yang kuat. Karena selain nyeri, pasien juga akan
mengalami gejala umum seperti rasa lelah, lemah, mual, konstipasi serta menurunnya
fungsi kognitif.

F. Kesimpulan
Nyeri kanker harus ditanggulangi dengan adekuat. Penanggulangan terutama
menggunakan anak tangga analgesi. Opioid merupakan ujung tombak dalam
penatalaksana nyeri kanker.
IDENTITAS JURNAL II
JUDUL Nutritional Status and Quality of Life in Breast Cancer Patients
in Karawaci General Hospital
JURNAL Artikel Penelitian
PENULIS Andree Kurniawan & Nata Pratama Hardjo Lugito
VOLUME & HALAMAN Vol. 10 No. 1
TAHUN 2015
REVIEWER Wahyu Kurniawan
TANGGAL 13 ktober 2021

A. Latar Belakang

Kanker berhubungan dengan penurunan status gizi dan kualitas hidup (Qol),
namun sejauh mana kondisi ini pada pasien kanker payudara belum diteliti dengan
baik. Malnutrisi lazim di antara pasien kanker dan mungkin berkorelasi dengan
perubahan kualitas hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
hubungan QoL dan status gizi setelah didiagnosis kanker payudara. Status gizi
dievaluasi dengan Patient Generated — Subjective Global Assessment dan QoL
menggunakan formulir pendek 36 (SF-36) dan juga dengan modul khusus untuk
pasien kanker payudara.

B. Tinjauan Pustaka

Kanker payudara adalah kanker paling umum di kalangan wanita. Pada tahun
2008, 23% (1,38 juta) dari total kasus kanker baru dan 14% (458.400) dari total
kematian akibat kanker di kalangan wanita terkait dengan kanker payudara.1,2
Sementara prevalensi kanker payudara telah meningkat di seluruh dunia, insiden
tertinggi telah dilaporkan di negara-negara Asia.2,3 Tingkat kelangsungan hidup
kanker payudara wanita di Asia kira-kira setengah dari rekan-rekan Barat mereka. Di
Indonesia, kanker payudara masih menjadi kanker yang paling umum dan masalah
kesehatan wanita yang paling penting. Kanker berhubungan dengan penurunan status
gizi dan kualitas hidup (Qol).4 Penurunan gizi biasanya diterima sebagai akibat dari
pengobatan kanker. Kanker mengubah aspek metabolik dan fisiologis dari kebutuhan
nutrisi pasien akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Di sisi lain,
gejala yang terkena dampak gizi (mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit perut,
sembelit, diare, kehilangan rasa, sakit mulut dan kesulitan menelan), yang mungkin
disebabkan oleh tumor itu sendiri atau dari efek samping pengobatan, telah efek
negatif pada energi dan asupan makanan dan menyebabkan peningkatan risiko
malnutrisi.
C. Metode
Studi potong lintang dilakukan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan
kualitas hidup pasien kanker payudara di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di
rumah sakit umum swasta di bagian barat Jakarta, Indonesia dengan menggunakan
convenience sampling. Wawancara dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai
Desember 2014 dengan pasien kanker payudara yang datang ke ruang rawat inap
RSUD Karawaci. Dua puluh dua pasien kanker payudara direkrut melalui non-
probability sampling. Wanita berusia > atau = 18 tahun, yang didiagnosis
menderita kanker payudara diundang untuk berpartisipasi. Hanya pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan
D. Hasil
Karakteristik demografi kanker payudara pasien dijelaskan pada Tabel 1. Usia
rata-rata berusia 41+3,5 tahun. Rata-rata indeks massa tubuh adalah 21,3 kg/m2.
Tidak ada kelebihan berat badan dan obesitas pasien. Lima pasien diidentifikasi
sebagai kurus dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (BMI). Lima puluh
persen pasien mengalami menopause. Sebagian besar pasien adalah stadium II
(77,3%), yang lainnya stadium III (18,2%) dan stadium I (4,5%). enam puluh
delapan koma dua persen mengalami gizi buruk sedang. Stadium tumor secara
signifikan berhubungan dengan fungsi fisik (p <0,000), keterbatasan fisik (p <
0,024), keterbatasan emosi (p < 0,013), kesejahteraan (p < 0,020), perubahan
kesehatan (p < 0,010). NS status gizi secara signifikan berhubungan dengan fungsi
fisik (p <0,001), kehilangan energi (p < 0,010) dan kesehatan umum (p < 0,005).

E. Gagasan
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.Kanker payudara merupakan
salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based
Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi
relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data
Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka
kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah
sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000
atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat
diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %.Di Indonesia, lebih dari 80%
kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit
dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis
dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar
pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.
F. Kesimpulan
Status gizi pasien kanker payudara terkait dengan kualitas hidup terutama
fungsi fisik, kehilangan energi dan kesehatan umum setelah mereka didiagnosis.

Anda mungkin juga menyukai